Skripsi_Muhammad Revolvere Putera Malaka_180610200062 PDF
Document Details
Uploaded by PreciseMoonstone7655
Universitas Padjadjaran
2024
Muhammad Revolvere Putera Malaka
Tags
Summary
This is a bachelor's thesis on meaning shifts in the Indonesian translation of Sakamoto Days Volume 4 comics. The study utilizes theories of translation, semantics, and explores techniques that lead to meaning changes in the translation, particularly highlighting shifts in cultural context.
Full Transcript
PERGESERAN MAKNA DALAM TERJEMAHAN KOMIK SAKAMOTO DAYS VOLUME 4 KARYA SUZUKI YUUTO : KAJIAN TEKNIK TERJEMAHAN oleh MUHAMMAD REVOLVERE PUTERA MALAKA 180610200062 SKRIPSI...
PERGESERAN MAKNA DALAM TERJEMAHAN KOMIK SAKAMOTO DAYS VOLUME 4 KARYA SUZUKI YUUTO : KAJIAN TEKNIK TERJEMAHAN oleh MUHAMMAD REVOLVERE PUTERA MALAKA 180610200062 SKRIPSI diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2024 LEMBAR PENGESAHAN i PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana di universitas/perguruan tinggi mana pun. 2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan dari tim pembimbing. 3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam referensi. 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini. Jatinangor, 23 Juli 2024 Yang membuat pernyataan, Muhammad Revolvere Putera Malaka 180610200062 ii PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat yang melimpah serta kesehatan. Tidak lupa pula shalawat serta salam yang semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pergeseran Makna dalam Terjemahan Komik Sakamoto Days Volume 4 Karya Suzuki Yuuto”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. Skripsi ini membahas mengenai pergeseran makna, serta teknik-teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga dapat menyebabkan terjadinya pergeseran makna. Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada: 1. Prof. Aquarini Priyatna, M.A., M.Hum., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. 2. Amaliatun Saleha, S.S., M.Si., Ph.D. selaku ketua Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. 3. Dr. Puspa Mirani Kadir, M.A. selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk memberikan masukan, arahan, dan bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini. iii 4. Dr. Riza Lupi Ardiati, M.Hum. selaku dosen pembimbing pendamping yang juga telah meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk memberikan masukan, arahan, dan bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini. 5. Inu Isnaeni Sidiq S.S., M.A., Ph.D. selaku dosen wali yang telah membimbing penulis selama perkuliahan berlangsung dan selaku penguji skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini. 6. Pika Yestia Ginanjar, M.A., Ph.D. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini. 7. Seluruh dosen Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran yang telah memberikan banyak ilmu serta pengajaran selama masa perkuliahan. 8. Keluarga, utamanya orang tua yang selalu memberi doa, dukungan, dan semangat kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Seluruh teman-teman Sastra Jepang angkatan 2020, serta para senpai dan kouhai yang telah memberikan memori yang tidak terlupakan selama masa perkuliahan berlangsung. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang dengan tulus memberikan doa dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun dari pembaca sangatlah diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam iv bidang terjemahan bahasa Jepang, dan menjadi bahan referensi yang bermanfaat bagi pembaca yang berminat. Jatinangor, 23 Juli 2024 Penulis Muhammad Revolvere Putera Malaka v ABSTRAK Skripsi yang berjudul “Pergeseran Makna dalam Terjemahan Komik Sakamoto Days Volume 4 Karya Suzuki Yuuto: Kajian Teknik Terjemahan” ini membahas tentang pergeseran makna berdasarkan teori terjemahan menurut Newmark (1988) dan Moentaha (2006), teori pergeseran makna menurut Simatupang (1999), serta teori semantik dan ragam makna menurut Chaer (2014). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara mendetail mengenai pergeseran makna dan teknik-teknik terjemahan yang dapat menyebabkan terjadinya pergeseran makna. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan objek penelitian berupa teks yang terdapat data pergeseran makna di dalam komik Sakamoto Days volume 4 karya Suzuki Yuuto. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat 9 data pergeseran makna generik ke spesifik, 6 data pergeseran makna spesifik ke generik, dan 7 data pergeseran makna berdasarkan perbedaan sudut pandang budaya yang dimiliki oleh bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Pergeseran makna dalam komik ini sebagian besar terjadi karena usaha penerjemah untuk memahami dan menafsirkan latar belakang konteks situasi, perbedaan dalam struktur dan tata bahasa, serta perbedaan budaya antara kedua bahasa. Beberapa teknik terjemahan yang menyebabkan terjadinya pergeseran makna dalam terjemahan komik ini meliputi teknik terjemahan bebas, teknik parafrasa, teknik antonim, teknik penambahan, teknik penggantian leksikal, teknik kompensasi, teknik kompresi, dan metode terjemahan idiomatik. Hal ini membuktikan bahwa teknik terjemahan merupakan poin penting yang harus selalu diperhatikan saat menerjemahkan teks. Kata Kunci: Pergeseran Makna, Sakamoto Days, terjemahan, teknik terjemahan vi ABSTRACT This thesis titled “Meaning Shift in Sakamoto Days Volume 4 Comic Translation: A Translation Technique Study” discusses about the shift in meaning based on translation theory by Newmark (1988) and Moentaha (2006), meaning shift theory by Simatupang (1999), and semantics and varieties of meaning theory by Chaer (2014). This study aims to explain in detail about the meaning shift and translation techniques that can cause meaning shift in this comic. The method that used in this research is descriptive qualitative method with the object of research is in the form of a texts that contain meaning shift data in the Sakamoto Days volume 4 comic by Suzuki Yuuto. As a summary, this research conclude that there are 9 generic to specific meaning shifts, 6 specific to generic meaning shifts, and 7 meaning shifts based on differences in cultural perspectives owned by Japanese and Indonesian. The meaning shifts in this comic mostly occur due to the translator's attempt to understand and interpret the background of the context situation, differences in structure and grammar, and cultural differences between the two languages. Some of the translation techniques and methods that cause meaning shift in the translation of this comic include free translation, paraphrasing techniques, antonym techniques, addition techniques, lexical replacement technique, compensation techniques, compression techniques, and idiomatic translation methods. This proves that translation technique is an important point that must always be considered when translating texts. Key words: Meaning Shift, Sakamoto Days, translation, translation techniques vii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................... i PERNYATAAN............................................................................................................ ii PRAKATA................................................................................................................... iii ABSTRAK.................................................................................................................. vi ABSTRACT................................................................................................................ vii DAFTAR ISI............................................................................................................. viii DAFTAR SINGKATAN.............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. xi BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang................................................................................................................ 1 1.2 Identifikasi Masalah........................................................................................................ 7 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................ 7 1.4 Kerangka Pemikiran........................................................................................................ 8 BAB II KAJIAN LITERATUR.................................................................................. 9 2.1 Penelitian Terdahulu....................................................................................................... 9 2.2 Kajian Teori................................................................................................................... 10 2.2.1 Terjemahan............................................................................................................. 10 2.2.2 Semantik................................................................................................................ 18 2.2.3 Pergeseran Makna.................................................................................................. 23 2.2.4 Konteks dan Situasi................................................................................................ 25 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN.................................................. 27 3.1 Objek Penelitian............................................................................................................ 27 3.2 Metode Penelitian......................................................................................................... 28 3.2.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data................................................................. 29 3.2.2 Metode dan Teknik Analisis Data.......................................................................... 29 3.2.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data................................................ 30 BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................................... 32 viii 4.1 Pergeseran Makna Serta Teknik Terjemahan Yang Menjadi Penyebabnya................... 32 4.1.1 Pergeseran Makna Generik ke Spesifik..................................................................... 32 4.1.2 Pergeseran Makna Spesifik ke Generik..................................................................... 48 4.1.3 Pergeseran Makna Berdasarkan Perbedaan Sudut Pandang Budaya......................... 59 BAB V SIMPULAN.................................................................................................. 71 5.1 Simpulan....................................................................................................................... 71 5.2 Saran............................................................................................................................. 72 REFERENSI.............................................................................................................. 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN....................................................................................... 74 RIWAYAT HIDUP..................................................................................................... 94 ix DAFTAR SINGKATAN BSu – Bahasa Sumber BSa – Bahasa Sasaran x DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Sakamoto sedang berendam di kolam...................................................... 1 Gambar 1.2 Sakamoto dan kawan-kawan sedang menunggu Shin.............................. 6 Gambar 3.1 Bagan proses analisis data...................................................................... 30 Gambar 4.1 Shishiba dan Osaragi sedang berdialog.................................................. 33 Gambar 4.2 Seba memberikan penjelasan kepada Shin............................................. 35 Gambar 4.3 Sakamoto memberikan pendapatnya di sela-sela pertarungan............... 37 Gambar 4.4 Seba berkamuflase menggunakan mantel tembus pandang................... 39 Gambar 4.5 Seba terbaring setelah menerima tendangan Shin.................................. 40 Gambar 4.6 Sakamoto dan Aoi berbincang di tepi kapal........................................... 42 Gambar 4.7 Wutang menawarkan sebuah solusi kepada Sakamoto.......................... 44 Gambar 4.8 Lu menyadari sesuatu tentang Wutang................................................... 46 Gambar 4.9 Shin mendapatkan peringatan dari peneliti............................................ 48 Gambar 4.10 Shin menanyakan kondisi Lu kepada Seba.......................................... 50 Gambar 4.11 Shishiba dan Osaragi berlari mencari target utama mereka................. 52 Gambar 4.12 Sakamoto sedang menelepon Shin....................................................... 54 Gambar 4.13 Shin terkejut karena airnya dingin....................................................... 56 Gambar 4.14 Yutarou diperingatkan oleh ayahnya.................................................... 58 Gambar 4.15 Heisuke terkapar di lantai..................................................................... 60 Gambar 4.16 Sosok X yang terlihat di layar CCTV.................................................. 62 Gambar 4.17 Shishiba bertekad untuk menghabisi si pembuat onar......................... 64 Gambar 4.18 Aoi dan yang lainnya bertemu Sakamoto dan Shin di loby................. 66 Gambar 4.19 Shin dan Lu sedang gosip tentang hubungan cinta bos mereka........... 68 Gambar 4.20 Wutang menjelaskan tentang kasino dari para mafia........................... 70 xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan merupakan proses di mana ucapan atau teks diubah dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa). Proses ini bertujuan untuk memungkinkan komunikasi antara orang-orang yang berbicara dalam bahasa yang berbeda. Dengan penerjemahan, pesan dari bahasa sumber dapat disampaikan dengan tepat dalam bahasa sasaran. Penerjemahan dapat dilakukan dalam berbagai konteks, termasuk karya sastra, dokumen hukum, buku bacaan, komik, atau bahkan dalam komunikasi sehari-hari. Dengan demikian, penerjemahan memegang peranan penting dalam menjembatani perbedaan bahasa dan budaya, serta memungkinkan pemahaman dan interaksi yang lebih baik di antara individu-individu dari latar belakang yang berbeda. Newmark (1988:5) mengungkapkan “the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)” yang berarti “mengungkapkan makna sebuah teks ke dalam BSa, sama persis seperti apa yang ingin disampaikan penulisnya”. Kemudian, Catford (1965 :20) juga mengungkapkan “the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)” yang berarti “mengganti bahan dari teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran”. Berdasarkan kedua ungkapan tersebut, penerjemahan adalah proses di mana teks dalam bahasa sumber diganti ke dalam bahasa sasaran, dengan tetap menyampaikan makna yang terkandung di dalamnya sesuai dengan keinginan penulis. Penerjemahan melibatkan pemahaman penuh terhadap bahasa sumber dan pemahaman konteks, budaya, dan nuansa bahasa tersebut. Proses penerjemahan dilakukan ke bahasa sasaran dengan memperhatikan aturan tata bahasa dan idiomatika bahasa sasaran. Dengan adanya aturan tersebut, di dalam terjemahan akan 1 2 selalu terjadi pergeseran karena setiap bahasa memiliki ciri khas dan aturannya masing-masing. Demi mendapatkan hasil terjemahan yang alami, baik, dan berterima, penerjemah juga perlu memahami terlebih dahulu mengenai konteks situasi yang terdapat dalam teks BSu. Halliday dan Hasan dalam Machali (2009: 65) mengungkapkan bahwa konteks situasi terbagi menjadi tiga yaitu field (subjek, bidang, masalah) yang menjelaskan mengenai apa yang sedang terjadi, tenor (identitas, hubungan antar pembicara, pelibat) yang menjelaskan mengenai siapa yang berkomunikasi, dan mode (cara) yang menjelaskan mengenai cara penyampaian dan tipe interaksi yang dilakukan. Seiring dengan adanya globalisasi, penerjemahan sangat penting dilakukan di masa sekarang agar berbagai karya dapat diakses dan dipahami oleh orang-orang di seluruh dunia dalam bahasa asli mereka. Salah satu karya tersebut berupa komik. Komik adalah karya yang secara signifikan diterjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain untuk dapat dimengerti oleh pembacanya dari berbagai negara. Komik adalah jenis karya seni visual yang menggabungkan gambar dan teks untuk bercerita atau menyampaikan suatu pesan. Biasanya, komik terdiri dari panel atau balok gambar yang disusun secara berurutan untuk membentuk suatu narasi. Genre dan gaya komik pun beragam, seperti komedi, petualangan, fiksi ilmiah, fantasi, aksi, horor, dan sebagainya. Dalam kehidupan manusia, komik merupakan sebuah media hiburan yang populer. Seiring berjalannya waktu, komik dapat dengan mudah dijangkau oleh setiap orang mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Selain dalam bentuk fisiknya yang berupa buku, komik yang terdiri dari beberapa panel juga terdapat di berbagai media massa seperti internet, koran, majalah, poster, hingga buku ajar. Dalam penerjemahan komik, ada beberapa masalah yang dapat terjadi, salah satunya adalah pergeseran makna dari BSu ke BSa yang di akibatkan oleh penggunaan teknik-teknik terjemahan tertentu yang digunakan dalam proses penerjemahan. Menurut Kridalaksana (1993:169) pergeseran makna adalah perubahan makna suatu unsur bahasa yang mengakibatkan perubahan makna unsur lain dalam bidang makna yang sama. Pergeseran makna dapat terjadi karena adanya 3 perubahan perspektif, sudut pandang ataupun segi makna yang lain. Kemudian, Simatupang (2000 : 92) juga menjelaskan bahwa terdapat dua jenis pergeseran makna yang bisa terjadi, yaitu pergeseran dari makna generik menjadi makna yang lebih spesifik dan sebaliknya, serta pergeseran makna berdasarkan perbedaan sudut pandang budaya. Dalam penelitian ini, penulis memilih komik Sakamoto Days volume 4 sebagai sumber data karena dalam komik ini terdapat adegan yang bervariasi, mulai dari adegan keseharian, adegan pertarungan, adegan romantis, hingga adegan komedi. Hal tersebut membuat penulis dapat menemukan contoh pergeseran makna dengan cakupan yang cukup luas. Komik ini bercerita tentang keseharian dari mantan pembunuh bayaran bernama Tarou Sakamoto. Dia merupakan pembunuh bayaran yang dikagumi oleh para rekan-rekannya namun ditakuti oleh lawannya. Pada masa jayanya sebagai pembunuh bayaran, Sakamoto jatuh cinta pada seorang perempuan sehingga ia memilih untuk pensiun dari pekerjaannya tersebut. Meninggalkan masa lalunya yang kelam terbukti lebih sulit daripada yang Sakamoto bayangkan pada awalnya. Banyak mantan saingan dan mitra bisnisnya yang tidak percaya bahwa ia telah benar-benar meninggalkan bisnis ini dan muncul dengan harapan dapat mengalahkannya. Karena dilarang membunuh oleh istrinya, Sakamoto harus menemukan cara-cara kreatif untuk menaklukkan musuh-musuhnya dan mencegah mereka agar tidak membahayakan keluarganya, tokonya, dan kota kecil tempatnya tinggal. Berdasarkan penerbit komik yaitu Shueisha, Sakamoto Days merupakan komik yang populer dan mendapatkan banyak perhatian dari publik penggemar komik shounen (kategori komik yang menargetkan pembaca remaja laki-laki). Berkat hal tersebut, pada tahun 2023 penerbit Elex Media Komputindo kemudian menerjemahkan sekaligus menerbitkan komik ini ke dalam bahasa Indonesia. Gramedia sebagai distributor komik ini dalam bahasa Indonesia juga mengkategorikan komik ini sebagai best seller. Dengan mempertimbangkan tingkat kepopuleran dari komik Sakamoto Days karya Suzuki Yuuto (2020), penulis ingin menganalisis lebih dalam mengenai 4 pergeseran makna dan teknik-teknik terjemahan yang menjadi penyebab terjadinya pergeseran tersebut. Kemudian, penulis juga ingin mencari strategi yang tepat untuk mendapatkan terjemahan yang baik dan berterima dari sebuah komik berbahasa Jepang yang kemudian akan diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Berikut adalah contoh data pergeseran makna yang ada di dalam komik Sakamoto Days. Gambar 1.1 Sakamoto sedang berendam di kolam 1. (14) (BSu) シン : さすが坂本さ...!休憩のレベルが違う...! Shin : Sasuga Sakamoto san...! Kyuukei no reberu ga chigau...! (Sakamoto Days, 4:136) (BSa) Shin : Pak Sakamoto memang hebat! Level relaksasinya beda! (Sakamoto Days, 4:136) Gambar di atas memiliki konteks sebagai berikut. Shin dan Sakamoto pergi ke pemandian air panas setelah melewati hari yang melelahkan. Karena Shin sudah terlalu lelah, ia tidak dapat menahan diri dan langsung melompat ke dalam kolam. Tanpa disangka, ia malah terpental keluar kolam akibat semburan air yang begitu kencang. Namun, ketika Sakamoto masuk ke dalam kolam, ternyata badannya cukup kuat untuk menahan semburan air tersebut. Shin yang salah sangka pun mengira bahwa semburan air yang kencang tersebut memanglah metode relaksasi yang sering Sakamoto lakukan. Kata kyuukei pada data tersebut memiliki makna harfiah yaitu ‘istirahat sejenak’ (Tjhin Thian Shiang: 2019: 284). Sedangkan dalam bahasa Indonesia, 5 istirahat sejenak memiliki makna ‘berhenti (mengaso) sebentar dari suatu kegiatan (untuk melepaskan lelah); rehat’ (KBBI Daring). Jenis makna yang melekat pada kata tersebut adalah makna leksikal karena memiliki definisi yang sesuai dengan kamus. Terjadi pergeseran makna ketika kata kyuukei yang berarti ‘istirahat’ diterjemahkan menjadi ‘relaksasi’ ke dalam BSa. Pada data ini, pergeseran makna yang terjadi adalah penyempitan makna dari makna generik ke makna spesifik. Kata kyuukei yang memiliki makna ‘istirahat sejenak’ diterjemahkan menjadi ‘relaksasi’. Dalam konteks ini, ‘relaksasi’ merujuk kepada Sakamoto yang sedang berendam di kolam pemandian. Kata ‘istirahat sejenak’ memiliki makna yang lebih luas dan bisa merujuk pada segala bentuk istirahat yang dilakukan dalam waktu singkat, seperti tidur siang, duduk sebentar, atau bahkan berhenti sejenak dari pekerjaan. Sedangkan kata ‘relaksasi’ lebih merujuk kepada cara seseorang mengistirahatkan diri dengan tujuan untuk merilekskan tubuh dan pikiran, sebagaimana maknanya dalam kamus yaitu ‘cara atau tindakan untuk mengistirahatkan atau menyenangkan diri’ (KBBI Daring). Pergeseran makna seperti ini menyimpulkan bahwa pergeseran makna yang terjadi adalah makna generik yang menyempit menjadi makna spesifik. Teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna pada data ini adalah teknik parafrasa. Penggunaan teknik parafrasa terdapat pada kata kyuukei yang memiliki makna harfiah yaitu ‘istirahat sejenak’ diparafrase menjadi ‘relaksasi’ untuk menyesuaikannya dengan padanan situasi. Seperti terlihat pada gambar, Sakamoto sedang mengistirahatkan diri dengan cara berendam di pemandian air panas. Dalam penggunaan teknik ini, penerjemah perlu mengetahui situasi yang tergambar dalam BSu untuk dapat mengungkapkan makna kata-kata dari sudut pandang gambaran situasi (Moentaha, 2006:53). 6 Gambar 1.2 Sakamoto dan kawan-kawan sedang menunggu Shin 2. (13) (BSu) ルー :店長シンきたヨ!! Lu : Tenchou Shin kita yo!! (Sakamoto Days 4:124) (BSa) Lu : Pak kepala, Shin sudah datang, yo!! (Sakamoto Days 4:124) Gambar di atas memiliki konteks sebagai berikut. Setelah terpisah dalam misi penyelamatan orang-orang di fasilitas LABO, Lu, Sakamoto dan yang lainnya kembali bertemu di tempat yang aman. Setelah beberapa waktu berlalu, Lu kemudian berkata kepada Sakamoto bahwa Shin pun sekarang sudah datang. Kata tenchou pada data tersebut memiliki makna harfiah yaitu ‘kepala toko’ (Maulyanti Neneng, 2017). Jenis makna yang melekat pada kata tersebut adalah makna leksikal karena maknanya memiliki arti sebenarnya dan sesuai dengan definisi dari kamus. Kata tenchou tersebut diterjemahkan menjadi frasa ‘pak kepala’ yang dalam BSa memiliki makna ‘orang yang dihormati; pemimpin; ketua’. Terjadi pergeseran makna ketika kata tenchou yang berarti ‘kepala toko’ diterjemahkan menjadi ‘pak kepala’ ke dalam BSa. Pada terjemahan ini, pergeseran makna yang terjadi adalah pergeseran makna dari sudut pandang budaya. Kata tenchou yang memiliki makna ‘kepala toko’ diterjemahkan menjadi ‘pak kepala’ dalam BSa. Dalam konteks ini frasa ‘pak kepala’ merujuk pada sosok pemilik toko di tempat Lu bekerja, sekaligus orang yang ia ajak bicara saat itu yaitu Sakamoto. Penggunaan kata tenchou dalam bahasa Jepang sebagai bentuk sapaan hormat adalah hal yang lumrah. Sedangkan dalam budaya 7 bahasa Indonesia, menyapa seseorang dengan sebutan seperti ‘kepala toko’ sangatlah tidak lazim dan menyapa dengan menggunakan kata ‘pak’ saja sudah cukup mewakili sikap penghormatan. Teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna pada data ini adalah teknik terjemahan bebas. Terjemahan bebas adalah proses mengalihbahasakan teks tanpa harus terikat pada struktur atau kata per kata dari teks aslinya, melainkan lebih berfokus pada makna dan pesan yang ingin disampaikan. Penerjemah memilih untuk tidak menerjemahkan kata tenchou secara harfiah untuk menyesuaikannya dengan budaya bahasa yang ada dalam BSa. Sebagaimana dijelaskan pada paragraf sebelumnya, menyapa seseorang dengan memanggilnya ‘kepala toko’ sangatlah tidak lazim dalam bahasa Indonesia, sehingga penerjemah harus menggunakan teknik terjemahan bebas agar pembaca dalam BSa dapat dengan mudah memahami isi teks serta membuat hasil terjemahannya baik dan berterima. Berdasarkan contoh data di atas, penulis menemukan beberapa data yang mengalami pergeseran makna sehingga melatarbelakangi penulis untuk menganalisis lebih jauh mengenai banyaknya kata yang mengalami pergeseran makna dalam terjemahan komik Sakamoto Days. Maka dari itu, penulis memilih judul skripsi “Pergeseran Makna dalam Terjemahan Komik Sakamoto Days Volume 4 Karya Suzuki Yuuto: Kajian Teknik Terjemahan”. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Seperti apakah pergeseran makna yang terjadi dalam komik Sakamoto Days volume 4? 2. Teknik terjemahan seperti apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran makna dalam komik Sakamoto Days volume 4? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 8 1. Mendeskripsikan pergeseran makna yang terjadi dalam komik Sakamoto Days volume 4. 2. Mendeskripsikan teknik terjemahan yang menyebabkan terjadinya pergeseran makna dalam komik Sakamoto Days volume 4. 1.4 Kerangka Pemikiran Berikut adalah teori yang dipakai sebagai acuan dalam penulisan kerangka pemikiran dalam penelitian ini: 1. Teori mengenai terjemahan menurut Newmark dalam (Machali, 2009) dan teknik terjemahan menurut Moentaha (2006). 2. Teori mengenai pergeseran makna menurut Simatupang (1999). 3. Teori mengenai semantik menurut Chaer (2014). 4. Teori mengenai konteks situasi menurut Halliday dan Hasan (1991). BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai pedoman sebagai sarana pendukung dalam menyusun skripsi. Penelitian terdahulu dapat menjadi suatu acuan bagi peneliti berikutnya untuk mencari objek maupun sumber data baru yang dapat dicari permasalahan baru di dalamnya untuk diteliti dan diselesaikan. Penelitian terdahulu yang penulis jadikan acuan dalam menyelesaikan penelitian ini adalah sebagai berikut. Penelitian yang pertama, berjudul “PERGESERAN MAKNA LEKSIKAL DALAM TERJEMAHAN KOMIK SHINGEKI NO KYOJIN VOLUME 12 KARYA HAJIME ISAYAMA” yang disusun oleh Maulana Rizky Duana (2012) dari Program Studi Sastra Jepang, Universitas Padjadjaran ini membahas tentang pergeseran makna dan situasi yang menyebabkan terjadinya pergeseran tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beberapa data berupa pergeseran makna yang disertai dengan penjelasan konteks dan pembahasan kelas kata dalam setiap pergeseran. Terdapat 4 data berupa pergeseran kelas kata menjadi adjektiva, 1 data pergeseran kelas kata menjadi verba, 1 data pergeseran kelas kata menjadi nomina, 1 data pergeseran kelas kata menjadi adverbia, dan 20 pergeseran makna leksikal dengan total data yang diolah berjumlah 27. Penelitian yang kedua, berjudul “TERJEMAHAN BEBAS PADA NOVEL YOUR NAME (KIMI NO NAWA) KARYA MAKOTO SHINKAI : KAJIAN TEKNIK TERJEMAHAN” yang disusun oleh Aulia Rifqiana Adzikri (2018) dari Program Studi Sastra Jepang, Universitas Padjadjaran ini membahas tentang terjemahan bebas, serta teknik-teknik pendukung lainnya yang mempengaruhi terjadinya pergeseran makna pada novel Kimi no Nawa. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menganalisis 14 data berdasarkan konteks situasi, teknik terjemahan yang 9 10 digunakan oleh penerjemah, dan pergeseran makna yang terjadi akibat dari penggunaan metode terjemahan bebas. Selain itu, ditemukan juga 22 teknik terjemahan pendukung yang melekat pada data dan 17 pergeseran makna yang terjadi akibat dari penggunaan metode terjemahan bebas. Terakhir, penulis juga menggunakan penelitian berbentuk jurnal yang juga digunakan sebagai sarana pendukung. Penelitian berjudul “ANALISIS PERGESERAN BENTUK DAN PERGESERAN MAKNA DALAM TERJEMAHAN MANGA MEITANTEI CONAN VOLUME 61” yang disusun oleh Yuniarsih, Eky Kusuma Hapsari, dan Andra Roni Kusuma dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ini membahas tentang transposisi dan modulasi atau pergeseran makna. Terdapat 30 data pergeseran yang terbagi menjadi pergeseran level (6), pergeseran kelas kata (4), pergeseran unit kata (10), pergeseran struktur (4), dan pergeseran intra-sistem (6). Penelitian yang akan dibahas dalam skripsi ini berbeda dari penelitian sebelumnya karena penulis menggunakan komik Sakamoto Days volume 4 karya Suzuki Yuuto sebagai sumber data. Dalam penelitian ini, penulis membahas berbagai pergeseran makna yang terjadi dengan menggunakan teori-teori mengenai terjemahan dan pergeseran makna. Penulis juga menggunakan teori semantik untuk mengetahui ragam dan jenis makna yang ada dalam suatu kata. Kemudian, peneliti juga membahas mengenai konteks situasi, serta teknik terjemahan yang melatarbelakangi terjadinya pergeseran makna dalam komik ini. 2.2 Kajian Teori 2.2.1 Terjemahan Selama ini, penerjemahan (translation) telah didefinisikan dengan cara yang berbeda dengan latar belakang teoritis dan pendekatan yang juga berbeda. Newmark dalam Machali (2009) mendefinisikan terjemahan sebagai “rendering the meaning of a text into another language in the way the author intended the text” (menerjemahkan makna dari suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan oleh pengarang). Istilah transferring, replacement, dan 11 reproducing diganti dengan kata rendering oleh Newmark. Karena padanan kata rendering memiliki makna yang sama dengan padanan kata translating saat diartikan dalam Bahasa Indonesia, hanya saja kata tersebut digunakan dengan cara yang berbeda. Newmark mendefinisikan bahwa, seorang penerjemah adalah penghubung antara pengarang atau penulis dan penerima atau pembaca pesan dalam bentuk bahasa sasaran. Oleh karena itu, seorang penerjemah harus dapat memahami isi hati penulis dalam teks sumber (TSu). 2.2.1.1 Metode Terjemahan Newmark (1988) membagi delapan metode penerjemahan menjadi dua kelompok besar. Dalam kelompok pertama, ada empat metode penerjemahan yang lebih berfokus pada bahasa sumber atau teks sumber (Tsu) yaitu penerjemahan kata demi kata (word-to-word translation), penerjemahan harfiah (literal translation), penerjemahan setia (faithful translation), dan penerjemahan semantic (semantic translation). Kelompok kedua memiliki jumlah metode yang sama seperti kelompok pertama yaitu empat. Metode yang digunakan dalam kelompok ini lebih cenderung terfokus dalam menerjemahkan bahasa sasaran atau teks yang dituju. Metode tersebut adalah terjemahan bebas (free translation), terjemahan idiomatis (idiomatic translation), terjemahan komunikatif (communicative translation), dan adaptasi (adaptation). Selain dua kelompok besar yang sudah diklasifikasikan tersebut, Newmark (1988) mengungkapkan bahwa ada metode tambahan yang disebut metode transposisi. Berikut adalah penjelasan lebih lengkap: a. Penerjemahan Kata demi Kata (Word-to-word Translation) Metode penerjemahan kata-demi-kata adalah metode penerjemahan yang meletakkan langsung Bsa di bawah versi dari Bsu. Kata-kata dari Bsu diterjemahkan tanpa terikat dengan konteks dan dipindahkan apa adanya. Metode ini biasanya digunakan dalam tahap pra penerjemahan dalam penerjemahan teks yang sangat sulit dalam memahami mekanismenya. 12 Berikut adalah contoh dari terjemahan yang menggunakan metode kata demi kata: Bsu: You must go to see him at the theatre to watch that movie. Bsa: Kamu harus pergi menemui dia di itu teater untuk nonton itu film. b. Metode Terjemahan Harfiah (Literal Translation) Metode terjemahan harfiah atau literal translation adalah metode penerjemahan yang dilakukan dengan mencari padanan kata demi kata dari bahasa sumber ke bahasa target mirip dengan terjemahan kata demi kata (word-to-word translation), baik dalam tataran leksikal maupun struktural. Namun, dalam penerjemahan harfiah, susunan kata dalam kalimat dan tata bahasa telah disesuaikan dengan bahasa target. Metode ini merupakan metode penerjemahan secara lurus dan termasuk dalam kategori yang sama dengan metode terjemahan kata per kata dan metode terjemahan bebas (free translation), sehingga dapat dikatakan bahwa metode ini berada di antara kedua metode terjemahan tersebut (Newmark, 1988:46). Berikut adalah contoh dari terjemahan yang menggunakan metode terjemahan harfiah: Bsu : You can put your bag on the table. Bsa : Kamu bisa meletakkan tasmu di atas meja itu. c. Metode Terjemahan Bebas (Free Translation) Metode terjemahan bebas (free translation) merupakan metode terjemahan yang menafsirkan isi teks dari BSu ke dalam BSa tanpa memperhatikan tata bahasa dan bentuk teksnya. Metode ini cenderung menghasilkan terjemahan yang lebih panjang karena penerjemah biasanya melakukan parafrase terhadap hasil terjemahan dari teks bahasa sumber. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil terjemahan yang lebih mudah dipahami dan berterima 13 dalam bahasa sasaran. Berikut adalah contoh dari terjemahan yang menggunakan metode terjemahan bebas: Bsu : She can’t prove the T-shirt is about her. Bsa : Dia tidak bisa membuktikan bahwa yang dimaksud tulisan pada t- shirt itu memang dia. d. Metode Terjemahan Setia (Faithful Translation) Penerjemahan setia adalah metode yang mencoba menghasilkan makna kontekstual yang setara atau paling dekat dengan tetap mempertahankan struktur gramatikalnya. Penerjemahan ini patuh pada maksud dan tujuan dari BSu, sehingga terkadang hasil terjemahan terasa asing dan kaku. Dalam metode ini, kata budaya dituliskan apa adanya dan tidak diterjemahkan kedalam BSa (contoh: Sushi tetap diterjemahkan menjadi Sushi). Berikut adalah contoh penerjemahan setia: BSu: And in Texas, First Lady took a bite of prize winning chili and began vomiting. BSa: Dan di Texas, First Lady menyantap hidangan chili yang memenangkan penghargaan dan mulai muntah-muntah. e. Metode Terjemahan Semantik (Semantic Translation) Penerjemahan semantik adalah metode yang mempertimbangkan nilai-nilai estetika kebahasaan dari dua bahasa yang berbeda dengan mengompromikan makna selama masih dalam batas wajar. Selain itu, ketika menerjemahkan kata budaya, kata tersebut diterjemahkan dengan kata yang netral atau kata fungsional yang bisa menyampaikan maksud dalam BSa. Sebagai contoh: BSu: Tak ada lagi yang indah di mataku, semua kelam. BSa: Nothing is beautiful in my eyes, everything is black. 14 f. Metode Terjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation) Penerjemahan idiomatik adalah metode yang mereproduksi pesan atau informasi dalam teks BSu, tetapi sering menggunakan ungkapan idiomatik yang tidak terdapat pada BSu. Dengan demikian, metode ini cenderung mendistorsi makna nuansa. BSu: You have to work day and night for a new car. BSa: Kamu harus membanting tulang untuk bisa membeli sebuah mobil baru. g. Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation) Penerjemahan komunikatif adalah metode yang mengusahakan reproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa, sehingga isi teks maupun aspek kebahasaan dapat lebih mudah dipahami oleh pembaca. Berikut adalah contoh penerjemahan komunikatif: BSu: Birth control is not one hundred percent. BSa: Alat kontrasepsi tidak menjamin seratus persen berhasil. h. Metode Terjemahan Adaptasi (Adaptation Translation) Adaptasi adalah metode penerjemahan yang tidak terikat dan paling dekat dengan BSa. Metode ini biasanya digunakan dalam penerjemahan drama atau puisi, yaitu yang mempertahankan tema, karakter, dan plot. Selain itu, metode ini biasanya digunakan dalam menerjemahkan peribahasa. Jika terjadi peralihan budaya dalam penerjemahan, unsur-unsur budaya BSu ditulis kembali serta diadaptasikan ke dalam BSa. Berikut adalah contoh penerjemahan dengan menggunakan metode adaptasi: BSu: The early birds catch the worms. BSa: Siapa cepat dia dapat. 15 2.2.1.2 Teknik Terjemahan Teknik terjemahan adalah berbagai cara yang digunakan dalam penerjemahan untuk mendapatkan hasil terjemahan dan membedakan solusi dalam terjemahan. Menurut Moentaha (2006:48) teknik terjemahan terbagi menjadi: a. Terjemahan Harfiah (Literal Translation) Terjemahan harfiah merupakan teknik yang menyampaikan hasil terjemahan secara apa adanya berdasarkan kalimat yang diterjemahkan. Biasanya, terjemahan harfiah dilakukan pada tingkat kata, mirip seperti terjemahan kata demi kata, sehingga teknik ini seringkali menghasilkan terjemahan yang semu. b. Substitusi (Substitution) Substitusi termasuk ke dalam terjemahan harfiah, karena penerjemahannya yang juga dilakukan pada tingkat kata. Teknik ini adalah proses terjemahan yang dalam realisasinya dilakukan dari bentuk BSu ke bentuk BSa dengan melewati makna. c. Terjemahan Bebas (Free Translation) Terjemahan bebas merupakan teknik yang dilakukan pada tingkat satuan kebahasaan, seperti kata, frasa, kalimat, hingga suatu teks secara keseluruhan. Biasanya, terjemahan bebas lebih dapat diterima daripada terjemahan harfiah, karena dalam terjemahan bebas tidak melanggar norma-norma Bsu dan tidak terjadi penyimpangan makna. d. Parafrasa (Paraphrase) Parafrasa merupakan teknik terjemahan yang dapat digunakan untuk mencapai suatu padanan situasi. Penggunaan teknik ini mengharuskan penerjemah mengetahui situasi nyata yang digambarkan atau realitas dalam teks Bsu, karena situasi seperti itu merupakan kunci absolut untuk 16 mengungkapkan makna-makna atau ungkapan satu dan lainnya dalam sudut pandang gambaran situasi. e. Penggantian (Replacements) Penggantian merupakan teknik terjemahan yang ditujukan untuk mengganti satuan-satuan gramatikal seperti kelas kata atau bagian tertentu dari suatu kalimat, satuan-satuan leksikal atau kata-kata tertentu, dan konstruksi- konstruksi kalimat. Penggantian dapat dibagi lagi menjadi empat yaitu: penggantian kelas kata, penggantian leksikal, terjemahan antonim, dan kompensasi. f. Penggantian Kelas Kata Penggantian kelas kata dalam teknik terjemahan adalah suatu metode di mana penerjemah mengubah kelas kata dari BSu menjadi kelas kata yang berbeda dalam BSa. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan terjemahan yang lebih alami dan sesuai dengan struktur bahasa target. g. Penggantian Bagian-Bagian Kalimat Dalam penggantian bagian-bagian kalimat, kata-kata teks BSu tidak memiliki fungsi sintaksis yang sama setelah kata-kata nya disampaikan ke dalam BSa, yakni memiliki fungsi lain, ketimbang fungsi semula dalam BSa. Dengan demikian, terjadi perubahan struktur sintaksis dalam kalimat. h. Penggantian Leksikal Penggantian leksikal adalah teknik yang mengganti kata-kata tertentu dari teks BSu ke dalam teks BSa, yang tidak memiliki kesamaan makna, tetapi mengandung makna leksikal yang sama sekali berbeda. Penggantian leksikal dibagi lagi menjadi dua yaitu konkretisasi (penggantian teks BSa, yang mengandung pengertian lebih luas dengan teks BSu yang maknanya lebih sempit) dan generalisasi (kebalikan dari konkretisasi). i. Terjemahan Antonim 17 Teknik ini menggantikan kata-kata dalam satu bahasa dengan antonim dalam bahasa lain, lalu mengubah kalimat tersebut menjadi bentuk negatif. Contoh- contohnya menunjukkan terjemahan antonim tanpa perbedaan yang terlalu ekstrem. Teknik ini hanya menggantikan struktur kalimat dalam satu bahasa dengan struktur kalimat yang setara dalam bahasa lain. j. Kompensasi Para ahli teori menyatakan bahwa kompensasi merupakan proses terjemahan yang sangat menarik. Ketika informasi dalam suatu satuan bahasa tidak dapat disampaikan dalam bahasa lain, penerjemah melakukan kompensasi. Hal ini terjadi ketika ada elemen dalam teks bahasa sumber yang tidak dapat diterjemahkan secara langsung ke bahasa sasaran. Penerjemah kemudian menyampaikan informasi tersebut menggunakan cara atau sarana bahasa yang berbeda dalam teks bahasa sasaran. k. Penambahan (Additions) Penambahan adalah teknik terjemahan yang dalam penerapannya menambahkan kata-kata tertentu yang tidak memiliki arti tambahan dalam teks BSa. Penambahan kata-kata dalam teknik ini tanpa menambah maksud yang ada dalam Bsa, karena informasi yang sama telah diungkapkan dalam Bsu. g. Penghilangan (Ommisions/Dropping) Teknik ini merupakan teknik yang bertentangan dengan penambahan. Beberapa penggunaannya antara lain dengan cara membuang kata yang berlimpah (terlalu banyak), karena tanpa kata yang berlebihan itu pun, informasi dalam Bsu dapat tetap dapat disampaikan secara utuh ke dalam Bsa. h. Kompresi (Compression) Teknik kompresi adalah teknik menyingkat, yaitu meringkas suatu ungkapan ke ungkapan singkat, ringkas dan padat dengan melakukan pemadatan dan 18 pengurangan leksikal yang bertujuan agar ungkapan tersebut dapat tersampaikan dan dipahami oleh pembaca. i. Derivasi Sintaksis (Syntactic Derivation) Derivasi sintaksis merupakan teknik pembentukan berbagai konstruksi sintaksis yang dilakukan dengan cara mengubah konstruksi atau posisi bagian kalimat yang satu dengan lainnya. Teknik ini juga memiliki keterkaitan dengan “aktif-pasif” dari suatu kalimat. j. Terjemahan Deskriptif (Descriptive Translation) Amplifikasi (Amplification) Terjemahan deskriptif merupakan penyampaian informasi dari Bsu ke Bsa dengan menggunakan kombinasi kata yang dapat mendeskripsikan makna sesungguhnya, dengan contoh deskripsi satuan leksikal yang mencerminkan realitas khusus negara satu atau yang lain. Teknik ini dapat digunakan dalam penerjemahan kata budaya, yang dapat diterjemahkan dengan cara dideskripsikan. Terjemahan deskriptif sama dengan amplifikasi, yaitu teks yang diperluas dalam proses terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain. k. Eksplikasi/Implikasi (Explication/Implication) Teknik eksplikasi adalah teknik penerapan ungkapan eksplisit dalam terjemahan teks Bsa. Hal ini disebabkan teks Bsu memiliki informasi yang pengungkapannya tidak eksplisit atau jelas, yang mana informasi tersebut memiliki implikasi (pengungkapan implisit). 2.2.2 Semantik Semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari makna bahasa, termasuk kata, frasa, dan kalimat. Semantik berkaitan dengan bagaimana makna dibangun dan ditafsirkan dalam bahasa, dan merupakan salah satu dari tiga tingkat analisis bahasa, bersama dengan fonologi dan tata bahasa. Semantik dapat dibagi menjadi beberapa jenis, termasuk semantik leksikal, semantik gramatikal, dan semantik pragmatis. 19 Semantik leksikal berfokus pada makna kata-kata individual, sedangkan semantik gramatikal mempelajari makna struktur tata bahasa. Kemudian, semantik pragmatis berkaitan dengan bagaimana konteks mempengaruhi makna. Secara etimologis kata semantik berasal dari bahasa Yunani semantickos (penting, berarti) yang diturunkan pula dari semainein (memperlihatkan, menyatakan) yang berasal pula dari sema (tanda) seperti yang terdapat pada kata semaphore yang berarti ‘tiang sinyal yang dipergunakan sebagai tanda oleh kereta api’. Semantik menelaah serta menggarap makna kata dan makna-makna yang diperoleh oleh masyarakat dari kata-kata (Tarigan, 1985:155) Menurut Tarigan (1995:7) semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itu semantik mencakup makna-makna kata, perkembangannya dan perubahannya. 2.2.2.1 Ragam Makna Makna adalah arti yang diberikan kepada suatu kata, frasa, klausa, atau bentuk kebahasaan lainnya. Dalam bahasa Indonesia, makna merupakan pengertian yang diberikan oleh pembicara, penulis, atau pengarang yang dapat berubah sesuai konteks. Selain itu, makna juga merupakan suatu pemahaman umum yang dimiliki oleh masyarakat tentang suatu kata atau bentuk kebahasaan lainnya. Ferdinand de Saussure dalam (Chaer, 2014:287) memiliki pandangan bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat dalam sebuah tanda linguistik. Bahasa merupakan suatu hal yang digunakan dalam berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi beragam jenisnya apabila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Chaer (2014:289-297) mengemukakan beberapa jenis makna yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Makna Leksikal 20 Makna leksikal adalah makna makna sebenarnya, berdasarkan dengan hasil observasi dari indra kita, atau makna apa adanya. Makna leksikal yang dimiliki oleh kata yang dijelaskannya biasanya terdapat pada kamus-kamus dasar. Oleh karena itu, agaknya banyak orang yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang terdapat dalam kamus. Maksud makna dalam kamus sendiri adalah makna yang konkret, makna dasar, atau makna nyata. Misalnya leksem “pinsil” memiliki makna leksikal “sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang”. 2. Makna Gramatikal Makna gramatikal adalah makna yang ada karena terjadinya proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Berbeda dengan makna leksikal yang merupakan makna dari kata per kata, makna gramatikal adalah makna yang muncul ketika beberapa kata telah tersusun menjadi suatu kalimat. Contohnya dalam proses afiksasi dengan menggunakan prefiks ber- dengan kata dasar ‘rekreasi’ akan menghasilkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’. 3. Makna Kontekstual Makna kontekstual adalah makna leksem atau kata yang terdapat dalam suatu konteks. Misalnya, makna kontekstual dari kata kepala dalam kalimat berikut: a) Rambut di kepala nenek belum ada yang putih. b) Kepala paku dan kepala jarum tidak sama bentuknya. c) Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu. Contoh lain adalah makna kontekstual dari kata jatuh dalam kalimat berikut: a) Adik jatuh dari sepeda. b) Kalau harganya jatuh lagi kita akan bangkrut. c) Dia jatuh cinta pada adikku. 4. Makna Referensial Makna referensial adalah sebuah kata yang memiliki referensinya, atau acuannya dalam kehidupan nyata. Misalnya, kata-kata seperti kuda, merah, 21 dan gambar adalah kata-kata yang memiliki makna referensial karena memiliki referensi dalam dunia nyata. 5. Makna Non-referensial Makna non-referensial adalah makna yang berkebalikan dengan makna referensial, yaitu sebuah kata yang tidak memiliki referensi atau acuannya dalam kehidupan nyata. Misalnya, kata-kata seperti dan, atau, dan karena adalah termasuk kata-kata non-referensial karena tidak memiliki referensi dalam kehidupan nyata. 6. Makna Denotatif Makna denotatif adalah makna asli atau makna asal yang dimiliki oleh sebuah kata. Misalnya, kata rombongan memiliki makna denotatif ‘sekumpulan orang yang mengelompok menjadi satu kesatuan’ dan kata babi memiliki makna denotatif ‘sejenis binatang yang biasa diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya’. Jadi, makna ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. 7. Makna Konotatif Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang memiliki hubungan dengan seorang atau sekelompok orang yang menggunakan kata atau istilah tersebut. Misalnya, kata kurus memiliki konotasi netral, tetapi kata ramping yang sebenarnya merupakan sinonim dari kata kurus memiliki konotasi positif sebab memiliki nilai mengenakkan: menghibur orang yang mendengarnya. Sebaliknya, kata kerempeng yang juga merupakan sinonim dari kata kurus memiliki konotasi yang negatif sebab memiliki nilai yang tidak mengenakkan: orang yang mendengarnya akan merasa tidak nyaman. 8. Makna Konseptual Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem atau kata terlepas dari konteks atau asosiasinya. Misalnya, kata kuda memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’ dan kata rumah memiliki makna konseptual ‘bangunan tempat tinggal manusia’. Jadi, 22 sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna leksikal, makna denotatif, serta makna referensial. 9. Makna Asosiatif Makna asosiatif adalah makna dari sebuah kata yang berkaitan dengan hubungan kata tersebut dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati memiliki kaitan erat dengan sesuatu yang suci, kata merah memiliki kaitan dengan berani, dan kata buaya memiliki kaitan dengan kejahatan. Yang dimaksud asosiasi dalam makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambang atau simbol yang digunakan oleh seorang atau sekelompok pengguna bahasa untuk mewakili konsep lain atau sifat dari suatu situasi yang memiliki ciri-ciri yang mirip dengan konsep aslinya. 10. Makna Kata Setiap kata atau leksem pasti memiliki makna. Sebenarnya, makna yang dimiliki sebuah kata atau leksem adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Makna kata adalah makna yang baru menjadi jelas apabila kata tersebut sudah berada di dalam kalimat atau konteks situasinya. Misalnya, kita belum mengetahui makna dari kata jatuh dalam kalimat ‘Dia jatuh dalam ujian yang lalu’ sebelum kata tersebut berada dalam konteksnya. Oleh karena itu, makna kata dikatakan juga sebagai makna yang masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas. 11. Makna Istilah Makna istilah adalah makna yang pasti, jelas, dan tidak meragukan, meskipun tidak disertai konteks. Makna ini hanya digunakan dalam bidang keilmuan atau kegiatan ilmiah tertentu. Misalnya, kata tangan dalam kalimat “tangannya luka kena pecahan kaca” dan lengan dalam kalimat “lengannya luka kena pecahan kaca” memiliki arti yang berbeda. Kata “tangan” memiliki makna “bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan” sedangkan kata “lengan” memiliki makna “bagian dari pergelangan tangan hingga pangkal bahu”. Oleh karena itu istilah “tangan” dan “lengan” tidaklah sama dalam bidang keilmuan karena memiliki pengertian yang berbeda. 23 12. Makna Idiom Makna idiom adalah makna yang tidak dapat diramalkan atau diprediksi, baik secara leksikal maupun gramatikal dari makna unsur-unsurnya. Misalnya, secara gramatikal kata “menjual rumah” memiliki makna “yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumah”. Namun, dalam bahasa Indonesia kata “menjual gigi” tidaklah memiliki makna yang sama dengan kata tersebut, melainkan bermakna “tertawa terbahak-bahak”. Makna seperti itulah yang disebut makna idiomatikal. 13. Makna Peribahasa Makna peribahasa adalah makna yang dapat diramalkan atau diprediksi secara leksikal maupun gramatikal dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi atau kaitan antara makna asli dengan makna sebagai peribahasa. Misalnya, peribahasa “seperti anjing dan kucing” memiliki makna dua orang yang tidak akur. Makna ini memiliki kaitan dengan hubungan anjing dan kucing yang selalu berkelahi satu sama lain dan tidak pernah damai. 2.2.3 Pergeseran Makna Di dalam penerjemahan, selain kemungkinan terjadinya pergeseran pada bidang struktur dan kategori kata, pergeseran dalam tataran pun dapat terjadi karena perbedaan karakteristik bahasa antara BSu dan BSa. Menurut Simatupang (1991:92) pergeseran dalam bidang semantik dapat terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang dan budaya di antara kedua bahasa. Pergeseran dalam bidang makna seperti ini membuktikan bahwa tidak selalu memungkinkan untuk memindahkan makna dari suatu teks secara tepat ke dalam BSa. Jenis pergeseran makna pada tataran semantik dijelaskan sebagai berikut: 1. Pergeseran makna generik ke spesifik dan sebaliknya Pergeseran dapat terjadi ketika padanan yang tepat dalam sebuah kata di dalam BSu tidak terdapat di dalam BSa. Sebagai contoh, kata dalam BSu mempunyai makna generik dan padanan kata tersebut dalam BSa cenderung memiliki makna yang lebih spesifik. Jadi, dalam proses penerjemahan, 24 penyesuaian yang harus dilakukan adalah dari makna generik ke spesifik, atau sebaliknya. Makna generik dapat diidentifikasikan juga sebagai makna umum, sementara itu makna spesifik adalah makna khusus. Contoh: Indonesia (Generik) Inggris (Spesifik) kaki leg atau foot tangan arm atau hand (Simatupang, 1999:92) Apabila kita menerjemahkan kata Inggris dari leg atau foot ke dalam bahasa Indonesia, padanan yang tepat untuk kata tersebut adalah kaki. Jadi, terjadi perubahan dari makna spesifik ke makna generik. Dalam bahasa Indonesia kata leg atau foot dari bahasa Inggris hanya diungkapkan dengan satu kata yang bermakna lebih umum yaitu kaki. Begitu pula dengan arm atau hand dari bahasa Inggris yang diungkapkan dengan satu kata yaitu tangan. Selain itu, perubahan makna dari generik ke spesifik juga dapat terjadi sebagai berikut: Inggris (Generik) Indonesia (Spesifik) sibling adik atau kakak brother adik atau kakak (laki-laki) sister adik atau kakak (perempuan) 2. Pergeseran makna karena perbedaan sudut pandang budaya Pergeseran makna seperti ini dapat terjadi karena adanya perbedaan dari sisi sudut pandang dan budaya penutur dari bahasa yang berbeda-beda. Contoh: BSu BSa I think so Saya rasa begitu atau Saya pikir begitu (Simatupang, 1999:93) Orang Inggris berpikir ‘think’ tidak menggunakan perasaan ‘feel’, sehingga untuk mengungkapkan ‘Saya rasa begitu’ dengan berkata ‘I feel so’ terasa 25 tidak wajar. Dalam bahasa Inggris berpikir dan merasa dibedakan secara tegas. 2.2.4 Konteks dan Situasi Dalam komik, konteks situasi mencakup unsur-unsur seperti latar belakang, suasana, ekspresi karakter, dialog, waktu, dan tindakan yang terjadi di dalam panel. Hal-hal tersebut sangat penting karena dapat membantu pembaca memahami apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana karakter bereaksi terhadap situasi tersebut. Dalam sebuah komik, sangat penting bagi pengarang untuk memberikan sebuah konteks agar pembaca dapat memahami apa yang sebenarnya pengarang maksud dalam gambar atau adegan di sebuah panel. Dalam menerjemahkan sebuah komik, penting sekali untuk memperhatikan konteks situasi yang ada di dalam sebuah panel. Hal tersebut disebabkan karena unsur-unsur yang ada dalam konteks situasi sangat berpengaruh terhadap pemahaman dari pembaca. Teks dalam komik yang diterjemahkan harus bisa menggambarkan unsur-unsur seperti suasana, latar, masalah, hingga pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang agar tidak ada kesalahpahaman antara pengarang, penerjemah, dan pembaca. Halliday dan Hasan dalam Machali (2009: 65) mengungkapkan bahwa konteks situasi memiliki tiga unsur yang terdiri dari field (subjek, bidang, masalah), tenor (identitas, hubungan antar pembicara, pelibat), dan mode (cara). Berikut adalah penjelasan lebih lengkapnya: 1. Field mengacu pada apa yang sedang terjadi, tindakan yang sedang berlangsung, dan hal yang dilakukan oleh karakter. Field berisi tentang isi dari sebuah teks atau topik. Dalam konteks penerjemahan, field membuat seorang penerjemah dapat memutuskan tentang istilah apa yang akan ia gunakan dalam bahasa sasaran (Bsa), target pembaca yang ia tuju, juga struktur bahasa yang akan digunakan. 2. Tenor mengacu pada pelaku, hubungan antar pembicara atau peran karakter dalam sebuah interaksi. Tenor mencakup tiga faktor berikut yaitu peran, 26 status, dan jarak sosial. Faktor tersebut dapat membuat seorang penerjemah untuk menemukan padanan-padanan yang dirasa tepat untuk digunakan dalam hasil terjemahan. 3. Mode mengacu pada cara dan fungsi yang diberikan kepada suatu bahasa serta saluran retorisnya yang digunakan untuk membantu memahami makna tekstual. Mode mencakup perantara komunikasi (pembicara, gambar, adegan, penulis), saluran (lisan, tulisan), tipe interaksi (monolog atau dialog), peran bahasa (pendukung atau wajib), dan cara retoris. Mode dapat menghasilkan terjemahan yang lebih baik dan terorganisir. 27 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini adalah pergeseran makna yang terjadi di dalam terjemahan bahasa Indonesia dari komik Sakamoto Days volume 4 karya Suzuki Yuuto yang diterbitkan oleh Shueisha pada tahun 2020 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Inge Indri dengan penerbit Elex Media Komputindo, cetakan 2023. Komik ini merupakan komik bergenre aksi dan slice of life (kehidupan sehari-hari) yang dibumbui dengan komedi. Komik Sakamoto Days menceritakan tentang kisah seseorang bernama Tarou Sakamoto yang merupakan seorang pembunuh bayaran legendaris yang tak tertandingi di bidangnya dan ditakuti oleh semua orang di dunia kriminal. Kemudian, suatu hari, dia bertemu dengan seorang gadis cantik dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia meninggalkan kehidupan sebagai pembunuh bayaran untuk dapat hidup bersamanya. Hingga akhirnya keduanya berpacaran, menikah, dan memulai hidup baru sebagai sebuah keluarga. Bertahun-tahun kemudian, Shin, seorang mantan rekan kerja Sakamoto, muncul di minimarket yang dikelola oleh Sakamoto dan istrinya, dan Shin merasa jijik dengan apa yang dilihatnya. Sakamoto yang dulunya adalah sesosok pahlawannya telah benar-benar berubah 180 derajat. Dia memiliki tubuh yang gemuk dan menghabiskan hari-harinya berurusan dengan pelanggan yang menjengkelkan. Shin memohon kepada Sakamoto untuk kembali menjadi pembunuh bayaran agar mereka dapat bekerja sama lagi, namun Sakamoto dengan tegas menolaknya. Hal ini menempatkan Shin pada posisi yang sulit, karena bosnya telah memerintahkannya untuk membawa Sakamoto kembali ke dalam kelompoknya atau membunuhnya jika dia menolak. Shin meyakinkan dirinya tentang apa yang harus dia lakukan, tetapi Sakamoto mungkin kehilangan kemampuannya 28 hanya karena terlihat lebih tua dan gemuk. Shin tahu bahwa ia tidak seharusnya meremehkan mantan rekannya. Komik yang dijadikan sumber data dalam penelitian yang dilakukan penulis memiliki 2 bahasa yaitu bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Untuk komik versi bahasa Jepang didapatkan dengan membeli komik original terbitan Shueisha, sedangkan versi bahasa Indonesia didapatkan dengan membeli komik original yang telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Elex Media Komputindo. Objek penelitian yang penulis fokuskan adalah kalimat-kalimat yang ada dalam panel komik tersebut. Kalimat-kalimat tersebut berupa narasi dan dialog antar karakter yang terdapat pergeseran makna di dalamnya. Penulis menggunakan teori- teori yang telah tercantum dalam menganalisis pergeseran makna yang terdapat pada kalimat data, serta menganalisis konteks situasi dan teknik terjemahan yang menjadi penyebab pergeseran makna tersebut. 3.2 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan beberapa tahapan. Tahapan tersebut dibagi menjadi pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil data. Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini. Metode penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk secara langsung menggambarkan atau menganalisis keadaan, kondisi, atau hal lain yang terlibat dalam penelitian. Metode ini berfokus pada menjelaskan objek penelitian secara menyeluruh tanpa membandingkannya dengan variabel lain. Hasilnya biasanya dideskripsikan dengan lebih rinci, tetapi tidak menghasilkan kesimpulan yang lebih luas dan dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Sementara itu, metode penelitian kualitatif adalah metode yang digunakan untuk menemukan, memahami, lalu menjelaskan suatu peristiwa dalam suatu situasi secara detail dengan cara menganalisis, menguraikan, dan menjelaskan data-data yang sudah terkumpul. 29 3.2.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data yaitu teknik simak catat dengan sumber data berupa komik Sakamoto Days volume 4 karya Suzuki Yuuto terbitan Shueisha beserta komik versi terjemahan bahasa Indonesianya. Penulis menggunakan metode simak catat untuk mengumpulkan data dengan menyimak dan mencatat informasi dari sumber data. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang penggunaan bahasa, memahami konteks, dan mencatat data yang berkaitan dengan subjek penelitian. Penulis melakukan pengumpulan data dengan membaca komik lalu mencatat seluruh data pergeseran makna dan teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah. 3.2.2 Metode dan Teknik Analisis Data Penulis menggunakan beberapa cara untuk melakukan analisis dalam penelitian ini. Pertama, penulis membaca komik yang digunakan sebagai sumber data dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jepang. Setelah membaca, penulis mengumpulkan beberapa sampel data pergeseran makna yang ada di dalam komik tersebut untuk dianalisis lebih lanjut. Dalam pengumpulan data, penulis menemukan 46 data pergeseran makna yang kemudian di reduksi menjadi 22 data yang dianalisis. Dalam menganalisis, penulis mencari data berupa kata atau frasa dan kalimat dari sebuah narasi atau dialog karakter di dalam komik yang dalam terjemahannya terjadi pergeseran makna. Kemudian, penulis menganalisis konteks situasi pada data tersebut dengan cara memahami alur cerita, latar tempat, suasana, dan emosi yang dialami oleh karakter. Setelah itu, penulis mencari tahu makna dari data yang terdeteksi mengalami pergeseran dengan acuan kamus Bsu dan Bsa. Tujuan penulis adalah mendeskripsikan pergeseran makna dan konteks situasi yang terjadi. Setelah melakukan analisis pada pergeseran, teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran juga dianalisis lebih lanjut. Selain menggunakan kamus, penulis juga menggunakan teori-teori yang telah tercantum sebagai acuan dalam menganalisis data. 30 22 data yang akan dianalisis Analisis konteks situasi (Halliday & Hasan 1991) Analisis makna sesuai dengan kamus Analisis jenis pergeseran makna (Simatupang, 1999) Generik ke spesifik Spesifik ke generik Pergeseran dari sudut pandang budaya Analisis teknik terjemahan yang menjadi penyebab pergeseran Gambar 3.1 Bagan proses analisis data 3.2.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Dalam menyajikan hasil analisis data, penulis menggunakan teknik informal. Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk memperjelas hasil penelitian agar tergambarkan dengan jelas dan mudah dipahami oleh pembaca. Teknik ini menggunakan kata-kata yang umum untuk menyajikan hasil analisis, dan tidak menggunakan unsur lambang di dalamnya. Sebagai bentuk penyajian, seluruh hasil analisis data disajikan dalam bentuk kata-kata secara deskriptif. Berikut adalah tahapan-tahapan dalam penelitian ini. 31 1. Mengumpulkan sampel data pergeseran makna dalam terjemahan komik Sakamoto Days volume 4. 2. Menganalisis konteks situasi untuk menggambarkan situasi yang terjadi. 3. Mencari tahu makna per kata berdasarkan kamus Bsu dan Bsa. 4. Menganalisis pergeseran makna. 5. Menganalisis teknik terjemahan yang menyebabkan terjadinya pergeseran makna. 6. Menyimpulkan hasil penelitian. 7. Menyajikan hasil analisis menggunakan teknik penyajian informal. BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pergeseran Makna Serta Teknik Terjemahan Yang Menjadi Penyebabnya Pada bab ini, penulis akan membahas pergeseran makna yang terjadi dalam terjemahan komik Sakamoto Days volume 4 karya Suzuki Yuuto. Penulis kemudian membagi bab ini menjadi 3 subbab berdasarkan jenis pergeseran makna menurut Simatupang (1999). Dari hasil pengamatan terdapat 46 data yang dapat dianalisis, penulis akan menganalisis dan membahas 20 diantaranya yang dapat mewakili keseluruhan data dalam bab ini. Terdapat 8 data pergeseran makna generik ke spesifik, 6 data pergeseran makna spesifik ke generik, dan 6 data pergeseran makna dari sudut pandang budaya yang akan dibahas beserta teknik-teknik terjemahan yang menyebabkan pergeseran makna itu terjadi. Berikut adalah pembahasan selengkapnya mengenai pergeseran makna yang terjadi. 4.1.1 Pergeseran Makna Generik ke Spesifik Pada subbab ini penulis akan membahas 8 data yang mengalami pergeseran makna generik ke spesifik. Kemudian, akan dibahas mengenai makna yang melekat pada data yang dianalisis menggunakan teori semantik dari Chaer (2014) dan teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna dengan menggunakan teori terjemahan dari Moentaha (2006). 32 33 Gambar 4.1 Shishiba dan Osaragi sedang berdialog 3. (2) (BSu) オサラギ :ごめんなさい シシバ :やべつに怒ってるわけちゃうねんやすモン着てきて 正解やったわ Osaragi : Gomennasai Shishiba : Ya betsu ni okotteru wake chaunen. Yasumon kite kite seikai yattawa (Sakamoto Days, 4:16) (BSa) Osaragi : Maafkan aku Shishiba : Yah, aku tak marah, kok. Pakai setelan murah adalah Keputusan tepat (Sakamoto Days. 4:16) Akibat adanya konfrontasi dari pihak lawan, Shishiba dan Osaragi terpaksa melakukan pembunuhan. Tidak berselang lama, pakaian mereka pun ternodai dengan darah. Perbincangan kedua orang tersebut tentang pakaian mereka dapat terlihat pada data di atas. 34 Kata mon pada frasa yasumon tersebut merupakan bentuk lisan dari mono yang memiliki makna harfiah yaitu ‘barang, benda’ (Tjhin Thian Shiang, 2019:318). Jenis makna yang melekat pada kata tersebut adalah makna leksikal karena maknanya memiliki arti sebenarnya dan sesuai dengan definisi dari kamus. Kata mono pada data ini merujuk kepada ‘setelan’ dalam BSa, yang menurut (KBBI Daring) memiliki makna ‘selengkap pakaian (celana dan baju). Terjadi pergeseran makna ketika frasa yasumon yang berarti ‘benda murah’ atau ‘barang murah’ diterjemahkan menjadi ‘setelan murah’ ke dalam BSa. Pada terjemahan ini, pergeseran makna yang terjadi adalah penyempitan makna. Kata mono yang memiliki makna ‘barang, benda’ diterjemahkan menjadi ‘setelan’. Dalam konteks ini, ‘setelan’ merujuk kepada pakaian yang Shishiba dan Osaragi pakai saat melakukan pembunuhan, sehingga ternodai dengan darah. Kata ‘barang, benda’ memiliki makna yang lebih luas dan dapat merujuk kepada berbagai macam barang atau benda. Sedangkan kata ‘setelan’ hanya merujuk kepada pakaian atau baju sehingga pergeseran makna yang terjadi adalah makna generik yang mengalami penyempitan menjadi makna spesifik. Teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna pada data ini adalah teknik parafrasa. Penggunaan teknik ini dapat terlihat pada frasa yasumon yang diterjemahkan menjadi ‘setelan murah’ untuk mempertahankan informasi dari teks dengan gambaran situasi, di mana pakaian Shishiba dan Osaragi memang terkena cipratan darah. Selain itu, apabila penerjemah menerjemahkan keseluruhan kalimat menjadi ‘pakai benda murah adalah keputusan yang tepat’, maka kata ‘benda’ akan menjadi ambigu dan membuat sulit bagi pembaca dalam BSa untuk memahaminya, karena jika pembaca tidak memahami konteks ataupun situasi yang sedang terjadi, makna dari kata tersebut tidak akan tersampaikan dengan baik. 35 Gambar 4.2 Seba memberikan penjelasan kepada Shin 4. (4) (BSu) セバ :さぁ~?上の命令でやってるだけだ俺は Seba : Saaa? Ue no meirei de yatteru dake da ore wa (Sakamoto Days, 4:35) (BSa) Seba : Entahlaaah? aku cuma disuruh bos (Sakamoto Days, 4:35) Gambar di atas memiliki konteks sebagai berikut. Seba yang baru saja selesai menyandera Lu tiba-tiba saja berpapasan dengan Shin. Tak lama berselang, Shin pun bertanya kepada Seba tentang keadaan Lu saat ini. Seba bilang bahwa Lu telah dipindahkan ke ruangan lain sehingga ia tidak tahu tentang keadaannya dan hanya bertujuan untuk menghadang Shin atas perintah bosnya. Frasa ue no meirei pada data tersebut memiliki makna harfiah yaitu ‘perintah atasan’ yang terdiri dari kata ue yang memiliki makna ‘atas’ (Tjhin Thian Shiang, 2019:608) dan meirei yang memiliki makna ‘perintah; suruh’ (Tjhin Thian Shiang, 2019:298). Jenis makna yang melekat pada frasa tersebut adalah makna gramatikal. Penerjemah menerjemahkan frasa ue no meirei menjadi ‘disuruh bos’ dalam BSa. Berdasarkan hasil terjemahan tersebut, kata ue pada data ini merujuk kepada ‘atasan’ yang memiliki makna harfiah ‘yang lebih tinggi; yang di atas’ (KBBI Daring). Terjadi pergeseran makna ketika frasa ue no meirei diterjemahkan menjadi ‘disuruh bos’ dalam BSa. 36 Pada data ini, pergeseran makna yang terjadi adalah penyempitan makna yang terfokus pada kata ue. Kata ue yang dalam konteks ini merujuk kepada ‘atasan’ diterjemahkan menjadi ‘bos’. Kata ‘atasan’ memiliki makna yang lebih luas dan dapat merujuk ke berbagai macam posisi atau pangkat yang lebih tinggi di mana saja tanpa ruang lingkup yang sempit seperti manajer, direktur, supervisor, CEO, kepala departemen, ketua tim, kepala keaman, dll. Sedangkan kata ‘bos’ memiliki makna ‘orang yang berkuasa mengawasi dan memberi perintah kepada para karyawan; pemimpin atau majikan (dalam perusahaan)’ (KBBI Daring). Secara umum, meskipun ‘atasan’ dan ‘bos’ bisa merujuk pada orang yang sama dalam suatu konteks tertentu, penggunaan kata ‘atasan’ cenderung lebih formal dan profesional, sedangkan ‘bos’ lebih informal dan bisa mencerminkan hubungan kekuasaan yang lebih personal. Kemudian, konotasi dari ‘atasan’ umumnya lebih netral dan bersifat kepemimpinan, sedangkan ‘bos’ kadang-kadang memiliki nuansa otoriter. Hal tersebut menyimpulkan bahwa selain terjadi pergeseran menyempit, data ini juga mengalami pergeseran berdasarkan makna konotatif. Teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna pada data ini adalah terjemahan bebas dengan teknik penggantian leksikal konkretisasi sebagai pendukung. Frasa ini diterjemahkan dengan kata-kata yang lebih mudah dipahami dibandingkan dengan terjemahan harfiahnya. Apabila frasa ue no meirei diterjemahkan secara harfiah ke BSa maka artinya menjadi ‘perintah atasan’. Namun, penerjemah memilih untuk menggunakan kata-kata yang sering diucapkan sehari-hari dalam BSa yaitu ‘disuruh bos’ agar hasil terjemahannya tidak terkesan kaku dan terlalu formal. Penggunaan teknik penggantian leksikal konkretisasi pada data ini dapat di lihat pada kata ue yang sebenarnya dalam konteks ini memiliki makna harfiah ‘atasan’, namun diterjemahkan menggunakan kata yang lebih spesifik yaitu ‘bos’. Selain itu, meskipun frasa ‘disuruh atasan’ juga merupakan terjemahan yang berterima dalam BSa, penerjemah menerjemahkannya menjadi ‘bos’ untuk mengekspresikan sifat otoriter dan absolut yang dimiliki oleh sosok bos dari seorang Seba. Penulis merasa bahwa tidak ada penyimpangan makna dalam 37 terjemahan tersebut sehingga hasil terjemahan pada data ini merupakan terjemahan yang baik dan berterima. Gambar 4.3 Sakamoto memberikan pendapatnya di sela-sela pertarungan 5. (6) (BSu) サカモト : まわりの人を大切にできないやつには… Sakamoto : Mawari no hito wo taisetsu ni dekinai yatsu ni wa… (Sakamoto Days, 4:43) (BSa) Sakamoto : Tapi orang yang tak becus menjaga orang-orang dekatnya (Sakamoto Days, 4:43) Gambar di atas memiliki konteks sebagai berikut. Ketika sedang bertarung dengan Kashima, Sakamoto memberikan alasan mengapa ia bertarung sejauh ini hanya untuk menyelamatkan temannya. Kashima langsung membantahnya dengan berkata bahwa teman-teman Sakamoto tersebut mungkin saja sekarang sudah dibunuh oleh bawahannya. Sakamoto pun membalas dengan berkata bahwa teman-temannya tidak mungkin semudah itu dikalahkan, terlebih lagi ada dirinya yang menjaga mereka. Frasa taisetsu ni dekinai yatsu pada data tersebut memiliki makna harfiah yaitu ‘orang yang tidak bisa menghargai’ yang berasal dari kata taisetsu yang 38 memiliki makna harfiah ‘penting; (hal) yang penting’ (Tjhin Thian Shiang, 2019:538) dan dekiru yang memiliki makna harfiah ‘bisa’ (Tjhin Thian Shiang, 2019:52). Jenis makna yang melekat pada frasa tersebut adalah makna gramatikal. Penerjemah menerjemahkan frasa taisetsu ni dekinai yatsu menjadi ‘orang yang tak becus menjaga’ ke dalam BSa, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna. Pada data ini, pergeseran makna yang terjadi adalah penyempitan makna dari makna generik menjadi makna spesifik. Frasa taisetsu ni dekinai yatsu memiliki makna yang lebih luas dan kompleks daripada sekedar ‘orang yang tak becus menjaga’. Kata taisetsu dapat diartikan juga sebagai ‘penting’, ‘berharga’, dan ‘bernilai tinggi’. Oleh karena itu, frasa taisetsu ni dekinai yatsu dapat juga diartikan sebagai ‘orang yang tidak mampu menghargai sesuatu’, ‘orang yang tidak mampu memperlakukan sesuatu dengan baik’, ‘orang yang tidak mampu bertanggung jawab atas sesuatu’, atau ‘orang yang tidak mampu menjaga sesuatu’. Sedangkan, ketika penerjemah menerjemahkannya menjadi ‘orang yang tak becus menjaga’, frasa tersebut hanya memiliki satu makna yaitu ‘tidak mampu menjaga sesuatu’. Teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna pada data ini adalah terjemahan bebas. Secara harfiah, taisetsu ni dekinai yatsu berarti ‘orang yang tak mampu menghargai’, namun dalam konteks ini makna dari kata ‘menghargai’ kurang tepat, sehingga frasa tersebut diterjemahkan menjadi ‘orang yang tak becus menjaga’ atau bisa juga ditafsirkan sebagai ‘orang yang tak mampu menjaga’. Dalam kasus ini, penerjemah memilih untuk menyesuaikan makna dengan pelakukan penyederhanaan dalam terjemahan. Kata taisetsu memiliki makna yang lebih luas daripada kata ‘jaga’ dalam bahasa Indonesia, sehingga penerjemah menyederhanakan terjemahan dengan memilih satu makna yang paling tepat dengan konteks untuk membuatnya lebih mudah dipahami oleh pembaca. Meskipun hal ini dapat menyebabkan hilangnya makna detail yang terdapat pada kata aslinya, penerjemah melakukan hal yang tepat sehingga hasil terjemahannya cukup baik dan berterima dalam BSa. 39 Gambar 4.4 Seba berkamuflase menggunakan mantel tembus pandang 6. (7) (BSu) セバ : まあ~...でもそろそろ定時なんで... Seba : Maaa… demo sorosoro teiji nande… (Sakamoto Days, 4:44) (BSa) Seba : Yaah, tapi sebentar lagi jam kerjaku selesai… (Sakamoto Days, 4:44) Gambar di atas memiliki konteks sebagai berikut. Seba yang tengah berkonflik dengan Shin ingin cepat-cepat menyelesaikan pertarungannya. Ia pun menggunakan mantel tembus pandangnya agar lebih unggul dalam pertarungan dan berharap dapat dengan cepat mengalahkan Shin. Ia kemudian berkata kepada Shin bahwa waktu untuk menyelesaikan misinya tinggal sedikit lagi sehingga ia harus cepat-cepat mengalahkannya. Kata teiji pada data tersebut memiliki makna harfiah yaitu ‘waktu tertentu; waktu yang tetap’ (Tjhin Thian Shiang, 2019:554). Jenis makna yang melekat pada data tersebut adalah makna leksikal. Kata teiji diterjemahkan menjadi bentuk frasa yaitu ‘jam kerja’ oleh penerjemah, yang menurut (KBBI Daring) memiliki makna yaitu ‘waktu yang dijadwalkan bagi pegawai dan sebagainya untuk bekerja’. Terjadi pergeseran makna ketika kata teiji yang berarti ‘waktu tertentu’ diterjemahkan menjadi ‘jam kerja’ ke dalam BSa. 40 Pada data ini, pergeseran makna yang terjadi adalah penyempitan makna dari makna generik menjadi spesifik. Kata teiji dalam bahasa Jepang memiliki makna yang lebih luas ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menurut makna harfiahnya yaitu ‘waktu tertentu’. Makna dari ‘waktu tertentu’ bisa merujuk ke berbagai jenis waktu yang sudah ditentukan, seperti waktu untuk rapat, waktu untuk keberangkatan, waktu istirahat, waktu dalam pertandingan olahraga, waktu kerja, dan sebagainya. Namun, ketika diterjemahkan menjadi ‘jam kerja’, makna tersebut menjadi lebih spesifik karena ‘jam kerja’ secara spesifik merujuk pada waktu atau durasi yang dihabiskan oleh seseorang untuk bekerja. Kemudian, dalam budaya bahasa Indonesia, ‘jam kerja’ merupakan frasa umum yang dapat langsung dipahami sebagai waktu yang telah ditetapkan untuk bekerja. Teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna pada data ini adalah teknik parafrasa. Penggunaan teknik parafrasa terdapat pada kata teiji yang diterjemahkan menjadi ‘jam kerja’ agar dapat menyesuaikannya dengan padanan situasi. Penerjemah memilih untuk menerjemahkan teiji menjadi ‘jam kerja’, karena dalam di situasi tersebut, Seba memang sedang melaksanakan perintah dari bosnya, yang berarti saat ini ia memang sedang bekerja. Penerjemah memilih frasa ‘jam kerja’ agar terjemahannya sesuai dengan situasi yang terjadi dan dapat mudah dipahami oleh pembaca dalam BSa. Gambar 4.5 Seba terbaring setelah menerima tendangan Shin 41 7. (9) (BSu) セバ : あー もう動けない体いてー... Seba : Aaa mou ugokenai karada itee... (Sakamoto Days, 4:65) (BSa) Seba : Aaah, aku sudah tak bisa bergerak, badanku ngilu semua… (Sakamoto Days, 4:65) Gambar di atas memiliki konteks sebagai berikut. Seba yang sejak awal unggul dalam pertarungan melawan Shin ternyata kalah. Shin memiliki sebuah ide yang jenius, di mana ia memerintahkan Heisuke untuk menembak alarm pendeteksi kebakaran sehingga airnya menyembur keluar dan meninggalkan bercak pada mantel tembus pandang yang digunakan oleh Seba. Saat Seba terlihat, tanpa pikir panjang Shin langsung menendang dan membantingnya ke tanah. Seba pun tidak dapat bergerak lagi dan mengakui bahwa ia sudah kalah. Kata itee pada data tersebut berasal dari kata itai yang memiliki makna harfiah ‘(perasaan) sakit’ (Tjhin Thian Shiang, 2019:162). Jenis makna yang melekat pada data tersebut adalah makna leksikal. Penerjemah menerjemahkan kata itai menjadi ‘ngilu’ dalam BSa, yang menurut (KBBI Daring) memiliki makna yaitu ‘(rasa) nyeri pada tulang atau gigi’. Terjadi pergeseran makna ketika kata itai yang berarti ‘sakit’ diterjemahkan menjadi ‘ngilu’ke dalam BSa. Pada terjemahan ini, pergeseran yang terjadi adalah penyempitan makna dari makna generik menjadi makna spesifik. Kata ‘sakit’ memiliki makna yang lebih luas dan dapat merujuk ke rasa sakit di bagian tubuh manapun atau jenis penyakit apapun. Menurut kamus, kata ‘sakit’ memiliki makna harfiah yaitu ‘berasa tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena menderita sesuatu (demam, sakit perut, dan sebagainya)’ (KBBI Daring). Sedangkan, ketika diterjemahkan menjadi ‘ngilu’, maknanya menjadi lebih sempit dan hanya merujuk kepada rasa sakit di daerah tulang atau gigi. Teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna pada data ini adalah teknik parafrasa. Penerjemah 42 memparafrase kata ‘sakit’ menjadi ‘ngilu’ untuk menafsirkan bahwa Seba merasa sakit pada bagian tulangnya, karena pada adegan sebelumnya ia memang ditendang oleh Shin, sehingga ia mengalami patah tulang atau penyakit pada tulang lainnya yang menyebabkannya lumpuh. Selain teknik parafrasa, terdapat penggunaan teknik penambahan pada akhir kalimat, yaitu pada kata ‘semua’. Kata tersebut tidak terdapat pada BSu dan digunakan untuk memberikan informasi tentang Seba yang merasakan ngilu di seluruh badannya. Penerjemah memilih untuk menambahkan kata tersebut agar informasi dari teks menjadi lebih jelas dalam BSa. Gambar 4.6 Sakamoto dan Aoi berbincang di tepi kapal 8. (19) (BSu) アオイ : 覚えてる?付き合いたての頃 Aoi : Oboeteru? Tsukiai tate no koro (Sakamoto Days, 4:165) (BSa) Aoi : Apa kamu ingat? Waktu kita baru saja berpacaran (Sakamoto Days, 4:165) Gambar di atas memiliki konteks sebagai berikut. Sakamoto yang telah menyiapkan surprise untuk Aoi pada ulang tahun pernikahannya merasa kecewa karena rencananya tersebut gagal total. Kapal pesiar yang sudah ia pesan ternyata 43 sudah diambil alih oleh para pembunuh bayaran yang mengincarnya. Sakamoto memang tidak mengalami masalah sedikitpun dalam membereskan mereka. Namun, ketika hadiah dan bunga yang telah disiapkannya rusak, ia langsung merasa lemas dan sedih. Aoi pun berusaha untuk menenangkan Sakamoto dengan bercerita tentang pengalaman mereka dulu. Kata tsukiai pada kalimat tersebut memiliki makna harfiah yaitu ‘pergaulan (gaul), persahabatan, perkenalan’ (Taniguchi Goro, 2004:323). Jenis makna yang melekat pada kata tersebut adalah makna leksikal karena sudah sesuai dengan definisi kamus. Kata tsukiai diterjemahkan menjadi ‘berpacaran’ dalam BSa, yang berasal dari kata ‘pacar’ yang memiliki makna ‘teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih yang belum terikat perkawinan; kekasih (KBBI Daring). Terjadi pergeseran makna ketika kata tsukiai yang berarti ‘pergaulan; persahabatan; perkenalan’ diterjemahkan menjadi ‘berpacaran’ ke dalam BSa. Pada terjemahan ini, pergeseran yang terjadi adalah penyempitan makna dari makna generik menjadi spesifik. Kata ‘pergaulan, persahabatan, perkenalan’ memiliki makna yang lebih luas dan bisa merujuk kepada hubungan sosial atau interaksi sosial yang luas seperti hubungan antar teman, rekan kerja, keterlibatan dalam aktivitas sosial, dan komunitas. Sedangkan kata ‘pacar’ memiliki makna yang lebih sempit dan cenderung merujuk kepada suatu hubungan yang romantis antara dua orang. Hal tersebut membuat terjemahan ini mengabaikan aspek-aspek non romantis dari kata tsukiai. Teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna pada data ini adalah teknik kompensasi. Teknik kompensasi didefinisikan sebagai upaya untuk mengganti unsur-unsur bahasa dan budaya pada BSu yang tidak memiliki padanan persis dalam BSa dengan unsur lain yang dapat menyampaikan makna dan fungsi yang sama. Bahasa Indonesia mungkin tidak memiliki satu kata yang dapat menangkap keseluruhan makna yang dimiliki oleh tsukiai dalam bahasa Jepang. Oleh karena itu, penerjemah memilih kata yang paling dekat dan paling relevan dengan konteks yang dimaksud, yaitu ‘berpacaran’. Kemudian, dalam konteks ini Sakamoto dan Aoi sudah dikonfirmasi sebagai suami 44 istri sehingga mendukung penerjemah dalam menggunakan kata tersebut. Penulis merasa penggunaan teknik kompensasi dalam data ini cukup baik, karena meskipun bahasa Indonesia tidak memiliki padanan yang cukup tepat untuk kata tersebut, hasil terjemahan dalam data ini tetap baik dan berterima. Gambar 4.7 Wutang menawarkan sebuah solusi kepada Sakamoto 9. (20) (BSu) ウータン : 貴様らにはお嬢をかけてマフィア流で勝負をして もらう Wutang : Kisamara ni wa ojou o kakete mafia ryu de shoubu o shite morau! (Sakamoto Days, 4:182) (BSa) Wutang : Kita duel gaya mafia dengan mempertaruhkan nona (Sakamoto Days, 4:182) Gambar di atas memiliki konteks sebagai berikut. Sosok yang terlihat pada gambar tersebut adalah Wutang, yang merupakan seorang penasihat dari organisasi mafia milik keluarga Lu yang datang ke Jepang untuk menjemputnya dengan tujuan menjadikannya ketua mafia. Lu yang sekarang sudah menjadi karyawan di toko Sakamoto tidak mau lagi berurusan dengan dunia mafia yang sudah lama ia tinggalkan. Sakamoto yang merasa khawatir pun berusaha untuk melindungi 45 karyawannya tersebut. Setelah berdiskusi panjang lebar, Wutang akhirnya memiliki sebuah solusi yaitu dengan melakukan permainan bergaya mafia dengan seorang Lu sebagai taruhannya. Frasa shoubu o shite pada data tersebut merupakan gabungan dari kata shoubu yang memiliki makna harfiah yaitu ‘menang atau kalah; penentuan pemenang’ (Tjhin Thian Shiang, 2019:492), dengan kata suru sebagai penanda kata kerja. Jika diterjemahkan secara utuh sesuai dengan kamus, kata shoubu o suru memiliki makna yaitu ‘menentukan menang atau kalah’ (Tjhin Thian Shiang, 2019:492). Jenis makna yang melekat pada frasa ini adalah makna gramatikal karena terjadi proses gramatikal dalam pembentukan frasa shoubu o shite. Penerjemah menerjemahkan frasa shoubu o shite menjadi ‘duel’ dalam BSa, yang memiliki makna harfiah yaitu ‘perkelahian antara dua orang untuk menyelesaikan persoalan (dengan pedang atau pistol, di tempat dan pada waktu yang telah ditetapkan); perang tanding’ (KBBI Daring). Terjadi pergeseran makna ketika frasa shoubu o shite yang berarti ‘menentukan menang atau kalah’ diterjemahkan menjadi ‘duel’ ke dalam BSa. Pada data ini, pergeseran makna yang terjadi adalah penyempitan makna dari makna generik menjadi spesifik. Frasa shoubu o suru dalam bahasa Jepang memiliki makna yang lebih luas ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu ‘menentukan menang atau kalah’, yang kemudian penulis tafsirkan sebagai ‘melakukan pertandingan’ atau ‘berkompetisi’. Makna dari kata ‘menentukan menang atau kalah’ bisa merujuk ke berbagai macam konteks seperti permainan, perlombaan, pertandingan, pertarungan, perang, dan sebagainya. Namun, ketika diterjemahkan menjadi ‘duel’, makna tersebut menjadi lebih spesifik karena makna dari kata ‘duel’ hanya mengacu pada satu hal yaitu pertarungan atau pertempuran satu lawan satu yang seringkali memiliki konotasi sangat serius dan berbahaya, seperti duel pedang atau duel tembak. Teknik terjemahan yang digunakan oleh penerjemah sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran makna pada data ini adalah teknik kompresi. Secara harfiah, shoubu o suru berarti ‘menentukan menang atau kalah’ atau bisa juga ditafsirkan sebagai ‘berkompetisi’, namun penerjemah memilih untuk menggunakan kata yang 46 lebih singkat dan sering digunakan agar hasil terjemahannya lebih mudah dipahami. Meskipun begitu, penulis merasa bahwa penggunaan kata ‘duel’ pada data ini kurang tepat karena jumlah orang yang berkompetisi pada pertandingan tersebut ada empat, yaitu Sakamoto, Shin, dan Lu yang akan melawan Wutang seorang, sedangkan ‘duel’ adalah pertandingan satu lawan satu. Penulis menyarankan penggunaan kata ‘kompetisi’ atau ‘pertandingan’ sebagai pengganti dari kata ‘duel’ agar hasil terjemahan tidak mengalami penyimpangan makna dalam BSa. Gambar 4.8 Lu menyadari sesuatu tentang Wutang 10. (22) (BSu) ルー : やばいヨ...!ウータン戦闘は弱いけど... Lu : Yabai yo...! Wutang sentou wa yowai kedo... (Sakamoto Days, 4:187) (BSa) Lu : Gawat, yo! wutang nggak jago berantem… (Sakamoto Days, 4:187) Gambar di atas memiliki konteks sebagai berikut. Sesaat sebelum melakukan kompetisi melawan Wutang di kasino, Shin dan Sakamoto baru ingat bahwa mereka tidak mengerti peraturan dari kompetisi tersebut. Lu juga menyadari bahwa Wutang 47 memang tidak pandai bertarung, sehingga kompetisi yang dimaksud bukanlah pertarungan. Lu kemudian teringat bahwa Wutang merupakan seseorang yang sangat jenius dan dapat membuat posisi mereka dalam bahaya dengan permainan dan ide-ide liciknya. Kata yowai pada data tersebut memiliki makna harfiah yaitu ‘lemah; tidak kuat’ (Tjhin Thian Shiang, 2019:653). Jenis makna yang melekat pada data tersebut adalah makna leksikal. Penerjemah menerjemahkan kata yowai menjadi ‘nggak jago’ atau yang biasa ditafsirkan dengan kata yang lebih baku yaitu ‘tidak jago’ dalam BSa. Kata ‘jago’ memiliki makna harfiah yaitu ‘hebat; mahir’ (KBBI Daring). Jika di lihat secara harfiah, frasa ‘nggak jago’ memiliki makna yaitu tidak hebat atau tidak mahir. Terjadi pergeseran makna ketika kata yowai yang berarti ‘lemah’ diterjemahkan menjadi ‘nggak jago’ ke dalam BSa. Pada data ini, pergeseran makna yang terjadi adalah penyempitan makna dari makna generik menjadi spesifik. Kata yowai dalam bahasa Jepang memiliki makna yang lebih luas dan umum ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu ‘lemah’. Makna dari kata ‘lemah’ bisa merujuk ke berbagai konteks seperti lemah fisik, lemah mental, lemah dalam keterampilan, lemah dalam berpiki