Buku Petunjuk Praktikum PM2 (PEMERIKSAAN DARAH DAN PARASIT DARAH) PDF - 2024

Document Details

CheapestGallium6808

Uploaded by CheapestGallium6808

Universitas Islam Sultan Agung

2024

dr. Menik Sahariyani, M.Sc, dr. Osa Endiputra, M.Sc, dr. Widiana Rachim, M.Sc, dr. Maritsatun Nisa

Tags

parasitologi pemeriksaan darah parasit darah kesehatan

Summary

This document is a practical guide for a parasitology module. It covers the examination of blood and identification of parasites, including various nematodes and trematodes. The practical guide includes instructions, theoretical background, and worksheets for in-depth understanding.

Full Transcript

MODUL PATOMEKANISME 2 BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM PARASITOLOGI PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH LABORATORIUM PARASITOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2024 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DA...

MODUL PATOMEKANISME 2 BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM PARASITOLOGI PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH LABORATORIUM PARASITOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2024 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Kontributor: dr. Menik Sahariyani, M.Sc dr. Osa Endiputra, M.Sc dr. Widiana Rachim, M.Sc dr. Maritsatun Nisa ii MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan petunjukNya, sehingga Buku Diktat Parasitologi Patomekanisme 2 untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Buku petunjuk praktikum parsitologi ini dibuat sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan praktikum parasitologi yang merupakan kegiatan penunjang modul. Buku ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa dalam mempersiapkan dan melaksanakan praktikum dengan lebih terarah, dan terencana. Setiap topik didalam buku ini dilengkapi dengan tujuan pelaksanaan praktikum, dasar teori, dan lembar kerja untuk memperdalam pemahaman para mahasiswa mengenai topik yang dibahas. Penyusun menyadari bahwa pembuatan buku petunjuk praktikum ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan buku petunjuk praktikum ini dimasa yang akan datang. Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku petunjuk praktikum ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Wassalamu’alaikum wr. wb. Semarang, Desember 2024 Tim Penyusun iii MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH DAFTAR ISI TATA TERTIB PRAKTIKUM PARASITOLOGI............................................................................. v NEMATODA DARAH DAN JARINGAN......................................................................................... 1 1. Wuchereria bancrofti..................................................................................................................... 2 2. Brugia malayi................................................................................................................................. 4 3. Brugia timori.................................................................................................................................. 6 4. Loa-loa........................................................................................................................................... 6 5. Onchocerca volvulus..................................................................................................................... 8 TREMATODA................................................................................................................................... 10 1. Trematoda Darah............................................................................................................................ 11 a. Schistosoma japonicum......................................................................................................... 14 b. Schistosoma mansoni............................................................................................................ 16 c. Schistosoma haematobium.................................................................................................... 17 2. Trematoda Hati.............................................................................................................................. 18 a. Clonorchis sinensis.............................................................................................................. 18 b. Opistorchis felineus............................................................................................................. 20 c. Opistorchis viverrini............................................................................................................ 21 d. Fasciola hepatica.................................................................................................................. 23 PEMERIKSAAN DARAH................................................................................................................ 25 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 27 iv MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH TATA TERTIB PRAKTIKUM PARASITOLOGI A. Peraturan Umum Praktikum 1) Praktikan wajib hadir 30 menit sebelum praktikum dimulai 2) Praktikan harus sudah siap dengan materi praktikum. 3) Keterlambatan tanpa alasan yang dapat diterima, tidak diperbolehkan mengikuti praktikum. 4) Meninggalkan ruangan harus seizin dosen/ asisten. 5) Praktikum selesai setelah ada pernyataan selesai dari dosen/ asisten. 6) Selama praktikum harus memperhatikan, fokus, dan konsentrasi pada dosen/asisten dengan tertib dan tenang. B. Perlengkapan dan peralatan 1) Jas praktikum harus milik sendiri dan sudah dipakai sebelum berada didalam ruangan. 2) Petunjuk praktikum harus dibawa. (semua diprint atau hanya lembar kerja) 3) Tiap kelompok bertanggung jawab penuh atas inventaris yang digunakan selama praktikum. 4) Praktikan wajib membawa tatakan bening selama praktikum dilaksanakan 5) Praktikan wajib membawa alat tulis masing masing ke dalam ruangan laboratorium C. Ketentuan Umum 1. Rambut a. Pria 1) Rambut rapi tidak boleh di warnai dan rambut bagian depan tidak menyentuh alis, rambut samping tidak menyentuh telinga dan rambut belakang tidak menyentuh kerah. b. Wanita 1) Rambut tidak boleh terlihat dan keluar dari jilbab dari semua sisi 2) Dilarang memakai make up berlebihan 3) Dilarang memakai softlense berwarna, kecuali soft lense bening. 2. Kuku pendek, rapi dan bersih tidak berwarna. 3. Dilarang memakai perhiasan dan aksesoris termasuk jam tangan. 4. Dilarang membawa dan menggunakan alat komunikasi dalam bentuk apapun selama alur praktikum berlangsung (non-aktif). 5. Tidak diperbolehkan makan dan minum selama berada di dalam laboratorium. 6. Pakaian a. Pria 1) Atasan : Memakai jas praktikum yang tanda namanya sesuai dengan nama praktikan. Baju berkerah dengan bahan kain (Bukan jeans dan bukan semi jeans ataupun kaos). v MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH 2) Bawahan : Celana panjang berbahan kain (Bukan jeans dan bukan semi jeans). 3) Memakai kaos kaki polos dan menutupi mata kaki 4) Memakai sepatu yang tertutup dari sisi samping, depan dan belakang. b. Wanita 1) Atasan : Memakai jas praktikum yang tanda namanya sesuai dengan nama praktikan. Baju dengan bahan kain (Bukan jeans, semi jeans ataupun kaos dan tidak membentuk lekuk tubuh) 2) Bawahan : Rok panjang berbahan kain (bukan jeans dan bukan semi jeans) , tidak ketat dan tidak transparan. 3) Memakai jilbab yang menutup rambut dari segala sisi, dimasukkan ke dalam jas lab dan tidak transparan 4) Memakai kaos kaki polos dan menutupi mata kaki. 5) Memakai sepatu yang tertutup dari sisi samping, depan dan belakang. D. Ketentuan Khusus 1) Setiap praktikan wajib menerapkan dan mematuhi protokol kesehatan. 2) Memakai APD mandiri terdiri dari : masker dan handsanitizer. 3) Wajib mengisi GForm Skrining COVID-19 sebelum pelaksanaan praktikum. 4) Bagi praktikan dengan suspect COVID-19 ataupun praktikan yang tidak mengisi GForm hingga batas yang telah ditentukan wajib melakukan swab antigen dan diserahkan ke laboratorium parasitologi. E. Sanksi-sanksi 1) Pelanggaran terhadap tata tetib, akan diberi sanksi sesuai dengan pelanggaran. F. Aturan-aturan lain 1) Akan disampaikan pada waktu praktikum. 2) Perwakilan SGD wajib mengambil kunci loker ke asisten parasitologi 30 menit sebelum praktikum dimulai. Laboratorium Parasitologi FK Unissula vi MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH NEMATODA NEMATODA DARAH DAN JARINGAN Nematoda darah dan jaringan yang akan dibahas adalah klasifikasi cacing filaria. Cacing filarial termasuk Filariidae merupakan parasit sistem peredarahan darah dan limfe, jaringan ikat serta rongga serosa pada manusia dan binatang. Tiga spesies yang penting, yaitu : 1. Wuchereria bancrofti 2. Brugia malayi 3. Brugia timori Morfologi secara umum dari cacing filaria dewasa adalah bentuknya silindris seperti benang. Esofagus berbentuk seperti tabung dimana bagian anterior muskularis sedangkan bagian posterior berkelenjar. Cacing betina bersifat vivipar dan larvanya disebut mikrofilaria. Mikrofilaria pada Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Loa- loa mempunya selubung (sheath) dari kepala hingga ekor. Beberapa spesies mempunyai nuklei yang tersebar sepanjang tubuhnya. Ada atau tidaknya nuclei ini dapat untuk membedakan jenis spesies. Terdapat waktu-waktu tertentu dalam melakukan pemeriksaan supaya bentuk mikrofilaria dapat ditemukan, hal ini dikenal dengan istilah periodisitas, yaitu : Periode nokturnal adalah bila mikrofilaria ditemukan terutama pada malam hari saat dilakukan pemeriksaan darah tepi. Spesies dengan periodisitas seperti ini misalnya adalah W. bancrofti Periode diurnal adalah bila mikrofilaria ditemukan terutama pada siang hari saat dilakukan pemeriksaan darah tepi. Spesies dengan periodisitas seperti ini misalnya adalah Loa-loa Sub periodik diurnal adalah bila mikrofilaria selalu ditemukan saat pemeriksaan darah tepi, tetapi meningkat saat siang atau malam hari. Non periodik jika selalu ditemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah tepi, tidak ada periodisitas tertentu. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 1 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH 1. Wuchereria bancrofti Patologi : Filariasis bancrofti, wuchereriasis, elephantiasis Habitat : Cacing dewasa ditemukan di kelenjar limfe manusia Epidemiologi : Tersebar di daerah tropis dan subtropis Morfologi : Mikrofilaria merupakan bentuk infektif dari W. bancrofti a. Mikrofilaria - Ukuran ± 290 µ x 6 µ - Terdapat selubung di sepanjang tubuhnya - Tubuhnya berisi nuclei yang tersebar merata - Pada ujung anterior terdapat cephalic space dengan rasio panjang : lebar = 1:1 - Terminal nuclei di bagian posterior tidak ada. b. Cacing dewasa - Cacing betina berukuran lebih besar dibanding jantan - Cacing dewasa berbentuk seperti rambut berwarna transparan dengan ujung meruncing. - Cacing jantan bagian posterior melengkung ke ventral dan mempunyai spikulae Gambar 32: mikrofilaria W. bancrofti Gambar 33: mikrofilaria W. bancrofti BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 2 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Siklus hidup Gambar 34: Siklus hidup W. bancrofti (https://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/biology_w_bancrofti.html) Cara infeksi Melalui gigitan nyamuk betina dari genus Culex, Aedes, Anopheles Bentuk infektif pada manusia yaitu larva stadium III Port d’entrée : kulit Gejala klinis Gejala radang akibat alergi terhadap bahan hasil metabolism cacing di dalam tubuh sehingga dapat timbul demam dan limfangitis lokalis berupa bengkak dan kemerahan. Saluran limfe yang sering terkena yaitu daerah tungkai dan alat genital sehingga bisa didapati funiculitis, epididymitis, orchitis. Pada pemeriksaan lab sering didapatkan leukositosis dan eusinofilia. Penyumbatan dapat terjadi akibat efek mekanis penyumbatan cacing dewasa di saluran limfe dan adanya fibrosis kelenjar limfe akibat invasi filariasis selama bertahun-tahun. Sehingga terjadi pelebaran lumen dan menurunnya elatisitas pembuluh darah. Gejala penyumbatan ini dapat berupa hidrokel, chiluria, maupun elephantiasis Filariasis dapat asimtomatik dan sering terjadi di daerah endemis tetapi pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya mikrofilaria. Diagnosa Anamnesis ditemukan tinggal atau pernah berkunjung di daerah endemis atau daerah dengan penyebaran vektor filariasis BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 3 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Pemeriksaan lab darah tepi terutama saat malam hari Pemeriksaan serologis dengan menggunakan Ag dari Dirofilaria immitis membantu menegakkan diagnose pada fase awal infeksi. Pengobatan Diethylcarbamazine (DEC) adalah obat pilihan untuk mengatasi filariasis. Obat ini Dosis: 6 mg/kgbb/hr selama 12 hari Kombinasi DEC 6 mg/kgbb dan abendazole 400 mg yang diberikan setiap tahun selama 5-10 tahun pada penduduk berusia diatas 2 tahun Doxycycline 200 mg/hr selama 4-6 minggu Kortikosteroid untuk mengurangi efek alergi Operasi bila sudah terjadi gejala penyumbatan 2. Brugia malayi Patologi : Filariasis malayi Habitat : saluran dan kelenjar limfe Epidemiologi : Tersebar di asia tenggara, asia selatan, dan asia timur dimana nyamuk mansonia berada. Nyamuk ini banyak ditemukan di perairan yang terdapat banyak tumbuhan air. Di daerah perkotaan, vektor filariasis malayi adalah nyamuk anopheles. Morfologi Mikrofilaria - Hampir mirip dengan mikrofilaria W. bancrofti - Ukuran ± 230 µ x 6 µ - Tubuh mempunyai lekukan sekunder - Nuklei padat tersebar sepanjang tubuh - Rasio cephalic space = 2:1 - Mempunyai selubung pada tubuhnya, terwarnai ungu muda/pink pada pengecatan Giemsa Cacing dewasa - Bentuk cacing dewasa B. malayi hampir mirip dengan W. bancrofti - Cacing betina berukuran lebih besar. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 4 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Siklus hidup: Gambar 37: siklus hidup B. malayi Cara infeksi Melalui gigitan nyamuk betina dari genus Mansonia dan Anopheles Host definitif adalah manusia dan reservoir host adalah kera, kucing dan anjing Siklus di tubuh nyamuk sekitar 6-12 hari Gejala klinis Jarang menyebabkan elephantiasis scroti dan chyluria Menimbulkan limfangitis, limfadenitis Diagnosa : Ditemukan mikrofilaria di dalam darah terutama saat pemeriksaan darah tepi saat malam hari. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 5 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Pengobatan Diethylcarbamazine (DEC) adalah obat pilihan untuk mengatasi filariasis. Obat ini Dosis: 6 mg/kgbb/hr selama 12 hari Kombinasi DEC 6 mg/kgbb dan abendazole 400 mg yang diberikan setiap tahun selama 5-10 tahun pada penduduk berusia diatas 2 tahun Doxycycline 200 mg/hr selama 4-6 minggu Kortikosteroid untuk mengurangi efek alergi Operasi bila sudah terjadi gejala penyumbatan 3. Brugia timori Patologi : filariasis timori Morfologi : sama seperti B. malayi hanya berbeda di mikrofilaria dimana rasio cephalic space B. timori = 3:1 4. Loa-loa Patologi : loaiasis atau calabar swelling Habitat : cacing dewasa dapat ditemukan di seluruh tubuh dan sering menimbulkan keluhan di konjungtiva mata Epidemiologi : Ditemukan di afrika tropis bagian barat dari Sierra Leone hingga Angola. Morfologi : Mikrofilaria - Mempunyai selubung - Dapat ditemukan di urin, dahak, bahkan pada sumsum tulang belakang Cacing dewasa - Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan - Ccaing betina lebih besar dibandingkan cacing jantan BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 6 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Gambar 39: mikrofilaria Loa-loa Siklus hidup: Gambar 40: siklus hidup Loa-loa (https://www.cdc.gov/dpdx/loiasis/index.html) Cara infeksi : Parasit ditularkan oleh lalat Chrysops. Mikrofilaria terhisap oleh lalat kemudian di tubuh lalat berubah menjadi bentuk infektif (Larva L3). Gejala klinis : iritasi pada mata, palpebrea edema dan penurunan penglihatan. Kelainan Calabar swelling atau fugitive swelling muncul akibat reaksi hipersensitif terhadap zat seksresi yang dikeluarkan oleh cacing sehingga menyebabkan reaksi radang yang bersifat temporer. Diagnosis : Menemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah tepi terutama saat siang hari Menemukan cacing dewasa dari konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subkutan Pengobatan : DEC 2mg/kgBB/hari diberikan 3x sehari sesudah makan selama 14 hari BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 7 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH 5. Onchocerca volvulus Patologi : Onkoserkosis, river blindness, blinding filariasis Habitat : Kulit, sistem limfatik, mata Epidemiologi : Ditemukan di Afrika dari Sierra Leone hingga Angola sampai ke Afrika Timur. Amerika tengah, Amerika selatan di daerah Guatemala, Mexico dan Venezuela bagian timur dimana lalat Simulium berada Morfologi : Mikrofilaria - Mikrofilaria di bagian kepala dan ekor tidak terdapat inti - Tidak mempunyai selubung. - Ukuran 285-368 x 6-9 mikron dan 150-287 x 5-7 mikron Cacing dewasa - Bentuk melingkar satu sama lain seperti benang kusut dalam benjolan - Ukuran cacing betina lebih besar dibanding cacing jantan - Bentuk seperti kawat putih, ovalescent, dan transparan. - Ukuran cacing betina 33,5-50 cm x 270-400 mikron - Ukuran cacing jantan 19-42 mm x 130 x 210 mikron Gambar 41: mikrofilaria O. volvulus di nodul kulit Gambar 42: mikrofilaria di dalam uterus cacing betina dewasa O. volvulus BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 8 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Siklus hidup: Gambar 43: siklus hidup O. volvulus (https://www.cdc.gov/dpdx/onchocerciasis/index.html) Cara infeksi : Melalui gigitan lalat Simulium kemudian setelah 6-8 hari mikrofilaria berubah menjadi larva infektif yang siap ditularkan ke manusia. Gejala klinis : kelainan yang muncul disebabkan karena cacing dewasa yang hidup dalam jaringan ikat yang merangsang pembentukan serat dank arena adanya mikrofilaria yang beredar dalam jaringan menuju kulit. Benjolan akibat invasi cacing dewasa disebut onkoserkoma, biasanya di atas tulang- tulang skapula, iga, siku, lutut, sacrum. Benjolan bersifat mobile dan tidak nyeri. Kelainan akibat mikrofilaria bisa berupa fotofobia, lakrimasi, blepharospasme. Pruritic dermatitis dapat timbul akibat invasi mikrofilaria di kulit. Kulit dapat kehilangan elastisitas nya dan menimbulkan hanging groin, yaitu kulit menggantung dalam lipatan di bawah inguinal. Diagnosis Klinis : nodul subkutan, hanging groin, kelainan pada mata. Parasitologik : menemukan mikrofilaria atau cacing dewasa dari biopsi benjolan subkutan Pengobatan Ivermectin 150 mcg/kg peroral yang diberikan sebagai dosis tunggal BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 9 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH TREMATODA Trematoda atau Cacing Daun merupakan salah satu dari Helminth (Cacing) yang bersifat parasit dalam filum Platyhelminthes. Disebut juga Cacing Daun karena hampir seluruh spesies dalam kelas ini berbentuk seperti daun. Spesies dalam Trematoda ini termasuk subkelas Digenea, yaitu hidup sebagai endoparasit dalam tubuh manusia. Hospes definitif cacing Trematoda diantaranya adalah manusia, anjing, burung, kucing, kambing, babi, dan sapi. Klasifikasi Trematoda berdasarkan habitat cacing dewasa pada hospes adalah : 1. Trematoda hati (liver flukes). 2. Trematoda paru (lung flukes). 3. Trematoda usus (intestinal flukes). 4. Trematoda darah (blood flukes). Distribusi geografik cacing Trematoda tersebar di beberapa negara. Beberapa spesies cacing ini ditemukan di Indonesia. Morfologi dari cacing Trematoda secara umum yaitu tubuh cacing dewasa bentuk pipih lonjong seperti daun, simetris bilateral, ukuran panjang sekitar 1 – 75 mm, badan diliputi integument mesenkimatus, aseluler halus, sering ditumbuhi semacam sisik/duri yang tampak jelas di bagian tubuh anterior. Tanda khas lain berupa 2 buah sucker atau batil isap (sucker mulut dan sucker perut), namun beberapa spesies memiliki sucker genital. Saluran cerna mulai dari mulut yang dikelilingi sucker kepala, kemudian rongga mulut, faring, esofagus, dan akhirnya sampai ke caeca yang bercabang dua (seperti huruf Y terbalik) dan buntu. Hidupnya secara anaerob sehingga tidak memiliki alat pernapasan khusus. Terdapat saluran ekskresi yang berakhir di posterior dan susunan saraf mulai di dorsal esophagus lalu memanjang di dorsal, ventral dan lateral badan. Umumnya cacing Trematoda bersifat hermafrodit, kecuali spesies Schistosoma. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 10 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Trematoda Darah Yang termasuk trematoda darah adalah Schistosoma atau Bilharzia. Spesies yang berperan penting pada manusia adalah : 1. Schistosoma japonicum, 2. Schistosoma mansoni, 3. Schistosoma haematobium. A. Hospes Manusia. B. Nama Penyakit Skistosomasis atau Bilharziasis. C. Distribusi Geografik Indonesia, Mesir, Jepang, Turki, Korea, Cina, Taiwan, Filipina. D. Habitat Cacing dewasa: o Pembuluh darah (terutama arteri dan vena kecil dekat permukaan mukosa usus). o Vesika urinaria. o Usus halus. Telur : pembuluh darah. E. Morfologi Cacing dewasa : o Jantan : warna kelabu/putih kehitaman, ukuran 9,5 – 19,5 x 0,9 mm, bentuk badannya gemuk bundar, kutikula terdapat tonjolan halus hingga kasar (tergantung spesies), canalis gynaecophorus (tempat cacing betina) di ventral tubuh (cacing betina seperti dipeluk cacing jantan). o Betina : badan lebih halus dan panjang, ukuran 16,0 – 26,0 x 0,3 mm, biasanya isi uterus 50 – 300 butir telur. Telur : ukuran 95 – 135 x 50 – 60 μ, memiliki duri dan (lokasi duri tergantung pada spesies), tidak memiliki operkulum. F. Siklus Hidup Cacing betina melepaskan telur di pembuluh darah HD → telur tembus pembuluh darah untuk keluar → migrasi ke jaringan → masuk lumen usus atau vesika urinaria (telur bisa ditemukan dalam tinja atau urin → telur menetas dalam air (bila kondisi optimum) → mirasidium keluar → mirasidium berenang bebas untuk mencari keong air sebagai HP (Cacing ini hanya mempunyai satu macam HP) → masuk dalam tubuh HP → (perkembangan : M → S1 → S2 → SK) → cara infeksi : serkaria menembus kulit manusia saat manusia masuk ke dalam air mengandung serkaria (waktu infeksi ± 5 – 10 menit) → masuk kapiler darah → ikut aliran darah → masuk jantung kanan → paru → jantung kiri → sistem peredaran darah besar → cabang vena portae → hati → menjadi dewasa → kembali ke vena portae dan vena usus atau vena vesika urinaria →, kopulasi → cacing betina bertelur. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 11 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH G. Patologi dan Gejala Klinis Kelainan oleh cacing ini akibat perubahan stadium berikut : o Serkaria o Cacing dewasa o Telur (faktor paling penting) Kelainan akibat perubahan stadium cacing terbagi menjadi 3 stadium : 1. Masa Tunas Biologik (serkaria menembus kulit hingga dewasa). o Gejala kulit dan alergi : - Eritem, papul, gatal, panas. - Dermatitis (jika serkaria tembus kulit) - Reaksi alergi (akibat hasil metabolisme dari skistosomula/cacing dewasa, atau protein asing akibat cacing mati) : urtikaria/ edema angioneurotik , demam. o Gejala Paru : - Batuk, dahak (±), darah (±) - Bila rentan : gejala menjadi berat sekali sampai timbul asma. o Gejala toksemia - Mulai muncul sekitar minggu ke-2 s/d minggu ke-8 pasca infeksi. - Berat ringan gejala tergantung banyaknya serkaria yang masuk. - Bila infeksi berulang : timbul gejala toksemia berat dan disertai demam tinggi. - Gejala lainnya yaitu lemah, malaise, tidak nafsu makan, mual dan muntah disertai sakit kepala dan nyeri tubuh, diare (karena hipersensitif terhadap cacing). BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 12 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH - Pada kasus berat, gejala tersebut dapat bertahan sampai 3 bulan, kadang terjadi sakit perut dan tenesmus, hepatosplenomegali disertai nyeri pada perabaan. 2. Stadium Akut o Ketika cacing betina bertelur : telur di pembuluh darah → keluar → masuk jaringan sekitar → tembus mukosa (biasanya usus) → lumen. o Patologis dan gejala klinis : tergantung jumlah cacing betina → tergantung jumlah telur yang dikeluarkan. o Keluhan/gejala : demam, malaise, berat badan turun. Pada infeksi berat dapat ditemukan sindrom disentri, sedangkan pada kasus ringan hanya ditemukan diare. Hepatomegali timbul lebih dini dan disusul dengan splenomegali (dapat terjadi dalam waktu 6-8 bulan setelah infeksi). 3. Stadium Menahun o Penyembuhan jaringan : fibrosis. o Sirosis periportal → sirosis o Gejala : splenomegali, edema (biasanya di tungkai bawah atau alat kelamin), asites, ikterus. o Stadium lanjut : hematemesis (akibat varises esofagus pecah). H. Cara Diagnosis Telur dalam tinja, urin, jaringan biopsi. Reaksi serologi. I. Pengobatan Obat untuk Schistosomiasis pada umumnya beresiko : Pada cacing dewasa dalam pembuluh darah : pegangan/penempelan cacing dewasa pada pembuluh darah terlepas → cacing ikut sirkulasi portal → masuk ke dalam hati (hepatic shift). Pada cacing dewasa menyebabkan sistem enzim tertentu terhambat : misal, persenyawaan antimon trivalen yang menghambat sistem enzim fosfofruktokinase S. mansoni, hingga cacing tak bisa manfaatkan glikogen. Obat anti Schistosoma yang telah dikenal diantaranya : Niridazol (1-nitro-2, thyazoyl-2 imidazolidnone) Efektif membunuh cacing dewasa dan telur (secara oral). Terutama untuk infeksi S. haematobium dan S. mansoni. Bekerja dengan cara menghambat cacing dewasa S.mansoni untuk bertelur dan membunuh cacing dewasa (jantan dan betina) dengan dosis yang tepat (hasil percobaan pada binatang). Efek pada cacing : hepatic-shift (parasit dimusnahkan oleh daya tahan hospes di hati). Beberapa tahun akhir ini Niridazol digunakan untuk pengobatan masal dan ternyata hasilnya cukup baik untuk infeksi S. haematobium. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 13 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Pada penelitian membuktikan angka penyembuhan 100% pada infeksi S. haematobium (dosis 25mg/kgBB/hari selama 7 – 10 hari). Efek samping : o Gangguan psikis akut (efek samping terpenting). o Keluhan gastrointestinal. Prazikuantel Menurut hasil penelitian binatang percobaan, prazikuantel sangat efektif terhadap ketiga spesies Schistosoma manusia, trematoda dan cestoda. Prazikuantel sangat cepat diserap setelah diminum pada manusia. Dosis : 2 x 35 mg/kgBB/hari (70 mg/kgBB/hari). Hasil pengobatan : angka penyembuhan lebih baik dibanding efek sampingnya (prospek cukup baik untuk pengobatan masal). J. Epidemiologi Skistosomiasis japonika ditemukan endemik hanya di Sulawesi Tengah. Berkaitan erat dengan irigasi pada lahan pertanian, yang kemungkinan terdapat keong air/sawah di daerah tersebut. Penyebaran hospes perantara sesuai dengan meluasnya daerah pertanian dan irigasi dan biasanya infeksi terjadi saat orang bekerja di sawah. Penanggulangan penyakit sampai saat ini : o Pengobatan masal 6 bulan sekali (dilakukan pengobatan selektif jika prevalensi sudah turun < 5%). o Pemberantasan HP. o Sanitasi lingkungan o Penyuluhan kesehatan. Schistosoma Japonicum A. Hospes Manusia, kucing, anjing, tikus sawah (Rattus), sapi, babi. B. Nama Penyakit Oriental Schistosomiasis, atau Skistosomiasis Japonika, atau Penyakit Katayama, atau Penyakit Demam Keong. C. Distribusi Geografik Cina, dan negara lain, termasuk Indonesia (di Indonesia hanya ditemukan di Sulawesi Tengah, yaitu di daerah Danau Lindu dan Lembah Napu). D. Habitat Cacing dewasa : vena mesenterika superior. Telur : dinding usus halus, organ dalam seperti hati, paru dan otak.. E. Morfologi Cacing dewasa : o Jantan : ukuran ± 1,5 cm. o Betina : ukuran ± 1,9 cm. o Memiliki tonjolan lebih halus dibanding S. haematobium dan S. mansoni. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 14 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Telur : ukuran 95 – 135 x 50 – 60 μ, memiliki duri yang rudimenter (terlihat seperti tonjolan), tidak memiliki operkulum. F. Siklus Hidup Cacing betina melepaskan telur di pembuluh darah HD → telur tembus pembuluh darah untuk keluar → migrasi ke jaringan → masuk lumen usus atau vesika urinaria (telur bisa ditemukan dalam tinja atau urin → telur menetas dalam air (bila kondisi optimum) → mirasidium keluar → mirasidium berenang bebas untuk mencari keong air sebagai HP (Oncomelania hupensis lindoensis) → masuk dalam tubuh HP → (perkembangan : M → S1 → S2 → SK) → cara infeksi : serkaria menembus kulit manusia saat manusia masuk ke dalam air mengandung serkaria (waktu infeksi ± 5 – 10 menit) → masuk kapiler darah → ikut aliran darah → masuk jantung kanan → paru → jantung kiri → sistem peredaran darah besar → cabang vena portae → hati → menjadi dewasa → kembali ke vena portae dan vena usus atau vena vesika urinaria →, kopulasi → cacing betina bertelur. G. Patologi dan Gejala Klinis Tergantung berat ringan infeksi. Kelainan yang terjadi : o Stadium I : urtikaria, gejala intoksikasi disertai demam, hepatomegali, eosinofilia tinggi. o Stadium II : sindrom disentri. o Stadium III (stadium menahun) : sirosis hati dan splenomegali, lemah, gejala saraf, gejala paru, dan gejala lain. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 15 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH H. Cara Diagnosis Telur dalam tinja atau jaringan biopsi (contoh : biopsi rektum). Reaksi serologi. I. Pengobatan Untuk skistosomiasis japonicum dosis tunggal prazikuantel diberikan 60mg/kgBB. J. Pencegahan Faktor penting dalam penyebaran penyakit adalah adanya keong air sebagai HP dari cacing ini. Habitat keong di daerah danau Lindu ada 2 macam, yaitu : o Daerah garapan : ladang, sawah tak terpakai lagi, pinggir parit di antara sawah. o Daerah hutan : perbatasan bukit, dataran rendah. Perbaikan lingkungan hidup untuk mencegah pencemaran perairan oleh tinja, serta pemberantasan keong air. Cara penanggulangan skistosomiasis di Sulawesi Tengah : pengobatan masal dengan Prazikuantel. Schistosoma mansoni A. Hospes HD : manusia. Hospes reservoar (HR) : kera baboon (di Afrika). B. Nama Penyakit Skistosomiasis usus. C. Distribusi Geografik Afrika, Mesir, Amerika Selatan dan Tengah. D. Habitat o Cacing dewasa : vena, kolon, rektum. o Telur : tersebar ke organ lain (hati, paru dan otak). E. Morfologi Cacing dewasa : o Jantan : ukuran ± 1 cm, tonjolan lebih kasar dibanding S. haematobium dan S. japonicum. o Betina : ukuran ± 1,4 cm. Telur : ukuran 95 – 135 x 50 – 60 μ, memiliki duri yang terletak di sub terminal, tidak memiliki operkulum. F. Siklus Hidup Sama seperti pada S. japonicum. G. Patologi dan Gejala Klinis Sama seperti pada S. japonicum, namun lebih ringan. Infeksi berat : splenomegali. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 16 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH H. Cara Diagnosis Sama seperti pada S. japonicum. I. Pengobatan Prazikuantel merupakan obat pilihan untuk mengobati skistosomiasis. Untuk skistosomiasis mansoni dan haematobium, prazikuantel diberikan 40-60mg/kgBB sebagai dosis tunggal. J. Pencegahan Sama seperti pada S. japonicum. Schistosoma haemotobium A. Hospes HD : manusia. HR : babon dan kera spesies lain. B. Nama Penyakit Skistosomiasis kandung kemih. C. Distribusi Geografik Afrika, Spanyol dan di berbagai negara Arab (Timur Tengah, Lembah Nil). Cacing ini tidak ditemukan di Indonesia. D. Habitat Cacing dewasa : vena panggul kecil, terutama vena vesika urinaria. Telur : urin, organ dalam lain, organ kelamin dan rektum. E. Morfologi Cacing dewasa : o Jantan : ukuran ± 1,3 cm, tonjolan lebih halus dibanding S. mansoni, tapi lebih kasar dibanding S. japonicum. o Betina : ukuran ± 2 cm. Telur : ukuran 95 – 135 x 50 – 60 μ, memiliki duri yang terletak di posterior, tidak memiliki operkulum. F. Siklus Hidup Sama seperti pada S. japonicum, namun sebagai HP adalah keong air Bulinus. G. Patologi dan Gejala Klinis Kelainan : terutama ditemukan di dinding kandung kemih. Gejala : hematuria dan disuria (bila terjadi sistitis). Sindrom disentri : bila terjadi kelainan di rektum. H. Cara Diagnosis Sama seperti pada S. japonicum. I. Pengobatan Prazikuantel merupakan obat pilihan untuk mengobati skistosomiasis. Untuk skistosomiasis mansoni dan haematobium, prazikuantel diberikan 40-60mg/kgBB sebagai dosis tunggal. J. Pencegahan Sama seperti pada S. japonicum. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 17 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH TREMATODA HATI Beberapa spesies Trematoda Hati : 1. Clonorchis sinensis 2. Opistorchis felineus 3. Opistorchis viverrini 4. Fasciola hepatica Clonorchis sinensis A. Hospes Manusia, beruang kutub, anjing, kucing, babi. B. Nama Penyakit Klonorkiasis. C. Distribusi Geografik Cina, Vietnam, Jepang, dan Korea. Di Indonesia bukan infeksi autokton (infeksi autokton = berasal dari tanahnya sendiri). D. Habitat Cacing dewasa : saluran empedu, kadang saluran pankreas. Telur : saluran empedu. E. Morfologi Cacing dewasa : Ukuran 10 – 25 mm x 3 – 5 mm, bentuk pipih lonjong, seperti daun. Telur : ukuran ± 30 x 16 mikron, bentuk mirip bola lampu pijar, isi mirasidium. F. Siklus Hidup Telur berembrio dikeluarkan dalam saluran empedu dan tinja → keong air (HP I) makan/cerna telur (jenis keong : Bulimus, Parafossarulus, Alocinma, Melanoides tuberculatus, Thiara, Semisulcospira) → telur dalam keong air menetas → melepaskan mirasidium → (perkembangan : M → S → R → SK) → serkaria keluar, berenang bebas, dalam waktu singkat mencari dan masuk ke tubuh HP II : ikan (Famili Cyprinidae di Jepang, Salmonidae, Gobiidae, Anabantidae) → serkaria melepas ekor, membentuk kista (metaserkaria) dalam kulit di bawah sisik → infeksi pada manusia : manusia mengkonsumsi ikan yang kurang matang, ikan yang diasinkan, atau ikan yang diasap → dalam tubuh manusia : ekskistasi metaserkaria di duodenum → larva cacing → masuk ke duktus koledokus → ke saluran empedu → menjadi dewasa (± 1 bulan) → lama waktu seluruh daur hidup cacing : 3 bulan. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 18 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH G. Patologi dan Gejala Klinis Larva s/d dewasa : o iritasi dan penebalan dinding saluran empedu o perubahan jaringan hati (radang sel hati) o keadaan lanjut : sirosis hati, asites, dan edema. Jumlah cacing dan lamanya infeksi di saluran empedu mempengaruhi luas organ yang mengalami kerusakan. Gejala dikelompokkan menjadi 3 tahap stadium : o Stadium ringan : asimtomatik. o Stadium progresif : turunnya nafsu makan, rasa penuh di perut, diare, pembesaran hati, edema. o Stadium lanjut : sindrom hipertensi portal (terdiri dari : hati yang membesar, ikterus, asites, edema, dan sirosis hepatis), terkadang dapat juga timbul keganasan hati. H. Cara Diagnosis Telur bentuk khas dalam tinja atau dalam cairan duodenum. I. Pengobatan Prazikuantel (3 x 25 mg/kg) merupakan obat pilihan klonorkiasis, diberikan satu hari saja. J. Pencegahan Faktor penting dalam penyebaran penyakit : BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 19 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Kebiasaan makan ikan yang diolah kurang matang. Cara pembuangan tinja di kolam ikan dan menejemen ikan. Pencegahan infeksi dapat dengan : pemberantasan, seperti memberikan penyuluhan kesehatan supaya memakan ikan yang sudah dimasak dengan baik dan penggunaan jamban yang tidak mencemari air sungai (sanitasi lingkungan). Opistorchis felineus A. Hospes Kucing, anjing, manusia. A. Nama Penyakit Opistorkiasis. B. Distribusi Geografik Eropa Tengah, Eropa Selatan, Eropa Timur, Asia, Vietnam, India. C. Habitat Cacing dewasa dan telur : saluran empedu, saluran pankreas. D. Morfologi Cacing dewasa : o Ukuran 7 – 12 mm o Bentuk lanset, pipih dorsoventral, o Punya sucker mulut dan sucker perut. Telur : o ukuran ± 30 x 16 mikron, o bentuk mirip bola lampu pijar, isi mirasidium (mirip telur C. sinensis, tapi bentuk lebih langsing). E. Siklus Hidup Sama seperti siklus hidup C. sinensis. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 20 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Infeksi pada manusia dapat terjadi jika makan ikan mengandung metaserkaria yang mentah atau memasak ikan kuran matang. F. Patologi dan Gejala Klinis Sama dengan kelainan yang ditimbulkan C. sinensis. G. Cara Diagnosis Sama seperti cara mendiagnosis C. sinensis. H. Pengobatan Prazikuantel dosis tunggal diberikan 40 mg/kgBB atau 3 x 25 mg/kgBB diberikan satu hari. I. Pencegahan Sama seperti pencegahan C. sinensis. Opistorchis viverrini A. Hospes Manusia, kucing, anjing, dan mamalia pemakan ikan. B. Nama Penyakit Opistorkiasis. C. Distribusi Geografik Asia Tenggara dan Thailand. D. Habitat Cacing dewasa dan telur : saluran empedu (terutama) dan saluran pankreas. E. Morfologi Sama seperti morfologi O. felineus, namun lebih besar. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 21 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH F. Siklus Hidup Sama seperti siklus hidup O. felineus. Hospes perantara (HP) I adalah keong air spesies Bithynia goniomphalus, B. funiculata, B. laevis, sedangkan HP II adalah ikan spesies Punteus orphoides, Hampala dispar, Cyclocheilitis sp. Infeksi pada manusia dapat terjadi jika memakan ikan yang mengandung metaserkaria mentah atau dimasak kurang matang. G. Patologi dan Gejala Klinis Sama dengan kelainan oleh O. felineus. Peradangan kronik saluran empedu dan cara pengawetan ikan HP II dapat menyebabkan kolangiokarsinoma dan hepatoma. H. Cara Diagnosis Sama seperti cara mendiagnosis O. felineus. I. Pengobatan Prazikuantel dosis tunggal diberikan 40 mg/kgBB atau 3 x 25 mg/kgBB diberikan satu hari. J. Pencegahan Sama seperti pencegahan O. felineus. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 22 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Fasciola Hepatica A. Hospes Hewan ternak (sapi, kambing), terkadang manusia. B. Nama Penyakit Fasioliasis. C. Distribusi Geografik Negara pemilik peternakan besar (Perancis, Kuba, Amerika Latin) D. Habitat Larva dan cacing dewasa : jaringan parenkim hati, saluran empedu. Telur : saluran empedu. E. Morfologi Cacing dewasa : o bentuk pipih mirip daun, o ukuran ± 30 x 13 mm, o anterior : bentuk seperti kerucut, pada puncak kerucut ada sucker mulut (ukuran ± 1 mm), dasar kerucut ada sucker perut ukuran ± 1,6 mm, o saluran pencernaan : bercabang hingga ujung distal sekum, o testis dan kelenjar vitelin bercabang. Telur : ukuran ± 140 x 90 μ. F. Siklus Hidup Telur immatur atau belum matang keluar melalui saluran empedu ke dalam tinja → telur matang dalam air, isi mirasidium (± 9 – 15 hari) → telur menetas, mirasidium keluar BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 23 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH → mencari keong air (HP I) sesuai : genus Galba, Fossaria dan Pseudosuccinea → (perkembangan dalam tubuh keong air : M → S → R1 → R2 → SK) → serkaria keluar → berenang mencari tumbuhan air (HP II) → serkaria membentuk kista berisi metaserkaria di permukaan tumbuhan air → infeksi pada manusia atau mamalia lain: makan tumbuhan air mengandung metaserkaria → dalam tubuh manusia : ekskistasi metaserkaria di usus halus → larva cacing → menembus dinding usus → migrasi ke ruang peritoneum → menembus hati → saluran empedu → menjadi dewasa (± 3 – 4 bulan. G. Patologi dan Gejala Klinis Tergantung organ tempat migrasi larva, bisa dalam hati atau luar hati. o Di dalam hati : terjadi kerusakan parenkim hati yang diakibat migrasi cacing dewasa muda ke saluran empedu. o Di luar hati (ektopik) : pada mata, kulit, paru, otak. Fase akut (selama migrasi) : o Asimtomatis atau gejala yang timbul seperti demam, nyeri abdomen kanan atas, hepatomegali, malaise, urtikaria. o Sirosis periportal timbul karena peradangan, penebalan (diduga akibat sekresi prolin oleh cacing dewasa) dan sumbatan saluran empedu. Penyakit Halzoun (Timur Tengah) dengan manifestasi klinis faringitis dan edema laring disebabkan cacing dewasa menempel mukosa laring manusia. Hal ini akibat kebiasaan mengkonsumsi hati kambing/domba mentah. H. Cara Diagnosis Telur dalam tinja, cairan duodenum atau cairan empedu. Reaksi serologi (ELISA). Imunodiagnosis. USG. I. Pengobatan Prazikuantel dengan dosis 25mg/kgBB diberikan tiga kali per hari, selama satu atau dua hari. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 24 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH PROTOZOA Terdiri dari kelas : 1. Rhizopoda → menggunakan pseudopodium (kaki palsu) 2. Flagellate (Mastigophora) → menggunakan flagel (bulu cambuk) yang dibantudengan membrane bergelombang 3. Ciliate → menggunakan cilium (bulu getar) 4. Sporozoa → tidak memiliki alat gerak Kelas Sporozoa Plasmodium Macam- macam plasmodium 1. Plasmadium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana benigna dengan gejala demam (masa sporulasi) selang waktu 48 jam. 2. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria Quartana dengan gejala demam (masa sporulasi) selang waktu 72 jam. 3. Plasmodium falcifarum, penyebab penyakit malaria tropika/ malaria tertiana maligna dengan gejala demam yang tidak teratur. 4. Plasmadium ovale, disebut malaria ovale, akan tetapi gejala demam yang lebih ringan dari pada malaria tertiana yang disebabkan Plasmodium vivax. Keempat contoh di atas adalah merupakan penyakit yang banyak ditemukan serta menyerang manusia. Kita tahu bahwa siklus (daur) hidup Plasmodium melalui dua fase yaitu pada fase tubuh manusia dan fase tubuh nyamuk. Gambaran sediaan pada darah tebal I. Plasmodium falciparum a. Distribusi geografi: kosmopolit b. Morfologi : 1) Trofozoit muda Sitoplasma parasit tebal, kompak dan terdapat pigmen hitam menggumpal. 2) Trofozoit Tua Parasit berukuran 5 mikron, lebih kecil dari ukuran limfosit 3) Skizon muda Inti parasit kurang dari 8 Pigmen hitam menggumpal Ukurannya lebih kecil dari inti limfosit ( 7 mikron ) 4) Skizon tua Parasit 8-36 buah BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 25 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Pigmen hitam menggumpal 5) Makrogametosit : Bentuk seperti pisang/bulan sabit Pigmen seperti batang di sekitar inti, kompak 6) Mikrogametosit: Bentuk seperti pisang Pigmen seperti batang tersebar c. Patologi : Malaria tertiana maligna II. Plasmodium malariae a. Geografi : di Indonesia terdapat di Papua Barat, NTT, Sumatra Selatan b. Morfologi 1) Trofozoit muda Sitoplasma parasit kompak Pigmen menyebar Ukuran sama dengan inti limfosit tanpa zona merah 2) Trofozoit tua Bentuk seperti pita Pigmen kasar, warna coklat gelap 3) Skizon muda Ukuran parasit sama dengan inti limfosit Inti Kuang dari 8 4) Skizon tua Inti parasit kurang dari 8-12 Tersusun rosset Ukuran sama dengan inti limfosit c. Patologi : malaria quartana III. Plasmodium vivax a. Geografi : kosmopolit dan biasanya pada musim kemarau b. Morfologi 1) Trofozoid muda Parasit dengan sitoplasma amuboid Pigmen tersebar terdapat Titik-titik scuffner Ukuran parasit lebih besar dari inti limfosit 2) Trofozoid tua Sitoplasma parasit ukuran besar Bentuk tidak teratur Vakuola jelas Pigman berbutir tersebar 3) Makrogametosit Ukuran parasit dengan zona merah berukuran lebih besar dari inti BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 26 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH limfosit 4) Mikrogametosit Ukuran parasit dengan zona merah berukuran lebih besar dari inti leukosit 5) Skizon muda Inti parasit membelah menjadi kurang dari 12 Lebih besar dari limfosit Pigmentersebar dalam sitoplasma berwarna cokelat 6) Skizon tua Ukurannya lebih dari 12 mikron Pigmen cokelat, kekuningan menggumpal, 1 – 2 bagian di kelilingi titik- titik schuffner Inti parasit berjumlah 12 -24 c. Patologi: malaria tertian benigna IV. Plasmodium ovale a. Geografi : di Indonesia terdapat di pulau Owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan Pulau Timor. b. Morfologi 1) Trofozoid Parasit dengan sitoplasma kompak dikelilingi zona merah Ukuran lebih kecil atau sama dengan limfosit Mirip vivax tapi ukuran lebih kecil 2) Makrogametosit dan makrogametosit Ukurannya lebih kecil atau sama dengan inti limfosit Sitoplasmabirutua padat dikelilingi James dots 3) Skizon muda Inti parasit membelah menjadi kurang dari 8 di kelilingi James dots Pigmentesebar ukuran kecil atau spa dengan inti limfosit 4) Skizon tua Mengisi penuh eritrosit Inti berjumlah 8- 12 Pigmencokelat tua mengggumpal 5) Makrogametosit Sitoplasma padat, bulat kebiruan dikelilingi zona merah atau titik james yang ukurannya lebih kecil atau sama dengan inti limfosit 6) Mikrogametosit Sitoplasma padat, bulat kemerahan dikelilingi zona merah atau titikjames yang ukurannya lebih kecil atau sama dengan inti limfosit c. Patologi: Malaria ovale BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 27 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Gambaran sediaan pada darah tipis I. Plasmodium falciparum a. Distribusi geografi: kosmopolit b. Morfologi 1) Stadium ring muda Eritrosit normal Parasit pada membran eritrosit (marginal, aplique, acholeform) Inti ganda (doubledots) Satu eritrosit diinfeksi dua parasit (doubleinfection/multipleInfection) 2) Stadium tropozit muda Terdapat pigmen hitam menggumpal kompak 3) Trofozoit ring Tua Sitoplasma parasit tebal, tidak beraturan dan pada sitoplasma eritrosit terdapat titik- titik kasar yang jarang maurer’s Eritrosit bergerigi 4) Tropozoit Tua Ukuran parasit lebih kecil dari eritrosit Pigmen menggumpal 5) Skizon muda Parasit lebih kecil dari eritrosit Pigmen hitam menggumpal Inti berjumlah 2-8 6) Skizon tua Ukuran parasit lebih kecil dari eritrosit Pigmen hitam menggumpal Inti berjumlah 8-9 7) Mikrogametosit : Bentuksepertipisang/ujung membulat Inti besar ditengah difusi Pigmen seperti batang, tersebar dan sitoplasma berwarna kemerahan 8) Makrogametosit: Bentuk seperti pisang Inti di tengah besar dan difus, pigmen seperti batang, berwarna kemerahan Pada makro dan mikrogametosit, eritrosit tampak sebagai corpuscularinclusion yang dikenal sebagai Garham’sbodies atau Laveran’sbib. c. Patologi : Malaria tertian maligna BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 28 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH II. Plasmodium malariae a. Geografi : di Indonesia terdpat di Ppua Barat, NTT, Sumatra Selatan b. Morfologi 1) Trofozoit muda Sitoplasma parasit tidak beraturan, bentuk pita Pigmen cokelat kekuningan 2) Trofozoit tua Sitoplasma parasit tidak beraturan, bentuk pita Pigmen cokelat kekuningan Sitoplasma terdpat vakuola dan terdapat titik ziemann 3) Makrogametosit Eritrosit normal Bentuk bulat, sitoplasma biru Inti bulat kompak Pigmen tersebar warna coklat trengguli kasar 4) Mikrogametosit Ukuran lebih kecil dari pada sel darah merah Bentuk bulat, sitoplasma biru gelap Butir kromatin padat 5) Skizon muda Sitoplasma parasit sama dengan eritrosit normal Inti Kurang dari 8 6) Skizon tua Sitoplasma parasit kompak Berukuran sama dengan eritrosit normal Inti 8-12 tersusun rosset c. Patologi : malaria quartana III. Plasmodium vivax a. Geografi : kosmopolit dan biasanya pada musim kemarau b. Morfologi 1) Trofozoid muda Parasit dengan sitoplasma amuboid Pigmen warna kuning trengguli Eritrosit membesar 2) Trofozoid tua Parasit dengan sitoplasma amuboid ada vakuola Pigmen warna kuning trengguli Eritrosit membesar Sitoplasma eritrosit berisi titik-titik scuffner 3) Makrogametosit Ukuran lebih kecil dari eritrosit BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 29 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Bentuk bulat kompak Inti bulat kompak Eritrosit membesar dan terdapat titik schuffner 4) Mikrogametosit Ukuran lebih kecil dari eritrosit Bentuk bulat kompak Inti bulat kompak Eritrosit membesar dan terdapat titik schuffner 5) Skizon muda Ukuran parasit sama dengan atau lebih besar dari eritrosit Sitoplasma parasit besar dan kompak, jumlah inti kurang dari 12, pigmen tersebar Pada sitoplasma eritrosit terdapat titik-titik schuffner 6) Skizon tua Ukurannya lebih dari 12 mikron Pigmen kuning cokelat menggumpal, di kelilingi titik-titik schuffner Inti parasit berjumlah 12 -24 c. Patologi: malaria tertian benigna IV. Plasmodium ovale a. Geografi : di Indonesia terdapat di pulau Owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan Pulau Timor. b. Morfologi 1) Trofozoid Sitoplasma parasit kompak dan terdapat vakuola Eritrosit membesar, oval dan salah satu atau kedua ujungnya fimbriated. Pada sitoplasma terdapat James dots Mirip vivax tapi ukuran lebih kecil 2) Makrogametosit Parasit bulat, kompak, ukuran lebih kecil dari eritrosit, inti bulat, dan sitoplasma kebiruan. 3) Mikrogametosit Parasit bulat, kompak, inti besar difusi, 4) Skizon muda Eritrosit terinfeksi parasit berukuran 10 mikron atau kurang berbentuk oval, salah satu atau kedua ujungnya fimbrioted, inti berjumlah kurang dari 8. 5) Skizon tua Inti berjumlah 8- 12 Pigmen cokelat tua menggumpal c. Patologi: Malaria ovale BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 30 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH Siklus Hidup Plasmodium Penyebab Malaria Dalam siklus hidupnya Plasmodium penyebab malaria mempunyai dua hospes yaitu pada manusia dan nyamuk. Siklus aseksual Plasmodium yang berlangsung pada manusia disebut skizogoni dan siklus seksual Plasmodium yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk disebut sporogoni. A. Siklus Hidup Plasmodium, Siklus Aseksual Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina dimasukkan ke dalam darah manusia melaluit usukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad tersebut memasuki sel- sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik dari pada daur hidupnya.Di dalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit (10.000-30.000 merozoit, tergantung spesiesnya).Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik yang berlangsung selama 2 minggu. Pada P. vivax dan P.ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal di dalam hati sampai bertahun-tahun.Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbul kanrelaps (kekambuhan). Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 31 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan betina) setelah melalui 2-3 siklus skizogoni darah. B. Siklus Hidup Plasmodium, Siklus Seksual Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Di pinggir ini beberapa filament dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terja dikarenakan masuknya mikrogamet ke dalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini ookinet membesar dan di sebut ookista. Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit/ menusuk manusia maka sporozoit masuk ke dalam darah dan mulailah siklus pre eritrositik. Gejala klinis malaria 1. Stadium menggigil /shivering: dimulai dengan perasaan dingin selai sehingga menggigil, nadinya cepat tapi lemah, bibir dan jari tangan menjadi biru, kulitnya kering dan pucat kadang – kadang disertai muntah ,pada anak sering disertai kejang berlangsung selama 15 menit – 1 jam. 2. Stadium puncak demam: dimulai pada rasa dingin sekali berubah menjadi panas sekali, muka menjadi merah, kulit kering, panas seperti terbakar, sakit kepala makin berat, biasanya ada mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut, perasaan haus sekali saat suhu 410 C.berlangsung selama 2 – 6 jam. 3. Stadium berkeringat: dimulai dengan penderita berkeringat banyak suhu turun dengan cepat bahkan kadang-kadang dibawah ambang normal. Berlangsung 2 – 4 jam. Pengobatan Obat malaria dibagi dalam 5 golongan : 1. Skizontosida jaringan primer : proguanil, pirimetaminà dapat membasmi parasit para eritrosit sehingga dapat mencegah parasit masuk ke dalam eritrosit. 2. Skizontosida jaringan sekunder: primakuin dapat membasmi parit daur eksoeritrosit atau stadium jaringan. 3. Skinzontosida darah: membasmi parasit stadium eritrosit yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinis contohnya kina, amodiakuin, halofantrin, gol. Artemisin. 4. Gametosittosida: mengeliminasi semua stadium seksual termasuk Plasmodium falcifarum, juga mempengaruhi stadium perkembangan parit malaria dalam nyamuk Anopheles. Contohnya primakuin, kina, kloroluin 5. Sporontosida: mencegah gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Contohnya primakuin dan proguanil. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 32 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH IDENTIFIKASI SPESIES PARASIT MALARIA DALAM SD TEBAL Spesies Stadium Parasit Trofozoit Skizon Gametosit Biasanya terlihat Trofozoit muda, lanjut dan/atau Gametosit matang Ukuran : Kecil sampai Biasanya ditemukan Stadium muda dengan sedang. bersamaan dengan ujung lancip jarang Jumlah : seringkali sejumlah besar stadium ditemukan. banyak. cincin muda. Stadium lanjut : Bentuk yang sering Ukuran : Kecil, kompak berbentuk pisang atau ditemukan : cincin dan Jumlah : sedikit, bulat. koma. biasanya pada malaria Inti : tunggal, jelas. Inti : kadang-kadang berat. Pigmen tersebar, ditemukan berinti 2 Stadium lanjut : terdiri kasar. Kadang-kadang Sitoplasma : teratur, dari 12-30 merozoit ditemukan balon Plasmodium falciparum halus sampai tebal. berkelompok, pigmen merah. Stadium lanjut : menggumpal berwarna kadang-kadang gelap. ditemukan pada malaria berat, sitoplasma kompak yang terlihat sebagai granula kasar. Terlihat semua stadium, titik Schuffnr dal ambayangan merah Ukuran : Kecil sampai Ukuran : besar Stadium muda sulit besar Jumlah : sedikit dibedakan dengan Jumlah : sedikit sampai sampai sedang Trofozoit lanjut. sedang Stadium lanjut : terdiri Stadium lanjut : bulat Plasmodium vivax Bentuk yang sering dari 12-24 merozoit dan besar. ditemukan : cincin (biasanya 16), tersebar Inti : tunggal, jelas. dengan sitoplasma tidak merata, pigmen Pigmen tersebar, halus. terputus-putus sampai tidak menggumpal. sitoplasma yang bentuknya tidak teratur. Inti : tunggal, kadang- BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 33 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH kadang dua. Sitoplasma : tidak teratur atau terputus- putus. Stadium lanjut : kompak, padat, pigmen halus tersebar. Spesies Stadium Parasit Trofozoit Skizon Gametosit Terlihaet semua stadium, titik Schuffnr lebi h jel as Ukuran : lebih kecil dari Ukuran : lebih Stadium muda sulit P.vivax. menyerupai P.malariae dibedakan dengan Jumlah : biasanya Jumlah : sedikit. Trofozoit lanjut. sedikit. Stadium lanjut Stadium lanjut : bulat Bentuk yang sering : terdiri dari 4-12 mungkin lebih kecil dari ditemukan : bentuk merozoit (biasanya 8), P.vivax. dal am bayangan me r ah cincin sampai bentuk yang tersebar tidak Inti : tunggal, jelas. Plasmodium ovale bulat atau kompak. berkelompok, pigmen Pigmen tersebar, kasar. Inti : tunggal, menonjol berkumpul. Sitoplasma : agak teratur, tebal. Pigmen kasar tersebar. Ukuran : Kecil Ukuran : Kecil, kompak Stadium muda sulit Jumlah : sedikit Jumlah : sedikit dibedakan dengan Bentuk yang sering Stadium lanjut Trofozoit lanjut. Terlihat semua stadium Plasmodium malariae ditemukan : bentuk : terdiri dari 6-12 Stadium lanjut : bulat, cincin sampai bentuk merozoit (biasanya 8), kompak. bulat atau kompak yang tersebar tidak Inti : tunggal, jelas. sitoplasma teratur, tebal. berkelompok, pigmen Pigmen tersebar, kasar. Inti : tunggal dan besar berkumpul Sitoplasma : BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 34 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH teratur,padat, pigmen berjumlah banyak, tersebar berwarna kuning pada stadium lanjut. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 35 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH PEMERIKSAAN DARAH I. PENDAHULUAN Pemeriksaan darah merupakan pemeriksaan rutin. Untuk bidang Parasitologi Kedokteran ada 2 buah pemeriksaan darah, yaitu pembuatan apus darah tebal dan apus darah tipis. Apus darah tipis biasanya dilakukan sebagai pemeriksaan darah rutin, namun pembuatan apus darah tebal biasanya hanya dilakukan bila ada permintaan atau diminta berdasarkan indikasi adanya kecenderungan diagnose sementara ke arah penyakit Malaria dan Filariasis. Prinsip pemeriksaan sediaan apus darah yaitu dengan meneteskan darah lalu dipaparkan diatas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan lalu diperiksa dibawah mikroskop. 1.1 Sediaan darah tebal Sediaan darah tebal terdiri dari sejumlah besar sel darah merah yang terhemolisis. Sehingga parasit akan terkonsentrasi di area yang terbatas, sehingga parasit akan lebih cepat terlihat di bawah mikroskop. Pada sediaan darah tebal, jumlah darah lebih banyak dan lapang lebih sempit, sehingga jumlah parasit lebih padat dan lebih mudah ditemukan. Sedangkan kelemahan dari sediaan darah tebal bentuk parasit yang kurang lengkap morfologinya. 1.2 Sediaan darah tipis Kelebihan pada pembacaan pada sediaan darah tipis, bentuk parasit berada dalam eritrosit sehingga didapatkan bentuk parasit yang utuh dan morfologinya sempurna. Serta lebih mudah untuk menentukan spesies dan stadium parasit dpat dilihat dengan jelas. Sedangkan kelemahan dari sediaan darah tipis yaitu kemungkinan ditemukan parasit lebih kecil karena volume darah yang digunakan relatif sedikit. Sediaan darah digunakan untuk membantu identifikasi jenis parasit malaria setelah ditemukan dalam Sediaan darah tebal.. 1.3 Kesalahan dalam pembuatan sediaan darah Kesalahan dalam pembuatan sediaan darah yaitu: a. Jumlah darah yang digunakan terlalu banyak, sehingga warna sediaan darah tebal menjadi gelap/terlalu biru. b. Jumlah darah yang digunakan terlalu sedikit, tidak memenuhi syarat yang diperlukan untuk menyatakan bahwa sediaan darah tersebut negatif. BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 36 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH c. Sediaan yang kotor yang menyulitkan pemeriksaan. Selain itu pada proses pewarnaan, sebagian sediaan darah tebal dapat terlepas. d. Sediaan darah tebal yang terletak di ujung kaca objek, dapat menyulitkan pemeriksaan karena posisi meja sediaan sudah maksimal (tidak dapat digeser) II. ALAT DAN BAHAN A. Alat Object glass Mikroskop Rak pengecatan Pipet Lancet B. Bahan Sediaan darah segar Larutan Giemsa (untuk pengecatan) Larutan Methanol 70% (fiksasi) Larutan Buffer Kapas (alcohol) Air (yang mengalir) Minyak emersi III. CARA KERJA A. Pengambilan Darah Kapiler 1. Siapkan daerah yang akan diambil darahnya, yaitu jari tangan 2/3/4 2. Desinfeksi jari dengan kapas alcohol, biarkan mengering dengan sendirinya 3. Tusuk jari tersebut dengan lancet 4. Tetesan darah yang pertama dibuang, kemudian tetesan darah kedua dan seterusnya ditaruh di object glass 5. Setelah pengambilan darah selesai, tekan jari yang telah ditusuk dengan kapas alcohol B. Sediaan Apus Darah Tipis 1. Tetesan darah yang telah berada di object glass kemudian diratakan dengan menggunakan object glass lainnya, kemudian keringkan dengan cara diangin – anginkan. 2. Setelah kering sediaan difiksasi dengan methanol ± 1 – 2 menit, lalu keringkan kembali 3. Setelah kering sediaan disiram dengan air dengan menggunakan pipet, lalu keringkan kembali BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 37 MODUL PATOMEKANISME 2: PEMERIKSAAN DARAH DAN IDENTIFIKASI PARASIT DARAH 4. Setelah itu object glass diletakkan di rak secara horizontal, lalu Giemsa dituang di atasnya dengan hati – hati, diamkan selama ± 15 – 20 menit 5. Bilas dengan air yang mengalir secara pelan dan hati – hati, lalu keringkan kembali 6. Setelah kering teteskan minyak emersi pada object glass lalu periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 100 C. Sediaan Apus Darah Tebal 1. Tetesan darah yang telah berada di object glass kemudian diaduk dengan menggunakan ujung object glass lainnya, sampai terbentuk sediaan darah berdiameter ± 2 cm, kemudian keringkan dengan cara diangin – anginkan. 2. Setelah kering sediaan direndam dengan larutan Metanol untuk fiksasi, lalu keringkan kembali 3. Setelah itu object glass diletakkan di rak secara horizontal, lalu Giemsa dituang di atasnya dengan hati – hati, diamkan selama ± 15 – 20 menit 4. Bilas dengan air yang mengalir secara pelan dan hati – hati, lalu keringkan kembali 5. Setelah kering teteskan minyak emersi pada object glass lalu periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 100. DAFTAR PUSTAKA Hidajati, S., Y.P. Dachlan., Y. Subagyo. 2010. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Staf Pengajar Departemen Parasitologi FK UI. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FK UI BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM BAGIAN PARASITOLOGI 38

Use Quizgecko on...
Browser
Browser