Rangkuman UAS KulProg Semester 5 PA 2023 PDF

Summary

This document is a summary of a past exam (UAS KulProg Semester 5). It explores the relationship between public opinion and mass psychology, emphasizing the influence of these on societal behaviors and national security, especially during the COVID-19 pandemic. It also details the potential role of medical students in countering negative impacts of these concepts.

Full Transcript

MATRA : Pengaruh Opini Publik dan Psikologi Massa Pendahuluan: Opini publik dan psikologi massa merupakan dua fenomena sosial yang saling berkaitan dan memiliki pengaruh kuat dalam membentuk perilaku, sikap, dan keyakinan individu dalam suatu masyarakat. Memahami dinamika keduanya penting, terutama...

MATRA : Pengaruh Opini Publik dan Psikologi Massa Pendahuluan: Opini publik dan psikologi massa merupakan dua fenomena sosial yang saling berkaitan dan memiliki pengaruh kuat dalam membentuk perilaku, sikap, dan keyakinan individu dalam suatu masyarakat. Memahami dinamika keduanya penting, terutama dalam konteks ketahanan negara, karena dapat dimanfaatkan atau justru menjadi ancaman bagi stabilitas dan integritas suatu bangsa. 1. Opini Publik: Definisi: Agregasi dari pandangan individu mengenai isu atau masalah yang relevan dengan kepentingan bersama. Pembentukan opini publik: Dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk media massa, tokoh masyarakat, kelompok referensi, dan pengalaman pribadi. Karakteristik opini publik: Dinamis, dapat berubah seiring waktu dan terpengaruh oleh informasi baru, serta memiliki tingkat intensitas yang bervariasi. Pengaruh opini publik: Dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah, perilaku konsumen, tren sosial, dan stabilitas politik. 2. Psikologi Massa: Definisi: Studi tentang perilaku individu dalam kerumunan atau massa. Karakteristik psikologi massa: Individu dalam massa cenderung mengalami deindividuasi (kehilangan identitas pribadi), menurunnya rasa tanggung jawab, dan peningkatan sugestibilitas. Faktor yang mempengaruhi psikologi massa: Kondisi emosional, situasi lingkungan, dan pengaruh pemimpin atau tokoh karismatik. Contoh fenomena psikologi massa: Histeria massa, kepanikan massal, dan gerakan sosial. 3. Interaksi Opini Publik dan Psikologi Massa: Media massa sebagai mediator: Media massa berperan penting dalam membentuk dan menyebarkan opini publik, serta memicu fenomena psikologi massa. Manipulasi dan propaganda: Opini publik dan psikologi massa dapat dimanipulasi untuk kepentingan politik, ekonomi, atau ideologi tertentu melalui propaganda dan teknik persuasif lainnya. Dampak pada ketahanan negara: Opini publik dan psikologi massa yang termanipulasi dapat menimbulkan polarisasi, konflik sosial, dan melemahkan ketahanan nasional. 4. Peran Mahasiswa Kedokteran: Memahami mekanisme neuropsikologis: Mempelajari bagaimana otak manusia memproses informasi sosial, membentuk opini, dan bereaksi dalam situasi kerumunan. Pengembangan kritisisme dan literasi media: Mampu mengevaluasi informasi secara kritis, membedakan fakta dari opini, dan menghindari pengaruh manipulasi. Edukasi publik: Berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya berpikir kritis dan membangun ketahanan mental terhadap manipulasi. Promosi kesehatan mental: Membantu masyarakat dalam mengatasi dampak negatif dari opini publik dan psikologi massa terhadap kesehatan mental, seperti stres, kecemasan, dan depresi. Contoh Opini Publik yang Mempengaruhi Psikologi Massa dalam Bidang Kesehatan (COVID-19): 1. "Vaksin COVID-19 berbahaya dan menyebabkan efek samping serius." Pengaruh pada psikologi massa: Menimbulkan ketakutan dan keraguan terhadap vaksin, memicu gerakan anti-vaksin, menurunkan tingkat vaksinasi, dan menghambat upaya pemerintah dalam mengendalikan pandemi. Contoh: Penyebaran hoaks dan disinformasi tentang vaksin di media sosial menyebabkan banyak orang menolak vaksinasi, meskipun sudah terbukti aman dan efektif. Hal ini menyebabkan peningkatan kasus COVID-19 dan munculnya varian baru. 2. "COVID-19 hanyalah konspirasi dan tidak berbahaya." Pengaruh pada psikologi massa: Menimbulkan sikap abai terhadap protokol kesehatan, mengurangi kepatuhan terhadap pembatasan sosial, dan meningkatkan risiko penularan. Contoh: Kelompok yang meyakini teori konspirasi tentang COVID-19 cenderung mengabaikan protokol kesehatan dan menentang kebijakan pemerintah. Mereka juga sering menyebarkan misinformasi yang membingungkan masyarakat. 3. "Penggunaan masker tidak efektif mencegah penularan COVID-19." Pengaruh pada Psikologi Massa: Menurunkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penggunaan masker, mengurangi kepatuhan dalam menggunakan masker, dan meningkatkan resiko penularan di tempat umum. Contoh: Opini yang menentang penggunaan masker menyebabkan banyak orang tidak memakai masker di tempat umum, sehingga meningkatkan potensi penularan virus. 4. "Obat herbal X dapat menyembuhkan COVID-19." Pengaruh pada Psikologi Massa: Menimbulkan harapan palsu pada masyarakat, mendorong penggunaan obat herbal yang belum terbukti efektivitasnya, dan menghambat penanganan medis yang tepat. Contoh: Klaim tentang obat herbal yang dapat menyembuhkan COVID-19 menyebabkan banyak orang mengabaikan perawatan medis dan mengandalkan obat herbal yang belum teruji secara klinis. Opini publik tentang COVID-19 memiliki pengaruh yang signifikan terhadap psikologi massa dan perilaku masyarakat. Penyebaran disinformasi, misinformation, dan opini yang tidak berdasar dapat menimbulkan kepanikan, ketakutan, dan perilaku yang tidak rasional. Hal ini dapat menghambat upaya penanganan pandemi dan membahayakan kesehatan publik. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa kedokteran untuk memahami dinamika opini publik dan psikologi massa, serta berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat dan melawan penyebaran informasi yang salah. Pengaruh Opini Publik terhadap Ketahanan Negara Pengaruh opini publik dan psikologi massa terhadap ketahanan negara sangat signifikan, baik secara positif maupun negatif. Keduanya dapat menjadi kekuatan yang memperkuat atau justru melemahkan ketahanan nasional, tergantung bagaimana dinamika dan interaksinya. Pengaruh Positif: 1. Membangun konsensus nasional: Opini publik yang positif dan konstruktif dapat membantu membangun konsensus nasional terhadap isu-isu penting, seperti kebijakan pemerintah, program pembangunan, atau penanganan krisis. 2. Meningkatkan partisipasi publik: Opini publik yang mendukung dapat meningkatkan partisipasi publik dalam berbagai kegiatan kenegaraan, seperti pemilu, program sosial, atau bela negara. 3. Memperkuat identitas nasional: Psikologi massa yang positif, seperti semangat nasionalisme dan patriotisme, dapat mempererat kohesi sosial dan memperkukuh identitas nasional. 4. Meningkatkan ketahanan sosial: Opini publik dan psikologi massa yang sehat dapat meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi berbagai ancaman, seperti propaganda, hoax, atau konflik sosial. Pengaruh Negatif: 1. Melemahkan kepercayaan publik: Opini publik yang negatif dan destruktif dapat merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah, institusi negara, atau tokoh masyarakat. 2. Menimbulkan polarisasi dan konflik: Opini publik yang terpolarisasi dapat memicu konflik sosial, perpecahan, dan ketidakstabilan politik. 3. Menghambat pembangunan: Psikologi massa yang negatif, seperti apatisme, sinisme, atau ketidakpercayaan terhadap sistem, dapat menghambat proses pembangunan dan kemajuan bangsa. 4. Merusak ketahanan nasional: Opini publik dan psikologi massa yang termanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dapat melemahkan ketahanan nasional dan membuat negara rentan terhadap berbagai ancaman. Contoh Opini terkait Ketahanan Negara Resistensi Antibiotik: Opini publik: "Antibiotik adalah solusi untuk semua jenis infeksi." Psikologi massa: Penggunaan antibiotik secara berlebihan dan tidak tepat, baik untuk manusia maupun hewan ternak. Dampak pada ketahanan negara: 1. Meningkatnya resistensi antibiotik, membuat infeksi lebih sulit diobati dan mengancam kesehatan publik. 2. Biaya perawatan kesehatan meningkat karena diperlukan antibiotik yang lebih kuat dan mahal. 3. Produktivitas menurun akibat meningkatnya angka kesakitan. Stigma terhadap Penyakit Mental: Opini publik: "Penyakit mental adalah aib dan tanda kelemahan." Psikologi massa: Diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa, mengurangi akses mereka terhadap perawatan. Dampak pada ketahanan negara: 1. Meningkatnya angka bunuh diri dan perilaku merusak diri sendiri. 2. Produktivitas menurun dan potensi individu tidak tergali secara optimal. 3. Beban sosial dan ekonomi meningkat akibat penyakit mental yang tidak tertangani. Hoax dan Disinformasi Kesehatan: Opini publik: "Informasi kesehatan yang beredar di media sosial selalu benar." Psikologi massa: Masyarakat mudah terpengaruh oleh hoax dan disinformasi kesehatan. Dampak pada ketahanan negara: 1. Kepanikan massal dan perilaku yang tidak rasional. 2. Penggunaan obat-obatan dan terapi alternatif yang tidak terbukti efektivitasnya. 3. Menghambat program kesehatan pemerintah. MATRA : Keamanan Kognitif dan Perlindungan Informasi Di era digital ini, semua orang dihadapkan pada arus informasi yang deras dan teknologi yang terus berkembang. Keamanan kognitif menjadi semakin penting untuk melindungi diri dari manipulasi, disinformasi, dan pengaruh negatif yang dapat membahayakan kemampuan berpikir kritis, pengambilan keputusan, dan kesehatan mental. Definisi Keamanan Kognitif (Cognitive Security/COGSEC) adalah kemampuan untuk menjaga pengambilan keputusan secara rasional di bawah kondisi yang bersifat adversarial (bermusuhan). Konsep keamanan kognitif mencakup penerimaan atas kenyataan bersama yang sama dan aturan yang berlaku dalam proses pengambilan keputusan, menolak atau mengurangi manipulasi emosional, serta melindungi individu dan masyarakat untuk memungkinkan tindakan kolektif dalam menyelesaikan masalah. Aspek-aspek Keamanan Kognitif Ancaman terhadap keamanan kognitif meliputi: 1. Manipulasi terkait Pengambilan Keputusan (decision making) Eksploitasi kelemahan kognitif untuk mengubah preferensi atau pilihan seseorang dengan tujuan tertentu. 2. Peretasan aspek “Manusia” dalam Tim Manusia-Mesin (human-machine team) Mengganggu hubungan atau kerja sama antara manusia dan teknologi dalam konteks pengambilan keputusan bersama. 3. Manipulasi Perilaku dari Individu ke Kelompok. Menciptakan efek domino dalam mempengaruhi perilaku individu sehingga merembet ke tindakan kelompok. (cth: Manipulasi Arland utk manipulasi akt 2023) 4. Metode Penyampaian Informasi kepada Manusia (Antarmuka Simbiotik Manusia- Komputer. Mengoptimalkan atau mengeksploitasi cara informasi disampaikan melalui antarmuka manusia-komputer yang simbiotik. 5. Ekspansi dari ‘antarmuka Manusia-Mesin’ (Human Machine Interface) ke Lingkungan Manusia-Mesin (HME) Menganalisis interaksi yang tidak hanya mencakup manusia dan mesin, tetapi juga ekosistem yang mengintegrasikan keduanya. 6. Senjata Narasi (Narrative weaponization) Menggunakan narasi tertentu untuk memanipulasi opini atau mempengaruhi tindakan kelompok secara sistematis. 7. Lingkungan Informasi yang Dipolitisasi dan Dimonetisasi Penciptaan informasi lanskap di mana data dimanfaatkan untuk keuntungan politik atau ekonomi, sering kali dengan membocorkan keakuratan dan kebenaran. Keamanan Kognitif membantu seseorang untuk : Menilai informasi secara kritis: Membedakan fakta dari opini, mengidentifikasi bias, dan menilai kredibilitas sumber informasi. Membuat keputusan yang rasional: Tidak mudah terpengaruh oleh emosi, tekanan sosial, atau manipulasi. Mempertahankan kemandirian berpikir: Memiliki keyakinan dan nilai-nilai yang kuat, serta tidak mudah terombang-ambing oleh informasi yang menyesatkan. Faktor Ancaman terhadap Keamanan Kognitif Disinformasi dan Misinformasi: Informasi yang salah atau menyesatkan yang disebarkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Propaganda dan Manipulasi: Teknik untuk memengaruhi keyakinan, sikap, dan perilaku kita. Bias Kognitif: Kecenderungan berpikir yang dapat mendistorsi persepsi dan pengambilan keputusan kita. Teknologi Persuasif: Algoritma media sosial dan teknologi lainnya yang dirancang untuk memengaruhi perilaku dan emosi kita. Peranan Kinerja Otak dan Keamanan Kognitif Peran Korteks Prefrontal: Berperan dalam fungsi eksekutif, seperti pengambilan keputusan, penalaran, dan kontrol impuls, yang penting untuk keamanan kognitif. Sistem Limbik: Terlibat dalam pemrosesan emosi, yang dapat memengaruhi kerentanan terhadap manipulasi dan informasi yang menyesatkan. Neuroplastisitas: Kemampuan otak untuk berubah dan beradaptasi, yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat ketahanan kognitif. Memperkuat Keamanan Kognitif Berpikir Kritis: Mempertanyakan informasi secara mendalam, mencari bukti dan fakta, serta mengevaluasi kredibilitas sumber informasi. Cth: Menanyakan penulis, tujuan, dan buktinya; bandingkan informasi dari beberapa sumber yang berbeda. Literasi Media: Menganalisis cara kerja dan pesan-pesan media, serta mengidentifikasi teknik propaganda, bias dan manipulasi. Pilih sumber info yang kredibel. Cth: Kenal ciri-ciri hoax., paham algoritma sosmed, follow akun sosmed dg info akurat. Kecerdasan Emosional: Kenali dan kelola emosi dengan baik dan hindari pengambilan keputusan yang impulsif atau didasari oleh emosi negatif. Cth: Jangan terprovokasi saat baca comment sosmed, pikir sblm bertindak, sabar dan toleransi. Ketahanan Mental: Mental kuat, tangguh, tidak mudah menyerah, tahan terhadap stres, tekanan sosial, dan manipulasi dan punya prinsip dan nilai-nilai yang diyakini. Cth: Pikir positif, adaptasi dan fleksibel, jaga kesehatan mental dan fisik, lingkungan sosial yang mendukung dan positif. Keamanan Digital: Paham risiko dunia digital, lindungi data pribadi dan hindari jebakan seperti phishing, penipuan, dan cyberbullying, dan gunakan teknologi scr bijak. Cth: password kuat, hati-hati klik link/unduh file dr internet, jangan sembarang share data diri di sosmed, lapor konten yang mencurigakan/merugikan. Dampak terhadap Ketahanan Nasional Informasi yang dimanipulasi sedemikian rupa, akan memudahkan penguasaan atas kemampuan kognitif sebuah komunitas atau bangsa, terutama dalam upaya membuat keputusan (decision making). Akibat penguasaan atas kemampuan kognitif suatu komunitas: 1. Polarisasi Sosial Masyarakat terpecah karena perbedaan pandangan yang tajam, memperlemah solidaritas nasional. Contoh : Polarisasi pendukung dan penentang terhadap suatu isu. 2. Ketidakpercayaan Manipulasi media sosial dapat meningkatkan kepercayaan publik pada institusi negara. Contoh : Kampanye disinformasi yang menyebut orang, komunitas atau institusi tertentu terlibat dalam kegiatan ilegal. 3. Kerusakan Reputasi Negara Deepfake atau propaganda dapat mencemarkan nama baik Indonesia di kancah internasional. Contoh : Tuduhan palsu terhadap kebijakan Indonesia terkait sejumlah hal. Keamanan kognitif sangat penting di era digital yang penuh dengan informasi dan teknologi. Dengan meningkatkan kemampuan berpikir kritis, literasi media, kecerdasan emosional, dan ketahanan mental, kita dapat melindungi diri dari berbagai ancaman dan membuat keputusan yang lebih baik. MATRA : Membangun Ketahanan Mental dan Psikologis dalam Populasi Attention Span: Dampak Teknologi Informasi terhadap SDM dan Ketahanan Negara. (Ini kulprog terakhir emg dikasihnya file ini ya guys n gak ada zoom juga pas itu ok ) Attention span, atau rentang perhatian, merujuk pada kemampuan individu untuk memusatkan perhatian pada suatu tugas atau informasi dalam waktu tertentu tanpa teralihkan. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan berlebihan perangkat digital dapat mengurangi kemampuan konsentrasi (attention span) dari 12 menit menjadi hanya 5 menit. Dari banyak studi, misalnya, oleh Microsoft pada tahun 2015, menunjukkan bahwa rentang perhatian manusia rata-rata telah turun dari 12 detik (2000) menjadi 8 detik (2013), lebih pendek dari rentang perhatian ikan mas (9 detik). Di Indonesia, fenomena ini turut dipengaruhi oleh penggunaan media sosial, konten digital yang berlebihan, dan budaya multitasking yang kian marak. Penurunan attention span memiliki dampak langsung pada kualitas sumber daya manusia (SDM) dan ketahanan negara, terutama dalam konteks inovasi, produktivitas, dan stabilitas sosial, termasuk pada gilirannya nanti, ketahanan Negara. Penyebab Utama penurunan Attention Span Teknologi Digital: Algoritma media sosial dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan, sering kali mempromosikan konten pendek dan cepat yang mengurangi kemampuan fokus mendalam. Budaya Multitasking: Kebiasaan multitasking yang sering dipicu oleh pekerjaan dan gaya hidup modern menurunkan efisiensi kognitif dan kualitas perhatian. Overload Informasi: Volume informasi yang berlebihan dari media digital menciptakan tantangan untuk memproses informasi secara efektif. Atensi: Aset Kognitif yang Terancam. Definisi Atensi: Kemampuan untuk memfokuskan sumber daya kognitif pada informasi atau tugas tertentu, mengabaikan distraksi, dan mempertahankan konsentrasi. Atensi bukanlah entitas tunggal, melainkan sistem multifaceted yang melibatkan proses seleksi, vigilance (kewaspadaan), dan kontrol. Individu kini menghabiskan sebagian besar waktunya berinteraksi dengan gawai, terpapar arus informasi yang konstan, dan terlibat dalam multitasking. Erosi Atensi: "The shallows" — pergeseran dari pemikiran mendalam ke pemikiran dangkal dan fragmented akibat overexposure terhadap stimulasi digital (hal 110, buku Gloria Mark). Hal ini ditandai dengan: Rentang Atensi yang Menurun: Kesulitan untuk mempertahankan fokus dalam durasi yang lama, meningkatnya impulsivitas, dan kecenderungan untuk mencari gratifikasi instan. Distraktibilitas yang Meningkat: Gangguan konstan dari notifikasi, pesan, dan update media sosial yang memecah fokus dan menghambat pemrosesan informasi secara mendalam. Dampak negatif multitasking menurut Gloria Mark: 1. Penurunan Efisiensi dan Produktivitas: Ketika kita mencoba mengerjakan beberapa tugas sekaligus, kita sebenarnya mengalihkan perhatian kita di antara tugas-tugas tersebut, yang mengurangi efisiensi dan hasil kerja kita. 2. Stres dan Kelelahan Mental: Multitasking dapat menyebabkan stres dan kelelahan mental. Saat kita terus-menerus mengalihkan fokus kita, otak kita harus bekerja lebih keras untuk mengikuti perubahan tersebut, yang bisa menyebabkan peningkatan stres dan kelelahan. 3. Penurunan Kualitas Kerja: Karena kita tidak memberikan perhatian penuh pada satu tugas, kualitas kerja kita bisa menurun. Kesalahan lebih sering terjadi, dan kita mungkin melewatkan detail penting. 4. Gangguan Fokus Jangka Panjang: Kebiasaan multitasking dapat mengganggu kemampuan kita untuk fokus dalam jangka panjang. Kemampuan kita untuk berkonsentrasi pada satu tugas bisa menurun, karena otak kita terbiasa dengan distraksi. 5. Dampak pada Kesejahteraan Emosional: Rasa kewalahan karena harus mengerjakan banyak tugas sekaligus bisa menimbulkan kecemasan dan ketidakpuasan. Dampak Teknologi Informasi terhadap Konsentrasi Teknologi informasi, seperti smartphone dan media sosial, sering menjadi sumber alih perhatian yang berlebihan. Menurut Gloria Mark, penggunaan perangkat digital telah mengurangi kemampuan manusia untuk fokus dan mempertahankan perhatian pada satu tugas atau topik1. Hal ini disebabkan oleh berbagai notifikasi dan tugas yang memerlukan perhatian sekaligus, yang mengakibatkan multitasking yang stres dan mengurangi konsentrasi. Neurosains dan Ilmu Neurokognitif Dari sudut pandang neurosains, perhatian adalah fungsi kognitif inti yang penting untuk proses pengolahan stimulasi eksternal oleh otak. Teknologi informasi dapat mempengaruhi struktur dan fungsi otak, terutama dalam hal sistem eksekutif yang terlibat dalam pengendalian perhatian. Neuroplastisitas dan "Digital Rewiring", yakni paparan kronis oleh teknologi digital dapat mengubah struktur dan fungsi otak. Studi menunjukkan adanya perubahan pada materi abu-abu (substantia grisea) di area otak yang berhubungan dengan atensi dan kontrol impuls pada individu yang intensif menggunakan internet. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan berlebihan teknologi dapat menyebabkan gangguan perhatian seperti ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).3 Lobus Prefrontal Lobus prefrontal, bagian dari korteks serebral, bertanggung jawab atas banyak fungsi eksekutif, termasuk perhatian, pengambilan keputusan, dan kontrol impuls. Ini adalah pusat pengolahan utama untuk tugas-tugas yang memerlukan fokus dan konsentrasi jangka panjang. Ketika kita terlibat dalam tugas yang membutuhkan perhatian, lobus prefrontal aktif dalam mengatur dan mengontrol fokus kita. Sistem Atensi Otak: ▪ Jaringan Korteks Prefrontal-Parietal: Korteks prefrontal dorsolateral berperan dalam kontrol eksekutif, working memory, dan pengendalian impuls, sementara lobus parietal berperan dalam orientasi spasial dan pemilihan stimulus. Kerja sama kedua area ini krusial untuk memfokuskan atensi dan mengabaikan distraksi. ▪ Sistem Subkortikal: Thalamus bertindak sebagai "gerbang" sensorik, menyaring informasi yang relevan. Ganglia basal terlibat dalam pemilihan aksi dan pengendalian impuls. Lokus coeruleus memproduksi norepinefrin, neurotransmitter yang meningkatkan kewaspadaan dan fokus. Sistem Retikular Aktivasi (Reticular Activating System - RAS) RAS adalah jaringan neuron yang berada di batang otak dan berfungsi sebagai filter informasi sensorik. RAS menentukan apa yang harus diperhatikan oleh otak dan membantu menjaga kewaspadaan dan perhatian. Ketika RAS terstimulasi oleh teknologi informasi yang berlebihan, dapat terjadi overstimulasi yang mengakibatkan penurunan kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu tugas. Neurotransmitter Neurotransmitter seperti dopamin, norepinefrin, dan serotonin berperan penting dalam pengaturan perhatian. Dopamin, misalnya, terkait erat dengan sistem penghargaan otak dan motivasi. Aktivitas teknologi seperti media sosial dapat meningkatkan dopamin secara sementara, menyebabkan pencarian terus-menerus akan stimulasi baru dan mengurangi kemampuan untuk fokus pada satu tugas. Overstimulasi digital dapat menyebabkan dopamine rushes, menciptakan reward loop yang memperkukuh perilaku mencari sensasi dan gratifikasi instan, serta mempengaruhi kemampuan untuk menunda gratifikasi dan mempertahankan fokus pada tugas yang menuntut konsentrasi tinggi Hipokampus Hipokampus berperan dalam pembelajaran dan memori, serta memiliki hubungan erat dengan perhatian. Jika perhatian terpecah oleh gangguan teknologi, proses penyimpanan informasi baru di hipokampus dapat terganggu, yang akhirnya berdampak pada kemampuan memori jangka panjang dan pembelajaran. Atention Span sebagai fondasi berpikir kritis Kemampuan berpikir kritis diperlukan untuk mengevaluasi informasi secara cermat, memahami bias, menganalisis argumen, dan membentuk pendapat yang mandiri menjadi semakin krusial. Atensi sebagai fondasi berpikir kritis menuntut adanya fokus untuk memproses informasi secara mendalam, menghubungkan konsep, dan mengevaluasi bukti. Distraksi yang berlebihan dan terus menerus berlangsung dapat mengakibatkan adanya "Distracted Mind". Pikiran yang mudah teralih (terdistraksi) ini dapat menghambat berpikir kritis. Akibatnya pikiran dan perilaku penderitanya ditandai dengan: ▪ Superficiality: Kecenderungan untuk memproses informasi secara dangkal dan mengabaikan detail penting. ▪ Impulsivitas: Mengambil kesimpulan terburu-buru tanpa pertimbangan yang matang. ▪ Kerentanan terhadap Manipulasi: Lebih mudah terpengaruh oleh informasi yang bias, framing, dan taktik persuasif lainnya. Berpikir kritis melibatkan kemampuan untuk menganalisis informasi secara mendalam, mempertimbangkan berbagai perspektif, dan membuat keputusan yang rasional. Dengan atensi yang berkurang, mahasiswa mungkin kesulitan untuk fokus pada tugas akademik yang memerlukan pemikiran kritis, sehingga mengurangi kualitas belajar dan hasil akademik. Dampak Teknologi Informasi pada Attention Span Overstimulasi dan Multitasking: Penggunaan teknologi informasi yang intensif dapat menyebabkan overstimulasi otak. Multitasking, meskipun terlihat produktif, sebenarnya dapat mengurangi efisiensi kognitif dan merusak kemampuan untuk fokus. Setiap kali kita mengalihkan perhatian dari satu tugas ke tugas lain, otak memerlukan waktu untuk menyesuaikan kembali, yang menyebabkan penurunan efisiensi dan kualitas kerja. Penurunan Perhatian Berkelanjutan: Studi menunjukkan bahwa paparan terus-menerus terhadap teknologi informasi dapat menyebabkan penurunan dalam perhatian berkelanjutan. Ini berarti individu semakin kesulitan untuk mempertahankan fokus pada satu tugas tanpa terganggu oleh notifikasi atau konten digital lainnya. Dampak terhadap SDM Indonesia dan Ketahanan Negara Kurangnya kemampuan berpikir kritis, misalnya, di kalangan mahasiswa kedokteran dapat berdampak pada kualitas SDM Indonesia. Dokter yang kurang mampu berpikir kritis mungkin tidak dapat memberikan perawatan yang optimal kepada pasien. Pada gilirannya, hal ini dapat mempengaruhi ketahanan negara, karena kesehatan masyarakat adalah salah satu faktor penting dalam keberlangsungan dan kemajuan suatu negara. Secara umum, implikasi berpikir kritis bagi SDM Indonesia dan Ketahanan Negara: o SDM di Era Digital: Indonesia membutuhkan SDM yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga memiliki kemampuan kognitif yang kuat, termasuk berpikir kritis, kreativitas, dan problem-solving. o Atensi dan Daya Saing: Atensi yang terganggu dapat menurunkan produktivitas, menghambat inovasi, dan mempengaruhi daya saing SDM Indonesia di tingkat global. o Pengambilan Keputusan Nasional: Kemampuan berpikir kritis yang melemah pada tingkat individu dapat berdampak pada pengambilan keputusan di tingkat nasional, mengarah pada kebijakan yang tidak efektif atau bahkan merugikan. o Ketahanan Nasional dan Ancaman Asimetris: SDM yang mudah terdistraksi, tidak kritis, dan rentan terhadap manipulasi dapat menjadi celah bagi ancaman non- konvensional, seperti propaganda, disinformasi, dan perang informasi. Strategi memperkuat Atensi di Era Digital o Mindfulness dan Latihan Fokus: Melatih kemampuan untuk hadir pada saat ini (being present), memfokuskan pikiran, dan mengabaikan distraksi. Teknik meditasi, latihan pernapasan, dan aktivitas yang membutuhkan konsentrasi tinggi (seperti membaca buku, menulis, bermain catur) dapat membantu meningkatkan fokus dan rentang atensi. o Manajemen Waktu dan "Digital Detox": Mengatur waktu penggunaan gawai, membatasi notifikasi, dan menjadwalkan waktu khusus untuk "digital detox" — melepaskan diri sejenak dari gawai dan internet — dapat membantu otak untuk beristirahat dan memulihkan fokus. o "Cognitive Hygiene": Membangun kebiasaan yang mendukung kesehatan kognitif, seperti tidur yang cukup, olahraga teratur, pola makan sehat, dan mengelola stres. o Literasi Media dan Berpikir Kritis: Meningkatkan kemampuan untuk mengevaluasi informasi secara kritis, mengidentifikasi bias, dan membedakan fakta dari opini. Pendidikan literasi media yang komprehensif perlu diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan. o "Slow Thinking" dan Refleksi: Menumbuhkan kebiasaan untuk melakukan "slow thinking" — berpikir secara mendalam, merenung, dan menganalisis informasi secara holistik — sebagai penyeimbang dari "fast thinking" yang didorong oleh stimulasi digital.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser