Selayang Pandang Mikologi PDF 2024
Document Details
Uploaded by VigilantArtInformel
Universitas Kristen Duta Wacana
2024
dr. Haryo Dimasto Kristiyanto S.S., M.Sc
Tags
Summary
Dokumen ini merupakan pengantar singkat tentang mikologi, mencakup informasi mengenai ukuran, struktur, klasifikasi, morfologi, dan identifikasi jamur, serta peran jamur komensal dan patogen. Penjelasan tentang perintis ilmu jamur, studi jamur, dan penggunaan istilah jamur dijelaskan secara terperinci. Dokumentasi tersebut juga mencakup pengetahuan mengenai komponen jamur, identifikasi dan diagnosis, pengembangan terapi antijamur, resistensi dan strategi patogenik, dan pengaruhnya pada pasien dengan kondisi kesehatan khusus.
Full Transcript
SELAYANG PANDANG MIKOLOGI dr. Haryo Dimasto Kristiyanto S.S., M.Sc Mikologi - Mahasiswa mampu menjelaskan ukuran dan struktur jamur - Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi jamur - Mahasiswa mampu menjelaskan morfologi dan identifikasi jamur - Mahasiswa mampu menjelask...
SELAYANG PANDANG MIKOLOGI dr. Haryo Dimasto Kristiyanto S.S., M.Sc Mikologi - Mahasiswa mampu menjelaskan ukuran dan struktur jamur - Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi jamur - Mahasiswa mampu menjelaskan morfologi dan identifikasi jamur - Mahasiswa mampu menjelaskan tentang jamur komensal dan pathogen Perintis ilmu mengenai jamur adalah Pier Antonio Micheli, seorang ahli tumbuhan dari Italia yang mempelajari jamur dan mempublikasikan bukunya yang berjudul Nova Plantarum Genera pada tahun 1729. Micheli tidak hanya mengamati spora namun juga menunjukkan pada kondisi yang tepat, spora dapat diinduksi untuk tumbuh menjadi spesies jamur yang sama dengan spesiel asal spora tersebut. Pada 1794-1878, Elias Magnus Fries menguraikan klasifikasi jamur menggunakan warna dan karakteristik mikroskopis spora, metode yang sampai saat ini masih digunakan oleh pada ahli taksonomi. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang biokimia, genetika, biologi molekuler, dan bioteknologi, penggunaan teknologi pengurutan/sekuensing DNA dan analisis filogenik telah memberikan wawasan baru tentang hubungan dan keanekaragaman hayati dari jamur. Studi tentang jamur, atau mikologi, merupakan aspek penting dalam mikrobiologi dan ilmu kedokteran. Jamur adalah organisme eukariotik unik yang tidak hanya memiliki peran ekosistem yang penting, tetapi juga menjadi penyebab berbagai penyakit infeksi pada manusia. Di antara ribuan spesies jamur yang ada, beberapa memiliki potensi patogenik yang dapat mengakibatkan infeksi serius, terutama pada individu dengan sistem imun yang lemah. Oleh karena itu, pemahaman tentang jamur, karakteristik strukturalnya, dan cara berkembangbiaknya menjadi sangat penting bagi mahasiswa kedokteran. Penggunaan istilah jamur mencakup semua bentuk jamur yang kecil maupun besar, uniselurer maupun multiseluler. Jamur merupakan suatu kelompok organisme eukariotik heterotropik, Eukariotik artinya sel dengan inti sel yang dikelilingi oleh membran inti, dan hetetropik menyatakan bahwa suatu organisme tidak memiliki klorofil sehingga tidak mampu menghasilkan makanan sendiri melalui fotosintesis atau proses sitesis makanan lainnya. Organisme heterotropik memperoleh nutrisi dengan mengkonsumsi bahan organik atau organisme lain secara saprofitik, yaitu dengan menghancurkan atau menguraikan materi organik mati dan mengabsorbsinya. Struktur seluler jamur berbeda secara signifikan dari organisme patogen lain, seperti bakteri dan virus. Dinding sel jamur yang tersusun dari kitin dan ergosterol pada membran sel merupakan salah satu ciri khas utama yang membedakannya dari sel mamalia. Pengetahuan mengenai komponen-komponen ini penting karena: 1. Identifikasi dan Diagnosis: Struktur jamur menjadi dasar dalam proses identifikasi patogen melalui metode kultur, pemeriksaan mikroskopis, dan uji molekuler. Misalnya, identifikasi hifa (struktur filamen pada kapang) atau sel tunggal khamir dapat menjadi penentu diagnosis jenis infeksi yang dialami pasien. 2. Perkembangan Terapi Antijamur: Struktur unik dinding sel jamur, terutama kandungan ergosterol, menjadi target utama dalam pengembangan obat antijamur. Obat-obatan seperti azole dan amphotericin B bekerja dengan mengganggu sintesis ergosterol, sehingga mempengaruhi integritas membran sel jamur tanpa merusak sel tubuh manusia. Memahami komponen struktural ini memungkinkan mahasiswa kedokteran mengerti dasar kerja terapi yang digunakan dalam pengobatan infeksi jamur. 3. Resistensi dan Strategi Patogenik: Jamur memiliki berbagai mekanisme adaptif untuk bertahan hidup di dalam tubuh manusia, seperti pembentukan kapsul pelindung dan biofilm yang mencegah reaksi fagositosis oleh sel imun. Pengetahuan tentang struktur ini membantu dalam memahami bagaimana jamur dapat menghindari deteksi oleh sistem imun, dan mengapa beberapa infeksi jamur sulit diobati, terutama dalam kasus infeksi yang melibatkan biofilm pada permukaan alat medis atau jaringan tubuh. 4. Pengaruh pada Pasien dengan Kondisi Kesehatan Khusus: Jamur oportunistik, seperti Candida, Aspergillus, dan Cryptococcus, sering menginfeksi pasien dengan imunodefisiensi. Pemahaman mendalam tentang struktur dan sifat jamur ini penting untuk mendeteksi infeksi sejak dini dan memberikan terapi yang tepat, terutama pada pasien HIV/AIDS, pasien transplantasi organ, atau pasien dengan gangguan sistem imun lainnya. Jamur yang berukuran mikroskopis dibedakan menjadi dua morfologi yaitu 1. kapang (mold-like) yang berbentuk jalinan benang (hifa/filamen) dengan banyak cabang yang disebut miselium. Kapang bersifat multiseluler. 2. khamir (yeast-like) yang berbentuk bulat-oval, berupa fungi tunggal yang tidak terkoneksi dengan yang lain. Beberapa jamur patogen memiliki dua fase morfologi yang disebut sebagai fungi dimorfik. Dimorfisme ini dipengaruhi oleh temperatur udara: pada suhu 37o C akan berbentuk kapang/mold dan pada suhu 25o C akan berbentuk khamir/yeast, Beberapa fungi non patogen dimorfik lain ada yang morfogenesisnya dipengaruhi oleh perbedaan nutrisi dan karbondioksida. Berikut adalah beberapa contoh fungi dimorfik: 1. Histoplasma capsulatum: Jamur ini dapat ditemukan dalam bentuk mikroskopis sebagai mikroskopis filamentous dan dalam bentuk ragi di dalam tubuh manusia. 2. Coccidioides immitis: Jamur ini menyebabkan penyakit coccidioidomycosis (valley fever) dan dapat tumbuh dalam bentuk spherule (bentuk makroskopis) dalam jaringan manusia. 3. Blastomyces dermatitidis: Fungi ini dapat ditemukan dalam bentuk filamentous di lingkungan dan bertransformasi menjadi bentuk ragi ketika terinfeksi di dalam tubuh manusia. 4. Paracoccidioides brasiliensis: Jamur ini menyebabkan paracoccidioidomycosis dan juga memiliki dua bentuk, yaitu bentuk filamentous di lingkungan dan bentuk ragi di dalam tubuh. 5. Sporothrix schenckii: Fungi ini dapat tumbuh dalam bentuk filamentous di tanah atau tumbuhan, dan dalam bentuk ragi ketika masuk ke dalam tubuh manusia. Gambar 1. Khamir dan Kapang STRUKTUR JAMUR Seperti halnya struktur eukariotik lain, jamur memiliki nucleus dengan nucleolus serta membran nucleus dan kromosom; sitoplasmanya tersusun atas sitoskeleton dengan aktin mikrofilamen dan tubulin-dari kumpulan mikrotubulus. Tedapat pula organela-organela dan ribosom seperti mitokondria, retikulum endoplasmikum, serta badan golgi. Jamur memiliki dinding sel yang keras diluar membran sitoplasma, yang membedakan jamur dadi sel mamalia. Selain itu hal lain yang membedakan dinding sel jamur dengan mamalia adalah komposisi sterol pada membran sitoplasma, pada mamalia komposisi utama sterol membran adalah kolesterol sedangkan pada jamur komponen utamanya adalah ergosterol. Hifa bersekat Coenocytic Hifa palsu Kapang Khamir Gambar 2. Hifa pada kapang dan khamir Tubuh kapang terdiri dari dua bagian, yaitu miselium dan spora. Miselium sendiri merupakan jalinan dari hifa/filamen yang menyatu sementara spora adalah struktur reproduksi jamur untuk penyebaran dan perkembangbiakan. Terdapat tiga macam hifa yang dapat dilihat di bawah permukaan mikroskop, yang pertama adalah hifa aseptate yaitu hifa tak bersekat yang mengandung banyak inti atau disebut coenocytic, hifa bersekat dengan sel-sel uninukleat maupun multinukleat, dan psudohifa/hifa palsu. Hifa palsu ini seringkali terdapat pada khamir. Proses Reproduksi Jamur Jamur dapat bereproduksi secara aseksual dan seksual: 1. Repoduksi aseksual pada jamur uniseluler akan dimulai dengan pembentukan kuncup atau tunas untuk menghasilkan keturunan, sedangkan jamur multiseluler akan melakukan proses fragmentasi dan menghasilkan spora aseksual atau sporaoispora atau konidiospora. Kedua spora aseksual ini akan memiliki sifat haploid. Gambar 3. Reproduksi aseksual jamur 2. Reproduksi seksual dimulai dengan penyatuan hifa atau singami yang terdiri dari proses plasmogami, kariogami dan fase meiosis. Plasmogami adalah pembauran dari protoplas yang mendekati kedua nukleus dalam sel yang sama, kariogami adalah proses pencampuran kedua nukleus tersebut. Dari proses ini akan dihasilkan spora seksual yaitu zigospora, askospora, dan basidiospora. Spora seksual memiliki sifat turunan diploid. Fase meiosis terjadi setelah kariogami yang mereduksi jumlah kromososm diploid menjadi haploid. Gambar 4. Reproduksi seksual jamur Identifikasi Jamur Identifikasi jamur sangat penting dalam bidang medis untuk menentukan jenis dan spesies yang menyebabkan infeksi. Jamur dapat diidentifikasi dengan menggunakan beberapa metode: 1. Pengamatan Makroskopis: Mengamati koloni jamur dari segi bentuk, warna, dan ukuran. 2. Pengamatan Mikroskopis: Dilakukan dengan pengecatan khusus, seperti KOH atau tinta India, untuk mempelajari struktur seluler jamur. 3. Kultur: Jamur ditumbuhkan pada media tertentu, seperti Sabboroud Dextrose Agar, Chromagar, dan Yeast extract peptone dextrose media (YPD), dengan kondisi pH tertentu sehingga menghambat pertumbuhan bakteri. Kultur dapat dilakukan dari fragmen hifa maupun spora. Sampel dapat diperoleh dari pus, darah, caira spinal, sputum, biopsi jaringan, dan kerokan kulit. Setelah kultur jamur tumbuh, dapat dilakukan pengamatan morfologi secara makroskopis untuk menilai bentuk koloni, warna, serta ukuran koloninya. 4. Pemeriksaan Molekuler: Teknik serologi dan amplifikasi DNA digunakan untuk mendeteksi antigen atau antibodi jamur, serta analisis DNA untuk identifikasi spesifik. Metode Kelebihan Kekurangan Praktis, pemeriksaan Tidak dapat membedakan Pemeriksaan Mikroskopis skrining yang sensitif, dapat antar koloni, infeksi jamur, dilakukan dengan cepat dan hifa pada jaringan tubuh Sensitivitasnya tidak selalu Identifikasi spesies jamur baik, tidak dapat Kultur dan pemeriksaan sensitivitas membedakan antara terhadap obat penyakit invasif maupun koloni, atau kontaminasi, dan membutuhkan waktu + 7 hari untuk pertumbuhan jamur Metode deteksi yang cukup Tidak dapat digunakan pada sensitif untuk infeksi jamur, pasien imunodefisiensi mampu mendeteksi karena produksi antibody Diagnosis serologis, deteksi Cryptococcus, Candida sp., pada pasien tersebut tidak antigen-antibodi Aspergillus sp., Histoplasma, terbentuk. Tidak dapat dan mendiagnosis penyakit dilakukan pada jamur lain lebih awal. dan Mucorales. Metode deteksi yang paling sensitif dan spesifik, waktu Dibutuhkan ketepatan Amplifikasi DNA pemeriksaan lebih pendek, primer untuk dapat dan tidak memerlukan mengamplifikasi DNA target, specimen yang banyak Jamur Sebagai Agen Infeksi Khamir dan kapang adalah organisme kosmopolitan yang tempat hidupnya sangat luas, tersebar di udara, tanah, sebagai flora normal. Dari 100.000 spesies jamur, hanya sekitar 300-an spesies yang menyebabkan penyakit pada hewan, Pada umumnya manusia cukup resisten terhadap infeksi jamur karena produksi IFNɣ (Th1) dan IL-17 (Th17) memberikan pertahanan antijamur yang cukup efektif untuk merangsang aktivitas sel efektor bawaan seperti netrofil dan makrofag untuk membunuh jamur. Meskipun sistem imun manusia cukup efektif melawan infeksi jamur, beberapa jenis jamur dapat menghindari pengenalan oleh sistem imun. Jamur sering kali menutupi dinding sel mereka dengan molekul pelindung, atau membentuk kapsul yang menghasilkan zat antifagosit, sehingga sulit dilawan oleh sistem imun. Infeksi jamur yang umum di antaranya: 1. Infeksi Superfisial | Tinea (kurap), Malassezia (panu) Infeksi superfisial terjadi pada lapisan terluar kulit, rambut, atau kuku. Jamur hanya menginfeksi lapisan keratin (stratum korneum) dan tidak menembus lebih dalam ke jaringan hidup. Contohnya, jamur dermatofit yang menyebabkan kurap (seperti Trichophyton dan Epidermophyton) menguraikan keratin sebagai sumber nutrisi. Malassezia yang menyebabkan panu juga hanya menginfeksi lapisan permukaan kulit, menyebabkan perubahan warna kulit. 2. Infeksi Subkutan | Sporotrikosis (disebabkan oleh Sporothrix schenckii), kromoblastomikosis (disebabkan oleh Fonsecaea spp.) Infeksi subkutan terjadi ketika jamur masuk ke jaringan kulit atau subkutan (bawah kulit) melalui luka kecil atau trauma. Infeksi ini biasanya berkembang lambat dan dapat menyebabkan pembentukan nodul atau luka kronis. Misalnya, sporotrikosis dimulai ketika spora Sporothrix masuk ke kulit, lalu menginfeksi jaringan subkutan dan menyebabkan lesi yang membengkak. Infeksi subkutan biasanya sulit diobati karena jamur dapat membentuk granuloma (peradangan kronis dengan jaringan parut) di dalam jaringan. 3. Infeksi Endemik (Sistemik) contoh: Histoplasmosis (disebabkan oleh Histoplasma capsulatum) coccidioidomikosis (disebabkan oleh Coccidioides immitis) Infeksi endemik adalah infeksi jamur yang terutama ditemukan di daerah atau lingkungan tertentu. Misalnya, Histoplasma capsulatum yang menyebabkan histoplasmosis banyak ditemukan di Amerika Utara bagian tengah. Infeksi terjadi ketika spora jamur dihirup ke paru-paru dan berkembang di jaringan paru. Setelah infeksi paru, jamur dapat menyebar ke organ lain, terutama pada orang dengan sistem imun yang lemah. Jamur endemik sering kali bersifat dimorfik, artinya bentuknya bisa berbeda saat berada di luar tubuh (spora) dan di dalam tubuh (ragi). 4. Infeksi Oportunistik | Kandidiasis (oleh Candida albicans), aspergilosis (oleh Aspergillus fumigatus), mukormikosis (oleh Rhizopus spp.) Infeksi oportunistik biasanya terjadi pada orang dengan sistem imun yang lemah (misalnya pasien HIV, kanker, atau penerima transplantasi). Candida albicans adalah contoh jamur oportunistik yang secara alami ada di tubuh kita, terutama di usus dan kulit. Namun, bila kekebalan tubuh menurun atau keseimbangan mikroba terganggu (misalnya karena penggunaan antibiotik), Candida dapat berkembang biak secara berlebihan, menyebabkan infeksi di mulut, kulit, atau organ lainnya. Aspergillosis terjadi ketika spora Aspergillus masuk ke paru-paru, terutama pada pasien dengan gangguan paru atau sistem imun lemah. REFERENSI Dr. Hj. Yani Suryani, M. O. (2020). Mikologi. Padang: PT. Freeline Cipta Granesia. Drummond, R. A. (n.d.). Immune response to fungal pathogen. Retrieved from British Society for Immunology: https://www.immunology.org/public-information/bitesized- immunology/pathogens-disease/immune-responses-fungal- pathogens#:~:text=Adaptive%20immunity%20to%20fungi%20is,such%20as%20neutrophils% 20and%20macrophages. Marco J. Hernández-Chávez, Luis A. Pérez-García, Gustavo A. Niño-Vega, Héctor M. Mora-Montes. (2017, September 23). PubMed Central. Diambil kembali dari National Library of Medicine: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5753153/#:~:text=To%20bypass%20the%20 encounter%20with,same%20result%3A%20shielding%20of%20PAMPs. Riefel, Stefan, Hobden, J.A, et. al, Jawetz, Melnick, & Adelberg's Medical Microbiology, 28e. (2019) McGraw-Hill Education. https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?sectionid=217776101&bookid=2 629&Resultclick=2#1163284259