Modul Dasar-Dasar Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) PDF
Document Details
Uploaded by Deleted User
2016
Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.
Tags
Summary
This document is a module on the fundamentals of writing academic papers (Karya Tulis Ilmiah). It's intended for Widyaiswara training in 2016, focusing on the theory and practice of academic writing.
Full Transcript
MODUL PELATIHAN WIDYAISWARA PENYESUAIAN/INPASSING BERBASIS E-LEARNING DASAR-DASAR PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH (KTI) Penulis : Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm. PUSAT PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL BIDANG PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEGAWAI ASN...
MODUL PELATIHAN WIDYAISWARA PENYESUAIAN/INPASSING BERBASIS E-LEARNING DASAR-DASAR PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH (KTI) Penulis : Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm. PUSAT PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL BIDANG PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEGAWAI ASN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI PELATIHAN WIDYAISWARA PENYESUAIAN/INPASSING MATA PELATIHAN DASAR-DASAR PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH (KTI) Oleh: Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2016 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Salah satu aspek yang penting dalam sistem kediklatan adalah tenaga pengajar, yang dalam hal ini adalah Widyaiswara, karena perannya sebagai ujung tombak dalam penyelenggaraan Pelatihan. Widyaiswaralah yang langsung berinteraksi dengan peserta Pelatihan dalam kelas dengan berbagi informasi, pengetahuan, dan pengalaman. Lebih dari itu, Widyaiswara juga memberikan motivasi dan juga menjadi inspirasi bagi peserta Pelatihan. Dalam pendek kata, peran Widyaiswara menentukan pemahaman dan kemampuan peserta dalam mengasilkan outcome Pelatihan. Dengan peran strategis tersebut, Widyaiswara dituntut untuk semakin profesional karena hanya dengan kualifikasi yang mumpuni, Widyaiswara dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam mengelola kelas-kelas dalam Pelatihan Aparatur Sipil Negara (ASN). Oleh karena itu untuk menjamin profesionalisme Widyaiswara, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah merevisi pengaturan tentang Pelatihan Widyaiswara Penyesuaian/Inpassing yang diantaranya merubah kurikulum Pelatihan dan metode Pelatihan yang mengedepankan Teknologi dan Informasi melalui e-Leraning agar dapat memenuhi tuntutan perubahan. Untuk mendukung penyelenggaraan Pelatihan Widyaiswara Penyesuaian/Inpassing berbasis e-Learning, diperlukan adanya modul yang menjadi standar materi dalam Pelatihan Widyaiswara Penyesuaian/Inpassing ii berbasis e-Learning dan mempermudah peserta dalam memahami maksud pembelajaran materi yang diajarkan. Dengan demikian, modul ini lebih merupakan pedoman bagi pengajar yang diharapkan selalu dikembangkan/disempurnakan materinya untuk menjamin kualitas penyelenggaraan Pelatihan. Dengan diterbitkannya modul ini, meskipun isinya telah dikembangkan dengan seoptimal mungkin, namun tak dapat dipungkiri masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu kami selalu mengharapkan saran dan masukan dari para stakeholders demi peningkatan materi modul dan kualitas Pelatihan Widyaiswara Penyesuaian/Inpassing. Selanjutnya, kepada para penulis, kami sampaikan banyak terima kasih dan penghargaan atas kontribusi dan kerjasamanya. Akhirnya, semoga Tuhan selalu meridhoi usaha kita semua. Amin. iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................................... ii DAFTAR ISI........................................................................................................ iv BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1 A. Latar Belakang....................................................................................... 1 B. Deskripsi Singkat................................................................................... 2 C. Hasil Belajar.......................................................................................... 3 D. Indikator Hasil Belajar............................................................................ 3 E. Materi Pokok.......................................................................................... 3 BAB II KARYA ILMIAH....................................................................................... 4 A. APA ITU KARYA ILMIAH?..................................................................... 4 B. METODE ILMIAH.................................................................................. 5 C. KOMUNIKASI TERTULIS KARYA ILMIAH (KARYA TULIS ILMIAH)... 10 D. TUJUAN DAN MANFAAT KTI.............................................................. 12 BAB III JENIS DAN BENTUK KARYA TULIS ILMIAH...................................... 14 A. JENIS KARYA TULIS ILMIAH.............................................................. 14 B. KTI BERBENTUK BUKU..................................................................... 17 C. KTI BERBENTUK NON BUKU............................................................. 20 D. MAKALAH DALAM PERTEMUAN ILMIAH.......................................... 23 BAB IV ASPEK FISIK DAN ETIKA KARYA TULIS ILMIAH............................. 25 A. ASPEK FISIK KTI BAGI WIDYAISWARA............................................ 25 B. ETIKA PENULISAN KTI WIDYAISWARA............................................ 26 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 29 iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) merupakan kompetensi yang penting bagi Widyaiswara bagi pengembangan profesinya. Pasal 8 Peraturan Menteri PAN dan RB No. 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya memuat kewajiban Widyaiswara dalam sub unsur pengembangan profesi yang salah satunya adalah pembuatan KTI. Lebih lanjut disebutkan bahwa pembuatan Karya Tulis/Karya Ilmiah (yang untuk selanjutnya disebut Karya Tulis Ilmiah/KTI) dilakukan widyaiswara daoat diakui angka kreditnya jika secara substantif terkait dengan tugas dalam lingkup kediklatan dan pengembangan spesialisasi Widyaiswara. Hal ini mengisyaratkan bahwa widyaiswara selalu dituntut untuk berkontribusi dalam pengembangan keilmuan sesuai dengan kepakaran/spesialisasinya dan juga keilmuan bidang pelatihan.1 Pembuatan KTI adalah keharusan bagi Widyaiswara dan menjadi agenda penting dalam setiap jenjang Pelatihan Widyaiswara (WI). Hal ini dapat dilihat dari tuntutan kompetensi pada setiap jenjang pelatihan WI yang selalu memasukkan Mata Pelatihan terkait dengan KTI sebagaimana digambarkan di bawah ini. 1 Dalam konteks pelatihan atau training, istilah Diklat (pendidikan dan pelatihan) sering digunakan untuk menyebut pelatihan atau training itu sendiri. Meskipun dalam prakteknya pendidikan dan pelatihan memiliki makna dan cakupan yang berbeda. Pendidikan dan pelatihan dalam UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (pasal 70) menyebutkan kedua istikah tersebut sebagai cara dalam pengembangan kompetensi (bentuk lain pengembangan kompetensi melalui seminar, kursus dan penataran). Dalam modul ini istilah pelatihan atau Diklat akan banyak ditemui (khususnya yang terkait dengan kebijakan) keduanya digunakan untuk menggambarkan pelatihan namun tidak menyentuh ranah pendidikan yang di atur dalam peraturan tersendiri. Tabel 1: Jenis Pelatihan dan Mata Pelatihan Terkait KTI Jenis Pelatihan Mata Diklat KTI Pelatihan Calon Widyaiswara Dasar-Dasar Penulisan KTI Pelatihan Widyaiswara Inpassing Pelatihan Kewidyaiswaraan Jenjang Penulisan KTI Lanjutan (Muda) Pelatihan Kewidyaiswaraan Jenjang Penulisan KTI Non Buku Menengah (Madya) Pelatihan Kewidyaiswaraan Jenjang Penulisan KTI Buku Utama Modul ini (Dasar-dasar Penulisan KTI) merupakan modul pertama tentang KTI yang diperuntukkan bagi Calon Widyaiswara (termasuk dalam kurikulum Pelatihan Widyaiswara Penyesuaian/Inpassing), secara berjenjang (untuk Jenjang Ahli Muda, Madya, dan Ahli Utama) juga terdapat Modul tentang KTI yaitu Penulisan KTI (dalam Pelatihan Kewidyaiswaraan Jenjang Lanjutan), Penulisan KTI Non Buku (dalam Pelatihan Kewidyaiswaraan Jenjang Menengah), dan juga Penulisan KTI Buku (dalam pelatihan Kewidyaiswaraan jenjang Utama). B. Deskripsi Singkat Modul ini akan memberikan gambaran mengenai konsepsi ilmiah dalam pengembangan pengetahuan dan bagaimana pengkomunikasiannya dalam bentuk tulisan atau yang disebut sebagai Karya Tulis Ilmiah (KTI). Pembahasan dalam modul ini akan diawali dengan konsepsi/makna KTI, 2 jenis KTI, format umum dan aspek fisik KTI. Modul ini juga akan memberikan penjelasan mengenai etika dalam pembuatan KTI, publikasi dan gaya penulisan. C. Hasil Belajar Pemahaman mengenai konsepsi ilmiah, komponen dasar dan substansi dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah yang tepat dan sesuai etika. D. Indikator Hasil Belajar 1. Mampu membedakan cara kerja ilmiah dan non-ilmiah. 2. Mampu mengenali jenis KTI. 3. Mampu menjelaskan format umum dan aspek fisik KTI. 4. Mampu menunjukkan langkah-langkah menyusun Karya Tulis Ilmiah. 5. Menjelaskan etika dalam pembuatan KTI. 6. Mampu mengenali gaya penulisan dalam KTI. E. Materi Pokok 1. Karya Ilmiah. 2. Jenis dan Bentuk KTI. 3. Aspek Fisik dan Etika KTI. 3 BAB II KARYA ILMIAH A. APA ITU KARYA ILMIAH? Ilmu pengetahuan dengan berbagai perkembangannya tidak diragukan lagi telah memberikan kontribusi yang sangat besar pada perkembangan kehidupan manusia dengan berbagai permasalahannya. Pengetahuan diciptakan melalui proses berpikir dalam rangka menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran pengetahuan tersebut. Pengetahuan tersebut diciptakan untuk menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol atau mengendalikan suatu kondisi tertentu. Kegiatan penciptaan tersebut dilakukan secara obyektif, cermat, teliti dan sistematik atau dengan cara kerja ilmiah. Cara kerja ilmiah dengan ciri-ciri tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan aktivitas berpikir berdasarkan berbagai teori yang ada secara mendalam dan komprehensif ataupun melalui kegiatan kajian atau penelitian yang dikelola dengan baik dengan menggunakan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan. Nawawi (2015, hal. 11-12) menyebutkan beberapa syarat untuk dikatakan ilmiah: 1. Adanya obyek atau sesuatu atau kenyataan yang dibicarakan. Obyek ini dibedakan menjadi dua yaitu obyek material dan formal. Obyek material adalah kenyataan atau sesuatu yang didiskusikan, sedangkan obyek formal adalah hal spesifik yang dibahas atau dibicarakan dari obyek material. Sebagai contoh obyek materialnya adalah Manajemen Sumber Daya Manusia sedangkan obyek formalnya adalah Kebutuhan Pengembangan Kompetensi. Obyek ini dapat berupa fenomena, kebutuhan ilmu baru, kebutuhan menyelesaikan masalah, memperbaiki ilmu yang ada atau pun mengkombinasikan berbagai ilmu. 2. Penggunaan metode untuk mencapai kebenaran obyektif dari hal yang didiskusikan. Untuk dapat dikatakan sebagai sebuah karya ilmiah dibutuhkan sebuah metode yang mampu menyajikan data empiris (dapat diukur) tentang obyek yang diteliti berdasarkan alasan-alasan 4 prinsip yang sangat spesifik. Metode atau cara ini harus dirancang dan digunakan secara tepat dan benar sehingga meningkatkan obyektivitas obyek yang dianalisis serta dapat dihindari pemecahan atau cara berpikir yang spekulatif dan bersifat trial and error. 3. Sistematik atau sebuah pendekatan yang komprehensif dan merupakan kebulatan yang sistematik. 4. Kebenaran yang ditawarkan bersifat universal atau berlaku pada populasi tertentu. PERBEDAAN ILMIAH DAN NON-ILMIAH ILMIAH NON-ILMIAH 1. Perumusan permasalahan 1. Pseudo Scrence berfokus pada fenomena (anakronistik, dekat dengan kehidupan non superstitious. misteri, mitos). 2. Tergantung Ketersediaan 2. Pembuktian melalui data empiris. retorika. 3. Kebenaran diperoleh melalui 3. Sebagai pengetahuan lebih proses pengumpulan, menonjolkan fakta analisis, dan interpertasi kehidupan, konsep dan data. prinsip. 4. Fokus pada kebenaran ilmiah dengan ciri terdapat struktur logika dan terbuka terhadap pengujian kebenaran. Diolah dari LAN, 2005 B. METODE ILMIAH Sebuah karya ilmiah berbeda dengan karya lain (non ilmiah) dilihat dari metode penemuannya. Kita mengenal beberapa cara penemuan seperti penemuan secara kebetulan, trial and error, otoritas/kewibawaan/ spekulatif serta perpikir kritis dan rasional serta penemuan melalui penelitian ilmiah (Nawawi, 2015, hal. 17). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa kebenaran ilmiah diperoleh melalui serangkaian kegiatan berpikir yang rasional, kritis dan logis. Dua cara penemuan yang terakhir yang dapat 5 dikategorikan sebagai sebuah penemuan dengan cara yang ilmiah karena dalam proses penemuannya dilakukan dengan menggunakan metode keilmuan yang sistemik, terencana dan terarah. ‘Menyusun Karya Ilmiah mensyaratkan digunakannya metode yang terdiri dari tahap-tahap sistematis logis berdasarkan struktur logika dalam mengajar gagasan melalui kerangka berpikir baik konsepsi maupun prosedur’ (LAN, 2005). Metode yang berupa tahapan kegiatan dalam proses ilmiah mengindikasikan bahwa semua gagasan atau ide diperlakukan secara istimewa dan terstuktur untuk menghasilkan sebuah solusi, temuan baru, atau pun alternatif baru. ‘Method a (systemic?) series of steps taken to complete a certain task or to reach a certain objective’ (Camarinha-Matos, downloaded 2016). Meskipun terdapat berbagai alasan seseorang menulis KTI (akuntabilitas, etika, pengakuan, popularitas, penganggaran dan lain-lain), namun 2 esensi utama pembuatan KTI adalah: - menginformasikan isu atau substansi yang penting/krusial kepada orang lain (misalnya pengambil keputusan, rekan kerja, ahli lain). Lebih lanjut dari menginformasikan adalah mempersuasi atau membujuk orang lain agar tertarik dan ‘membeli’ ide yang kita tawarkan. - mendokumentasikan pendekatan (metodologi) tertentu yang digunakan untuk menginvestigasi isu atau substansi tertentu. DUA INFORMASI DALAM KTI - Temuan (substansi), ide/solusi/strategi. - Proses dalam menghasilkan temuan (substansi), ide/solusi/strategi. Apa yang telah dilakukan untuk menghasilkan sebuah analisis atau ‘temuan’? Langkah-langkah apa yang telah dilakukan untuk meyakinkan hasil/temuan? Adalah beberapa pertanyaan yang harus diinformasikan dalam KTI. Terdapat serangkaian langkah baku yang harus dilalui dalam 6 mencari sebuah temuan dalam sebuah metode ilmiah. Langkah baku ini dilakukan untuk meminimalisir bias atau pengaruh atau preferensi penulis/peneliti/analis dalam proses mendapatkan sebuah temuan. Meskipun terdapat metode baku atau standar dalam metode ilmiah, namun pada praktiknya tidak ada universal formal ‘scientific method’, terdapat bermacam variasi atas langkah baku yang disesuaikan dengan kebutuhan penulis/peneliti atau pun analis. Bentuk dasar atau yang sering disebut sebagai bentuk klasik metode ilmiah dapat digambarkan sebagai berikut: Masalah, Kebutuhan atau Pertanyaan Background research (penelitian pendahuluan) Menyusun Hipotesa Mendisain eksperimen untuk pengetesan hipotesa Melakukan eksperimen Analisis Hasil Penyusunan Kesimpulan Pelaporan Hasil dan Publikasi Temuan Diolah dari berbagai sumber 7 Masalah, Kebutuhan atau Pertanyaan. Perubahan lingkungan, gaya hidup, permasalahan adalah beberapa hal yang mendasari munculnya kebutuhan untuk melakukan kegiatan ilmiah atau obyek dalam berpikir ilmiah. Misalnya permasalahan terkait dengan pemanfaatan hasil pelatihan, apakah biaya yang dikeluarkan memberikan hasil yang memuaskan atau dapat memenuhi kebutuhan organisasi? Siapa yang merasakan manfaat dari pelatihan? Pertanyaan-pertanyaan ini akan mendorong munculnya sebuah kebutuhan untuk menganalisis atau meneliti/mengkaji mengapa terjadi dan apa penyebabnya. Apa obyek formal dan material dari permasalahan yang dipilih? Bagaimana mengidentifkasi masalah? Data-data apa yang mendukung bahwa masalah tersebut ada dan penting/kritis? Pertanyaan- pertanyaan tersebut menjadi panduan dalam menetapkan atau menentukan masalah. Basis bukti (evidence-based) sebagai tuntutan utama dalam sebuah proses ilmiah harus menjadi acuan utama. Identifikasi atau penetapan masalah harus disertai dan diperkuat dengan berbagai bukti yang valid dan relevan. Mengidentifikasi dan memahami masalah merupakan tahapan krusial karena kita tidak mau terjebak pada situasi menyelesaikan masalah yang salah dan menghabiskan sumber daya yang besar pada masalah yang salah/memecahkan masalah yang salah. Kita ingin memecahkan masalah secara tepat baik dari sisi akurasi akar permasalahan maupun akurasi solusi yang ditawarkan. Masalah seringkali berada pada situasi yang tidak jelas, tumpang tindih, tidak tertruktur dengan baik sehingga dibutuhkan sebuah pre analisis yang membutuhkan berbagai informasi yang dibutuhkan. Proses klarifikasi, identifikasi dan mendefisian dan penetapan batas masalah inilah yang menjadi cakupan dalam penelitian pendahuluan ini. Hasil akhir dari proses ini adalah penetapan masalah serta tujuan penelitian/kajian/analisis. 8 Hasil akhir dalam tahap ini adalah menetapkan masalah yang akan dilakukan penelitian/kajian atau analisis. Background research, Telaahan Konseptual Tahapan ini merupakan tahapan yang penting dan krusial karena dilakukan pembahasan yang mendalam terhadap masalah yang dipilih berdasar berbagai teori yang relevan. Telaahan ini sangat penting untuk membantu memahami berbagai teori yang terkait dengan isu, kasus, masalah atau eksperimentasi kita. Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah melakukan pencarian, pengkategorian dan penganalisisan atas berbagai konsep, informasi, makalah baik yang dipublikasikan secara terbuka atau pun tidak. Tahapan ini juga digunakan untuk mempelajari, mengetahui dan menghargai karya orang lain yang sejenis sehingga memperkaya obyek yang menjadi pembahasan. Kegiatan yang juga dilakukan pada tahapan ini adalah menyusun (merangkai) dan juga menetapkan kerangka teori sebagai titik tolak pemikiran, melalui kegiatan penelaahan atau studi kepustakaan. Teori ini digunakan untuk merumuskan konsep yang merupakan gambaran umum kemungkinan pemecahan masalah. Menyusun Hipotesa Konsepsi kemungkinan pemecahan masalah berakhir pada kegiatan perumusan hipotesis sebagai dugaan pemecahan yang bersifat sementara berdasarkan kerangka konsep, yang juga merupakan kesimpulan umum yang akan dirumuskan dalam hasil penelitian/kajian/analisis. Hipotesis dirumuskan sebagai jawaban atau kesimpulan sementara dari masalah yang dihadapi dan masih harus diuji kebenaran atau ketidakbenarannya. Mendisain Eksperimen untuk Pengetesan Hipotesa Memilih dan menetapkan metode atau cara kerja, lengkap dengan teknik dan alat pengumpul datanya, termasuk juga menentukan sumber data (populasi 9 dan sample). Penentuan waktu, bagaimana data dan informasi akan diolah juga menjadi bagian penting dalam kegiatan ini. Melakukan Eksperimen dan Menguji Hipotesa (Analisis Hasil dan Penyusunan Kesimpulan) Berdasarkan disain eksperimentasi, kita melakukan eksperimentasi yang berupa kegiatan pencarian data dan informasi yang sesuai dengan substansi yang sudah dikembangkan pada saat background research maupun untuk mengetes hipotesa yang sudah disusun. Data dan informasi yang sudah dikumpulan diklasifikasilan atau dikategorikan untuk dilakukan pengolahan atau analisis dengan metode yang sudah disusun pada saat perancangan. Tujuan utama kegiatan analisis ini adalah menguji hipotesa yang sudah kita susun untuk memerumuskan kesimpulan sebagai hasil penelitian. Pelaporan Hasil dan Publikasi Temuan Langkah terakhir dari kegiatan ilmiah adalah mengkomunikasi hasil temuan kepada pihak lain dalam bentuk laporan hasil penelitian dan juga publikasi. Bagaimana bentuk laporan, didistribusikan kepada siapa? Selain bentuk laporan, jenis publikasi apa yang akan dilakukan? Penyusunan KTI termasuk dalam tahapan ini. C. KOMUNIKASI TERTULIS KARYA ILMIAH (KARYA TULIS ILMIAH). Komunikasi secara sederhana dapat digambarkan sebagai sebuah proses memindahkan informasi dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu orang ke orang lain. Proses komunikasi ini dapat dibedakan berdasarkan cara penyampaiannya yaitu: 1. Komunikasi verbal atau lisan. Cara berkomunikasi yang termasuk dalam kelompok ini dilakukan secara tatap muka, melalui telepon, radio, televisi atau pun media lain yang saat ini berkembang dengan pesatnya. 10 2. Komunikasi non-verbal atau komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan berbagai ‘tanda’ atau ‘isyarat’ tidak langsung seperti bahasa tubuh, gerakan, bahkan cara berpakaian atau pun melibatkan indera penciuman (aroma/scent). 3. Komunikasi tertulis yaitu penyampaian informasi yang dilakukan melalui media tulisan dalam bentuk surat, e-mail, buku, majalah, internet atau media tertulis lainnya. Saat ini juga terdapat perkembangan cara berkomunikasi yaitu dengan cara visualisasi dalam bentuk grafik, tabel, peta, logo atu pun bentuk visualisasi lainya yang digunakan untuk mengkomunikasikan suatu produk atau informasi tertentu. Proses terbentuknya Ilmu pengetahuan tidak terlepas dari peran komunikasi ini, setiap temuan akan mendapatkan legitimasinya ketika berhasil diakui oleh orang lain sebagai sebuah kebenaran dan memiliki manfaat. Sebuah hasil penelitian, observasi, atau pun analisis yang termasuk dalam kategori ilmiah sebagaimana disebutkan di atas, tidak akan berarti jika kita tidak mampu mengkomunikasikannya. KARYA TULIS ILMIAH Karya tulis ilmiah adalah sebuah karya tertulis dengan struktur yang spesifik yang digunakan untuk menginformasikan suatu isu atau substansi tertentu berdasarkan hasil kajian/penelitian/penganalisisan dengan menggunakan metode tertentu untuk pertanggungjawaban kebenarannya/ keilmiahannya. Salah satu bentuk komunikasi ilmiah dilakukan secara tertulis (baik cetak atau pun non cetak) atau biasa kita kenal sebagai Karya Tulis Ilmiah (KTI). Sehingga bisa dikatakan bahwa KTI adalah sebuah metode komunikasi ilmiah secara tertulis (cetak atau non cetak) atas berbagai hasil penelitian dan analisis dengan struktur penulisan yang spesifik untuk mengungkapkan 11 kebenaran ilmiah. LAN (2005) menyebutkan bahwa hakekat karya ilmiah adalah ‘Pengungkapan kebenaran termasuk cara-cara (metodologi) penemuan kebenaran tersebut beserta semua keterbatasan yang dialami penyusun/peneliti baik dalam cara penemuan maupun pengungkapan kebenaran sendiri’. Pengungkapan kebenaran dan juga cara penemuan dalam karya ilmiah, seringkali menjadi beban tersendiri dalam penulisannya sehingga karya ilmiah seringkali ‘berat’ atau ‘sulit’ untuk dibaca. Bahkan seringkali kita mendengar bahwa sebuah Karya Ilmiah sudah ‘berat’ dari saat dibuat atau dilahirkan sehingga kerumitan dalam penuangannya menjadi ciri khas untuk disebut ilmiah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam penulisan ilmiah untuk menjadikan karya ilmiah sebagai referensi, acuan, informasi atau pun di sharing kan dan populer. Kondisi tersebut juga mengindikasikan bahwa gaya (style) dan format menjadi penting dalam penulisan KTI. Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa kompleksitas penyusunan maupun pemikiran yang menjadi kegiatan dalam penciptaan karya ilmiah (konsep, data dan analisis) dituntut untuk dapat dikomunikasikan dengan baik dengan bahasa yang mampu dipahami siapa pun yang membaca, termasuk dalam komunikasi tertulis. Ketika kita membicarakan mengenai kemanfaatan sebuh karya ilmiah, pada dasarnya kita tidak sekedar mempresentasikan informasi dan hasil pemikiran, tapi juga menyangkut bagaimana kita mengkomunikasikannya. Tuntutan dalam pembuatan KTI adalah membuat sebuah karya yang jelas dan mudah dipahami (dikomunikasikan) tanpa mereduksi isu-isu ilmiah yang ditawarkan. Pembaca mengaharapkan mendapat sesuatu yang dapat dipahami dan dimanfaatkan dari sebuah KTI sehingga penulis sebuah KTI harus memahami dan menuangkan secara jelas apa yang diharapkan pembaca. D. TUJUAN DAN MANFAAT KTI. 12 Salah satu esensi pembuatan KTI adalah menginformasikan kebenaran ilmiah sehingga orang tertarik dan memanfatkan temuan kita. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan dari pembuatan KTI adalah untuk menginformasikan dan mempersuasi (membujuk). 1. Dalam hal menginformasikan, penulisan KTI harus mampu menjelaskan obyek kajian yang ditulisnya secara mendalam dan jelas dan serta menggambarkan sepenuhnya proses dan hasil kajiannya. 2. Dalam hal mempersuasi, penulisan KTI harus mampu menarik minta pembaca untuk memperoleh dukungan. Sedangkan dari sisi manfaat dapat kita bedakan menjadi 2 yaitu: 1. Manfaat praktis terkait dengan penggunaan KTI untuk dapat diterapkan atau berkontribusi pada penyelesaian masalah, membuat keputusan, memperbaiki program atau memperbaiki proses yang ada dan lain sebagainya. 2. Manfaat bagi pengembangan pengetahuan atau teoritis (akademis). Manfaat ini berkaitan dengan kontribusi KTI dalam memahami atau memperdalam konsep suatu disiplin ilmu. 13 BAB III JENIS DAN BENTUK KARYA TULIS ILMIAH A. JENIS KARYA TULIS ILMIAH. Dua tantangan dalam penulisan KTI sebagai media komunikasi adalah menarik/mudah dipahami serta valid isi informasinya (obyektif dan ilmiah). Dalam konteks ini kita mengenal berbagai jenis KTI yang dibedakan berdasarkan kedalamam pembahasan obyek yang dianalis, metode dalam menemukan kebenaran, pembaca maupun media penyampaian. Karya ilmiah muncul pertama kali dikalangan akademisi, sehingga kita mengenal bentuk awal KTI perguruan tinggi yang dibedakan menjadi (Arifin, 2003): 1. Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris- objektif. makalah menyajikan masalah dengan melalui proses berpikir deduktif atau induktif. 2. Kertas kerja seperti halnya makalah, adalah juga karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris- objektif. Analisis dalam kertas kerja lebih mendalam daripada analisis dalam makalah. 3. Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik bedasarkan penelitian langsung (obsevasi lapangan, atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupa temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu aspek atau lebih di bidang spesialisasinya. 4. Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri. 14 5. Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri, yang berupa temuan orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan penguji, penulisnya berhak menyandang gelar doktor (S3). Secara spesifik perbedaan karakteristik atas berbagai jenis KTI di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini. TABEL 1 JENIS DAN KARAKTER KTI JENIS KTI KARAKTERSTIK Makalah Analisis kritis (sintesa) atas suatu masalah atau topik tertentu, data lapangan (empiris-objektif), deduktif atau induktif. Kertas Kerja Perbedaan makalah dan kertas kerja terletak pada kedalaman analisis (sintesa) dari masalah (atau topik). Analisis yang dilakukan dapat memasukkan review original berdasarkan pengetahuan, pengalaman atau data-data lain. Skripsi Ciri khas skripsi adalah aktivitas penelitian langsung (dengan metode tertentu) yang dilakukan penulis, 15 temuan yang disajikan adalah validasi atas hasil temuan orang lain. Tesis Berbeda dengan skripsi, temuan dalam tesis adalah temuan atau pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri. Disertasi Dalil temuan penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci), orisinal menjadi ciri temuan dalam disertasi. Bentuk awal KTI ini dalam perkembangannya memunculkan banyak ragam bentuk karya tulis ilmiah, namun dalam modul ini jenis KTI akan dibedakan berdasarkan Peraturan Kepala LAN No. 26/2015 tentang Pedoman Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Widyaiswara sebagai acuan Widyaiswara dalam membuat KTI. Dalam Peraturan ini bentuk atau hasil akhir KTI dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu berupa buku dan non buku. Ilustrasi jenis KTI Widyaiswara dapat digambarkan sebagai berikut: BUKU JURNAL ILMIAH NON BUKU KTI (Artikel atau MAJALAH ILMIAH Makalah) MAKALAH BUKU (Dalam Pertemuan PROCEEDING Ilmiah) 16 B. KTI BERBENTUK BUKU Buku yang dimaksud sebagai karya tulis ilmiah widyaiswara adalah buku yang substansinya menguraikan suatu topik atau bidang keilmuan yang relevan dengan tugas dan pengembangan spesialisasi Widyaiswara. WI dapat membuat buku dengan obyek material pelatihan atau pun kepakaran/spesifikasi Widyaiswara yang bersangkutan. Hal ini sangat penting dipahami karena yang diharapkan dari keberadaan KTI adalah kemanfaatan dari pengetahuan atau ‘temuan’ yang dihasilkan oleh Widyaiswara dalam menjalankan tugasnya. Pada awalnya buku berupa kumpulan kertas (atau bahan lain) yang dijilid menjadi satu kesatuan (bentuk cetak), namun seiring dengan perkembangan bentuk buku tidak lagi harus dalam bentuk cetak, namun juga dapat berbentuk e-book (buku-e/buku elektronik). E-book ini mengandalkan teknologi komputer (dengan berbagai macamnya) termasuk telepon genggam atau perangkat lunak lainnya. Bentuk buku semakin fleksibel untuk memudahkan akses bagi pembaca menikmati buku tersebut. Selain bentuk, publikasi menjadi bagian yang penting dan tidak terpisahkan ketika kita membuat buku. Bagaiman buku disebarluaskan, didistribusikan atau diakses oleh pembaca? Terdapat dua cara publikasi, pertama, yang kita kenal sebagai cara tradisional dalam publikasi yaitu melalui penerbit. Penulis mengajukan naskah yang sudah ditulis untuk diterbitkan sebuah penerbit (seperti Gramedia Publishers, Elex Media Komputindo, MediaKIta, GagasMedia dan lain sebagainya). Penerbit akan bertanggungjawab terhadap distribusi dan juga pemasaran atas buku yang dipublikasikan, dilain pihak penulis wajib mentaati berbagai peraturan dan kontrak yang disepakti dengan penerbit. Kedua, dengan cara self-published (publikasi sendiri). Self-published memposisikan penulis juga sebagai penerbit. Sebagai penulis dan penerbit, seorang penulis buku harus melakukan promosi dan distribusi atas bukunya dengan usaha sendiri. Keuntungan dari cara ini adalah kebebasan penulis dalam melakukan promosi, distribusi dan pengaturan lain yang tidak terikat pada pihak ketiga. Self-published ini 17 semakin popular dengan pesatnya perkembangan teknologi dan juga maraknya buku elektronik karena menawarkan kemudahan dan keluasan jangkauan bahkan pada beberapa sisi dapat lebih murah. Baik penerbit tradisional (bentuk cetak) atau pun e-book harus menjadi anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia). Khusus untuk e-book harus dapat diunduh melalui toko buku online dengan mencantumkan alamat website-nya. Perkalan No. 26 Tahun 2015 tentang Pedoman Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Widyaiswara juga menyebutkan bahwa KTI dalam bentuk buku memiliki ukuran kertas minimal B dan jumlah halaman paling sedikit 50 (lima puluh) halaman. Apa komponen atau bagian-bagian sebuah karya disebut buku? Meskipun terdapat kebebasan dalam menulis buku namun terdapat kesamaan struktur dasar (bahkan dapat dikatakan terdapat beberapa aturan baku) dalam penulisannya. Secara garis besar anatomi buku terbagi dalam: sampul buku, pendahuluan, isi naskah, dan penutup. Bagian Struktur Dasar Sampul Judul buku, penulis, sampul ini juga buku/cover dilengkapi dengan sampul belakang (back cover), bahkan samping cover yang biasanya memuat judul 1. halaman pancir (lembar pertama setelah cover) 18 Pendahuluan (Front 2. halaman judul (lembar kedua) Matter/ halaman 3. Copyright berisi informasi publikasi seperti pengantar judul, penulis, penerbit, nomor ISBN buku) (International Standard Book Number), Copyright (yang berisi pernyataan copyright dan catatan lain seperti illustrators, staf editor, dan lain-lain), Edisi, tahun publikasi, dedikasi. 4. Daftar Isi (daftar gambar, daftar tabel) 5. Daftar Padanan Kata 6. Halam persembahan (jika ada) dan/atau ucapan terima kasih 7. Pengantar 8. Sambutan Isi Naskah Substansi atau Daging buku berupa bahasan lengkap isi buku sebagai penjabaran dari judul. Isi naskah terdiri atas bab dan Buku sub bab serta pembagian lain yang dimaksudkan untuk 19 mempermudah pembaca dengan memisahkan antara satu bahasan dengan bahasan lainnya. halaman akhir sebuah buku biasanya terdiri atas daftar pustaka, Penutup indeks, glossary dan riwayat hidup penulis. Jika dibutuhkan (end matter) pada penutup juga dapat ditambahkan lampiran. Tidak semua komponen dalam struktur dasar di atas selalu muncul daam sebuah buku terutama halaman persembahan, pedanan kata, ucapan terima kasih, dan sambutan. Pilihan atas komponen dalam buku disesuaikan dengan kebutuhan dan perlu diperhatikan bahwa pengiriman buku untuk diterbitkan dengan komponen yang lengkap akan mempermudah pengolahan dalam penerbitannya. C. KTI BERBENTUK NON BUKU KTI non buku biasanya berbentuk artikel atau makalah (selanjutnya akan disebut makalah untuk menggambarkan baik artikel atau pun makalah). Makalah ini berupa analisis kritis (sintesa) seorang penulis yang mengandung permasalahan yang menuntut pemecahan, adanya prosedur atau metode pemecahan masalah dan adanya kesimpulan pembahasan. Berdasarkan prosedur pemecahan masalah, dapat dibedakan dua jenis makalah yakni makalah deduktif atau makalah yang pemecahan masalahnya didasarkan atas berpikir rasional dan atau melalui telaah kepustakaan, dan makalah induktif atau makalah yang pemecahan masalahnya didasarkan atas berpikir empiris melalui data dan fakta yang diperoleh dari lapangan. 20 Ciri pokok makalah adalah singkat, hanya informasi pokok dan tanpa disertai daftar isi. Outline atau isi sebuah makalah seringkali dipengaruhi oleh ‘tujuan’ pembuatanya, termasuk publikasi/penerbitannya. Makalah atau artikel yang telah dicetak dan diterbitkan dalam suatu media disebut publikasi (publication). Pengertian diterbitkan adalah disebarluaskan atau diumumkan. Dengan demikian tujuan publikasi adalah menyebarluaskan informasi, yang dapat berupa data, ilmu pengetahuan, pesan, pedoman, himbauan atau gagasan yang bermanfaat yang disampaikan kepada masyarakat. Publikasi juga berfungsi sebagai dokumen yang tersimpan dalam perpustakaan, baik dalam bentuk cetakan maupun media elektronik dan apabila diperlukan mudah untuk ditelusuri. Publikasi sendiri terdiri atas 2 bagian menurut lingkupnya yaitu 1) publikasi ilmiah yang bersifat terbatas untuk kalangan tertentu seperti jurnal ilmu pengetahuan, proceeding untuk seminar bulletin, atau majalah ilmu pengetahuan dan sebagainya; 2) publikasi popular, umum, atau awam seperti melalui majalah umum, surat kabar dan lain-lain. Dalam konteks WI, termasuk dalam publikasi ilmiah adalah Jurnal Ilmiah dan Buku Proceeding sedangkan bentuk publikasi popular adalah Majalah Ilmiah. 1. Jurnal Ilmiah Jurnal adalah suatu terbitan berkala yang berisi artikel ilmiah hasil penelitian (pemikiran kritis) dalam bidang ilmu tertentu. Jurnal ini terbit secara berkala dan harus memiliki International Series Serial Number (ISSN), untuk Indonesia angka ini diperoleh dari Pusat Dokumentasi Ilmiah Indonesia-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI). Jurnal ilmiah ini biasanya diterbitkan lembaga/organisasi ilmiah/profesi dan berbadan hukum. Berdasarkan tingkatannya jurnal dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu jurnal tidak terakreditasi dan terakreditasi. Jurnal tidak/belum terakreditasi adalah yang terbit secara berkala namun belum mendapatkan pengakuan dari Lembaga Akreditasi Jurnal (misalny 21 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI dan/atau Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi/DIKTI). Jurnal terakreditasi adalah jurnal yang sudah mendapatkan pengakuan dari ilmuwan bidang tertentu yang direpresentasikan dengan pengakuan Lembaga Akreditasi Jurnal. Jurnal terakreditasi ini di dibedakan menjadi 2 menurut ruang lingkupnya yaitu: - Jurnal Ilmiah terakreditasi Internasional: pengakuan oleh lembaga akreditasi internasional. - Jurnal Ilmiah terakreditasi Nasional: pengakuan oleh lembaga akreditasi nasional dalam hal ini LIPI dan/atau DIKTI. Setiap pengelola jurnal dapat menetapkan prosedur dan persyaratan naskah yang dapat dimuat dalam jurnal bersangkutan. Kerangka isi tulisan dalam jurnal ilmiah disesuaikan dengan persyaratan atau kelaziman dari penerbit yang akan mempublikasikan tulisan tersebut. Bahkan gaya selingkung (gaya penulisan) seringkali juga berbeda sangat tergantung pada gaya atau pola yang ingin dikembangkan dari media atau penerbit yang akan memuat tulisan. 2. Majalah Ilmiah Majalah ilmiah adalah terbitan berkala yang berisi berita, opini atau artikel ilmu pengetahuan yang diperuntukkan bagi pembaca awam, dan diterbitkan oleh suatu lembaga pemerintah/organisasi ilmiah/profesi yang berbadan hukum. Sama halnya dengan jurnal, pengelola majalah ilmiah juga dapat menetapkan prosedur dan persyaratan naskah yang dapat dimuat dalam majalah ilmiah yang bersangkutan. 3. Buku Proceeding Publikasi yang memuat kumpulan makalah atau prasaran yang dikemukakan dalam suatu pertemuan, seperti seminar, simposium, kongres, rapat kerja, atau lokakarya disebut prosiding (proceedings) atau risalah. Biasanya yang menerbitkan adalah panitia 22 penyelenggaran kegiatan. Terkait dengan tingkatan dan lingkup penerbitan ini buku proceeding dibedakan menjadi 3 yaitu tingkat internasional, nasional dan instansi. - Buku Proceeding tingkat internasional diterbitkan dari hasil seminar/konggres yang bertaraf internasional dengan peserta dari berbagai negara. - Buku Proceeding tingkat nasional diterbitkan dari hasil seminar/konggres yang bertaraf nasional dengan peserta dari berbagai instansi pusat dan/atau daerah, publik maupun swasta. - Buku Proceeding tingkat instansi diterbitkan dari hasil seminar/konggres yang diselenggarakan sebuah organisasi dan artikel/makalah berasal dari instansi yang bersangkutan. Umumnya prosiding dimaksudkan untuk mempublikasikan karya tulis sekunder (secondary article). Namun ada pula prosiding yang memuat karya tulis primer (primary article). Karya tulis sekunder adalah karya tulis tinjauan (review article), ulasan, rangkuman, atau bibliografi; sedangkan karya tulis primer berupa temuan baru yang pertama kali diumumkan (Soehardjan, 1997). Lebih lanjut Day (1983) mengatakan bahwa karya tulis/artikel primer harus berisi informasi yang cukup sehingga para pakar dapat mengkaji pengamatan, mengulang percobaan dan mengevaluasi proses intelektual yang dilakukan dalam memproduksi artikel primer tersebut. Kecukupan informasi dalam artikel primer ini antara lain meliputi rincian metodologi penelitian, pembahasan, kesimpulan, abstraksi, dan daftar pustaka. D. MAKALAH DALAM PERTEMUAN ILMIAH KTI non buku yang tidak dipublikasikan adalah sebuah makalah atau tulisan yang disusun dengan tujuan tertentu namun tidak diterbitkan dalam sebuah media. Tujuan tertentu ini biasanya sebagai tulisan (paper) yang digunakan dalam pertemuan ilmiah. Makalah ini disusun sesuai kaidah dalam 23 penulisan sebuah makalah, namun dipergunakan dalam kalangan atau lingkup terbatas misalnya konferensi, kongres, atau seminar. Sesuai dengan cakupan forum ilmiah makalah untuk tujuan ini juga dibedakan menjadi 3 yaitu: - Makalah dalam pertemuan ilmiah tingkat internasional adalah makalah yang disajikan dalam pertemuan ilmiah bertaraf internasional dengan peserta dari berbagai negara. - Makalah dalam pertemuan ilmiah tingkat nasional adalah makalah yang disajikan dalam pertemuan lingkup nasional dengan peserta dari berbagai instansi dan/atau daerah, pemerintah maupun swasta. - Makalah dalam pertemuan ilmiah tingkat instansi adalah makalah yang disajikan dalam pertemuan lingkup instansi dengan peserta dari instansi yang bersangkutan. 24 BAB IV ASPEK FISIK DAN ETIKA KARYA TULIS ILMIAH Penilaian atas KTI dapat dilakukan pada 2 hal baik sisi penampilan atau pun kesahihannya sebagai sebuah karya yang dapat dipertanggungjawabkan. Dari sisi tampilan, bagaimana sebuah KTI diproduksi dan disajikan, sedangkan dari sisi kesahihan apakah meyakinkan dari sisi originalitas dan dapat diterima prosedur ilmiahnya. Bab ini akan menggamparkan 2 aspek lain (selain sisi ilmiah) dari sebuah KTI yaitu aspek fisik dan KTI. A. ASPEK FISIK KTI BAGI WIDYAISWARA Sebagai bentuk komunikasi tertulis, KTI baik secara langsung maupun tidak langsung sangat dipengaruhi oleh cara dan bentuk penyajian kepada pembaca. Seperti disebutkan pada bagian awal dari modul ini bahwa tantangan utama dalam KTI adalah menuangkan dalam bentuk tulisan sebuah hasil karya yang sistematis dalam bahasa yang mudah dan menarik dipahami pembaca. Selain gaya bahasa dan teknik penulisan, aspek fisik atau tampilan juga mempengaruhi minat dan kemudahan pembaca. Aspek fisik adalah berbagai hal yang berhubungan dengan hal-hal material (kasat mata) dalam sebuah karya tulis ilmiah, seperti kertas yang digunakan, jenis dan ukuran huruf, ukuran margin, spasi, dan penomoran halaman. Terdapat perkembangan yang cukup pesat saat ini bahwa aset fisik ini menjadi ruang bagi penerbit untuk menuangkan karya seninya, dan cenderung berbeda-beda antar penerbit satu dengan penerbit lainnya. Perbedaan ini tidak bersifat prinsipil, penulis dapat menyesuaikan aspek fisik ini sesuai dengan peruntukan atau pun sasaran penerbitannya. Aspek fisik KTI untuk WI dalam Peraturan Kepala LAN No. 26/2015 tentang Pedoman Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Widyaiswara sebagai acuan Widyaiswara dalam membuat KTI tidak mengatur aspek fisik naskah 25 KTI yang dicetak dalam bentuk buku dan non buku yang dipublikasikan maupun makalah yang disajikan dalam forum ilmiah. Ukuran kertas untuk KTI yang dipublikasikan disesuaikan dengan peraturan dan ketentuan penerbit atau pun pengaturan makalah oleh panitia semua forum ilmiah/seminar, sehingga penulis tinggal menyesuaikan dengan ketentuan tersebut. B. ETIKA PENULISAN KTI WIDYAISWARA Publikasi melalui KTI menjadikan setiap karya terbuka untuk dibaca, dikritisi, dan diuji secara terbuka oleh berbagai pihak, sehingga faktor etika menjadi sangat penting untuk menjadi akuntabilitas karya seorang penulis. Kaidah- kaidah yang digunakan dalam penulisan KTI yang berlaku bagi Widyaiswara antara lain: 1. Asli. Naskah memiliki keaslian (originality) dan kebaruan (novelty) yang cukup baik. Keaslian mencakup keaslian penulis yaitu substansi tulisan benar-benar ditulis oleh penulis yang tercantum namanya dalam penulis KTI. Dalam ilmu pengetahuan, “penulis bayaran” merupakan hal yang tidak etis dan tidak dapat diterima. Dalam melakukan penyusunan KTI, penulis menjunjung tinggi nilai kejujuran, menghindari upaya plagiasi dan pemalsuan informasi yang dapat mengakibatkan kerugian pada eksistensi penulis asli baik secara profesi maupun materi. Selain originalitas tulisan, keaslian ini dapat dilihat dari teknik penggunaan kutipan/sitasi oleh penulis. Seorang penulis yang tidak ingin terjebak dalam plagiarisme harus mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku dalam KTI di dunia akademik. Termasuk untuk data/informasi/pendapat/metode yang pernah ditulis oleh diri sendiri dan pernah diterbitkan, jika ingin ditulis kembali maka harus menggunakan kaidah sitasi. 26 Kejujuran juga diwujudkan dengan tanggung jawab moral seorang penulis untuk menginformasikan atau menuliskan berbagai hal yang bertolak belakang dengan pandangannya; kelemahan metode yang digunakan, keterbatasan sample jika ada serta kelemahan-kelemahan lain dalam proses ilmiah yang dilakukan. Penulis bertanggung jawab atas keakuratan dan kejujuran suatu kegiatan penulisan. Termasuk dalam hal ini jika proses ilmiah dan KTI dilakuakn secara berkelompok, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab atas informasi/temuan yang disampaikan, baik penulis utama maupun pendamping. Jika diperlukan, secara spesifik dapat dijelaskan kontribusi masing-masing penulis dalam proses menghasilkan KTI. Perlu. Kebenaran yang dicari dari KTI adalah kebenaran ilmiahnya untuk menyelesaikan sebuah masalah atau kontribusinya dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan, bukan alasan lain seperti keharusan memenuhi angka kredit. Pengungkit dari pembuatan KTI adalah kebutuhan dan concern atas sebuah kondisi dan keinginan penulis untuk berkontribusi atau melakukan sesuatu atas curiosity-nya. Keinginan yang tulus ini akan berimbas pada keserusan dan juga kejujuran serta integritas dalam berproses ilmiah. Dan KTI akan sangat berkualitas ketika isi informasinya bermanfaat misalnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan atau menyelesaikan suatu masalah. 2. Ilmiah. Argumen yang dibangun dalam KTI harus memiliki dukungan bukti yang baik. Bukti ini dapat berupa data, informasi, hasil penelitian atau opini tentang informasi tertentu. Bukti pendukung harus relevan, reliabel, dan representatif. 3. Konsisten. Temuan dan rekomendasi yang dihasilkan dalam KTI konsisten dan sama untuk menggambarkan suatu masalah yang sama atau memberikan dampak solusi yang konsisten atas masalah yang diangkat. 27 4. Bermartabat. Seluruh proses penulisan harus dilakukan dengan standar prosedur dan etika terhadap manusia, hewan, maupun lingkungan. 28 DAFTAR PUSTAKA Arifin, E. Zainal, 2003, Dasar-Dasar Penulisan Karangan Ilmiah, Jakarta: Gramedia Day, R.A., 1983, How to Write and Publish a Scientific Paper (2nd Ed.), Philadelphia, USA: ISI Press. LAN (Lembaga Administrasi Negara), 2005, Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta: LAN. Malmfors, B., P. Garnsworrthy and M. Grossman, 2005, Writing and Presenting Scientific Papers (2nd Ed.), UK: Nottingham University Press. Nawawi, H.H., Metode Penelitian Bidang Sosial, Jogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soehardjan, M.. 1997, Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer, Jakarta: Balai Pustaka. 29 PUSAT PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL BIDANG PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEGAWAI ASN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI