A-Z Sindrom Down PDF

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Document Details

Airlangga University

2019

IRWANTO, HENRY WICAKSONO, AINI ARIEFA, SUNNY MARIANA SAMOSIR

Tags

Sindrom Down genetic disorder medical book health

Summary

This book details the A-Z guide on Down Syndrome, a genetic disorder affecting children and teenagers. It contains information on the causes, symptoms, and management of the condition.

Full Transcript

Copyright @ Airlangga University Press Sindrom Down (SD) merupakan kelainan genetik trisomi di mana terdapat tambahan pada kromosom 21. Kelainan ini paling sering terjadi dan paling mudah diidentifikasi. Insiden SD diperkirakan 1:800–1000 kelahiran. Anak SD sering disertai dengan kelainan di bidang...

Copyright @ Airlangga University Press Sindrom Down (SD) merupakan kelainan genetik trisomi di mana terdapat tambahan pada kromosom 21. Kelainan ini paling sering terjadi dan paling mudah diidentifikasi. Insiden SD diperkirakan 1:800–1000 kelahiran. Anak SD sering disertai dengan kelainan di bidang jantung dan pembuluh darah, hormon, pendengaran, penglihatan, tulang, dan keganasan. Perkembangan anak SD berbeda dengan perkembangan anak sehat. Ekspresi pada kromosom berlebih menyebabkan penurunan jumlah sel saraf pada sistem saraf pusat, keterlambatan mielinisasi, gangguan pengaturan siklus sel, dan produksi protein berlebih serta neurotransmisi yang tidak normal. Beberapa kondisi tersebut menyebabkan gangguan kognitif, komunikasi, konsentrasi, memori, kemampuan melaksanakan tugas, perkembangan motorik, dan kontrol tubuh. Oleh karena itu, untuk mencapai kualitas hidup dan potensi maksimal, diperlukan optimalisasi dengan identifikasi dini dan penanganan multidisipliner dari berbagai disiplin ilmu dengan tujuan yaitu memaksimalkan kompetensi di seluruh domain perkembangan serta untuk mencegah dan meminimalkan keterlambatan. Proses intervensi ini juga membantu keluarga untuk menghadapi tantangan sehari-hari di rumah dan di masyarakat. ISBN 978-602-473-163-2 9 786024 731632 Copyright @ Airlangga University Press Sindrom Down (SD) merupakan kelainan genetik trisomi di mana terdapat tambahan pada kromosom 21. Kelainan ini paling sering terjadi dan paling mudah diidentifikasi. Insiden SD diperkirakan 1:800–1000 kelahiran. Anak SD sering disertai dengan kelainan di bidang jantung dan pembuluh darah, hormon, pendengaran, penglihatan, tulang, dan keganasan. Perkembangan anak SD berbeda dengan perkembangan anak sehat. Ekspresi pada kromosom berlebih menyebabkan penurunan jumlah sel saraf pada sistem saraf pusat, keterlambatan mielinisasi, gangguan pengaturan siklus sel, dan produksi protein berlebih serta neurotransmisi yang tidak normal. Beberapa kondisi tersebut menyebabkan gangguan kognitif, komunikasi, konsentrasi, memori, kemampuan melaksanakan tugas, perkembangan motorik, dan kontrol tubuh. Oleh karena itu, untuk mencapai kualitas hidup dan potensi maksimal, diperlukan optimalisasi dengan identifikasi dini dan penanganan multidisipliner dari berbagai disiplin ilmu dengan tujuan yaitu memaksimalkan kompetensi di seluruh domain perkembangan serta untuk mencegah dan meminimalkan keterlambatan. Proses intervensi ini juga membantu keluarga untuk menghadapi tantangan sehari-hari di rumah dan di masyarakat. ISBN 978-602-473-163-2 9 786024 731632 Copyright @ Airlangga University Press Copyright @ Airlangga University Press Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta: (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Copyright @ Airlangga University Press Copyright @ Airlangga University Press A-Z Sindrom Down Irwanto, dkk. Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog Dalam Terbitan (KDT) Irwanto. A-Z Sindrom Down/Irwanto, dkk. -- Surabaya: Airlangga University Press, 2019. xii, 102 hlm. ; 23 cm ISBN 978-602-473-163-2 1. Sindrom Down. I. Judul. 616.858 842 Penerbit Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya 60115 Telp. (031) 5992246, 5992247 AIRLANGGA UNIVERSITY PRESS Fax. (031) 5992248 No. IKAPI: 001/JTI/95 E-mail: [email protected] No. APPTI: 001/KTA/APPTI/X/2012 AUP 846.04/06.19 Layout: Sarah; Cover: Erie Dicetak oleh: Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga (AUP) (OC 283/06.19/AUP-B2E) Cetakan pertama — 2019 Dilarang mengutip dan/atau memperbanyak tanpa izin tertulis dari Penerbit sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun. Copyright @ Airlangga University Press PRAKATA Alhamdulillahi Robbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga buku “A-Z Sindrom Down” dapat diterbitkan. Sindrom Down merupakan salah satu kelainan genetik penyebab terbanyak disabilitas intelektual pada anak. Anak dengan Sindrom Down sering memiliki kelainan medis multiorgan, antara lain di bidang jantung, endokrin, pendengaran, penglihatan, tulang dan sendi, hipotonia, serta keganasan. Intelligence Quotients (IQ) mengalami penurunan dari tahun pertama ke masa kanak- kanak seiring dengan perlambatan perkembangan. Anak dengan Sindrom Down mengalami perlambatan perkembangan motorik dibandingkan anak normal. Perkembangan bahasa, terutama bahasa ekspresif juga cenderung mengalami perlambatan yang signifikan. Selain itu, anak dengan Sindrom Down tidak memiliki orientasi sosial seperti layaknya anak normal. v Copyright @ Airlangga University Press Diperlukan pemahaman secara mendalam dan holistik mengenai kelainan ini karena anak dengan Sindrom Down memiliki karakteristik khusus dari segi fisik maupun perkembangan. Untuk memfasilitasi para profesional medis, orang tua, maupun pemerhati Sindrom Down, maka penulis menyusun buku dengan judul “A–Z Sindrom Down”. Dalam buku ini akan dikupas tuntas serba-serbi mulai definisi Sindrom Down, penyebab, faktor risiko serta gambaran klinis dari aspek medis serta bagaimana mengevaluasi dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan Sindrom Down. Diharapkan buku ini dapat bermanfaat sebagai acuan dalam memberikan diagnosis, penanganan, serta asuhan pada anak Sindrom Down, baik untuk orang tua maupun tenaga medis yang terlibat. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan buku ini. Saran dan kritik yang membangun akan sangat kami nantikan demi perbaikan buku ini ke depannya. Surabaya, Mei 2019 Penulis vi A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press DAFTAR ISI PRAKATA............................................................................................. v DAFTAR ISI........................................................................................... vii BAB 1 MENGENAL SINDROM DOWN 1.1 Definisi Sindrom Down.......................................... 1 1.2 Sejarah Singkat Sindrom Down........................... 2 1.3 Insiden Sindrom Down........................................... 3 BAB 2 KLASIFIKASI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO SINDROM DOWN 2.1 Klasifikasi Sindrom Down..................................... 6 2.2 Etiologi Sindrom Down.......................................... 7 2.3 Faktor Risiko Sindrom Down................................ 9 2.4 Karakteristik Fisik Anak Sindrom Down............ 11 vii Copyright @ Airlangga University Press BAB 3 KELAINAN KROMOSOM DAN GEN PADA SINDROM DOWN 3.1 Kelainan Kromosom Sindrom Down................... 13 3.2 Kelainan Jumlah Kromosom (Aneuploidi)......... 14 3.3 Kelainan Struktur Kromosom............................... 16 3.4 Mutasi Genetik Sindrom Down............................ 17 3.5 Sindrom Down Trisomi 21 Klasik......................... 18 3.6 Sindrom Down Translokasi................................... 19 3.7 Sindrom Down Mosaik........................................... 19 3.8 Gen yang Berpengaruh pada Sindrom Down..... 20 BAB 4 SKRINING DAN DIAGNOSIS SINDROM DOWN 4.1 Skrining dan Diagnosis Sindrom Down.............. 23 4.2 Diagnosis Prenatal................................................... 24 4.3 Diagnosis Postnatal................................................. 26 BAB 5 MASALAH KESEHATAN ANAK SINDROM DOWN 5.1 Masalah Jantung dan Pembuluh Darah (Kardiovaskular)...................................................... 31 5.2 Masalah Endokrin/Hormon................................... 32 5.3 Masalah Kelainan Darah (Hematologi) dan Onkologi............................................................ 34 5.4 Masalah Saluran Cerna........................................... 35 5.5 Infeksi dan Gangguan Sistem Pertahanan Tubuh. 36 5.6 Masalah Neurologi.................................................. 36 5.7 Gangguan Telinga, Hidung dan Tenggorokan.. 37 5.8 Gangguan Penglihatan........................................... 38 BAB 6 PERTUMBUHAN ANAK DENGAN SINDROM DOWN 6.1 Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down...... 39 6.2 Langkah-Langkah Pengukuran Antopometri.... 43 BAB 7 PERKEMBANGAN ANAK DENGAN SINDROM DOWN 7.1 Perkembangan Kognitif.......................................... 63 7.2 Perkembangan Bahasa............................................ 64 7.3 Perkembangan Motorik.......................................... 67 viii A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press 7.4 Perkembangan Sensoris.......................................... 71 7.5 Perkembangan Sosial.............................................. 71 BAB 8 INTERVENSI TUMBUH KEMBANG ANAK DENGAN SINDROM DOWN 8.1 Definisi dan Waktu Pemberian Intervensi.......... 74 8.2 Intervensi Motorik................................................... 76 8.3 Interactive Focused Stimulation................................. 79 8.4 Program Literasi Dini untuk Anak dengan Sindrom Down......................................................... 80 8.5 Terapi Oral Motor................................................... 82 8.6 Intervensi Sensoris.................................................. 83 8.7 Pijat Bayi.................................................................... 84 8.8 Terapi Sensoris Integrasi......................................... 85 8.9 Terapi Okupasi......................................................... 86 LAMPIRAN.......................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 93 Daftar Isi ix Copyright @ Airlangga University Press DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Angka kejadian Sindrom Down berkaitan dengan usia ibu saat kehamilan............................. 4 Tabel 2.1 Karakteristik fisik yang dapat dijumpai pada Sindrom Down........................................................... 12 Tabel 3.1 Analisis kariotipe terhadap 22 kasus Sindrom Down........................................................... 17 Tabel 4.1 Teknik umum yang digunakan untuk diagnosis Sindrom Down.......................................................... 27 Tabel 7.1 Perbedaan tingkat pencapaian perkembangan anak dengan Sindrom Down dan anak sehat....... 62 Tabel 7.2 Perbandingan perkembangan bahasa anak Sindrom Down dan anak dengan perkembangan normal.............................................. 67 Tabel 7.3 Perbandingan perkembangan motorik anak Sindrom Down dan anak dengan perkembangan normal........................................................................ 70 x Copyright @ Airlangga University Press DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Susunan kromosom trisomi 21............................ 2 Gambar 1.2 Hubungan kejadian Sindrom Down dengan usia ibu saat hamil................................................. 4 Gambar 2.1 Translokasi kromosom 21..................................... 7 Gambar 3.1 Proses meiosis (a) Proses meiosis normal, (b) Terjadi kesalahan pada meiosis I, (c) Terjadi kesalahan pada meiosis II..................................... 18 Gambar 5.1 Brushfield spots......................................................... 38 Gambar 6.1 Cara mengukur lingkar kepala dan ubun-ubun besar......................................................................... 46 Gambar 6.2 Grafik berat badan menurut umur untuk anak laki-laki Sindrom Down usia 0-36 bulan.. 47 Gambar 6.3 Grafik panjang/tinggi badan menurut umur untuk anak laki-laki Sindrom Down usia 0-36 bulan........................................................ 48 Gambar 6.4 Grafik lingkar kepala menurut umur untuk anak laki-laki Sindrom Down usia 0-36 bulan............ 49 xi Copyright @ Airlangga University Press Gambar 6.5 Grafik berat badan terhadap panjang atau tinggi badan untuk anak laki-laki Sindrom Down usia 0-36 bulan............................ 50 Gambar 6.6 Grafik berat badan terhadap umur untuk anak perempuan Sindrom Down usia 0-36 bulan...... 51 Gambar 6.7 Grafik panjang atau tinggi badan terhadap umur untuk anak perempuan Sindrom Down usia 0-36 bulan........................................................ 52 Gambar 6.8 Grafik lingkar kepala terhadap umur untuk anak perempuan Sindrom Down usia 0-36 bulan........................................................ 53 Gambar 6.9 Grafik berat badan terhadap panjang atau tinggi badan untuk anak perempuan Sindrom Down usia 0-36 bulan............................ 54 Gambar 6.10 Grafik berat badan terhadap umur untuk anak laki-laki Sindrom Down usia 2-20 tahun.... 55 Gambar 6.11 Grafik tinggi badan terhadap umur untuk anak laki-laki Sindrom Down usia 2-20 tahun.... 56 Gambar 6.12 Grafik lingkar kepala terhadap umur untuk anak laki-laki Sindrom Down usia 2-20 tahun.... 57 Gambar 6.13 Grafik berat badan terhadap umur untuk anak perempuan Sindrom Down usia 2-20 tahun.. 58 Gambar 6.14 Grafik tinggi badan terhadap umur untuk anak perempuan Sindrom Down usia 2-20 tahun........ 59 Gambar 6.15 Grafik lingkar kepala terhadap umur untuk anak perempuan Sindrom Down usia 2-20 tahun.......... 60 Gambar 8.1 Anak Sindrom Down tanpa plat stimulasi (kiri); Anak yang sama dengan plat stimulasi (kanan).. 82 Gambar 8.2 Gambar skematik anak dengan otot oral fasial hipotonus dan lidah protrusi (kiri); Gambar skematik anak dengan otot oral fasial hipotonus yang diberi plat stimulasi (kanan).... 83 xii A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press BAB 1 MENGENAL SINDROM DOWN 1.1 DEFINISI SINDROM DOWN Sindrom Down (SD) merupakan suatu kelainan genetik yang paling sering terjadi dan paling mudah diidentifikasi. SD atau yang lebih dikenal sebagai kelainan genetik trisomi, di mana terdapat tambahan kromosom pada kromosom 21. Kromosom ekstra tersebut menyebabkan jumlah protein tertentu juga berlebih sehingga mengganggu pertumbuhan normal dari tubuh dan menyebabkan perubahan perkembangan otak yang sudah tertata sebelumnya.1 Selain itu, kelainan tersebut dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan fisik, ketidakmampuan belajar, penyakit jantung, bahkan kanker darah/leukemia.2,3 Kelainan ini sama sekali tidak berhubungan dengan ras, negara, agama, maupun status sosial ekonomi.1,4,5 1 Copyright @ Airlangga University Press Gambar 1.1 Susunan kromosom trisomi 21. Ekstra materi genetik inilah yang menyebabkan banyak karakteristik fisik dan masalah kesehatan pada anak dengan Sindrom Down. (Sumber: Evans-Martin FF, 2009) 1.2 SEJARAH SINGKAT SINDROM DOWN Pada tahun 1866, John Langdon Down, seorang dokter berkewarganegaraan Inggris, menulis sebuah esai berjudul “Observation on an ethnic classification of idiots” di mana ia mendeskripsikan sekelompok anak dengan penampakan umum yang berbeda dari anak lain yang mengalami retardasi mental dan selanjutnya disebut sebagai mongolism atau mongolia idiocy. Istilah ini dibuat berdasarkan persepsi bahwa anak-anak tersebut mempunyai karakteristik wajah yaitu berupa lipatan epicantus yang sama dengan ras Blumenbach di Mongolia.1,5,6 Dengan berkembangnya penemuan teknik pemeriksaan kariotipe, pada tahun 1959, Profesor Jerome Lejeune menemukan bahwa SD disebabkan oleh ekstra kromosom pada kromosom 21 yang selanjutnya disebut sebagai trisomi 21.5,6 2 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press Pada tahun 1961, 19 orang peneliti genetik merekomendasikan pada majalah The Lancet agar nama yang memalukan dan mempunyai konotasi negatif tersebut diganti. The Lancet lalu menggunakan nama Down’s Syndrome. Pada tahun 1965, WHO secara resmi menghentikan penggunaan istilah mongolism atas permintaan delegasi dari Mongol.6 Pada tahun 1975, the United States National Institute of Health merekomendasikan untuk menghilangkan tanda (’) karena pemberi nama bukanlah pemilik dari kelainan tersebut. Oleh sebab itu, sejak saat itu hingga sekarang, istilah yang digunakan yaitu Down Syndrome.6 1.3 INSIDEN SINDROM DOWN Insiden kejadian SD diperkirakan 1 di antara 800-1000 kelahiran. Frekuensi kejadian SD di Indonesia adalah 1 dalam 600 kelahiran hidup. Di seluruh dunia, prevalensi keseluruhan adalah 10 SD per 10.000 kelahiran hidup, meskipun dalam tahun terakhir angka ini telah meningkat. Insiden penderita SD dilaporkan meningkat di Finlandia yakni sebesar 1/364 kelahiran, Dubai 1/449, dan Belanda 1/625.7-9 Prevalensi SD tergantung pada beberapa variabel sosial- budaya.10 Di beberapa negara di mana aborsi merupakan tindakan ilegal seperti Irlandia dan Uni Emirat Arab, prevalensi SD lebih tinggi. Sebaliknya, di Prancis, prevalensi SD rendah. Hal ini mungkin disebabkan karena persentase penghentian kehamilan yang tinggi pada anak dengan terdeteksi SD. Di Belanda, data terbaru dari prevalensi SD adalah 16 per 10.000 kelahiran hidup. Di Inggris, prevalensi kehamilan bayi dengan SD telah meningkat secara signifikan, namun belum ada perubahan secara keseluruhan prevalensi kelahiran hidup dari SD.10 Usia ibu saat hamil memengaruhi risiko melahirkan anak dengan SD. Semakin meningkat usia ibu saat kehamilan, semakin besar risiko melahirkan anak dengan SD.10,11 Pada saat usia ibu 20-24 tahun, risiko kejadian SD yaitu 1:1490, usia 40 tahun sekitar 1:106, Mengenal Sindrom Down 3 Copyright @ Airlangga University Press dan pada usia 49 tahun sekitar 1:11 kelahiran. Walaupun demikian, sekitar 80% anak dengan SD lahir dari ibu yang berusia kurang dari 35 tahun karena usia tersebut merupakan kelompok usia subur.1,4,5,12 Gambar 1.2 Hubungan kejadian Sindrom Down dengan usia ibu saat hamil. (Sumber: Stewart KB, 2007) Tabel 1.1 Angka kejadian Sindrom Down berkaitan dengan usia ibu saat kehamilan Peluang Peluang Usia Ibu Usia Ibu Melahirkan Bayi Melahirkan Bayi Melahirkan (tahun) Melahirkan (tahun) Sindrom Down Sindrom Down 20-24 1:1411 35 1:338 25 1:1383 36 1:259 26 1:1187 37 1:201 27 1:1235 38 1:162 28 1:1147 39 1:113 29 1:1002 40 1:84 30 1:959 41 1:69 31 1:837 42 1:52 32 1:695 43 1:38 33 1:589 44 1:37 34 1:430 45 1:32 (Sumber: Stewart KB, 2007) 4 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press Didapatkan peningkatan angka kejadian sindrom down seiring dengan pertambahan usia ibu saat hamil (Sumber: Stewart KB, 2007). Mengenal Sindrom Down 5 Copyright @ Airlangga University Press BAB 2 KLASIFIKASI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO SINDROM DOWN 2.1 KLASIFIKASI SINDROM DOWN Berdasarkan kelainan struktur dan jumlah kromosom, Sindrom Down terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada penderita Sindrom Down, di mana terdapat tambahan kromosom pada kromosom 21. Angka kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari semua penderita Sindrom Down. 2. Translokasi adalah suatu keadaan di mana tambahan kromosom 21 melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom yang lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13, 14, 15, dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari seluruh penderita Sindrom Down. Pada beberapa kasus, translokasi Sindrom Down ini dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini hampir sama dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21. 6 Copyright @ Airlangga University Press 3. Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, di mana hanya beberapa sel saja yang memiliki kelebihan kromosom 21 (trisomi 21). Bayi yang lahir dengan Sindrom Down mosaik akan memiliki gambaran klinis dan masalah kesehatan yang lebih ringan dibandingkan bayi yang lahir dengan Sindrom Down trisomi 21 klasik dan translokasi. Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar 2-4% dari penderita Sindrom Down.13 Gambar 2.1 Translokasi kromosom 21.Translokasi kromosom 21 dapat memicu timbulnya Sindrom Down. (Sumber: Sommer CA, Silva H, 2008) 2.2 ETIOLOGI SINDROM DOWN Hingga saat ini belum diketahui pasti penyebab Sindrom Down. Namun, diketahui bahwa kegagalan dalam pembelahan sel inti yang terjadi pada saat pembuahan dapat menjadi salah satu penyebab yang sering dikemukakan dan penyebab ini tidak berkaitan dengan apa Klasifikasi, Etiologi, dan Faktor Risiko Sindrom Down 7 Copyright @ Airlangga University Press yang dilakukan ibu selama kehamilan. Sindrom Down terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga berjumlah 46. Pada penderita Sindrom Down, kromosom 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga total menjadi 47 kromosom.2,3 Kelebihan satu salinan kromosom 21 di dalam genom dapat berupa kromosom bebas yaitu trisomi 21 murni, bagian dari fusi translokasi Robertsonian yaitu fusi kromosom 21 dengan kromosom akrosentrik lain, ataupun dalam jumlah yang sedikit sebagai bagian dari translokasi resiprokal yaitu timbal balik dengan kromosom lain.3,14,15 Selain nondisjunction, penyebab lain dari Sindrom Down adalah anaphase lag, yaitu kegagalan dari kromosom atau kromatid untuk bergabung ke salah satu nukleus anak yang terbentuk pada pembelahan sel, sebagai akibat dari terlambatnya perpindahan atau pergerakan selama anafase. Kromosom yang tidak masuk ke nukleus sel anak akan menghilang. Ini dapat terjadi pada saat meiosis ataupun mitosis.3,14,15 Hall menuliskan bahwa Sindrom Down disebabkan oleh adanya kromosom ekstra pada pasangan kromosom ke 21, yang dapat mengambil bentuk salah satu di antara 4 pola, yaitu trisomi, translokasi, mosaik, dan duplikasi. Trisomi 21 (47, XX, +21) merupakan bentuk Sindrom Down yang paling umum, meliputi 95% dari semua kasus, yang disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel sehingga terdapat 3 buah kromosom 21 pada seluruh sel tubuh. Tipe ini sebenarnya tidak diwariskan walaupun peluang untuk mendapat anak lain dengan Sindrom Down meningkat menjadi 1 banding 100 pada populasi umum.1,2,6 Translokasi Robertsonian atau Sindrom Down familial, meliputi 3-4% dari seluruh kasus, di mana lengan panjang kromosom 21 menempel pada kromosom lain, biasanya kromosom 14 (45, XX, t(14;21q)), atau pada kromosom 21 sendiri dan disebut iso kromosom (45, XX, t(21q,21q)). Pada tipe ini salah satu dari orang tua akan 8 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press membawa materi kromosom dengan urutan yang tidak lazim sehingga diperlukan konseling genetik.1,2,6 Mosaik (46, XX atau 47, XX+21) merupakan bentuk yang jarang di mana hanya terjadi sekitar 1-2% saja. Pada bentuk ini, terdapat sel yang mengandung kromosom ekstra dan ada yang tidak. Semakin sedikit sel yang terpengaruh, semakin kecil derajat gangguan yang ditimbulkan. Duplikasi bagian dari kromosom 21 (46, XX, dup(21q)) merupakan bentuk yang sangat jarang. Duplikasi ini akan menyebabkan bertambahnya gen pada kromosom 21.1,2,6 2.3 FAKTOR RISIKO SINDROM DOWN Pada Sindrom Down, trisomi 21 dapat terjadi tidak hanya pada saat meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga saat mitosis awal dalam perkembangan zigot. Oosit primer yang perkembangannya terhenti pada saat profase meiosis I, tidak berubah pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi. Di antara waktu tersebut, oosit mengalami non-disjunction.2,14 Pada Sindrom Down, meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung 21 autosom dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. Nondisjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1. Infeksi virus. Rubela merupakan salah satu jenis infeksi virus tersering pada prenatal yang bersifat teratogen lingkungan yang dapat memengaruhi embriogenesis dan mutasi gen sehingga menyebabkan perubahan jumlah maupun struktur kromosom. 2. Radiasi Radiasi merupakan salah satu penyebab dari nondisjunctinal pada Sindrom Down. Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan Sindrom Down pernah mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Kecelakaan reaktor atom Chernobyl pada tahun 1986 dikatakan merupakan penyebab beberapa kejadian Sindrom Down di Berlin. 3. Penuaan sel telur. Peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap kualitas sel telur. Sel telur akan menjadi kurang baik dan pada saat Klasifikasi, Etiologi, dan Faktor Risiko Sindrom Down 9 Copyright @ Airlangga University Press terjadi pembuahan oleh spermatozoa, sel telur akan mengalami kesalahan dalam pembelahan. Sel telur wanita telah dibentuk pada saat masih dalam kandungan yang akan dimatangkan satu per satu setiap bulan pada saat wanita tersebut mengalami menstruasi. Pada saat wanita memasuki usia tua, kondisi sel telur tersebut terkadang menjadi kurang baik, sehingga pada saat dibuahi oleh spermatozoa, sel benih ini mengalami pembelahan yang salah. Proses selanjutnya disebabkan oleh keterlambatan pembuahan akibat penurunan frekuensi bersenggama pada pasangan tua. Faktor selanjutnya disebabkan oleh penuaan sel spermatozoa laki-laki dan gangguan pematangan sel sperma itu sendiri di dalam epididimis yang akan berefek pada gangguan motilitas sel sperma itu sendiri juga dapat berperan dalam efek ekstra kromosom 21 yang berasal dari ayah. 4. Usia ibu. Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko melahirkan bayi dengan Sindrom Down dibandingkan dengan ibu usia muda (kurang dari 35 tahun). Angka kejadian Sindrom Down dengan usia ibu 35 tahun, sebesar 1 dalam 400 kelahiran. Sedangkan ibu dengan umur kurang dari 30 tahun, sebesar kurang dari 1 dalam 1000 kelahiran. Perubahan endokrin seperti peningkatan sekresi androgen, penurunan kadar hidroepiandrosteron, penurunan konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, peningkatan hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormone) secara mendadak pada saat sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya nondisjunction. 2,14 Kelebihan satu salinan kromosom 21 di dalam genom dapat berupa kromosom bebas yaitu trisomi 21 murni, bagian dari fusi translokasi Robertsonian yaitu fusi kromosom 21 dengan kromosom akrosentrik lain, ataupun dalam jumlah yang sedikit sebagai bagian dari translokasi resiprokal yaitu timbal balik dengan kromosom lain.15-17 Selain nondisjunction, penyebab lain dari Sindrom Down adalah anaphase lag yang merupakan kegagalan dari kromosom 10 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press atau kromatid untuk bergabung ke salah satu nukleus anak yang terbentuk pada pembelahan sel sebagai akibat dari terlambatnya perpindahan atau pergerakan selama anafase. Kromosom yang tidak masuk ke nukleus sel anak akan menghilang. Ini dapat terjadi pada saat meiosis ataupun mitosis.15-17 2.4 KARAKTERISTIK FISIK ANAK SINDROM DOWN Anak Sindrom Down dapat dikenali dari karakteristik fisiknya. Beberapa karakteristik fisik khusus, meliputi: - bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan orang normal (microchephaly) dengan area datar di bagian tengkuk. - ubun-ubun berukuran lebih besar dan menutup lebih lambat (rata-rata usia 2 tahun). - bentuk mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). - bentuk mulut yang kecil dengan lidah besar (macroglossia) sehingga tampak menonjol keluar. - saluran telinga bisa lebih kecil sehingga mudah buntu dan dapat menyebabkan gangguan pendengaran jika tidak diterapi. - garis telapak tangan yang melintang lurus/horizontal (simian crease) - penurunan tonus otot (hypotonia) - jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), cuping hidung dan jalan napas lebih kecil sehingga anak Sindrom Down mudah mengalami hidung buntu. - tubuh pendek. Kebanyakan orang dengan Sindrom Down tidak mencapai tinggi dewasa rata-rata. - dagu kecil (micrognatia) - gigi geligi kecil (microdontia), muncul lebih lambat dalam urutan yang tidak sebagaimana mestinya. - spot putih di iris mata (Brushfield spots).18-20 Sementara itu, Epstein (1991) mendapatkan sebanyak 50-120 karakteristik fisik yang digolongkan sebagai Sindrom Down seperti yang tercantum dalam tabel berikut.21 Klasifikasi, Etiologi, dan Faktor Risiko Sindrom Down 11 Copyright @ Airlangga University Press Tabel 2.1 Karakteristik fisik yang dapat dijumpai pada Sindrom Down Lokasi Karakteristik Frekuensi (%) Kepala Brakisefali 75 Mata Oblique palpebral fissure 85-98 Lipatan epicantus 57-79 Brushfield spot 35-75 Hidung Jembatan hidung rata 83-87 Telinga Kecil, letak rendah 34-43 Mulut Kecil, selalu terbuka 40-65 Sudut bibir ke bawah 84 Lidah besar 38-58 Lidah menjulur keluar 22 Leher Pendek 70 Lipatan kulit 60-87 Dada Kelainan iga no 12 15-26 Pectus excavatum 14-18 Pectus carinatum 6-11 Abdomen Hernia umbilikalis 89 Ekstremitas Tangan lebar, jari pendek 38-61 Simian crease 57-60 Jari manis pendek 51 Jari manis tertekuk ke 43-51 dalam Syndactily 10 Jarak antar jari lebar 64-96 (Sumber: Epstein CJ, 1990) Bentuk mata yang khas dengan adanya lipatan kecil yang menutupi sudut bagian dalam mata inilah yang membuat John Langdon Down menamakannya dengan istilah “mongolism”. Istilah ini kemudian dinilai tidak pantas dan diganti dengan Sindrom Down pada tahun 1961.18-20 12 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press BAB 3 KELAINAN KROMOSOM DAN GEN PADA SINDROM DOWN 3.1 KELAINAN KROMOSOM SINDROM DOWN Kromosom adalah struktur seperti benang yang terdiri atas DNA dan protein lain. Kromosom-kromosom ini ada pada setiap sel tubuh dan membawa informasi genetik yang diperlukan oleh sel untuk berkembang. Gen adalah unit informasi yang dikodekan dalam DNA. Sel manusia normal memiliki 46 kromosom yang dapat disusun dalam 23 pasang. Dari 23 pasang, 22 pasang kromosom ini sama baik pria maupun wanita yang disebut dengan autosom. Pasangan kromosom ke-23 adalah kromosom kelamin (X dan Y). Setiap anggota dari sepasang kromosom membawa informasi yang sama, yang berarti bahwa gen yang sama berada di daerah yang sama pada kromosom. Namun, variasi gen (alel) mungkin dapat terjadi. Contoh yaitu informasi genetik untuk warna mata disebut gen, dan variasi untuk biru, hijau, dan lain-lain disebut alel.2,13 13 Copyright @ Airlangga University Press Terdapat dua cara pembelahan sel pada manusia. Pertama adalah pembelahan sel biasa yang disebut mitosis. Dengan cara ini, satu sel membelah menjadi dua sel yang memiliki jumlah dan tipe kromosom yang sama persis dengan kromosom sel induk. Kedua adalah pembelahan sel yang terjadi dalam ovarium dan testis yang disebut sebagai meiosis. Pembelahan ini terdiri dari satu sel yang membelah menjadi dua, dengan jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom sel induk. Jadi, normalnya sel telur dan sel sperma hanya memiliki 23 kromosom, bukan 46. 2,13 Terdapat banyak kesalahan yang dapat terjadi selama proses pembelahan sel. Pada meiosis, beberapa pasang kromosom membelah diri dan berpisah ke tempat yang berbeda, peristiwa ini disebut disjungsi. Namun, kadang-kadang salah satu pasang sel tidak membelah, dan seluruhnya pergi ke satu lokasi. Ini berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24 kromosom dan yang lain hanya akan memiliki 22 kromosom. Peristiwa kecelakaan ini disebut dengan nondisjunction dan dapat terjadi pada meiosis I atau II (lebih sering terjadi pada meiosis I). Jika sperma atau sel telur dengan jumlah kromosom yang abnormal menyatu dengan pasangan normal, sel telur yang dibuahi akan memiliki jumlah kromosom yang abnormal.2,22 Kelainan kromosom Sindrom Down didapatkan sebesar 8% pada kelahiran yang menyebabkan sekitar 50% aborsi terjadi pada trimester pertama, 5% lahir mati, dan 7% kematian neonatus. Kelainan kromosom yang masih memungkinkan janin hidup tetapi menimbulkan morbiditas berat terjadi pada 0,65% neonatus. Kelainan kromosom dapat terjadi baik pada jumlah maupun strukturnya.22 3.2 KELAINAN JUMLAH KROMOSOM (ANEUPLOIDI) Jumlah kromosom pada manusia adalah 44 autosom, tersusun dalam pasangan yang diberi nomor dari 1 hingga 22, dan satu pasang kromosom seks. Aneuploidi adalah keadaan di mana seseorang kehilangan satu kromosom (monosomi) atau memiliki lebih dari dua kromosom (trisomi). 2,22 14 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press 1. Trisomi Kelainan jumlah paling sering disebabkan oleh nondisjunction, yaitu kromosom berpasangan dengan benar, tetapi gagal memisah sewaktu meiosis. Risiko nondisjunction meningkat seiring usia ibu. Trisomi 16 dilaporkan menyebabkan 16% kematian trimester pertama, namun kelainan ini belum pernah dijumpai pada kehamilan akhir. Aneuploidi yang memungkinkan kelangsungan hidup melewati trimester pertama adalah trisomi 13, 18, dan 21. Trisomi 21 disebut juga Sindrom Down, terjadi pada 1 dari 800 hingga 1000 neonatus. Hampir 95% kasus Sindrom Down terjadi akibat nondisjunction kromosom 21 ibu. Trisomi 18 juga dikenal sebagai Sindrom Edward dan terjadi pada 1 dari 8000 neonatus. Orang dengan sindrom Edward akan mengalami disabilitas intelektual berat dan menyebabkan terjadinya kelainan pada beberapa bagian tubuh. Trisomi 13 juga dikenal sebagai sindrom Patau dan terjadi pada sekitar 1 dari 20.000 kelahiran. Beberapa penderita trisomi 13 akan mengalami disabilitas intelektual berat. 2. Monosomi Monosomi hampir selalu menyebabkan kematian, kecuali monosomi X yang juga dikenal sebagai Sindrom Turner. Sindrom Turner terjadi pada wanita, di mana hanya memiliki satu kromosom seks. Prevalensi kejadian ini adalah 1 dari 2500 kelahiran hidup. 3. Poliploidi Tambahan kromosom merupakan penyebab sekitar 20% abortus dini dan jarang dijumpai pada kehamilan tahap lanjut. Triploidi adalah kelainan yang tersering. 4. Kromosom Seks Tambahan Wanita dengan 47,XXX dan pria dengan 47,XXY (juga dikenal dengan Sindrom Klinefelter) cenderung memiliki tubuh yang tinggi tetapi tidak ada pertumbuhan seks sekunder. Baik pada XXX maupun XXY memiliki rerata IQ lebih rendah daripada orang normal. Selain itu, ada juga pria dengan 47,XYY atau Kelainan Kromosom dan Gen pada Sindrom Down 15 Copyright @ Airlangga University Press disebut juga dengan Sindrom Jacob yang terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran hidup. 3.3 KELAINAN STRUKTUR KROMOSOM Kelainan struktur kromosom terjadi ketika kerusakan tidak dapat diperbaiki secara benar atau terjadi proses rekombinasi yang salah antara kromosom yang nonhomolog pada tahap meiosis. Kelainan ini dapat disebabkan akibat kesalahan pada saat proses penyatuan yang terjadi saat crossing over pada meiosis I. 2,22 1. Delesi adalah hilangnya suatu bagian kromosom yang disebabkan karena adanya kesalahan crossing over selama meiosis, dan dapat juga disebabkan karena adanya penyakit genetik yang serius. Delesi 4p atau dikenal juga sebagai Sindrom Wolf-Hirschhorn menyebabkan hambatan pertumbuhan janin, hipotonia, penampilan wajah yang khas, disabilitas intelektual berat, dan defek kulit kepala di garis tengah posterior (aplasia kutis). 2. Translokasi adalah suatu keadaan di mana terjadi perpindahan materi kromosom yang satu dengan yang lainnya. Pertukaran ini biasanya tidak disertai dengan hilangnya materi DNA sehingga disebut balanced translocation. Namun pada carrier balanced translocation, akan memberikan keturunan dengan unbalanced translocation, yaitu suatu keadaan di mana perpindahan materi kromosom ini disertai dengan hilangnya materi DNA. Translokasi resiprokal atau segmen ganda adalah tata ulang materi kromosom, ditandai dengan terjadinya pemutusan di dua kromosom yang berbeda. Kemudian terjadi pertukaran fragmen– fragmen sebelum pemutusan tersebut diperbaiki. Translokasi Robertsonian terjadi akibat fusi di sentromer dua kromosom akrosentrik, yaitu kromosom 13, 14, 15, 21, dan 22. Translokasi ini terjadi pada sekitar 1 dari 1000 neonatus. 3. Inversi, terjadi jika terdapat dua pemutusan di kromosom yang sama dan materi genetik yang terletak di antara titik-titik pemutusan tersebut mengalami pembalikan (inversi) sebelum pemutusan diperbaiki. Inversi parasentrik adalah inversi ketika 16 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press bahan genetik yang terbalik berasal hanya dari satu lengan dan tidak melibatkan sentromer. Inversi perisentrik terjadi jika pemutusan berlangsung di masing-masing lengan dan melibatkan sentromer. 4. Isokromosom yaitu suatu keadaan di mana salah satu lengan kromosom mengalami delesi, kemudian digantikan oleh duplikasi dari lengan yang lainnya, sehingga lengan panjang dan lengan pendek tampak identik. 5. Insersi adalah suatu keadaan yang terjadi karena segmen dari salah satu kromosom dimasukkan ke dalam kromosom yang lain. 6. Duplikasi yaitu adanya dua salinan salah satu segmen kromosom pada kromosom yang sama. 3.4 MUTASI GENETIK SINDROM DOWN Sindrom Down dikenal sebagai suatu kelainan genetik yang disebabkan adanya tiga kromosom 21. Berdasarkan pemeriksaan sitogenetik, umumnya Sindrom Down dibedakan atas tiga tipe, yaitu trisomi klasik, translokasi, dan mosaik. Jenis trisomi klasik merupakan tipe yang paling banyak dijumpai. Frekuensi trisomi klasik, translokasi, dan mosaik masing-masing pada penelitian yang dilakukan di Tunisia oleh Chaabouni dkk (1999) di mana frekuensi masing-masing 91,2%, 4%, dan 4,8% dan penelitian lain di India oleh Tabel 3.1 Analisis kariotipe terhadap 22 kasus Sindrom Down Kariotipe Bukan Sindrom Down % Trisomi 21 regular 47, XY, +21 12 54.6 47, XX, +21 8 36.4 Translokasi Sindrom Down 47, XY, +21, rob (21;21) (q10;q10) 1 4.5 Sindrom Down Mosaik 47, XY, +21/46,XY 1 4.5 Total 22 10220 (Sumber: Belmokhtar F, Belmokhtar R, Kerfouf A, 2016) Kelainan Kromosom dan Gen pada Sindrom Down 17 Copyright @ Airlangga University Press Verma dkk (2012) dengan frekuensi masing-masing adalah 91,6%, 4,1% dan 4,1%.2,3,13,23-25 3.5 SINDROM DOWN TRISOMI 21 KLASIK Pada Sindrom Down, 95% dari semua kasus disebabkan oleh peristiwa ini, satu sel mempunyai dua kromosom 21 sehingga sel telur yang dibuahi akan memiliki tiga kromosom 21. Oleh karena itu, sering disebut dengan nama ilmiah trisomi 21. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa, dalam kasus ini sekitar 90% dari sel-sel yang abnormal adalah sel telur. Penyebab kesalahan nondisjunction tidak diketahui, tetapi secara pasti memiliki kaitan dengan usia ibu. Penelitian saat ini bertujuan untuk mencoba menentukan penyebab dan waktu terjadinya peristiwa nondisjunction. Pada trisomi 21, kehadiran sebuah gen tambahan menyebabkan ekspresi berlebih dari gen yang terlibat, sehingga meningkatkan produksi produk tertentu. Untuk sebagian besar gen, ekspresi yang berlebihan memiliki pengaruh yang kecil karena adanya mekanisme tubuh yang mengatur gen dan produknya. Akan tetapi, gen yang menyebabkan Sindrom Down tampaknya merupakan suatu pengecualian.23-24 Gambar 3.1 Proses meiosis (a) Proses meiosis normal, (b) Terjadi kesalahan pada meiosis I, (c) Terjadi kesalahan pada meiosis II. Kesalahan proses meiosis menimbulkan mutasi genetik yang memicu terjadinya Sindrom Down. (Sumber: Girirajan S., 2009) 18 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press 3.6 SINDROM DOWN TRANSLOKASI Translokasi Robersonian terjadi pada 3-4% dari semua kasus trisomi 21. Dalam kasus ini, dua pembelahan terjadi di kromosom yang terpisah, biasanya pada kromosom 14 dan 21. Ada penataan ulang materi genetik sehingga beberapa dari kromosom 14 digantikan oleh kromosom 21 tambahan (ekstra). Jadi pada saat jumlah kromosom normal, terjadi triplikasi dari kromosom 21. Beberapa anak mungkin hanya terjadi triplikasi pada kromosom 21, bukan pada keseluruhan kromosom, yang biasa disebut dengan trisomi 21 parsial. Translokasi yang dihasilkan dari trisomi 21 mungkin dapat diwariskan, jadi penting untuk memeriksa kromosom orang tua dalam kasus ini untuk melihat apakah anak mungkin memiliki sifat pembawa (carrier).2,3,13 Translokasi Robersonian dan isokrosomal atau kromosom cincin merupakan penyebab lain Sindrom Down. Isokromosom adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan keadaan di mana dua lengan panjang dan lengan pendek berpisah bersamaan selama perkembangan sperma ovum. Trisomi (kariotipe 47, XX + 21 untuk perempuan dan 47, XY + 21 untuk laki-laki) disebabkan oleh kegagalan kromosom 21 untuk membelah selama perkembangan sperma atau ovum. Pada translokasi Robertsonian yang hanya muncul pada 2-4% dari semua kasus, lengan panjang dari kromosom 21 menempel dengan kromosom lain (biasanya kromosom 14). 2,3,13 3.7 SINDROM DOWN MOSAIK Sisa kasus trisomi 21 adalah karena kejadian mosaik. Orang- orang ini memiliki campuran garis sel, beberapa di antaranya memiliki sejumlah kromosom normal dan lainnya memiliki trisomi 21. Dalam mosaik sel, campuran ini terlihat berbeda dari jenis yang sama. Dalam mosaik jaringan, satu set sel seperti semua sel darah mungkin memiliki kromosom normal dan juga tipe yang lain, seperti semua sel-sel kulit, mungkin memiliki trisomi 21. Proses ini bekerja dengan kesalahan atau kegagalan pembelahan yang muncul setelah fertilisasi pada beberapa titik selama pembelahan sel. Sindrom Down Kelainan Kromosom dan Gen pada Sindrom Down 19 Copyright @ Airlangga University Press mosaik memiliki dua jalur keturunan sel yang berkontribusi pada jaringan dan organ pada individu dengan mosaikisme (satu dengan jumlah kromosom normal, dan satu lainnya dengan tambahan pada 21). 2 3.8 GEN YANG BERPENGARUH PADA SINDROM DOWN Hipotesis ketidakseimbangan gen menyatakan bahwa pasien dengan Sindrom Down memiliki jumlah salinan gen pada HSA21 yang meningkat, sehingga menimbulkan peningkatan ekspresi gen. Hipotesis ini mengandung arti bahwa gen atau bagian spesifik dari gen mungkin mengatur fenotip Sindrom Down tertentu. Hipotesis ketidakstabilan perkembangan yang makin kuat menyatakan bahwa dosis dari sejumlah gen trisomi membawa ketidakseimbangan genetik yang menyebabkan dampak besar pada ekspresi dan regulasi dari banyak gen sepanjang genom. Analisis fenotip dilakukan pada individu dengan trisomi sebagian untuk HSA21 teridentifikasi bahwa hanya satu atau beberapa bagian kecil pada kromosom disebut sebagai “Down Syndrome Critical Regions” (DSCR), sebuah bagian dengan 3.8–6.5 Mb pada 21q21.22, dengan kira-kira 30 gen yang terkait pada mayoritas fenotip pada Sindrom Down. Sebelumnya, sebuah bagian dari 1.6 sampai 2.5 Mb dikenali sebagai penyebab untuk fenotip Sindrom Down. Bagian dari 21q22 diketahui berpengaruh pada beberapa fenotip termasuk abnormalitas kepala wajah, penyakit jantung bawaan, klinodaktili pada jari kelima, dan retardasi mental.25,28 Peranan penting Dual-specificity tyrosine phosphorylation-regulated kinase (DYRK1A), regulator of calcineurin 1 (RCAN1), dan Down Syndrome Cell Adhesion Molecule (DSCAM) dalam perkembangan otak dan telah diidentifikasi sebagai gen kandidat terhadap peningkatan risiko dari penyakit jantung bawaan pada individu dengan Sindrom Down. DSCAM merupakan faktor penting pada diferensiasi neural, pedoman akson, dan penetapan dari jaringan saraf dan diduga bahwa gangguan dari proses-proses ini berkontribusi pada fenotip neurokognitif Sindrom Down.29 20 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press Transkripsi dari gen trisomi meningkat sekitar 50% dari variasi sel dan jaringan. Peningkatan ekspresi tersebut dapat mengganggu fungsi sel yang berdiferensiasi pada peningkatan ekspresi dan sebagai penentuan mekanisme ekspresi berlebihan gen-gen yang berkonstribusi pada fenotip Sindrom Down. Ekspresi berlebihan gen tidak hanya memengaruhi perkembangan dan fungsi sel, namun juga memengaruhi sel di sebelahnya, yang menyebabkan perkembangan yang menyimpang sebagai dampak sekunder dari trisomi. Sedikit bagian dari kromosom 21 yang sebenarnya benar- benar perlu ditriplikasi untuk membuat efek pada Sindrom Down, yang disebut sebagai Down’s Syndrome Critical Region. Namun, area ini bukan merupakan satu daerah yang kecil, tetapi beberapa daerah yang kemungkinan besar tidak selalu berdampingan. Kromosom 21 mungkin benar-benar memegang 200-250 gen (menjadi kromosom yang terkecil dalam hal jumlah gen), tetapi diperkirakan bahwa hanya beberapa persen saja yang mengakibatkan ciri-ciri pada Sindrom Down.28,29 Adanya Down’s Syndrome Critical Region (DSCR) sebuah segmen kecil pada kromosom 21 yang mengandung gen-gen yang bertanggung jawab pada ciri-ciri utama Sindrom Down, telah mendominasi penelitian Sindrom Down pada tiga dekade terakhir. Gen-gen yang terdapat pada daerah 5,4 Mb ini dikelompokkan menjadi DSCR1 dan DSCR2. 28,29 Menurut Davies dkk (2006) DSCR1 yang sekarang diberi nama Regulator of Calcineurin 1 (RCAN1) diekspresikan berlebih dalam otak fetus Sindrom Down dan berinteraksi secara fisik dan fungsional dengan kalsineurin A, sebuah katalitik subunit dari kalsium/calmodulin-dependent protein phosphatase.30 Patterson D pada tahun 2007 mengatakan bahwa RCAN1 yang banyak diekspresikan di otak dan jantung menunjukkan bahwa ekspresi berlebih tersebut berhubungan dengan patogenesis Sindrom Down, terutama retardasi mental dan/atau kelainan jantung.28 Sementara itu, Korbel pada tahun 2009 mengungkapkan bahwa DSCR2 lebih banyak diekspresikan pada semua jaringan dan sel yang berproliferasi, seperti jaringan fetus, testis, dan sel kanker.29 Kelainan Kromosom dan Gen pada Sindrom Down 21 Copyright @ Airlangga University Press Gen yang mungkin terlibat dalam terjadinya Sindrom Down meliputi:3,28-30 a. Superoxide Dismustase (SOD1) – ekspresi berlebih yang menyebabkan penuaan dini dan menurunnya fungsi sistem imun. Gen ini berperan dalam demensia tipe Alzheimer. b. COL6A1 – ekspresi berlebih yang menyebabkan cacat jantung. c. ETS2 – ekspresi berlebih yang menyebabkan kelainan tulang (abnormalitas skeletal). d. CAF1A – ekspresi berlebih yang dapat merusak sintesis DNA. e. Cystathione Beta Synthase (CBS) – ekspresi berlebih yang menyebabkan gangguan metabolisme dan perbaikan DNA. f. DYRK – ekspresi berlebih yang menyebabkan retardasi mental. g. CRYA1 – ekspresi berlebih yang menyebabkan katarak. h. GART – ekspresi berlebih yang menyebabkan gangguan sintesis dan perbaikan DNA. i. IFNAR – gen yang mengekspresikan interferon, ekspresi berlebih yang dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh dan sistem organ lainnya. Gen lainnya yang mungkin juga terlibat, di antaranya APP, GLUR5, S100B, TAM, PFKL, dan beberapa gen lainnya. Sekali lagi, penting untuk diketahui bahwa belum ada gen yang sepenuhnya terkait dengan setiap karakteristik yang berhubungan dengan Sindrom Down.28 22 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press BAB 4 SKRINING DAN DIAGNOSIS SINDROM DOWN 4.1 SKRINING DAN DIAGNOSIS SINDROM DOWN Singh dkk (2004), menyarankan dilakukan skrining untuk Sindrom Down pada ibu hamil yang mempunyai risiko tinggi yaitu ibu hamil berusia tua. Skrining dapat dilakukan dengan cara noninvasif, yaitu melalui triple, quad, AFP/free beta, dan nuchal translucency screening test. Skrining yang positif harus ditindaklanjuti dengan usaha untuk menegakkan diagnosis prenatal dengan menggunakan cara yang lebih invasif, yaitu Chorionic Villous Sampling, Amniocentesis, atau Percutaneus Umbilical Blood Sampling. Sementara diagnosis Sindrom Down postnatal, dilakukan berdasarkan identifikasi karakteristik fisik yang sering dijumpai pada bayi baru lahir dengan Sindrom Down dan dikonfirmasi dengan analisis kromosom. 1,5,31 23 Copyright @ Airlangga University Press 4.2 DIAGNOSIS PRENATAL Prevalensi hasil konsepsi mempunyai kelainan, yaitu sekitar 8%. Hal ini merupakan indikasi untuk dilakukan tes diagnosis prenatal invasif yang saat ini masih merupakan standar baku. Diagnosis prenatal pada kehamilan risiko tinggi dapat mengurangi penurunan terjadinya Sindrom Down melalui amniosintesis dan Chorion Villus Sampling (CVS).32 Tes skrining pada trimester I (nuchal translucency, free ß-hCG dan PAPP-A) dan triple test pada trimester II (Feto Protein, Unconjugated Estradiol 3 dan ß-hCG) merupakan metode yang sering dipakai untuk skrining kelainan kromosom. Prosedur standar (gold standard) untuk diagnosis prenatal adalah dengan fetal karyotyping pada wanita hamil. Diagnosis definitif ini membutuhkan pemeriksaan invasif yaitu CVS atau amniosintesis. Terdapat beberapa assay molekuler seperti Fluorescent in situ Hybridization (FISH), Quantitative Fluorescence PCR (QF-PCR), dan MLPA Multiplex Probe Ligation Assay (MLPA) yang juga dapat digunakan untuk diagnosis prenatal.33,34 Amniosintesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang kemudian diuji untuk menganalisis kromosom janin. Pada trimester II (minggu ke 14-20 kehamilan), cara tersebut merupakan teknik invasif yang paling umum digunakan karena lebih aman dan lebih mudah (dibandingkan dengan amniosintesis pada trimester I dan CVS), terpercaya, dan akurat dari segi sitogenetik serta biaya yang relatif murah daripada metode skrining yang lain. Komplikasi amniosintesis berkisar antara 0,5-2,2%. Amniosintesis dan CVS cukup dapat diandalkan tetapi memberikan risiko keguguran sekitar 0,5-1%. CVS dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk melihat kromosom janin. Teknik ini dilakukan pada kehamilan minggu kesembilan hingga empat belas.33,34 Berdasarkan tanda klinis seperti adanya tulang hidung yang kecil atau bahkan tidak ada, ventrikel yang besar, dan leher yang tebal, risiko untuk janin Sindrom Down dapat diidentifikasi melalui USG pada minggu gestasional ke 14 sampai 24. Peningkatan 24 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press translusensi leher janin mengindikasikan peningkatan risiko dari Sindrom Down.34 Metode FISH dari nukleus interfase merupakan metode yang paling sering digunakan dengan menggunakan HSA21 spesifik atau seluruh HSA21. Metode lain yang sering digunakan di beberapa negara yaitu QFPCR, di mana tanda polimorfik DNA (mikrosatelit) pada HSA21 digunakan untuk menentukan keberadaan dari tiga alel berbeda. Metode ini mengandalkan tanda informatif dan ketersediaan DNA. Diagnosis cepat dengan metode berdasarkan PCR menggunakan tanda STR polimorfik mungkin menurunkan kesulitan dengan pendekatan konvensional. Penggunaan metode tanda STR dapat mendeteksi trisomi pada 86,67% kasus dengan hanya dua marker.34,35 Metode tambahan untuk mengukur jumlah salinan dari urutan DNA termasuk MLPA yang pertama kali dikenalkan pada 2002 sebagai metode dari kuantifikasi relatif di DNA. MLPA memberikan berbagai keuntungan, seperti waktu yang sangat pendek untuk diagnosis (2-4 hari), efektivitas, sederhana, dan harga yang murah. MLPA tidak dapat mengidentifikasi pada plasenta yang sedikit.34 Metode terkini disebut Paralogous Sequence Quantification (PSQ), menggunakan urutan paralog untuk kuantifikasi jumlah salinan HSA21. PSQ adalah metode berbasis PCR untuk mendeteksi jumlah kromosom target yang abnormal yang disebut PSQ, berdasarkan penggunaan dari gen paralog. Urutan paralog memiliki derajat tinggi dalam identitas urutan, tetapi akumulasi pengganti nukelotida dalam lokus spesifik. PSQ mudah digunakan, mudah untuk diatur sebagai metode untuk diagnosis pada aneuploidi yang umum dan dapat dilakukan kurang dari 48 jam. Pengurutannya secara kuantitatif digunakan dengan pyrosequencing. Perbandingan hibridisasi genomik pada BAC dapat digunakan untuk diagnosis dari trisomi atau monosomi penuh, dan untuk aneuploidi sebagian.36,37 Sensitivitas penanda uji tapis untuk Sindrom Down berkisar antara 61%-67%. Pada ibu yang mengandung fetus dengan SD seringkali didapatkan kadar serum maternal alfa-fetoprotein dan unconjugated estriol yang lebih rendah dari normal. Sebaliknya, Skrining dan Diagnosis Sindrom Down 25 Copyright @ Airlangga University Press kadar serum maternal beta-human chorionic gonadotropin (beta- hCG) didapatkan lebih tinggi dari normal. Uji diagnostik prenatal yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sampel vilus korionik, amniosintesis, dan percutaneus blood sampling, dengan tingkat akurasi 98-99%. 37,38 4.3 DIAGNOSIS POSTNATAL Diagnosis Sindrom Down post natal didasarkan pada gabungan gambaran fisis yang khas dan konfirmasi dengan pemeriksaan kariotipe genetik. Seringkali tanda awal yang dapat dijumpai pada neonatus dengan SD adalah hipotoni. Gambaran khas lainnya adalah brakisefal, fisura palpebra yang oblik, jarak antara jari kaki ke-1 dan ke-2 yang agak jauh, jaringan kulit yang longgar di belakang leher, hiperfleksibilitas, low set ears, protrusi lidah, depressed nasal bridge, lipatan epikantus, bercak Brushfield (titik-titik kecil pada pupil yang letaknya tidak beraturan dan berwarna kontras), jari ke-5 yang pendek dan melengkung, simian crease, dan didapatkan tanda-tanda penyakit jantung bawaan.39 Analisis sitogenetik dari kariotipe metafase masih menjadi standar praktis dalam identifikasi, tidak hanya trisomi 21, tetapi segala aneuploidi lainnya dan translokasi yang seimbang. Analisis sitogenetik adalah studi tentang jumlah dan struktur umum dari 46 kromosom, yang juga dikenal sebagai kariotipe. Kromosom dari sel-sel tubuh (biasanya dari sel darah putih) dihitung jumlahnya apakah normal atau tidak, dan struktur kromosom dilihat apakah ada delesi atau duplikasi.38,39 Pengambilan darah pasien diambil dari darah vena/kapiler berheparin. Darah yang telah diambil kemudian diteteskan ke dalam media-media yang berbeda, yaitu RPMI1640, MEM, dan TC199. Proses ini disebut sebagai proses penanaman di mana dibutuhkan waktu sekitar 3-4 hari sebelum proses pemanenan. Pada proses pemanenan dibutuhkan larutan colchicine atau colcemid yang berperan untuk menghentikan proses mitosis (metafase). Proses selanjutnya, yaitu proses pengecatan. Setelah proses pengecatan selesai, preparat dapat 26 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press dilihat di bawah mikroskop untuk dinilai apakah ada kelainan kromosom atau tidak.39,40 Indikasi untuk dilakukannya analisis sitogenetik adalah sebagai berikut: 39,40 1. Gagal tumbuh, keterlambatan perkembangan, perawakan pendek, alat kelamin ambigu, dan disabilitas intelektual 2. Lahir mati dan kematian neonatus: insiden kelainan kromosom lebih tinggi pada bayi lahir mati dan bayi yang meninggal tak lama setelah lahir (masing-masing sekitar 10%) dibandingkan kelahiran hidup (0,7%). Analisis sitogenetik mungkin dapat mengidentifikasi penyebab kematian dan memberikan informasi penting untuk diagnosis prenatal pada kehamilan yang mendatang Analisis sitogenetik direkomendasikan untuk wanita hamil dengan riwayat kehamilan sebelumnya dengan bayi Sindrom Down, pasangan dengan riwayat infertilitas, dan keguguran berulang.38 Tabel 4.1 Teknik umum yang digunakan untuk diagnosis Sindrom Down Metode Deskripsi Keuntungan Kerugian 1 Analisis Pemberian tanda Cocok untuk Memakan waktu Sitogenetik dengan Giemsa negara dengan Lemah dalam yang dilakukan penghasilan rendah mendeteksi struktur pada sel janin saat di mana klinisi dapat abnormal karena fase metafase dianggap memiliki sel yang membelah pada sel amniosit kemampuan tinggi spontan lebih padat (ditumbuhkan dalam diagnosis daripada sel pada secara in vitro) meskipun tidak kultur in vitro atau dari cairan adanya layanan Pada cairan plasenta. laboratoris plasenta, kemunculan dari mosaikisme dan sel yang abnormal tidak menjelaskan keadaan dari janin tersebut Kemungkinan untuk hasil yang positif palsu dan negatif palsu Skrining dan Diagnosis Sindrom Down 27 Copyright @ Airlangga University Press Metode Deskripsi Keuntungan Kerugian 2 FISH FISH melibatkan Teknik ini Perlu waktu yang (Fluorescence hibridisasi dari menggunakan panjang karena in situ urutan DNA jumlah yang lebih melibatkan hybridization) tertentu pada besar dari nukleus persiapan slide, kromosom interfase untuk mikroskop fluoresen yang terpilih analisis sehingga dan penghitungan ditandai dengan masalah dari dugaan titik (30 menit per pewarnaan adanya mosaikisme sampel). fluoresen untuk teratasi. FISH tidak dapat persiapan pada membedakan XX kromosom. Urutan dari ibu atau janin. yang telah ditandai menempel pada DNA yang bersangkutan dan dapat dilihat di bawah mikroskop. 3 QF-PCR Melibatkan Sangat dapat Ketika menguji (Quantitative amplifikasi dan diandalkan dan sampel abnormal fluorescent- deteksi STR dapat digunakan kromosom seks dari polymerase dengan utamanya kembali wanita XX normal chain yang bertanda Kemungkinan hasil mungkin memberi reaction) dengan fluoresen. positif dan negatif pola yang tidak Produk ini palsu sangat jarang dapat dibedakan nantinya terlihat Kontaminasi dengan yang sampel dan dihitung maternal sangat yang memiliki hanya sebagai area mudah dikenali satu X seperti pada puncak dengan Pendekatan yang sindrom Turner. panjang tertentu lebih cepat karena menggunakan dapat memberi pengurut DNA diagnosis dalam 24 otomatis dengan jam. perangkat lunak scan untuk gen 28 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press Metode Deskripsi Keuntungan Kerugian 4 PSQ PCR berdasarkan Model generasi Lebih mahal (Paralogous metode untuk pertama dari uji dibandingkan sequence deteksi jumlah yang membutuhkan lainnya quantification) abnormal dari 10 reaksi PCR kromosom berbeda per sampel target dengan di mana sangat menggunakan gen menurunkan sampel paralelnya. dan meningkatkan kemungkinan penanganan kesalahan. Dapat menangani 30-40 sampel per hari dan hasilnya keluar kurang dari 48 jam. 5 MLPA MLPA Waktu diagnosis Tidak dapat (multiplex berdasarkan yang sangat pendek digunakan saat probe ligation hibridisasi dan (2-4 hari) konsentrasi assay) PCR. Dibagi Biayanya cukup plasenta rendah dan menjadi 4 fase: murah mosaikisme yang denaturasi, benar-benar ada. hibridisasi kutub dari urutan target, ligasi kutub, dan amplifikasi dari kutub. Produknya akan dianalisis melalui elektroforesis kapiler Skrining dan Diagnosis Sindrom Down 29 Copyright @ Airlangga University Press Metode Deskripsi Keuntungan Kerugian 6 NGS (Next Contoh dari Lama waktu untuk Harga untuk Generation DNA yang proses, pengurutan, pengurutan adalah Sequencing) diamplifikasi klonal dan interpretasi data $700 sampai $1000 diurutkan secara pada tangan yang per sampel parallel. Hal ini terlatih adalah 5-8 Analisis data yang memberikan hari rumit informasi kuantitatif, setiap urutan yang dibaca adalah “tanda urutan” yang menunjukkan sebuah contoh DNA klonal atau sebuah molekul DNA tunggal. (Sumber: Asim A, et al., 2015) 30 A-Z Sindrom Down Copyright @ Airlangga University Press BAB 5 MASALAH KESEHATAN ANAK SINDROM DOWN Anak dengan Sindrom Down sering disertai dengan kelainan di bidang medis, di antaranya kelainan jantung dan pembuluh darah, hormon, pendengaran, penglihatan, tulang, dan keganasan. Oleh karena itu, untuk mencapai kualitas hidup dan potensi maksimal, diperlukan optimalisasi dengan identifikasi dini dan penanganan multidisipliner dari berbagai bidang disiplin ilmu.42 5.1 MASALAH JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH (KARDIOVASKULAR) Kelainan jantung bawaan ditemukan pada 40-60% bayi dengan Sindrom Down berupa defek kanal atrioventrikuler komplit (60%), defek septum ventrikel (32%), Tetralogi of Fallot (6%), defek septum atrium sekundum (1%), dan Isolated Mitral Cleft (1%).41 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan jantung bawaan adalah ekokardiografi. Anak yang lebih muda 31 Copyright @ Airlangga University Press (

Use Quizgecko on...
Browser
Browser