Document Details

LuckyAlgebra

Uploaded by LuckyAlgebra

2022

Iwok Abqary

Tags

childrens book indonesian literature children's stories illustrated book

Summary

Si Cemong Coak is a 2022 Indonesian children's book by Iwok Abqary, illustrated by Ikku Nala. The story follows the adventures of a cat named Si Cemong, who experiences various situations throughout the book.

Full Transcript

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA 2022 C KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA 2022 Hak Cipta pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi R...

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA 2022 C KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA 2022 Hak Cipta pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Dilindungi Undang-Undang. Penaian: Buku ini disiapkan oleh Pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan buku pendidikan yang bermutu, murah, dan merata sesuai dengan amanat dalam UU No.3 Tahun 2017. Buku ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Buku ini merupakan dokumen hidup yang senantiasa diperbaiki, diperbarui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman. Hai, anak-anakku sayang. Salam merdeka! Masukan dari berbagai kalangan yang dialamatkan kepada penulis atau melalui alamat surel [email protected] diharapkan dapat meningkatkan kualitas buku ini. Ini buku-buku hebat untuk kalian agar kalian semakin cinta membaca. Berbagai tema yang dekat dengan dunia anak-anak Si Cemong Coak Indonesia disajikan secara menarik. Kalian akan menemukan Penulis : Iwok Abqary tokoh-tokoh cerita yang aktif bergerak, menjaga lingkungan, Penyelia : Supriyatno, Helga Kurnia, Wuri Prihantini, Ivan Riadinata memanfaatkan uang dengan bijak, serta menggunakan teknologi Ilustrator : Ikku Nala informasi secara bertanggung jawab. Editor Naskah : Bambang Trim Editor Visual : Evi Shelvia Desainer : Damar Sasongko Buku-buku ini juga dilengkapi ilustrasi yang memukau. Karena itu, cerita-cerita di dalam buku dapat menginspirasi kalian untuk Penerbit Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi makin sering berkreasi dan berbuat kebaikan. Dikeluarkan oleh Pusat Perbukuan Selamat membaca! Kompleks Kemdikbudristek Jalan RS Fatmawati, Cipete, Jakarta Selatan https://buku.kemdikbud.go.id Cetakan pertama, 2022 Pak Kapus (Kepala Pusat Perbukuan) ISBN 978-602-244-922-5 Isi buku ini menggunakan huruf Andika New Basic 26/38, Cloudy With a Chance Supriyatno, S.Pd., M.A of Love. 196804051988121001 iv, 60 hlm: 17,5 x 25 cm. Bab 1 Duel...................... 4 Bab 2 Kucing di Mana-Mana............ 14 Bab 3 Perangkap!................. 22 Bab 4 Di Ruangan Bercat Putih.......... 30 Bab 5 Coak..................... 38 Bab 6 Satu per Satu Pergi............. 42 Bab 7 Pulang.................... 50 Tahukah Kamu?................... 58 2 3 itu biasa berkelahi hanya untuk mendapatkan sesuatu. Dari kecil Cemong sudah begitu, sejak ia lepas menyusu dan ditinggalkan induknya begitu saja. Cemong menatap berkeliling. Ia harus segera memutuskan, tempat pembuangan sampah, atau pe– rempuan tua baik hati yang sering menaruh makanan di Cemong lapar. Perutnya sudah berkeriuk sejak tadi. halaman rumahnya? Keduanya kadang bukan pilihan. Sepanjang siang ia hanya menemukan sepotong kecil Tempat pengumpulan sampah jadi tempat buruan kepala ikan. Tidak mengenyangkan, tapi cukup mengganjal kucing lain. Mereka sering berkumpul di sana. Kalau ada perutnya yang semakin kempis. makanan, tentu sudah mereka habiskan sejak tadi. Ke mana sekarang? Cemong mengangkat kepalanya. Cemong memilih berjalan ke rumah sederhana bercat Ia tidak punya banyak teman di sini. Setiap bertemu hijau muda. Ternyata, tak ada makanan yang tersisa. kucing lain, yang ditemuinya hanya wajah-wajah tak Mangkuk plastik kecil di teras rumah sudah kosong. ramah. Si belang ekor pendek akan mendesis galak setiap Berarti ada kucing lain yang datang lebih dulu dan Cemong mendekat. Ia penunggu tetap bak sampah, jarang menghabiskan semuanya. mau beranjak. Atau Mak Abu, kucing betina yang pernah “Meong …!” Cemong memanggil. Berharap perempuan menyerangnya tiba-tiba di halaman sebuah rumah. tua itu akan mendengar teriakannya dan keluar dengan Mungkin karena sedang hamil besar, ia tidak ingin banyak segenggam makanan. Sampai panggilan ketiga, pintu saingan mendapatkan makanan. rumah tidak terbuka. Kucing-kucing itu hanya ramah kepadanya kalau perut Sudah malam. Cemong mengeluh. Perempuan tua itu mereka kenyang. Mungkin seperti dirinya, kucing-kucing pasti sudah tidur. 4 5 Cemong membalikkan badannya dengan gontai. Eh, wangi apa ini? Embusan angin membawa aroma itu ke hidungnya. Cemong menengadah ke arah rumah di seberangnya. Kakinya sudah berlari tanpa harus diperintah lagi lalu melompat ke tembok pagar tinggi di depannya. Hap! Ia sudah berada di atas genting sekarang. Tinggal mencari dari mana aroma itu berasal. Tapi, tunggu! Geraman bersahutan membuat lang– kahnya terhenti. Tidak jauh dari sana, dua ekor kucing jantan sedang berhadapan. Tubuh mereka melengkung tinggi dengan bulu-bulu yang terangkat. Keduanya me– masang wajah sangar. Duel dua “preman” kompleks berebut wilayah. Cemong mendengus. Selalu saja seperti itu. Ia belum bergerak, melihat situasi. Cemong harus melintasi mereka kalau ingin mendekati sumber aroma. Suara berisik kembali terdengar. Nyalang dan panjang. Cemong melihat si preman berbulu kuning mendekat selangkah, sedikit goyah. Kaki depannya sudah lama pincang, tapi wajahnya tetap garang. Beberapa bulan 6 7 lalu, Cemong melihatnya terserempet motor yang me– Sesaat kemudian ia kembali membungkuk, dan … lintas. Pincang sampai sekarang. BYUUUR! “Hus! Hus!” Cemong melotot kaget hingga kakinya mundur se– Teriakan itu terdengar dari dalam rumah. Orang-orang langkah tanpa sadar. pasti tidak suka dengan suara kucing berisik, pikirnya. Satu gayung air kembali mengguyur ke arah genting. Malam-malam pula. Mengganggu! Kali ini lemparan lelaki itu tepat sasaran. Dua preman Dua preman itu sepertinya tidak terusik. Mereka masih tersentak. Kaget dan menghentikan teriakan melengking dalam posisi semula, menggeram dan mengeong kencang, mereka. Air membasahi bulu mereka. siap saling menyerang. Preman besar berbulu belang mendesis sebelum BRAK! berkelit dan melompat. Ia kabur dengan cepat ke ujung Cemong mendengar suara pintu terbuka dan langkah genting dan memaksa menyelusup ke bawahnya. Suara kaki diseret cepat. berkeretak terdengar saat tubuh besarnya masuk ke BYUUUR! langit-langit rumah. Genting itu retak! Segayung air mengempas genting. Cipratannya Namun, pertarungan belum usai. Cemong tahu itu. menyebar ke mana-mana. Perebutan wilayah tak akan pernah sebentar. Tak ada “Berisik!” yang mau mengalah sampai salah satunya lari terbirit- Cemong terkejut. Dua preman itu juga terkejut. birit. Ia sering menyaksikan itu. Pemilik rumah rupanya datang dengan seember air. Benar saja. Si Kuning ikut melompat dan mengejar. Lelaki berperut tambun itu mendongak ke atas genting Kaki pincangnya tidak menyurutkan kecepatan larinya. dengan wajah murka. Sebelah tangannya bertolak di Wilayah ini area kekuasaannya, tidak boleh ada kucing pinggang. Sebelah lagi memegang gayung. lain yang merebutnya. 8 9 GRUDUK … GRUDUK.… itu. Suara sapu lidi yang dipukul-pukulkan ke dinding Keributan berpindah ke dalam langit-langit rumah. menambah keriuhan. Kedua preman sepertinya semakin Dari tempatnya berdiri, Cemong mendengar suara tapak menjadi, tidak ada takutnya sama sekali. kaki berkejaran, berderap dari satu ujung ke ujung lainnya. PRAK! PRAK! Meongan keras terdengar menimpali, diselingi suatu Cemong melengos. Tidak ada untungnya menyaksikan pergumulan hebat. kegaduhan itu. Setidaknya, atap rumah-rumah sudah GRUDUK … GRUDUK.… terbebas dari kedua preman itu, pikirnya senang. Ia bisa Derap kaki kedua preman terdengar kembali. melanjutkan pencariannya lebih leluasa. “Paaak … kucingnya pindah ke langit-langit!” Cemong Hidungnya mengendus. Wangi itu tercium lagi. Ia mendengar seorang perempuan menjerit. berlari dan melompat ke atap rumah di sebelahnya. Wangi “Ambil sapu, Bu! Hus! Hus!” Suara lelaki berperut itu berasal dari sana. tambun itu menimpali. “Huuuus ….” Teriakan itu terdengar lagi, tetapi Cemong PRAK! PRAK! sudah tidak peduli. Ia bergegas melanjutkan langkahnya Cemong tersentak. Suara itu keras terdengar. Ia lagi. bisa membayangkan kehebohan yang terjadi di rumah “Lari ke ruang tengah, Paaak …” 10 11 GRUDUK … GRUDUK.… BRUK! BRAAKK! Suara keras terdengar seiring lengkingan marah. Kali ini langkah Cemong terhenti. Ia menoleh ke arah rumah itu. Apalagi yang terjadi sekarang? “Ampuuun … ambrol lagi, kan, atapnya!” Suara mengamuk perempuan tadi. “Kemarin, langit-langit kamar. Sekarang, ruang tamu!” PRAK! PRAK! Meooong.… Cemong menyeringai. Dua ekor kucing mencelat ke luar dari pintu depan yang terbuka. Terbirit-birit kabur menyelamatkan diri. Pertarungan sepertinya usai. Ke– duanya harus lari dari amukan pemilik rumah. Cemong memalingkan kembali wajahnya, meneruskan langkahnya. Cemong tidak peduli kedua preman itu bertarung. Ia lebih mementingkan bagaimana perutnya bisa terisi malam ini. 12 13 Wangi itu menyeruak tajam dari rumah di sebelahnya. Dua rumah jauhnya dari tempat dua “preman” tadi bertarung. Cemong melompat lincah dari atap ke atap, menginjak deretan genting demi genting tanpa rasa takut. Tidak sulit. Ia sering melakukannya. Dari sana ia mengendap ke arah dapur dan melompat turun. Aroma wangi itu tercium berdenting. Seorang perempuan berlari masuk dan semakin kuat. Wangi … ikan goreng! Perut Cemong menjerit kencang. berkeriuk lagi. “Hus! Huuus.… Dasar kucing garong!” Dari celah jendela dapur yang terbuka, ia melihat se– Perempuan itu berlari ke arah meja. Kedua tangannya ekor ikan mas goreng tersaji di atas meja. Tanpa penutup, bertepuk-tepuk. Sengaja menimbulkan kegaduhan agar seolah ikan itu memang disediakan untuknya. Cemong Cemong kaget dan tidak jadi menggondol makanannya. mengendap masuk dan.… Ketahuan! Hap! Ia melompat ke atas meja dapur. Meja bergoyang Cemong melompat gesit, kabur kembali lewat daun pelan, tapi cukup membuat tempat sendok di atasnya jendela yang terbuka. Hilang sudah makan malamnya. Ia bergoyang. Sendok dan garpu di dalamnya beradu dan mengeluh. Ke mana lagi ia harus mencari makan, malam 14 15 ini? Cemong berjalan ke arah sebuah gu– Kemarin, Cemong melihat di kolong gardu satpam ada dang kosong. Suara eongan pelan membuat kucing yang baru melahirkan juga. Anaknya tiga ekor. Cemong penasaran. Mata Cemong meredup. Tempat yang banyak kucing Tidak hanya satu eongan kecil, tapi ada bukan impiannya. Semakin banyak kucing akan semakin beberapa! Cemong mengintip ke dalam banyak saingan berebut makanan. Sekarang saja ia gudang. Tak lama, ia terbelalak sendiri. kesulitan mendapatkan makanan. Bagaimana dengan Ya, ampun! Mak Abu sudah anak-anak kucing ini nanti? melahirkan! Beberapa ekor Tinggal di jalanan sangat sulit. Tidak ada makanan anaknya ribut merangkak di yang tersedia setiap waktu. Cemong harus menunggu di sekitar tubuhnya. Hmmm … tempat sampah, berharap ada orang datang membuang bukankah empat bulan lalu dia baru sisa makanan. Meski harus berebutan dan berkelahi, melahirkan empat ekor anak juga? setidaknya ia berharap ada yang bisa didapatkan. Cemong juga harus siap tidur di sembarang tempat. Kalau tidak hujan, ia bisa tidur di depan gardu satpam, bangku taman, atau pinggir jalan. Kalau ada tanda-tanda hujan, ia akan berlari ke atap sebuah rumah dan bergulung di langit-langitnya yang kering dan hangat. Pintu-pintu rumah sudah tertutup. Malam semakin larut. Sudah terlalu ma– lam untuk mendapatkan makanan. 16 17 18 19 Cemong meringkuk di bawah kandang ayam. Di sini lebih aman daripada di halaman rumah orang. Ia tidak mau disiram air tiba-tiba lagi oleh pemilik rumah. Ia benci bulunya basah. Mungkin besok pagi ia bisa mendapatkan sedikit makanan. KRIUK! Perutnya berbunyi lagi. Cemong berjalan ke arah mangkuk plastik di dekat kaki kandang. Ada sedikit air sisa minum ayam-ayam. Ia mereguknya dengan nikmat. Semoga air ini bisa meredakan bunyi perutnya. Cemong menengadah. Mendengar deng– kuran ayam-ayam membuatnya mengantuk. Enak juga jadi ayam, pikirnya. Mereka tidak perlu takut kekurangan makanan. Pagi dan petang, dedak selalu ditaburkan. KRIUK! Cemong tertidur dengan perut kelaparan. 20 21 Cemong melengos. Ia tidak mau mencari masalah. Itu artinya ia harus menahan lapar lebih lama lagi. Cemong melangkah ke arah taman kompleks. Siapa tahu di sana ada orang-orang yang menaburkan makanan lagi. Beberapa hari lalu, dua anak muda mengajaknya dan kucing-kucing di taman ini berpesta. Ia memberikan Cemong terbangun. Hidungnya membaui makanan banyak sekali. Cemong berharap anak-anak aroma lezat. Ia meregangkan tubuhnya yang muda itu bisa datang setiap hari, tapi ternyata tidak. kaku, sebelum membiarkan kakinya melangkah Keesokan harinya, ia menunggu seharian, tapi kedua anak mengikuti endusan hidungnya. muda itu tidak datang lagi. Itu dia! Matanya berbinar. Semangkuk Seperti halnya kucing lainnya, Cemong menyukai makanan lezat tergeletak di teras rumah. taman kompleks ini. Taman ini tidak luas, tetapi banyak Makanan bulat-bulat kering yang renyah. tempat untuknya berguling-guling, tidur atau sekadar Namun, langkahnya melambat. Mengendap. Si berjemur. Lebih aman daripada tiduran di halaman rumah Putih Gondrong sudah duduk di dekat mang– orang. Aman dari guyuran air. kuk makanan. Kucing itu tinggal di rumah Eh, itu ada kucing belang tiga. Cemong terbelalak. Siapa ini, terlihat dari kerincing yang dipakainya. dia? Tubuhnya gemuk dan … mengenakan kerincing! Baru Makanan itu sudah ada pemiliknya. kali ini, ia melihatnya. Cemong mendekat dengan iri. Ia Si Gondrong langsung menggeram saat selalu ingin mengenakan kerincing. tahu Cemong mendekat. “Ini punyaku. Pergi!” 22 23 Tapi, tunggu! Sepertinya ada yang aneh. Eh, telinganya sobek juga! Tidak terlalu besar seperti telinganya, tapi tetap saja coak! Mata Cemong membulat. “Telingamu kenapa? Digigit kucing preman juga?” tanyanya. Sewaktu kecil, Cemong pernah diserang kucing jantan sangar. Tidak ada kucing jantan yang senang wilayahnya dimasuki jantan lain. Jantan yang masih kecil sekalipun selalu dianggapnya ancaman. Beruntung Cemong masih bisa menyelamatkan diri di sela tumpukan kayu. Meskipun begitu, sebelah telinganya tidak selamat dari gigitan. Si Telinga Coak menggeleng. Ia berjalan ke arah kolam taman dan mengagumi pantulan wajahnya di permukaan air. Senyumnya mengembang. “Aku baik-baik saja.” Ia menggelengkan kepalanya, menggoyangkan kerincingnya. CRING! CRING! Cemong menelengkan kepalanya. Matanya tak lepas dari kerincing. Kerincing itu bagus sekali, berwarna biru dengan tali leher berwarna merah cerah. Si Telinga Coak 24 25 ini sudah jelas punya rumah. Pasti ia sangat disayang. Dielus dan digendong setiap hari. Namun, kenapa dengan telinganya? “Mungkin sebelah telingamu akan coak seperti ini juga, nanti!” Si Telinga Coak tersenyum penuh arti. Ia kemudian membalikkan badannya dan bergegas pergi. Cemong bingung. Apa maksudnya? Belum hilang rasa bingungnya, bayangan hitam di belakangnya terlihat mendekat dan membesar. Cemong menoleh cepat. Instingnya langsung menyuruhnya segera lari menghindar. Ia menangkap tanda-tanda bahaya. Namun, terlambat! HAP! Cemong merasakan badannya tiba-tiba terperangkap. Sebuah jaring meringkus tubuhnya. Cemong kaget dan berontak, tapi jaring itu terlalu kuat. “Tolooong ….” 26 27 28 29 Siapa orang-orang yang sudah membawanya? Mereka datang ke kompleks perumahan hanya untuk menangkapnya? Untuk apa? Cemong melirik keranjang di sebelahnya. Seekor kucing oren jantan besar mengeong-ngeong dengan ribut. Cemong menatap keluar dari keranjang yang sedari tadi Ia sama ketakutannya. Mereka berasal dari kompleks mengurungnya. Entah berapa lama ia mengigil ketakutan perumahan yang sama. Cemong sering melihat si Oren ini di dalam sana. Ia juga tidak tahu sudah dibawa ke mana. di bak pembuangan sampah. Ia hanya bisa meringkuk dengan cemas. “Kita ada di mana?” tanya Cemong. “Tidak tahu,” si Oren Besar meraung. “Aku benci dikurung seperti ini!” Cemong mengangguk. Ia merasakan hal yang sama. Namun, semangkuk makanan lezat disediakan di dalam keranjang. Wangi ikan sarden lezat menusuk hidungnya. Dalam rasa cemas dan bingung, ia masih bisa melahapnya dengan nikmat. Tidak setiap hari ia menemukan makanan seperti ini. Perutnya sudah tidak kelaparan lagi. Setidaknya untuk hari ini. Namun, ia akan dibawa ke mana sekarang? Pikiran itu mengusiknya lagi. 30 31 Ada beberapa orang di dalam ruangan bercat putih Cekalan itu melonggar dan Cemong melompat cepat. saat Cemong melompat keluar keranjang yang dibuka. Berlari ke arah pintu ruangan yang terbuka. Ia mengenali salah satunya, yang memberinya makan “Tutup pintunya!” seseorang berteriak. di dalam keranjang tadi. Mungkin juga yang tadi sudah BRUK! menangkapnya. Entahlah, Cemong telanjur panik. Cemong celingukan dengan gugup, mencari celah lain “Bulunya unik, ya? Mukanya belepotan kaya kena cat!” untuk pergi dari ruangan ini. Namun, ia tidak melihat pintu suara seseorang kemudian tertawa. Tangannya terjulur lain. Tidak ada jendela. Ia terkurung lagi. ke arah Cemong. Cemong meringkuk waspada di sudut ruangan. Matanya Cemong mendesis dan berkelit. Ia selalu ingin dielus menatap awas setiap pergerakan. dan disayang, tapi tidak dalam kondisi seperti ini. Ia be– “Pus … pus.…” lum percaya orang-orang ini. “Awas, kabur!” Sepasang tangan lain menangkap tubuh Cemong. Kuat dan membuat kaget. Cemong tidak bisa membiarkannya begitu saja. Ia berontak dan mendesis marah. Cakar- cakarnya mencuat. “Meooong....” Ia meradang. SRET! Cakarannya berhasil menggores lengan, meninggalkan bekas merah yang memanjang. “Aduh!” 32 33 Seseorang berjas putih berjongkok di depannya. Tunggu! Laksanakan apa? Wajahnya masih terlihat muda dan tampak ramah. Lelaki Meongan kencang terdengar dari setiap kandang saat itu menjentikkan jari ke arahnya. Cemong dimasukkan ke salah satu kandangnya. Kucing- TREK! TREK! kucing berjalan hilir mudik dengan gelisah. Seperti Tangan itu disodorkan ke depan wajah Cemong, hal dirinya, kucing-kucing liar tidak pernah ada yang membiarkannya untuk membauinya. dikandangi. Mereka terbiasa bebas di alam lepas. Hidung Cemong bergerak. Ia mencium aroma. Tubuh Cemong terduduk di sudut kandang. Dia masih bi– lelaki ini … sangat bau kucing! Ia mendongak. Lelaki itu ngung, dan takut. tersenyum ke arahnya. Tidak terlihat ada niat jahat sedikit pun. Itu yang Cemong rasakan. Cemong tidak menolak, saat tangan lelaki itu kemudian menyentuh kepalanya. Mengelus leher, kemudian ba– dannya. Ia hanya menjengit saat kedua tangan lelaki itu mengangkat tubuhnya. Perlakuannya sangat berbeda. “Perlakukan kucing dengan baik. Pelan-pelan, jangan grasa-grusu,” katanya, lalu mengangkat tubuh Cemong ke depannya. “Badannya saja yang kurus, tapi kondisinya cukup sehat.” “Bisa ditindaklanjuti, Dok?” “Bisa. Sekarang, masukkan kandang saja dulu. Jangan diberi makan lagi. Nanti sore, kita laksanakan.” 34 35 36 37 Hoaaam.… Ia pun masih merasa mengantuk sekali. Cemong memejamkan matanya lagi. Setelah itu, entah berapa lama, ia kemudian tertidur. Seharian ini rasanya ingin tiduran terus. Namun, begitu terbangun dengan badan yang lebih segar, ia merasa ada yang aneh di sekelilingnya. Dengan kucing-kucing di sekitarnya. Cemong terbangun dengan badan lemas. Sebelum ini Tunggu! Tunggu! ada seseorang yang membawanya kembali ke ruangan Cemong mengedipkan matanya beberapa kali. Mata– serbaputih, menyuntiknya, dan ia tidak ingat apa-apa lagi. nya memicing ke arah kandang di sebelahnya. Ia tidak Sekarang ia sudah terbangun kembali di dalam salah lihat, kan? Kucing oren besar berjalan mondar- kandangnya. Entah berapa lama ia di ruangan putih itu, mandir dengan kondisi lebih tenang sekarang. Tapi, bu– tapi rasanya hanya sekedip mata. kan itu yang jadi perhatian Cemong. Matanya terpaku Apa yang sudah terjadi? pada … telinganya! Ujung telinga si Oren seperti sedikit Ia tidak merasakan ada sesuatu yang berbeda. Hanya sobek. Coak dan terpotong! ada sedikit nyeri di bagian bawah tubuhnya. Panik, Cemong melirik ke arah kandang lainnya. Ia Cemong berusaha bangun. terbelalak melihat kucing-kucing lainnya. Semua memiliki Eh, badannya terasa limbung. Langkahnya oleng seperti tanda yang sama. kucing kecil yang baru belajar berjalan. Ia berusaha me– Mendadak Cemong teringat si kucing belang tiga negakkan tubuhnya, tapi kakinya lemas sekali. Berkali-kali yang ditemuinya di taman kompleks. Ia memiliki tanda ia mencoba, tetapi selalu ambruk lagi. Ada apa dengan di telinganya, sama seperti telinga si Oren sekarang. Se– kaki-kakinya? perti telinga kucing-kucing lainnya di ruangan ini. 38 39 Apakah itu artinya … telinganya coak juga? Pikiran Cemong kembali ke kucing belang tiga. Ia Kaki depan Cemong terangkat ke atas kepalanya, terlihat sehat dan baik-baik saja meski dengan coak di berusaha meraba telinganya. Tidak ada yang aneh, telinganya. Tubuhnya gemuk, pertanda ia tak pernah pikirnya. Coak itu mungkin terlalu kecil hingga ia tidak kekurangan makanan. Bulunya bersih dan halus. Yang dapat merasakan bedanya. Cemong hanya bisa merasa– terpenting, si Belang Tiga memiliki kerincing! kan sebelah telinga lainnya yang memang sudah hilang Apakah semua kucing di tempat ini akan diberikan sejak kecil dulu. kerincing juga? Mata Cemong seketika berbinar. Itu Kalau memang telinganya sekarang coak juga, itu dia! Mungkin tanda coak di telinga untuk memberi tanda untuk menandakan apa? Apa yang sudah orang-orang itu kucing-kucing yang akan diberikan kerincing! lakukan sebenarnya? Hmmm, si Putih Gondrong memiliki kerincing, tapi telinganya tidak coak. Mendadak Cemong lesu lagi. 40 41 Sepertinya bukan. Ada suara-suara lain yang me– ngiringi kedatangannya. Beberapa orang kemudian terlihat memasuki ruangan. “Kalau tidak ada yang mengadopsi, kucing-kucing ini akan kami kembalikan lagi ke habitatnya semula,” suara si anak muda yang dikenalnya terdengar. “Jadi, kalau Bapak Sudah dua hari Cemong tinggal di dalam kandang. mau mengadopsinya, kucing-kucing ini pasti senang sekali. Selain dirinya, ada beberapa kucing lain yang tinggal Itu yang mereka harapkan.” di sana. Ia memang mendapatkan makanan dan tidak Cemong melihat seorang anak laki-laki berjalan pernah kelaparan lagi, tapi hidup bebas sepertinya akan mendahului. Ia berjalan dari satu kandang ke kandang membuatnya lebih senang. lainnya. Selain ujung telinganya yang mungkin sudah sedikit Anak itu berhenti di depan kandang si Oren Besar. berbeda, tidak ada yang dikeluhkan Cemong lagi. Ia Tepat di sebelah kandang Cemong. Sejak ditempatkan di tidak merasa lemas lagi. Ia sudah bisa berjalan tegak dan sini, mereka belum berpindah kandang. melompat. Bahkan, nyeri yang sempat dirasakan waktu “Aku mau kucing yang ini! Gagah sekali.” Anak itu itu sudah tidak dirasakannya lagi. berteriak. Cemong melihat pintu kandang si Oren dibuka. Suara langkah kaki membuat Cemong bingung. Apakah Anak itu mengelus si Oren dan kemudian menggendong– sudah jadwal makan lagi? Anak muda itu biasa datang nya. Oren sedikit berontak, tapi tak lama ia menurut. tiga kali dalam sehari, mengisi mangkuk-mangkuk kosong “Dirawat kucingnya dengan baik, ya,” ujar si anak di setiap kandang dengan makanan. Namun, bukankah muda dengan wajah senang. mangkuknya baru diisi belum lama tadi? 42 43 44 45 “Tentu, dong.” Anak laki-laki itu mendekap Oren lebih Mungkin orang berikutnya, pikir Cemong penuh harap. erat. Matanya terlihat berbinar. Di sebelahnya, ayah anak Ia akan menunggu orang yang akan menjemputnya. lelaki itu tersenyum senang. Namun, hingga sore hari tidak ada lagi yang datang. Cemong terbelalak. Si Oren sudah punya rumah? Dia Cemong meringkuk sedih di sudut kandang. akan mengenakan kerincing? “Kalau tidak ada lagi yang mengambil, besok sore, kita Wajah Cemong seketika meredup. Kenapa anak itu kembalikan kucing yang tersisa ke tempat asalnya.” Sore tidak memilihnya? itu suara si anak muda kembali terdengar. Semakin siang semakin ramai yang datang. Mereka “Ya. Jangan sampai mereka keenakan di sini dan datang dan pergi. Satu per satu kucing di dalam kandang tidak bisa bertahan lagi di dunia luar.” Rekannya yang pun menghilang, ikut pulang bersama orang-orang itu. membantu merawat Cemong dan kucing-kucing di tempat Mereka sudah menemukan rumah dan keluarga baru. itu menyetujui. Ruangan itu selalu ramai setiap hari. Orang-orang Cemong menegakkan tubuhnya. Ia melirik kandang- kembali datang dan pergi. Setiap ada yang datang, kandang di sebelah dan di atasnya. Semuanya sudah Cemong duduk manis di dalam kandang. kosong. Berarti.… “Meoong.…” ia mengeong selembut mungkin. Ekor– nya dikibaskan dengan tenang. Ia berusaha menarik perhatian orang. Namun, tidak ada seorang pun yang meliriknya. Tidak ada seorang pun yang menyentuhnya. Kandangnya se– lalu dilewati. 46 47 “Kita akan pergi ke tempat baru, Mong!” Anak muda itu berkata. “Kamu harus betah tinggal di sana. Jangan nakal, ya!” Cemong tersentak. Tempat baru? Mereka tidak akan kembali ke kompleks perumahan? Ia akan dibawa ke mana? Rasa panik kembali menyerangnya. Apakah ia akan Sore itu, masih pada hari yang sama, Cemong dikejutkan. di tempatkan di kompleks perumahan baru? Bukankah “Ayo, Mong! Kita harus pergi dari sini!” anak muda anak muda itu mengatakan akan mengembalikan kucing itu mengangkatnya dari kandang dan memasukkannya ke tersisa kembali ke habitat asal? Di dalam keranjangnya dalam keranjang. yang terguncang-guncang, Cemong kembali cemas. Cemong menatap anak muda itu sekilas lalu masuk ke Tak lama, laju motor berbelok ke arah sebuah kompleks dalam keranjang tanpa membantah. Pikirannya sudah perumahan. Jantung Cemong berdegup kencang. Berarti jauh ke mana-mana, ke tempat dari mana ia berasal. Ia benar, ia akan dilepaskan di tempat ini. Sebentar lagi ia akan segera bertemu lagi dengan duo preman, Mak Abu akan bertemu kucing-kucing baru, mengenal mereka lagi dengan bayi-bayi mungilnya, dan kucing-kucing lain di satu per satu. Apakah kucing-kucing di sini galak-galak taman kompleks. Mungkin tempatnya memang di sana, seperti duo preman? bukan di sebuah rumah. Di halaman sebuah rumah, motor berhenti. Anak Muda Keranjang berisi Cemong diletakkan di belakang jok itu turun dan melepaskan ikatan keranjang dari motornya. motor belakang, diikat kuat-kuat. Tak lama sepeda motor Ia menjinjing keranjang Cemong dan bergegas masuk ke itu sudah membelah lalu lintas yang ramai. dalam rumah. 48 49 Dari balik keranjangnya Cemong mengintip. Seorang “Cemong memang tidak segendut dan sebersih ku– perempuan menyambut ramah. Wajahnya terlihat lega. cingmu yang dulu. Tetapi, kalau sudah dirawat, ia pasti Entah karena apa. tidak kalah gantengnya.” “Lila ada di kamarnya. Masuk saja,” katanya. Tangannya “Halo Cemong,” Lila meraih Cemong. menunjuk ke dalam. “Meoong.…” “Lila, Om Ivan bawa hadiah untukmu.” “Lihat, Cemong suka denganmu.” Anak muda bernama Ivan itu membawa keranjang Cemong melihat Lila menatapnya lekat-lekat. Senyum Cemong hingga tiba di pintu kamar yang terbuka. “Om, gadis itu kemudian melebar. “Kupingnya lucu!” Ia menarik boleh masuk?” Cemong ke pelukannya. Sebelah tangan lainnya kemu– Seorang gadis kecil duduk di atas kursi roda dengan dian memutar kursi rodanya mendekati meja. Tangannya wajah murung. Matanya terlihat sembab. Ia menoleh dan menjangkau sebuah kerincing merah bertali kuning. mengangguk pelan. “Kamu harus memakai ini,” senyumnya. “Ini kerincing “Lihat, apa yang Om Ivan bawa!” milik Luki.” Cemong melihat penutup keranjangnya terbuka. CRING! CRING! Seorang gadis kecil berwajah manis menatap ke arahnya. Kerincing itu bergoyang-goyang. Gadis itu seketika terbelalak. Cemong melonjak. Ia menyundulkan kepalanya ke “Ini … siapa?” tanyanya dengan suara serak. tangan Lila. Matanya berbinar. Ia mau kerincing! “Ini Cemong, pengganti kucingmu yang sudah pergi.” Cemong menggoyang-goyangkan kerincing di lehernya Cemong melihat Om Ivan tersenyum. dengan senang. “Tapi …” Lila menatap Om Ivan ragu. CRING! CRING! Rasanya ia belum pernah sebahagia ini. 50 51 52 53 Beberapa bulan setelah itu. Cemong sedang duduk di depan rumah saat seekor kucing melintas di depannya. Kucing itu berhenti dan menatap dengan pandangan heran. “Telingamu kenapa?” tanyanya. Cemong tersenyum. “Telinga yang kiri atau yang kanan?” “Sakit?” Cemong berdiri dan berputar, memperlihatkan tu– buhnya yang gemuk, bersih, serta bulunya yang halus dan lembut. “Menurutmu aku kelihatan kesakitan? Aku justru bahagia telingaku coak seperti ini.” “Benarkah? Apa hubungannya?” “Mungkin kamu akan mengetahuinya sebentar lagi.” Cemong mengedipkan matanya. 54 55 TNR (Trap, Neuter, Release) adalah program sterilisasi kucing liar yang biasanya dilakukan oleh komunitas atau orang yang peduli kucing. Kucing liar akan ditangkap, disteril, dirawat hingga sembuh lalu dilepas lagi ke habitat semula. Sterilisasi kucing dilakukan untuk mencegah terjadinya kelebihan populasi kucing, khususnya kucing liar. Steril pada kucing dilakukan dengan pengangkatan organ Manfaat steril untuk kucing itu banyak sekali. reproduksi kucing agar tidak memiliki keturunan. Untuk Kucing lebih sehat. Hormon reproduksi akan jantan dilakukan pengangkatan testis dan untuk betina berubah menjadi hormon perkembangan pengangkatan ovarium. sehingga kucing lebih lincah dan gemuk. Steril akan mengurangi nafsu jantan untuk kawin. Menandai wilayah dengan air kencing Kucing yang sudah disteril akan memiliki tanda khusus di pun akan berkurang sehingga “perebutan telinganya. Ini untuk mencegah terjadinya pengulangan wilayah kekuasaan” akan jauh berkurang. proses steril (terutama betina). Penyayang kucing bisa Populasi kucing terkendali. Kucing liar dan mengetahui seekor kucing sudah steril atau tidaknya dari terlantar tidak akan terus bertambah banyak. ujung telinganya. Kucing lebih tenang dan jinak karena sudah Telinga coak sudah menjadi simbol internasional. Jadi, tidak agresif lagi. jangan heran kalau menemukan kucing bertelinga coak juga di luar negeri. Kak Bambang Trim sudah menjadi penulis dan editor buku anak sejak tahun 1995. Ia adalah lulusan Program Studi D-3 Editing dan S-1 Sastra Indonesia, Universitas Padjadjaran. Kini Kak Iwok Abqary mulai menekuni penulisan Kak Bambang Trim masih setia menulis dan cerita anak sejak tahun 2006. Hingga kini lebih menyunting buku anak. Kak Bambang Trim dapat dari 100 judul buku anak dan remaja yang sudah dihubungi di [email protected] dan ditulisnya. Kak Iwok lulus dari Program D-3 beberapa karyanya dapat dilihat di Bahasa Inggris, Universitas Padjadjaran dan www.penulispro.id kini tinggal di Kota Tasikmalaya. Mau kenal Kak Iwok? Yuk, intip ceritanya tentang buku yang ditulisnya dan kucing-kucing yang dirawatnya di Evi Shelvia suka menggambar, menulis cerita, akun instagram @iwokabqary. dan memeluk kucing. Sudah banyak buku dihasilkannya. Buku-buku tersebut terbit di dalam dan di luar negeri. Evi juga aktif memberikan pelatihan buku anak bergambar di tanah air dan di beberapa negara Asia dan Afrika bersama Room Kak Ikku Nala, lahir di kota kecil berhawa dingin to Read, Let’s Read Asia, dan lembaga lainnya. bernama Pematang Siantar. Kak Ikku sangat Hubungi Evi di surel [email protected] atau menyukai bertualang dalam buku dan bercerita epit-at-home.blogspot.com lewat gambar. Saat ini dua hal ini dia lakukan dengan mengilustrasikan buku cerita untuk anak-anak. Di waktu luangnya, Kak Ikku gemar membuat kertas. Sapa kak Ikku melalui akun Damar Sasongko menyukai buku anak dan komik Instagram @ikkunala dan website di sejak kecil. Pada tahun 2014, dia memutuskan www.ikkunala.com bekerja di dunia penerbitan. Sejak saat itu, dia telah membidani lahirnya ratusan buku, baik sebagai desainer, art director, maupun editor. Saat ini, dia sedang menekuni seni cetak grais. Sapa dia di Instagram @kaoskutang. Cemong selalu iri melihat kucing-kucing yang mengenakan kerincing. Baginya, kerincing melambangkan rumah dan kasih sayang. Bisakah ia memiliki kerincing yang diimpikan? Ia hanyalah kucing liar tak bertuan. Suatu hari seseorang justru menangkapnya. Cemong bingung dan takut. Ia akan dibawa ke mana? HET Rp24.900

Use Quizgecko on...
Browser
Browser