Masa Khalifah Bani Umayyah PDF
Document Details
Uploaded by WorldFamousChimera
Tags
Summary
File dokumen ini membahas Masa Khalifah Bani Umayyah, termasuk peradaban Islam dan politik pada periode tersebut. Berbagai aspek perkembangan peradaban Islam dibahas, mulai dari berdirinya Bani Umayyah sampai dengan tokoh-tokoh penting dan dampak pemerintahan pada masa itu.
Full Transcript
MASA KHALIFAH BANI UMAYYAH Pasca-pemerintahan Khulafa Rasyidin atau setelah khalifah Ali bin Abi Thalib tewas dibunuh oleh Abdur Rahman bin Muljam, perpindahan periode kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib (khalifah rasyidin ke-4) kepada Daulah Bani Umayyah, ini dicatat sejarah...
MASA KHALIFAH BANI UMAYYAH Pasca-pemerintahan Khulafa Rasyidin atau setelah khalifah Ali bin Abi Thalib tewas dibunuh oleh Abdur Rahman bin Muljam, perpindahan periode kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib (khalifah rasyidin ke-4) kepada Daulah Bani Umayyah, ini dicatat sejarah sarat intriks sehingga patut dicermati dan dikaji lebih mendalam. Tidak hanya itu, pergulatan politik yang terjadi pada awal berdiri Daulah Bani Umayyah hingga perkembangan dan perubahan sistem khilafah menjadi daulah sangat menarik untuk ditelaah. Dari sinilah konversi model pemerintahan dari demokratis menjadi monarki dimulai. Namun kita juga tidak dapat menutup mata, meskipun terdapat berbagai persoalan yang terjadi waktu itu, Daulah Bani Umayyah yang berkuasa lebih kurang selama 90 tahun, juga telah memberikan kontribusi yang besar dalam membangun Peradaban Islam di dunia. Banyak kemajuan yang telah tergores dalam peradaban Islam oleh Daulah Bani Umayyah, di antaranya bidang Politik, Pemerintahan, Militer, Sosial Kemasyarakatan, Pendidikan, Kesenian, Pemikiran, Filsafat, Pemahaman Keagamaan khususnya Ekonomi. BERDIRINYA BANI UMAYYAH Bani Umayyah diambil dari nama Umayyah, kakeknya Abu Sofyan bin Harb, atau moyangnya Muawiyah bin Abi Sofyan. Umayyah hidup pada masa sebelum Islam, ia termasuk bangsa Quraisy. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dengan pusat pemerintahannya di Damaskus dan berlangsung selama 90 tahun (41 – 132 H / 661 – 750 M). Muawiyah bin Abi Sufyan sudah terkenal siasat dan tipu muslihatnya yang licik, dia adalah kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia pernah dijadikan sebagai amir Al-Bahar. Ia mempunyai sifat panjang akal, cerdik cendekia lagi bijaksana, luas ilmu dan siasatnya terutama dalam urusan dunia, ia juga pandai mengatur pekerjaan dan ahli hikmah. Muawiyah bin Abi Sufyan dalam membangun Daulah Bani Umayyah menggunakan politik tipu daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak gentar melakukan kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa,asal maksud dan tujuannya tercapai. Terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak lepas dari peristiwa tahkim, yang terjadi pada akhir kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Dalam peristiwa tahkim itu, Ali telah terperdaya oleh siasat dan taktik Muawiyyah yang pada akhirnya ia mengalami kekalahan secara politis. Sementara Muawiyyah mendapat kesempatan untuk mengangkat dirinya menjadi khalifah, sekaligus raja. Daulah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintah oleh 14 orang kholifah. Namun diantara kholifah-kholifah tersebut, yang paling menonjol adalah : Kholifah Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Malik. TATA POLITIK DAN PEMERINTAHAN Daulah Bani Umayyah telah mampu melakukan ekspansi yang sempat terhenti pada masa Ali, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan. Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman al-Walid ibn Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn Abd al-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau- pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini. Muawiyah tampil sebagai penguasa pertama yang mengubah sistem pemerintah islam, dari sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi kepada sistem pemerintahan monarki absolut. Selama 90 tahun, terdapat 14 orang khalifah yang pernah memeirintah, yaitu: a. Muawiyah bin Abu Sufyan (Muawiyah I) – (661M-680M) b. Yazid bin Muawiyah (Yazid I) – (680M-683M) c. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II) – (683M-684M) d. Marwan bin Hakam (Marwan I) – (684M-685M) e. Abd Malik bin Marwan – (685M-705M) f. Walid bin Abd Malik (Walid I) – (705M-715M) g. Sulaiman bin Abd Malik – (715M-717M) h. Umar bin Abdul Aziz (Umar II) – (717M-720M) i. Yazid bin Abd Malik (Yazid II) – (720M-724M) j. Hisyam bin Abd Malik – (724M-743M) k. Walid bin Yazid (Walid III) – (743M-744M) l. Yazid bin Walid (Yazid III) – (744M) m. Ibrahim bin Walid – (744M) n. Marwan bin Muhammad (Marwan II) – (744M-750M) khalifah Dinasti Umayyah tidak ada yang diangkat melalui Majelis Syuro, melainkan menggunakan sistem waris sebagaimana layaknya sebuah kerajaan. Oleh karena itu, menurut Abu A’la Maududi mereka tak pantas mendapat sebutan khakifah sebagaimana layaknya Khulafaur Rasyidin. Mereka telah melakukan perbuahan suksesi dan sistem musyawarah yang melibatkan umat secara teerbuka, terutama dalam hal-hal kebijakan secara umum, seperti yang biasa dilakukan Khulaur rasydin dulu. Bahkan kontrol masyarakat teerhadap mereka pun sangat terbatas, bahkan tidak sama sekali. Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid bin Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari kata- kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut, dia menyebutnya Khalifah Allah dalam pengertian Penguasa yang diangkat oleh Allah. Seperti halnya peradaban islam, politik islam pun harus mendapat pengertian dan batasan yang jelas. Menurut Effat Al-Sharqawi, antara politik islam dan politik kaum muslimin dapat terjadi perbedaan yang amat mendasar. Politik Islam merupakan tata aturan dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan yang berlandaskan nilai-nilai Islam, sedangkan politik kaum muslimin lebih cenderung kepada partai atau golongan. Sedangkan mengenai sejarah pembentukan tata politik Islam pada masa Dinasti Umayyah, banyak ahli seajarah yang mengakui sejak berdirinya dinasti ini sudah tampak tata politik yang berbeda dengan khalifah rasyidah yang empat. Amawiyah lebih menonjolkan gaya politik Arabnya. Menurut Ali Husni Al-Kharbutily, Muawiyyah - sebagai pendiri pertama Dinasti Bani mayyah- adalah orang yang cerdik dan sangat ahli di bidang siyasah. Oleh karena itu, pada awal berdirinya dinasti ini membagi wilayah kekuasaanya kepada lima front kekuasaan politik, yaitu: a. Front Jazirah Arabia yang meliputi hijazyang meliputi Hijaz, Yaman, Makkah dan Madinah; b. Front Mesir yang mencakup seluruh wilayah Mesir; c. Front Irak yang mencakup wilayah-wilayah Teluk Persia, Aman, Bahrain, Sijistan, Kirman, Khurasan sampai ke Punjab India; d. Front Asia kecil yang mencakup wilayah Armenia dan Azerbaijan, dan e. Front Afrika yang mencakup wilayah Barbar, Andalusia dan negara-negara di sekitar laut Tengah. Terhadap masing-masing wilayah itu, menurut Mahayudin diterapkan tata aturan politik yang berbeda. Misalnya di front Jazirah Arab¬-Makkah, Madinah dan front Irak diterapkan kebijakan politik yang lunak karena masyarakat di kedua wilayah itu tergolong pendukung Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awam. Berbagai pendekatan dilakukan, dari pendekatan psikologis sampai pendekatan sosial kesejahteraan. Semua itu dimaksudkan untuk mendapaka pengaruh dan dukungan dari masyarakat di sekitarnya. PERADABAN Secara umum, perkembangan peradaban islam pada masa Umayyah adalah sosialisasi budaya Arab pada seluruh lapisann sosial budaya di wilayah-wilayah yang telah ditaklukkanya. Misi utama arabisasi ini secara tidak langsung masih berdampak, bahwa penduduk-penduduk yang berbahasa Arab di seluruh kawasan dunia ini hampir bisa dikatakan adalah muslim, atau minimal mereka pernah mengenal islam. Kebijakan arabisasi ini secara tidak langsung berdampak atau berakumlasi dari dan bagi kepentingan mereka sendiri. Kebijakan Umayyah I antara lain: a. Mengangkat orang-orang Arab sebagai orang pertama dalam mengembangkan kepemimpinan umat islam diseluruh kawasan yang telah ditaklukkanya. b. Bahasa Arab sebagai bahasa utama umat, baik pengembangan administrasi maupun keilmuan. c. Kepentingan orang-orang luar Arab dalam rangka memahami sumber-sumber isalm dituntut menguasai struktur dan budaya Arab, sehingga telah melahirkan berbagai ilmu bahasa; nahwu, sharaf, balaghah, bayan, badi’, isti’arah dan sebagainya. d. Pengembangan ilmu-ilmu agama sudah mulai dikembangkan karena terasa betapa penduduk-penduduk diluar Jazirah Arab sangat memerlukan berbagai penjelasan serta sistematis dan kronologis tentang Islam. Ilmu-ilmu yang berkembang saat itu diantaranya tafsir, hadis, fiqih, ushul fiqih, ilmu kalam, dan sirakh/tarikh. Di masa Bani Umayyah ini, kebudayaan mengalami perkembangan dari pada masa sebelumnya. Di antara kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan pada masa ini adalah seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir, dan sebaginya. Pada masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan mengambil pola Romawi, Persia dan Arab. Contohnya adalah bangunan masjid Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, dan juga masjid Agung Cordova yang terbuat dari batu pualam. Seni sastra berkembang dengan pesatnya, hingga mampu menerobos ke dalam jiwa manusia dan berkedudukan tinggi di dalam masyarakat dan negara. Sehingga syair yang muncul senantiasa sering menonjol dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi. Dalam seni suara yang berkembang adalah seni baca Al-Qur’an, qasidah, musik dan lagu-lagu yang bernafaskan cinta. Sehingga pada saat itu bermunculan seniman dan qori’/ qori’ah ternama. Perkembangan seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan khot Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan tembok-tembok istana yang diukur dengan khat Arab. Salah satunya yang masih tertinggal adalah ukiran dinding Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana musim panas di daerah pegunungan yang terletak lebih kurang 50 mil sebelah Timur Amman. Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain. Pada ini juga, politik telah mengaami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara. Kekuatan militer pada masa Bani Umayyah jauh lebh berkembang dari masa sebelumnya, sebab diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil Ijbary). Sedangkan pada masa sebelumnya, yakni masa Khulafaurrasyidin, tentara adalah merupakan pasukan sukarela. Politik ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari unsure Arab. Pada masa ini juga, telah dibangun Armada Islam yang hampir sempurna hingga mencapai 17.000 kapal yang dengan mudah dapat menaklukan Pulau Rhodus dengan panglimanya Laksamana Aqabah bin Amir. Disamping itu Muawiyah juga telah membentuk “Armada Musin Panas dan Armada Musim Dingin”, sehingga memungkinkannya untuk bertempur dalam segala musim. Dalam bidang social budaya, kholifah pada masa Bani Umayyah juga telah banyak memberikan kontribusi yang cukup besar. Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit di setiap kota yang pertama oleh Kholifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tua mereka akibat perang. Bahkan orang tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di rumah-rumah tersebut. Sehingga usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang cukup tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka berbondong-bondong memeluk Islam. SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH Keberhasilan yang dicapai Bani Umayyah ini memberikan bentuk pemikiran ekonomi yang berbeda pula, tepatnya ketika dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khalifah Bani Umayyah, kondisi Baitul Maal berubah. Masa pemerintahan Bani Umayyah inilah, Baitul Maal dibagi menjadi dua bagian; umum dan khusus. Pendapatan Baitul Maal umum diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum, sedangkan pendapatan Baitul Maal khusus diperuntukkan bagi para Sultan dan keluarganya Namun dalam praktiknya, tidak jarang ditemukan berbagai penyimpangan penyaluran harta Baitul Maal tersebut. Dengan demikian telah disfungsi penggunaan Baitul Maal pada masa pemerintahan Daulah Umayyah. Di antara para Khalifah Bani Umayyah yang termasyhur dan memberikan banyak pemikirannya di bidang ekonomi adalah: KHALIFAH MUAWIYAH IBN ABI SOFYAN Pada masa pemerintahannya, beliau melakukan beberapa hal, yaitu: mendirikan dinas pos beserta dengan berbagai fasilitasnya, menertibkan angkatan perang, mencetan uang, dan mengembangkan jabatan professional. Selain itu, beliau juga menerapkan kebijakan: pemberian gaji tetap kepada para tentara, pembentukan tentara professional, serta pengembangan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan administrasi. KHALIFAH ABDUL MALIK IBN MARWAN Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam muncul di masa beliau. Abd al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak mata uang tersendiri dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab serta tetap mencantumkan kalimat Bismillahirrahmanirrahim pada tahun 74 H (659 M). Pembuatan mata uang masa itu didasarkan pemikiran bahwa mata uang selain memiliki nilai ekonomi juga sebagai pernyataan kedaulatan Dinasti Islam. Pembuatan mata uang masa itu didasarkan pemikiran bahwa mata uang selain memiliki nilai ekonomi juga sebagai pernyataan kedaulatan Dinasti Islam. Di samping itu, mata uang juga berfungsi sebagai sarana pengumuman keabsahan pemerintah pada waktu itu yang namanya terpatri pada mata uang tersebut. Di dunia Islam mengenal dua jenis mata uang utama, yaitu mata uang dinar emas, di ambil dari kata dinarius, dan dirham perak yaitu berasal dari kosa kata Yunani drachmos. Selain kedua jenis tersebut, terdapat mata uang pecahan atau disebut maksur seperti qitha dan mithqal. Pada empat hijrah dunia Islam mengalami krisis mata uang emas dan perak, maka dibuatlah dari tembaga atau campuran tembaga dengan perak yang disebut dengan fulus (diambil dari Bahasa Latin follis), yaitu mata uang tembaga tipis. Mata uang tersebut juga disebut al-Qarathis karena mirip dengan lembaran kertas. Setelah muncul mata uang fulus mata uang mulai dihitung. Setelah banyak mata uang bercap Khalifah muncullah kelompok orang-orang memberikan jasa dalam mempermudah transaksi keuangan dan penukaran mata uang yang disebut sebagai para penukar mata uang (as-Shayyarifah). Di samping itu muncul istilah keuangan yang menunjukkan bahwa tempat penukaran berubah fungsinya menjadi Bank. Selain itu Khalifah Abdul Malik dalam hal pajak dan zakat memberikan kebijakan dengan memberlakukan kewajiban bagi umat Islam untuk membayar zakat dan bebas dari pajak lainnya. Hal ini mendorong orang non-Muslim memeluk agama Islam. Dengan cara ini, merka terbebas dari pembayaran pajak. Setelah itu, mereka meninggalkan tanah pertaniannya guna mencari nafkah di kota-kota besar sebagai tentara. Kenyataan ini menimbulkan masalah bagi perekonomian negara. Namun Khalifah Abdul Malik bin Marwan mengembalikan beberapa militer Islam kepada profesinya semula, yakni sebagai petani dan menetapkan kepadanya untuk membayar sejumlah pajak sebagaimana kewajiban mereka sebelum mereka masuk Islam, yakni sebesar beban Kharaj dan Jizyah. Khalifah Abd al-Malik juga berhasil melakukan penbenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah Abd al-Malik diikuti oleh putranya al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. KEGIATAN PEREKONOMIAN PADA MASA KEKHALIFAHAN BANI UMAYAH Pada masa pra-Islam, uang Romawi dan Persia digunakan di Hijaz, di samping beberapa uang perak Himyaryang berganbar burung hantu Attic. Umar, Muawiyah, dan para khalifah terdahulu lainya merasa cukup dengan mata uang asing yang beredar, dan mungkin pada beberapa kasus, terdapat kutipan ayat Al Quran tetentu pada koin-koin itu. Sejumlah uang emas dan perak pernah dicetak sebelumnya pada masa Abd Al Malik, tetapi cetakan itu hanyalah tiruan dari mata uang Bizantium dan Persia. Padatahun 695, Abd Al Malik mencetak dinar emas dan dirham perak yang murni hasil karya oaring Arab. Wakilnya Irak, Al Hajjaj, mencetak uang pewrak di Kuffah paa tahun berikutnya. Di samping membuat uang Islam, dan melakukan arabisasi administrasi keeajaan, Abd Al Malik juga mengembangkan sistem layanan pos, dengan menggunkan kuda anatara Damaskus dan ibukota provinsi lainya. Layanan itu dirancang, terutama untuk memenuhi kebutuhan transportasi para pejabat pemerintahan dan oersoalan surat-menyurat mereka. Semua kepala pos bertugas untuk mencatat dan mengirimkan kepada khalifah semua peristiwa penting yang terjadi di wilayah mereka masing- masing. Dalam kaitanya dengan perubahan mata uang, kita perlu memperhatikan pembaruan system keuangan dan administrasi yang terjadi pada masa ini. Pada dasarnya, tidak ada seorang muslim pun, dari bangsa mana pun, yang dibebani membayar pajak, selain zakat ataupun santunan untukm orang miskin, meskipun pada praktikya, hak-hak istimewa sering diberikan kepada segelintir orang Islam-Arab. Bersadarkan teori itu, banyak orang yang baru masuk Islam, terutama dari Irak dan Khursan, mulai meninggalkan desa tempat mereka berkerja sebagai petani, dan pergi ke kota-kota, dengan harapan bias bergabung menjadi porajurit mawali. Fenomenaini akhirnya menhyebabkan kerugian ganda bagi perbendaharaan kerajaan. Hal tersebut karena setleh masuk Islam, pendapatan pajak sangant berkurang, dan setelah menjadi porajurit, mereka berhak mendapatkan subsidi. Al Hajjj kemudian membuat kenbijakan penting juntuk mengembalikan orang-orang ke ladang- ladang mereka, dan kembali mewajibkan mereka membanyar pajak tahnah dan pajak kepala. Ia bahkan mengharuskan orang-orang Arabyang menguasai tanah di wilayah wajib pajak intuk membayar pajak tanah. Setelah Daulah Umawiyah berhasil menguasai wilayah yang cukup luas maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian. Perkembangan perdagangan itu telah mendorong meningkatnya kemakmuran bagi Daulah Umawiyah Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu: Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian. Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraf tangan telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah. KEBIJAKAN EKONOMI DAN PRAKTEK EKONOMI Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut. Berbagai catatan penting tentang pemerintahaan Bani Umayyah adalah dapat dijelaskan sebagai berikut: Muawiyah adalah seorang sahabat yang mulia walaupun dia melakukan sebuah ijtihad politik dalam melakukan perlawanan kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib dan ternyata ijtihad yang dia lakukan tidak benar. Namun demikian, dia tetap berlaku adil dan semua sahabat adalah adil. Marwan bin Hakam salah seorang khalifah termasuk yang banyak meriwayatkan hadist. Khalifah Abdul Malik dikenal sebagai orang yang berilmu luas dan seorang ahli fiqh, beliau termasuk ke dalam ulama Madinah sebelum diangkat sebagai khalifah. Umar bin Abdul Aziz adalah seorang Imam dalam masa ijtihad dan dianggap sebagai khalifaur al Rasyidun ke-5. Penaklukan beberapa kota dan negeri hingga sampai ke wilayah Cina di sebelah timur, negeri- negeri di Andalusia dan selatan Perancis di sebelah barat sehingga pada masanya wilayah pemerintahan Islam mencapai wilayah yang sangat luas sepanjang sejarah Islam dan banyaknya manusia yang memeluk agama Islam. Beberapa tradisi dan praktek yang di lakukan oleh Bani Umayyah pada masa daulah al-Islam, yaitu: 1. Ketika diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat dan mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya yang diperoleh secara tidak wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, hingga cincin berlian pemberian Al Walid. 2. Selama berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun dari baitul maal, termasuk pendapatan Fai yang telah menjadi haknya. 3. Memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih baik daripada menambah perluasan wilayah. Dalam rangka ini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak kebebasan beribadah kepada penganut agama lain. 4. Dalam melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih bersifat melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. 5. Menghapus pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajak kaum Nasrani, membuat aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa, 6. Memperbaiki tanah pertanian, menggali sumur- sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempat penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat. 7. Menetapkan gaji pejabat sebesar 300 dinar dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja sampingan. Selain itu pajak yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku kepada tiga profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah. KEMUNDURAN PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah: Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik- konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al- Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.