BAB II PANCASILA PDF
Document Details
Uploaded by Deleted User
Tags
Summary
This document provides an overview of Pancasila, Indonesia's foundational philosophy and ideology, exploring its historical context, core principles, and function within the Indonesian state. It's a crucial document for understanding Indonesia's political and social system.
Full Transcript
BAB II PANCASILA A. Pengertian Pokok Tentang Pancasila a) Arti kata dan Asal Usul Pancasila Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit dimana nilai-nilai yang terkandung di dala...
BAB II PANCASILA A. Pengertian Pokok Tentang Pancasila a) Arti kata dan Asal Usul Pancasila Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit dimana nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sudah diterapkan dalam kehidupan kemasyarakatan maupun kenegaraan meskipun sila-silanya belum dirumuskan secara konkret. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit sebagaimana tertulis dalam buku Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular. Dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular, istilah Pancasila mempunyai arti berbatu sendi yang lima, pelaksanaan kesusilaan yang lima. Istilah Pancasila sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Panca berarti lima dan Sila berarti dasar atau asas. Jadi Pancasila sebagai Dasar Negara terdiri dari lima asas atau lima sila. Ibarat suatu bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan di atas suatu pondasi atau dasar yangdinamakan Pancasila yang terdiri dari lima dasar atau lima asas. Istilah nama Pancasila sebagai dasar Negara lahir pada tanggal 1 Juni 1945, sebagaimana diusulkan Ir. Soekarno dalam sidang pertama BPUPKI, yang mana usulan agar nama Dasar Negara yang terdiri dari lima asas atau lima sila dinamakan Pancasila disetujui dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1Juni 1945 Pancasila sebagai Dasar Negara dirumuskan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan disahkan sebagai Dasar Negara oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Rumusan sila-sila Pancasila yang sah yang wajib diamalkan bangsa Indonesia adalah rumusan sila-sila Pancasila yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Selanjutnya pemahaman terhadap Pancasila pada hakikatnya dikembalikan kepada dua pengertian pokok yaitu pengertian Pancasila sebagai pandangan hidup dan sebagai Dasar Negara. Selanjutnya berdasarkan pengertian pokok Pancasila tersebut, Pancasila berfungsi sebagai dasar yang statis dan fundamental, tuntunan yang dinamis dan ikatan yang dapat mempersatukan bangsa Indonesia. Selain itu Pancasila juga memiliki fungsi yuridis ketatanegaraan yang merupakan fungsi pokok dan fungsi utama sebagai dasar negara, fungsi sosiologis serta fungsi etis dan filosofis. Kedudukan hukum Pancasila selain sebagai dasar negara juga sebagai sumber dari segala sumber hukum negara sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dalam hubungannya dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), Pancasila menjiwai Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945. 4 b) Kedudukan dan Fungsi Pancasila Dalam kaitan dengan fungsi pokoknya sebagai dasar negara, Pancasila sebagai bagian dari Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan hukum yang kuat. Kedudukan hukum Pancasila selain sebagai dasar negara juga sebagai sumber dari segala sumber hukum negara sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dalam hubungannya dengan UUD 1945, Pancasila menjiwai pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang tidak lain adalah Pancasila yang merupakan cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar, baik hukum dasar tertulismaupun hukum dasar tidak tertulis (konvensi). Pembukaan UUD 1945 terdiri dan 4 alinea, yang memuat hal-hal sebagai berikut: a. Pernyataan hak kemerdekaan bagi setiap bangsa; b. Pernyataan tentang hasil perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia; c. Pernyataan merdeka; dan d. Tentang dasar kerohanian (falsafah) Pancasila sebagai dasar negara. Tiga pernyataan pertama adalah mengenai keadaan-keadaan atau peristiwa-peristiwa yang mendahului terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga pernyataan itu tidak mempunyai hubungan organis dengan pasal-pasal UUD 1945, tetapi pernyataan keempat yaitu tentang dasar kerohanian (falsafah) Pancasila sebagai dasar negara mengandung pokok pikiran yang di dalamnya tersimpul ajaran Pancasila, sehingga dengan demikian mempunyai hubungan kausal dan organis dengan Pasal-pasal UUD 1945. Butir keempat tersebut sangat penting karena merupakan semangat kejiwaan dari UUD 1945, sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Soepomo SH, bahwa untuk memahami hukum dasar suatu negara tidak cukup hanya memahami pasal-pasalnya saja, melainkan harus dipahami pula suasana kebatinan (semangat kejiwaan) dari hukum dasar itu. Pokok-pokok pikiran yang merupakan suasana kebatinan dari UUD 1945 tersebut terdiri dari: a. Pertama, negara melindungi segenap bangsa Indonesia dengan berdasarkan persatuan (sila ketiga). b. Kedua, Negara Indonesia mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila kelima). c. Ketiga, negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan (sila keempat). d. Keempat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab (sila kesatu dan kedua). 5 Berdasarkan kedudukannya dalam tata kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana diuraikansebelumnya, maka Pancasila dalam bentuknya yang sekarang ini berfungsi sebagai: a. Dasar yang statis/ fundamental, di mana di atasnya didirikan bangunan Negara Indonesia yang kekal. Inilah fungsi pokok Pancasila, yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. b. Tuntunan yang dinamis, yaitu ke arah mana Negara Indonesia akan digerakkan, atau dengan kata lain sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia. c. Ikatan yang dapat mempersatukan bangsa Indonesia, di mana Pancasila menjamin hak hidupsecara layak bagi semua warga negara dan semua golongan tanpa ada perbedaan. Di samping itu, apabila dilihat lingkup jangkauan sasarannya, fungsi-fungsi Pancasila dapat dibedakan sebagai berikut: a. Fungsi Yuridis Ketatanegaraan, yang merupakan fungsi pokok atau fungsi utama dari Pancasila sebagai Dasar Negara. b. Fungsi Sosiologis, yaitu apabila dilihat sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya. c. Fungsi Etis dan Filosofis, yaitu apabila fungsinya sebagai pengatur tingkah laku pribadi, dalam halini Pancasila berfungsi sebagai philosophical way of thinking atau philosophical system. c) Pancasila Sebagai Falsafah Bangsa a. Filsafat Pancasila Istilah filsafat berasal dari bahasa Arab falsafah. Secara etimologi falsafah berasal dari bahasa Yunani “philosophia”, yang terdiri dari dua suku kata yaitu philo dan sophia. Philein berarti mencari, mencintai dan sophia berarti kebenaran, kearipan kebijaksanaan. Dengan demikian kata majemuk philosophia berarti “daya upaya pemikiran manusia untuk mencari kebenaran atau kebijaksanaan”. Orang yang berfilsafat berarti orang yang mencintai dan mencari kebenaran, bukan memiliki kebenaran. Namun sebagaimana diketahui kebenaran itu relatif sifatnya, dalam arti bahwa apa yang kita anggap benar saat ini, belum tentu dianggap demikian di masa yang akan datang. Kebenaran yang mutlak adalah di tangan/ milik Tuhan Yang Maha Esa. Dalam masalah pendekatan filosofis atas nilai- nilai Pancasila ini kita tidak akan membicarakan seluruh ilmu filsafat, tetapi terbatas pada penerapan metode ilmu filsafat dalam mempelajari ketentuan yang mengalir dari nilai-nilai Pancasila. Pendekatan filsafat ini juga diperlukan sehubungan dengan materi yang dibicarakan adalah meliputi aspek filsafat dari Pancasila. Filsafat Pancasila adalah ilmu pengetahuan yang mendalam tentang Pancasila. Untuk mendapat pengertian yang mendalam, kita harus mengetahui hakikat sila- sila Pancasila tersebut, dari tiap sila kita cari pula intinya. 6 Setelah kita mengetahui hakikat inti tersebut, maka selanjutnya kita cari hakikat dan pokok- pokok yang terkandung dalam Pancasila, antara lain tersebut sebagai berikut: 1) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan tuntunan dan pegangan dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia, dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat, dan alam semesta. 2) Pancasila sebagai dasar negara, ini berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan bernegara sebagaimana yang diatur oleh UUD 1945. Untuk kepentingan kegiatan praktis operasional diatur dalam UU No. 12 tahun 2011 mengenai tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditegaskan bahwa UUD 1945 menempati tata urutan yang tertinggi dari peraturanperundangan yang berlaku. 3) Falsafah Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dijiwai Pancasila. 4) Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebulatan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan 5) Jiwa Pancasila yang abstrak tercetus menjadi Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan tercermin dalam pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. 6) Undang-undang Dasar 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yaitu Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan dalam pasal-pasalnya. Ini berarti pasal-pasal UUD 1945 merupakan penjelmaan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan dari jiwa Pancasila. 7) Penafsiran sila-sila Pancasila harus bersumber dan berdasarkan Pembukaan dan Pasal- pasal UUD 1945. b. Nilai-nilai dalam Pancasila Nilai terbentuk atas dasar pertimbangan-pertimbangan cipta, rasa, karsa dari seseorang atau sekelompok masyarakat/ bangsa. Terbentuknya suatu nilai secara teoritis melalui proses tertentu danatas dasar kesadaran dan keyakinan, jadi tidak dapat dipaksakan. Nilai secara singkat dapat dikatakan sebagai hasil penilaian/ pertimbangan “baik/ tidak baik” terhadap sesuatu, yang kemudian dipergunakan sebagai dasar alasan (motivasi) melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Norma (kaidah) adalah petunjuk tingkah laku (perilaku) yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam hidup sehari-hari berdasarkan suatu alasan (motivasi) tertentu dengan disertai sanksi. Sedangkan sanksi adalah ancaman/ akibat yang akan diterima apabila norma (kaidah) tidak dilakukan. Dari hubungan nilai timbullah ancaman-ancaman norma dengan sanksinya, misalnya: 7 1) Norma Agama, dengan sanksi dari Tuhan 2) Norma Kesusilaan, dengan sanksi rasa malu dan menyesal terhadap dirinya sendiri. 3) Norma Sopan-santun, dengan sanksi sosial masyarakat. 4) Norma Hukum dengan sanksi dari pemerintah (alat-alat negara). Prof. Dr. Notonegoro, membagi nilai menjadi 3 yakni: 1) Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. 2) Nilai Vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan danaktivitas. 3) Nilai Kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas 4 macam yakni : (a) Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal manusia (b) Nilai keindahan yang bersumber pada unsur rasa indah manusia (c) Nillai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kodrat manusia (manusia dalamsegala dimensinya). (d) Nilai religius yang merupakan nilai Ketuhanan, kerohanian yang tinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan/ keyakinan manusia. Pancasila tergolong nilai kerohanian, tetapi nilai kerohanian yang meyakini adanya nilai material dan nilai vital. Pancasila tergolong nilai kerohanian yang di dalamnya terkandung nilai- nilai yang lain secara lengkap, dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran/ kenyataan, nilai aestetis, maupun nilai religius. Selanjutnya nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila adalah: 1) Dalam sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius 2) Dalam sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab terkandung nilai kemanusiaan 3) Dalam sila ketiga Persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa 4) Dalam sila keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan terkandung nilai kerakyatan 5) Dalam sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan sosial Meskipun nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai kerohanian yang mengakui pentingnya nilai material dan nilai vital secara seimbang, sebagaimana dibuktikan dengan susunan sila-sila yang sistematis hierarkis yang dimulai sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, sampai dengan sila kelima yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi yang mempunyai nilai itu tidak hanya sesuatu yang berwujud benda material saja, akantetapi juga benda yang tidak berwujud yang bukan benda material. Bahkan sesuatu yang bukan benda material itu dapat menjadi nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai material secara relatif lebih mudah diukur dengan alat-alat pengukur, misalnya 8 denganalat pengukur berat (gram), alat pengukur panjang (meter), alat pengukur luas (meter persegi) alat pengukur isi (liter), dan sebagainya. Sedangkan nilai rohani tidak dapat diukur dengan menggunakan alat-alat pengukur tersebut di atas, tetapi diukur dengan “budi nurani manusia”, karena itu lebih sulit dilakukan, karena permasalahannya adalah apakah ada perwujudan budi nurani manusia yang bersifat universal. Manusia yang mengadakan penilaian terhadap sesuatu yang bersifat kerohanian menggunakan hati nurani dengan dibantu indera, akal, perasaan, kehendak, dan oleh keyakinan. Sampai sejauh mana kemampuan dan alat-alat bantu ini bagi manusia dalam memberikan penilaian tidak sama bagi manusia yang satu dengan yang lain, dipengaruhi situasi dan keadaan manusia yang bersangkutan. Bagi manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam segala perbuatannya. Dalam pelaksanaannya, nilai-nilai dijabarkan dalam bentuk norma (normatif), sehingga merupakan suatu perintah/ keharusan, anjuran atau merupakan larangan atas sesuatu yang tidak diinginkan atau celaan. Nilai kebenaran harus dilaksanakan dan segala sesuatu yang tidak benar, tidak indah, tidak baik, dan sebagainya dilarang atau dicela. Dari uraian tersebut nampak jelas bahwa nilai berperan sebagai dasar pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. c. Pandangan Integralistik dalam Pancasila Dalam pidato tanggal 31 Mei 1945 di depan rapat BPUPKI, Soepomo mengemukakan gagasan tentang cita negara integralistik. Ia memulainya dengan mengatakan bahwa jika hendak membicarakan tentang dasar sistem pemerintahan yang hendak dipakai untuk Negara Indonesia yangakan dibentuk, maka dasar sistem suatu pemerintahan tergantung pada cita negaranya, pada staatsidee, pada pemahaman tentang negara yang hendak digunakan untuk membangun Negara Indonesia (H.Muh.Yamin, 1971). Mengenai teori integralistik yang diajarkan oleh B. Spinosa, Adam Muller, Hegel, dan lain- lain, Soepomo mengemukakan, bahwa negara tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai kesatuan. Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan kesatuan masyarakat yang organis. Selanjutnya Soepomo berpendapat, bahwa jika Negara Indonesia akan didirikan dan hal itu harus sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara Indonesia harus berdasar aliran pikiran (Staatsidee) negara yang integralistik, yaitu negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi semua golongan dalam lapangan apapun. Menurut teori integralistik ini, yang menurut Soepomo sesuai dengan semangat Indonesia yang asli, maka negara tidak lain melainkan seluruh rakyat Indonesia sebagai kesatuan yang teratur dan tersusun. 9 Menurut Soepomo selanjutnya, dalam aliran integralistik, kepala negara dan lain-lain badan pemerintah harus bersifat pemimpin yang sejati. Negara tidak bertindak sebagai seseorang yang maha kuasa yang mempunyai kepentingan sendiri. Pada dasarnya menurut aliran integralistik, tidak ada pertentangan antara staat dan individu, karena individu tidak lain melainkan suatu bagian organik dari staat, yang mempunyai kedudukan dan kewajiban tersendiri untuk menyelenggarakan kemuliaan staat. Sebaliknya staat bukan suatu badan kekuasaan atau raksasa politik yang berada di luar lingkungan suasana kemerdekaan seseorang (H.Muh.Yamin, 1971). Akhirnya Soepomo menyimpulkan, bahwa dalam negara integralistik, negara akan ingat kepada segala keadaan, hukum negara akan memperhatikan segala keistimewaan golongan yang bermacam-macam di tanah air kita. d. Pancasila sebagai Ideologi Negara Ideologi berasal dari kata Yunani Idein, yang berarti melihat, atau Idea yang berarti raut muka, perawakan, gagasan, buah pikiran, dan Logia yang berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran. Ideologi dalam kehidupan kenegaraan dapat diartikan sebagai suatu konsensus mayoritas warga negara tentang nilai-nilai dasar yang ingin diwujudkan dengan mendirikan negara. Ideologi merupakan pikiran-pikiran terdalam, hasrat terdalam warga negaranya, untuk di atasnya didirikan suatu negara. Mubyarto mengartikan bahwa ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman karya untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa. Padmo Wahjono mengartikan ideologi sebagai kesatuan yang bulat dan utuh dari ide- ide dasar. Ideologi merupakan suatu kelanjutan atau konsekuensi daripada pandangan hidup bangsa, dan akan berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisir di dalam kehidupan berkelompok. Pancasila sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politikbangsa Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang dipergunakan sebagai acuan di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua gagasan-gagasan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat ditata secara sistematis menjadi satu kesatuan yang utuh. Sebagai ideologi, Pancasila berlaku sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan aktivitas di segala bidang, dan karena itu sifatnya terbuka, luwes, fleksibel dan tidak bersifat kaku yang akan menyebabkan ketinggalan zaman. Pengembangan atas nilai-nilai dasar Pancasila dilaksanakan secara kreatif dan dinamis dengan memperhatikan tingkat kebutuhan serta perkembangan masyarakat Indonesia. Dengan demikian sebagai konsekuensinya adalah Pancasila sebagai ideologi membuka 10 ruang membentuk kesepakatan masyarakat bagaimana mencapai cita-cita dan nilai-nilai dasar dalam masyarakat itu sendiri. Kesepakatan tersebut adalah kesepakatan sebagai penyangga konstitusionalisme, yaitu kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama; kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basis of government) dan kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures). Kesepakatan-kesepakatan tersebut hanya mungkin dicapai jika sistem yang dikembangkan adalah sistem demokrasi. Pancasila sebagai dasar-dasar filosofis terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan kesepakatan pertama penyangga konstitusionalisme. Dengan tidak diubahnya Pembukaan UUD 1945, maka tidak berubah pula kedudukan Pancasila sebagai dasar-dasar filosofis bangunan Negara Republik Indonesia. Yang berubah adalah sistem dan institusi untuk mewujudkan cita-cita berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Hal ini sesuai dengan makna Pancasila sebagai ideologi yang terbukayang hanya dapat dijalankan dalam sistem yang demokratis dan bersentuhan dengan nilai-nilai dan perkembangan masyarakat. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki perbedaan dengan sistem kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis. Pancasila mengakui dan melindungi baik hak- hak individu maupun hak masyarakat baik di bidang ekonomi maupun politik. Dengan demikian ideologi kita mengakui secara selaras baik kolektivisme maupun individualisme. Demokrasi yang dikembangkan, bukan demokrasi politik semata seperti dalam ideologi liberal-kapitalis, tetapi juga demokrasi ekonomi. Dalam sistem kapitalisme liberal dasar perekonomian bukan usaha bersama dan kekeluargaan, namun kebebasan individual untuk berusaha. Sedangkan dalam sistem etatisme, negara yang mendominasi perekonomian, bukan warga negara baik sebagai individu maupun bersama-sama dengan warga negara lainnya (Jimly Asshiddiqie, 1971). B. Pemahaman Pancasila Dari Segi Sejarah Berdasarkan penelusuran sejarah, Pancasila tidaklah lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan melalui proses yang panjang, dengan didasari oleh sejarah perjuangan bangsa dan dengan melihat pengalaman bangsa lain di dunia. Pancasila diilhami oleh gagasan- gagasan besar dunia, tetapi tetap berakar pada kepribadian dan gagasan besar bangsa Indonesia sendiri. Sejak berabad-abad lampau, bangsa Indonesia berjuang dan berupaya dengan berbagai cara untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka, yaitu untuk membentuk pemerintahan yang berdaulat yang meliputi seluruh wilayah Nusantara. Pada zamannya, kedua kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tersebut telah merupakan negara yang berdaulat, bersatu serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruh nusantara. 11 Pada zaman itu, unsur-unsur atau sila-sila dari Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan sosial telah dihayati dan dijadikan asas dalam tata kehidupan pemerintahan dan kemasyarakatan, walaupun sila-silanya belum dirumuskan secara konkret. Kenyataan itu dapat dibuktikan berdasarkan dokumen-dokumen tertulis yang ada seperti Telaga Batu, Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tua dan Kota Kapur. Dalam buku Nagarakertagama karangan Mpu Prapanca juga diuraikan susunan pemerintahan Majapahit yang menunjukkan adanya unsur musyawarah, hubungan antar negara tetangga dan sebagainya. Di samping itu, dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular dilukiskan pula adanya toleransi kehidupan beragama, khususnya antara agama Budha dan Hindu. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa bangsa Indonesia telah mengalami kejayaan pada zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit di mana nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah diterapkan dalam tata kehidupan bernegara dan bermasyarakat, tetapi dengan datangnya penjajahan Barat maka kehidupan bangsa Indonesia berubah menjadi penderitaan, karena penjajah bertindak tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Proses sejarah konseptualisasi Pancasila melintasi rangkaian perjalanan yang panjang, setidaknya dimulai sejak awal 1900-an dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antar ideologi. Proses ini ditandai oleh kemunculan berbagai organisasi pergerakan kebangkitan (Boedi Oetomo, SDI, SI, Muhammadiyah, NU, Perhimpunan Indonesia, dan Iain- lain), partai politik (Indische Partij, PNI, partai-partai sosialis, PSII, dan Iain- lain), dan sumpah pemuda. Pada masa penjajahan Jepang, timbul perlawanan-perlawanan terhadap Jepang baik secara legal maupun ilegal, misalnya pemberontakan PETA di Blitar. Mulai tahun 1943-1944 Jepang mengalami kekalahan di semua medan pertempuran, dan dalam perkembangan selanjutnya, menunjukkan adanya tanda-tanda akan segera berakhir perang Pasifik dengan kekalahan Jepang di mana-mana. Dalam kondisi seperti itu, untuk dapat mempertahankan dirinya, Jepang berusaha untuk menarik simpati bangsa Indonesia, yaitu pada tanggal 7 september 1944 Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari, apabila Indonesia membantu Jepang memenangkan perang. Sebagai tindak lanjut dari janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengulangi janji kemerdekaan Indonesia namun tanpa syarat, dan Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Choosakai) yang dikenal sebagai BPUPKI. Pada tanggal 29 April 1945, Jepang membentuk BPUPKI yang diketuai Dr.K.R.T. Radjiman Wediodiningrat, dengan dua orang Ketua Muda (Fuku Kaityo). Ketua Muda I Itibangase dan Ketua Muda II, Raden Pandji Soeroso yang beranggotakan 60 orang anggota 12 biasa, dan 7 (tujuh) orang anggota Istimewa (Toku Betsu) berkebangsaan Jepang yang tidak mempunyai hak suara. Keberadaan mereka di dalam BPUPKI, karena pada tanggal tersebut adalah HUT Tenno Heika (Kaisar), atau Tenco–Setsu (Hari Mulia). Adapun ketujuh orang anggota istimewa tersebut adalah: Tokonomi Tokuzi, Miyano Syoozo, Itagaki Masamitu, Matuura Mitokiyo, Tanaka Minoru, Masuda Toyohiko, dan Idee Toitiroe. Kemudian jumlah anggota BPUPKI ditambah 6 (enam) orang anggota yang berasal dari Indonesia. Dengan demikian jumlah keseluruhan anggota BPUPKI adalah 76 orang (termasuk Ketua dan Ketua Muda). Pada tanggal 28 Mei 1945 Jepang melantik BPUPKI dan keesokan harinya BPUPKI melakukanpersidangan yaitu sidang pertama dari tanggal 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945 dan sidang kedua dari tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 16 Juli 1945. Periode inilah yang diwarnai dengan kegiatan perumusan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu dengan diskusi dan perdebatan-perdebatan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada hari pertama sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 ketua BPUPKI meminta para anggota BPUPKI untuk mengemukakan dasar Indonesia merdeka. Pada tanggal 29 Mei, 31 Mei dan 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI yaitu Mr. Moh. Yamin, Prof, R, Soepomo dan Ir. Soekarno masing- masing mengemukakan pendapatnya tentang lima asas atau lima dasar Negara Indonesia merdeka. Adapun rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara yang dikemukakan para anggota BPUPKI tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Moh. Yamin menyampaikan dalam pidatonya lima asas atau dasarNegara Indonesia merdeka, yaitu: a) Peri Kebangsaan b) Peri Kemanusiaan c) Peri Ketuhanan d) Peri Kerakyatan e) Kesejahteraan Rakyat Di samping pidato tersebut Mr. Muh. Yamin menyampaikan pula secara tertulis rancangan UUD Republik Indonesia yang di dalam pembukaannya tercantum lima asas dasar negara. Lima asas tersebut rumusannya berbeda dengan yang diucapkannya dalam pidatonya, yaitu sebagai berikut: a) Ketuhanan Yang Maha Esa b) Kebangsaan Persatuan Indonesia c) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 13 e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 2) Pada tanggal 31 Mei 1945, dalam pidatonya Prof. R. Soepomo mengemukakan pendapatnya tentang lima asas atau lima dasar Negara Indonesia merdeka dengan rumusan sebagai berikut: a) Persatuan b) Kekeluargaan c) Keseimbangan lahir dan batin d) Musyawarah e) Keadilan Rakyat 3) Pada tanggal 1 Juni 1945 tibalah giliran Ir. Soekarno untuk menyampaikan pidatonya pada sidang BPUPKI. Dalam pidato itu Ir. Soekarno mengusulkan pula lima asas untuk menjadi dasar Negara Indonesia Merdeka yaitu: a) Kebangsaan Indonesia b) Internasionalisme atau perikemanusiaan c) Mufakat atau Demokrasi d) Kesejahteraan Sosial e) Ketuhanan yang berkebudayaan Pada tanggal 1 Juni 1945 untuk lima asas atau lima dasar sebagai dasar Negara Indonesia merdeka oleh Ir. Soekarno diusulkan untuk diberi nama Pancasila yang mana istilah itu diperolehnya dari seorang temannya yang ahli bahasa. Adapun usul Ir. Soekarno agar Dasar Negara Indonesia yang terdiri dari lima asas atau lima dasar dinamakan Pancasila, disetujui peserta sidang BPUPKI. Dalam perkembangannya kemudian yaitu tahun 1947 pidato Ir. Soekarno tersebut dipublikasikan dalam bentuk sebuah buku yang berjudul lahirnya Pancasila dan oleh karena itulah muncul anggapan umumbahwa lahirnya Pancasila adalah tanggal 1 Juni 1945 pada saat peserta sidang pertama BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 menyetujui usulan Ir. Soekarno agar nama Dasar Negara yang terdiri dari lima sila dinamakan Pancasila. Perumusan dasar negara Pancasila oleh Ir. Soekarno tersebut tidak didasarkan kepada pola berfikir filosofis/ religius, melainkan kepada pola berfikir dialektis atau historis materialisme. Atas dasar hal tersebut maka sila kebangsaan disandingkan dengan Internasionalisme/ Perikemanusiaan menjadi “Sosio Nasionalisme”. Di samping itu sila Mufakat/ Demokrasi disandingkan dengan sila kesejahteraan Sosial, menjadi “Sosio Demokrasi”. Jadi lima dasar tadi menjadi tiga, yang disebut “Trisila” yaitu: 1) Sosio Nasionalisme; 2) Sosio Demokrasi; 3) Ketuhanan. Selanjutnya “Trisila” itu diperas menjadi “Ekasila”, yaitu “Gotong-Royong”. 14 Pada akhir sidang pertama, ketua sidang membentuk suatu panitia, yang dikenal sebagai panitia delapan yang diketuai Ir. Soekarno yang ditugasi antara lain mengumpulkan dan menggolong- golongkan usul-usul yang diajukan peserta sidang. Sidang pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Pada tanggal 22 Juni 1945, ketua panitia delapan telah mengadakan pertemuan dengan anggota BPUPKI yang ada di Jakarta dan anggota BPUPKI yang kebetulan berada di Jakarta. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan antaragolongan/ paham kebangsaan dan golongan/ paham agama. Dalam rapat tersebut dibentuk panitia sembilan yang anggotanya terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, Wachid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin. Panitia sembilan telah mencapai hasil baik yang menghasilkan persetujuan dari golongan/ paham agama (Islam) dan golongan/ paham kebangsaan. Persetujuan tersebut termaktub dalam satu naskah yang oleh panitia delapan ditetapkan sebagai Rancangan Preambule Hukum Dasar. Adapun hasil panitia sembilan tersebut sebagai hasil persetujuan golongan agama dan kebangsaan oleh Mr. Moh. Yamin disebut sebagai Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Di dalam Rancangan Preambule Hukum Dasar yang disusun oleh Panitia Sembilan yang kemudian menjadi rancangan Pembukaan UUD 1945 terdapat rancangan dasar Negara Pancasila. Adapun rancangan dasar Negara Pancasila yang terdapat dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut: 1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab 3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Rancangan Dasar Negara Pancasila yang tercantum dalam Piagam Jakarta tersebut yang tertuang dalam Rancangan Preambule Hukum Dasar dilaporkan dalam sidang kedua BPUPKI. Rancangan Preambule Hukum Dasar dan hal-hal lainnya oleh panitia delapan dilaporkan dalam sidangkedua BPUPKI, dan dalam sidang kedua keanggotaan BPUPKI. Selanjutnya pada tanggal 11 Juli 1945 ketua BPUPKI membentuk tiga panitia yaitu: 1) Panitia Perancang UUD diketuai Ir. Soekarno 2) Panitia Pembelaan Tanah Air diketuai Abikoesno Tjokrosoejoso 3) Panitia soal keuangan dan perekonomian diketuai Dr. Moh. Hatta Panitia Perancang UUD bekerja selama 3 hari membentuk panitia kecil yang diketuai Prof. R.Soepomo. Pada tanggal 14 Juli 1945 Ketua Perancang UUD Ir. Soekarno melaporkan hasil tugasnya kepada sidang kedua BPUPKI. Adapun hasil panitia perancang UUD yang 15 disampaikan sidang kedua BPUPKI terdiri dari naskah: 1) Rancangan teks proklamasi yang diambil dari alinea 1, 2 dan 3 rancangan Preambule hukum dasar (Piagam Jakarta) ditambah dengan yang lain sehingga merupakan teks proklamasi yang panjang. 2) Rancangan Pembukaan UUD 1945 diambil dari alinea 4 Rancangan Preambule Hukum dasar(Piagam Jakarta). 3) Rancangan Batang Tubuh UUD. Pada tanggal 14 Juli 1945 setelah melalui perdebatan dan perubahan maka teks Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terdapat rancangan dasar Negara Pancasila diterima sidang. Pada tanggal 16 Juli 1945 rancangan Preambule hukum dasar yang selanjutnya dikenal sebagai rancangan Pembukaan, UUD dan rancangan Batang Tubuh UUD diterima dalam sidang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dirumuskan dalam sidang-sidang BPUPKI. Setelah menyelesaikan tugasnya BPUPKI dibubarkan, dan pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) oleh Jepang yang bertugas menyelenggarakan Kemerdekaan Indonesia. PPKI yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakil ketua Drs. Moh. Hatta beranggotakan 21 orang. Pada tanggal 9 Agustus 1945 Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Ketua dan wakil ketuaPPKI dan mantan ketua BPUPKI Drs. Rajiman Wedyadiningrat dipanggil oleh Genderal Besar Terauchi di Dalath, yang menyatakan bahwa Jepang telah menyetujui kemerdekaan Indonesia, dan kapan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, diserahkan sepenuhnya kepada PPKI. Namun pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang meminta damai pada sekutu dan pada tanggal15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Pada tanggal 16 Agustus 1945 Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai ketua dan wakil ketua PPKI dipanggil Jepang dan ditegaskan bahwa PPKI dilarang untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Jepang telah mencabut semua janjinya akan memberikan kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia, sehingga berkat semangat para pendiri Negara dan seluruh rakyat Indonesia maka pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indoensia. Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, datanglah utusan yang mewakili rakyat Indonesia Bagian Timur menghadap Drs. Moh. Hatta yang merasa keberatan terhadap bagian kalimat yang terdapat dalam sila pertamaPancasila yang terdiri dari tujuh kata yaitu “kewajiban menjalankan 16 syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya”. Karena pada saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut, UUD yang di dalamnya terdapat rancangan dasar Negara Pancasila belum disahkan, di samping itu juga belum terpilih Presiden dan Wakil Presiden, maka keesokan harinya dengan semangat persatuan dan kesatuan diadakan sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebelum sidang PPKI dimulai, Drs. Moh. Hatta membicarakan usul penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Pancasila yang berasal dari Piagam Jakarta kepada K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr Kasman Singadimedjo dan Mr. Teuku M. Hasan. Dengan mengkedepankan persatuan dan kesatuan, mereka setuju dan mufakat untuk menghapus tujuh kata tersebut dalam Sila Pertama Pancasila, yaitu Sila Ketuhanan yang semula tertulis ”Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi pemeluk-pemeluknya”, setelah dihapus tujuh kata tersebut, Sila Pertama Pancasila menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan: 1) Mengesahkan UUD 1945 yang didalamnya terdapat dasar Negara Pancasila yang dalam sila pertama Pancasila telah dihapuskan tujuh kata tersebut 2) Memilih Presiden dan Wakil Presiden pertama NKRI yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta Mengenai kisah pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu, M. Hatta menuturkan dalam Memoirnya sebagai berikut: "Pada sore harinya aku menerima telepon dari tuan Nishijama, pembantu Admiral Maeda, menanyakan dapatkah aku menerima seorang opsir Kaigun (Angkatan Laut) karena ia mau mengemukakan suatu hal yang sangat penting bagi Indonesia. Nishijama sendiri akan menjadi jurubahasanya. Aku mempersilahkan mereka datang. Opsir itu yang aku lupa namanya, datang sebagai utusan Kaigun untuk memberitahukan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik, yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang, berkeberatan sangat terhadap bagian kalimat dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar, yang berbunyi, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Mereka mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, hanya mengenai rakyat yang beragama Islam. Tetapi tercantumnya ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang menjadi pokok Undang-Undang Dasar berarti mengadakan diskriminasi terhadap golongan minoritas. Jika diskriminasi itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar republik Indonesia. Aku mengatakan bahwa itu bukan suatu diskriminasi, sebab penetapan itu hanya mengenai rakyat yang beragama Islam. Waktu merumuskan Pembukaan Undang-Undang Dasar itu, Mr. Maramis yang ikut serta dalam Panitia Sembilan, tidak mempunyai keberatan apa-apa dan tanggal 22 Juni 1945 ia ikut menandatanganinya. Opsir tadi mengatakan bahwa itu adalah pendirian dan 17 perasaan pemimpin-pemimpin Protestan dan Katolik dalam daerah pendudukan Kaigun. Mungkin waktu itu Mr. Maramis cuma memikirkan bahwa bagian kalimat itu hanya untuk rakyat Islam yang 90% jumlahnya dan tidak mengikat rakyat Indonesia yang beragama lain. la tidak merasa bahwa penetapan itu adalah suatu diskriminasi. Pembukaan Undang-Undang Dasar adalah pokok dari pokok, sebab itu harus teruntuk bagi seluruh bangsa Indonesia dengan tiada kecualinya. Kalau sebagian daripada dasar itu hanya mengikat sebagian rakyat Indonesia, sekalipun terbesar, itu dirasakan oleh golongan-golongan minoritas sebagai diskriminasi. Sebab itu kalau diteruskan juga Pembukaan yang mengandung diskriminasi itu, mereka golongan Protestan dan Katolik lebih suka berdiri di luar Republik. Karena begitu serius rupanya, esok paginya tanggal 18 Agustus 1945, sebelum Sidang Panitia Persiapan bermula, kuajak Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr. Teuku Mohammad Hasan dari Sumatera mengadakan suatu rapat pendahuluan untuk membicarakan masalah itu. Supaya kita jangan pecah sebagai bangsa, kami mufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen itu dan menggantikannya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila suatu masalah yang serius dan bisa membahayakan keutuhan negara dapat diatasi dalam sidang kecil yang lamanya kurang dari 15 menit, itu adalah suatu tanda bahwa pemimpin-pemimpin tersebut di waktu itu benar-benar mementingkan nasib dan persatuan bangsa. " (Hatta, Mohammad, 1979). Untuk lebih memahami perbedaan rumusan Pancasila yang terdapat dalam Piagam Jakarta dan alinea Pembukaan UUD 1945, maka di bawah ini tertulis Rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara yang tercantum dalam Piagam Jakarta dan alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yaitu sebagai berikut: 1) Rumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara Yang Tercantum Dalam Piagam Jakarta a) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya b) Kemanusiaan yang adil dan beradab c) Persatuan Indonesia d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 2) Rumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara Yang Tercantum Dalam Alinea Keempat PembukaanUUD 1945 a) Ketuhanan yang Maha Esa b) Kemanusiaan yang adil dan beradab c) Persatuan Indonesia d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ 18 perwakilan e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 adalah berasal dari Piagam Jakarta setelah dihapuskan “tujuh kata” dalam sila pertama Pancasila. Adapun rumusan sah dari Pancasila yang wajib kita laksanakan dan diamalkan dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah rumusan sila-sila yang terdapat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 karena: 1) Mempunyai kedudukan yuridis konstitusional yaitu tercantum atau merupakan bagian dari konstitusi (UUD). 2) Disahkan oleh lembaga atau badan yang mewakili seluruh bangsa Indonesia (PPKI) yang berarti disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia. Demikianlah, Pancasila yang dari awalnya sudah merupakan kepribadian, pandangan hidup,maupun jiwa bangsa, setelah melalui jalan yang panjang akhirnya ditetapkan sebagai dasar negara atau dasar falsafah negara sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Menjadi tugas dan kewajiban setiap warga negara untuk menghayati dan menghayati secara utuh nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila agar dapat mengamalkan secara konsisten dan bertanggung jawab dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. C. Pengamalan Pancasila 1) Pengamalan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 Pengamalan Pancasila sebagai dasar negara adalah sebagai dasar penyelenggaraan negara untuk mewujudkan cita-cita bangsa sesuai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila sebagaimana terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Pengamalan Pancasila sebagai Dasar Negara meliputi pengamalan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945. Mengamalkan Pancasila sebagai Dasar Negara berarti mengamalkan Pancasila sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara, termasuk penyelenggaraan pemerintahan. Pokok-pokok pikiran tentang hakikat dan bentuk negara serta pemerintahan negara Republik Indonesia telah dituangkan di dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan penuangan jiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ialah jiwa Pancasila yang mengandung empat pokok pikiran. Adapun pengamalan Pancasila dalam pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam 19 Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut: a) Negara persatuan (sila ketiga) Negara melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (sila persatuan). Pernyataan ini terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dalam hal ini Negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perorangan. Negara menurut pengertian dalam Pembukaan UUD 1945 menghendaki persatuan, meliputi segenap Bangsa Indonesia seluruhnya. Negara dan rakyat Indonesia mengutamakan kepentingan negara dan rakyat diatas kepentingan golongan dan kepentingan perorangan (pokok pikiran persatuan). b) Negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat dalam rangka mewujudkan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur (sila kelima). Dalam hal ini negara berkewajiban memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (pokok pikiran keadilan sosial). c) Negara berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dalam permusyawaratan/ perwakilan (sila keempat). Negara kita berkedaulatan rakyat mempunyai sistem pemerintahan demokrasi yang kita sebut Demokrasi Pancasila. Ini merupakan perwujudan dari Sila keempat Pancasila yang berbunyi: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan (pokok pikiran kedaulatan rakyat) berdasar atas kerakyatan dalam permusyawaratan perwakilan). d) Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab (sila pertama dan kedua). Negara kita bukan negara theokrasi, tetapi juga bukan negara sekuler. Negara kita adalah negara berketuhanan Yang Maha Esa yang menjunjung tinggi semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, adanya keselarasan kehidupan bernegara dan beragama. Ini merupakan perwujudan dari Sila pertama Pancasila yang berbunyi: Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Sila keduayang berbunyi: Kemanusiaan yang adil dan beradab (pokok pikiran Ketuhanan yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab). Selain empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, juga ditegaskan dalam alinea pertama dan kedua Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut: a) Negara Indonesia yang merdeka, dan anti penjajahan. “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahandiatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” (alinea pertama Pembukaan UUD 1945) b) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. 20 “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” (alinea kedua Pembukaan UUD 1945). 2) Pengamalan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945 Dari uraian tersebut, nampak jelas, bahwa hakikat dan sifat negara kita adalah identik dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia seutuhnya ialah sebagai makhluk individu sekaligus makhluksosial dalam satu kesatuan yang disebut “monodualistis”. Berpokok pangkal pada dasar tersebut, maka disusunlah pemerintahan negara berdasarkan Pancasila dengan mengamalkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pasal- pasal UUD 1945 sebagaiberikut: a) Negara Kesatuan Republik Indonesia Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, negara kita ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Mengenai bentuk negara, antara lain kita mengenal bentuk Negara Serikat dan Negara Kesatuan. Bagi negara kita paling tepat ialah bentuk Negara Kesatuan (Eenheidstaat) karena sesuai dengan sejarah perjuangan dan perkembangan bangsa, yang memiliki wawasan nasional yaitu Wawasan Nusantara, yakni Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial budaya dan satu kesatuan pertahanan keamanan nasional (Ipoleksosbud Hankamnas). b) Hak asasi dan kewajiban asasi manusia berdasarkan Pancasila Negara Pancasila menjunjung tinggi hak asasi, di samping hak asasi terdapat kewajiban asasi. Kalau dalam masyarakat yang individualistis, tuntutan pelaksanaan hak-hak asasi manusia ada kecenderungan berlebih-lebihan sehingga mungkin merugikan masyarakat sebagai keseluruhan, maka dalam masyarakat Pancasila hak asasi itu dilaksanakan secara seimbang dengan kewajiban asasi karena sebagai manusia “monodualistis”, yaitu manusia sesuai kodratnya adalah sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Contoh-contoh perwujudan hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia berdasarkan Pancasila dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945 dan Pasal-pasal 27, 28, 28 A s/d 28 J, 29, 30, 31, 33, dan 34 UUD 1945. 3) Sistem Politik: Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Pemerintahan Dalam Pasal 26 UUD 1945 dinyatakan, bahwa yang menjadi warga negara ialah orang- orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang- undang sebagai warga negara. Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (1) dinyatakan: segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Kepulauan Nusantara sebagai satu 21 kesatuan politik meliputi: satu kesatuan wilayah, kesatuan bangsa, kesatuan filsafat dan ideologi (Pancasila) dan kesatuan hukum. 4) Sistem Ekonomi: Sebagai Usaha Bersama Berdasarkan Asas Kekeluargaan Negara yang kita cita-citakan adalah negara yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Pemerintah Negara Indonesia berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum, yaitu mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan di bidang ekonomi ini diatur dalam Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: a) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. b) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. c) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. d) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pasal 33 ini menggambarkan adanya demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila. Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan ekonomi berarti, bahwa kekayaan wilayah Nusantara adalah modal dan milik bersama bangsa, dan tingkat perkembangan ekonomi harus serasi danseimbang di seluruh Indonesia. 5) Sistem Sosial Budaya: Atas Dasar Kebudayaan Nasional dan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam Pasal 32 UUD 1945 disebutkan, bahwa negara/ pemerintah memajukan kebudayaan nasional, menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Ini berarti bahwa bangsa Indonesia mengutamakan pembinaan dan pembangunan kebudayaan nasional. Penerimaan unsur-unsur kebudayaan asing ke dalam kebudayaan nasional dapat dibenarkan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan nilai- nilai Pancasila dalam kebudayaan nasional, dan dapat meningkatkan nilai-nilai kebudayaan nasional sekaligus meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Di samping itu, karena negara kita terdiri atas banyak pulau dan suku bangsa serta golongan warga negara, maka kita menjunjung tinggi semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Dalam hubungan ini kita tidak boleh mempertentangkan perbedaan sifat, bentuk dan wujud kebudayaan yang beraneka ragam yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kita, tetapi keanekaragaman itu hendaknya saling melengkapi dan semuanya itu merupakan khazanah kebudayaan kita. 22 Manusia-manusia yang mendiami kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan budaya sebagaimana terkandung dalam wawasan nasional bangsa Indonesia yaitu wawasan Nusantara. Corak ragam budaya menggambarkan kekayaan budaya bangsa,yang harus dikembangkan untuk dapat dinikmati bersama. 6) Sistem Pembelaan Negara: Hak dan Kewajiban Dalam Pertahanan Negara Dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dinyatakan, bahwa pemerintah Negara Indonesia harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menegaskan setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Selanjutnya dalam pasal 30 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan, bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Dalam pasal 30 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Kepulauan nusantara kita sebagai satu kesatuan Pertahanan Keamanan berarti, bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara dan bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka upaya pembelaan dan pertahanan keamanan negara dan bangsa. 7) Sistem pemerintahan Negara Pancasila yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 tidaklah mungkin dapat kita terapkan di dalam kehidupan ketatanegaraan sehari-hari, bila tidak dirumuskan di dalam ketentuan-ketentuan yang konkret yang sekarang tercantum di dalam pasal-pasal UUD 1945. Adapun sistem pemerintahan Negara yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945 yang dijiwai Pancasila adalah sebagai berikut: (a) Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat) “Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat)”. Dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 ditegaskan bahwa Indonesia ialah negara hukum. (b) Sistem Konstitusional Dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa presiden memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD (konstitusi). Jadi presiden menjalankan pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi NKRI. 23 (c) Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan rakyat Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 mengatakan “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Dari uraian tersebut jelaslah, bahwa UUD 1945 menganut sistem kedaulatan rakyat. Hal ini jelas dinyatakan dalam salah satu kalimat dari alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang berbentuk republik yang berkedaulatan rakyat. (d) Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan bertanggung jawab kepada rakyat Dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa presiden memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD, sedangkan pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menegaskan kedaulatan di tangan rakyat. Selanjutnya dalam pasal 6A ayat (1) ditegaskan bahwa presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Mengacu kepada pasal 4 ayat (1), pasal 1 ayat dan pasal 6A ayat (1) UUD 1945 nampak jelas bahwa presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan bertanggung jawab kepada rakyat. 8) Kekuasaan Presiden Tidak tak Terbatas Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk Undang-Undang (gesetzgebung) dan untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Staatsbegrooting). Latar belakang dari prinsip di atas ialah bahwa pemerintahan Indonesia adalah suatu pemerintahan yang demokratis dan berdasarkan perwakilan, karena DPR dipilih rakyat melalui pemilu. 9) Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pasal 20A ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa DPR memiliki fungsi pengawasan terhadapjalannya pemerintahan Negara yang dilaksanakan presiden. 10) Kekuasaan Kehakiman yang merdeka Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berdasarkan pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan-badan dibawahnya (Pengadilan Umum, Agama, Militer, dan TUN), dan Mahkamah Konstitusi. 11) Pemerintah Daerah Pemerintah daerah diatur dalam pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945. Adapun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibagi dalam daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi pula dalam kabupaten dan kota. Di daerah-daerah tersebut diadakan Dewan Perwakilan 24 Rakyat Daerah. Selanjutnya NKRI mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan atau bersifat istimewa. Dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia dilakukan melalui otonomi daerah. 25 BAB III UNDANG UNDANG DASAR 1945 Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi dan paling fundamental sifatnya karena merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, agar peraturan yang tingkatannya berada di bawah undang-undang dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi. Pengaturan sedemikian rupa, menjadikan dinamika kekuasaan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan negara dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Konstitusi dalam sejarah perkembangannya membawa pengakuan akan keberadaan pemerintahan rakyat. Konstitusi merupakan naskah legitimasi paham kedaulatan rakyat. Naskah dimaksud merupakan kontrak sosial yang mengikat setiap warga dalam membangun paham kedaulatan rakyat. Undang-Undang Dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam negara. Dalam konteks institusi negara, konstitusi bermakna sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan berbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat. Konstitusi dalam sejarah perkembangannya membawa pengakuan akan keberadaan pemerintahan rakyat. Konstitusi merupakan naskah legitimasi paham kedaulatan rakyat. Naskah dimaksud merupakan kontrak sosial yang mengikat setiap warga dalam membangun paham kedaulatan rakyat. A. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 Saat ini yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah UUD 1945 yang telah diamandemen, sebagai keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal (Pasal II Aturan Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I sampai dengan Bab XVI) dan 73 pasal (pasal 1 sampai dengan pasal 37), ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV tentang DPA dihapus. Dalam amandemen keempat, penjelasan UUD 1945, tidak lagi merupakan kesatuan UUD 1945. Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Pada awalnya naskah resmi UUD 1945 dimuat dan disiarkan dalam “Berita Republik 26