Buku Ajar Perkembangan Individu PDF
Document Details
Uploaded by TerrificOmaha
Universitas Negeri Semarang
2012
Sigit Haryadi
Tags
Summary
Buku ajar ini membahas konsep dasar perkembangan individu, faktor-faktor yang memengaruhinya, serta prinsip-prinsip perkembangan. Ditujukan untuk mahasiswa Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Semarang.
Full Transcript
KATA PENGANTAR Dalam memenuhi kebutuhan akan buku ajar pada umumnya dan akan buku ajar pada khusunya mengenai pokok bahasan perkembangan individu pada mahasiswa, khusunya Jurusan Bimbingan dan Konseling (S1) Unnes. Maka, penulis mencoba memberanikan diri untuk m...
KATA PENGANTAR Dalam memenuhi kebutuhan akan buku ajar pada umumnya dan akan buku ajar pada khusunya mengenai pokok bahasan perkembangan individu pada mahasiswa, khusunya Jurusan Bimbingan dan Konseling (S1) Unnes. Maka, penulis mencoba memberanikan diri untuk menulis buku ajar yan berjudul “Perkembangan Individu” ini d sebagai salah satu bahan perkuliahan mahasiswa di Jurusan Bimbingan dan Konseling untuk mata kuliah Perkembangan Individu. Buku ajar ini menjelaskan tentang konsep-konsep pertumbuhan dan perkembangan, prinsip-prinsip perkembangan berserta aspek-aspek didalamnya, karakteristik dan tugas-tugas pada setiap fase perkembangan yang ada serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan. Harapan penyusun, buku ini dapat menjadi semacam panduan dalam menelaah berbagai topik yang dibahas dalam perkuliahan. Namun demikian, karena beberapa keterbatasan pembahasan maka mahasiswa diharapkan memperkaya dengan bacaan yang sebagian telah dirujuk pada setiap akhir baba dalam buku ini. Buku ini tidak mungkin terselesaikan apabila tidak ada dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, rasa terima kasih kami sampaikan dengan setulus-tulusnya kepada pihak-pihak yang telah memotivasi dan memfasilitasi penyusunan buku ajar ini. Seiring dengan harapan bahwa buku ini belum sempurna, kami memohon dengan segenap kerendahan hati untuk memberikan kritik dan saran sehingga dari waktu ke waktu akan terjadi perbikan yang mengarah kepada kesempurnaan buku ini. Semoga buku ajar ini tidak saja bermanfaat bagi khususnya civitas akademika Universitas Negeri Semarang khususnya Jurusan Bimbingan dan Konseling, tetapi kepada para pembaca secara umum. Semarang, November 2012 Penyusun, ii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL....................................................................................... i KATA PENGANTAR.................................................................................... ii DAFTAR ISI................................................................................................... iii BAB I HAKIKAT PERKEMBANGAN A Konsep Psikologi Perkembangan.............................................. 1 B Hakikat Perkembangan.............................................................. 3 C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan................... 8 D Prinsip Perkembangan............................................................... 9 BAB II KONTRIBUSI AHLI TEORI PERKEMBANGAN A Kontribusi Pandangan Psikodinamik Freud.............................. 13 B Kontribusi Pandangan Psikososial Erikson............................... 15 C Kontribusi Pandangan Teori Perkembangan Kognitif Piaget.......................................................................................... 18 D Kontribusi Pandangan Humanis................................................ 21 E Kontribusi Pandangan Havighurst............................................. 22 BAB III ASPEK PERKEMBANGAN A Aspek Perkembangan Fisik....................................................... 25 B Aspek Perkembangan Kognitif.................................................. 27 C Aspek Perkembangan Emosi..................................................... 32 D Aspek Perkembangan Sosial...................................................... 38 E Aspek Perkembangan Moral...................................................... 44 F Aspek Perkembangan Bahasa.................................................... 48 BAB IV TAHAP PERKEMBANGAN A Periode Pranatal dan Kelahiran.................................................. 52 B Masa Bayi.................................................................................. 54 C Masa Anak-anak Awal............................................................... 56 D Masa Anak-anak Akhir.............................................................. 58 E Masa Remaja.............................................................................. 60 F Masa Dewasa Awal................................................................... 62 G Masa Dewasa Akhir................................................................... 64 H Masa Usia Lanjut....................................................................... 65 iii BAB I HAKIKAT PERKEMBANGAN Dalam setiap individu yang dilahirkan memiliki karakteristik yang berbeda satu Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan : dengan yang lain. Memahami konsep 1. Mahasiswa mampu memahami dasar dalam perkembangan merupakan konsep psikologi perkembangan langkah awal dalam mempelajari dan 2. Mahasiswa dapat membedakan memahami karakteristik tersebut. Pada antara perkembangan dan pertumbuhan bab ini akan diuraikan secara singkat 3. Mahasiswa mampu makna dari ilmu psikologi menyebutkan faktor-faktor dalam perkembangan perkembangan dan perkembangan itu 4. Mahasiswa mampu sendiri berserta faktor yang terkait. menjelaskan prinsip-prinsip perkembangan A. Konsep Psikologi Perkembangan Psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi. Secara etimologi, psikologi berasal dari kata psyche dan logos (bahasa Yunani). Psyche berarti jiwa atau ruh sedangkan logos berarti ilmu. Jadi secara etimologis psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa atau ruh. Seiring dengan berkembanganya ilmu ilmiah, definisi psikologi mulai dipertanyakan sebagai sebuah ilmu jiwa. Hal ini karena jiwa “soul” memiliki konsep yang terlalu abstrak, sedangkan ilmu pengetahuan menghendaki objeknya dapat diamati, dicatat dan diukur (observable). Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah “apakah jiwa atau ruh dapat diamati? Dimana letaknya jiwa atau ruh?” kedua pertanyaan ini sangat sulit dijawab secara ilmiah. Lalu bagaimana membuktikan adanya jiwa atau ruh?. Salah satu jawaban atas pertanyaan ini adalah bahwa bukti dari adanya jiwa atau ruh adalah organisme berperilaku. Perilaku merupakan manifestasi dari adanya jiwa atau ruh pada organisme. Sebagai manifestasi dari adanya jiwa atau ruh, perilaku dapat diamati dan dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. 1 Para ilmuan di bidang ini mencoba mengkaitkan jiwa atau ruh disini dengan proses sensorikmotorik, yaitu pemrosesan ransangan-ransangan yang diterima oleh saraf-saraf indera (sensoris) di otak sampai terjadinya reaksi berupa gerakan otot (motoris) maupun sekresi kelenjar-kelenjar. Aktifitas sensorik dan motorik dapat dicontohkan sebagai aktifitas yang paling banyak dilakukan dan terstimulasi ketika anak bermain. Permainan yang aktif akan melibatkan semua panca indera sebagai organ sensorik, dan melibatkan sebagian besar otot (muskulus) sebagai organ motorik. Sejak itulah muncul berbagai definisi aru tentang psikologi dari para ahli seperti halnya Watson (1878-1985), Wundt (1897), Kohnstamm & Palland (1984), Myers (1996), Feldman (1996) dan tokoh- tokoh yang lain bahwa dapat dijelaskan psikologi merupakan sebuah cabang “ilmu yang mempelajari perilaku” karena perilaku dianggap lebih mudah diamati, dicatat dan diukur. Sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang otonom psikologi kemudian memeliki beberapa cabang ilmu atau aliran, hal ini dikarenakan adanya perbedaan-perbedaan lanpangan yang dipelajari. Dari beberapa cabang atau aliran ilmu psikologi yang ada tersebut, salah satunya yang akan dibahas dalam hal ini adalah terkait dengan psikologi perkembangan. Dalam ruang lingkup psikologi, ilmu ini termasuk psikologi khusus, karena psikologi perkembangan mempelajari kekhususan dari pada tingkah laku individu. Secara singkat dapat dijelasakan bahwa psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari sceara sistematis perkembangan perilaku manusia secara ontogenetik, yaitu mempelajari proses-proses yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri, baik perubahan dalam struktur jasmani, perilaku, maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang hidupnya (life- span) (Desmita,2009). Dari sani dapat dikatakan bahwa psikologi perkembangan merupakan suatu 2 cabang ilmu psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam perkembangannya berserta latar belakang yang mempengaruhinya Berdasarkan pemahaman diatas maka dapat kita tarik secara singkat bahwa dengan mempelajari psikologi perkembangan dapat kita ambil beberapa manfaat didalamnya, diantaranya yaitu: 1) Untuk mengetahui tingkah laku individu itu sesuai atau tidak dengan tingkat usia/ perkembangannya. 2) Untuk mengetahui tingkat pemampuan individu pada setiap fase perkembangannya 3) Untuk mengetahui kapan individu bisa diberi stimulus pada tingkat perkembangan tertentu. 4) Agar dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan- perubahan yang akan dihadapi anak. 5) Khusus bagi guru, agar dapat memilih dan memberikan materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan anak. B. Hakikat Perkembangan Pada dasarnya hubungan antara pertumbuhan dan perkembangan masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli. Pertumbuhan sering dikaitkan dengan perubahan yang terjadi secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada diri individu dalam waktu tertentu (Kartono dalam Sobur, 2009). Sedangkan perkembangan menurut Kartono (dalam Sobur, 2009) merupakan perubahan psikofisis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisis yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar pada waktu tertentu menuju kedewasaan. Sementara itu, perkembangan menurut Yusuf (2009) adalah proses terjadinya berbagai perubahan yang bertahap yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik terhadap fisiknya maupun psikisnya. Dengan kata lain, pertumbuhan berarti proses perubahan yang berhubungan dengan kehidupan jasmaniah individu, sedangkan 3 perkembangan berarti proses perubahan yang berhubungan dengan kejiwaan individu dimana perubahan tersebut akan terwujud dalam tingkah laku yang dapat diamati. Sedikitnya ada empat istilah yang berdekatan bahkan saling terkait pengertiannya. Pertama, pertumbuhan (growth), Kedua Perkembangan (development), Kematangan (maturation), dan Keempat perubahan (change). Berikut akan dicoba dibahas secara singkat tentang hakikat keempat konsep tersebut agar dapat dibedakan satu dengan yang lain. 1. Pertumbuhan (growth) Dalam perkembangan maka terjadi pula yang namanya sebuah pertumbuhan (growth). Istilah pertumbuhan atau growth ini merupakan sebuah kata yang lazimnya digunakan dalam disiplin ilmu biologi oleh sebab itu dalam memahamini akan lebih bersifat biologis. Pertumbuhan dapat dijelaskan sebagai sebuah proses kenaikan massa dan volume yang dikarenakan adanya tambahan substansi dan perubahan bentuk yang terjadi selamaproses tersebut. Hal ini dijelaskan pula oleh Chaplin (2002) yang menyatakan bahwa pertumbuhan adalah suatu pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan. Senada dengan pendapat tersebut Desmita (2009) menjelaskan istilah pertumbuhan dalam konteks perkembangan merujuk pada perubahan- perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, kepala, jantung, paru-paru, dam sebagaimnya. Dengan kata lain disini tidak berkaitan dengan pola pikir, ingatan, ataupun perkembangan mental seseorang. Dari berbagai definisi tersebut dapat kita pahami bahwa pertumbuhan ialah suatu perubahan secara biologi yang dialami oleh makluk hidup yaitu berupa pertambahan ukuran, baik volume, bobot, maupun jumlah sel yang bersifat irreversible. Perubahan yang bersifat irreversible ini maksudnya suatu perubahan yang tidak dapat kembali ke semula, contohnya seokor bayi 4 harimau yang tumbuh menjadi dewasa maka tidak dapat kembali menjadi bayi harimau lagi. 2. Perkembangan (development) Dijelaskan oleh Perkembangan ialah perubahan yang terjadi selama proses pertumbuhan menuju keadaan yang lebih dewasa dibanding sebelumnya sehingga terbentuk organ-organ atau sel-sel yang memiliki fungsi dan struktur yang berbeda pula. Dengan kata lain perkembangan adalah suatu gejala perubahan dalam fungsi dari organ-organ yang telah mengalami pertumbuhan tersebut. Pada aspek ini lebih ditekankan pada perubahan fungsi atau psikis yang lebih kompleks sehingga pada perkembangan ini tidak dapat diukur dengan mudah tetapi hanya bisa dilihat gejala perubahannya. Jadi proses perkembangan ini berjalanseiring dengan terjadinya pertumbuhan pada makhluk hidup. Pengertian lain dijelaskan oleh Santrock (2007) dimana perkembangan memiliki makana sebagai pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan, yangberlanjut sepanjang rentang hidup. Kebanyakan perkembangan melibatkan pertumbuhan, meskipun melibatkan juga penuaan. Sebagai contoh proses yang terjadi pada sebuah tanaman buah dari bibit pohon yang kecil menjadi besar dengan pohon rindang, daun lebat dan buah yang rabum. Dalam proses tersebut menunjukkan kedua proses pertumbuhan dan perkembangan. Karena dalam pertumbuhan tinggi dan bertambahnya volume pohon, terdapat juga proses perkembangan yaitu berupa perubahan sel-sel di dalam pohon menuju tahap lebih dewasa sehingga akhirnya mampu menghasilkan buah. Senada dengan hal tersebut Desmita (2009) menjelaskan bahwa perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, malainkan didalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang memilki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuham, pematangan dan belajar 5 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak lahir sampai masa meninggal seorang individu tidak pernah statis, melainkan senantiasa mengalami perubahan-perubahan yang bersifat progresis dan berkesinambungan. Atau dapat diartikan bahwa perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan dari proses perubahan yang ada dalam individu baik terkait dengan fisik, mental, sifat dan ciri-ciri yang baru pada level yang lebih tinggi berdasarkan pertumbuhan, pematanangan dan belajar. 3. Kematangan (maturition) Setiap individu pasti mengalami pertumbuhan atau perkembangan. Jika tidak, maka ia tidak akan berfungsi atau mati. Pertumbuhan yang dialami adalah pertumbuhan fisik dan mental. Namun kenyataannya, sering kita jumpai orang yang matang secara fisik atau usia tetapi mentalnya tidak matang. orang yang tidak dewasa atau tidak matang bisa menghambat pertumbuhan orang lain yang ada disekitarnya. Selain itu, kerugian dari ketidak matangan adalah dapat menghambat dalam masa depan, karena dia akan mengalami kesulitan dalam bergaul, dan dalam melakukan setiap peran kehidupan yang dimilikinya. Banyak orang mendeskripsikan dewasa sebagai matang atau tua dan sebaliknya kekanak-kanakan sering didefinisikan sebagai terlalu muda atau belum cukup umur. Pendefinisian yang terlalu abstrak terlebih karena usia tidak pernah bisa membatasi perkembangan psikologis. Dapat dipahami bersama bahwa kita tidak hanya bisa berfikir bahawa perkembangan sebagaimana dihasilkan oleh proses-proses biologis, kognitif, dan sosioemosional yang paling mempengaruhi, tetapi juga oleh kedewasaan dan pengalaman yang mempengaruhi. Dijelaskan Santrock (2007) Kedawasaaan atau kematangan (maturation) ialah urutan perubahan yang teratur yang disebabkan oleh cetak biru genetik yang kita miliki masing-masing. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa kematangan terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari. Atau bisa juga dikatakan bahwa 6 kematangan (Maturity) adalah kemampuan untuk mengendalikan diri (self control) dan tidak mudah terpancing oleh reaksi yang provokatif, yang ditandai dengan : a. Bertahan untuk tidak impulsif b. Mengendalikan emosi (rasa marah, frustrasi dll) c. Mampu berespon secara kalem dalam situasi frustrasi d. Mampu mengelola stress secara efketif e. Mengendalikan emosi negatif dan bertindak secara konstruktif untuk mencari penyelesaiannya f. Mampu menenangkan orang lain disamping menenangkan diri sendiri 4. Perubahan (change) Baik dalam sebuah proses perkembangan, pertumbuhan maupun kedewasaan setiap individu selalu mengalami perubahan didalamnya. Konsep perubahan dalam perkembangan disini menjelaskan bahwa setiap perubahan yang ada dalam diri individu baik dalam hal bentuk fisik, pola pikir maupun kedewasaan itu sendiri adalah bagian penting yang mau tidak mau akan dilalui oleh setiap manusia sebagai sesuatu yang berkesinambungan. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa proses perkembangan berkesinambungan tidak berarti tak terelakkan. Interaksi dinamis antara kekuatan dari dalam dan luar individu inilah yang bisa jadi akan menghasilkan perubahan, tetapi perubahan tersebut belum tentu teratur, sistimatis, atau, bahkan perubahan itu menuju ke arah yang benar. Perubahan tidak terjadi ketika manusia menghadapi tuntutan lingkungan baru, dimana perubahan tersebut belum tentu berjalan dengan baik, misalnya: peranan baru atau tanggungjawab baru. Unsur-unsur biologis sangat berarti bagi manusia dalam mengendalikan, memanipulasi, maupun menguasai lingkungan. Hal ini didukung dengan apa yang disampaikan oleh Desmita (2009:8) bahwa perubahan-perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup. Upaya atau tujuan yang ada dalam setiap perubahan ini dapat dianggap 7 sebagai suatu dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat, untuk menjadi manusia seperti yang diinginkan baik secara fisik maupun psikis, kesemua hal tersebut merupakan sebuah upaya dalam mewujudkan aktualisasi dalam diri individu. Desmita (2009:8) juga menjelaskan bahwa secara garis besar perubahan yang terjadi dalam perkembangan dibagi menjadi empat bentuk a. Perubahan dalam ukuran besarnya b. Perubahan-perubahan dalam proporsinya c. Hilangnya bentuk atau ciri-ciri lama d. Timbulnya atau lahirnya bentuk atau ciri-ciri baru. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan 1. Aliran Nativisme Tokoh aliran ini adalah Schoupen Howern. Menurut aliran ini perkembangan organisme ditentukan oleh faktor pembawaan (nativus). Aliran ini mengemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat dan pembawaan baik karena berasal dari keturunan orang tuanya maupun karena memang ditakdirkan demikian. Jika individu pembawaannya baik, maka akan baik pula individu tersebut begitu juga sebaliknya. Menurut aliran ini, pendidikan tidak dapat diubah dan senantiasa berkembang dengan sendirinya. 2. Aliran Empirisme Salah satu tokoh aliran ini adalah John Locke, yang mengembangkan teori “tabula rasa”. Menurutnya manusia bagaikan “tabula rasa”, yakni meja lilin yang putih bersih belum tergoreskan apapun. Mau dijadikan gambar gambar apa saja meja lilin tersebut terserah pelukisnya. Meja lilin di sini diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir yang akan berkembang, sedangkan pelukis adalah lingkungan yang akan membentuk jadi apapun anak yang baru lahir ini. Dengan kata lain, aliran empirisme sangat yakin bahwa perkembangan organisme ditentukan oleh lingkungan. Bahkan J. B. Watson, yang terkenal sebagai behaviorist dari Amerikat Serikat, pernah sesumbar “Beri aku bayi, lalu mintalah kepada ku mau dijadikan apa pun bayi itu. Mau 8 dijadikan dokter, lawyer, guru, bahkan dijadikan criminal. Mintalah kepadaku”. 3. Aliran Konvergensi Tokoh aliran konvergensi adalah William Stern. Aliran ini meyakini bahwa baik factor pembawaan maupun faktor lingkungan sama penting bagi perkembangan organism. Dengan kata lain Aliran ini mempercayai bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia tidak hanya berasal dari lingkungan (pengalaman) saja atau pembawaan saja, tapi dipengaruhi oleh keduanya. Faktor pengalaman tidak berarti apa-apa tanpa faktor pengalaman begitu juga sebaliknya. Perkembangan yang sehatakan berkembang jika ada kombinasi dari fasilitas yang diberikan oleh lingkungan dan potensial kodrati anak bisa mendorong berfungsinya segenap kemampuan anak. D. Prinsip Perkembangan Pada dasarnya, setiap fase perkembangan satu dengan lainnya saling berkaitan erat. Hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang utuh. Adapun tujuan perkembangan adalah untuk menjadikan individu manusia dewasa yang mandiri. Sedangkan prinsip-prinsip perkembangan itu adalah sebagai berikut. 1. Perkembangan tidak terbatas pada pertumbuhan secara fisik, namun mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progresif, teratur, koheren, dan berkesinambungan. 2. Perkembangan selalu menuju proses diferensiasi dan integrasi. 3. Perkembangan dimulai dari respon-respon yang sifatnya umum menuju khusus. 4. Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung secara berantai. 5. Setiap individu mempunyai tempo kecepatan perkembangannya sendiri- sendiri. 6. Di dalam perkembangan, dikenal adanya irama atau naik turunnya proses perkembangan. 9 7. Setiap individu seperti halnya organisme lainnya memiliki dorongan dan hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif seperti rasa sakit, rasa tidak aman, kematian, dan sebagainya. 8. Dalam perkembangan terdapat masa peka, yaitu suatu masa dalam perkembangan individu dimana suatu fungsi jasmani ataupun rohani dapat berkembang dengan cepat jika mendapat latihan yang baik dan kontinu. 9. Perkembangan tiap-tiap individu pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan. Selain apa yang dijelaskan diatas terdapat pula beberapa konsep lain tentang prinsip-prinsip yang menyertai didalam pertumbuhan dan perkembangan yang ada sebagaimana berikut : 1. Perkembangan Melibatkan Perubahan. Perkembangan diartikan sebagai deretan progresif dari perubahan yang teratur dan koheren, maksutnya perubahan yang terjadi terarah maju dan menunjukkan hubungan adanya hubungan nyata antara perubahan yang terjadi baik yang telah mendahului atau perubahan yang akan mengikutinya. Menurut Maslow dalam. Hurlock (2007) tujuan perubahan perkembangan adalah upaya untuk menjadi orang terbaik secara fisik dan mental (aktualisasi diri). Namun berhasil tidaknya mencapai tujuan tersebut, tergantung pada hambatan yang dihadapinyadan bagaimana cara menanggulanginya. Hambatan-hambatan dating dari lingkungan dan diri sendiri. 2. Perkembangan Awal Lebih Kritis dari Pada Perkembangan Selanjutnya. Sebuah kenyataan menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama sekolah merupakan saat yang kritis bagi perkembangan anak. Beberapa ahli juga mengutarakan pendapatnya diantaranya Milton, Erikson, dan Glueck: Milton dalam Hurlock (2004)menyatakan bahwa “Masa kanak-kanak meramalkan masa dewasa, sebagaimana pagi hari meramalkan hari baru”. 10 Erikson dalam Hurlock (2004) juga menyimpulkan bahwa “masa kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai manusia, tempat di mana kebaikan dan sifat buruk akan berkembang mewujudkan diri, meskipun lambat tetapi pasti”. Ia juga menerangkan, apa yang akan dipelajari seorang anak tergantung bagaimana orang tua memenuhi kebutuhananak akan makanan, perhatian, cinta kasih. Glueck dalam Hurlock (2004) menyimpulkan bahwa remaja yang berpotensi menjadi anak nakal, dapat diidentifikasi sedini usia dua atau tiga tahun karena perilaku anti sosialnya. 3. Perkembangan Merupakan Hasil Proses Kematangan dan Belajar. Ciri perkembangan fisik dan mental sebagian berasal dari proses kematangan intrinsic dan sebagian berasal dari latihan dan usaha individu. Proses kematangan intrinsic adalah terbukanya karakteristik yang secara potensional ada pada individu yang berasal dari warisan genetic. Dalam fungsi filogenetik (fungsi umum ras), misalnya: merangkak, duduk, dan berjalan, perkembangan berasal dari proses kematangan. Berbeda dengan fungsi ontogenetic (fungsi khas untuk individu), misalnya: berenang, melempar bola, naik sepeda, diperlukan latihan. Kecenderungan yang diwariskan tidak dapat matang sepenuhnya tanpa dukungan lingkungan. Belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha, sebagai contoh anak yang mempunyai tatanan saraf dan otot yang superior, akan mempunyai bakat tapi kalau tidak ada kesempatan berlatih dan bimbingan yang sistematis, anak itu tidak akan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Belajar dapat terjadi secara imitasi (individu secara sadar meniru apa yang dilakukan oleh orang lain), identifikasi (sebagai suatu usaha individu untuk menerima sikap, nilsi, motivasi, dan perilaku orang yang dihormati atau dicintai). 11 Evaluasi 1. Jelaskan perbedaan konsep Perkembangan, Pertumbuhan dan Kematangan! 2. Jelaskan dengan bahasa anda tentang psikologi perkembangan! 3. Jelaskan prinsip yang ada dalam teori perkembngan manusia! Daftar Pustaka Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hurlock, Elizabeth B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga Santrock, John W. 2007. Pekembangan Anak. Jakarta : Erlangga Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia. Yusuf, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 12 BAB II KONTRIBUSI AHLI TEORI PERKEMBANGAN Perkebangan teori perkembangan tidak terlepas dari sumbangan beberapa tokoh Setelah mengkaji pokok bahasan ini diharapkan : penting dalam dunia psikologi dan 1. Mahasiswa mampu pendidikan. Selanjutnya pada bab ini memahami berbagai sumbangan teori dalam akan dijoba diuraikan sedikit dari perkembangan beberapa ahli yang ada terkait 2. Mampu membedakan masing- masing sumbangan dari sumbangannya pada teori perkembangan setiap teori yang ada A. Kontribusi Padangan Teori Psikodinamik Freud Pandangan Freud terus mempengaruhi praktek kontemporer. Banyak dari konsep-konsep dasarnya masih merupakan bagian dari dasar yang teoretikus lain dalam membangun dan mengembangkan. Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik. Menurut Freud, perilaku kita ditentukan oleh kekuatan irasional, motivasi tak sadar, dan kendali biologi dan insting seperti ini berkembang melalui tahapan psikoseksual kunci dalam 6 tahun pertama kehidupan. Naluri adalah pusat untuk pendekatan Freudian. Meskipun ia awalnya menggunakan istilah libido untuk merujuk kepada energi seksual, ia kemudian diperluas untuk mencakup energi dari semua naluri kehidupan. Naluri ini melayani tujuan kelangsungan hidup individu dan umat manusia, mereka berorientasi pada pertumbuhan, pengembangan, dan kreativitas. Libido, kemudian, harus dipahami sebagai sumber motivasi yang meliputi energi seksual 13 tetapi melampaui hal itu. Freud mencakup semua tindakan yang menyenangkan dalam konsep tentang insting hidup, ia melihat tujuan dari sebagian besar kehidupan sebagai memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Freud juga postulat naluri kematian, yang menjabarkan tentang kendali agresif. Kadang- kadang, orang mewujudkannya melalui perilaku mereka yang secara sadar ingin untuk mati atau melukai diri sendiri atau orang lain. Mengelola kendali agresif ini merupakan tantangan utama bagi umat manusia. Dalam pandangan Freud, baik kendali seksual dan agresif adalah penentu kuat mengapa orang bertindak seperti yang mereka lakukan. Menurut pandangan psikoanalisis, kepribadian terdiri dari tiga sistem: id, ego, dan superego. Ini adalah nama untuk struktur psikologis dan tidak boleh dianggap sebagai manikins yang beroperasi secara terpisah kepribadian, kepribadian seseorang berfungsi sebagai keseluruhan daripada sebagai tiga segmen diskrit. id merupakan komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, dan superego adalah komponen sosial. Dari perspektif Freudian ortodoks, manusia dilihat sebagai sistem energi. Dinamika kepribadian terdiri dari cara-cara energi psikis didistribusikan kepada id, ego, dan superego. Karena jumlah energi yang terbatas, salah satu keuntungan sistem kontrol atas energi yang tersedia ai dengan mengorbankan dua sistem lainnya. Perilaku ditentukan oleh energi psikis. Mungkin kontribusi terbesar Freud adalah konsep tentang tingkat kesadaran dan ketaksadaran, yang merupakan kunci untuk memahami perilaku dan masalah kepribadian. Bawah sadar tidak dapat dipelajari secara langsung tetapi disimpulkan dari perilaku. Pembuktian klinis guna membuktikan konsep ketaksadaran (alam bawah sadar) meliputi sebagai berikut: (1) mimpi-mimpi, yang merupakan representasi simbolis dari kebutuhan-kebutuhan alam bawah sadar, keinginan/hasrat, dan konflik-konflik, (2) salah ucap dan lupa, misalnya, terhadap nama yang dikenal, (3) sugesti-sugesti pascahipnotik ; (4) bahan-bahan yang berasal dari teknik asosiasi bebas, (5) materi/bahan-bahan yang berasal dari teknik proyektif, dan (6) isi simbolik gejala psikotik. 14 Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya berada di bawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada di bawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran itu menyimpan pengalaman, kenangan/ingatan-ngatan, dan bahan- bahan yang direpresi. Kebutuhan dan motivasi yang tidak dapat diakses/dicapai- yaitu, terletak di luar kesadaran-juga berada di luar daerah kendali/kontrol. Freud juga percaya bahwa sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar wilayah- kesadaran. Oleh karena itu, Tujuan/sasaran terapi psikoanalitik adalah untuk membuat motif tak sadar menjadi disadari, sebab hanya ketika menyadari motif- motifnyalah individu bias melaksanakan pilihan. Pemahaman terhadap peran ketaksadaran (alam bawah sadar) adalah pusat untuk menangkap esensi dari model tingkah laku psikoanalitik. Meskipun di luar kesadaran, ketaksadaran mempengaruhi tingkah laku. Proses tak sadar adalah akar dari segala bentuk gejala dan tingkah laku neurotik. Dari perspektif ini, "penyembuhan" didasarkan pada mengungkap makna gejala, penyebab perilaku, dan bahan yang direpresi yang mengganggu/merintangi fungsi psikologis yang sehat. Perlu dicatat, bahwa wawasan intelektual saja tidak menyelesaikan gejala. Kebutuhan klien untuk berpegang teguh pada pola lama (pengulangan) harus dihadapkan dengan bekerja melalui distorsi transferensi. Selain itu sebuah modalita yang menjadi bagian dari teori psikoanalisis yang dapat dikatakan sebagai sumbangan dalam konseling adalah konsep teori tentang kecamasan atau axiety, prinsip kateksis dan antikateksis, asosiasi bebas, analisis mimpi, intepretasi, analisis dan interpretasi antar resistensi (perlawanan), analisis dan interpretasi dari transferensi, dan mekanisme pertahanan ego. B. Kontribusi Pandangan Teori Psikososial Erikson Erik Erikson terlatih sebagai seorang tenaga analisis lepas dalam tradisi pengikut Freud. Erik Erikson dan nego neo-Freudnya tentang perkembangan teori kepribadian telah dikenal secara luas melalui empat bukunya, risetnya, ajaran kuliahnya secara luas, dan lusinan artikel jurnal, Erikson adalah pengikut neo- Freud yang terlatih sebagai psikoanalisis lepas, dan masih meneruskan secara luas 15 dalam tradisi teori pengikut Freud. Bagaimanpun juga, kami mencatat beberapa perluasan karyanya terhadap kerangka acuan psikoanalisis. Sebagai contoh, secara kontras dengan posisi Freud, ia tidak merasa bahwa kepribadian dimulai setelah masa kanak-kanak. Seperti yang kita lihat, ia mempertimbangkan kepribadian agar tetap fleksibel di sepanjang usia dewasa. Erikson juga menggunakan prinsip kutub atau prinsip dikotomi yang digunakan Freud- dan , tentu saja, juga digunakan oleh Jung. Suatu ilustrasi mengenai perkembangan ego pada kedelapan perkembangan umur, dimana kehidupan individual berakhir, apakah sebagai pribadi yang sukses atau gagal dengan kata Erikson, integritas vs keputusasaan. Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak ada pada psikoanalisis Freud, yang digambarkan pada masing-masing 8 tahap perkembangan umur. Kualitas-kualitas ego tersebut inilah yang biasa dikenal dengan ego kreatif (Alwisol, 2005). Pada konsep ini ego bukanlah budak tetapi justru tuan atau pengatur dari id, superego dan dunia luar. Jadi ego di samping hasil proses faktor-faktor genetik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk oleh konteks kultural dan historik. Ego yang sempurna digambarkan oleh Erikson memiliki tiga dimensi yaitu, faktualitas, uniersalitas, dan aktualitas (Alwisol, 2005). Selain hal tersebut erikson juga memperkenalkan tiga aspek ego yang paling berhubungan : ego tubuh, ego ideal, dan eho identitas (Feist & Feist, 2010). Erikson percaya bahwa ego berkembang melalu tahapan kehidupan sesuai prinsip epigenitk. Epigentik sendiri dipinjang dari istilah embriologi. Perkembangan epigenetik menyiaratkan pertumbuhan langkah demi langkah dari organ janin. Embrio tidak dimulai dalam bentuk manusia kecil yang lengkap, menanti untuk mengembangkan struktur bentuknya. Dengan cara yang sama ego mengikuti perkembangan epigenetik, dengan tiap tahapan perkembangan pada 16 waktu yang seharusnya. Satu tahapan muncul dibangun dari tahapan sebelumnya akan tetapi tidak menggantikan tahapan sebelumnya. Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia. Dalam pemahaman akan delapan tahapan perkembangan yang diusung oleh Erikson maka kita tidak akan lepas dari beberpa poin penting antara lain (Feist & Feist, 2010) : 1. Terkait dengan prinsip epigenetik. Yaitu satu bagian yang tumbuh dari komponen yang lain dan memiliki pengaruh waktu tersendiri, namun tidak menggantian komponen berikutnya. 2. Di dalam setiap tahapan kehidupan terdapat interaksi berlawanan yaitu koflik antara elemen sintonik (harmonis) dan elemen distonik (mengacaukan). 3. Pada setiap tahapan konflik antara elemen distonik dan sintonik menghasilkan kualitas ego dan kekuatan ego, yang erikson sebut dengan basic strength (kekuatan dasar). 17 4. terlalu sedikitnya kekuatan pada satu tahapan mengakibatkan patologi inti (core pathology) pada tahap tersebut. 5. Walaupun Erikson mengacu pada kedelapan tahapannya sebagai tahapan psikososial (psikosocial strength), ia tidak pernah meninggalkan aspek biologis dalam perkembangan manusia. 6. Peristiwa-peristiwa di tahapan sebelumnya tidak menyebabkan perkembangan kepribadian selanjutnya. Identitas ego dibentuk oleh keanekaragaman konflik dan kejadian masa lampau, sekarang dan yang diharapkan. 7. Selama tiap tahapan, khususnya sejak remaja dan selanjutnya, perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas yang Erikson sebut dengan periode krusial dakan meningkatnya kerapuhan dan memuncaknya potensi. 8. Tahapan perkembangan psikososial Erikson ditunjuk pada kualitas ego atau kekuatan dasar yang timbul dari konflik-konflik atau krisi psikososial yang menjadi ciri khas setiap periode. C. Kontribusi Pandangan Teori Perkembangan Kognitif Piaget Teori Perkembangan kognitif dari Piaget memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Miller (Mery Latifah, 2008) berpendapat bahwa teori Piaget merupakan teori pentahapan yang paling berpengaruh dalam psikologi perkembangan, di mana dalam setiap tahapannya Piaget menggambarkan bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan tentang dunianya (genetic epistemology). Secara ringkas, teori Piaget menjelaskan bahwa selama perkembangannya, manusia mengalami perubahan-perubahan dalam struktur berfikir, yaitu semakin 18 terorganisasi, dan suatu struktur berpikir yang dicapai selalu dibangun pada struktur dari tahap sebelumnya. Perkembangan yang terjadi melalui tahap-tahap tersebut disebabkan oleh empat faktor: kematangan fisik, pengalaman dengan objek-objek fisik, pengalaman sosial, dan ekuilibrasi. (Mery Latifah, 2008). Untuk memahami teori perkembangan kognitif Piaget, terdapat beberapa kata kunci atau konsep pokok dari teori perkembangan kognitif Piaget. Berikut rangkuman kata kunci dari berbagai literatur yang membahas tentang teori Piaget (Abin Syamsudin Makmun, 2004., Monk & Knoers, 2006., Jarviss,2007., Boeree, 2008., Woolfolk & Nicolich, tt., Sarlito Wirawan, 2008.,) 1. pola (Schema) adalah paket-paket informasi yang masing-masing dari informasi tersebut memiliki hubungan dengan satu aspek dunia, termasuk objek, aksi, dan konsep abstrak. 2. asimilasi (assimilation) proses penggabungan informasi baru ke dalam pola-pola yang sudah ada 3. akomodasi (accomodation) pembentukan pola baru untuk membentuk informasi dan pemahaman baru 4. operasi (operation) penggambaran mental tentang aturan-aturan yang terkait dengan dunia. 5. Struktur kognitif (cogitive structure) kerangka berpikir individu yang merupakan kumpulan informasi yang telah didapatkan, hal ini berhubungan pola kognitif (cognitive schema) yang merupakan perilaku tertutup berupa tatanan langkah-langkah kognitif (operasi) yang berfungsi memahami apa yang tersirat atau menyimpulkan apa yang direspon. 6. ekuilibrum atau keseimbangan (equilibrum) keseimbangan antara pola yang digunakan dengan lingkungan yang direspons sebagai hasil kecepatan akomodasi, atau keadaan mental ketika semua informasi yang diperoleh dapat dijelaskan dengan pola-pola yang ada. Pokok teori perkembangan kognitif Piaget berasumsi bahwa setiap organisme hidup dilahirkan dengan dua kecenderungan fundamental, yaitu ; a) kecenderungan untuk adaptasi, dan b) kecenderungan untuk organisasi (Monk & 19 Knoers, 2006, Woolfolk & Nicholich, tt: 62 ). Selanjutnya Monk & Knoers (2006) memaparkan bahwa kecenderungan adaptasi merupakan bawaan setiap organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui dua proses yang saling komplementer yaitu : 1) asimilasi, dan 2) akomodasi. Woolfolk & Nicholich (tt: 62) mengungkapkan bahwa asimilasi merupakan sebuah usaha atau proses inidividu dalam memahami sesuatu yang baru dengan cara menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya (struktur kognitif). Sebagai contoh, ketika seorang anak pertama kali melihat zebra, dengan berbagai ciri dan informasi yang diketahui tentang kuda, maka anak tersebut akan menyebutnya kuda. Proses adaptasi tidak selamanya bisa dilakukan melalui teknik asimilasi. Ketika inidividu mengalami situasi baru atau menghadapi objek atau masalah baru yang tidak bisa diselesaikan dengan struktur kognitif yang telah ada, maka inidividu melakukan proses akomodasi, yaitu merubah atau menambah pola untuk merespon situasi baru (Woolfolk & Nicholich, tt: 62., Syamsudin, 2004). Piaget (Boeree, 2008) mengemukakan bahwa asimilasi dan akomodasi berfungsi untuk menyeimbangkan struktur pikiran dan lingkungan, dan menciptakan porsi yang sama di antara keduanya. Jika keseimbangan ini terjadi maka individu akan memperoleh gambaran yang baik tentang dunianya (pemahaman tentang informasi, objek atau masalah yang dihadapi) atau dalam konteks teori Piaget disebut dengan istiliah ekuilibrum (equilibrum). Kecenderungan yang kedua adalah organisasi. Monk & Knoers (2006) menjelaskan kecenderungan organisasi sebagai kecenderungan organisme untuk mengintegrasikan proses-proses sendiri menjadi sistem-sistem yang koheren. Kecenderungan adaptasi dan organisasi memiliki peran komplementer dalam proses perkembangan kognitif individu. Piaget (Boeree, 2008) mencatat adanya periode di mana asimilisi lebih dominan, periode di mana akomodasi lebih dominan, dan periode di mana keduanya mengalami keseimbangan. Periode- periode ini relatif sama dalam diri setiap anak yang diselediki. Barulah kemudian Piaget memperoleh ide tentang tahap-tahap perkembangan kogntif. 20 Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif dari tahun 1929 – 1980. Piaget berpendapat bahwa cara berpikir anak-anak berbeda dengan orang dewasa bukan hanya karena kurang/belum matang serta kurang pengetahuan, tetapi juga berbeda secara kualitatif. Artinya cara berpikir anak-anak berbeda dengan orang dewasa (Jarvis, 2007). Dari hasil penelitiannya Piaget membagi proses perkembangan kognitif menjadi empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukan karakteristik yang berbeda (Makmun, 2004). Piaget (Jarvis, 2007) percaya bahwa setiap orang melalui keempat tahapan perkembangan kognitif, meskipun mungkin setiap tahap bagi setiap orang dilalui dalam usia yang berbeda. Berikut ini adalah tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget yang dirangkum dari berbagai literatur yaitu : 1) tahap sensorimotor (usia 0–2 tahun), 2) tahap praoperasional (usia 2–7 tahun), 3) tahap operasional konkrit (usia 7–11 tahun), dan 4) tahap operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa) (Abin Syamsudin Makmun, 2004., Monk & Knoers, 2006., Jarviss,2007., Boeree, 2008., Woolfolk & Nicolich, tt., Sarlito Wirawan, 2008.). D. Kontribusi Pandangan Humanis Beberapa psikolog pada waktu yang sama tidak menyukai uraian aliran psikodinamika dan behaviouristik tentang kepribadian. Mereka merasa bahwa teori-teori ini mengabaikan kualitas yang menjadikan manusia itu berbeda dari binatang, seperti misalnya mengupayakan dengan keras untuk menguasai diri dan merealisasi diri Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. 21 Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanism biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistic biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Sebagai bentuk pengenalan mengenai humanisme, awalnya kita lihat pada ringkasan Carl Rogers yang berhubungan dengan personality dan behavior; kemudian kita menguji beberapa pendekatan terhadap pendidikan yang mencerminkan orientasi Humanistik. (diantaranya Rogers yang merupakan ahli teori paling berpengaruh di area ini; Abraham Maslow, Humanis penting lainnya. E. Kontribusi Pandangan Havighurst Kontribusi Robert Havighurst untuk pengembangan pada teori perkembangan manusia merupakan suatu hasil langsung dari karyanya pada wilayah tugas-tugas perkembangan. Dia sangat tertarik pada pengetahuan bagaimana permintaan masyarakat terkait dengan kebutuhan manusia. Robert Havighrust tokoh psikologi pendidikan melalui perspektif psikososial berpendapat bahwa periode yang beragam dalam kehidupan individu menuntut untuk 22 menuntaskan tugas-tugas perkembangan yang khusus. Tugas-tugas ini berkaitan erat dengan perubahan kematangan, persekolahan, pekerjaan, pengalaman beragama, dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya. Selanjutnya Havighrust mengartikan tugas-tugas perkembangan itu sebagai berikut “A developmental task is a task which arises at or about a certain period in the life of the individual, successful achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual, disapproval by society and difficulty with later task. Maksudnya, bahwa tugas perkembangan itu merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya; sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya. Havighurst percaya dan membagi fase tugas perkembangan yang ada bahwa terdapat tugas-tugas perkembangan untuk bayi dan balita (usia 0 hingga 5 tahun), untuk kanak-kanak (usia 6 hingga 11 tahun), untuk remaja (usia 12 hingga 18 tahun), untuk dewasa awal (usia 19 hingga 30 tahun), dan untuk usia tengah baya dan dewasa akhir. Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku, atau keterampilan yang seyogianya dimiliki oleh individu, sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Hurlock (2004) menyebut tugas-tugas perkembangan ini sebagai ini sebagai social expectations. Dalam arti, setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. 23 Evaluasi : 1. Uraikan 1 sumbangan teori Perkembangan yang menurut anda paling besar diantara sumbangan yang lain! 2. Jelaskan konsep perkembangan kognitif yang diusung oleh Piaget? 3. Sebutkan sumbangan terbesar yang diberikan oleh Erikson dalam perkembangan teori perkembangan! Daftar Pustaka : Abin Syamsyudin Makmun. (2004). Psikologi Kependidikan : Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung:Rosda Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press Boree, C. Goerge. General Psychology : Psikologi Kepribadian, Persepsi, Kognisi, dan Perilaku. (terj. Helmi J. Fauzi). Jogjakarta : Primashopie Fiest, J. Fiest, G.J. 2010. Teori Kepribadian : Theories of Personality. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika Hurlock, Elizabeth. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga Jarvis, Matt.(2007). Teori-teori Psikologi : Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. (Terj. SPA-Teamwork). Bandung : Nusamedia dan Nuansa. Sarlito Wirawan (2008). Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Press Woolfolk, Anita E. & Nicolich, Lorraine McCune. (tt). Mengembangkan Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I). Inisiasi Press. 24 BAB III ASPEK PERKEMBANGAN Setiap fase perkembangan yang ada memiliki beberapa aspek perkembangan yang sama Setelah mempelajari pokoh bahasan ini, diharapkan : tetapi berbeda tingkatan atau kematangan pada 1. Mahasiswa mampu setiap fasenya. Berikut pada bab ini akan menjelaskan proses perkembangan individu dijelaskan beberapa aspek perkembangan yang 2. Mahasiswa mampu menyertai individu selama tingkat menjelaskan aspek-aspek perkembangan perkembangannya A. Aspek Perkembangan Fisik Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 2004) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi. Dalam membahas perkembangan fisik seorang manusia terdapat dua hal yang cukup besar terkait dengan perkembangan anatomi dan perkembangan fisiologi. 1. Perkembangan anatomi Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan, 25 proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan secara keseluruhan. 2. Perkembangan fisiologi Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan- perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan. Salah satu aspek penting dalam perkembangan fisiologi manusia adalah terkait dengan perkembangan otak manusia. Hal senada dijelaskan oleh Piaget dalam Papalia dan Olds, (2008) bahwa Perubahan fisik (otak) juga merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena otak adalah sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan sehingga semakin sempurna struktur otak maka akan meningkatkan kemampuan kognitif Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya. Otak mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menentukan perkembangan aspek-aspek perkembangan yang lainnya. pertumbuhan otak yang sehat (mormal) akan mempengaruhi perkembangan secara postif terkait kemampuan motorik, intelektual, emosional, sosial, moral, maupun kepribadian. Begitu pula sebaliknya hambatan atau perkembangan otak yang tidak sehat akan memberikan pengaruh yang negatif pula pada perkembangan aspek lain pada individu. Hal ini akan ditentukan terkait dengan asupan gizi dan baik setelah masa kelahiran atau gizi yang diasup oleh seorang ibu salam masa-mas kehamilan. Bayak penelitian yang dilakukan diketahui bahwa faktor gizi yang diterima seorang ibu selam kehamilan menjadi faktor yang 26 sangat besar didalam perkembangan otak seorang anak dibandingkan dengan setelah masa kelahiran. Semakin matangnya perkembangan otak seseorang sangat berpengaruh besar pada perkembagan motorik yang ada baik pada motorik kasar seperti berlari maupun halus seperti menggambar. Harlock (2004) mencatat bahwa perkembangan motorik seorang indivdu sangat penting bagi perkembangan pribadi secara keseluruhan. Harlock juga mencatat beberapa alasan mengenai kemampuan motorik yang berpengaruh bagi konstelasi perkembangan individu : a. Melalui keterampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. b. Melalui keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya kekondisi independence (bebas tidak bergantung). c. Melalui keterampilan motorik anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah atau yang lebih besar. d. Melalui keterampilan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebaya. e. Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan self-consept atau kepribadian. B. Aspek Perkembangan Kognitif Kognitif atau sering disebut kognisi mempunyai pengertian yang luas mengenai berfikir dan mengamati. Ada yang mengartikan bahwa kognitif adalah tingkah laku-tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Selain itu kognitif juga dipandang sebagai suatu konsep yang luas dan inklusif yang mengacu kepada kegiatan mental yang terlibat di dalam perolehan, pengolahan, organisasi dan penggunaan pengetahuan. Proses utama yang digolongkan di bawah istilah kognisi mencakup : mendeteksi, 27 menafsirkan, mengelompokkan dan mengingat informasi; mengevaluasi gagasan, menyimpulkan prinsip dan kaidah, mengkhayal kemungkinan, menghasilkan strategi dan berfantasi. Bila disimpulkan maka kognisi dapat dipandang sebagai kemampuan yang mencakup segala bentuk pengenalan, kesadaran, pengertian yang bersifat mental pada diri individu yang digunakan dalam interaksinya antara kemampuan potensial dengan lingkungan seperti : dalam aktivitas mengamati, menafsirkan memperkirakan, mengingat, menilai dan lain-lain. Proses kognitif penting dalam membentuk pengertian karena berhubungan dengan proses mental dari fungsi kognitif. Hubungan kognisi dengan proses mental disebut sebagai aspek kognitif. Faktor kognitif memiliki pemahaman bahwa ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentuk- bentuk representasi yang mewakili obyek-obyek yang dihadapi dan dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental. Dari pernyataan ini dapat dikatakan bahwa makin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, makin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang tersebut. Kognisi sebagai kapasitas kemampuan berfikir dan segala bentuk pengenalan, digunakan individu untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya. Dengan berfungsinya kognisi mengakibatkan individu memperoleh pengetahuan dan menggunakannya. Pada prosesnya kognisi mengalami perkembangan ke arah kolektivitas kemajuan secara berkesinambungan. Perkembangan struktur kognisi berlangsung menurut urutan yang sama bagi semua individu. Artinya setiap individu akan mengalami dan melewati setiap tahapan itu, sekalipun kecepatan perkembangan dari tahapan-tahapan tersebut dilewati secara relatif dan ditentukan oleh banyak faktor seperti : kematangan psikis, struktur syaraf, dan lamanya pengalaman yang dilewati pada setiap tahapan perkembangan. Mekanisme utama yang memungkinkan anak maju dari satu tahap pemungsian kognitif ke tahap berikutnya oleh Piaget disebut: (a) asimilasi, (b) akomodasi, dan (c) ekuilibrium. 28 Asimilasi merupakan proses dimana stimulus baru dari lingkungan diintegrasikan pada skema yang telah ada. Dengan kata lain, asimilasi merujuk pada usaha individu untuk menghadapi lingkungan dengan membuatnya cocok ke dalam struktur organisme itu sendiri yang sudah ada dengan jalan menggabungkannya. Proses ini dapat diartikan sebagai suatu obyek atau ide baru ditafsirkan sehubungan dengan gagasan atau tindakan yang telah diperoleh anak. Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut oleh Piaget adalah keseimbangan. Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas. 1. Tahap Perkembangan Kognitif Para ahli psikologi perkembangan mengakui bahwa pertumbuhan itu berlangsung secara terus menerus dengan tidak ada lompatan. Kemajuan kompetensi kognitif diasumsikan bertahap dan berurutan selama masa kanakkanak Piaget dalam Santrok (2007) melukiskan urutan tersebut ke dalam empat tahap perkembangan yang berbeda secara kualitatif yaitu : (a) tahap sensori motor, (b) tahap praoperasional, (c) tahap operasional konkrit dan (d) tahap operasional formal. a. Tahapan sensorik motorik Tahap sensorimotor ada pada usia antara 0-2 tahun, mulai pada masa bayi ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal lingkungannya. Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih 29 terikat kepada orang lain bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi. Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium sensorimotor, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan-tindakan konkrit dan bukan tindakan-tindakan yang imaginer atau hanya dibayangkan saja, tetapi secara perlahan- lahan melalui pengulangan dan pengalaman konsep obyek permanen lama-lama terbentuk. Anak mampu menemukan kembali obyek yang disembunyikan. b. Tahapan praoperasional Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. 30 c. Tahapan operasional konkrit Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya perubahan positif ciri-ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara berfikir egosentris pada tahap operasional konkrit menjadi berkurang, ditandainya oleh desentrasi yang benar, artinya anak mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara serempak dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi itu satu sama lain. Dalam hal ini dapat dicontohkan anak sudah dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang mereka miliki. Mereka dapat menambah, mengurangi & mengubah. Operasi ini memungkinkannya untuk dapat memecahkan masalah secara logis. Walaupun pada anak-anak ini lebih pesat melampaui anak-anak praoperasional dalam penalaran, pemecahan masalah dan logika. Pemikiran mereka masih terbatas pada operasi konkrit. Pada tahap ini anak dapat mengkonservasi kualitas serta dapat mengurutkan dan mengklasifikasikan obyek secara nyata. Tetapi mereka belum dapat bernalar mengenai abstraksi, proposisi hipotesis. Jadi mereka mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah secara verbal yang sifatnya abstrak. Pemahaman terakhir ini baru dicapai pada tahap oprasional formal. d. Tahapan operasional formal Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai usia dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, 31 menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. C. Aspek Perkembangan Emosi Kehidupan seseorang pada umumnya selalu dipengaruhi oleh dorongan- dorongan dan minat spesifik pada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Selain itu kita percai pula bahwa seseorang merespon dan melakukan tindakan terkadang diarahkan oleh penalaran dan pemikiran-pemikiran rasional akan pertimbangan objektif akan nilai dan norma yang ada. Akan tetapi disisi yang lain kita juga tidak memungkiri bahwa adakalanya seorang individu bergerak atau merespon seuatu kondisi diakibatkan oleh dorongan emosional yang banyak mencampuri bagaimana seorang berfikir dan melakukan pertimbangan-pertimbngan yang ada. Perilaku dan sikap kita dalam kesehariannya secara umum didorong oleh perasaan-perasaan tertentu, sepertihalnya sedih, senang, perasaan kecewa atau berbangga hati akan seuatu hal atau kondisi. Dapat dicontohkan saat seorang ibu mengajari bagaimana anaknya saat bermain dan mengenal kata-kata hal ini tentunya tidak semata-mata karena alasan logis dan nalar semata tetapi bagaimana persaaan emosional yang ada dalam hubungan ibu dan anak memberikan 32 pertimbangan yang besar dalam bentuk perlakuan atai perilaku yang diwujudkan tersebut. Perlu ditekankan bersama bahwa emosi dan perasaan merupakan sesutau hal yang berbeda satu sama lain. Walaupun demikian arti keduanya tidak dapat dibedakan secara eksplisit atau tegas. Hal ini karena pada kondisi tertentu secara afektif dapat dikatakan secara perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi sebagai contoh marah dengan diam atau tertawa dalam kesedihan. Emosi oleh Crow & Crow dalam Sunarto & Hartono (2002) diartikan sebagai pengalaman afektif yang disertai penyusuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Sarwono dalam Yusuf (2009) bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam). Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa perkembangan pada aspek emosi ini merupakan segala pengalaman afaktif yang terjadi dalam kehidupan manusia yang membantu mereka dalam mengenali dan merespon segala bentuk gajala emosi yang ada didalam dirinya meliputi kemampuan untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. 1. Pengaruh Emosi dalam Perkembangan dan Pertumbuhan Secara singkat dari bahasan diatas maka dikatakan bahwa perkembangan emosi merupakan segal sesuatu yang terkait dengan pengalaman afektif yang menyertai individu. Dalam aplikasinya pada perkembangan dan pertumbuhan perubahan emosi yang ada pada setiap individu selalu diikuti pula dengan perubahan fisik serta kematangan yang ada. Pendapat ini diperkuat dengan apa yang oleh Sunarto & Hartono (2002) jelaskan bahwa Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Sunarto & Hartono (2002) menjelaskan beberapa ciri emosi dalam mempengaruhi bentuk-bentuk perubahan fisik yang ditandai dengan aktifitas sebagai berikut : 33 a. Reaksi Elektris pada kulit : meningkat bila terpesona. b. Peredaran darah : bertambah cepat apabila marah. c. Denyut jantung : semakin cepat bila terkejut. d. Pernapasan : bernapas panjan jika kecewa. e. Pupil mata : membesar bila marah. f. Liur : mengereng saat takut atau tegang. g. Bulu norma : berdiri kalau takut. h. Pencernaan : mencret atau bermasalah saat tegang. i. Otot : mengeras atau menegang saat takut atau ketegangan. j. Komposisi darah : komposisi darah akan berubah saat emosi berubah diakibatkan kelenjar-kelanjar yang lebih aktif. Sedangkan Yusuf (2009) menjelaskan beberapa bentuk perubahan emosi yang berdampak pada perkembangan perilaku individu seperti halnya berikut : a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas akan hasil yang telah dicapai. b. Melemahkan semangat, apabila timbul perasaan kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya perasaan putus asa. c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup dan gagap dalam berbicara. d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati. e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari,baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. 2. Pengelompokan emosi Emosi secara umum dapat dibagi menjadi 2 aspek atau kelompok yaitu kelompok emosi sensorik dan kelompok kejiwaan atau psikis (Yusuf, 2009). 34 a. Emosi sensorik, merupakan emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh kita dan biasanya sangat terkait dengan fungsi sensorik dalam organ atau indra kita seperti halnya peraaan dingin, manis, sakit,, lelah, kenyang, dan lapar. b. Emosi psikis, merupakan bentuk-bentuk emosi yang mempunyai alasan- alasan kejiwaan. Beberapa bentuk emosi kejiwaan atau psikis biasanya muncul akibat sensor luar yang lebih kuat atau dalam tidak hanya pada sisi organ atau indra kita seperti halnya pada emosi sensorik seperti halnya 1) Perasaan intelektual, perasaan ini erat kaitanya dengan penalaran dan ruang lingkup kebenaran. Bentuk perwujudan perasaan intelektual biasanya berbentuk rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hal hasil karya ilmiah atau mungkin perasaan gembira dan senang akan mampu mencapai sebuah kebenaran atau keberasilan setelah menyelesaikan sebuah persoalan ilmiah. 2) Perasaan sosial, merupakan perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, perasaan-perasaan simpati, rasa solidaritas antar sesama, ingin berbaur, diterima, dan kasih sayang yang dapat ia terima atau ungkapkan. Perasaan sosial disini tentunya dapat bersifat perseorangan atau mungkin lebih besar dari itu dalam bentuk kelompok atau komunitas tertentu dalam masyaakat dan bahkan lebih luas. 3) Perasaan susila, perasan ini berhubungan dengan nilai baik dan buruk atau etika (moral) yang ada dalam kontek sosial maupun diri. Rasa tanggung jawab, perasaan bersalah saat melanggar sebuah aturan yang berlaku, perasaan yang nyaman dan aman saat segala sesuatu berjalan sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku menjadi salah satu contoh dari bentuk perasaan ini. 4) Perasaan keindahan (Estetika), peraaan ini berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, perasaan ini dapat bersifat terkait dengan kebendaan atau kerohaniaan. Sebagai contoh saat senang dan puas 35 saat melihat sesuatu diterapkan sesuai denga tempat dan kompisisinya yang sesuai, atau kesahajaan seseorang dalam menjalankan kehidupan sesuai dengan tuntunan yang benar. 5) Perasaan kethuanan, salahsatu kelebihan manusia adalah sebagai makhluk tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal tuhannya. Sebagai makhluk “homo Devinans” atau Homo Religius” maka manusia merasakan sesuatu kenyamaan atau keberutuhan saat segala sesuatu sesuai dengan tuntunan agama dan dilakukan hanya untuk tuhan. 3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi Berbagai hal menjadi faktor akan perkembangan emosi seseorang individu Harlock dalam Sunarto dan Hartono (2002) menjelaskan bahwa sebagian besar perkembangan dipengaruhi oleh adanya faktor kematangan dan belajar seseorang. Kemampuan seseorang dalam berfikir dan intelektual dalam cangkupan perkembangan kognitif dan bahasa memberikan sumbangan besar dalam kematangan individu. Hal ini nampak pada bagaimana seseoran mampu memaknai setiap pengalaman kehidupan yang terjadi salama perkembangan dari awal sampai akhir hayat seseorang. Semakin baik dan utuh seseorang dalam memaknai kehidupannya memberikan kematangan pada seseorang akan bentuk emosi yang dimiliki dalam merespon setiap kondisi yang ada. Faktor kematangan kognitif dan bahasa dalam pengaruh emosi juga pada perkembangan fisik terutama otak. Kemampuan respon dan pengolahan data pada otak akan memberikan pengaruh besar akan kemampuan seseorang dalam memaknai bahasa dan kondisi lingkungan yang ada. Selanjutnya pengaruh tersebut akan membentuk aspek emosi yang khas pada individu sesuai dengan tingkat kemampuannya dalam merespon. Hal yang sama juga mempengaruhi terkait dengan kematangan moral dan sosial individu. 36 Terkait dengan metode dan faktor belajar yang dilalui Sunarto dan Hartono (2002) menjelaskan pengaruh beberapa hal yang mungkin dapat menghambat dan mendorong perkembangan emosi seseorang diantaranya: a. Belajar dengan coba-coba b. Belajar dengan cara meniru c. Belajar dengan cara mempersamakan diri d. Belajar melalui pengkondisian e. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan terbatas pada aspek reaksi. 4. Karakteristik Emosi Emosi sebagai seuatu peristiwa psikologis mengandung ciri atau karakterisrik tertentu yang dapat dijelaskan sebagai berikut (yusuf, 2009) : a. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti berfikir dan pengamatan. b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap) c. Banyak bersangkut paut demam peristiwa penganalan panca indra. Mengenai ciri-ciri emosi tersebut dapat dibedakan antar emosi pada anak-anak dan orang dewasa sepertihalnya dalam tabel berikut : Perbedaan Emosi pada Anak dan Orang Dewasa Emosi anak Emosi orang dewasa Berlangsung singkat dan Berlangsung lebih lama dan berakhir tiba-tiba berakhir dengan lambat Telihat lebih hebat Tidak terlihat hebat Bersifat sementara Lebih mendalam dan lama Lebih sering terjadi Jarang terjadi Dapat diketahui dengan jelas dari Sulit diketahui karena lebih tingkah lakunya pandai menyembunyikan 37 D. Aspek Perkembangan Sosial Yusuf (2009) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (2002) menyatakan bahwa hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks. Dari pendapat diatas dapatlah dimengerti bahwa selama bertambah usia seseorang maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Hal ini selaras dengan apa yang dijelaskan dalam teori yang dikembangkan oleh McClelland tentang kebutuhan atau motif untuk beraffiliasi (need for affiliation) dengan orang lain. 1. Tahap Perkembangan Sosial Berdasarkan penjelasan diatasa maka dikatakan bahwa perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses 38 akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (2004) tiga proses dalam perkembabangan sosial adalah sbb: a. Berprilaku dapat diterima secara sosial Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagain dari masyarakat atau lingkungan sosial tersebut. b. Memainkan peran di lingkungan sosialnya. Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya. c. Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri. 2. Bentuk Perilaku Sosial Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, malalui pergaulan atau hubungan yang terjalin antara anak dengan orang tua, saudara, teman sebaya, maupaun orang dewasa lain, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial yang menandai perkembangan sosial dalam dirinya dalam berbagai bentuk, Yusuf (2009) menjelaskan beberapa bentuk tingkah laku sosial yang kerap kali muncul dalam perkembangan sosial anak diantaramya sebagai berikut : a. Pembangkangan (Negativisme) Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini 39 mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun. Pemberian label kepada anak seperti pemalah bodoh atau mungkin komunikasi yang terlaly keras sering berdampak pada pembangkangan pada anak. Hal ini karenan adanya perasaan paksaan atau intimidasi yang kuat dari orang dewasa atau orang lain terhadapa perilaku atau apa yang diharapkan. Oleh sebab itu orang tua hendaknya mau memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh anak sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent. b. Agresi (Agression) Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya. Perilaku yang harusnya muncul dari orang tua adalah berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat. c. Berselisih (Bertengkar) Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain. d. Menggoda (Teasing) Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya. e. Persaingan (Rivaly) Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu 40 persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik. f. Kerja sama (Cooperation) Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik. g. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior) Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya. h. Mementingkan diri sendiri (selffishness) Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. i. Simpati (Sympaty) Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh banyak faktir terutama pada sisi eksternal atau lingkungan hal ini terkait dengan orang tua, lingkungan bermain dan tubuh berkembang. Apabila lingkungan sosial mendukung perkembangan sosial yan positif maka akan mengarah pada bentuk penyesuaian diri yang positif dan apabila yang terjadi sebaliknya makan yang terjadi adalah bentuk yang negatif. 3. Penyesuaian diri atau sosial Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia. Penyesuaian diri ini dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Tiap individu mungkin dalam melakukan penyesuaian diri dapat berbeda-beda satu sama lainnya. Hal ini bergantung pada sifat dan caranya. Menurut Gerungan dalam Sobur (2009), penyesuaian diri dapat diartikan secara pasif dimana kegiatan individu ditentukan oleh lingkungan 41 dan juga aktif dimana individu yang mempengaruhi lingkungan. Penyesuaian diri yang pasif dimana individu yang mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan disebut juga dengan penyesuaian diri yang autoplastis. Sedangkan penyesuaian diri yang aktif dimana individu mengubah lingkungan sesuai dengan keinginannya disebut juga dengan penyesuaian diri yang aloplastis. Ada dua kemungkinan yang terjadi sehubungan dengan penysuaian diri individu. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, maka ia disebut dapat melakukan penyesuaian dengan baik (well adjusted). Sebaliknya, jika ia gagal dalam proses penyesuaiannya, ia disebut tidak punya kemampuan menyesuaikan diri (maladjusted). Menurut Freud dalam Sobur (2009), maladjusted (pada neurosis) itu berasal dari tuntutan anak akan cinta (love) dan kesenangan (pleasure) dan berasal dari sikap anak terhadap orang-orang yang menghambat tercapainya kebutuhan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, individu secara terus menerus menyesuaikan diri dengan cara-cara tertentu hingga membentuk suatu pola tersendiri. Bentuk-bentuk penyesuaian diri dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu penyesuaian normal dan penyesuaian menyimpang. Penjabarannya adalah sebagai berikut. 1. Penyesuaian normal Individu yang memiliki penyesuaian normal (well adjusted) ciri- cirinya adalah mampu merespon kebutuhan dan masalah secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome). Adapun karakteristik penyesuaian yang normal adalah sebagai berikut. a. Absence of excessive emotionality, yaitu terhindar dari ekspresi emosi yang berlebih-lebihan, merugikan, atau kurang mampu mengontrol diri. b. Absence of psychological mechanisme, yaitu terhindar dari mekanisme psikologis seperti rasionaliasi, agresi, dan lain sebagainya. 42 c. Absence of the sense of personal frustration, yaitu terhindar dari perasaan frustasi atau perasaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya. d. Rational deliberation and self-direction, yaitu memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional. e. Ability to learn, yaitu mampu belajar dan megambangkan kualitas dirinya. f. Utilization of past experience, yaitu mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik. g. Realistic and objective attitude, yaitu bersikap objektif dan realistis dalam hidup. 2. Penyesuaian menyimpang Penyesuaian diri yang menyimpang atau tidak normal merupakan proses pemenuhan kebutuhan atau upaya pemecahan masalah dengan cara- cara yang tidak wajar atau bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Penyesuaian yang menyimpang ini ditandai dengan respon- respon sebagai berikut. a. Perasaan rendah diri (inferiority) Inferiority merupakan perasaan atau sikap yang pada umumnya tidak disadari yang berasal dari kekurangan diri baik secara nyata maupun maya (imajinasi). Sikap ini dipengaruhi oleh kondisi fisik, psikologis, dan kondisi lingkungan yang tidak kondusif. Gejala-gejala yang ditunjukkan antara lain peka, senang mengkritik, senang menyendiri, pemalu, penakut, dan lain sebagainya. b. Perasaan tidak mampu (inadequacy) Inadequacy merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari lingkungan. Faktor penyebabnya adalah frustasi dan konsep diri yang tidak sehat. c. Perasaan gagal (failure) Seseorang yang merasa bahwa dirinya tidak mampu cenderung mengalami kegagalan untuk melakukan sesuatu atau mengatasi masalah yang dihadapinya. 43 d. Perasaan bersalah (guilty) Perasaan ini mucul setelah seseorang melakukan perbuatan yang melanggar aturan moral atau sesuatu yang dianggap berdosa. E. Aspek Perkembangan Moral Pengetahuan moral merupakan aspek utama dalam perkembangan sisi kemanusiaan kita. Untuk menciptakan moral yang baik bagi inidividu khususnya dimulai dari anak-anak adalah menciptakan komunikasi yang harmonis antara individu yang ada sepertihalnya aspek sosial dan bahasa yang telah dijelaskan sebelumnya sepertihalnya orangtua dan anak. Kebanyakan ketika anak beranjak remaja atau dewasa, sedikit mengesampingkan ajaran-ajaran moral yang diakibatkan tidak adanya ruang komunikasi dialogis antara dirinya dengan orangtua sebagai “guru pertama” yang mestinya terus memberikan pengajaran moral. Jadi, titik terpenting dalam membentuk moral sang anak adalah lingkungan terkeceil dalam kehidupan yang dimulai dari sekitar rumah, setelah itu lingkungan sekolah dan terakhir adalah lingkungan masyarakat sekitar. Apabila rumah dan keluarga sebagai kontrol utama dan pertama dalam perkembangan moral anak tidak mampu memenuhi syarat yang baik tentunya hal ini akan berdampak besar terhadap perkembangan moral pada lingkungan yang lebih besar. Oleh karena itu, agar tidak terjadi hal seperti itu sudah sewajibnya orang tua membina interaksi komunikasi yang baik dengan sang buah hati supaya di masa mendatang ketika mereka memiliki masalah akan meminta jalan keluar kepada orang tuanya. Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya. Sedangkan 44 Purwadarminto menyatakan moral diartikan sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah. Dengan demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. Dalam makna secara kebahasaan perkataan moral sendiri berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik. Santrock, (2007), Papalia, Old & Feldman (2008) menjelaskan Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Untuk mempelajari aturan-aturan tersebut, Santrock memfokuskan pada 4 pertanyaan dasar yaitu : 1. Bagaimana seseorang mempertimbangkan dan berpikir mengenai keputusan moral? 2. Bagaiman sesungguhnya seseorang berperilaku dalam situasi moral? 3. Bagaimana sesorang merasakan hal-hal yang berhubungan dengan moral? 4. Apa yang menjadi karakteristik moral individu? Pada perkembangan moral, anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh aspek motivasi kognitif dan aspek motivasi afektif. Menurut teori Lawrence Kohlerg tahapan 45 perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral, conventional dan autonomous. a. Fase premoral (pra-konvensional) Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap 1) Orientasi kepatuhan dan hukuman Anak menganggap baik atau buruk berdasarkan akibat yang ditimbulkan nya. Ia menganggab pada stadium ini bahwa setiap aturan-aturan yang ada ditentukan oleh kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat, dan apabila ia tidak mematuhinya maka akan mendapatkan hukuman. 2) Orientasi minat pribadi Pada ahap ini anak tidak lagi tergantung pada aturan yang ada diluar dirinya, atau yang ditentukan oleh orang lain melainkan didorong oleh keinginan dan kebutuhannya sendiri. b. Fase conventional Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap 1) Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “sikap anak baik” Pada tahap ini anak mulai memasiki umur sebelas tahun dimana akan memperlihatkan orientasi perubahan yang dapat dinilai baik 46 dan buruk oleh orang lain. Masyarakat atau orang lain adalah faktor penentu disini apakah dia melakukan sesuatu dengan benar atau tidak. Mencoba bersikap baik dan menjadi anak yang manis adalah hal penting pada saat ini. 2) Orientasi hukuman dan ketertiban Tahap ini adalah stadium dimana mempertahankan norma sosial dan otoritas menjadi penting. Pada tahap ini bersikap manis atau baik tidak hanya untuk dapat diterima atau dihargai oleh orang lain, tetapi juga merupakan bagian dari usaha untuk mempertahankan aturan atau norma yang sudah berlaku. Sehingga bebuat baik menjadi sebuah kewajiban untuk mengikuti aturan yang ada dan tidak berbuat kekacauan. c. Fase autonomous (pasca-konvensional) Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai- nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip- prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tah