Sejarah Filsafat dan Filsafat Ilmu PDF
Document Details
Universitas Airlangga
Dr. Achmad Chusairi, Dr. Johny Alfian Khusyairi, Fahrul Muzaqqi
Tags
Summary
Presentasi ini membahas Sejarah Filsafat dan Filsafat Ilmu, mencakup pemikiran tokoh-tokoh kunci dan pengaruhnya. Informasi ini meliputi perkembangan pemikiran klasik Yunani, dan bagaimana pemikiran-pemikiran tersebut diadopsi dalam peradaban Islam.
Full Transcript
TM. II Sejarah Filsafat dan Filsafat Ilmu Unit Pendidikan Kebangsaan dan Karakter Universitas Airlangga Tim MK. Logika dan Pemikiran Kritis Dr. Achmad Chusairi, MA Dr. Johny Alfian Khusyairi, MA Fahru...
TM. II Sejarah Filsafat dan Filsafat Ilmu Unit Pendidikan Kebangsaan dan Karakter Universitas Airlangga Tim MK. Logika dan Pemikiran Kritis Dr. Achmad Chusairi, MA Dr. Johny Alfian Khusyairi, MA Fahrul Muzaqqi, Saudara.IP., M.IP UPKK Sub pokok bahasan 1. Sejarah filsafat 2. Sejarah filsafat ilmu 3. Pengaruh filsafat, filsafat ilmu dan ilmu pengetahuan Filsafat Filsafat berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu “philos” yang berarti cinta atau kecintaan dan “sophia” yang berarti kebijaksanaan atau pengetahuan. Secara harfiah, filsafat dapat diterjemahkan sebagai “kecintaan terhadap kebijaksanaan” atau “kecintaan terhadap pengetahuan” (Bertens, 2018) Filsafat juga dimaknai upaya untuk mencari kebenaran. Namun karena kebenaran tidak mudah dicapai dalam kenyataan karena ada berbagai perspektif dan pendapat, maka kita perlu terus mempertanyakan perspektif dan pendapat yang dianggap benar, dengan mempertanyakan Kembali jawaban- jawaban, menguji kembali argumen-argumen, memeriksa kembali data-data. Filsafat Ikhtiar filsafat yang terus-menerus mempertanyakan ini yang kemudian menjadikan pola berpikir filsafat dianggap radikal (dari kata Yunani radix yang berarti akar), karena berusaha mencari kebenaran secara mendasar. Awal mula filsafat Filsafat berdasarkan catatan sejarah lahir di wilayah Yunani. Wilayah Yunani kuno, selain mencakup wilayah Yunani yang kita kenal sekarang, dahulu mencakup wilayah daratan timur asia kecil yaitu Turki sekarang, pulau-pulau di wilayah Aegean, bagian barat sampai Sisilia, dan bagian selatan meliputi wilayah Italia. Wilayah-wilayah tersebut meski bukan satu kesatuan politik, namun memiliki kesamaan pada aspek ras, bahasa, kebiasaan, pengaruh spiritual dan tradisi. Pemikir-pemikir Yunani mengembangkan filsafat awalnya karena tertarik bertanya tentang asal usul dan sifat dari alam. Pertanyaan yang diajukan misalnya bagaimana unsur-unsur alam seperti matahari, bulan dan bumi bisa bergerak seperti yang dapat diamati, bagaimana benda-benda di alam memiliki bentuk dan sifat seperti yang diamati, dan pada akhirnya sampai pada pertanyaan pokok yang tidak terelakkan: dari mana asal-usul (genesis) alam semesta. Upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu di masa Yunani menimbulkan ketidakpuasan sehingga menimbulkan pemikiran filsafat. Untuk mengetahui mengapa muncul ketidakpuasan ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu memahami kondisi kebudayaan dan peradaban Yunani di masa itu. Kebudayaan Yunani pada masa setidaknya abad ketujuh sebelum masehi, sudah mencapai kebudayaan dan peradaban yang wujud pada kota-kota seperti Athena, Sparta, Thebes dan Corinth. Kebudayaan Yunani tidak hanya mencapai kemajuan peradaban material, tetapi juga kemajuan kebudayaan yang ditunjukkan ada karya sastra Homerus dan Hesiod yang penuh dengan kisah mitos, kepahlawanan dan legenda; puisi karya Solon (c. 640–558 B.C.); juga lahir drama-drama bertema tragedi karya Aeschylus, Sophocles, and Euripides; dan juga dua sejahrawan yaitu Herodotus dan Thucydides. Kehidupan beragama juga ditandai dengan dipraktekkannya berbagai keyakinan dan peribadatan pada dewa dewi Iklim kebudayaan dan peradaban yang penuh legenda dan mitos, dan dalam kemajuan peradaban material, tidak mengherankan filsuf awal Yunani sampai pada pertanyaan yang bersifat spekulatif. Fokus dari pemikiran spekulatif awal adalah pada realitas alam semesta. Fokus para filsuf Yunani yang dimulai oleh Thales sejak abad ketiga sebelum masehi (SM) menjadikan pemikiran filsuf awal Yunani dikenal sebagai kosmologis (kosmos=alam semesta). Sejak itu pemikiran filsuf Yunani berkembang hingga melahirkan era emas Sokrates, Plato dan Aristoteles di abad kelima SM. Filsafat Plato di atas apabila direnungkan menunjukkan proses abstraksi, proses dimana filsafat berusaha mencari unsur kesamaan substantif dari kenyataan indrawi yang tampak beragam. Pandangan tentang idea ini yang menjadikan filsafat Plato lebih menganggap penting “Idea” dibandingkan kenyataan yang tampak, karena bagi filsafat Plato, kenyataan yang tampak merupakan kenyataan yang semu (seperti batang yang diubah jadi kayu, dan kayu dibakar menjadi abu), sedangkan “idea” bersifat lebih mendasar dan universal. Pengaruh filsafat Plato adalah ciri pemikiran abstraktif, yaitu usaha untuk mencari struktur dasar dari kenyataan yang bersifat empiris yang berbeda-beda, untuk menemukan struktur dasar kenyataan yang dianggap mengikat berbagai kenyataan tersebut. Pola berpikir abstraksi ini dalam filsafat tampak dari pertanyaan seperti apa itu kebenaran, apa ciri-ciri dan syarat kebenaran, apa yang disebut keadilan, apa syarat sesuatu dianggap adil, apa yang disebut indah, apa syarat sesuatu dinilai indah dan sebagainya. Pola berpikir abstraksi ini juga berpengaruh besar pada perkembangan ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan alam dan sosial. Pola berpikir abstratif mendorong ilmu pengetahuan mengembangkan konsep dasar dan kategori. Contoh, upaya ilmuwan untuk menemukan unsur dasar/partikel terkecil dalam kenyataan dan yang kemudian melahirkan teori dan konsep seperti atom, proton, elektron, unsur kimia, konsep statistik seperti rerata (mean) atau modus, adalah bentuk pemikiran abstratif manusia. Sokrates Sokrates yang dianggap guru bagi Plato dan Aristoteles, menyatakan bahwa untuk mencari kebenaran kita perlu bersikap skeptis (mempertanyakan terus menerus). Apabila sudah ada pengetahuan atau jawaban atas satu pertanyaan, maka pengetahuan dan jawaban tersebut harus diragukan dan kita perlu mencari alternatif jawaban yang lebih baik. Sokrates dikenang atas penekanannya pada ciri kritis dalam berfilsafat. Plato Plato dikenal sebagai filsuf yang menyatakan bahwa pada dasarnya seluruh kenyataan yang ada, yang memiliki perbedaan bentuk dan sifat, pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Pemikiran Plato ini dilandasi alasan bahwa meski kenyataan yang tampak (yang bisa diindra secara empiris) bagi kita tampak berbeda dalam sifat dan bentuk, namun karena berada dalam kenyataan yang sama, maka harus ada satu unsur universal yang sama. Unsur universal itu yang disebut Plato sebagai “Idea”.. Aristoteles Aristoteles, berbeda dari gurunya Plato, lebih menekankan pentingnya kenyataan empiris dalam mencari kebenaran. Aristoteles, setiap usaha mencari kebenaran harus dilandasi oleh data empiris yang dapat diindra. Tanpa data empiris, maka setiap filsafat tidak akan dapat dibuktikan kesalahan atau kekurangannya. Filsafat hanya akan sampai pada tingkat pemikiran spekulatif semata. Pemikiran Aristoteles ini yang menjadikan dia dianggap peletak dasar sains modern yang menekankan pendekatan ilmiah, dimana upaya mengembangkan ilmu pengetahuan harus berdasarkan data. Kemunduran filsafat Yunani Filsafat Yunani setelah itu perlahan karena berbagai faktor kemudian tidak mengalami perkembangan lebih lanjut bahkan cenderung menurun. Filsafat Yunani dalam sejarah kebudayaan dan peradab manusia justru banyak diadopsi dan dikembangkan oleh para pemikir muslim. Sejarah Filsafat Muslim Kaum muslimin yang memiliki wilayah kekuasaan politik dan ekonomi yang semakin kuat dan luas, kemudian memiliki minat, kemampuan dan kebutuhan untuk mengembangkan bidang pemikiran dan ilmu pengetahuan. Minat kaum muslim dalam bidang pemikiran dan ilmu pengetahuan juga dilandasi oleh doktrin Islam yang mengutamakan dan menghargai pemikiran dan ilmu pengetahuan. Filsuf Muslim Awal Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishaq Al-Kindi (Al-Kindi) dianggap sebagai filsuf pertama dalam dunia muslim. Al-Kindi dikenal sebagai orang yang mula-mula mengenalkan filsafat Yunani kepada kaum muslimin pada masa itu. Al-Kindi lahir di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M). Riwayat pendidikannya tidak diketahui secara pasti oleh para sejarahwan. Akan tetapi, ia diketahui pernah menetap di Baghdad, ibu kota Dinasti Abbasiyah kala itu, dan di bawah pemerintahan Al- Makmun, seorang khalifah Bani Abbasiyah yang terkenal akan kemajuan ilmu pengetahuan pada masa pemerintahannya. Al Kindi Tak heran, jika Al Kindi bisa menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan, mulai dari filsafat, astronomi hingga ilmu musik, dikarenakan sarana prasarana untuk belajar sangat lengkap yaitu dengan adanya Baitul Hikmah. Hal itu juga dilandasi kemampuan Al- Kindi dalam menguasai bahasa Yunani. Kemampuan itu juga yang membuatnya dengan mudah menerjemahkan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab. Kualitas terjemahan Al-Kindi dianggap berhasil memperbaiki terjemahan para pendahulunya. Seperti terjemahan Ibn Na`ima Al-Himsi, seorang penterjemah Kristen, atas buku Enneads karya Plotinus (204-270 M). Al Kindi Pemikiran Al-Kindi bertujuan memperkuat inti ajaran Islam, yaitu Tauhid. Berbeda dengan para pendahulunya, pemikirannya tentang Tauhid itu ia lakukan dengan argumentasi filsafat. Karya masterpiece Al Kindi adalah On First Philosophy. Karyanya itu mengulas tentang filsafat pertama atau metafisika, sebuah studi tentang Tuhan. Al Kindi Al-Kindi menyatakan bahwa Tuhan bukanlah genus atau species. Tuhan adalah pencipta. Ia adalah yang Benar Pertama (al Haqq al Awwal) dan Yang Benar Tunggal. Selain ahli dalam bidang Tauhid, Al-Kindi juga ahli di bidang matematika. Ia berperan penting dalam memperkenalkan angka India ke dunia Islam. Al-Kindi juga memiliki karya penting di bidang kedokteran berjudul De Gradibus, di mana ia mendemonstrasikan penerapan matematika pada kedokteran, khususnya di bidang farmakologi. Filsuf-filsuf Muslim Terkemuka Setelah Al-Kindi, lahir filsuf-filsuf muslim berikutnya yang meneruskan filsafat yunani dan berpengaruh besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan/sains modern. Berikut paparan singkat sebagian dari filsuf muslim dan pemikirannya. Al-Farabi Al-Farabi (872-951 Masehi) Abu Nasr Muhammad Al-Farabi, juga dikenal dalam bahasa Arab sebagai Al-Muallim Al-Thani. Ia adalah salah satu filsuf Muslim terbesar di dunia. Al-Farabi sangat berkontribusi besar hingga tidak dapat diukur, dalam pemikiran Aristotelianisme dan Platonik, sehingga disebut bahwa zaman modern berhutang banyak kepada polymath dari Asia Tengah ini. Dia berkontribusi dalam filsafat, matematika, musik, metafisika, serta politik. Al-Ghazzali Al-Ghazzali (1058-1111 Masehi) Abu Hamid al-Ghazzali adalah salah satu ulama terpenting dalam pemikiran Islam. Dia adalah seorang filsuf, seorang sarjana hukum, dan seorang teolog, lalu menjelang akhir hidupnya, ia menjadi seorang pemikir mistik. Ibnu Rushd Ibnu Rushd (1126-1198 Masehi) Ibnu Rusyd, yang dikenal di Barat sebagai Averroes, yang mungkin memiliki pengaruh lebih besar pada agama dan filsafat Barat dari pada terhadap pemikiran Islam. Beberapa sejarawan Muslim menggambarkan Barat modern yang tercerahkan sebagai imajinasi Averroes. Ibnu Rusyd adalah seorang pemikir yang luar biasa. Dia adalah seorang hakim, ahli hukum Islam (Maliki), seorang dokter, dan seorang filsuf. Ibnu Arabi Ibnu Arabi (1165-1240 Masehi) Ibnu Arabi barangkali adalah pemikir filosofis Muslim yang paling unik, paling membingungkan, dan sekaligus paling mendalam. Dia bukanlah seorang filsuf Muslim rasional, seperti al- Farabi atau Ibnu Rusyd. Ibnu Arabi mungkin adalah pemikir postmodern dan feminis pertama dalam warisan intelektual manusia. Karya-karyanya "Fusus al- Hikam" (Bezels of Wisdom) dan "Futuhat al-Makiyyah" (The Meccan Openings) bisa jadi merupakan puncak pemikiran mistik dan filosofis Islam. Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun (1332-1406 Masehi) Ibnu Khaldun adalah Syekh dari semua ilmuwan sosial. Dia adalah seorang filsuf Muslim dalam bidang sejarah dan ilmuwan sosial pertama. Ibnu Khaldun dikreditkan sebagai pelopor filsafat sejarah, menurut Muslim.co, yang memberikanpendekatan sejarah secara empiris dan memperlakukan sumber secara kritis. Filsafat dalam Kebudayaan Muslim Kebudayaan islam dan kaum muslim merupakan pewaris dan pengembang filsafat Yunani. Filsafat dan pemikiran Yunani yang mengalami kemandekan diwarisi oleh kaum muslim dan dikembangkan lebih lanjut. Ikhtiar kaum muslim ini yang kemudian menginspirasi gerakan pemikiran di dunia barat yang dikenal sebagai masa yang dikenal dalam sejarah kebudayaan Barat sebagai masa kelahiran kembali (Renaissance ) dan zaman Pencerahan (Aufklarung). Renaissance dan Aufklarung 1. Renaissance Renaissance bermakna kelahiran Kembali, artinya manusia sebagai subyek dikonsepkan sebagai actor sentral dalam realitas, termasuk dalam dunia pemikiran. Konsep Renaissance menjadi penting karena setelah berkembangnya pemikiran filsafat Yunani, kebudayaan Barat didominasi pemikiran bahwa pemikiran berdasar akal semata adalah sesat dan hanya pemikiran yang nersumber pada dogma agama (khususnya agama kristiani) adalah yang benar. 2. Aufklarung/enlightment Aufklarung adalah pencerahan. Jika sebelum Renaissance dianggap masa kegelapan (dark ages) maka setelah itu lahir masa pencerahan. Makna pencerahan lahir ketika manusia sampai pada pada pemikiran bahwa akal budi manusia adalah keunggulan yang dapat digunakan untuk memahami alam semesta. Ilmu pengetahuan modern mulai berkembang di masa pencerahan ini.