Sastra Dan Posmodernisme Makalah PDF

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Document Details

TrendyMotif

Uploaded by TrendyMotif

Universitas Jember

2024

Sausan Destiana Dewi Syafitri, Putri Sabrina Aulia, Ahmad Amirun Naufal Shihab

Tags

sastra posmodernisme sosiologi sastra literatur

Summary

This is a student's paper on the topic of Literature and Postmodernism for a Sosiologi Sastra (Sociology of Literature) course in 2024 at Universitas Jember. The paper discusses the concept of postmodernism and its relationship to popular literature. It also analyses postmodernism in a novel titled "Sepatu Dahlan".

Full Transcript

SASTRA DAN POSMODERNISME MAKALAH Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Sastra Dosen Pengampu: Dr. Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd Dina Fitria Hasanah, S.Pd., M.Pd...

SASTRA DAN POSMODERNISME MAKALAH Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Sastra Dosen Pengampu: Dr. Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd Dina Fitria Hasanah, S.Pd., M.Pd Disusun Oleh: Sausan Destiana Dewi Syafitri 220210402088 Putri Sabrina Aulia 220210402089 Ahmad Amirun Naufal Shihab 220210402133 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2024 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ‘Sastra dan Posmodernisme’. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah yang berkaitan dengan posmodernisme, sekaligus sebagai upaya untuk menambah wawasan dalam bidang sosiologi sastra. Melalui makalah ini, penulis berusaha memberikan gambaran mengenai sosiologi sastra, serta memaparkan berbagai teori dan konsep yang relevan dalam kajian ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan karya ini di masa mendatang. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya dalam memahami lebih dalam tentang sastra dan posmodernisme. Jember, 26 September 2024 Penulis ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 1 1.3 Tujuan 2 BAB II PEMBAHASAN 3 2.1 Pengertian Postmodernisme 3 2.2 Asal-Usul Postmodernisme 3 2.3 Sastra Populer dan Postmodernisme 4 2.4 Analisis Postmodernisme dalam Karya Sastra Novel “Sepatu Dahlan” Karya Khrisna Pabichara 5 BAB III PENUTUP 8 3.1 Kesimpulan 8 DAFTAR PUSTAKA 9 iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Postmodernisme menyiratkan diseminasi budaya serta paradigma tentang keterpusatan, termasuk bagaimana sastra mendefinisikan serta mengklasifikasi diri. Postmodern juga secara tidak langsung mendekonstruksi kestabilan klasifikasi antara sastra adiluhung dan sastra populer. Proses dinamika pemisah antara adiluhung dan populer menjadi semakin berantakan ketika kritik dekonstruktif yang khas dengan eksklusivitas sastra adiluhung justru mendestruksikan diri dan menjadi hal yang populer, seperti karya fiksi bertema LGBT, amoralitas, anti-hero, dan lain sebagainya yang justru diterima publik dan menjadi populer. Postmodernisme muncul karena kegagalan Modernisme dalam mengangkat martabat manusia. Bagi postmodernisme, paham modernisme selama ini telah gagal dalam menepati janjinya untuk membawa kehidupan manusia menjadi lebih baik dan tidak adanya kekerasan. Pandangan modernisme menganggap bahwa kebenaran ilmu pengetahuan harus mutlak serta objektif, tidak adanya nilai dari manusia. Di sinilah muncul suatu paham postmodernisme yang merupakan kelanjutan, keterputusan, dan koreksi dari modernisme untuk memberikan suatu pemikiran baru dan solusi dalam menjalani kehidupan yang semakin kompleks. Bagi postmodernisme ilmu pengetahuan tidaklah objektif tetapi subjektif dan interpretasi dari manusia itu sendiri, sehingga kebenarannya adalah relatif. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah untuk makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Apa yang dimaksud dengab posmodernisme? 2. Bagaimana asal-usul posmodernisme? 3. Apa yang dimakssud sastra populer dan posmodernisme? 4. Bagaimana analisis posmodernisme dalam karya sastra? 1 1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui pengertidan dari posmodernisme 2. Untuk memahami asal-usul posmodernisme 3. Untuk mengetahui sastra populer dan posmodernisme 4. Untuk memahami analisis posmodernisme dalam karya sastra 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Postmodernisme Postmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-ide zaman modern. Ia menolak atau mengoreksi modernisme yang dianggap telah gagal dan bertanggung jawab terhadap kehancuran martabat manusia. Postmodernisme merupakan pergeseran ilmu pengetahuan dari ide-ide modern menuju pada suatu ide yang baru yang dibawa oleh postmodernisme itu sendiri. Dalam konteks filsafat dan ilmu pengetahuan, postmodernisme mengkritik pengetahuan universal, tradisi metafisik, fondasionalisme, dan modernisme. Menurut Jean-Francois Lyotard, postmodernisme adalah kritik atas pengetahuan universal dan tradisi metafisik, serta fondasionalisme (Maksum, 2014: 305-306). 2.2 Asal-Usul Postmodernisme Munculnya postmodernisme tidak dapat dilepaskan dari adanya kegagalan modernisme. Modernisme yang menjanjikan perubahan ke dunia yang lebih mapan dan memberikan rasionalitas untuk menghadapi mitos-mitos dan keyakinan-keyakinan tradisional, ternyata memiliki sisi gelap yang menyebabkan kehidupan manusia kehilangan diorientasi. Modernisme juga melahirkan penindasan, dominasi, dan kemajuan yang tidak seimbang (Maksum, 2014: 309-311). Pertumbuhan postmodernisme dipengaruhi oleh pemikiran filsafat seperti Soren Kierkegaard, yang menentang rekonstruksi rasional dan masuk akal yang menentukan keabsahan kebenaran ilmu. Kierkegaard berpendapat bahwa kebenaran itu bersifat subjektif, menekankan pentingnya pengalaman individu yang dianggap relatif (Ghazali & Effendi, 2009: 314). Tokoh-tokoh seperti Jean-Francois Lyotard, Michel Foucault, dan Jacques Derrida menjadi penting dalam perkembangan postmodernisme. Lyotard menganggap ilmu pengetahuan postmodernisme bukanlah semata-mata menjadi alat penguasa, melainkan memperluas kepekaan kita terhadap pandangan yang berbeda dan memperkuat kemampuan kita untuk bertoleransi (Maksum, 2014: 319-321). Foucault menolak keuniversalan pengetahuan dan 3 menekankan bahwa pengetahuan itu khas untuk setiap waktu dan tempat, serta selalu terikat dengan rezim-rezim penguasa (Maksum, 2014: 322). Derrida menciptakan konsep dekonstruksi, yang merupakan salah satu kunci pemikiran postmodernisme, untuk meneliti kebenaran terhadap suatu teori pengetahuan yang dinilai sangat kaku (Maksum, 2014: 331). Dalam keseluruhan, postmodernisme muncul sebagai reaksi terhadap kegagalan modernisme dan sebagai upaya untuk mengoreksi atau membuat paradigma baru dalam berbagai bidang keilmuan. 2.3 Sastra Populer dan Postmodernisme Membicarakan kaitan sastra populer dengan postmodernisme (teori), perlu dicari suatu yang menghubungkan dari kusutnya istilah-istilah ini. Meningkatnya kemampuan masyarakat akibat terkomputerisasi, perbedaan narasi dan pengetahuan ilmiah (Sarup, 2011: 206), dan sadarnya masyarakat dengan informasi serta teknologi, membuat budaya mereka semakin berbeda dari sebelumnya. Budaya yang tidak berganti, tapi budaya yang semakin meningkat kreativitasnya. Dunia sastra juga mengikuti arus masyarakat, terlebih sastra populer juga mengikuti masyarakat yang posmodern tersebut. Budaya menjadi kata yang tepat untuk mewakili manusia atau masyarakat dan karya dipersatukan. Budaya populer sendiri mengacu pada kepercayaan, praktik-praktik, dan objek yang menyatu pada kesatuan yang hidup dalam masyarakat yang semuanya diproduksi dari pusat-pusat komersil dan politik (Mukerji & Schudson, 1991: 3). Ada unsur komersil di dalamnya sehingga populer dan mengacu pada kesukaan masyarakat. Adi (2011: 10-11) berpendapat bahwa budaya populer merupakan studi tentang bentuk dan sifat budaya yang perkembangannya masih menimbulkan pro dan kontra. Oleh karena itu, jika membicarakan kajian posmodernisme yang kemudian dikaitkan dengan sastra populer maka harus memerhatikan budaya dan masyarakat. Sastra populer ini diperjelas yaitu dengan pemahaman tentang jenis sastra yang mencakup fiksi dan dapat berupa prosa dan juga film, sehingga Adi (2011: 19) mengatakan budaya populer bisa diterjemahkan dalam artian sastra populer. Mengkaji kaitan antara dua istilah ini perlu sebuah metode yang jelas. Dilihat dari teori posmodernisme, lalu dikaitkan dengna pendekatan deterministik (dalam karya sastra populer). 4 Adi (2011: 226-227) & Cawelti (1976: 23) Pendekatan deterministik ini dilakukan dilihat dari seni yang mengikuti dinamika sosial yaitu masyarakat atau psikologis sehingga ketika masyarakat yang pemikirannya postmodern memiliki banyak permintaan, itu harus dipenuhi dan yang memenuhi itu lah yang akan menjadi karya populer. Jika dilihat dari nilai sastra, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan mimesis dan pragmatik karena hakikat isi dari karya yang postmodern yang populer adalah cerminan dari sosial dan permintaan masyarakat yang bosan dengan karya yang sudah biasa. Pikiran masyarakat selalu berkembang dan hal itu memengaruhi selera mereka. Oleh karena itu, standar masyarakat untuk mendapat hiburan selalu berubah, sehingga produsen akan menghasilkan karya postmodern yang sesuai dengan masyarakat. 2.4 Analisis Postmodernisme dalam Novel “Sepatu Dahlan” Karya Khrisna Pabichara Analisis ini dilakukan oleh Ahmad Aziz Sabana. Berikut beberapa contoh postmodernisme dalam novel “Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara”. a. Analisis Postmodernisme Aspek Parodi Parodi yaitu satu bentuk dialog, yaitu satu teks bertemu dan berdialog dengan teks lainnya dan bertujuan untuk mengekspresikan perasaan tidak puas, tidak senang, tidak nyaman berkenaan dengan intensitas gaya atau karya masa lalu yang dirujuk (Piliang, 2003:190). 1) “Coba kamu lihat baik-baik ini”, kata Bapak sambil meletakan ijazah di depanku. “Perhatikan angka-angkamu! Aku meraih ijazah itu, dan kembali tenggelam dalam kebisuan. “Lihat! Pelajaran membaca Cuma dapat tujuh”, kata Bapak dengan suara pelan, berat. “Pekerjaan Tangan dan Ilmu Hayat malah dapat enam. Sejarah, Ilmu Alam, dan Ilmu Bumi menurun, dari sembilan sekarang jadi delapan.” “Tapi, ada juga yang sembilan, Pak”, sela Ibu yang duduk di samping Bapak. “Cuma tiga,” tukas Bapak. “Setidaknya masih ada, Pak,” jawab Ibu lagi (Pabichara, 2012:18). Pada kutipan di atas merupakan aspek postmodernsime parodi di mana terjadi dialog yang dilakukan oleh tokoh Bapak dan Ibu. Dari dialog tersebut tokoh Bapak merasa tidak puas 5 dengan nilai rapor yang diperoleh Dahlan. Sebab harapan Ayah, Dahlan mendapatkan nilai yang bagus, tetapi kenyataannya nilai yang diperoleh Dahlan malah menurun dari sembilan menjadi delapan. 2) “Kamu mau lanjut ke mana Le ?” tanya Ibu, membuyarkan lamunanku. “Ke SMP Magetan, Bu...” “Kenapa harus di sana?” Aku menjawab dengan pelan, “Teman-teman mendaftar ke sana semua, Bu...” “Ndak bisa!” sanggah Bapak. (Pabichara, 2012:19). Pada kutipan di atas merupakan aspek postmodernsime parodi di mana terjadi dialog yang dilakukan oleh tokoh Dahlan, Ibu dan Bapak. Dari dialog tersebut tokoh Bapak merasa tidak puas dengan anaknya yang ingin melanjutkan sekolah di SMP Magetan sebab masalah biaya, sedangkan dari tokoh Dahlan rasa tidak puas tergambar dari keinginannya untuk bersekolah di SMP Magetan, tetapi tidak diperbolehkan Ayahnya. b. Analisis Postmodernisme Aspek Pastiche Pastiche yaitu teks tiruan atau imitasi. Pastiche mengimitasi teks-teks masa lalu sebagai upaya mengangkat dan mengapresiasinya (Piliang, 2003:188). 1) Ibu tertegun sejenak, mengangguk-angguk, ‘Sabar, ya, Le, insya Allah Ibu akan belikan sepatu.” Hatiku seperti disiram air sejuk begitu melihat senyum ibu. (Pabichara, 2012:45) Pada kutipan di atas merupakan aspek postmodernsime pastiche yaitu tokoh Dahlan yang menganggap senyuman Ibunya merupakan imitasi atau tiruan dari air sejuk. Tokoh Dahlan yang menyanyangi Ibunya sehingga disaat Dahlan melihat senyum Ibunya hatinya merasa tenang dan nyaman. 2) Zain mengerang. “Lapar, Mas...” Rasanya sebilah lembing sedang menancap di dadaku ketika mendengar erangan Zain. (Pabichara, 2012:80) Pada kutipan di atas merupakan aspek postmodernsime pastiche yaitu tokoh Dahlan yang menganggap eramgan Zain saat lapar merupakan imitasi atau tiruan seperti sebilah lembing 6 yang menancap di dadanya saat mendengarnya. Tokoh Dahlan merasa sakit dan sedih disaat Zain kelaparan, dan Dahlan tidak bisa berbuat apa-apa. c. Analisis Postmodernisme Aspek Ironi Ironi adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bertentangan dengan yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi, tetapi sudah menjadi suratan takdir yang tidak dapat diduga (Faisal, 2013:404). 1) “Sekolah bisa di mana saja Pak.” Pintaku lagi “Bapak tahu le, tapi kamu harus tahu diri. Harus tahu kemampuan orang tua. Kalau di Pesantren Takeran biaya lebih ringan.” Tegas Bapak. (Pabichara, 2012:20) Pada kutipan tersebut terdapat postmodernisme aspek ironi yang menggambarkan sebuah peristiwa yang dialami tokoh Dahlan. Pada kutipan di atas tokoh Dahlan berharap bisa sekolah ditempat yang diinginkan dengan menyebutkan “sekolah bisa dimana saja pak” namun kenyataanya Ayahnya tetap menolak keinginan Dahlan untuk bersekolah di tempat yang diinginkannya. Ayahnya tetap menginginkan Dahlan untuk bersekolah di Pesantren Takeran karena biayanya yang lebih ringan. Tentunya Dahlan tidak menginginkan peristiwa itu terjadi, akan tetapi takdir tidak bisa ditolak. 2) Setengah sadar aku bergumam, “Coba aku punya sepatu...” Ibu tertegun, meletakan canting, dan menatapku dengan sedih. “Kita boleh saja bermimpi sesuka hati, Le.” Aku terdiam “Tak ada salahnya bermimpi punya sepatu, tapi jangan karena mimpi itu belum tercapai lantas kamun putus asa.” “Inggih, Bu...” “Hidup ini keras, kamu harus berjuang sendiri!”. (Pabichara, 2012:40) Pada kutipan tersebut terdapat postmodernisme aspek ironi yang menggambarkan sebuah peristiwa yang dialami oleh tokoh Dahlan. Pada kutipan di atas tokoh Dahlan yang secara setengah sadar bergumam ingin memiliki sepatu, namun karena faktor keadaan yang memaksanya tidak bisa membeli sepatu. Tentunya Dahlan tidak mengingkan peristiwa itu terjadi, akan tetapi takdir tidak bisa ditolak. 7 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Postmodernisme muncul sebagai reaksi terhadap kegagalan modernisme dalam memenuhi harapan manusia akan kehidupan yang lebih baik. Selain itu, postmodernisme tidak hanya mengkritik ide-ide universal dan tradisi metafisik, tetapi juga mendekonstruksi batasan antara sastra adiluhung dan sastra populer. Budaya populer sendiri mengacu pada kepercayaan, praktik-praktik, dan objek yang menyatu pada kesatuan yang hidup dalam masyarakat yang semuanya diproduksi dari pusat-pusat komersil dan politik. Jika dilihat dari nilai sastra, hakikat isi dari karya sastra postmodern yang populer adalah cerminan dari sosial dan permintaan masyarakat yang bosan dengan karya yang sudah biasa. Pikiran masyarakat selalu berkembang dan hal itu memengaruhi selera mereka. Oleh karena itu, standar masyarakat untuk mendapat hiburan selalu berubah, sehingga produsen akan menghasilkan karya postmodern yang sesuai dengan masyarakat. 8 DAFTAR PUSTAKA Adi, Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer: Teori & Metode Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ahmad, AZ. 2019. Analisis Postmodernisme dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara. (Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Riau: Pekanbaru). Diakses dari Cawelti, John G. 1976. Adventure, Mystery, and Romance: Formula Stories as Art and Popular Culture. Chicago: University of Chicago Press. Ghazali, Abd. Moqsith & Djohan Effendi. 2009. Merayakan Kebebasan Beragama: Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Maksum, Ali. 2014. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Posmodernisme. Ar-Ruzz Media, Yogyakarta. Mukerji, Chandra & Michael Schudson. 1991. Rethinking Popular Culture Contemporary Perspective in Cultural Studies. Barkeley & Los Angeles Oxford: University of California Press. Nurhidayah, S., & Setiawan, R. (2019). Lanskap Siber Sastra: Posmodernisme, Sastra Populer, dan Interaktivitas. Poetika: Jurnal Ilmu Sastra, 136-147. Pabichara, Khrisna. 2012. Sepatu Dahlan. Jakarta : Noura Books. Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Bandung : Jalasutra. Sarup, Madan. 2011. Postrukturalisme & Posmodernisme (dialihbahasakan dalam bahasa Indonesia oleh Medhy Aginta Hidayat). Yogyakarta: Jalasutra. 9

Use Quizgecko on...
Browser
Browser