Buku Psikologi Industri dan Organisasi PDF

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Document Details

JovialCello

Uploaded by JovialCello

Dr. Umi Anugerah Izzati, M.Psi, Psikolog,Olievia Prabandini Mulyana, M.Psi, Psikolog

Tags

psikologi industri psikologi organisasi perilaku manusia manajemen kerja

Summary

Buku ini membahas Psikologi Industri dan Organisasi, mencakup pengantar, motivasi kerja, perbedaan individu dalam organisasi, sikap kerja, manajemen stres kerja, kepuasan kerja, pengambilan keputusan, komunikasi organisasi, kekuasaan dalam organisasi, hubungan industrial, dan penelitian psikologi industri dan organisasi. Penulis mengulas teori-teori dan pendekatan yang berkaitan dengan perilaku manusia di lingkungan kerja.

Full Transcript

i Psikologi Industri & Organisasi Dr. Umi Anugerah Izzati, M.Psi, Psikolog Olievia Prabandini Mulyana, M.Psi, Psikolog Psikologi Industri & Organisasi Hak Cipta ã 2019 Penulis : Dr. Umi Anugerah Izzati, M.Psi, Psikolog Olievia Prabandini Mulyana, M.Psi, Psikolo...

i Psikologi Industri & Organisasi Dr. Umi Anugerah Izzati, M.Psi, Psikolog Olievia Prabandini Mulyana, M.Psi, Psikolog Psikologi Industri & Organisasi Hak Cipta ã 2019 Penulis : Dr. Umi Anugerah Izzati, M.Psi, Psikolog Olievia Prabandini Mulyana, M.Psi, Psikolog Design Sampul : Tim Penerbit Layout : Tim Penerbit Penerbit : Penerbit Bintang Surabaya Anggota IKAPI daerah Jawa Timur No: 011/JTI/95 Isi :ix, 188 hal KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Buku Psikologi Industri dan Organisasi dapat terselesaikan. Buku Psikologi Industri dan Organisasi ini membahas mengenai perilaku manusia dalam konteks di tempat kerja dimana manusia memiliki peran sebagai pekerja, baik itu secara individual atau kelompok. Materi dalam buku Psikologi Industri dan Organisasi ini berisi tentang pengantar psikologi industri dan organisasi, motivasi kerja, perbedaan individu dalam organisasi, sikap kerja, manajemen stres kerja, kepuasan kerja, pengambilan keputusan, komunikasi organisasi, kekuasaan dalam organisasi, hubungan industrial, penelitian psikologi industri dan organisasi Penulis menyadari bahwa bahwa bahwa tidak ada hal yang sempurna termasuk buku ini. Penulis mengharapkan saran yang positif untuk perbaikan buku ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian ini.. Semoga buku ini mudah dipahami dan bermanfaat bagi para pembaca serta semua pihak yang terkait. ii DAFTAR ISI BAB I PENGANTAR PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI A. Pengertian Psikologi Industri dan Organisasi........... 1 B. Sejarah Psikologi Industri dan Organisasi............... 4 C. Hubungan Psikologi Industri dan Organisasi dengan Ilmu-ilmu lain.................................................... 8 D. Perkembangan Psikologi Industri dan Organisasi di Indonesia........................................................... 11 E. Penitian Relevan................................................. 13 BAB II MOTIVASI KERJA A. Pengertian Motivasi Kerja..................................... 16 B. Teori-Teori Motivasi............................................. 18 C. Pendekatan Motivasi............................................ 24 D. Penelitian Relevan............................................... 25 BAB III PERBEDAAN INDIVIDU DALAM ORGANISASI A. Pengertian Perbedaan Individu.............................. 28 B. Kepribadian........................................................ 29 C. Kemampuan....................................................... 34 D. Nilai................................................................... 39 E. Penelitian Relevan................................................ 42 BAB IV SIKAP KERJA A. Pengertian Sikap Kerja......................................... 44 B. Komponen Sikap................................................. 46 C. Macam–Macam Sikap Kerja.................................. 52 D. Penelitian Relevan............................................... 54 BAB V MANAJEMEN STRES KERJA A. Pengertian Stres Kerja......................................... 56 B. Dimensi Stress Kerja............................................ 58 C. Penyebab Stres Kerja........................................... 60 D. Dampak Stres Kerja............................................. 65 E. Manajemen Stres Kerja........................................ 66 F. Penelitian Relevan................................................ 70 iii BAB VI KEPUASAN KERJA A. Pengertian Kepuasan Kerja................................... 72 B. Teori Kepuasan Kerja........................................... 73 C. Aspek-Aspek Kepuasan Kerja................................ 75 D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja. 80 E. Dampak Kepuasan atau Ketidakpuasan Kerja.......... 81 F. Strategi Untuk Meningkatkan Kepuasan Kerja.......... 82 G. Penelitian Relevan............................................... 83 BAB VII PENGAMBILAN KEPUTUSAN A. Pengertian Pengambilan Keputusan...................... 86 B. Model Pengambilan Keputusan............................. 88 C. Proses Pengambilan Keputusan............................ 96 D. Kendala dalam Pembuatan Keputusan................... 97 E. Etika Dalam Membuat Keputusan.......................... 98 F. Bias dalam Pengambilan Keputusan...................... 99 G. Penelitian Relevan............................................... 101 BAB VIII KOMUNIKASI ORGANISASI A. Pengertian Komunikasi......................................... 103 B. Bentuk Komunikasi.............................................. 104 C. Komunikasi Dalam Organisasi............................... 107 D. Media Komunikasi dalam Organisasi...................... 111 E. Penelitian Relevan................................................ 112 BAB IX KEKUASAAN DALAM ORGANISASI A. Pengertian Kekuasaan.......................................... 114 B. Tipe-Tipe Kekuasaan............................................ 115 C. Kekuasaan Kelompok: Koalisi................................ 117 D. Hubungan antara Kekuasaan, Politik, Wewenang dan Kepemimpinan.............................................. 118 E. Pendekatan Kontingensi pada Kekuasaan................ 123 F. Penelitian Relevan................................................ 126 BAB X HUBUNGAN INDUSTRIAL A. Pengertian Hubungan Industrial............................ 129 B. Tujuan Hubungan Industrial................................. 131 C. Unsur-unsur dalam Hubungan Kerja....................... 131 iv D. Hubungan Industrial di Indonesia......................... 139 E. Penelitian Relevan............................................... 144 BAB XIPENELITIAN PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI A. Pengertian Penelitian............................................ 147 B. Klasifikasi Metode Penelitian................................. 147 C. Penelitian Psikologi Industri dan Organisasi............. 151 D. Etika Penelitian.................................................... 156 E. Penelitian Online................................................. 171 DAFTAR PUSTAKA.......................................................... 174 v DAFTAR GAMBAR Gambar 6.1. Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja.............. 83 Gambar 7.1. Perbedaan Pengambilan Keputusan dengan Penyelesaian Masalah...................................... 90 vi DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Perbandingan Peringkat Nilai................................ 40 Tabel 3.2. Definisi Nilai -Nilai............................................... 41 Tabel 7.1. Perbedaan Model Rasional dengan Model Carnegie.. 93 Tabel 7.2. Proses Pengambilan Keputusan Strategis............... 97 vii BAB I PENGANTAR PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI A. Pengertian Psikologi Industri dan Organisasi Psikologi Industri dan organisasi merupakan penerapan ilmu psikologi dalam bidang pekerjaan. Istilah Psikologi Industri dan Organisasi memiliki arti dari Industrial and Organizational Psychology. Lebih luas, industri juga mencakup makna pengertian mengenai perusahaan (Munandar, 2014). Psikologi Industri dan Organisasi adalah suatu studi ilmiah tentang perilaku, kognisi, emosi, dan motivasi serta proses mental manusia yang ada dalam industri/organisasi yang berorientasi pada sistem kegiatan yang terkoordinasi dari suatu kelompok orang yang bekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan yang sama dibawah otoritas dan kepemimpinan tertentu (Wijono, 2010). Menurut Muchinsky (1993; Marliani, 2015), psikologi industri dan organisasi adalah studi tentang hubungan antara manusia dan dunia kerja, yang mencakup penelitian pada manusia tentang tujuan individu bekerja, orang-orang yang ditemuinya, dan pekerjaan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya. Sementara menurut Naylor (1986; Marliani, 2015) psikologi industri organisasi adalah penerapan yang sederhana atau pendalaman dari fakta dan prinsip psikologis yang berkaitan dengan manusia dalam lingkup bisnis dan industri. Dari pemahaman terkait uraian-uraian yang telah dijabarkan diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi industri dan organisasi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam dunia kerja dimana manusia memiliki peran sebagai pekerja, baik itu secara individual atau kelompok. 1. Psikologi Industri dan Organisasi adalah Ilmu Psikologi industri dan organisasi berkembang sebagai suatu ilmu mandiri dimulai sejak Perang Dunia II. Hal ini menjadikan psikologi industri dan organisasi bisa diterapkan secara umum untuk situasi industri dan organisasi disaat itu. Di Indonesia, ilmu psikologi industri dan organisasi belum berkembang sejauh itu. Saat ini perkembangan 1 psikologi industri dan organisasi di Indonesia masih dalam batas menerapkan temuan-temuan dari psikologi pada umumnya, dan pada khususnya menerapkan psikologi kedalam industri dan organisasi (Munandar, 2014). Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan psikologi industri dan organisasi merupakan suatu ilmu yang dapat diterapkan dalam bidang industri dan organisasi dimana ilmu tersebut diperoleh dari adanya temuan-temuan hasil penelitian. 2. Psikologi Industri dan Organisasi Mempelajari Perilaku Manusia Terapan ilmu psikologi industri dan organisasi berarti mempelajari perilaku manusia dalam lingkup industri atau organisasi atau perusahaan. Perilaku manusia merupakan semua perilaku yang dilakukan oleh manusia, baik yang secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku secara langsung yakni perilaku yang dapat diamati, seperti membaca, memasak, berkomunikasi, mengetik dan sebagainya. Sedangkan perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung, seperti berfikir, keinginan, perasaan dan sebagainya (Munandar, 2014). Manusia merupakan salah satu komponen dalam suatu organisasi yang sangat penting dan penggerak organisasi. Perilaku manusia merupakan hasil instruksi antar-individu dengan lingkungannya (Triatna, 2015). Berbeda dengan perilaku, “ilmu” hanya melihat dari sisi fakta- fakta yang dapat diamati, dilihat, didengar, diraba, diukur dan dilaporkan. Hal ini menjadikan psikolog memusatkan perhatiannya pada perilaku “terbuka”, yang dapat secara langsung diamati, untuk memahami dan menganalisis penampilan individu (Munandar, 2014). Pengamatan terhadap perilaku bekerja dapat mencerminkan pemikirannya dalam bekerja. Manusia adalah makhluk sosial maka kita perlu mengadakan interaksi dengan orang lain supaya dapat mengetahui karakteristik orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Kita dapat mewujudkan karakteristik kita ke dalam suatu organisasi yang berupa tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam sebuah organisasi. Dalam hal ini kita dapat mewujudkan dengan mengungkapkan pendapat kita dalam sebuah program organisasi. Dengan adanya interaksi antara karakteristik individu dan 2 organisasi maka terwujudlah perilaku dalam organisasi (Triatna, 2015). Individu yang merasakan emosi tertentu mengungkapkannya melalui ekspresi wajahnya, bahasa tubuh, perilakunya ataupun penyampaian secara verbal. Demikian halnya dengan karyawan yang melakukan pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya maka akan menunjukkan berbagai macam perilaku yang menyenangkan dalam melaksanakannya (Munandar, 2014). Psikologi industri dan organisasi mengakibatkan adanya pengamatan dan penilaian terhadap perilaku yang individu yang dilakukan dilingkungan pekerjaan dimana perilaku yang ada merupakan perilaku yang dapat diamati secara langsung dan perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung. 2.1 Perilaku manusia dipelajari dalam perannya sebagai pekerja dan sebagai Konsumen Dalam lingkungan kerja perilaku manusia dipelajari dalam hal pelaksanaan tugas pekerjaannya, interaksinya (hubungan timbal- balik dan saling mempengaruhi) dengan pekerjaannya, dengan lingkungan kerja fisiknya, dan dengan lingkungan sosialnya di pekerjaan. Jika sebagai tenaga kerja manusia menjadi anggota organisasi industrinya, maka sebagai konsumen manusia menjadi pengguna (user) dari produk atau jasa dari organisasi perusahaan. Kebiasaan membeli dan proses pengambilan keputusan untuk membeli inilah yang dipelajari dalam perilaku konsumen (Munandar, 2014). Seseorang akan membentuk konsep dirinya berdasarkan apa yang dilihatnya pada cermin dirinya. Produk yang digunakan seseorang, misalnya pakaian, perhiasan, aksesoris, furniture, mobil, dan lain-lain akan mempengaruhi persepsi orang, lain terhadap dirinya. Produk yang digunakan atau dikonsumsi oleh seseorang sering dipakai untuk menggaambarkan konsep diri yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Dengan kata lain, bahwa identitas seseorang ditunjukkan oleh produk yang digunakannya (Solomon, 2007; Sumarwan, 2015). 2.2 Perilaku Manusia dalam Organisasi Suatu organisasi industri terdiri atas berbagai unit kerja. Unit kerja yang besar misalnya divisi, terdiri dari unit-unit kerja yang lebih 3 kecil atau bagian-bagian yang masing-masing terdiri dari unit-unit kerja yang lebih kecil lagi, dan seterusnya. Hal ini menjadikan perilaku manusia dalam organisasi dapat di lihat dari sisi karyawan itu sendiri dan dari sisi karyawan sebagai anggota dari suatu unit kerja. Pada kondisi ini dipelajari dampak-dampak suatu kelompok atau unit kerja terhadap perilaku seseorang karyawan dan sebaliknya. Selain itu juga dipelajari sejauh mana struktur, pola dan jenis organisasi mempunyai pengaruh terhadap para karyawannya, terhadap sekelompok karyawan yang ada di satu unit kerja dan terhadap seseorang karyawan (Munandar, 2014). Dengan mempelajari perilaku manusia dalam kelompok akan ditemukan beberapa informasi terkait bagaimana hubungan yang terjalin dan pengaruhnya antar pekerja serta dengan atasan atau manajernya. Hasil dari informasi yang ditemukan dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan tes-tes stimulasi, tes yang mencerminkan situasi kerja manajer dalam kenyataan misalnya menyusun aturan-aturan, prinsip-prinsip untuk digunakan sebagai bahan pelatihan bagi para manajer dari bagian yang lebih rendah, atau digunakan sebagai tes untuk seleksi para calon manajer (Munandar, 2014). B. Sejarah Psikologi Industri dan Organisasi Psikologi industri dan organisasi yang kita kenal sekarang mengalami banyak perkembangan, berikut adalah ulasan terkait perkembangan psikologi industri dan organisasi. 1) Awal Perkembangan dan Penerapan Psikologi Industri Berkembanganya psikologi industri dan organisasi diawali dengan adanya penerapan psikologi industri yang dimulai pada permulaan abad ke 20. Salah satu tokoh yang menerapkan psikologi dalam industri adalah Walter Dill Scott pada tahun 1901 yang mengungkapkan tentang kemungkinan penggunaan psikologi dalam periklanan. Pada tahun 1903 Walter Dill Scott menerbitkan bukunya yang berjudul, The Theory of Advertising. Buku ini dianggap sebagai buku pertama yang membahas psikologi dengan suatu aspek dari dunia kerja (Marliani, 2015). 4 Beberapa tahun kemudian yakni pada tahun 1913 terbit buku lain dengan judul “the psychology of industrial efficiency” yang ditulis oleh Hugo Muensterberg. Buku ini membahas psikologi industri secara lebih luas (Marliani, 2015). Munsterberg (1913; Schultz dan Schultz, 2014) berpendapat, cara terbaik untuk meningkatkan efisiensi kerja, produktifitas, dan kepuasan adalah dengan memilih para pekerja untuk posisi-posisi yang sesuai dengan kemampuan emosional dan mental mereka. Kemungkinan penerapan psikologi umum dalam perusahaan terjadi pada permulaan abad ke 20, namun dikenal penerapan dan perkembangannya yang pesat baru dimulai dalam dekade 1920 (Marliani, 2015). Tokoh lainnya yang ikut menerapkan psikologi industri dan organisasi adalah Frederic, Winslow Taylor, yang melakukan gerakan scientific manajement. Gerakan ini bertujuan untuk menemukan langkah-langkah yang paling efisien dalam melaksanakan suatu pekerjaan serta membuat berbagai macam alat mekanik yang disesuaikan dengan struktur faal badan dan anggota badan manusia. Saat itu para sarjana mulai melakukan eksperimen bersama para teknik industri untuk mengerjakan objek studi yang baru, yaitu kesesuaian dan penyesuaian dari lingkungan kerja fisik, peralatan kerja, dan proses kerja dengan keterbatasan kemampuan fisik dan psikis dari manusia sebagai karyawan (Marliani, 2015). Manajemen ilmiah merupakan filosofi manajemen yang menekankan bahwa pekerja adalah sebuah mesin yang bekerja dengan baik dan menentukan metode yang paling efisien untuk melakukan semua tugas yang berhubungan dengan pekerjaan (King, 2014). Taylor (1911 ; King, 2014) mengeluarkan panduan yang berpengaruh hingga sekarang, yakni; a. Pekerjaan harus dianalisis dengan seksama untuk mengidentifikasi cara yang paling optimal mengenai bagaimana melakukan pekerjaan tersebut. b. Pekerja harus direkrut berdasarkan karakteristik-karakteristik yang diasosiasikan dengan keberhasilan melakukan suatu tugas. Karakteristik ini harus diidentifikasi dengan meneliti orang-orang yang sudah berhasil dalam pekerjaan tersebut. 5 c. Pekerja harus dilatih mengenai pekerjaan yang akan mereka kerjakan. d. Pekerja harus diberi imbalan atas produktivitasnya untuk mendorong tingkat kinerja yang tinggi. Pada saat Perang Dunia II ketika mesin-mesin yang dibuat dan peralatan kerja semakin menjadi sesuatu hal yang canggih, para psikolog memainkan peran penting dalam merancang berbagai mesin dan peralatan. Melalui berbagai macam penelitian, mendapatkan temuan tentang hukum-hukum dan prinsip-prinsip umum yang diaplikasikan dalam menyusun suatu proses kerja yang efisien, merancang dan membuat alat-alat yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis manusia (Marliani, 2015). Salah satu manfaat yang diperoleh dari hasil kerjasama antara sarjana psikologi dengan para mekanik adalah para sarjana psikologi dapat memberikan penjelasan terkait kapasitas dan keterbatasan manusia dalam menggunakan peralatan canggih. Realitas inilah yang memengaruhi rancangan peralatan tersebut. Selain itu, kerjasama ini juga membantu para perancang teknik dalam menentukan tata letak panel alat sehingga tombol dan kendali menjadi mudah dan nyaman untuk digunakan serta pameran visual (visual display), seperti speedometer mudah dilihat dan dibaca. Contoh lain dari hasil kerjasama ini adalah pesawat telepon dimana hasil penelitian yang dilakukan sarjana psikologi industri menemukan bahwa menekan tombol lebih mudah, cepat dan tepat dibandingkan dengan memutar nomor/angka pada pesawat telepon (Marliani, 2015). 2) Psikologi Industri dan Organisasi menjadi Ilmu Hasil perkembangan psikologi umum, psikologi eksperimen dan psikologi khusus inilah yang menciptakan psikologi industri dan organisasi. Penerapannya secara luas dibidang psikologi industri berlangsung sekitar sekitar tahun 1930-an. Sejak perang dunia II, psikologi industri dan organisasi baru menjadi ilmu mandiri dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 6 a. Melaksanakan penelitian ilmiah dalam kaitannya dengan perilaku manusia dalam organisasi dan organisasi itu sendiri. b. Mengembangkan teori-teori dan menguji kebenarannya. c. Menerapkan penemuan-penemuan baru (Marliani, 2015). Dengan kegiatan tersebut, psikologi industri dan organisasi merupakan keseluruhan pengetahuan yang berisi fakta, aturan, dan prinsip tentang perilaku manusia dalam bidang pekerjaan. Hingga Perang Dunia II, psikologi industri dan organisasi merupakan cabang psikologi yang menerapkan ilmu psikologi. Kegiatan utama psikologi industri pada saat itu (belum ada tambahan psikologi organisasi) adalah menerapkan metode, fakta, dan prinsip-prinsip dari psikologi pada manusia sebagai tenaga kerja (Marliani, 2015). Meskipun sasaran PIO adalah meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pegawai, namun ada dua pendekatan terhadap bagaimana tujuan itu bisa dicapai. Pendekatan industry berfokus pada menentukan kompetensi yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan, mengisi organisasi dengan pegawai yang memiliki kompetensi itu (staffing) dan meningkatkan kompetensi melalui pelatihan. Di sisi lain, pendekatan organisasi menciptakan struktur dan budaya organisasi yang memotivasi laryawan berkinerja baik, memberi mereka informasi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaannya, dan menyediakan kondisi kerja yang aman dan menghasilkan lingkungan kerja yang menyenangkan dan memuaskan (Kaswan, 2017) 3) Sejarah Penelitian Psikologi di Bidang Industri Penelitian psikologi di bidang industri dimulai pada tahun 1924 melalui suatu seri penelitian di Hawthorne, Illinois, di pabrik dari Western Electric Company. Penelitian ini dilakukan dengan mempelajari dampak dari aspek-aspek fisik dari lingkungan kerja terhadap efisiensi pekerja. Peneliti ini mencari jawaban terhadap pengaruh peningkatan intensitas lampu penerangan (Marliani, 2015). Penelitian Hawthorne ini menghasilkan informasi yang bermanfaat dimana iklim kerja secara potensial memiliki makna yang lebih penting daripada kondisi kerja fisik. Hal ini diketahui berdasarkan adanya perubahan intensitas lampu penerangan dari yang sangat terang sampai hampir gelap ternyata tidak 7 mengurangi taraf efisiensi dari kelompok pekerjanya. Terdapat faktor-faktor stabil yang bekerja sehingga menimbulkan dampak para pekerja dapat mempertahankan taraf produksinya meskipun dalam kondisi kerja yang hampir gelap (Marliani, 2015). Ada beberapa hal yang diteliti dan berlangsung selama lebih dari sepuluh tahun. Hal–hal yang diteliti mencakup mutu dan corak supervisi, kelompok informal antar karyawan, sikap para karyawan terhadap pekerjaannya, komunikasi, dan hal-hal lainnya yang saat ini dianggap sebagai hal-hal yang mampu memengaruhi, bahkan mampu menentukan efisiensi, motivasi, dan kepuasan kerja dari karyawan (Marliani, 2015). Aplikasi psikologi dalam bidang pemasaran dilakukan dengan mengadakan penelitian perilaku konsumen yang dimulai sejak tahun 1960-an. Hal ini dilakukan dengan adanya kegiatan promosi dengan menggunakan berbagai informasi media agar konsumen tertarik. Para sarjana psikologi juga mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan pengaruh dan dampaknya organisasi dan industri, diantaranya sistem organisasi sebagai suatu keseluruhan, struktur sosial formal dan informal, iklim berbagai macam organisasi, pola dan gaya komunikasi terhadap perilaku karyawan (Marliani, 2015). 4) Perkembangan Psikologi Industri dan Organisasi di Indonesia Di Indonesia, perkembangan psikologi dimulai akhir tahun 1949, menjelang awal tahun 1950 dengan diadakannya tes psikologi oleh Balai Psichotechniek dan Pusat Psikologi Angkatan Darat, untuk seleksi dan penjurusan berdasarkan pengukuran psikometris (Marliani, 2015). C. Hubungan Psikologi Industri dan Organisasi dengan ilmu- ilmu lain Satu disiplin ilmu dapat berkaitan dengan disiplin ilmu lainnya sehingga dapat saling mempengaruhi. Ada bidang-bidang kajian yang merupakan bidang kajian bersama dari beberapa ilmu sosial, seperti perilaku konsumen sebagai kajian ilmu pemasaran dan psikologi industri dan organisasi, kepemimpinan sebagai bidang kajian sosiologi, psikologi sosial, budaya organisasi sebagai bidang 8 kajian dari antropologi, sosiologi, psikologi industri dan organisasi (Munandar, 2014). Lebih lanjut, psikologi industri dan organisasi memberikan kontribusinya pada perilaku keorganisasian dan manajemen sumber daya manusia. 1) Hubungan antara psikologi industri dan organisasi dengan Perilaku Organisasi (Organizational Behaviour) Psikologi industri dan organisasi memiliki keterkaitan yang kuat dengan perilaku organisasi dimana terdapat beberapa bidang-bidang kajian yang sama. Psikologi industri dan organisasi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam organisasi, baik sebagai pekerja maupun sebagai konsumen. Selain itu juga perannya sebagai individu dan secara kelompok yang bertujuan agar hasilnya dapat diterapkan dalam industri dan organisasi untuk kepentingan bersama dan memberi manfaat pada manusia dan organisasinya (Munandar, 2014). Kaitan psikologi industri dan organisasi dengan perilaku keorganisasian sangan dekat. Keduanya memiliki beberapa bidang kajian yang sama. 2) Hubungan antara psikologi industri dan organisasi dengan Manajemen Sumber Daya Manusia Perbedaan antara psikologi industri dan organisasi dengan manajemen sumber daya manusia (MSDM) sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan objek studinya sama, yaitu manusia sebagai pekerja. Perbedaan utama antara psikologi industri dan organisasi dengan manajemen sumber daya manusia (MSDM) terletak pada kondisi dimana manusia sebagai pekerja dipelajari. Perilaku manusia dipelajari dalam kaitannya dengan manajemen. Sedangkan perilaku pekerja yang dipelajari dalam kaitannya dengan cara agar pekerja dapat dimanajemeni secara efektif, merupakan ranah psikologi industri dan organisasi (Munandar, 2014). Perbedaan ruang lingkup psikologi industry dan organisasi dengan program manajemen sumber daya manusia atau program bisnis yang lain adalah psikologi industry dan organisasi lebih mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan 9 sumber daya manusia dalam organisasi manusia (Peggans, Chandra, & McAlarnis, 1986; Wijono, 2015). Beberapa topik yang dibahas oleh psikologi industri dan organisasi dan manajemen sumber daya manusia memiliki kesamaan, seperti seleksi tenaga kerja, pelatihan, motivasi, kepemimpinan. Manajemen sumber daya manusia membahas seleksi dalam proses keseluruhan penerimaan pekerja baru. Seluruh proses seleksi harus berlangsung secara efisien dan efektif. Dalam proses ini manajemen sumber daya manusia dibantu oleh psikolog yang memastikan bahwa seleksi menghasilkan pekerja yang memiliki kecakapan, keterampilan, sikap dan ciri-ciri kepribadian lain yang diperlukan oleh pekerjaan (Munandar, 2014). Psikologi industri dan organisasi member perhatian pada persoalan-persoalan karyawan yang potensial yang terus-menerus berkembang dalam suatu organisasi, seperti: rancangan tugas yang efisien, seleksi karyawan, melatih karyawan, dan penilaian mengelola frustasi, konflik dan stress kerja, meningkatkan kepuasan kerja karyawan, memotivasi karyawan agar lebih produktif, dan/atau membina hubungan komunikasi antar atasan-bawahan. Program-program bisnis memperkirakan daerah-daerah seperti akunting, marketing, dan transportasi, sedangkan program psikologi industri/organisasi hampir semua memfokuskan pada persoalan-persoalan sumber daya manusia (Peggans, Chandra, & McAlarnis, 1986 dalam Wijono, 2015) Dalam bidang psikologi industri dan organisasi perilaku pekerja dipelajari untuk dapat mengetahui kepribadiannya dalam rangka (a) proses seleksi dan penempatan, proses pelatihan dan pengembangan; (b) interaksi pekerja dengan lingkungan fisik dan sosial. Penguasaan dibidang psikologi industri dan organisasi akan bermanfaat bagi individu yang bekerja sebagai manajer sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan banyak bagian dari tugas-tugas seorang manajer sumber daya manusia yang memerlukan pengetahuan psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi (Munandar, 2014). 10 3) Ergonomi: Perpaduan antara Psikologi Industri dan Teknik Ergonomi merupakan bidang yang memadukan antara teknik dan psikologi. Fokus utama ergonomi adalah memahami dan meningkatkan keamanan dan efisiensi interaksi manusia dan mesin. Meja, kursi, tuas, dan tombol, semua benda yang digunakan pekerja setiap hari adalah hasil dari keputusan desain yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi seseorang di dalam pekerjaan. Bidang ergonomi adalah asal mula istilah psikologi terapan, karena mereka yang melakukan hal ini selama perang adalah mereka yang pertama kali menerapkan prinsip-prinsip penelitian psikologis di lingkungan kerja (King, 2014). Ahli ergonomi mewakili berbagai macam keahlian mulai dari persepsi, atensi, dan kognisi (individu yang tahu mengenai penempatan tombol pada papan kendali atau warna yang lebih disukai untuk tombol tersebut), pembelajaran (individu yang merancang program pelatihan penggunaan mesin), sampai pada psikolog sosial dan lingkungan (individu yang menjawab permasalahan seperti bagaimana hidup di lingkungan yang terbatas seperti pesawat ulang alik) (King, 2014). D. Perkembangan Psikologi Industri dan Organisasi di Indonesia Psikologi industri dan organisasi di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan. Sebagai ilmu baru, psikologi mulai dikenal dan dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 1950-an. Hal ini ditandai dengan kegiatan-kegiatan tes-tes psikologik yang dilakukan dengan rincian sebagai berikut; (Munandar, 2014): 1) Tes psikologi yang dilakukan oleh Balai Psychotechniek dari Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan RI, untuk tujuan seleksi masuk ke sekolah menengah kejuruan teknik, serta pengukuran psikometris untuk keperluan penjurusan sekolah. 2) Tes psikologi yang dilakukan oleh Pusat Psikologi Angkatan Darat di Bandung, untuk tujuan seleksi dan penjurusan bagi para anggotanya, berdasarkan pengukuran psikometris. 11 Perkembangan psikologi di Indonesia juga ditandai dengan adanya pendirian Lembaga Pendidikan Asisten Psychologi, dan Kebudayaan RI yang dilebur ke dalamnya menjadi bagian Psikologi Kejuruan dan Perusahaan pada tanggal 3 Maret 1953. Selanjutnya Lembaga Pendidikan Psychology berkembang menjadi Jurusan Psychology Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan pada tahun 1960 menjadi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sedangkan bagian Psikologi Kejuruan dan Perusahaan sekarang berkembang menjadi bagian Psikologi Industri dan Organisasi. Psikologi industri merupakan cabang dari psikologi yang ketika itu masih menerapkan penggunaan tes dalam rangka seleksi dan penjurusan sekolah lalu berubah menjadi ilmu yang dapat dikembangkan teorinya melalui penelitian-penelitian yang dilakukan (Munandar, 2014). Pelopor pengembangan psikologi industri dan organisasi selanjutnya adalah Bagian Psikologi Industri dan Organisasi dari dua Fakultas Psikologi lainnya, yaitu Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran dan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Pada tahun 2000 juga terdapat empat Fakultas Psikologi pada universitas negeri yakni Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Airlangga, satu program studi Psikologi sebagai bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan kurang lebih tiga puluh Fakultas (atau masih berstatus program studi) Psikologi swasta yang masing-masing memiliki Bagian Psikologi Industri dan Organisasi (Munandar, 2014). Dalam perkembangan psikologi industri dan organisasi terdapat beberapa kendala yang terjadi. Psikologi industri dan organisasi yang telah terlebih dahulu berkembang dan maju di Negara-negara Barat memberikan bahan pengetahuan yang sangat banyak kepada Indonesia. Hasil penelitian, teori yang berkembang, metodologi dan perangkat peralatannya yang canggih tersedia bagi Indonesia untuk digunakan. Di satu sisi Indonesia diuntungkan karena dapat langsung mendapatkan temuan-temuan guna menunjang berkembangnya teori, karena ada teori, aturan dan prinsip psikologi yang berlaku atau dapat diterapkan secara universal. Di sisi lain Indonesia harus tetap cermat mengenali teori, aturan dan prinsip psikologi mana yang lebih sesuai dengan masyarakat dan kebudayaan Indonesia (Munandar, 2014). Oleh karena itu, alat tes 12 psikologi yang masuk ke indonesia harus diadaptasi atau disesuaikan dengan kondisi dan budaya masyarakat Indonesia. Selama ini, peluang berkembangnya psikologi industri dan organisasi, baik melalui penelitian maupun melalui penerapan ilmu, masih kurang besar sehingga pengembangan psikologi industri dan organisasi sebagai ilmu belumlah dapat dikatakan berarti. Sedangkan, suatu ilmu dapat berkembang jika diadakan penelitian- penelitian dasar dan terapan, serta jika ada peluang untuk menerapkan teori yang telah ada. Ada beberapa faktor-faktor utama yang membatasi peluang yakni dana, tenaga peneliti dan penerapan yang belum optimal, serta kesediaan dan kemampuan perusahaan untuk menggunakan jasa-jasa psikologis masih terbatas jumlahnya (Munandar, 2014). Di Indonesia, saat ini psikologi dan industri menjadi ilmu terapan dengan kegiatan utamanya yakni psikotes yang bertujuan untuk seleksi dan penempatan, penyuluhan dan bimbingan kejuruan, dan pengembangan karier. Selain itu, terdapat bidang pelatihan. Penyusunan dan pelaksanaan program-program pelatihan diperusahaan sudah banyak dilakukan sarjana psikologi. Ada bidang terapan lain yang masih belum banyak dipraktekkan yaitu bidang konsultasi organisasi/perusahaan. Meskipun begitu sudah ada beberapa sarjana psikologi yang bekerja sebagai konsultan dalam perusahaan dan ada yang bekerja pada lembaga manajemen negeri/swasta sebagai konsultan (Munandar, 2014). E. Penelitian Relevan 1. Judul Penelitian : Management of Investment Attractiveness of the Region by Improving Company Strategic Planing. Penulis : Yuliya Pavlovna Soboleva and Inna Grigorievna Parshutina Abstrak : Penelitian ini menganalisis sistem perencanaan strategis perusahaan dan optimalisasi untuk meningkatkan daya saing daerah. Peningkatan mekanisme perencanaan strategis harus menjadi tugas prioritas bagi daerah kebijakan ekonomi. Metode: Untuk mengoptimalkan proses perencanaan strategis, 13 berdasarkan sistemik dan pendekatan terintegrasi pemodelan proses perencanaan telah digunakan, serta menggunakan analisis korelasi dan regresi. Penelitian tersebut telah dilakukan atas dasar perusahaan industri makanan dari Central Distrik Federal Rusia. Para penulis telah menggunakan alat pemasaran (wawancara dan interogasi) dan keuangan dan analisis ekonomi kinerja perusahaan. Temuan : Studi ini telah mengidentifikasi masalah utama perencanaan strategis di perusahaan- perusahaan Rusia. Untuk mengatasinya, mereka menggunakan skema optimisasi proses perencanaan strategis yang telah dielaborasi. Ini didasarkan pada penilaian kualitas masing- masing tahap perencanaan. Implementasi skema melibatkan penggunaan serangkaian kriteria evaluasi spesifik yang dinyatakan dalam bentuk indikator spesifik. Alat yang dikembangkan untuk penilaian kualitas perencanaan strategis akan memungkinkan manajer untuk mengidentifikasi secara tepat waktu area masalah di perusahaan. Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi perusahaan, model klasik perencanaan strategis telah dilengkapi dengan unit peningkatan dukungan informasi. Menggunakan analisis korelasi dan regresi dalam model telah memungkinkan untuk membangun hubungan antara indeks yang dihasilkan (sasaran strategis) dan faktor kinerja (kriteria kinerja). Pendekatan ilmiah untuk perumusan tujuan dan sasaran perusahaan akan meningkatkan tingkat kelayakan rencana strategis dan pencapaian hasil yang direncanakan. 2. Judul Penelitian : Shifting the paradigm: reevaluating resistance to organizational change. Penulis : Brandon W Mathews Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk melihat paradigma penolakan terhadap perubahan organisasi dengan menawarkan cerita, perspektif interdisipliner. Lebih khusus lagi, penelitian ini berusaha untuk melepaskan diri dari formulasi tradisional resistensi terhadap perubahan dan memperkenalkan paradigma baru, mengevaluasi kembali resistensi melalui Good Lives Model (GLM) 14 dan konsep Barang Manusia Primer (PHG). Desain/metodologi/pendekatan-Penelitian konseptual ini menggunakan literatur kontemporer tentang resistensi terhadap perubahan organisasi untuk membuat kasus bahwa paradigma yang ada adalah salah satu dari negatifitas dan kekurangan. Para penulis mendefinisikan resistensi, seperti yang dirumuskan saat ini, kemudian menawarkan perspektif baru melalui GLM. Dasar- dasar etiologis model disediakan dan konsep PHG didefinisikan untuk menggambarkan relevansi dalam mengevaluasi kembali resistensi terhadap perubahan. Temuan Penelitian ini menggambarkan bahwa perilaku resistensi bukan masalah individu karyawan, yang harus diatasi untuk perubahan yang berhasil. Sebaliknya, perilaku resistensi adalah manifestasi dari gangguan terhadap pencapaian PHG. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa pengejaran PHG merupakan aktivitas manusia yang positif, yang harus dipertimbangkan dalam mengubah strategi. Pendekatan Pengembangan Organisasi Dialogik juga terintegrasi sebagai sarana untuk mengungkap barang-barang prioritas dan gangguan yang mungkin berdampak pada mereka. Orisinalitas / nilai - Penelitian ini menyediakan evaluasi ulang baru terhadap resistensi terhadap perubahan melalui aplikasi interdisipliner dari GLM dan PHG. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan model untuk mengintegrasikan beberapa teori dasar motivasi manusia ke dalam satu kerangka kerja yang kohesif dan konsisten. 15 BAB II MOTIVASI KERJA A. Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu: arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan), dan kekuatan perilaku (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja). Selain itu motivasi dapat pula diartikan sebagai dorongan individu untuk melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya (Rivai dan Sagala, 2011). Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau pendorong semangat kerja (Ardana, Mujiati & Utama, 2012). Robbins (2003; Triatna, 2015) mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu memenuhi beberapa kebutuhan individual. Sementara itu, motivasi menurut Heller (1998; Wibowo, 2013) adalah keinginan untuk bertindak. Setiap orang dapat termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda. Dalam bekerja individu perlu diarahkan agar dapat menyelaraskan motivasinya dengan tujuan organisasi. Pendapat lain dari Ivanko (2012) menerangkan bahwa motivasi sebagai keinginan dan energi seseorang yang diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan. Sementara Gray (1984; Winardi, 2011) mendefinisikan motivasi sebagai hasil sejumlah proses yang bersifat internal ataupun eksternal bagi individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistence dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Motivasi kerja merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan (Mangkunegara, 2010). 16 Dalam dunia kerja, motivasi kerja dapat diartikan sebagai hasil dari kumpulan kekuatan internal dan eksternal yang menyebabkan pekerja memilih jalan bertindak yang sesuai dan menggunakan perilaku tertentu (Newstrom, 2011). Sementara menurut Robbins dan Judge (2011) mengatakan bahwa motivasi pada umumnya berkaitan dengan setiap tujuan, sedangkan tujuan organisasional memfokus pada perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. Hal senada juga disampaiakan oleh McShane dan Von Glinow (2010) yang mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan dalam diri orang yang memengaruhi arah (direction), intensitas (intensity), dan ketekunan (persistence) perilaku sukarela. Pekerja yang termotivasi berkeinginan menggunakan tingkat usaha tertentu (intensity), untuk sejumlah waktu tertentu (persistence), terhadap tujuan tertentu (direction). Kreitner dan Kinicki, (2010) juga menyatakan bahwa motivasi merupakan proses psikologis yang membangkitkan (arousal), mengarahkan (direction) dan ketekunan (persistence) dalam melakukan tindakan secara sukarela yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Pengertian lainnya dari motivasi diungkapkan oleh Colquitt, LePine, Wesson (2011) yang mengatakan motivasi sebagai sekumpulan kekuatan energetik yang dimulai baik dari dalam maupun diluar pekerja, dimulai dari usaha yang berkaitan dengan pekerjaan, dan mempertimbangkan arah, intensitas, dan ketekunannya. Adapun Geherman (1983; Kadarisman, 2017) mengungkapkan bahwa motivasi merupakan pendorong seseorang untuk berbuat, bertindak, dan berperilaku. Selain itu, Gibson (1989; Kadarisman, 2017) menyatakan motivasi adalah teori yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri karyawan yang memulai serta mengarahkan perilaku. Dari pemahaman terhadap pengertian-pengertian motivasi yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang dapat mengarahkan dan memberi kekuatan bagi individu dalam bertindak untuk mencapai tujuannya. Terdapat dua tipe motivasi yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Dalam dunia kerja, motivasi instrinsik meliputi kecocokan pada pekerjaan, pekerjaan maupun target sesuai yang diharapkan, rasa tanggung jawab karena merasa dipandang penting, 17 kesempatan berkembang, dan kesempatan karir. Sementara motivasi ekstrinsik meliputi gaji, bonus, promosi jabatan, dan penghargaan atau reward dalam bentuk selain uang (Suhariadi, 2013). Selain definisi dan tipe, motivasi juga terdiri atas motif-motif tertentu yang diindikasikan dalam tiga motif yakni motif primer, motif umum, dan motif sekunder. Berikut adalah keterangan dari masing-masing motif menurut Suhariadi (2013); 1) Motif Primer, merupakan dorongan atau hasrat diri individu untuk mencapai tujuan dikarenakan sifat alami dan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupannya. Bentuk motif primer adalah dibawa sejak lahir dan bukan hasil proses belajar, faali atau psikologis, serta kebutuhan untuk makan dan minum. 2) Motif Umum, merupakan dorongan atau hasrat diri individu untuk mencapai tujuan hidup dikarenakan sifat-sifat alami individu dan bukan merupakan proses pembelajaran dan cenderung sebagai kebutuhan umat manusia secara umumnya. Bentuk motif umum adalah dibawa sejak lahir dan bukan hasil proses belajar, tidak berhubungan dengan proses faali tubuh manusia, dan kebutuhan kasih sayang, rasa ingin tahu dan diperhatikan. 3) Motif sekunder, merupakan dorongan atau hasrat diri individu untuk mencapai tujuan hidup dikarenakan sebagai proses pembelajaran dan cenderung tidak berhubungan dengan sifat alami manusia. Bentuk motif sekunder adalah tumbuh sebagai hasil proses belajar, tidak berhubungan dengan proses faali, serta kebutuhan berprestasi dan berkuasa. B. Teori-Teori Motivasi Ada beberapa teori-teori yang menjelaskan tentang proses munculnya motivasi pada diri individu. Teori-teori motivasi tersebut meliputi dua kategori yakni, teori dini (hingga tahun 1950-an) dan teori kontemporer. 18 1) Teori Dini (1950-an) a. Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Harold Maslow adalah seorang ilmuwan sosial yang dikenal sebagai ahli psikologi perkembangan di New York, AS. Dalam teorinya ia menjelaskan bahwa motivasi yang tumbuh dalam diri seseorang tergantung pada keberadaan seseorang dalam hierarki tersebut. Semakin tinggi keberadaan seseorang dalam hierarki tersebut, semakin tinggi pula motivasinya untuk melakukan sesuatu yang besar demi mencapai sebuah prestasi yang dapat membanggakan dirinya dan atau organisasinya. Abraham Maslow mengemukakan bahwa hirarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut; 1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang seperti makan, minum, udara perumahan dan lainnya. Di dalam organisasi kebutuhan-kebutuhan itu dapat berupa uang, hiburan, program pensiun, lingkungan kerja yang nyaman. 2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security needs) yaitu kebutuhan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan, dalam organisasi kebutuhan ini dapat berupa keamanan kerja, senioritas, program pemberhentian kerja, uang pesangon. 3. Kebutuhan rasa memiliki (social needs) yaitu kebutuhan akan teman, cinta dan memiliki, social needs di dalam organisasi dapat berupa kelompok kerja (team work) baik secara formal maupun informal. 4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs or status needs) yaitu kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungan. Di dalam organisasi dapat berupa reputasi diri, gelar dan lain sebagainya. 5. Kebutuhan akan perwujudan diri (self-actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri seutuhnya. Untuk melakukan itu, orang mencari pertumbuhan, prestasi dan kemajuan. Di dalam setting organisasi kebutuhan itu meliputi ppengembangan keterampilan, kesempatan untuk kreatif, prestasi dan promosi, dan kemampuan memiliki kendali sepenuhnya (Veithzal, 2004: 458; Lussier, 2002:194 dalam Kaswan, 2017) 19 Pada tahun 1999 Maslow mengembangkan teori hierarki kebutuhan menjadi delapan tahap, yaitu dengan menambahkan kebutuhan untuk mengetahui dan memahami, kebutuhan estetika/keindahan, dan kebutuhan transendensi diri (Triatna, 2015). b. Teori X dan Y Teori X dan Y adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Douglas McGregor. Menurut McGregor, karakteristik manusia itu dapat diklasifikasi pada dua kategori yaitu tipe X dan tipe Y. teori X menunjukkan bahwa karyawan tidak senang bekerja, tidak senang bila diberi tanggung jawab, dan harus dipaksa agar dapat meraih prestasi. Teori Y menunjukkan bahwa karyawan menyukai pekerjaannya, kreatif, berupaya bertanggung jawab, dan dapat melaksanakan pengarahan diri (Triatna, 2015). Untuk lebih memahami sepenuhnya, maka perlu juga memahami sepeti pada teori hierarki Maslow. Teori Y menyatakan bahwa urutan kebutuhan yang lebih tinggi akan mendominasi para individu. McGregor sendiri meyakini bahwa asumsi Teori Y lebih valid darpada Teori X. Maka dari itu, dia mengusulkan gagasan tersebut sebagai pengambilan keputusan yang partisipatif, bertanggung jawab dan pekerjaan yang lebih menantang, serta keterkaitan kelompok yang baik dengan memaksimalkan motivasi seorang pekerja (Robbins & Judge, 2015). c. Teori Motivasi-Higiene Teori motivasi-Higiene dikemukakan oleh Frederick hezberg. Menurutnya, faktor-faktor intrinsik dihubungkan dengan kepuasan kerja, sementara faktor-faktor ekstrinsik dikaitkan dengan ketidakpuasan. Artinya, dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu itu muncul karena ada faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik yang berkaitan dengan pemenuhan kepuasan diri (Triatna, 2015). Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivational antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain 20 status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku (Kaswan, 2017). 2) Teori Kontemporer a. Teori ERG Teori ERG dikemukakan oleh Clayton Alderfer. Kata ERG merupakan sebuah kepanjangan dari existence, relatedness, dan growth. a) Existence (eksistensi): kebutuhan faali dan keamanan dalam klasifikasi Maslow. b) Relatedness (hubungan): kebutuhan sosial dan komponen eksternal penghargaan dalam klasifikasi Maslow. c) Growth (pertumbuhan): hasrat intrinsic untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsic dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri (Triatna, 2015). Teori ERG ini merupakan penyesuaian dari teori Maslow yang menyatakan bahwa ada tiga proses yang diumpamakan dapat terlihat dalam usaha mencapai kebutuhan tersebut, yaitu: a) proses pemuasan-progresif (fulfillment-progression), b) kekecewaan-pengunduran (frustration-regression), dan c) kepuasan-kekuatan (satisfaction-strengthening) (Alderfer, 1969; Wijono, 2010). b. Teori Kebutuhan McClelland McClelland menganalisis tentang tiga kebutuhan manusia yang sangat penting di dalam organisasi. Fokus teori ini mengacu pada tiga hal yaitu: a) Kebutuhan meraih prestasi (Need for achievement); kemampuan untuk mencapai standar yang telah ditentukan perusahaan dengan menunjukkan daya juang karyawan untuk menuju keberhasilan. b) Kebutuhan meraih kekuasaan atau otoritas kerja (Need for power); kebutuhan untuk membuat individu berperilaku 21 dalam keadaan yang wajar dan bijaksana dalam melaksanakan tugas. c) Kebutuhan berafiliasi (Need for affiliation); kebutuhan untuk menjalin hubungan interpersonal dan mengenal lebih dekat teman kerja dalam lingkup pekerjaannya (Kaswan, 2017). c. Teori Evaluasi Kognitif Teori ini menyatakan bahwa membagi penghargaan- penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya secara intrinsik telah diberi hadiah, cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Artinya, bila penghargaan ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu tugas yang menarik, pemberian penghargaan itu akan menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas tersebut akan menurun (Triatna, 2015). d. Teori Penetapan Tujuan Teori penetapan tujuan dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun 1960-an. Teori ini menunjukkan bahwa tujuan yang spesifik dan sulit, dengan umpan balik, akan mengarahkan pada kinerja yang lebih tinggi (Robbins & Judge, 2015). e. Teori Penguatan Teori penguatan menunjukkan bahwa munculnya perilaku diakibatkan lingkungan. Oleh karena itu, para ahli dalam teori ini menyatakan bahwa penguatanlah yang menyebabkan perilaku manusia, bukan hanya dirinya. Teori ini didasarkan pada aliran behavioristik yang menganggap perilaku itu muncul karena ada peran stimulus dari lingkungan (Triatna, 2015). f. Teori Keadilan Teori keadilan menyatakan bahwa individu akan melakukan perbandingan antara masukan dan keluaran pekerjaannya sendiri dengan masukan atau keluaran orang lain yang selanjutnya akan merespon untuk menghapus setiap ketidakadilan (Triatna, 2015). 22 g. Teori Content Content Theory ini berkaitan dengan beberapa nama seperti Maslow, McGregor, Herzberg, Atkinson, dan McClelland. Teori ini menitikberatkan makna pentingnya pemahaman faktor-faktor yang ada dalam individu yang mengakibatkan mereka bertingkah laku tertentu. Sulitnya penerapan teori ini dalam praktiknya terutama disebabkan oleh hal-hal berikut (Rivai dan Sagala, 2011): a) Kebutuhan sangat bervariasi pada setiap individu manusia. b) Perwujudan kebutuhan dalam tindakan juga sangat bervariasi antara satu orang dengan orang yang lain. c) Para individu tidak selalu konsisten dengan tindakan mereka karena dorongan suatu kebutuhan. h. Teori Proses Teori ini menitik beratkan pada cara-cara dan tujuan setiap individu agar dapat dimotivasi untuk dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Pada teori ini, kebutuhan hanyalah salah satu bagian dalam suatu proses tentang bagaimana para individu bertingkah laku. Dasar dari teori proses tentang motivasi ini adalah adanya harapan, yaitu apa yang dipercayai oleh individu akan mereka peroleh dari tingkah laku mereka. Faktor tambahan dari teori ini adalah kekuatan dari preferensi individu terhadap hasil yang diharapkan (Rivai dan Sagala, 2011). i. Teori Harapan Saat ini salah satu teori yang dapat dietrima secara luas tentang motivasi adalah teori yang dikemukakan oleh Victor Vroom`s, expectancy theory. Teori ini mengemukakan bahwa tindakan seseorang cenderung untuk dilakukan karena harapan hasil yang akan didapatkan. Misalnya harapan jenjang karir, insentif, tambahan fasilitas dan penghargaan. Teori ini memfokuskan pada: a) Effort-performance relationship, kemungkinan yang akan diterima oleh individu dengan menampilkan kemampuannya untuk mencapai prestasi kerja yang baik. 23 b) Performance-reward relationship, tingkatan kepercayaan individu atas prestasi kerja tertentu akan menyebabkan harapan yang ingin dicapai. c) Reward-personal goal relationship, penghargaan organisasi atas seseorang menyebabkan kepuasan individu di dalam bekerja. Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation” mengetengahkan suatu teori yang di sebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. C. Pendekatan Motivasi Bangun (2012) mengemukakan bahwa motivasi dalam perkembangannya, dapat dibedakan menjadi 4 pendekatan yaitu: a. Pendekatan Tradisional Pendekatan tradisional pertama kali ditemukan oleh Fredrick W. Taylor yang mendalami manajemen ilmiah. Dalam model ini yang menjadi titik beratnya adalah pengawasan dan pengarahan. Untuk memotivasi karyawan, manager memiliki cara yang efisien dalam memotivasi karyawannya yaitu dengan memakai sistem insentif upah. Semakin banyak yang diproduksi, maka semakin besar pula penghasilan yang mereka dapatkan. Dalam pandangan ini, umumnya pekerja dianggap malas dan tidak memiliki tanggung jawab dalam pekerjaannya. Sebaliknya, jika mereka diberikan penghargaan berupa uang maka mereka akan termotivasi kembali dalam pekerjaannya. b. Pendekatan hubungan manusia Elen Mayo memberikan pendapat mengenai hubungan manusia yang dimana kebosanan dan pengulangan berbagai tugas merupakan faktor yang dapat menurunkan motivasi. Sementara 24 kontak sosial membantu dalam menciptakan dan mempertahankan motivasi. Oleh karena itu, manager harus memotivasi karyawannya dengan membuat kontak sosial dengan mereka sehingga mereka merasa dianggap dan dihargai. c. Pendekatan sumber daya manusia Di dalam pendekatan ini berbeda dengan kedua pendekatan diatas sebelumnya yang disebutkan bahwa untuk memotivasi kinerja karyawan harus diberikan penghargaan terlebih dahulu dan harus membuat kontak sosial dengan mereka. Pendekatan sumber daya manusia lebih memusatkan aspek-aspek mengenai sumber daya manusia yang berhak untuk mengerjakan atau memenuhi kriteria dari berbagai pekerjaan. Pendekatan ini lebih memotivasi karyawan untuk meningkatkan kepuasan dan kinerjanya dengan melihat terlebih dahulu SDM nya tersebut. d. Pendekatan kontemporer Pendekatan kontemporer didominasi oleh 3 tipe motivasi yaitu teori isi, teori proses, teori penguatan. Teori isi berisi tentang teori yang harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia. Seperti manager harus memenuhi kebutuhan tim kerjanya guna meningkatkan tanggung jawab dan loyalitas atas pekerjaan dan organisasinya. Selanjutnya pada teori proses terdiri dari dua teori motivasi yang menekankan pada cara-cara para anggota organisasi mencari penghargaan dalam keadaan bekerja. Selain itu juga teori penguatan yang memusatkan pada cara-cara karyawan dapat mempelajari perilaku kerja yang diinginkan sesuai dengan pekerjaannya. D. Penelitian Relevan 1. Judul Penelitian : Relationship between Employee Motivation and Job Performance: A Study at Universiti Teknologi MARA (Terengganu). Penulis : Nur Shafini Mohd Said*, Amaleena Syamimie Ezzaty Ahmad Zaidee, Ahmad 25 Suffian Mohd Zahari, Siti Rapidah Omar Ali, Suzila Mat Salleh Abstrak : Motivasi dianggap sebagai prediktor kinerja. Dengan kata lain, penentu kinerja pekerjaan karyawan adalah motivasi, bakat dan keterampilan. Dengan demikian, karyawan yang termotivasi dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dianggap sebagai elemen penting bagi organisasi. Dalam penelitian ini, upaya untuk mengukur pengaruh motivasi karyawan terhadap kinerja pekerjaan di antara staf non-akademik di Universiti Teknologi MARA Terengganu (UiTMT). Sebanyak 169 responden dipilih dari staf departemen non-akademik di UiTMT. Tiga prediktor seperti kebutuhan individu, preferensi pribadi dan lingkungan kerja ditemukan memiliki korelasi sedang hingga kuat dengan variabel dependen yaitu kinerja pekerjaan. Analisis menunjukkan bahwa kebutuhan individu, preferensi pribadi dan lingkungan kerja secara positif dan signifikan terkait dengan kinerja pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UiTMT perlu fokus pada aspek motivasi mereka, di mana hal itu dapat meningkatkan tingkat kinerja pekerjaan mereka. Akhirnya, penelitian dan implikasi praktis dari penelitian ini dibahas. 2. Judul Penelitian : Work Motivation Among Occupational Therapy Graduates in Malaysia. Penulis : Siaw Chui Chai, Rui Fen Teoh, Nor Afifi Razaob, Masne Kadar Abstrak : Terapi okupasi yang berfokus pada melayani klien menuntut pekerja yang termotivasi untuk pemberian layanan berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat motivasi kerja di antara lulusan terapi okupasi di Malaysia dan (b) untuk menentukan apakah ada perbedaan dalam motivasi kerja di antara para lulusan ini berdasarkan sektor pekerjaan, posisi kerja, panjang pengalaman kerja, dan gender. Metode: Penelitian cross-sectional ini merekrut lulusan sarjana terapi okupasi dengan menggunakan survei online. Skala Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik Kerja (WEIMS) digunakan untuk 26 mengukur tingkat motivasi kerja. Hasil: Tanggapan dari 82 (60,3%) lulusan (pria: 26,8%; perempuan: 73,2%) dianalisis. Enam puluh dua (75,6%) lulusan bekerja secara lokal dan 20 (24,4%) bekerja di luar negeri. Itu Rata-rata Indeks Penentuan Nasib Kerja (W-SDI) skor untuk WEIMS adalah +11,38 dengan 78 (95,1%) lulusan menunjukkan profil motivasi yang ditentukan sendiri dan 4 (4,9%) menunjukkan profil yang ditentukan sendiri. Lulusan di sektor swasta (13,10 6,47) menunjukkan skor W-SDI yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang berada di sektor publik (9,40 6,06), p Z 0,01. Skor W-SDI tampak lebih tinggi di antara klinisi (11,67 6,40), manajer kasus (13,33), dan lainnya (14,90 8,23); dan mereka yang memiliki pengalaman kerja 5e6 tahun (13,11 6,90) dan kurang dari satu tahun (12,65 7,12). Lulusan laki-laki (10,29 6,86) dan perempuan (11,79 6,39) memiliki skor yang sama tinggi. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor W-SDI berdasarkan posisi kerja, lama pengalaman kerja, dan jenis kelamin. Kesimpulan: Lulusan terapi okupasi memiliki motivasi kerja yang tinggi yang dibuktikan dengan profil yang ditentukan sendiri. Hanya sektor pekerjaan yang memaksakan perbedaan motivasi kerja di antara para lulusan ini. Hak Cipta ª 2017, Asosiasi Terapi Kerja Hong Kong. Diterbitkan oleh Elsevier (Singapore) Pte Ltd. Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-NC-ND 27 BAB III PERBEDAAN INDIVIDU DALAM ORGANISASI A. Pengertian Perbedaan Individu Setiap individu memiliki karakteristiknya masing-masing dan hal ini menjadikan individu satu dengan lainnya berbeda. Perbedaan individu ini bisa dari segi biografisnya (usia, jenis kelamin, status perkawinan dan lain sebagainya), kepribadian, sikap, kemampuan, nilai yang di miliki oleh masing-masing individu. Perbedaan karakteristik ini mengantarkan individu dalam beragam respon atau perilaku terhadap stimulus yang sama sehingga terciptalah perbedaan perilaku (Marliani, 2015). Perilaku manusia adalah fungsi interaksi antara pribadi individu dan lingkungannya. Individu membawa organisasi ke dalam tatanan kemampuan kepercayaan diri, pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Karakteristik yang dimiliki individu ini akan membawanya ke dalam suatu lingkungan organisasi yang baru. Organisasi merupakan suatu lingkungan bagi individu yang mempunyai karakteristik yang diwujudkan dalam susunan hierarki, pekerjaan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab. Jika karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi maka terwujudlah perilaku individu dalam organisasi. Hal ini berarti seorang individu dengan lingkungannya menentukan perilaku keduanya secara langsung. Perilaku organisasi merupakan hasil interaksi individu dengan individu dalam organisasi. Oleh karena itu, dalam memahami perilaku organisasi sebaiknya mengetahui terlebih dahulu perbedaan individu dalam organisasi tersebut (Triatna, 2015). Robbins dan Judge (2015) mengemukakan bahwa keragaman individu dalam organisasi memiliki dua level yakni level permukaan (surface-level diversity) dan level dalam (deep-level diversity). Keragaman level permukaan mengacu pada perbedaan-perbedaan dalam karakteristik yang mudah dinilai seperti jenis kelamin, ras, etnis, umur, yang tidak selalu merefleksikan cara orang berpikir atau merasa tetapi dapat memunculkan stereotip tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan keragaman level dalam adalah perbedaan- 28 perbedaan dalam nilai-nilai, kepribadian, dan preferensi kerja yang menjadi lebih penting secara progresif dalam menentukan kesamaan, seiring semakin mengenal orang lain dengan baik. Penjelasan mengenai perbedaan individu akan dibahas lebih lanjut pada sub bagian tersendiri. B. Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Kreitner dan Kinicki (2010) mengartikan kepribadian atau personality sebagai kombinasi karakteristik fisik dan mental yang stabil yang memberikan identitas individualnya. Karakteristik atau ciri atau sifat ini termasuk bagaimana orang melihat, berpikir, bertindak dan merasakan, yang merupakan produk interaksi genetik dan pengaruh lingkungan. Pendapat lain, menyatakan bahwa kepribadian merupakan organisasi yang bisa mengalami perubahan dari sistem psikologi dalam diri individu yang menentukan adaptasinya unik pada suatu lingkungan. Kepribadian juga bisa diartikan sebagai jumlah dari semua cara di mana individu merespon dan berinteraksi dengan orang lainnya atau lingkungannya (Robbins dan Judge, 2011). Sementara menurut Colquitt, Lepine dan Wesson (2011) kepribadian menunjukkan struktur dan kecenderungan dalam diri orang yang menjelaskan pola karakteristik mereka dalam pemikiran, emosi dan perilaku. Kepribadian adalah pola yang relative bertahan lama tentang pemikiran, emosi dan perilaku yang menunjukkan karakteristik orang, sejalan dengan proses psikologis di belakang karakteristik tersebut (McShane dan Von Glinow, 2010). Berdasarkan beberapa pengertian tentang kepribadian yang telah dijabarkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepribadian adalah pola, struktur dan kecenderungan dalam diri individu yang menentukan cara-cara individu untuk merespon dan beradaptasi di lingkungannya. 29 2. Determinan Kepribadian Kepribadian tidak terbentuk begitu saja, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya kepribadian pada diri individu. Robbins dan Judge (2011) mengungkapkan bahwa kepribadian ialah hasil dari keturunan dan lingkungan. Adapun hasil penelitian terdahulu juga mendukung bahwa keturunan lebih penting daripada lingkungan. Sedangkan, McShane dan Von Glinow (2010) memberi tambahan penjelasan bahwa Life Experience atau pengalaman hidup, terutama pengalaman pada awal kehidupan individu juga dapat membentuk sifat kepribadian seseorang individu. Pengalaman hidup seseorang tumbuh sejalan dengan situasi yang sedang terjadi. Berdasarkan uraian diatas, dapat simpulkan beberapa faktor yang dapat memengaruhi kepribadian yang terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut (Wibowo, 2013): 1) Heredity atau keturunan Faktor ini ditentukan oleh konsepsi. Fisik yang tinggi, wajah yang menarik, gender, temperamen, komposisi otot dan refleksi, tingkat energi dan ritme biologis umumnya baik sebagian atau keseluruhan dapat dipengaruhi oleh orang tua, dalam segi biologis, fisiologis dan yang melekat dengan susunan psikologi. 2) Environment atau lingkungan Faktor lainnya yang tidak kalah penting dalam pembentukan kepribadian individu adalah faktor lingkungan. Faktor yang memberikan pengaruh pada pembentukan kepribadian dari sisi budaya di mana individu tumbuh, pada pembentukan kondisi awal, norma di antara keluarga, teman dan kelompok sosial, dan pengaruh nilai menurut pengalaman individu. 3) Situation atau situasi Faktor situasi dapat mempengaruhi keturunan dan lingkungan dalam membentuk kepribadian. Biasanya kepribadian bersifat stabil dan konsisten pada tiap individu namun ternyata kepribadian juga bisa berubah dalam situasi tertentu. Adanya tuntutan yang berbeda dari situasi yang berbeda memerlukan aspek kepribadian yang juga berbeda dalam menyikapinya. Pola kepribadian setiap individu berbeda tergantung pada situasi 30 tertentu yang lebih relevan daripada situasi lainnya yang sebenarnya masih perlu menjadi perhatian. 4) Life Experience atau pengalaman hidup Sejak kecil hingga menjadi dewasa dan sampai lanjut usia, individu mengalami banyak pengalaman hidup yang akan memengaruhi terbentuknya kepribadian seseorang. Seorang anak yang mendapat pengalaman buruk semasa kecil akan memengaruhi kepribadiannya setelah dewasa. 3. Dimensi Kepribadian Dalam Kepribadian ada beberapa dimensi, indikator, sifat, ciri, unsur, komponen, dan karakteristik yang menyusunnya. Berikut adalah beberapa teori yang membahas tentang dimensi kepribadian (Wibowo, 2013). 1) The Big Five Personality Model Dimensi kepribadian menurut model ini adalah Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Emotional stability/ Neuroticism, dan Openess to experience. Kreitner dan Kinicki (2010; Wibowo, 2013) menjelaskan dimensi kepribadian. Sedangkan McShane dan Von Glinow, (2010 ; Wibowo, 2013) menggambarkan ‘Lima Besar Kepribadian’. Sementara itu, Colquitt, LePine dan Wesson (2011 ; Wibowo, 2013) menggambarkan lima sifat kepribadian. Karakteristik kepribadian, dengan mengacu pada pandangan dari beberapa penulis (Wibowo, 2013): a. Conscientiousness. Menunjukkan kehati-hatian dalam bertindak. Dimensi ini mendeskripsikan individu yang memiliki sifat keberhati-hatian tinggi atau rendah. Individu dengan karakteristik High Conscientiousness cenderung bersifat bertanggung jawab, berorientasi meraih prestasi, gigih, berhati-hati, dan mempunyai disiplin diri. Sedangkan orang dengan sifat Low Consientiousness cenderung kurang hati-hati, kurang siap, lebih berantakan, tidak bertanggung jawab, mudah bingung, dan kurang dapat dipercaya. b. Agreeableness. Menunjukkan keramah tamahan atau kesediaan menyetujui. Individu dengan dimensi kepribadian High Agreeableness mempunyai karakteristik: penuh 31 kepercayaan, pada dasarnya baik, bekerja sama, berhati lembut, sopan, diasuh baik, empati, bekerja sama, hangat dan penuh perhatian. Smentara individu dengan Low Agreeableness cenderung dingin, tidak suka bekerja sama, mudah marah, tidak mudah sepakat dan menentang. c. Emotion stability/Neuroticism. Menunjukkan stabilitas emosional atau gangguan emosi. Individu dengan Emotional Stability positif menunjukkan dimensi kepribadian yang cenderung bersifat: tenang, santai, tidak ragu, percaya diri, dan merasa aman. Sementara individu yang Emotional Stability-nya negative atau Neuroticism cenderung gelisah, cemas, tertekan, bermusuhan dan merasa tidak aman. d. Openess to experience. Menunjukkan keterbukaan pada pengalaman. Individu yang mempunyai nilai tinggi pada dimensi kepribadian ini mempunyai karakteristik: kreatif, cerdik, imajinasi, ingin tahun, berpikir luas, dan sensitive. Sementara individu yang mempunyai nilai rendah pada dimensi ini cenderung lebih resisten terhadap perubahan, kurang terbuka pada gagasan baru, dan lebih konvensional serta cara mereka tetap. e. Extroversions. Menunjukkan berpandangan keluar dan menggambarkan individu yang mempunyai karakteristik: ramah, aktif berbicara, suka bergaul, suka berteman dan tegas. Sementara karakteristik sebaliknya adalah Introversions, dengan orientasi pandangan pada dirinya sendiri, dengan karakteristik: pendiam, pemalu, dan berhati- hati. 2) The Myers-Briggs Type Indicator Indikator tipe Myers-Briggs (Myers-Briggs Type Indicator [MBTI]) adalah instrument penilaian kepribadian yang paling umum digunakan. MBTI adalah tes kepribadian 100 pertanyaan tentang hal-hal apa saja yang biasanya mereka rasakan atau lakukan dalam berbagai situasi. Para responden diklasifikasikan sebagai ekstrover atau introvert (E atau I), perasa atau intuitif (S atau N), memikirkan atau merasakan (T atau F), dan menilai atau menerima (J atau P): 32  Ekstrover (ekstrovered—E) versus Introver (introverted—I). Individu-individu ekstrover ramah, pandai bersosialisasi, dan percaya diri. Introver tenang dan pemalu.  Perasa (sensing—S) versus Intuitif (Intuitive—N). Tipe perasa praktis serta memilih rutin dan urutan. Mereka fokus pada detail. Intuitif bergantung pada proses tidak sadar dan melihat pada “gambaran besar”.  Memikirkan (thinking—T) versus Merasakan (feeling—F). Tipe yang memikirkan biasanya menggunakan penalaran dan logika untuk menangani masalah. Tipe yang merasakan berpegang pada nilai-nilai dan emosi pribadi mereka.  Menilai (judging—J) versus Menerima (perceiving—P). Tipe yang menilai menginginkan kendali dan memilih urutan dan struktur. Tipe yang menerima fleksibel dan spontan. (Robbins & Judge, 2015). 3) Holland’s RIASEC Model Model ini membagi kepribadian dalam enam tipe berdasarkan pada Interest atau minta dalam bidang tertentu. Interest adalah merupakan ekspresi kepribadian yang memengaruhi perilaku melalui preferensi terhadap lingkungan dan aktivitas tertentu (Colquitt, LePine dan Wesson, 2011) Realistic. Menikmati tugas riil yang praktis, meneruskan, tugas yang jelas. Cenderung menjadi jujur, praktis, tekun, dan tidak datar. a. Investigative. Menyenangi abstrak, analitis, tugas berorientasi teori. Cenderung menjadi analitis, intelektual, pendiam dan ilmiah. b. Artistic. Menyenangi menghibur dan mengagumi orang lain dengan menggunakan imajinasi. Cenderung menjadi original, independen, menurutkan kata hati, dan kreatif. c. Social. Menyukai menolong, melayani atau membantu orang lain. Cenderung menjadi sangat membantu, member inspirasi, informative, dan mempatik. d. Enterpricing. Suka membujuk, memimpin, atau melebihi kinerja orang lain. Cenderung menjadi penuh semangat, suka bergaul, ambisius dan mengambil risiko. 33 e. Conventional. Suka mengorganisir, menghitung, atau mengatur orang atau sesuatu. Cenderung menjadi berhati- hati, konservatif, mengontrol diri sendiri, dan terstruktur. RIASEC Model mengklasifikasi tipe kepribadian dalam dua dimensi, yaitu tingkatan di mana pekerja lebih suka bekerja dengan data dibandingkan gagasan dan tingkatan di mana mereka lebih suka bekerja dengan orang dibandingkan dengan sesuatu. Jenis kepribadian tertentu memiliki pola pemikiran, emosi dan perilaku tertentu juga. Hal inilah yang menjadikan setiap individu berbeda dalam menyikapi setiap masalah yang dihadapinya, namun juga menjadikan mereka unik dan memiliki ciri khasnya masing-masing. C. Kemampuan Perbedaan individu juga bisa di lihat dari segi kemampuannya. Kemampuan adalah kapasitas individu saat ini untuk melakukan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan. Kemampuan keseluruhan esensinya dibangun oleh dua set faktor yakni intelektual dan fisik (Robbins dan Judge, 2015). Pendapat senada juga di ungkapkan oleh Greenberg dan Baron (2003; Wibowo, 2013) yang mengartikan kemampuan sebagai kapasitas mental dan fisik untuk mewujudkan berbagai tugas. Kemampuan menunjukkan kapasitas yang dimiliki orang yang relative stabil untuk mewujudkan rentang aktivitas tertentu yang berbeda, tetapi berhubungan (Coquitt, LePine, dan Wesson, 2011). Kemampuan atau ability relative stabil daripada skill atau keterampilan yang dapat diperbaiki sepanjang waktu melalui pelatihan dan pengalaman. Terdapat 3 kategori kemampuan yakni cognitive, emotional, dan physical (Coquitt, LePine, dan Wesson, 2011). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan kapasitas intelektual, emosional, dan fisik individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 34 1. Kemampuan Intelektual a. Pengertian Intelegensi Selain kepribadian ada faktor lain yang menjadikan setiap individu dalam organisasi itu berbeda yakni faktor kecerdasan. Kecerdasan merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan sejumlah kemampuan yang dimiliki manusia dalam bentuk pikiran atau tindakan. Kecerdasan yang dimiliki manusia hanya dalam bentuk intelligent question yang disingkat IQ, tetapi berkembang menjadi kecerdasan majemuk (multiple intelligences), artinya memandang manusia memiliki sejumlah potensi kecerdasan yang akan berkembang apabila distimulasi secara tepat (Triatna, 2015). Kecerdasan atau intelegensi mengacu pada perbedaan individual dalam keterampilan- keterampilan pemecahan masalah dan dalam kemampuan- kemampuan penting lainnya (King, 2014). William Stern (1999; Sarwono, 2010) mendefiniskan intelegensi secara sangat fungsional daan terbatas, yaitu intelegensi adalah penyesuaian diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru. Pendapat lain dari versi mainstream science on intelligence (MSI) (1994 ; Sarwono, 2010) mengartikan intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang sangat umum yang antara lain melibatkan kemampuan akal, merencana, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami ide-ide yang kompleks, cepat belajar, dan belajar dari pengalaman. Kemampuan intelektual (intellectual ability) adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas mental seperti berpikir, penalaran, dan memecahkan masalah (Robbins dan Judge, 2015). Intelegensi merupakan perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian (Karl Buhler ; Sarwono, 2010). David Wechsler (1896-1981 ; Sarwono, 2010) menyatakan bahwa intelegensi adalah sekumpulan atau keseluruhan kemampuan (capacity) individual untuk bertindak dengan tujuan, berpikir secara rasional dan berurusan secara efektif dengan lingkungannya. Alfred Binet bersama Theodore Simon (1905; Azwar, 2017) mendefiniskan intelegensi sebagai terdiri atas tiga komponen, yaitu (a) kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau 35 mengarahkan tindakan, (b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan, dan (c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan autocriticm. Dalam perkembangannya intelegensi dibagi menjadi dua jenis, yakni sebagai berikut : a) fluid intelligence fluid intelligence merupakan kemampuan proses informasi secara cepat, hubungan berpikir dan ingatan dalam bentuk analogi, mengingat rangkaian angka dan kategorisasi. b) crystallized intelligence crystallized intelligence merupakan akumulasi informasi, keterampilan-keterampilan dan strategi yang telah dipelajari selama hidup dan dapat diterapkan untuk memecahkan masalah (Turner fan Helms, 1995; Fieldman, 2003 ; Sarwono, 2010). b. Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk) Multiple intelligences (kecerdasan majemuk) merupakan kecerdasan ganda yang dimiliki oleh seseorang individu. Manusia tidak hanya memiliki kemampuan atau keahlian dalam satu bidang saja tetapi juga sangat memungkinkan memiliki kemampuan dalam berbagai bidang (Triatna, 2015). Sternberg (1986, 2004, 2008 ; King, 2014) mengembangkan teori triarki kecerdasan (triarki theory of intelligence) yang menyatakan bahwa kecerdasan muncul dalam bentuk majemuk (spesifiknya terdiri atas tiga bentuk). Bentuk kecerdasan ini adalah: 1) Kecerdasan analitis: kemampuan untuk menganalisis, melakukan penilaian, evaluasi, perbandingan, dan membedakan. 2) Kecerdasan kreatif: kemampuan menciptakan, merancang, menemukan, membuat sesuatu yang original, dan membayangkan. 3) Kecerdasam praktis: kemampuan untuk menggunakan, menerapkan, mengimplementasikan, dan menerjemahkan gagasan menjadi tindakan. 36 Gardner (1993; Triatna, 2015) mengembangkan konsep kecerdasan majemuk. Dalam kajian Gardner diperkenalkan delapan kecerdasan manusia yang sudah diidentifikasi, yaitu: 1) Kecerdasan Verbal (Bahasa). Bentuk kecerdasan ini dicirikan oleh kepekaan akan makna dan urutan kata serta kemampuan membuat beragam penggunaan bahasa untuk menyatakan dan memaknai arti yang kompleks. 2) Kecerdasan Logika (Matematika). Kecerdasan ini terwujud dalam pikiran analitik dan saintifik. 3) Kecerdasan Spasial (Visual). Bentuk kecerdasan ini terampil menghasilkan imaji mental dan menciptakan representasi grafis. 4) Kecerdasan Tubuh (Kinestetik). Bentuk kecerdasan ini terwujud dalam bentuk koneksi atau hubungan antara pikiran dan tubuh (angota gerak tubuh) seperti menari. 5) Kecerdasan Musikal (Ritmik). Kecerdasan ini terwujud dalam kemampuan mendengarkan pola musik dan ritmik secara natural kemudian dapat memproduksinya. 6) Kecerdaasan Interpersonal. Kecerdasan ini terwujud dalam kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain. 7) Kecerdasan Intrapersonal. Kecerdasan ini terwujud dalam bentuk kemampuan memahami dan mengartikulasikan cara kerja terdalam dari karakter dan kepribadian. 8) Kecerdasan Spiritual. Kecerdasan ini terwujud dalam sebuah kombinasi dan kesadaran interpersonal dan kecerdasan intrapersonal dengan sebuah komponen “nilai” yang ditambahkan padanya. Menurut Gardner (1993; King, 2014) setiap individu memiliki kecerdasan-kecerdasan ini dengan tingkatan yang berbeda. Sebagai konsekuensi, kita cenderung mempelajari dan mengolah informasi dengan cara-cara yang berbeda. Individu akan mempelajari dengan baik ketika mereka melakukannya dalam cara-cara yang sesuai dengan kecerdasan mereka yang lebih kuat. 37 2. Kemampuan Fisik Physical ability atau kemampuan fisik diartikan sebagai kapasitas untuk melakukan tugas yang menuntut stamina, ketangkasan, kekuatan, dan karakteristik-karakteristik yang sama (Robbin dan Judge, 2015). Dengan tingkat yang sama bahwa kemampuan intelektual memainkan peran lebih besar dalam pekerjaan yang kompleks yang menuntut kebutuhan proses informasi, kemampuan fisik mendapatkan kepentingan untuk dengan berhasil melakukan pekerjaan yang kurang memerlukan keterampilan dan lebih terstandard. Sebagai contoh, pekerjaan di mana keberhasilan menuntut stamina, ketangkasan manual, kekuatan kaki atau nakat sejenis memerlukan manajemen untuk mengidentifikasi kapabilitas fisik pekerja (Wibowo, 2013). Kemampuan fisik mencakup tentang hal-hal seperti strength, stamina, flexibility and coordination, psychomotor abilities, dan sensory abilities (Coquitt, LePine, dan Wesson, 2011). Kinerja yang tinggi akan dapat dicapai saat manajemen telah memastikan tingkat kebutuhan pekerjaan atas sembilan kemampuan dan kemudian memastikan pekerja dalam pekerjaan itu memilikinya. Kesembilan kemampuan fisik dasar yang di maksud yakni; kekuatan dinamis, kekuatan otot, kekuatan statis, kekuatan eksplosif, fleksibilitas memanjang, fleksibilitas dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina (Robbins dan Judge, 2015). 3. Kemampuan Emosional Menurut Coquitt, LePine, dan Wesson (2011), emosional merupakan salah satu kemampuan yang memengaruhi tingkatan dimana orang cenderung efektif dalam situasi sosial, tanpa memandang tingkat kemampuan kognitif mereka. Meski masih menjadi perdebatan namun banyak yang meyakini bahwa terdapat kemampuan manusia yang memengaruhi fungsi sosial, dinamakan emotional intelligence. Emotional intelligence memiliki kaitan dengan kemampuan self awareness, other awareness, emotion relulation, dan use of emotions. Berikut adalah penejelasan dari masing-masing kemampuan emosional; 1) Self awareness merupakan penilaian dan ekspresi emosi dalam diri sendiri. Hal ini menunjukkan pada kemampuan individu untuk 38 memahami tipe emosi yang dialami, kemauan mengakui mereka, dan kapabilitas mengekspresikan secara natural. 2) Other awareness merupakan penilaian dan pengakuan emosi orang lain. Mencerminkan kemampuan orang untuk mengenal dan memahami emosi yang dirasakan orang lain. 3) Emotion regulation yakni kemampuan untuk mengatur atau mengendalikan emosi. 4) Use of emotion merupakan kapabilitas yang mencerminkan tingkatan di mana orang dapat menggunakan emosi dan menggunakannya untuk memperbaiki kesempatan mereka untuk berhasil apapun yang mereka lakukan (Coquitt, LePine, dan Wesson (2011). D. Nilai 1. Pengertian Nilai-Nilai Setiap individu memiliki nilai-nilai dalam dirinya. Nilai-nilai atau values adalah kesadaran, hasrat afektif atau keinginan orang yang menunjukkan perilaku individu (Gibson, Ivancevich, Donnelly, 2000; Wibowo, 2013). Pendapat lain mengartikan nilai adalah kepercayaan yang konsisten dan evaluatif yang dimiliki individu sebagai preferensi terhadap hasil atau tindakan dalam berbagai situasi. Nilai juga merupakan anggapan individu tentang apa yang baik dan buruk, benar atau salah. Di lain sisi, nilai-nilai dapat berfungsi sebagai acuan moral yang mengarahkan motivasi, keputusan, dan tindakan individu. Nilai-nilai juga berhubungan dengan konsep diri individu karena sebagian mendefinisikan tentang manusia, baik itu sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok melalui nilai-nilai yang dimiliki (McShane dan Von Glinow, 2010). Nilai-nilai mempunyai muatan content (kandungan) dan intensity (intensitas). Atribut konten mengatakan bahwa cara melakukan atau keadaan akhir yang tercapai adalah penting. Atribut intensitas menspesifikasi seberapa penting (Wibowo, 2013). Suatu nilai mencakup evaluasi tertentu dalam bidang moral atau sosial yang dinyatakan sebagai sebuah konsepsi yang bukan saja menyatakan hal yang diinginkan tetapi juga hal yang dicita-citakan. Nilai-nilai berasal dari pilihan pribadi yang didasarkan atas keyakinan, opini, prasangka, serta standart-standart. Nilai bersifat dinamis; manusia 39 mencari nilai-nilai, mengetesnya dan mengubahnya (Terry, G. R. 2012). 2. Tipe-Tipe Nilai Beberapa pendekatan dalam melakukan klasifikasi tipe nilai-nilai, diantaranya adalah (Wibowo, 2013); 1) Terminal dan Instrumental Value Terminal values merujuk pada hasil akhir yang diinginkan. Ini merupakan sasaran yang ingin dicapai seseorang dalam hidupnya. Sedangkan instrumental values merujuk pada mode perilaku yang lebih disukai, atau alat untuk mencapai nilai terminal (Robbins dan Judge, 2015). Beberapa studi menunjukkan adanya perbedaan terminal value dan instrumental value dari mereka yang berada dalam posisi berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut ini : Tabel 3.1 Perbandingan Peringkat Nilai EXECUTIVES UNION MEMBERS ACTIVISTS Terminal Instrumental Terminal Instrumental Terminal Instrumental Self- Honest Family Responsible Equality Honest respect security Family Responsible Freedom Honest A world of Heipful Security peace Freedom Capable Happiness Courageous Family Courageous security A sense Ambitious Self Independent Self Responsible of respect respect accompli shment Happines independent Mature capable Freedom Capable love Sumber: Robbins dan Judge (2011) 2) Schwartz Value Theory Schwartz (1992; Wibowo, 2013) meyakini bahwa nilai-nilai bersifat motivasional. Ada sepuluh nilai-nilai yang mengarahkan perilaku dan mengidentifikasi mekanisme motivasional mendasari masing masing nilai diantaranya adalah sebagai berikut : 40 Tabel 3.2 Definisi Nilai-Nilai Nilai Definisi Power Status sosial dan prestige, kontrol atau dominasi terhadap orang dan sumber daya (social power, authority, wealth) Achievement Sukses yang dicapai individu dengan mendemonstrasikan kompetensi menurut standart sosial (successful, capable, ambitious, influential) Hedonism Kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan bagi diri sendiri (pleasure, enjoying life) Stimulation Kegembiraan, kesenangan terhadap sesuatu yang baru, dan tantangan dalam hidup (daring, a varied life, an exciting life) Self-direction Berpikir dan bertindak bebas memilih, menciptakan, mengeksplorasi (creativity, freedom, independent, curious, choosing, own goals) Universalism Saling pengertian, apresiasi, toleran dan proteksi kesejahteraan semua orang (broadminded, wisdom, social justice, equality, a world at peace, a world of beauty, unity with nature, protecting the environment) Benevolence Perlindungan dan peningkatan kesejahteraan orang dengan siapa sering melakukan kontak personal (helpful, honest, forgiving, loyal, responsible) Tradition Menghargai, komitmen dan penerimaan kebiasaan dan gagasan yang diberikan budaya tradisional atau agama (humble, accepting my portion in life, devout, respect for tradition, moderate) Conformity Mengendalikan tindakan, kecenderungan dan gerak hati yang mungkin mengganggu orang lain dan melanggar harapan atau norma sosial (politeness, obedient, self- decipline, honouring parents and elders) 41 Security Keamanan, harmoni, dan stabilitas masyarakat, hubungan dan tentang diri sendiri (family security, national security, social order, clean, reciprocation of favours) Sumber: Schwartz (1992; Wibowo, 2013) Diantara sepuluh nilai-nilai tersebut menunjukkan adanya hubungan, baik bersifat sangat kuat maupun dapat menimbulkan konflik. Secara umum, nilai seperti self-direction dan universalism mempunyai hubungan positif, sedang apabila nilai-nilai semakin terpisah menunjukkan hubungan kurang kuat. Nilai-nilai yang mempunyai arah yang berlawanan menunjukkan saling konflik (Wibowo, 2013). E. Penelitian Relevan 1. Judul Penelitian : Nilai - Nilai Personal Pembentuk Persepsi Dukungan Organisasi. Penulis : Umi Anugerah Izzati, Fendy Suhariadi, dan Cholichul Hadi. Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai- nilai personal terhadap persepsi dukungan organisasi pada guru Sekolah Menengah Pertama. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Subyek penelitian ini adalah guru-guru sekolah menengah pertama swasta yang bekerja dalam Yayasan Pendidikan Islam di Surabaya. Instrumen yang dipakai adalah skala nilai-nilai personal dan skala persepsi dukungan organisasi. Penelitian ini menggunakan teknik analisa data berupa analisis multiple regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sepuluh nilai-nilai personal, hanya ada tiga nilai-nilai personal yang mempengaruhi persepsi dukungan organisasi yaitu nilai security, nilai conformity, dan nilai tradition. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan persepsi dukungan organisasi dibutuhkan guru-guru yang memiliki nilai security, nilai conformity dan nilai tradition. 42 2. Judul Penelitian : Survey of Personality Traits (based on big five) In Professional Ethics’s Growth In Medical Sciences University Of Bushehr. Iran’s Aspect. Penulis : Leila Qasemi ,Mohammad Behroozi Abstrak : Etika profesional karyawan adalah faktor yang efektif dalam pertumbuhan kerohanian dan mengurangi korupsi administrasi dalam organisasi. Salah satu faktor yang memengaruhi karyawan dalam Etika Profesional adalah kepribadian. Tujuan keseluruhan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara kepribadian karyawan (Neuroticism, Extroversion, Agreeableness, Conscientiousness, Openness to experience) dan etika profesional mereka (tanggung jawab, Daya Saing, jujur, menghargai orang lain, menghargai nilai- nilai, keadilan, simpati) kepada yang lain, Loyalitas) di Ilmu Kedokteran Universitas Bushehr. Untuk mempelajari korelasi antara gaya kepribadian dan etika profesional karyawan, lima hipotesis diajukan dalam proyek ini dan tujuannya adalah untuk menemukan yang didukung oleh data yang dikumpulkan dan dianalisis. Dua set kuesioner berjudul "Formulir NEO lima faktor tes kepribadian" dan kuesioner "Etika profesional" didistribusikan di antara 270 karyawan. Populasi penelitian ini adalah 690 karyawan. Data yang diurutkan dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS dan Lisrel. Sementara dirancang untuk menguji hipotesis, berdasarkan hasil. Temuan menunjukkan bahwa, antara sifat-sifat kepribadian dan PE, ada hubungan positif (0,445), antara sifat-sifat kepribadian dan PE, ada hubungan negatif (- 0,251) beberapa rekomendasi untuk mengembangkan etika profesional dalam organisasi, seperti halnya akhir penelitian. 43 BAB IV SIKAP KERJA A. Pengertian Sikap Kerja Sikap atau attitude didefinisikan sebagai suatu kecenderungan yang dipelajari untuk merespon dengan cara menyenangkan atau tidak menyenangkan secara konsisten berkenaan dengan objek tertentu (Kreitner dan Kinicki, 2010). Pendapat lain diungkapkan oleh Sarwono (2010), sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu bisa benda, kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok. Kalau yang timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap positif, sedangkan kalau perasaan tak senang, disebut dengan sikap negatif dan kalau tidak muncul perasaan apapun, berarti sikapnya netral (Sarwono, 2010). Sikap individu yang positif akan menghasilkan perilaku yang positif begitu juga sebaliknya. Sikap mendorong kita untuk bertindak dengan cara spesifik dalam konteks spesifik. Artinya, sikap mempengaruhi perilaku pada berbagai tingkat yang berbeda. Berbeda dengan nilai-nilai yang menunjukkan keyakinan menyeluruh bahwa memengaruhi perilaku di semua situasi (Wibowo, 2013). Sementara McShane dan Von Glinow (2010) memberikan definisi sikap sebagai cluster of belief (kelompok keyakinan), assessed feelings (perasaan dinilai), dan behavioral intentions (maksud berperilaku) terhadap orang, objek atau kejadian (dinamakan objek sikap). Sikap adalah suatu pendapat menyangkut pemberian alasan secara sadar. Pendapat lain dari Schermorhorn, Hunt, Osborn, dan uhl-Bein (2011) mendeskripsikan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan merespon secara positif atau negative pada seseorang atau sesuatu dalam lingkungannya. Sikap akan tampak apabila kita mengatakan suka atau tidak suka pada sesuatu atau seseorang. Sikap juga merupakan pernyataan evaluative, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, tentang objek, orang atau kejadian (Robbins dan Judge, 2011). Sedangkan King (2014) 44 mengartikan sikap (attitudes) adalah berbagai pendapat dan keyakinan kita mengenai orang lain, objek, atau gagasan. Sikap berbeda dengan fungsi-fungsi psikis yang lain seperti set, motif, kebiasaan, pengetahuan, dan lain-lain, karena sikap memiliki cirri- ciri sebagai berikut; dalam sikap selalu terdapat hubungan subjek- objek (tidak ada sikap yang tanpa objek), objek sikap bisa berupa benda, orang, kelompok orang, nilai-nilai sosial, pandangan hidup, hukum, lembaga masyarakat dan sebagainya, sikap bukan bakat atau bawaan sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman (Sarwono, 2010). Sikap mempunyai pengaruh yang penting terhadap perilaku. Sikap seseorang biasanya menyebabkan orang tersebut berperilaku dalam cara tertentu (Kaswan, 2017). Sikap dapat dipelajari, oleh karena itu sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saat-saat dan tempat yang berbeda-beda. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. Inilah yang membedakan dari pengetahuan misalnya. Sikap tidak hilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi, sikap berbeda dengan refleks atau dorongan. Misalnya seorang yang gemar nasi goreng akan tetap mempertahankan sikapnya terhadap nasi goreng sekalipun ia baru saja makan nasi goreng sampai kenyang (Sarwono, 2010). Dari pendapat-pendapat diatas, dapat dirumuskan bahwa sikap adalah kecenderungan yang dipelajari sebagai hasil evaluasi baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, tentang objek, orang atau kejadian untuk dapat merespon dengan cara menyenangkan atau tidak menyenangkan pada objek tertentu. Definisi sikap kerja adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan (Osada, 2000; Kaswan, 2017). Menurut Gibson (1997 ; Kaswan, 2017) Sikap kerja menjelaskan mengenai “sikap sebagai perasaan positing ataupun negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, objek, ataupun keadaan.” 45 B. Komponen Sikap Sikap mencerminkan bagaimana kita merasa tentang sesuatu. Orang-orang yang mempunyai sikap yang sama terhadap hal-hal yang sama lebih mudah dipersatukan dalam kelompok daripada orang-orang yang sikapnya berbeda-beda. (Sarwono, 2010). Sebagaimana contoh berikut lebih mudah mengumpulkan penggemar drama korea atau musik jazz daripada mengumpulkan pendukung pasangan calon walikota untuk berkampanye. Drama korea atau musik jazz sudah jelas ada penggemarnya, sementara terhadap calon walikota orang- orang lebih tertarik pada pembagian cendera mata atau paket sembako saja. Perbedaan antara sikap dan nilai-nilai diperjelas dengan mempertimbangkan adanya tiga komponen sikap, yaitu: affective, cognitive, dan behavioral. Namun, perlu dicatat bahwa si

Use Quizgecko on...
Browser
Browser