Metode Riset Visual PDF: Pringgitan Dalem Pura Mangkunegaran

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Summary

This document details the visual research method used for analysis of Pura Mangkunegaran located in Surakarta, Java Central. It explores the architecture, history, and significant symbolism of the building.

Full Transcript

Nama : Firza shofia NIM : C0922019 Kelas : A MATAKULIAH METODE RISET VISUAL PRINGGITAN DALEM PURA MANGKUNEGARAN SURAKARTA Metode riset visual adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berfokus pada analisis dan interpretasi data visual, sepe...

Nama : Firza shofia NIM : C0922019 Kelas : A MATAKULIAH METODE RISET VISUAL PRINGGITAN DALEM PURA MANGKUNEGARAN SURAKARTA Metode riset visual adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berfokus pada analisis dan interpretasi data visual, seperti gambar, foto, dan lain-lain. Metode ini biasanya di gunakan untuk memahami makna yang signifikan dari data visual dalam konteks sosial budaya dan historis. Pura mangkunegaran adalah sebuah bangunan yang terletak di Surakarta, jawa tengah, memiliki pendopo terluas di Indonesia. Pura mangkunegaran ini merupakan salah satu contoh arsitektur jawa yang unik dan memiliki sejarah Panjang. Pura mangkunegaran di bangun oleh oleh pangeran sambernyawa (raden mas said) karena nyambar nyawa orang waktu perang sama belanda. Lalu pangeran sambernyawa di kenal sebagai mangkunegaran I. Kenapa di angkat sebagai mangkunegaraan I karena kegigihannya melawan para penjajah. Era pembangunan mangkunegraan terjadi pada tahun 17 maret 1757 atau bertepatan hari sabtu legi tanggal 5 jumadilawal, tahun alip windu kuntara, tahun jawa 1638, di lakukan penandatanganan perjanjian salatiga antara sunan pakubuwana III dengan raden mas said atau pangeran samber nyawa disaksikan oleh perwakilan sultan hamengkubuwana 1 dan VOC. Waktu pertama kali dibangun, mangkunegaran I belum tinggal sini, tetapi tinggal dipasar legi. Mangkunegraan I pindah saat adanya perjanjian salatiga tentang pembagian wilayah. Selama abad ke-18 pura mangkunegaraan menjadi pusat kekuasaan dan kebudayaan jawa di Surakarta. Sebelum memasuki wilayah pura mangkunegaran akan di sambut dengan gerbang berwarna hijau yang terlihat simple. Didalam pura mangkunegaraan juga terdapat Gedung kavaleri-artileri yang dulu di gunakan sebagai markas pasukan khusus berkuda mangkunegaraan. Namun saat jepang masuk ke Indonesia kosong karena semua kuda dan senjata di bawa oleh jepang dan sekarang menjadi rumah abdi dalem. Di bangun 1874 dengan model green army prancis ( pasukan elit dari prancis ). Saat memasuki wilayah pendhopo ageng biasanya di gunakan untuk upacara adat dan kadang mingguannya ada gamelan dan adanya peraturan untuk melepas sepatu sebelum memasuki wilayah pendhapa ageng tersebut. Begitu memasuki joglo pendhapa ageng terdapat patung singa emas yang barter dengan kerajaan jerman menggunakan kain batik motif parang. Patung singa ini melambangkan kerajaan keraton mangkunegaran. Lampu yang ada di pendapa ageng bernama lampu gobyong tahun 1862 dari kuningan yang memiliki gaya rokoko prancis louis XV era mangkunegaraan IV. Tiang yang terdapat di pendapa ini ada 4 dengan bahan kayu jati tingginya 11m dan memiliki mitos siapa yang bisa meluk tiang ini dengan tangan yang menempel bisa meraih kesuksesan. Lalu ada area keputren atau balewarni yang di tinggali putri-putri keturunan mangkunegaran. Di bale warni ini terdapat beberapa kamar yang merupakan kamar putri. Dan ada Namanya bale peni untuk putra mangkunegaran. Bale peni ini tempatnya lebih privat di bandingkan putri karena di situlah raja tinggal. Di dalam sini juga terdapat taman yang indah dan segar. Lalu ada pracimoyoso di gunakan sebagai tempat pertemuan dengan kursi gaya eropa. Di samping pracimoyoso terdapat ruang makan bagi para keluarga mangkunegraan dengan khasnya prasmanan dengan dapur ada di sebelahnya. Pringgitan berasal dari kata papan dan ringgit itu adalah wayang kulit dan bangunan ini berbentuk kuthuk ngambang ( ikan gabus ), sebuah model dalam arsitektur tradisional yang memiliki bentuk segi empat dengan denah empat sisinkonsep mata angin pat-ju-pat (empat sisi).. Di bangun pada tahun 1866. Pringgitan pura mangkunegaraan adalah sebuah bangunan yang terletak di tengah pura mangkunegaraan dan menjadi saksi bisu jalannya prosesi pernikahan sarwana dan menur yang penting dan sakral. Pringgian ini biasanya di gunakan sebagai tempat pertemuan dan upacara adat atau meditasi. Pringgitan adalah area yang terletak di antara pendhopo ( bangunan utama depan) dengan dalem (rumah, atau tempat tinggal). Pringgitan pura mangkunegaraan memiliki arsitektur yang unik dan mencerminkan gaya jawa tradisional. Struktur pringitan ini memiliki bangunan berupa limasan yang menambah keunikan ini. Pringgitan pura mangkunegaran merupakan sebuah beranda terbuka berukuran 21,5m X 15,5m. Lantai dan lampu gantung pringgitan pura mangkunegaran sendiri di impor dari eropa langsung. Dan adanya ukiran di setiap bangunan yang terbuat dari kayu jati asli pada masanya. Ukiran yang ada di pringgitan ini terdapat lambang MN yang berarti mangkunegaran dan terdapat ukiran dari sulur-suluran (flora), seperti burung (fauna) dan bentuk semacam vas atau wadah. Ketiga unsur ini saling bertaut dan menyambung satu dengan lain. Ukiran ini ada sejak era mangkunegraan IV. Bentuknya seperti banner dan di penuhi dengan ornament gaya klasik. Banner ornament ini menampilkan gaya rococo yang masih kental. Gaya rococo mulai berkembang abad ke 18 pengembangan dengan seni dari gaya barok. Pengembangan ini ada pada kreasi ornament sulur-suluran yang terlihat abstrak dan menimbulkan kesan simetris. Logo MN pada pura mangkunegaran ini memiliki makna yang mendalam. Logo mahkota melambangkan kekuasaan dan kehormatan kerajaan atau menunjukkan status pura mangkunegaran yang di hormati. Padi dan kapas mewakili kemakmuran dan kesejahteraan yang mencerminkan harapan dan sandang bagi masyarakat. Untuk warna khas mangkunegaran adalah hijau dan kuning atau Namanya pare anom. Hijau sendiri melambangkan ciri khas dari petani seperti menghargai dewi padi. Kuning melambangkan simbol kejayaan (glory). Tiang ukir di pringgitan ini dibuat pada era mangkunegaran VII. Fungsi dari tiang ini adalah sebagai penyangga namun hanya sebagai hiasan. Dulu sebelum ada tiang ukir ini sudah ada tiang lain yang berfungsi sebagai hiasan dari periode sebelumnya yang berbentuk tiang Corinthian. Tiang ini memiliki motif ukiran yang mirip dengan tiang di serambi masjid agung demak. Motif ini kemungkinan dipilih karena RM surya suparta (mangkunegaran VII ) pernah tinggal di demak sebagai mantri kabupaten dari tahun 1903-1906. Hal itu sesuai dengan selera mangkunegaran VII yang merupakan seseorang yang tertarik dengan kebudayaan jawa. Dan tiang-tiang di serambi masjid dibawa dari majapahit. Di depan pringgitan pura mangkunegaraan terdapat beberapa ikon seperti patung yang depan berasal dari china dan yang belakang dari Yunani yang secara fungsi di gunakan sebagai vas bunga saat ada acara. Di Pringgitan ini dapat dilihat arca-arca hias yang mengambil model orang Eropa. Wajah Eropa ini dapat dilihat dari raut muka, bentuk mata, rambut yang ikal seperti pada gambar di atas. Di Pringgitan ini dapat dilihat kerangka, gawangan, pintu yang dibuat semasa Mangkunegaran IV dan VII yang masing-masing mempunyai tanda, inisial”MN” Sebelum tahun 1916 bagian kanan kiri pringgitan merupakan garis lurus dan masing-masing bagian terdapat dua buah pintu. Di atas pintu tersebut terdapat motif krawangan. Lantai pringgitan sendiri lebih tinggi dari lantai paretan dan di buat dari marmer. di dalam pringgitan ini terdapat ceruk kanan dan kiri berbentuk seperti setengah lingkaran. Ceruk pringgitan ini berwana hijau muda. Yang memiliki fungsi sebagai pergantian cahaya dari sinar matahari. Dengan lampu khas dari prancis. Seluruh lampu gantung yang terdapat di Keraton Mangkunegaran berlanggam art nouveau terlihat dari banyaknya detail sulur yang melekat pada lampu tersebut. Langgam Art Nouveau pada abad 18-19 sedang terkenal di Eropa, sehingga dibawa oleh orang Belanda yang menetap di Indonesia. Dinding kayu tersebut terdiri dari lima bidang kayu yang setiap bidangnya terdiri dari dua papan kayu. Bidang membujur nomor dua dan empat dari kanan berupa kaca, sedangkan bidang nomor 1 dan nomor 5 berukir krawangan dengan motif sulur gelung dan dicat keemasan. Di tengah relief sulur gelung terdapat dua buah tangkai daun berwarna hijau yang membentuk setengah lingkaran, Di tengah relief lingkaran terdapat relief sebuah mahkota dicat merah dan di bawah relief mahkota terdapat huruf MN IV berwarna merah. Pada bidang membujur nomor 3 dari kanan (paling tengah) terdapat hiasan sejenis, bentuk sulur gelung dan mahkota berbeda dengan yang terdapat pada kedua bidang nomor satu dan nomor lima dan di bawah mahkota terdapat huruf MN VII. Pringgitan ini di gunakan sebagai tempat pertunjukan wayang kulit dan untuk menerima tamu. Di dalam pringgitan juga terdapat beberapa lukisan karya basuki Abdullah. Atap pringgitan ini berbentu limasan dengan bahan genteng kayu sirap. Didalam pringgitan, tepatnya di pintu menuju dalem ageng juga terdapat ukiran ala rococo dengan titik sentral monogram MN IV. Monogram ini masih diapit dengan daun serta mahkota gaya belanda. Dalem Ageng terletak di sebelah utara pringgitan. Di antara pringgitan dan dalem ageng terdapat dinding tembok yang mempunyai tiga pintu kayu berwarna hijau muda. Pintu lebih besar dari pintu yang bagian tengah berukuran lebih besar dari pintu yang lain. Dalem ageng berukuran 36,5 m X 27,5 m. Lantai dalem ageng berupa marmer dan lebih tinggi dari lantai pringgitan. Dalem ageng mempunyai tujuh ruang tertutup yang terletak di sisi utara membujur dari barat-timur. Pembatas ruang tersebut dibuat dari kayu yang dicat hijau muda. Setiap ruang mempunyai sebuah pintu pada sisi selatan kecuali ruang paling tengah. Atap dalem ageng berkonstruksi limasan dengan bahan sirap. Pada langit-langit dalem ageng dihias dengan motif modhang namun lebih sederhana daripada yang terdapat pada langit-langit pendapa. Di sebelah selatan ruang tertutup dahulu digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara.resmi, sekarang digunakan untuk menyimpan barang- barang koleksi Mangkunegaran. Dua ruang dalem ageng berfungsi untuk tempat tidur, dan empat ruang berfungsi untuk menyimpan pusaka. Ruang yang paling tengah disebut petanen yaitu tempat untuk memuja Dewi Sri. Dua ruang di sebelah kanan kiri petanen disebut sentong dan dua buah ruang di sebelah kanan kiri sentong disebut dempil. Dalem ageng juga di sebut museum karena menyimpan banyak benda koleksi mangkunegaraan, seperti memamerkan petanen(tempat bersemanyam dewi sri) yang berlapiskan tenunan sutra, keris pedang, perhiasan, pakaian, medali-medali, perlengkapan wayang, uang logam, gambar adipati, miniature dan lain-lain. Di dalem ageng juga terdapat koleksi topeng-topeng tradisional dari berbagai daerah Indonesia, kitab- kitab kuno dari jaman majapahit dan mataram, koleksi berbagai perhiasan emas dan koleksi potret mangkunegaran. Di dalem ageng ini tidak boleh di foto karena termasuk kamar pribadi dan hanya boleh melihat sekilas saja dan biasanya di gunakan untuk meditasi. Di dalem ageng ini terdapat krobogan yaitu ruangan yang di gunakan untuk menaruh sesaji yang di tunjukkan kepada dewi sri ( dewi padi). Setelah keluar dari dalem ageng bisa bebas langsung memakai sepatu. DAFTAR PUSTAKA Andini, N. (oct 08, 2023). Arsitektur Barat Dan Bangunan Pura Mangkunegaran. 19-28. Arywono, B. (10 dec 22). Sejarah Pura Mangkunegaran. Erisya Pebrianti, T. Y. (n.d.). Akulturasi Kebudayaan Eropa Jawa pada Arsitektur Pura Mangkunegaran sebagai Pengembangan Materi Sejarah Kebudayaan. 1-18. Fajrul Fadli, A. F. (2019). Kompeksitas Ragam Hias dalam Rancang Arsitektur Pura Mangkunegaran Surakarta. 375-389. Meidinata, N. (12 desember 2022). Mengintip Isi Pura Mangkunegaran Solo dengan Pendopo Terluas di Indonesia. prasetyo, h. (30 desember 2022). Selayang Pandang Bangunan Pura Mangkunegaran. Keraton: Journal of History Education and Culture Vol. 4., No2, Desember 2022,pp, 55-61. Ridwan Arbai Yusron, I. S. (2020). IDENTIFIKASI PENERAPAN ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA STUDI KASUS PENDHAPA PURA MANGKUNEGARAN SURAKARTA. 454-462. Sugihardiyah, R. (29 mei 2008). Bangsal Pringgitan Mangkunegaran. Wollheim, R. (1980). Art and Its Objects.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser