MATERI KONSELING KELOMPOK BERPUSAT PRIBADI.docx
Document Details
Uploaded by IngeniousDenver
Tags
Full Transcript
**MAKALAH TEORI DAN PRAKTIK KONSELING HUMANISTIK** **(PENDEKATAN KONSELING BERPUSAT PRIBADI)** **2.2 Hakikat manusia menurut Pendekatan Konseling Berpusat Pribadi** Konseling *person-centered* yang berpusat pada individu (awalnya disebut *client-centered* konseling yang berpusat pada klien) adala...
**MAKALAH TEORI DAN PRAKTIK KONSELING HUMANISTIK** **(PENDEKATAN KONSELING BERPUSAT PRIBADI)** **2.2 Hakikat manusia menurut Pendekatan Konseling Berpusat Pribadi** Konseling *person-centered* yang berpusat pada individu (awalnya disebut *client-centered* konseling yang berpusat pada klien) adalah teori yang sama pentingnya dan berpengaruh sepanjang sejarah.Teori ini awalnya dikembangkan dan dikemukakan oleh Carl Ransom Rogers sebagai tanggapan terhadap keterbatasan dan penerapan psikoanalisis. Karena pengaruh Rogers yang besar maka pendekatan ini dinamakan Konseling Rogers. Ilmuwan harus mempunyai karakteristik orang masa depan yaitu introvert, selaras dengan emosi dan nilai-nilai batinnya, intuitif dan kreatif, terbuka terhadap pengalaman, dan menerima perubahan, memiliki pandangan baru, dan memiliki keyakinan penuh pada diri sendiri (Harahap, 2020). Pendekatan Rogerian menekankan kemampuan dan tanggung jawab klien untuk memahami realitas secara akurat dan mengidentifikasi cara untuk menghadapinya. Semakin baik klien mengenal dirinya sendiri, semakin baik mereka mampu mengenali tindakan yang terbaik bagi mereka. Mr. Rogers menekankan pentingnya konselor bersikap hangat, bersahaja, empati dan penuh perhatian. Rogers memaparkan 19 rumusan hakikat manusia (self). Untuk benar-benar memahami pendekatan yang berpusat pada orang, kita harus memahami asumsi dasar tentang kepribadian yang disebutkan sebagai berikut : 1. Setiap individu berada dalam dunia pengalaman yang terus-menerus berubah, di mana dia menjadi titik pusatnya 2. Organisme bereaksi terhadap suatu bidang sesuai yang dialami dan dipahami (realitas). 3. Organisme bereaksi sebagai keseluruhan yang terorganisasikan di bidang fenomenal. 4. Organisme memiliki satu kecenderungan dasar dan dorongan dasar untuk mengaktualisasi, mempertahankan dan mengembangkan pengalaman yang diperolehnya. 5. Perilaku pada dasarnya upaya berarah-tujuan *(goal-derected)* organisasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sesuai apa saja yang dialami dan dipahami di suatu bidang. 6. Emosi erat kaitannya dengan pencapaian tujuan organisme yang dapat tercermin dalam tingkah laku. 7. Cara terbaik memahami perilaku adalah dari kerangka acuan internal *(internal frame of reference)* individu itu sendiri. 8. Salah satu porsi bidang persepsi total secara bertahap dibedakan menjadi konsep self. 9. Sebagai hasil dengan interaksi dengan lingkungan, khususnya evaluasinya tentang interaksi dengan yang lain, struktur diri terbentuk- sebuah pola konseptual yang terorganisasikan dan cair, namun tetap konsisten dengan persepsinya mengenai karakteristik dan relasi "aku" dan "saya" (I dan me), yang bersama nilai-nilai tertentu dilekatkan ke konsep-konsep tersebut. 10. Ketika timbul konflik antara nilai-nilai yang ada dan nilai-nilai baru yang diperkenalkan, organisme akan (1) mengubah citra dirinya dan mengaburkan *(distorsi)* nilai-nilainya sendiri dengan mendistorsi apa yang semula ada dalam dirinya atau (2) nilai-nilai baru yang telah diperkenalkan dan diasimilasi. 11. Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan seseorang diproses oleh kesadaran pada tingkat yang berbeda-beda: Simbolisasi *(symbolized)*: Amati dan atur dalam hubungannya dengan diri. Kebingungan *(distorted)*: tidak ada hubungannya dengan strukturnya sendiri. Penyangkalan atau Pengabaian *(denied and ignore)*: Suatu pengalaman sebenarnya dilambangkan, tetapi diabaikan karena kesadaran tidak memperhatikannya, atau disangkal karena bertentangan dengan struktur diri. 12. Umumnya tingkah laku konsisten dengan konsep self. 13. Tingkah laku yang didorong oleh kebutuhan organis yang tidak dilambangkan, bias tidak konsisten dengan self. Tingkah laku semacam itu biasanya dilakukan untuk memelihara gambaran diri *(self-image)*, dan tidak diakui sebagai milik/bagian dari dirinya. 14. Salah Suai psikologis *(Psychological maladjustment)* akibat adanya tension, terjadi apabila organisme menolak menyadari pengalaman sensorik yang tidak dapat disimbolkan dan disusun dalam kesatuan struktur self-nya. 15. Penyesuaian psikologis *(psychological)* terjadi apabila organisme dapat menampung atau mengatur semua pengalaman sensorik sedemikian rupa dalam hubungan yang harmonis dalam konsep diri. 16. Setiap pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self akan diamati sebagai ancaman *(threat)*. 17. Dalam kondisi tertentu, khususnya dalam kondisi bebas dari ancaman terhadap struktur self (suasana terapi bersifat klien), pengalaman -- pengalaman yang tidak konsisten dengan self dapat diamati dan diuji (untuk dicari konsistensinya dengan self), dan struktur self direvisi untuk dapat mengasimilasi pengalaman-pengalaman itu. 18. Apabila organisme mengamati dan menerima semua pengalaman sensoriknya ke dalam sistem yang integral dan konsisten, maka dia akan lebih mengerti dan menerima orang lain sebagai individu yang berbeda. Orang yang defensive dan mengingkari perasaannya sendiri cenderung iri dan benci kepada orang lain; yang akan merusak hubungan sosialnya. 19. Semakin banyak individu mengamati dan menerima pengalaman sensorik ke dalam struktur selfnya, kemungkinan terjadinya introjeksi/revisi nilai-nilai semakin besar. Ini berarti terjadi proses penilaian yang berlanjut terus-menerus *(continuing valuing process)* terhadap system struktur self. Fokusnya adalah pada sistem dan proses. Sistem menunjukkan hal-hal yang tetap dan statis, sedangkan proses menunjukkan perubahan agar adaptasi yang sehat dan holistik dapat terjadi, masyarakat harus terus-menerus mengevaluasi pengalaman mereka untuk melihat apakah diperlukan perubahan nilai-nilai. Struktur nilai apa pun cenderung menghalangi individu untuk merespons pengalaman baru dengan sukses dan efektif. **2.3 Karakteristik Pendekatan Konseling Berpusat Pribadi** Salah satu layanan bimbingan dan konseling adalah konseling kelompok. Konseling kelompok merupakan salah satu layanan alternatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan secara efektif dan efisien (Wibowo, 2020). Kegiatan ini dapat dilakukan dimana konselor memberikan layanan kepada konseli yang mempunyai permasalahan dalam suatu kelompok. Cara mengubah dan perhatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting daripada karakteristik kepribadian itu sendiri. Konseling *client-centered* atau yang sering disebut sebagai *person-centered therapy*, adalah pendekatan terapi yang sangat menghargai pengalaman dan persepsi individu. Dalam pendekatan ini, terapis menciptakan lingkungan yang aman dan tanpa penilaian, dimana klien dapat mengeksplorasi perasaan dan pikiran mereka secara bebas (Harahap, 2020). Beberapa ahli memiliki pandangan khusus mengenai kepribadian yang akan selalu berkaitan dengan proses konseling. 1. Karakteristik Pribadi Sehat menurut konseling *client centered* 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 2\. Karakteristik Pribadi yang Tidak Sehat menurut konseling *client centered* 1. 2. 3. 4. 5. 6. **2.4 Perkembangan Pendekatan Konseling Berpusat Pribadi** Selama 12 tahun melakukan praktek klinis di Child Study Departement Rochester, New York, Rogers menemukan konsep-konsep baru yang ditemukan dari pengalamannya. Metode baru psikoterapi baru mulai dikembangkan pada tahun 1940-an dengan nama *Nondirective Counseling,* yang tertuang dalam buku "*Counseling & psychoteraphy*" yang diterbitkan pada tahun 1942. Konsep dari pendekatan non direktif sebab konselor tidak digambarkan sebagai yang paling banyak tahu dan paling baik pengetahuannya, melainkan konseli yang berhak dalam menentukan tujuan hidupnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pada tahun 1951, Rogers mengungkapkan pendekatan yang sudah dikembangkan dalam bukunya yang berjudul "*Client Centered Therapy*". Pendekatan ini menunjukan suatu perubahan dari penyataan negatif menjadi memusatkan kepada pemusatan positif mengenai faktor-faktor yang menimbulkan pertumbuhan dalam konseli. Pada tahun 1960-an Rogers beserta kawan-kawannya mengaplikasikan pendekatannya tidak hanya berpusat pada klien, tetapi mengaplikasikannya ke dalam berbagai lapangan kehidupan. Tahun 1960-an dan 1970-an, Rogers menerapkan gagasan-gagasannya pada berbagai populasi sasaran, seperti bidang keluarga dan perkawinan, administrasi, kelompok minoritas, kelompok antar ras dan budaya, dan hubungan internasional. Oleh karena itu, Rogers mengganti pendekatan tersebut menjadi Pendekatan Berpusat Pada Pribadi (*person-centered approach*). (Ramli, 1992). **2.5 Kondisi Utama: Genuineness, Penghargaan Positif Tanpa Syarat, dan Pemahaman Empatik.** 1. Genuineness 2. Penghargaan Positif tanpa Syarat 3. Pemahaman Empatik a. Empati intelektual: Melibatkan melihat dunia dari sudut pandang klien dengan cara intelektual. b. Empati emosional: spontan mulai merasakan emosi dalam menanggapi perkataan atau emosional konseli. c. Empati imajinatif: melibatkan pertanyaan empati yang diajukan pada diri sendiri. Contohnya, "bagaimana perasaan saya jika saya berada di situasi klien saya?" **Teori dan perkembangan kepribadian menurut konseling berpusat pribadi** ------------------------------------------------------------------------- ### **Teori Kepribadian menurut Carl Rogers** 1. Struktur Kepribadian Rogers berpendapat bahwa kepribadian merupakan kesatuan yang mencakup 3 unsur pokok yaitu organisme, medan fenomena, dan self 1. 1. Terdiri dari pikiran,perasaan,tingkah laku, dan wadah fisik 2. Mereaksi suatu kebulatan terhadap medan fenomena sebagai upaya memuaskan kebutuhannya 3. Memiliki satu kebutuhan dasar untuk beraktualisasi 4. Dalam menghadapi pengalaman, organisme bisa saja melambangkannya dalam kesadaranm atau menolak dan atau mengabaikannya 2. Medan Fenomena (Phenomenal Field) 3. b. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 2. ### **Perkembangan Kepribadian ** 1. - - 1. 2. 3. 4. 5. b. - - 1. 2. 3. 4. 5. **Hakikat konseling ** ---------------------- 1. Proses Bantuan 3.Rahasia dan Kepercayaan kerahasiaan 4. Pendekatan Holistik Dalam proses konseling 5. Pendekatan Berbasis Teori:** ** **Kondisi dan mekanisme perubahan konseling berpusat pribadi** -------------------------------------------------------------- ### **Kondisi-Kondisi Perubahan** 1. 1. 2. Penentuan tujuan konseling b. 1. 2. Tugas dan Fungsi Konselor 3. Keterampilan konselor c. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. d. 1. 2. 3. 4. 5. 6. e. - - - - - - - - - - - - ### ** Mekanisme Perubahan** 1. Proses Perubahan - - - - - - - b. **KONSELING KELOMPOK; PENGERTIAN,TUJUAN, TAHAP, TEKNIK,** **KELEMAHAN DAN KELEBIHAN, HASIL PENELITIAN KONSELING** **BERPUSAT PRIBADI** **BAB I** **PENDAHULUAN** Konseling kelompok merupakan salah satu layanan yang masuk kedalam komponen layanan responsif. Konseling kelompok sendiri ialah upaya bantuan yang bersifat pencegahan dan pengembangan kemampuan pribadi sebagai pemecahan masalah secara kelompok atau bersama-sama dari seorang konselor kepada klien. Konseling kelompok merupakan suatu proses hubungan interpersonal antara seorang atau beberapa konselor dengan sekelompok klien yang dalam proses tersebut konselor berupaya membantu menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan klien untuk menghadapi dan mengatasi persoalan atau hal-hal yang menjadi kepedulian masing-masing klien melalui pengembangan pemahaman, sikap, keyakinan, dan perilaku klien yang tepat dengan cara memanfaatkan suasana kelompok. Menurut George M. Gazda dalam Latipun (2002) menyatakan bahwa konseling kelompok adalah suatu proses antara pribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses itu mengandung ciri-ciri terapeutik seperti pengungkapan pikiran dan perasaan secara leluasa, orientasi pada kenyataan, keterbukaan diri mengenai seluruh perasaan mendalam yang dialami, saling percaya, saling perhatian, saling pengertian dan saling mendukung. 2.2 Pengertian Konseling Kelompok Berpusat Pribadi Teori yang berkembang dari karya Carl Rogers (1961) ini berfokus pada "kondisi inti" keaslian, empati, perhatian positif, dan konkret yang penting bagi semua hubungan membantu dan proses konseling. Manusia secara khas positif, bergerak maju, konstruktir, realistis, dan dapat dipercaya. Rogers juga percaya bahwa orang-orang sadar, terdalam, dan bergerak menuju aktualisasi diri sejak mereka dilahirkan. Rogerians percaya bahwa aktualisasi diri adalah dorongan keberadaan yang paling lazim dan memotivasi dan mencakup tindakan yang mempengaruhi total orang. Teori yang berpusat pada pribadi menekankan bahwa setiap orang mampu menemukan tujuan pribadi dalam kehidupan, dan bahwa diri adalah hasil dari apa yang dialami seseorang. Melalui proses konseling, klien belajar bagaimana menghadapi dan mengatasi situasi. Ketika pribadi individu mulai membebaskan dirinya sendiri dari mekanisme pertahanan dan pengalaman masa, dia mendekati konseling dengan keterbukaan terhadap self exploration dan kesadaran diri. Konseling yang berpusat pada pribadi membantu pribadi berkembang menjadi pembuat keputusan yang lebih dewasa, percaya diri, dan beradaptasi dengan baik. Pribadi mencakup rasa diri yang lebih realistis, dapat beradaptasi, dan pulih dengan cepat dari situasi, dan kurang stres dalam dirinya atau kejadian kesehariannya (Wibowo, 2019:436). Pendekatan berpusat pada pribadi yaitu pendekatan yang dimana paling berperan dalam proses konseling adalah peserta didik sendiri, peserta didik bebas untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi terkait rasa percaya diri (Anggraeni, 2017:5). Menurut Cormier, Nurius, & Osborn (2009) banyak ahli yang belakangan ini mengusulkan suatu model konseling yang mengintegrasikan konseling berpusat pada pribadi dengan strategi kognitif perilaku atau model-model lain yang telah memperoleh dukungan empirik. Dalam model ini konselor mengkomunikasikan tiga.\ berkembang menjadi pembuat keputusan yang lebih dewasa, percaya diri, dan beradaptasi dengan baik. Pribadi mencakup rasa diri yang lebih realistis, dapat beradaptasi, dan pulih dengan cepat dari situasi, dan kurang stres dalam dirinya atau kejadian kesehariannya (Wibowo, 2019:436). Pendekatan berpusat pada pribadi yaitu pendekatan yang dimana paling berperan dalam proses konseling adalah peserta didik sendiri, peserta didik bebas untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi terkait rasa percaya diri (Anggraeni, 2017:5). Menurut Cormier, Nurius, & Osborn (2009) banyak ahli yang belakangan ini mengusulkan suatu model konseling yang mengintegrasikan konseling berpusat pada pribadi dengan strategi kognitif perilaku atau model-model lain yang telah memperoleh dukungan empirik. Dalam model ini konselor mengkomunikasikan tiga. 2.3 Tujuan Konseling Kelompok Ohlsen, Dinkmeyer, Corey, dan Muro, (dalam Winkel dan Hastuti, 2004) mengemukakan sejumlah tujuan umum dari pelayanan bimbingan dalam bentuk konseling kelompok sebagai berikut : 1.Masing-masing konseli memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman diri itu konseli lebih rela menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspek aspek positif dalam kepribadiannya. 2\. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lainnya, sehingga konseli dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas untuk fase perkembangan. 3\. Para konseli memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontak antar pribadi dari dalam kelompok dan kemudian juga dalam kehidupan sehari-hari di luar lingkungan kelompoknya. 4\. Para konseli menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain. Kepekaan dan penghayatan ini akan membuat konseli lebih sensitif juga terhadap kebutuhan psikologis dan alam perasaan sendiri. 5\. Masing-masing konseli menetapkan suatu sasaran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif. 6\. Para konseli lebih menyadari dan menghayati makna dari kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama, yang mengandung tuntutan menerima orang lain dan harapan akan diterima oleh orang lain. 7\. Masing-masing konseli semakin menyadari bahwa hak-hak yang memprihatinkan bagi dirinya kerap juga menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang lain dengan demikian, dia tidak akan merasa terisolir lagi, seolah-olahnya hanya dialah yang mengalami. 8\. Para konseli belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan saling menghargai dan saling menaruh perhatian, pengalaman bahwa komunikasi dengan demikian dimungkinkan, akan membawa dampak positif dalam kehidupan dengan orang lain dekat dengan konseli. 2.4 Tahap-tahap Konseling Kelompok Terdapat beberapa tahap-tahap konseling kelompok, yaitu: Persiapan: Terdiri dari menetapkan waktu serta tujuan, dan mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan. Pembentukan: Tahap ini terdiri dari menyampaikan salam dan berdoa sesuai kepercayaan yang dianut masing-masing anggota, menerima anggota kelompok dengan terbuka dan ramah, melakukan perkenalan, menerangkan tujuan dari dilakukannya konseling kelompok, menerangkan pelaksanaan dari konseling kelompok, menerangkan asas-asas dalam pelaksanaan konseling kelompok, untuk lebih akrab antar anggota dan konselor melakukan permainan/ice breaking. Peralihan: Tahapan ini terdiri dari menjelaskan secara singkat kembali tentang konseling kelompok, mengadakan sesi tanya jawab untuk memastikan kesiapan tiap anggota, memfokuskan pada asas-asas sebagai pedoman konseling kelompok. Kegiatan inti: Tahap yang terdiri dari menjelaskan pokok permasalahan yang akan dirundingkan, tiap anggota diminta untuk saling terbuka tentang keadaan yang sedang dialami, membahas permasalahan yang sering muncul dan membutuhkan penyelesaian segera. Pengakhiran: Tahapan yang terdiri dari menerangkan jika kegiatan konseling kelompok akan berakhir, menyampaian kemajuan yang dicapai tiap anggota, menyampaikan komitmen untuk saling menjaga kerahasian masalah antar anggota, menyepakati diadakan pertemuan selanjutnya, ucapan terima kasih, berdoa menurut kepercayaan masing-masing. 2.5 Teknik-teknik Konseling Kelompok Di dalam konseling mengandung suatu proses komunikasi antar pribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan non-verbal. Dengan menciptakan kondisi-kondisi seperti empati (dapat merasakan perasaan konseli ), penerimaan serta penghargaan, keikhlasan serta kejujuran dan perhatian tulus konselor yang memungikinkan konseli untuk merefleksikan dirinya melalui tanggapan-tanggapan verbal dan reaksi-reaksi non-verbal atau lebih singkatnya membangun hubungan baik pada konseli. Konselor mengkomunikasikan kondisi-kondisi ini kepada konseli sehingga konseli menyadari dan bersedia pula untuk berkomunikasi dengan konselor. Kondisi-kondisi tersebut dapat dikomunikasikan melalui teknik-teknik ungkapan. Adapun teknik-teknik tersebut secara garis besar meliputi antara lain verbal tertentu seperti klarifikasi, refleksi perasaan, meringkas dan menggunakan pertanyaan (probe) (ability potential konfrontasi, interpretasi sell disclosure & immediacy, instruction verbal setting & information giving). Teknik lebih mudahnya yaitu dengan mendengarkan, menerima, menghormati, menghargai, memahami, dan berbagi. Yang perlu di ingat bersama bahwa dengan bersikeras menggunakan teknik dilihat sebagai hal yang menjadikan hubungan itu tidak memiliki sifat kepribadian lagi, maka dari itu tekniknya haruslah ungkapan yang jujur dari konselornya. Penekanan masalah ini adalah dalam hal filosofis dan sikap konselor ketimbang teknik. Dan mengutamakan hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor. Implementasi teknik konseling didasari atas paham filsafat serta sikap konselor. Karena itu penggunaan teknik seperti pertanyaan, dorongan, interpretasi, sugesti dipakai dalam frekuensi yang rendah. Yang lebih utama ialah pemakaian teknik konseling bervariasi dengan tujuan pelaksanaan filosofi dan sikap tadi. Karena itu dalam pelaksanaan teknik konseling amat diutamakan sifat-sifat konselor berikut : ✓ Acceptance, artinya konselor menerima konseli sebagaimana adanya dengan segala masalahnya. Agar proses konseling berhasil konselor harus bisa memiliki sebentuk rasa hormat kepada konselor. Dalam prosesnya, konselor tidak boleh menghakimi penampilan, pikiran, tindakan dan perasaan konseli. Jadi sikap konselor adalah menerima secara netral. ✓ Congruance, kongruensi mengandung arti bahwa konselor adalah rill, yaitu mereka itu jujur, terintegrasi dan otentik selama berlangsungnya konseling. Kongruensi ini mencakup kesadaran dan keterbukaan konselor dan memiliki dua dimensi. Dimensi pertama, konselor harus utuh dan menjadi diri mereka sendiri dalam proses konseling, selalu waspada pada kehadiran dan gerakan pikiran, perasaan, dan persepsi. Kedua, kehadiran seorang konselor harus menyentuh hati konseli. merekayasa keterasingan, menyajikan wajah profesional. Artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan, dan konsisten. ✓ Understanding, salah satu dari tugas utama konselor adalah memaklumi pengalaman dan perasaan konseli secara akurat pada saat semuanya itu diungkpakan dalam proses konseling. Seorang konselor harus berusaha keras untuk memahmi dan menghayati pengalaman subjektif konseli. Tujuannya yaitu untuk membangkitkan semangat konseli untuk lebih dekat dengan dirinya sendiri, merasakan mendalam dan intens untuk mengenali lebih dekat dan menguraikan ketidak kongruensian yang ada dalam dirinya. Artinya konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia konseli sebagai mana dilihat dari dalam diri konseli itu. ✓ Non judgemental, artinya tidak memberi penilaian terhadap konseli, akan tetapi konselor selalu objektif. Kepedulian seorang konselor adalah tanpa syarat dalam kepedulian itu tidak dikotori oleh evaluasi dan penilaian. Dalam proses konseling, konselor mengambil sikap bahwa mereka menghargai konseli seperti apa adanya dan konseli bebas untuk memiliki perasaan dan pengalam tanpa resiko tidak bisa diterima oleh konselor. Selain teknik-teknik yang telah disebutkan, di dalam proses konseling harus terdapat adanya jaminan bahwa masalah yang diungkapkan oleh konseli dapat dijamin kerahasiaannya serta adanya kebebasan bagi konseli untuk kembali berkonsultasi atau tidak sama sekali jika konseli sudah dapat memahami permasalahan dirinya. Pendekatan konseling berpusat pribadi mungkin terdengar sederhana, karena tidak ada struktur yang baku saat bertanya kepada konseli. Setiap proses bisa saja terjadi hal-hal baru dan konseli tersebut mengungkap masalah mereka sendiri dan pemecahannya juga terdapat dari konseli tersebut. 2.6 Kelemahan dan Kelebihan Konseling Kelompok ✓ Kelebihan Ada beberapa kelebihan atau keuntungan yang dapat diperoleh konseli melalui konseling kelompok seperti yang dikemukakan Hought dan dikutip Namora dalam buku Memahami Bimbingan dan Konseling, diantaranya adalah: 1\) Konseling kelompok menerapkan pendekatan yang menjalin hubungan perasaan sebagai sebuah kelompok dalam masyarakat yang sudah saling terasing dan tidak memiliki aturan yang jelas. 2\) Kelompok juga saling memberikan dukungan dalam menghadapi masalah yang dihadapi setiap orang. 3\) Kelompok dapat memberikan kesempatan untuk belajar antara satu sama lain. 4) Kelompok dapat menjadi motivator bagi masing-masing konseli. Mereka yang merasa telah menjadi anggota kelompok akan berusaha menyesuaikan perilakunya dengan harapan kelompok. 5\) Anggota-anggota kelompok yang ada dapat saling membantu dengan menjadi buddy (pasangan yang selalu dapat memberikan pertolongan dan bersedia membantu) dan juga dapat menjadi mentor kepada anggota kelompok lain. ✓ Kekurangan konseling kelompok yang ditulis Latipun adalah: 1\) Konseli perlu menjalani konseling individu terlebih dahulu sebelum mengikuti konseling kelompok. Karena apabila tidak dilakukan, ia akan mengalami kesulitan untuk langsung bergabung dengan anggota kelompok. 2\) Konselor harus memberikan perhatian secara adil pada semua anggota kelompok. Dan hal ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. 3\) Kelompok dapat bubar seketika karena masalah dalam proses kelompok. 4\) Konseli yang sulit mempercayai orang lain akan berpengaruh negatif pada situasi konseling secara keseluruhan. 2.7 Hasil-hasil Penelitian Konseling Berpusat Pribadi 1\. Penelitian Kastutik (2014) tentang Perbedaan Perilaku Antisosial Remaja ditinjau dari Pola Asuh Orangtua di SMP Negeri 4 Bojonegoro menemukan bahwa ada perbedaan perbedaan perilaku antisosial remaja yang signifikan antara kelompok subjek yang mempunyai kecenderungan pola asuh permisif dan otoriter, serta ada perbedaan perilaku antisosial remaja yang signifikan antara kelompok subjek yang mempunyai kecenderungan pola asuh demokratis dan permisif. 2\. Di lingkungan sekolah, perilaku prososial sangatlah penting untuk meminimalisir kejadian-kejadian negatif. Sebuah penelitian mengemukakan bahwa budaya gotong-royong dan tolong-menolong, serta solidaritas sosial siswa di sekolah sekarang ini cenderung menurun. Hal tersebut disebabkan banyaknya siswa yang sekarang ini sibuk dan terpaku pada kepentingan pribadinya masing-masing (Hartati, 2011:78). Tindakan menolong merupakan salah satu bentuk dari perilaku sosial. 3\. Karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik. Kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan dalam tindakan. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan suatu kehidupan moral. Ketiganya ini membentuk kedewasaan moral (Lickona, 2013:32). Itulah sebabnya, penerapan pendidikan karakter menjadi sangat penting dalam perkembangan kepribadian dan keimanan siswa. Seperti pernyataan Theodore Roosevelt yang dikutip oleh Thomas Lickona bahwa mendidik seseorang hanya pada pikirannya saja dan tidak pada moralnya sama artinya dengan mendidik seseorang yang berpotensi menjadi ancaman masyarakat (Lickona, 2103:3). 4\. Penelitian oleh Yalom dan Leszcz (2005): \- Judul: \"The Theory and Practice of Group Psychotherapy\" \- Temuan: Penelitian ini menunjukkan bahwa konseling kelompok berpusat pribadi dapat meningkatkan keterampilan interpersonal dan mengurangi gejala kecemasan dan depresi. Peserta sering melaporkan perasaan lebih terhubung dengan orang lain dan lebih memahami diri mereka sendiri setelah sesi kelompok. 5\. Studi oleh Corey (2016): \- Judul: \"Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy\" \- Temuan: Penelitian ini menyarankan bahwa konseling kelompok berpusat pribadi efektif dalam membantu individu mengeksplorasi dan mengatasi masalah pribadi dalam konteks sosial. Proses kelompok memungkinkan peserta untuk belajar dari pengalaman orang lain dan memperbaiki pola perilaku mereka. 6\. Penelitian oleh Yalom dan Leszcz (2005): \- Judul: \"The Theory and Practice of Group Psychotherapy\" \- Temuan: Penelitian ini menunjukkan bahwa konseling kelompok berpusat pribadi dapat meningkatkan keterampilan interpersonal dan mengurangi gejala kecemasan dan depresi. Peserta sering melaporkan perasaan lebih terhubung dengan orang lain dan lebih memahami diri mereka sendiri setelah sesi kelompok. 7\. Studi oleh McRoberts, Alberti, dan Marks (2005): \- Judul: \"The Effectiveness of Group Therapy for Depression: A Meta-Analysis\" \- Temuan: Studi meta-analisis ini menemukan bahwa konseling kelompok berpusat pribadi efektif dalam mengurangi gejala depresi. Hasilnya menunjukkan bahwa terapi kelompok memberikan hasil yang serupa dengan terapi individu dalam hal perbaikan gejala. 8\. Penelitian oleh Hsu, Chang, dan Chiu (2015): \- Judul: \"Effectiveness of Group Therapy for Social Anxiety Disorder: A Meta- Analysis\" \- Temuan: Penelitian ini menunjukkan bahwa konseling kelompok berpusat pribadi dapat sangat efektif dalam mengatasi gangguan kecemasan sosial. Kelompok memungkinkan peserta untuk berlatih keterampilan sosial dalam lingkungan yang mendukung.