🎧 New: AI-Generated Podcasts Turn your study notes into engaging audio conversations. Learn more

Bab 4 Psikologi Dakwah.docx

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Full Transcript

**MAKALAH BAHASA JURNALISTIK** **KARAKTERISTIK KALIMAT JURNALISTIK** Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Jurnalistik Dosen Pengampu : Ana Disusun oleh : Bagas Tegar Pangestu 23841101 Dina Aulia 23841101 **KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM** **FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM** **T...

**MAKALAH BAHASA JURNALISTIK** **KARAKTERISTIK KALIMAT JURNALISTIK** Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Jurnalistik Dosen Pengampu : Ana Disusun oleh : Bagas Tegar Pangestu 23841101 Dina Aulia 23841101 **KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM** **FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM** **TAHUN 2024/2025** **UIN SIBER SYEKH NURJATI CIREBON TAHUN AKADEMIK 2024/2025** **KATA PENGANTAR** Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT sebagai pencipta atas segala kehidupan yang telah senantiasa memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yakni dalam mata kuliah Bahasa Jurnalistik dengan judul "Karakteristik Kalimat Jurnalistik". Tidak dapat dipungkiri bahwa tulisan kami jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami harap kepada para pembaca untuk menyampaikan kritik dan pendapat agar kami bisa memperbaiki dan melengkapi apa yang tidak sesuai dengan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini kami selaku kelompok tiga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita dan kami berharap semoga ketikan kami bermanfaat bagi kita semua. Cirebon, 28 September 2024 Kelompok tiga **DAFTAR ISI** **KATA PENGANTAR** **DAFTAR ISI** **BAB I PENDAHULUAN** A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan **BAB II PEMBAHASAN** 1. Interaksi Tauhid Da'I dan Mad'u 2. Halangan dan rintangan 3. Pandangan dan sikap Da'I terhadap Mad'u **BAB III PENUTUP** **Kesimpulan** **Saran** **DAFTAR PUSAKA** **BAB I** **PENDAHULUAN** A. Latar Belakang Interaksi akan selalu berkaitan dengan istilah komunikasi atau hubungan. Dalam proses kegaitan dakwah, dikenal dengan adanya unsur unsur dakwah; dianataranya da'i dan mad'u. Hubungan antara da'i dengan mad'u biasanya karena adanya kegiatan untuk meng interaksikan sesuatu, yang dikenal dengan istilah maudhu' (pesan) untuk menyampaikan atau mengontakan maudhu' (pesan) itu diperlukan adanya asaalib (media) atau wasiilah (saluran). Jadi unsur-unsur yang terlibat dalam dakwah itu adalah Da'i, Mad'u, Maudhu', Wasiilah dan Asaalib dakwah. Begitu juga hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain, proses interaksi itu pasti akan selalu ada. Dikatakah oleh HM. Arifin bahwa proses kegiatan dakwah tidak hanya menyangkut hubungan interpersonal, melainkan hubungan antar personal dan hubungan sosial. Hal ini disebabakan dalam kehidupannya, manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa mengarahkan seluruh kehidupannya dengan menjalin hubungan baik terhadap lingkungan fisik, psikis dan lingkungan ruhaniahnya. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Interaksi Tauhid terhadap Da'i dan Mad'u. 2. Mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya halangan dan rintangan Da'i terhadap Mad'u dalam menyampaikan dakwahnya. 3. Bagaimana pandangan dan sikap Da'i terhadap Mad'u C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui dan memahami interaksi tauhid terhadap da'i dan mad'u. 2. Mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya halangan dan rintangan da'i terhadap mad'u dalam menyampaikan dakwah nya. 3. Mengetahui dan memahami bagaimana pandangan dan sikap da'i terhadap mad'u. **BAB II** **PEMBAHASAN** A. VARIASI KALIMAT JURNALISTIK Bahasa jurnalistik disajikan dalam susunan kata dan kalimat yang segar, lincah, memikat, dan bergelora. Bahasa yang segar bergelora hanya mungkin bisa dicapai apabila kalimat-kalimat jurnalistik ditata secara bervariasi pada setiap paragraf. Menurut beberapa pakar bahasa, variasi kalimat dapat dilakukan dengan cara : 1\. Menempatkan Subjek pada Awal Kalimat Dengan menempatkan subjek pada awal kalimat, maka khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa, akan mudah menangkap pengertian dan menarik kesimpulan. Bisa berupa kata maupun frasa. Apalagi bila kalimat yang dibaca atau di dengar termasuk kalimat pendek yang terdiri atas beberapa kata saja. Contoh : 2\. Menggeser posisi Predikat ke Awal Kalimat Cara yang paling banyak ditempuh para pemakai bahasa pada umumnya dimulai dengan subjek, kemudian disusul dengan predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Cara itu disebut dengan pola konvensional. Dalam bahasa jurnalistik membolehkan kita untuk menempuh cara nonkonvesional sejauh tidak bertentangan dengan kaidah bahasa baku. Yang bertujuan untuk menghindari kejenuhan, karena bahasa jurnalistik bukanlah bahasa yang monoton dan kaku seperti bahasa hukum. Salah satu cara yaitu dengan menempatkan predikat pada awal kalimat. Contoh : 3\. Menarik Kata Modal ke Awal Kalimat Kata modal adalah kata berwarna. Kata modal bisa mengubah arti secara keseluruhan yang terdapat dalam sebuah kalimat. Kata modal bisa menegaskan suatu hal, tetapi juga bisa membuatnya menjadi mengambang, samar, tidak jelas, atau abu-abu. Bahasa jurnalistik, sebaiknya tidak terlalu sering memakai kata modal, karena bisa melemahkan dan mengaburkan makna. Tetapi anjuran ini berlaku untuk *hard news* seperti *straight news* dan *depth news.* Sebaliknya anjuran ini tidak berlaku untuk karya-karya kategori *soft news* seperti *human interest featurez profile feature, travelog feature.* Contoh-contoh kata modal : Mungkin, boleh jadi, boleh saja, bisa saja, barangkali, tampaknya, jangan-jangan, memang, pasti, harus, tentu, sesungguhnya, sebetulnya, sebenarnya, sering, jangan, ragu-ragu. Contoh : 4\. Menempatkan Frasa pada Awal Kalimat Frasa adalah kelompok kata yang terdapat dalam sebuah kalimat. Biasanya terdiri atas dua-empat kata. Frasa bisa ditempatkan pada awal kalimat, bisa juga disimpan pada tengah dan akhir kalimat. Frasa dipilih pada awal kalimat, antara lain untuk memberi penekanan serta mengusik perhatian khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Dalam bahasa jurnalistik sebaiknya tidak menggunakan frasa yang panjang pada awal paragraf atau teras berita, karena bisa mengaburkan makna kalimat serta menyesatkan posisi subjek. Contoh : 5\. Mengatur Panjang-Pendek Kalimat Kalimat yang variatif, menarik, dinamis, tidak membosankan, terlihat dalam susunan katanya. Tidak selalu panjang apalagi sangat panjang, tidak juga pendek apalagi terlalu pendek. Ada yang panjang, ada juga yang pendek. Cukup satu kata. Kalimat cukup panjang dan kalimat pendek, dalam bahasa jurnalistik disajikan secara bergantian, karena bahasa jurnalistik lebih menyukai kalimat pendek-pendek agar pembaca, pendengar, atau pemirsa mudah menangkap maksud dan maknanya. Contoh : 6\. Mengubah Kalimat Aktif ke Kalimat Pasif atau sebaliknya Bahasa jurnalistik lebih mendahulukan kalimat aktif. Tetapi tentu saja kalimat dan paragraf jurnalistik akan terasa membosankan jika semuanya menggunakan kalimat aktif. Sebagai bahasa yang demokratis dan populis, bahasa jurnalistik juga tidak serta-merta menganggap kecil atau menganaktirikan kalimat pasif. Artinya, kalimat-kalimat aktif dipilih dan dipakai juga secara kontekstual dan proporsional. Bahkan dalam beberapa hal, kalimat pasif mampu memberi tekanan makna dan nuansa rasa yang lebih kuat dibandingkan dengan kalimat aktif. Contoh : 7\. Mengubah Kalimat Tak langsung ke Kalimat Langsung atau sebaliknya Seorang jurnalis tidak boleh mematikan karakter dan kepribadian tokoh narasumber yang dikutipatau dikisahkannya. Karakter tokoh atau narasumber justru harus muncul untuk memberi penekanan sekaligus gambaran mengenai siapa sesungguhnya dia. Pemunculan karakter narasumber bisa dilakukan antara lain melalui penyajian kalimat kutipan langsung. Syaratnya : (a) perkataan langsung narasumber yang dinilai sangat penting atau luar biasa (b) dinyatakan dalam kalimat jelas, ringkas, dan tegas (c) mencerminkan watak pribadi, kebiasaan, gaya kepemimpinan, atau tinjauan dan kedalaman filosofi hidupnya. Jadi, tidak setiap perkataan langsung narasumber bisa diangkat dalam teras berita atau intro kutipan cerita *feature*. Bisa juga sebaliknya divariasikan dengan kalimat-kalimat tak langsung. Contoh : Kata sinonim merupakan kata yang sama maknanya tetapi berbeda bentuknya. Bahasa jurnalistik senantiasa mendorong timbulnya berbagai kreasi, sejauh sejalan dengan kaidah bahasa baku dan diterima oleh khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Sajian kata bersinonim, adalah salah satu manifestasi dari kreasi itu. Contoh : B. KALIMAT GOYAH JURNALISTIK Kalimat goyah merupakan kalimat yang ambigu, yaitu kalimat yang menimbulkan banyak arti dan konotasi, sehingga melahirkan keraguan di kalangan pembaca, pendengar atau pemirsa. Kalimat goyah terjadi karena dua hal. Pertama, penempatan kata, frasa, atau klausa yang tidak tepat. Kedua, tidak ada penekanan atau empasis, sebenarnya apa atau siapa yang ingin ditonjolkan dalam kalimat itu? Kalimat goyah dapat dihindari apabila kita disiplin dalam menempatkan kata-kata sesuai dengan kaidah hukum subjek, predikat, objek, pelengkap, keterangan dan modalitas. 1. Penempatan Kata Bahasa jurnalistik ditulis dan disajikan dalam tempo relatif sangat singkat. Hanya dalam hitungan jam, bahkan dalam hitungan menit, karena dikejar tenggat waktu (deadline), naik cetak atau jam tayang. Dalam situasi demikian, seorang jurnalis harus tetap bersikap tenang dan jangan panik. Karena sikap tersebut hanya akan melahirkan susunan kata yang tidak padu, tidak sejajar, dan goyah. Contoh : 2. Penekanan Frasa Kalimat goyah dapat ditemukan dalam kalimat jurnalistik yang tidak memiliki penekanan atau empasis mengenai siapa atau apa yang ingin ditonjolkan dan dianggap penting diketahui oleh pembaca. Ada kesan, kata yang satu tidak membantu mengukuhkan makna kata yang lain. Malah saling bersaing dan saing menegasikan. Contoh : C. KALIMAT HEMAT JURNALISTIK Unsur penting yang diperlukan dalam pembentukan kalimat efektif ialah *kehematan*. Kehematan dalam kalimat efektif merupakan kehematan dalam pemakaian kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak diperlukan. Kehematan itu menyangkut soal gramatikal dan makna. Kehematan tidak berarti kata yang diperlukan atau yang menambah kejelasan makna kalimat boleh dihilangkan. Unsur-unsur kehematan yang harus diperhatikan dalam kalimat jurnalistik efektif, antara lain : 1\. Pengulangan Subjek Kalimat Seorang jurnalistik kadang-kadang bersikap berlebihan dalam berbahasa. Sikap berlebih ini disebut hiperkorek. Yang berarti kalimat yang sudah benar, dikoreksi dan direvisi ditambah-dikurangi lagi, sehingga akhirnya menjadi keliru dan tidak sejalan dengan kaidah tata bahasa baku. Antara lain tampak pada gejala pengulangan subjek kalimat. Yang seharusnya satu subjek dan cukup ditempatkan pada awal kalimat, malah diulang lagi pada tengah kalimat. Contoh : 2\. Hiponim Hiponim adalah bentuk atau istilah yang maknanya terangkum oleh bentuk superordinatnya yang mempunyai makna lebih luas. Contohnya kata *mawar, melati, cempaka,* masing-masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi superordinatnya. Jika tidak ada pasangan istilah superordinatnya dalam bahasa Indonesia, maka konteks situasi atau ikatan kalimat suatu superordinat asing akan menentukan hiponim Indonesia mana yang harus dipilih. Contoh kata rice, dapat diterjemahkan dengan padi, gabah, beras, atau nasi, bergantung pada konteksnya. Dalam bahasa ada kata yang merupakan bawahan makna kata atau ungkapan yang lebih tinggi. Di dalam makna kata tersebut terkandung makna dasar kelompok makna kata yang bersangkutan. Kata merah sudah mengandung makna kelompok warna. Kata Desember sudah bermakna bulan. Contoh : 3\. Pemakaian Kata Depan Kata depan atau preposisi dalam bahasa Indonesia agak terbatas jumlahnya. Kata depan itu dapat kita golongkan sebagai berikut. Pertama kata depan sejati yaitu: di, ke, dari. Kedua, kata depan majemuk, yaitu gabungan kata depan sejati dengan kata lain, misalnya: di dalam, di luar, di atas, di bawah, ke muka, ke belakang, dari samping, dari depan, kepada, daripada Ketiga, kata depan yang tak tergolong pada kelompok pertama dan kedua, seperti: tentang, perihal, akan, dengan, oleh, antara, bagi, untuk. Fungsi ketiga kata depan di, ke, dan dari ialah untuk merangkaikan kata yang satu dengan kata yang lain yang menyatakan tempat, misalnya: di toko, di rumah, di pasar. Contoh : 4\. Pemakaian Kata Sambung **BAB III** **PENUTUP** **Kesimpulan** Dari pembahasan di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah. Interaksi antar unsur dakwah yang merupakan suatu sistem yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, dan gerakan dakwah atau harakah dakwah mustahil dilakukan jika tanpa melihat dan menggunakan serta memfungsikan sistem sistem yang ada pada unsur unsur dakwah tersebut. Sebuah dakwah akan tidak efektif, jika tidak menggunakan suatu harakah, harakah yang baik harus melihat dan mengkaji interaksi antar unsur unsur dakwah. **Saran** Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik, saran serta masukan yang bersifat membangun sangatlah kami harapkan untuk membuat kami menjadi lebih baik lagi dalam penulisan. Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta perlu adanya pemahaman lebih lanjut mengenai materi yang telah disampaikan untuk upaya peningkatan diskusi. **DAFTAR PUSTAKA** *Jalaluddin Rahmad, Psikologi Komunikasi, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1988), h. 289* *Richard Tanter & Kenneth Young, Politik Kelas Menengah Indonesia, trj. N. Imam Subono dkk, Jakarta, LP3ES, 1996, h. 3* *Hm. Arifin, Psikologi Dakwah : Suatu Pengantar, Jakarta : Bumi Aksara, 1997 h.67* *Richard Tanter & Kenneth Young, Politik Kelas Menengah Indonesia, trj. N. Iman Subono dkk, Jakarta, LP3ES, 1996, h. 3.* *SOSIOLOGI DAKWAH Dr. Acep Aripudin 2016*

Use Quizgecko on...
Browser
Browser