DEMAM AKIBAT INFEKSI BAKTERI PADA SISTEM SARAF Kuliah 9 PDF
Document Details
Uploaded by HonoredSplendor
FKIK Unwar / RSUD Sanjiwani Gianyar
2023
dr. Tjok Istri Putra Parwati, SpS
Tags
Summary
This document provides an overview of the medical topic: Fever caused by bacterial infections of the nervous system. It details the definitions, pathophysiology, symptoms, diagnosis strategies, and treatment approaches related to various neurological conditions caused by bacterial infections. The topics covered include bacterial meningitis, encephalitis, brain abscesses, tetanus, and others.
Full Transcript
DEMAM AKIBAT INFEKSI BAKTERI PADA SISTEM SARAF dr. Tjok Istri Putra Parwati, SpS Bagian Neurologi FKIK Unwar/ RSUD Sanjiwani Gianyar 2023 TUJUAN PEMBELAJARAN : Mahasiswa mampu : - Menganalisis definisi, patofisiologi,gejala dan tanda klinis penyakit...
DEMAM AKIBAT INFEKSI BAKTERI PADA SISTEM SARAF dr. Tjok Istri Putra Parwati, SpS Bagian Neurologi FKIK Unwar/ RSUD Sanjiwani Gianyar 2023 TUJUAN PEMBELAJARAN : Mahasiswa mampu : - Menganalisis definisi, patofisiologi,gejala dan tanda klinis penyakit demam akibat infeksi bakteri pada saraf - Merencanakan penegakan diagnosis penyakit demam akibat infeksi bakteri pada saraf - Merencanakan pengelolaan penyakit akibat infeksi bakteri pada saraf SUBTOPIK MENINGITIS BAKTERI/ENSEFALITIS BAKTERI ABSES SEREBRI HIDROSEFALUS TETANUS TB SEREBRAL SPONDILITIS TB MENINGITIS BAKTERIAL DEFINISI adalah infeksi akut selaput otak yg disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan reaksi purulen pd cairan otak. Sering juga disebut meningitis purulenta. Meningitis S. Suis : meningitis yang terjadi akibat paparan terhadap babi dan mengkonsumsi produk babi yg terkontaminasi streptokokus suis. Ensefalitis : penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan perenkim SSP yang menimbulkan kejang,kesadaran menurun atau tanda- tanda neurologis fokal ETIOLOGI Tiga penyebab yang paling sering : Neisseria Meningitidis ( meningokokus ) Sreptococcus pneumoniae ( pneumokokus ) Hemophylus influenzae Pada Neonatus & usia tua dpt disebabkan jenis bakteri lain ETIOLOGI Penyebab meningitis beberapa gol umur: 1. Neonatus - E. coli - Streptococus beta hemolitikus - Listeria monositogenes 2. Anak < 4 th : - hemopilus influenza - meningokokus - pneumokokus 3.Anak > 4th dan dewasa: - meningokokus - pneumokokus Faktor predisposisi: 1. Sepsis 2. Kelainan yg berhub dg penekanan reaksi imunologik 3. Pemasangan VP shunt pd ventrikel 4. Pungsi lumbal dan anestesi spinal 5. Infeksi parameningeal PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI Secara Duramater anatomi Arakhnoid Meningen Piamater OTAK DAN MEDULA SPINALIS Secara Kimiawi Sawar darah otak (BBB) Bakteri → struktur intracranial : secara hematogen : infeksi nasofaring/ perluasan infeksi struktur intracranial : sinusitis, infeksi telinga tengah trauma kepala yg merobek duramater/ akibat tindakan bedah saraf. Kolonisasi bakteri di nasofaring → immunoglobulin A protease → merusak barrier mukosa → bakteri menempel pd sel epitel → menyelinap & masuk ke aliran darah Bakteri punya kapsul polisakarida bersifat antigagositik & antikomplemen. Bakteri mencapai kapiler SSP masuk ke → Ruang subarachnoid → bermultiplikasi. PATOGENESIS Multiplikasi dan lisis bakteri dirongga subarachnoid Pelepasan komponen dinding sel bakteri ke dlm rongga subarachnoid Produksi sitokin pro inflamasi (TNF a,IL-1.MIP) PMN menyerbu masuk ke ruang subarachnoid Peningkatan permeabilitas pemb. Migrasi PMN ke dalam LCS, darah degranulasi, pelepasan metabolit Edema vasogenik Eksudat di R. subarachnoid Edema sitotoksik Gangguan aliran & resorbsi LCS Edema interstiial & peningkatan volume LCS Kenaikan TIK GEJALA KLINIS Fase awal : panas, nyeri kepala terus menerus, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri punggung dan sendi. Setelah 12 -24 jam gejala lbh khas : nyeri pd kuduk, tanda rangsang selaput otak (KK, Kernig, Brudzinsky) Kejang, kadang2 kelumpuhan N.VI, VII,VIII Gelisah mudah terangsang, perubahan mental, halusinasi, kesadaran menurun dan akhirnya koma Pada bayi gambaran khas meningitis tidak jelas. Meningitis suis sering disertai bakterimia mirip meningitis s. pneumonia & N. meningitidis Meningitis suis sering terjadi komplikasi tuli sensorineural ( sekitar 53 % kasus) PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.Lumbal pungsi (pemeriksaan LCS) Tekanan: meningkat >180 mm H2O Warna : keruh sampai purulen (tgt jml sel) Sel : lekosit meningkat ( 200-10.000, 95% PMN) Protein : meningkat, > 75 mg/100ml Klorida : menurun < 700 mg /100ml Glukosa : menurun < 40 mg% Untuk menemukan bakteri penyebab dgn.pengecatan gram dan biakan/kultur liquor Pemeriksaan antigen bakteri pd cairan otak (mis: elektroforesis arus-kontra, aglutinasi latek ) Text 2. C-Reactive Protein (CRP) CRP di liquor dpt membedakan infeksi bekterial dan virus. Peningkatan CRP penanda infeksi bacterial 3. Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR liquor berguna untuk menentukan bakteri spesifik penyebab infeksi 4. Pemeriksaan darah tepi terdapat kenaikan jumlah lekosit dan hitung jenis pergeseran ke kiri 5. Pemeriksaan elektrolit darah Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi mis:. 6. Pemeriksaan radiologik Foto thorax : sumber infeksi mis: radang paru / abses paru Foto tengkorak : mungkin dijumpai sinusitis, mastoiditis CT scan atau MRI : edema otak dan hidrosefalus , untuk mengetahui adanya komplikasi mis: abses otak atau efusi subdural 7. Pemeriksaan EEG perlambatan menyeluruh dikedua hemisfer DIAGNOSIS BANDING Meningitis tuberkulosa Meningitis karena virus Meningitis karena jamur Perdarahan subarahnoid Abses otak KOMPLIKASI 1. Efusi subdural 2. Abses otak 3. Hidrosefalus 4. Epilepsi 5. Cerebral palsy 6. Arteritis pembuluh darah otak → infark otak 7. Ensefalitis 8. Tuli, keterlambatan bicara, gangguan perkembangan mental. 9. Syok septik PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan umum : 1. Penderita dirawat di RS 2. infus cairan dlm jml yg cukup 3. Bila gelisah beri sedativa mis: phenobarbital 4. Nyeri kepala diatasi dg analgetika 5. Panas : parasetamol, asam salisilat 6. Kejang : diazepam, phenobarbitac, difenilhidantoin 7. Terapi sumber infeksi 8. TIK meningkat : Mannitol, kortikosteroid mis : deksametason 9. Bila ada hidrosefalus dilakukan VP Shunt 10. Efusi subdural : operasi l ANTIBIOTIKA Pemberian antibiotika dilakukan dalam 3 tahap : 1.terapi empiris berdasarkan kecurigaan klinis 2.terapi berdasarkan pewarnaan gram LCS 3.terapi berdasarkan kultur bakteri di LCS Lama pemberian : 10-14 hr atau sedikitnya sampai 7 hr bebas dari demam Jenis antibiotika : sesuai usia, kondisi klinis dan pola resistensi kuman ( jika data tersedia). PROGNOSIS Tergantung : 1. Umur 2. Kuman penyebab 3. Lama penyakit sebelum diberi antibiotika 4. Jenis dan dosis anti biotika yg diberikan 5. Penyakit yg menjadi faktor predisposisi ABSES SEREBRI ABSES SEREBRI DEFINISI Abses serebri : infeksi intraserebral yang dimulai sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul. ETIOLOGI Banyak organisme penyebab abses serebri tergantung lokasi masuknya infeksi. PATOGENESIS KUMAN MASUK KE OTAK MELALUI : 1. Perluasan langsung dari focus infeksi ( 25 – 50 % ). Sinus, Gigi, Telinga tengah, Mastoid 2. Hematogen ( 30%) : focus infeksi jauh. Endokarditis bacterial. Infeksi primer paru & pleura 3. Setelah trauma kepala/ tindakan bedah saraf yang mengenai dura/ leptomening 4. Kriptogenik : sumber infeksi tidak jelas GEJALA KLINIK Gejala klinik bervariasi tergantung : Tingkat penyakit virulensi penyebab infeksi Status imun pasien Lokasi abses Jumlah lesi ada tidaknya meningitis /ventrikulitis GEJALA KLINIK : 1. Sistemik : demam subfebril ( 50%) Mual, muntah Penurunan kesadaran papil edema. 3. Serebral Fokal : kejang,sering general (40%) perubahan status mental (50%) deficit neurologis fokal motorik, sensorik, kelainan PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : Leucositosis PMN, LED meningkat Kultur darah positif, kultur hasil operasi abses 2. Imaging : CT Scan kepala ( dgn kontras )→ Ring enhancement MRI kepala ( lebih sensitive) 3. EEG : gelombang lambat continu di lokasi lesi PENATALAKSANAAN Penatalaksaan abses harus dilakukan segera: Antibiotika yang sesuai Tindakan Bedah ( Drainase / Eksisi ) Atasi edema serebri Pengobatan infeksi primer lokal JENIS DAN DOSIS ANTIBIOTIKA YANG LAZIM DIBERIKAN PADA ABSES SEREBRI Nama obat Dewasa Anak Keterangan Ceftriaxon 1-2 x 2 g ( max 2x100mg/kgBB/hr Sefalosporin gen.III aktif 4g) gram(-) Cefepime 2-3 x 2 g 3x 50 mg/kgBB Sefalosporin gen IVaktif gram (-)& (+), pseudomonas Meropenem 3 x 1-2 g 3x 40mg/kg BB Carbapenem, efektif gram(+)&(-) Cefotaxim 3-4 x 2g 3x 200mg/kgBB/hr Idem ceftriaxon Metronidazole 4 x500 mg 30mg/kgBB/hr Bakteri anaerob dan protozoa Penisillin G 4 x 6 juta U 4x 500-900 u Anaerob & streptokokus vancomisin 2 x 1g 4 x 60mg/kgBB/hr MRSA, gram(+)septikemi HIDROSEFALUS DEFINISI : Penumpukan yang berlebihan dari cairan serebrospinalis didalam system ventrikel. merupakan salah satu komplikasi dari meningitis. ETIOLOGI : Gangguan sirkulasi cairan serebrospinalis dan atau Gangguan absorpsi cairan serebrospinalis Produksi yang berlebihan ( papilloma pleksus koroideus) GAMBARAN KLINIS : Tergantung penyebab yang mendasari dan umur penderita. Adanya tanda-tanda tekanan intracranial yg meningkat : * nyeri kepala * muntah * papil edema Kelemahan spastik ekstremitas bawah Perlambatan tumbuh kembang( pada bayi) Hidrosefalus : ada 2 Hidrosefalus Komunikans : → terjadi bila absorpsi cairan serebrospinal dari ruang subaraknoid terganggu. Hidrosefalus Non Komunikans : → terjadi bila ada hambatan aliran cairan serebrospinalis disuatu tempat di sistem ventrikel mis : for. Monroe, aqaduktus Sylvii dan for. Ventrikel IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG CT scan kepala MRI kepala PENATALAKSANAAN VP Shunting ( ventrikulo -peritoneal shunting) DEFINISI Penyakit pada susunan saraf ditandai dgn spasme tonik persisten disertai dgn serangan yg jelas dan keras dan eksaserbasi singkat Spasme hampir selalu terjadi pd otot leher dan rahang → trismus. Lockjaw Kontraksi otot bersifat nyeri, bisa lokal maupun general Kasus tetanus terbanyak→ tetanus umum (generalisata 80%) Tetanus merupakan intoksikasi susunan saraf oleh eksotoksin clostridium tetani C. tetani kuman gram positif basilus, dlm keadaan anaerob berubah menjadi bentuk vegetatif menghasilkan neurotoksin spesifik → tetanospasmin dan tetanolisin C. tetani banyak ditemukan: - di dalam tanah & lingk.lembab. - kotoran binatang ( kuda, sapi, babi, kambing, anjing, ayam) dan manusia. Kuman masuk ke jar. Inang /manusia : Luka trauma Jaringan nekrosis Jaringan yg kurang vaskularisasi 20% kasus tidak didapatkan riwayat luka PATOGENESIS Kuman suasana anaerob → endospora → toksin tetanospasmin dan tetanolisin ( didalam luka ) akan menyebar : → 1. Masuk ke dalam otot. otot yang luka → mis luka terinfeksi pasca operasi luka kurang vaskularisasi atau luka bakar 2. Dari otot akan menyebar ke otot yang berdekatan 3. Penyebaran ke sistem limfatik 4. Penyebaran dalam aliran darah 5. Masuknya toksin ke SSP Toksin mencapai susunan saraf sepanjang jalur aksonal akan berikatan dengan reseptor membran terminal presinap didalam otot Sepanjang akson saraf perifer didalam otot → menuju sel-sel kornu anterior Mencapai badan sel alfa motor neuron di medula spinalis dan batang otak. Toksin dialirkan melalui saraf sensoris, otonom, dan motoris. Selanjutnya toksin berhenti dan berakumulasi di ganglion radik dorsalis. Toksin meninggalkan sel kornu anterior dan nukleus motorik batang otak→ menyebrangi celah sinaptik → bagian terminal neuron inhibitor →berikatan dgn reseptor di membran presinaps. Toksin tetanus bekerja dgn cara menghambat pelepasan neurotransmiter inhibisi. GEJALA KLINIS Terjadi 1-2 minggu setelah terinfeksi. Kekakuan otot dan rigiditas pada : - otot maseter → trismus / lock jaw. - otot wajah → risus sardonicus - otot faring → disfagia - otot abdomen → perut papan - otot punggung → opistotonus Obstruksilaring akibat spasme faring dan laring → respiratory failure Spasme otot ditandai kontraksi otot yg besifat tonik ant. otot-otot agonis dan antagonis shg terjadi gerakan spt. bangkitan tonik. Spasme dapat ditimbulkan dgn rangsang raba, auditori, visual atau emosional. Spasme tjd. beberapa detik, tiba-tiba dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Gangguan saraf otonom baik simpatis /parasimpatis : ( taksikardi, hiperhidrosis, peningkatan tekanan darah aritmia serta peningkatan reflek vagal ) Disotonomi dan efek toksin pada jantung → miokarditis. BEBERAPA TIPE TETANUS a. Tetanus Lokal - Mis: hanya mengenai satu tungkai bawah saja. - Toksin terakumulasi secara lokal di area tertentu b. Tetanus sefalik - Terjadi pd pasien yg luka di kepala - Atau dg riwayat infeksi telinga (OMA/OMK) - Otot yg terkena yg disarafi oleh nukleus motorik batang otak & segmen servikal. c. Tetanus Generalisata - Paling sering terjadi - Gejala klinis : Trismus / Lockjaw Kesulitan menelan Rigiditas otot perut Keringat meningkat Demam Peningkatan tekanan darah Taksikardi episodik Spasme terjadi bbrp menit PEMERIKSAAN PENUNJANG - Cukup ditegakkan dg pemeriksaan klinis - Tidak ada yg benar-benar spesifik - Pemeriksaan rutin : > darah lengkap > elektrolit, ureum, kreatinin > AGD > EKG (bila ada tanda gangguan jantung) > Bila memungkinkan periksa bakteriologik ( untuk menemukan C. tetani) > Foto thorax ( bila tanda komplikasi paru ) DIAGNOSIS GRADING TETANUS K 1 : rahang kaku,spasme terbatas,disfagia ,kaku otot tl belakang K 5 : kenaikan K 2 : spasme suhu rektal saja tanpa samapi 100 °F / melihat frekwensi aksila sampai 99 & derajat ° F ( = 37,6° KRITERIA PATTEL JOAG K 4 : waktu onset K 3 : inkubasi : 48 jam atau antara 7 hari kurang atau kurang Dari kriteria di atas dibuat derajat sbb: Derajat 1 : Kasus ringan minimal 1 kriteria K1 atau K2 , mortalitas 0 % Derajat 2 : Kasus sedang, minimal 2 kriteria ( K1 + K2 ), biasanya inkubasi > 7 hari, onset >2hari, mortalitas 10% Derajat 3 : Kasus berat minimal 3 kriteria, biasanya inkubasi < 7 hari, onset < 2 hari, mortalitas 32 % Derajat 4 : kasus sangat berat, minimal 4 kriteria , mortalitas 60 % Derajat 5 : 5 kriteria termasuk tetanus neonatorum, dan tetanus puerpurium, mortalitas 84 % Masa Inkubasi ( mulai terjadi luka hingga timbul gejala klinis pertama ) : 7-14 hari Periode onset ( mulai terjadi gejala klinis pertama sampai spasme otot ) : 1 – 7 hari Semakin panjang periode onset, prognosis lebih baik KRITERIA BERATNYA TETANUS Berdasarkan klasifikasi Ablett’s : Grade I (ringan) : trismus ringan – sedang, spastisitas umum, tidak ada gangguan pernafasan, tidak ada spasme, tidak ada /sedikit ada disfagia Grade II (moderat) : Trimus sedang, rigiditas terlihat jelas, spasme ringan – sedang namun singkat. Gangguan respirasi ringan dengan tachypnea Grade III (berat) Trismus berat, spastisitas menyeluruh, reflek spasme dan spasme spontan yang memanjang, gangguan nafas dengan sesak ( apnoeic spels), disfagia berat, bradikardia, peningkatan aktifitas saraf otonom sedang. Grade IV (sangat berat) : Seperti grade III + gangguan otonom hebat shg menyebabkan badai otonom. DIAGNOSIS BANDING 1. Kejang karena hipokalsemia 2. Reaksi distonia 3. Rabies 4. Meningitis 5. Abses Retrofaringeal,Abses gigi, subluksasi mandibula. 6. Sindrom hiperventilasi/ reaksi histeri 7. Epilepsi/kejang tonik-klonik umum PENATALAKSANAAN Thwaites (2002) merangkum penatalaksanaan tetanus sbb: 1. Eradikasi bakteri kausatif 2. Netralisasi antitoksin yang belum terikat 3. Terapi suportif selama fase akut 4. Rehabilitasi 5. Imunisasi 1. ERADIKASI BAKTERI KAUSATIF Menurut Thwaites : metronidazole 500mg (p.o atau i.v) setiap 6 jam selama 7 -10 hari. Menurut Haddet: metronidazole : 15 mg /kg BB saat awal diikuti 20-30 mg/kg /hari→ 7-14hari Penicilindpt dipakai dg dosis 100.000 -200.000 iu/kg /hari Bila alergi penicilin dpt dipakai tetrasiklin atau eritromisin. MANAJEMEN LUKA Luka diduga menjadi port the entry masuknya kuman C. tetanus Luka ada dua jenis: - luka rentan tetanus - luka tidak rentan tetanus REKOMENDASI MANAJEMEN LUKA TRAUMATIK Semua luka hrs dibersihkan dan debridemen sebaiknya dilakukan jika perlu Dapatkan riwayat imunisasi tetanus jika mungkin Tetanus toxoid (Tt) harus diberikan jika riwayat booster terakhir > 10 th. Jika riwayat imunisasai tidak diketahui Tt. dapat diberikan. 2. NETRALISASI ANTITOKSIN YANG BELUM TERIKAT Immunisasi pasif dg HTIG (human tetanus immunoglobulin ) → memperpendek perjalanan penyakit, meningkatkan angka keselamatan (survival rate ) Dosis HTIG : 500 U i.m. ( EL Haddad dkk) 3000-6000 U i.m. (Cook dkk) diberikan stlh diagnosis tetanus ditegakkan Bila tdk tersedia HTIG dpt diberi ATS (anti tetanus serum) dosis 10.000 IU 3. TERAPI SUPORTIF SELAMA FASE AKUT Kekakuan otot, Rigiditas/Spasme otot. Benzodiazepine : memperbesar GABA agonis dg cara menghambat inhibitor endogen di reseptor GABA Diazepam, Midazolam, Fenobarbital (meningkatkan aktivitas GABAergic) Fenotiazine ( klorpromazine), Propofol. DIAZEPAM Memiliki : efek antikonvulsan muscle relaxation sedative anxiolytic Efek max. dlm darah dicapai dlm waktu 30 –90 mnt Dosis dianjurkan 0,5 – 10 mg /kg untuk dewasa atau - spasme ringan ; 5 -20 mg p.o setiap 8 jam - spasme sedang : 5 -10 mg i.v tdk melebihi 80- 120 mg dlm 24 jam - spasme berat 50 – 100 dlm 500 ml D 5% kecepatan 10 – 15 mg /jam dlm 24 jam Komplikasi Respirasi Sering terjadi → angka morbiditas dan mortalitas Pada tetanus yg berat → sering terjadi - Hipoksia dan gagal nafas - Aspirasi pneumonia - Bronkopneumonia Untuk mengatasi resiko gangguan pernafasan → Ventilator (perawatan ICU) SPONDILITIS TUBERKULOSA Spondilitis TB atau tuberkulosa spinal - disebut juga pott”s disease of spine - insidennya cukup tinggi - morbiditas cukup serius → adanya potensi defisit neurologis dan deformitas yg permanen - defisit neurologis muncul pada 10-47 % kasus spondilitis TB PATOGENESIS Spondilitis TB merupakan fokus skunder infeksi TB Penyebaran secara hematogen (arteri epifisial atau plexus vena Batson. Lesi awal merupakan kombinasi osteomyelitis dan artritis yg bersifat osteolisis lokal pada korpus vertebra Destruksi progresif di anterior mengakibatkan kolapnya korpus vertebra yg terinfeksi → terbentuk kiposis ( angulasi posterior) vertebra. Segmen thorakal kecendrungan kifosis lebih progresif dibanding segmen lumbal. infeksi menembus korteks vertebra , menginfeksi jar. lunak dan membentuk abses paravertebral. Kompresi struktur neurologis akibat penekanan oleh proses ekstrinsik maupun intrinsik. Proses ekstrinsik diakibatkan oleh: - akumulasi cairan akibat edema - abses kaseosa - jaringan granulasi - sequester tulang atau diskus Proses intrinsik akibat penyebaran kuman TB menembus dura, mening dan medula spinalis. GAMBARAN KLINIS Gejala utama : nyeri tulang belakang,bersifat kronis dapat lokal maupun radikular Gejala sistemik : demam berlangsung intermiten , cachexia, malaise, keringat malam dan penurunan berat badan. Adanya riwayat batuk lama (> 3 minggu) berdahak atau berdarah disertai nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik inspeksi kulit pada vertebra. evaluasi ada tidaknya massa subkutan pada regio flank, inguinal,perineal atau gluteal. bila terdapat abses maka teraba massa yg berfluktuasi disebut cold absess sering dijumpai kifosis ( gibbus) skoliosis, spondilolistesis , subluksasi dan dislokasi. Adanya defisit neurologis merupakan tanda adanya penekanan spinal cord atau nerve root. Paraplegia lebih banyak ditemukan di area thorakal dan servikal. Harus dicari fokus primer TB mis : infeksi paru, saluran kemih atau saluran cerna. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM : - LED : meningkat - CRP : meningkat - PCR → mendeteksi DNA Micobacterium TB. - Tuberkulin skin test/ Mantoux test → mendeteksi infeksi TB. PENCITRAAN : Foto polos : - jumlah vertebra yg terkena - derajat destruksi tulang - sudut kiposis - gambaran klasik berupa destruksi vertebra dimulai sudut superior atau inferior anterior korpus vertebra. CT SCAN : dapat menilai Irregular lytic lesion,sclerosis, discollapse dan kerusakan tulang yg melingkar. dengan kontras dapat menilai jar. lunak daerah epidural dan paraspinal. kalsifikasi sering ditemukan pada lesi TB. CT Scan dapat digunakan memandu biopsi. MRI : kelebihan MRI dalam spesifitas jaringan terutama jar. lunak. pem.standar untuk mengevaluasi infeksi disk space dan osteomyelitis tl. belakang. efektif melihat perluasan penyakit pada jar. lunak, penyebaran debris dibawah lig. anterio dan posterior dan efektif untuk melihat penekanan saraf. MRI juga bermanfaat untuk : memutuskan pilihan managemen apakah konservatif atau operatif , juga membantu menilai respon terapi. BAKTERIOLOGIS : Kultur kuman TB merupakan baku emas dalam diagnosis Kesulitan pemeriksaan bakteriologis adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu Hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya. HISTOPATOLOGIS Infeksi TB pada jaringan menginduksi reaksi radang granulomatous dan nekrosis. Ditemukannya tuberkel, giant cell dan limfosit disertai nekrosis perkejuan di sentral memberikan nilai diagnostik paling tinggi. KOMPLIKASI 1. Cedera corda spinalis( spinal cord injury) terjadi karena tekanan ektradural sekunder oleh pus TB., sequestra tulang. 2. Empyema TB karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dlm pleura. DIAGNOSA BANDING 1. Infeksi piogenik mis : karena staphylococcal suppurative spondilytis 2. Tumor/ keganasan ( leukemia, Hodgkin’s D) PENATALAKSANAAN Tidak ada kontroversi antara terapi konservatif dengan pembedahan. 1. Terapi konservatif : terapi kombinasi obat-obat selama 6-9 bulan antara lain : INH dan Rifampisin dgn tambahan terapi selama 2 bulan sebagai first line : Pyrazinamide, Etambuthol, dan Streptomycine. INH, Rifampisin dan Pyrazinamide : sebagai second line pada keadaan adanya resistensi obat Lama pengobatan masih kontroversi 6-9 bulan bahkan sampai > 1 tahun Lama pengobatan sangat individual tergantung resolusi aktif dari keluhan dan stabilitas klinis penderita. 2.Terapi bedah : tgt. kesediaan fasilitas & kemampuan ahli bedah ortopedi. Indikasi operatif : Defisit neurologis yg signifikan, dgn kifosis yg progresif atau herniasi tulang atau diskus pada kanalis neuralis Abses yg besar segmen cervikal pada penderita obstruksi saluran nafas. Lesi posterior disertai dengan pembentukan abses atau sinus. Instabilitas tulang belakang atau kiposis yg progresif. Kegagalan terapi konservatif setelah terapi 3-6 bulan. Rekurens infeksi atau defisit neurologis TUBERKULOSA SEREBRAL MENINGITIS TUBERKULOSA - penyakit infeksi SSP sub akut - focus primer paru - dibandingkan dgn meningitis bacterial akut, perjalanan penyakitnya lebih lama, dan kelainan dalam CSS tidak begitu hebat - saat ini di negara2 maju meningitis TB sering mrp.komplikasi HIV dgn gejala yg lebih komplek Definisi Meningitis TBC radang selaput otak akibat komplikasi tuberculosis primer Secara histologis mrp. Meningoensefalitis TBC dengan invasi ke selaput & jaringan SSP Penyebab mycobacterium TBC jenis Hominis ( jarang oleh Bovinam atau aves ) Patofisiologi Meningitis TBC selalu terjadi sekunder Fokus primer berada di luar otak ( paru, kel. getah bening, sinus nasalis, GI tract, ginjal dll ) Terjadinya bukan krn peradangan langsung , ttp melalui pembentukan tuberkel2 kecil pada permukaan otak & sumsum tl.belakang Tuberkel pecah dan masuk ke R. subarachnoid & ventrikel, shg tjd. peradangan difus Penyebaran dpt juga perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan ( di nasopharing, pneumonia, endocarditis , otitis media, mastoiditis, thrombosis sinus cavernosus, atau spondylitis ) Penyebaran kuman di R. subaracnoid , reaksi radang pada piamater, arachnoid, CSS & ventrikel Akibat radang terbentuk eksudat kental, didasar tengkorak dan menyebar ke jar. otak shg tjd meningoensefalitis Eksudat dpt menyumbat aquaduktus, fissure Sylvii, for. Magendi, for. Luscha dgn akibat tjd. hidrosefalus, edema papil akibat TIK meningkat Bisa terjadi peradangan & penyumbatan pemb. darah terjadi arteritis dan flebitis yg menyebabkan infark otak tertentu di cortex, med. oblongata & ganglia basalis Diagnosis Ditegakkan dgn : anamnesis, pem. fisik, pem. neurologi dan pem. penunjang Gambaran klinis : - bervariasi & tidak spesifik - selama 2- 8 minggu ( malaise, anorexia, demam,nyeri kepala, perubahan status mental ) - penurunan kesadaran - kejang, hemiparesis - kelumpuhan N. cranialis ( II,III,IV,VI,VII,VIII) - Funduscopy : tuberkel pada khoroid & papil edema Perjalanan penyakit Meningitis TBC Ada 3 stadium : Stadium I ( stad. Awal ) : gejala non spesifik : apatis, irritabilitas, nyeri kepala ringan, malaise, demam, anorexia, muntah, nyeri abdomen Stadium II ( intermediate ) : gejala lebih jelas : drowsn, perubahan mental, tanda iritasi meningen, kelainan N. cranialis (III, IV, VI ) Stadium III ( stad. Lanjut ) : penurunan kesadaran stupor atau koma, kejang, gerakan involunter, hemiparesis Pemeriksaan Penunjang 1.Lab. - didapatkan : leukosit ( ,N, ) - diff.count bergeser ke kiri - kadang terjadi hiponatremia akibat SIADH 2. Pemeriksaan CSS : - tekanan : 40 – 75 % - warna jernih atau Xantokrom - protein meningkat - glukosa menurun - pleositosis tidak melebihi 300 cel/ mm3 predominan limfosit 3. Mikrobiologi : Micobacterium TBC pada kultur CSS ( gold standard ttp ini sulit ) 4. PCR : spesifitas tinggi , sensitivitas moderat 5. Ro.Thorax : tuberculosis aktif pada paru 6. Tes PPD tuberculin negatif pada 10 -15% anak dan 50 % dewasa 7. CT Scan & MRI : CT scan dgn kontras : penebalan meningen didaerah basal, infark, hidrosefalus MRI : lebih sensitive daripada CT scan Penatalaksanaan Perawatan umum : - kebutuhan cairan & elektrolit - kebutuhan gizi - perawatan kandung kemih & defekasi - terapi untuk hipoglikemia, gelisah atau kejang Pengobatan Tuberculostatika : triple drugs kombinasi INH dgn 2 tuberculostatika lainnya. 1. INH ( isoniazid) : 10-20 mg/kg BB/ hari – anak 400 mg/hari - dewasa 2. Rifampisin : 10-20 mg/kg BB/ hari 600 mg/ hari - dewasa 3. Etambutol : 25 mg/ kgBB/ hari – 150 mg/ hari 4.PAS ( Para Amino Salicilyc Acid ) : 200 mg/kg BB/ hari 5. Streptomycin IM : 30- 50 mg /Kg BB/ hari selama 3 bln 6. Korticosteroid : prednisone 2-3 mg/ kg BB/ hari atau dexamethasone IV : 10 mg setiap 4-6 jam Komplikasi & Prognosis Komplikasi yang sering : Hemiparesis spastik Ataxia Paresis N.cranialis yg permanent Kejang Atropi n.optikus Penurunan visus & kebutaan Prognosis tgt stadiumnya : makin lanjut makin jelek Terimakasih