Bahan Ajar Bentuk-Bentuk Tindak Pidana 2019 PDF
Document Details
Uploaded by UnequivocalPopArt
Universitas Negeri Semarang
2019
Anis Widyawati, S.H., M.H. & Indung Wijayanto, S.H., M.H.
Tags
Summary
This document is a set of lecture notes on criminal law, specifically covering various types of criminal acts and theories of punishment. It appears to be part of a course offered at Universitas Negeri Semarang in 2019 .
Full Transcript
BAHAN AJAR BENTUK-BENTUK TINDAK PIDANA 2 sks JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019 1 VERIFIKASI BAHAN AJAR Pada hari ini Kamis tanggal 2 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Aja...
BAHAN AJAR BENTUK-BENTUK TINDAK PIDANA 2 sks JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019 1 VERIFIKASI BAHAN AJAR Pada hari ini Kamis tanggal 2 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar Mata Kuliah Beberapa Bentuk Tindak Pidana Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum telah diverifikasi oleh Ketua Jurusan/ Ketua Program Studi Ilmu Hukum Semarang, 2 Agustus 2018 Ketua Jurusan/ Ketua Prodi...... Tim Penulis Anis Widyawati, S.H., M.H. Indung Wijayanto, S.H., M.H. NIP. 197906022008012021 NIP. 198207132008121002 2 PRAKATA Bahan ajar ini disusun untuk memberikan pengetahuan mengenai aliran- aliran dan teori pemidanaan, beberapa bentuk tindak pidana, serta alasan penghapus penuntutan Bahan ajar ini terdiri dari bab. Bab pertama membahas mengenai Pidana dan Pemidanaan. Bab kedua membahas mengenai Percobaan. Bab ketiga menjelaskan mengenai Penyertaan. Bab keempat membahas mengenai Concursus. Bab kelima menjelaskan mengenai Alasan Penghapus Penuntutan. Bab keenam menjelaskan mengenai Recidive. Mahasiswa, melalui buku ini, diharapkan dapat muncul ketertarikan untuk mempelajari hukum pidana, serta mengembangkannya dalam kajian keilmuan yang lebih mendalam. Bahan ajar ini menerima masukan dalam rangka mengembangkan dan menyempurnakan materi yang terdapat dalam bahan ajar ini. Semoga bahan ajar ini dapat memberikan manfaat bagi dosen dan mahasiswa yang mempelajari hukum pidana khusus. Selamat Membaca! Tim Penulis 3 DAFTAR ISI Lembar verifikasi ii Prakata iii Daftar Isi iv Daftar Tabel vi Bab I Pidana dan Pemidanaan 6 Deskripsi Singkat 6 Capaian Pembelajaran Pertemuan 6 A. Aliran-Aliran dalam Hukum Pidana 7 B. Teori Pemidanaan 7 C. Jenis-jenis Pidana 8 D. Rangkuman 8 Pertanyaan 12 Bab II Percobaan 9 Deskripsi Singkat 9 Capaian Pembelajaran Pertemuan 9 A. Pendahuluan 9 B. Dasar Dapat Dipidananya Percobaan 10 C. Unsur-unsur Percobaan 12 D. Percobaan Mampu dan Tidak Mampu E. Mangel Am Tatbestand F. Pemidanaan Terhadap Percobaan G. Rangkuman 13 Pertanyaan 13 Bab III Penyertaan 14 Deskripsi Singkat 14 Capaian Pembelajaran Pertemuan 14 A. Pandangan tentang Sifat Penyertaan 14 B. Pembagian Penyertaan di KUHP Indonesia 15 C. Pembuat/Dader 15 D. Pembantu/Medeplichtige 16 E. Penyertaan dengan Kealpaan F. Rangkuman 17 Pertanyaan 17 Bab IV Concursus 18 Deskripsi Singkat 18 Capaian Pembelajaran Pertemuan 18 A. Jenis Concursus 18 B. Sistem Pemberian Pidana 19 C. Rangkuman 20 Pertanyaan 21 4 Bab V Alasan Hapusnya Kewenangan Menuntut dan 22 Menjalankan Pidana Deskripsi Singkat 22 Capaian Pembelajaran Pertemuan 22 A. Alasan Hapusnya Kewenangan Menuntut 22 B. Alasan Hapusnya Kewenangan Menjalankan Pidana 22 C. Rangkuman 25 Pertanyaan 25 Bab VI Recidive 26 Deskripsi Singkat 26 Capaian Pembelajaran Pertemuan 26 A. Pengertian 26 B. Recidive Menurut KUHP 27 C. Rangkuman 29 Pertanyaan 29 Daftar Pustaka 30 5 BAB I PIDANA DAN PEMIDANAAN Deskripsi Singkat Bab ini membahas tentang Pidana dan Pemidanaan yang meliputi Aliran-Aliran dalam Hukum Pidana, Teori Pemidanaan, serta Jenis-jenis Pidana. Capaian Pembelajaran Pertemuan (Sub-CPMK) 1. Mahasiswa mampu menjelaskan Aliran dan Teori Pemidanaan dalam Hukum Pidana 2. Mahasiswa mampu menjelaskan Teori Pemidanaan 3. Mahasiswa mampu menjelaskan Jenis-jenis Pidana A. ALIRAN DAN TEORI PEMIDANAAN DALAM HUKUM PIDANA Ada tiga aliran-aliran dalam hukum pidana, yaitu: aliran klasik, aliran modern, dan aliran neoklasik. 1. Aliran Klasik Aliran ini merupakan reaksi terhadap ancient regime di Perancis pada abad ke-18 yang menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidaksamaan di hadapan hukum dan ketidakadilan. Aliran ini mengkehendaki hukum pidana disusun secara sistematis dan menitikberatkan kepastian hukum. Berdasarkan pandangan indeterministis mengenai kebebasan berkehendak manusia, aliran klasik meitikberatkan kepada perbuatan. Tidak kepada orang yang melakukan tindak pidana. Hukum pidana yang dikehendaki adalah hukum pidana perbuatan (daadstrafrecht). pada prinsipnya hanya menganut single track system berupa sanksi tunggal, yaitu sanksi pidana. Aliran ini juga bersifat retributif dan represif terhadap tindak pidana karena tema aliran klasik ini, sebagaimana dinyatakan oleh Beccarian adalah doktrin pidana harus sesuai dengan kejahatan.Sebagai konsekuensinya, hukum harus dirumuskan dengan jelas dan tidak memberikan kemungkinan bagi hakim untuk melakukan penafsiran. Aliran ini membatasi kebebasan hakim dalam menetapkan jenis pidana dan ukuran pemidanaan. Hakim hanya merupakan alat undang-undang yang hanya menentukan salah atau 6 tidaknya seseorang dan kemudian menentukan pidana. Undang-undang menjadi kaku dan terstruktur. Dikenal the definite setence yang sangat kaku seperti dalam Code Perancis 1791. Pidana yang ditetapkan UU tidak mengenal sistem peringanan atau pemberatan. Aliran klasik mengakui pidana mati untuk tindak pidana tertentu serta mengakui definisi hukum mengenai kejahatan (Let the punishment fit the crime). Aliran klasik tidak mengakui adanya penelitian empiris dalam menangani suatu perkara karena akim hanyalah merupakan instrumen hukum, dan hanya diijinkan untuk menentukan benar atau salah dan kemudiaan memberikan pidana yang sudah ditentukan oleh pembuat undang-undang. 2. Aliran Neo Klasik Berkembang pada abad ke-19 yang memiliki basis sama dengan aliran klasik, yaitu kepercayaan pada kebebasan kehendak (indeterminisme), namun dengan modifikasi tertentu. Penganut aliran Neoklasik beranggapan bahwa pidana yang dihasilkan oleh aliran klasik terlalu berat dan merusak semangat kemanusiaan. Karakteristik aliran neoklasik adalah sebagai berikut: a. Modifikasi dari doktrin kebebasan kehendak, yang dapat dipengaruhi oleh patologi, ketidakmampuan, penyakit jiwa atau keadan-keadaan lain. b. merumuskan pidana minimum dan maksimum c. Diterima berlakunya keadaan-keadaan yang meringankan (mitigating circumtances) baik fisik, lingkungan maupun mental. d. Modifikasi dari doktrin pertanggungan jawab pidana guna menetapkan peringanaan pidana dengan pertanggungjawaban sebagai, di dalam hal-hal yang khusus, misalnya gila, di bawah umur, dan keadaan-keadaan lain yang dapat mempengaruhi pengetahuaan dan niat seseorang pada waktu terjadinya kejahatan. e. Diperkenankan masuknya kesaksian ahli (expert testimony) untuk menentukan derajat pertanggungjawaban. f. mulai mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku tindak pidana 3. Aliran Modern Ciri-ciri dari pada aliran ini adalah sebagai berikut: 7 a. Rejected legal definition of crimes and substituted natural crime Natural dalam hal ini diartikan sebagai sesuatu yang tidak konvensional, sesuatu yang ada di dalam kehidupan manusia di dalam masyarakat, bebas dari pada keadaan-keadaan dan urgensi-urgensi dari pada masa tertentu atau pandangan-pandangan tertentu dari pembuat undang-undang. Jadi natural crime dalam hal ini mengambarkan perbuatan- perbuatan yang oleh masyarakat beradab diakui sebagai kejahatan. b. Let the punishment fit the criminal Setiap pelaku tindak pidana mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang berbeda-beda sehingga pidana dijatuhkan sesuai kebutuhan pelaku. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya individualisasi pidana c. Doctrine of determinism Doktrin ini menyatakan tingah laku seseorang merupakan hasil interaksi antara kepribadian dan lingkungan hidup seseorang. Bukan pelaku tindak pidana yang menghendaki perbuatan pidana, tetapi situasilah yang mendorongnya demikian. Situasi dalam hal ini mencakup personal dan moral, sedangkan lingkungan hidup tersebut di atas menjadikannya sebagi mata rantai sebab akibat, eksternal dan internal yang menentukan sebagai penjahat. Manusia tidak mempunyai kebebasan kehendak, tetapi dipengaruhi oleh watak dan lingkungannya. d. Abolition of the death penalty e. Empirical research: use of the inductive method Penemuan-penemuan ilmiah, baik ilmu-ilmu alam, sebagai landasan filsafat individualisasi serta pembinaan narapidana secara ilmiah. f. Indeterminate sentence Pidana yang tidak ditentukan secara pasti ini sesuai dengan pandangan Lambroso yang menyatakan bahwa different criminal have different needs. Dalam hal ini keputusan tentang pidana diserahkan kepada Pengadilan. Undang-Undang dalam hal ini hanya menentukan alternatif-alternatif dalam batas-batas minimum dan maksimum yang diperkenankan oleh undang-undang. 8 B. TEORI PEMIDANAAN Secara Umum ada 2 macam teori pemidanaan, yaitu: teori Absolute/Retributive/Pembalasan dan teori Tujuan/Relatif/Utilitarian. Ciri-ciri Teori Absolut/Retributive/Pembalasan: 1. Penjatuhan pidana semata-mata karena orang itu telah melakukan perbuatan pidana 2. Pidana hanya sebagai sarana pembalasan/balas dendam, tidak ada unsur-unsur perbaikan pelaku 3. Berorientasi pada perbuatan 4. Berorientasi ke belakang, tidak mengandung rehabilitasi pelaku 5. Pidana merupakan sarana untuk mencapai keadilan, bukan tujuan 6. Pidana harus sepadan dengan kesalahan pembuat Ciri-ciri teori Tujuan/Relatif/Utilitarian 1. Pidana merupakan sarana perlindungan masyarakat bukan merupakan sarana pembalasan untuk mencapai keadilan 2. Pidana disini untuk perbaikan pelaku 3. Tujuan Pidana adalah pencegahan, jadi pidana merupakan sarana pencegahan 4. Pencegahan bukanlah tujuan akhir tetapi sarana untuk mencapai tujuan masyarakat 5. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana 6. Pidana merupakan suatu hal yang melihat ke depan C. JENIS-JENIS PIDANA Stelsel/sistem pidana terdiri dari Strafsoort (jenis-jenis pidana), Strafmaat (berat/ringannya pidana), dan Strafmodus (cara pelaksanaan pidana). Jenis pidana dalam KUHP dibagi 2 ialah pidana pokok dan pidana tambahan. Dalam Pasal 10 KUHP disebutkan pidana pokok terdiri dari pidana mati, penjara, kurungan, denda, dan tutupan (UU No. 20 Tahun 1946). Pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. 9 Perbedaan Pidana Pokok dan Pidana Tambahan Dalam KUHP sebagai berikut: Pidana Pokok Pidana Tambahan 1. Harus dijatuhkan jika terdakwa terbukti 1. Bersifat fakultatif, kecuali pasal tertentu, bersalah (bersifat imperatif) misal Ps. 250 bis 2. Mandiri 2. acessoir Pidana Mati Pidana mati berdasarkan Pasal 11 KUHP dilaksanakan dengan cara digantung oleh tim algojo. Kemudian berdasarkan Penpres No. 2 Tahun 1964, Lembaran Negara 1964 No. 38 yang kemudian menjadi UU No. 5 Tahun 1969, pidana mati dilaksanakan dengan cara ditembak mati oleh tim brimob dengan dihadiri jaksa sebagai eksekutor. Pidana Penjara Pidana penjara dalam KUHP dibagi 2 ialah pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu. Pidana penjara seumur hidup berarti terpidana berada di dalam penjara sampai dia meninggal. Maksimal umum untuk pidana penjara selama waktu tertentu adalah 15 tahun, namun dapat dijatuhkan pidana penjara 20 tahun dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal Batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan pasal 52. Pidana penjara selama waktu tertentu tidak boleh melebihi 20 tahun. Maksimal khusus pidana penjara selama waktu tertentu tergantung pada tindak pidana yang dilanggar. Minimal umum Pidana penjara selama waktu tertentu adalah satu hari. Minimal khusus Pidana penjara selama waktu tertentu tidak diatur dalam KUHP, namun ada dalam undang-undang di luar KUHP. Pidana bersyarat merupakan strafmodus (cara pelaksanaan pidana) untuk pidana penjara. Pidana percobaan lebih dikenal dengan pidana bersyarat. Pidana bersyarat menurut Muladi adalah suatu pidana, dalam mana si terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut, kecuali bila selama masa percobaan terpidana melanggar syarat- syarat umum atau khusus yang telah ditentukan oleh pengadilan yang mengadili perkara tersebut 10 berwenang untuk mengadakan perubahan syarat-syarat yang telah ditentukan atau memerintahkan agar pidana dijalani bilamana terpidana melanggar syarat. Sedangkan menurut Adami Chazawi, pidana bersyarat adalah suatu sistem/model penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat-syarat tertentu. Artinya, pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat yang ditentukan tidak dilanggarnya dan pidana dapat dijalankan apabila syarat-syarat yg ditetapkan itu tidak ditaatinya atau dilanggarnya. Pidana bersyarat hanya dapat dijatuhkan bilamana memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. dalam putusan yang menjatuhkan pidana penjara, asal lamanya tidak lebih dari 1 tahun. 2. dapat dijatuhkan sehubungan dengan pidana kurungan, dengan ketentuan tak termasuk pidana kurungan pengganti denda 3. menyangkut pidana denda, pidana bersyarat dapat dijatuhkan, dengan batasan bahwa hakim harus yakin pembayaran denda betul-betul akan dirasakan berat oleh si terdakwa Masa percobaan pidana bersyarat: 1. untuk Pasal 492, 504, 505, 506 dan 536 paling lama 3 tahun 2. bagi pelanggaran lainnya paling lama 2 tahun Syarat umum untuk pidana bersyarat adalah tidak akan melakukan tindak pidana. Syarat khusus untuk pidana bersyarat adalah sebagai berikut: 1. Hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari masa percobaannya harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidananya. 2. Apabila dijatuhkan pidana penjara lebih dari 3 bulan atau kurungan, atas salah satu pelanggaran Pasal 492, 504, 505, 506 dan 536,. maka boleh ditetapkan syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana. 3. Syarat khusus tidak boleh mengurangi kemerdekaan agama atau kemerdekaan politik terpidana. Pelepasan bersyarat juga merupakan strafmodus (cara pelaksanaan pidana) untuk pidana penjara. Terpidana yang telah menjalani 2/3 dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, yang sekurang-kurangnya harus 9 bulan, dapat diberikan pelepasan bersyarat. 11 Masa percobaan pelepasan bersyarat, yaitu sisa waktu pidana yg belum dijalani ditambah 1 tahun. Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum, yaitu tidak akan melakukan tindak pidana/perbuatan lain yang tidak baik. Selain itu, juga boleh diberikan syarat khusus mengenai kelakukan terpidana asal tidak mengurangi kemerdekaan agama dan politiknya. Pidana Kurungan Pidana kurungan paling sedikit adalah 1 hari dan paling lama 1 tahun. Jika ada pemberatan pidana, yaitu perbarengan atau pengulangan, atau Pasal 52 dan Pasal 52a KUHP, kurungan dapat bertambah maksimal 1 tahun 4 bulan. Perbedaan penjara dan kurungan adalah sebagai berikut: PENJARA KURUNGAN 1. Lamanya pidana maksimal 20 tahun (jika 1. Maksimal 1 tahun 4 bulan (jika ada ada pemberatan pidana) pemberatan pidana) 2. Tidak punya hak pistole 2. Punya hak pistole 3. Diserahi pekerjaan yang lebih berat 3. Diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada kurungan daripada penjara 4. Terpidana dapat dipindah-pindahkan dari 4. Kurungan harus dijalani di dalam daerah satu Lapas ke Lapas lainnya dimana terpidana berdiam (tempat kediaman) Pidana Denda Berdasar Perpu No. 18 Tahun 1960 jumlah pidana denda diubah sebagai berikut: “harus dibaca dalam mata uang rupiah dan dilipatgandakan 15 kali”. Denda paling sedikit adalah Rp 3,75. Jika denda tidak dibayar, lalu diganti kurungan pengganti denda. Kurungan pengganti denda paling sedikit adalah 1 hari dan paling lama 6 bulan. Jika dendanya Rp 7,50) atau kurang, dihitung 1 hari, jika lebih dari Rp 7,50, tiap-tiap Rp 7,50 dihitung paling banyak 1 hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup 750 sen (Rp 7,50). Jika ada pemberatan, maka kurungan pengganti paling lama dapat menjadi 8 bulan. 12 Pidana Tutupan Pidana tutupan diberikan kepada orang yang melakukan tindak pidana karena alasan atau tujuan yang patut dihormati. Ketentuan ini tidak berlaku, jika cara melakukan atau akibat dari perbuatan tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih tepat untuk dijatuhi pidana penjara. D. RANGKUMAN Terdapat dua teori pemidanaan, yaitu teori pembalasan/retributif dan teori tujuan/utilitarian. Aliran dalam hukum pidana dibagi menjadi tiga ialah aliran klasik, aliran neoklasik, dan aliran modern. Jenis pidana dibagi dua adalah pidana pokok dan pidana tambahan. Pertanyaan/Diskusi 1. Sebutkan 4 ciri teori pembalasan ? 2. Sebutkan 5 ciri aliran modern ? 3. Apakah yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup ? 4. Sebutkan 3 perbedaan pidana penjara dan kurungan ! 13 BAB II PERCOBAAN (POGING/ATTEMPT) Deskripsi Singkat Bab ini membahas mengenai tindak pidana percobaan. Pembahasannya meliputi teori-teori yang melandasi dapat dipidananya percobaan, unsur-unsur percobaan, serta percobaan mampu dan tidak mampu. Capaian Pembelajaran Pertemuan (Sub-CPMK) 1. Mahasiswa mampu menjelaskan teori-teori yang melandasi dapat dipidananya percobaan 2. Mahasiswa mampu menjelaskan unsur-unsur percobaan 3. Mahasiswa mampu menjelaskan percobaan mampu dan tidak mampu A. PENDAHULUAN KUHP tidak memuat pengertiannya hanya memberi batasan kapan ada percobaan. Percobaan diatur dalam Pasal 53 dan 54 KUHP. Syarat atau unsur percobaan adalah a) ada niat, b) ada permulaan pelaksanaan, c) tidak selesainya perbuatan bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Menurut sistem KUHP, tidak semua percobaan terhadap tindak pidana dapat dipidana: 1. yang dapat dipidana hanya percobaan terhadap tindak pidana kejahatan, untuk percobaan pelanggaran tidak dipidana. 2. Namun, tidak semua percobaan terhadap kejahatan dipidana, misal: a. percobaan perkelahian tanding (Pasal 184 ayat 5 KUHP) b. percobaan penganiayaan ringan terhadap hewan c. percobaan penganiayaan biasa (Pasal 351 ayat 5 KUHP) d. percobaan penganiayaan ringan (Pasal 352 ayat 2 KUHP) Ada 2 pandangan apakah percobaan merupakan delik sempurna atau tidak sempurna, yaitu: 1. Percobaan sebagai Strafausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya orang) a. Orang melakukan percobaan tindak pidana meski tidak memenuhi unsur delik tetap dapat dipidana jika rumusan Pasal 53 terpenuhi 14 b. Percobaan sebagai delik tidak sempurna 2. Percobaan sebagai Tatbestandausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan) a. percobaan merupakan delik sempurna b. Alasan Moeljatno memasukkan percobaan sebagai delik sempurna: 1) orang dapat dipidana karena melakukan suatu delik 2) sifat berbahayanya perbuatan bagi keselamatan masyarakat 3) hukum adat mengenal percobaan sebagai delik sempurna bukan sebagai delik tidak sempurna 4) di KUHP ada perbuatan yang dipandang sebagai delik yang berdiri sendiri dan merupakan delik selesai walaupun pelaksanaan perbuatan belum selesai, contoh: delik makar. B. DASAR DAPAT DIPIDANANYA PERCOBAAN Ada 3 teori dasar dapat dipidananya percobaan 1. Teori subjektif Dasar patut dipidananya prcobaan karena sikap batin atau watak berbahaya dari pmbuat 2. Teori objektif Dasar patut dipidananya percobaan karena sifat berbahayanya perbuatan yang dilakukan Teori objektif dibagi 2, yaitu: a. objektif formil: menitikberatkan sifat berbahayanya perbuatan terhadap tata hukum b. objektif materiil: menitikberatkan sifat berbahayanya perbuatan terhadap benda /kepentingan hukum 3. Teori Campuran Dasar patut dipidananya percobaan dari 2 segi: a. sikap batin pembuat yang berbahaya, b. sifat berbahayanya perbuatan Menurut Moeljatno, Pasal 53 KUHP mengandung unsur subjektif dan unsur objektif, yaitu adanya unsur niat dan unsur permulaan pelaksanaan 15 C. UNSUR-UNSUR PERCOBAAN Pasal 53 ayat (1) KUHP menyatakan “Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Dari pengaturan Pasal tersebut, ada tiga unsur-unsur percobaan, yaitu: 1) ada niat, 2) ada permulaan pelaksanaan, 3) tidak selesainya perbuatan bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Unsur Niat Sebagian besar sarjana berpendapat unsur niat sama dengan sengaja dalam segala coraknya. Vos tidak setuju dengan pendapat di atas. Menurut Vos, niat sama dengan kesengajaan dengan maksud. Sedangkan, Moeljatno berpendapat niat jangan disamakan dengan kesengajaan, namun niat dapat berubah jadi kesengajaan apabila sudah ditunaikan menjadi perbuatan yang dituju, dalam hal semua perbuatan yang diperlukan untuk kejahatan telah dilakukan tapi akibat yang dilarang tidak timbul. Kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan maka niat masih ada dan merupakan sikap batin yang memberi arah kepada perbuatan, yaitu subjective onrechtselement. Permulaan Pelaksanaan Ada 2 teori tentang kapan dikatakan ada permulaan pelaksanaan: 1. Teori subjektif Ada permulaan pelaksanaan apabila dari perbuatan yang telah dilakukan telah ternyata adanya kepastian niat untuk melakukan kejahatan. Penganut : Van Hamel 2. Teori Objektif Materiil Teori ini dibagi 2: a. Pada delik formil Perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai perbuatan yang disebut dalam rumusan delik b. Pada delik materiil 16 Perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai /dilakukan perbuatan yang menurut sifatnya langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang oleh UU tanpa memerlukan perbuatan lain c. Moeljatno, perbuatan pelaksanaan harus memenuhi 3 syarat: 1) Secara objektif, apa yang telah dilakukan terdakwa harus mendekatkan kepada delik yang dituju 2) Secara subjektif, harus tidak ada keraguan lagi bahwa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu ditujukan atau diarahkan pada delik yg tertentu tadi 3) Apa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu bersifat melawan hukum Pelaksanaan Tidak Selesai Bukan karena Kehendak Sendiri Hal ini dapat terjadi karena 3 hal: a. Adanya penghalang fisik b. Akan adanya penghalang fisik c. Keadaan-keadaan khusus pada objek yang menjadi sasaran Tidak selesainya perbuatan karena kehendak sendiri: a. Pengunduran diri secara sukarela (Rucktritt) ialah tidak menyelesaikan perbuatan pelaksanaan yang diperlukan untuk delik yang bersangkutan. b. Tindakan Penyesalan (Tatiger Reue) ialah meskipun perbuatan pelaksanaan sudah selesai tapi dengan sukarela menghalau timbulnya akibat mutlak untuk delik tersebut. D. PERCOBAAN MAMPU DAN TIDAK MAMPU Percobaan tidak mampu adalah perbuatan pelaksanaan telah dilakukan tapi delik yang dituju tidak selesai atau akibat yang dilarang tidak timbul. Percobaan tidak mampu ada 2, yaitu tidak mampu karena objeknya dan tidak mampu karena alatnya. Menurut MvT tidak mungkin ada percobaan pada objek tidak mampu, yang ada hanya percobaan yang tidak mampu pada alatnya saja. Tidak mampu karena alatnya, menurut MvT dibagi 2: 1. Tidak mampu mutlak Bila dengan alat itu tidak pernah mungkin timbul delik selesai 2. Tidak mampu relatif 17 Bila dengan alat itu tidak ditimbulkan delik selesai karena hal tertentu dalam mana si pembuat melakukan perbuatan atau karena keadaan tertentu dalam mana orang yang dituju itu berada. E. MANGEL AM TATBESTAND Dalam hal ini tidak adanya atau tidak lengkapnya / tidak terpenuhinya unsur-unsur delik. Contoh: menggugurkan kandungan orang yang tidak hamil, membunuh orang yang sudah mati. F. PEMIDANAAN TERHADAP PERCOBAAN Yang dapat dipidana hanya percobaan terhadap kejahatan. Maksimum pidana yang dapat dijatuhkan ialah maksimum pidana untuk kejahatan yang bersangkutan dikurangi 1/3. Kalau Tindak Pidana itu diancam pidana mati atau penjara seumur hidup maka maksimum pidananya adalah penjara 15 tahun. Apabila ada pidana tambahan maka maksimum pidananya sama dengan delik selesai. G. RANGKUMAN Percobaan memiliki tiga unsur ialah niat, adanya permulaan pelaksaan, serta tidak selesainya perbuatan bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Menurut MvT tidak mungkin ada percobaan pada objek tidak mampu, yang ada hanya percobaan yang tidak mampu pada alatnya saja. Yang dapat dipidana hanya percobaan terhadap kejahatan. PERTANYAAN/DISKUSI 1. Sebutkan tiga unsur percobaan ? 2. Jelaskan dasar dapat dipidananya percobaan menurut teori subjektif ! 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan percobaan tidak mampu ! 4. Apakah yang dimaksud dengan mangel am tatbestand ? Berikan 2 contohnya ! 18 BAB III PENYERTAAN Deskripsi Singkat Bab ini membahas tentang penyertaan, yang meliputi pandangan tentang sifat penyertaan, pembagian penyertaan di KUHP Indonesia, pembuat/dader, pembantu/medeplichtige, serta penyertaan dengan kealpaan. Capaian Pembelajaran Pertemuan (Sub-CPMK) 1. Mahasiswa mampu menjelaskan pandangan tentang sifat penyertaan. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan pembagian penyertaan di KUHP Indonesia. 3. Mahasiswa mampu menjelaskan pembuat/dader. 4. Mahasiswa mampu menjelaskan pembantu/medeplichtige. 5. Mahasiswa mampu menjelaskan penyertaan dengan kealpaan. A. PANDANGAN TENTANG SIFAT PENYERTAAN Pandangan tentang sifat penyertaan ada 2 ialah: 1. Strafausdehnungsgrund - pnyertaan dipndang sbg prsoalan prtanggungan jawab pidana - pnyertaan bukan suatu delik krna bentuknya tdk smpurna 2. Tatbestandausdehnungsgrund - penyertaan merup. suatu delik - Penyertaan dipandang bntuk khusus dr TP 19 B. PEMBAGIAN PENYERTAAN DI KUHP INDONESIA 1. Dader/Pembuat (Pasal 55 KUHP) a. pelaku (pleger) b. yang menyuruhlakukan (doenpleger) c. yang turut serta (medepleger) d. penganjur (uitloker) 2. Medeplichtige/pembantu (Pasal 56 KUHP) a. pembantu pd saat kejahatan dilakukan b. pembantu sebelum kejahatan dilakukan C. DADER/PEMBUAT Pengertian Dader ada dua pandangan. a. pandangan luas Dader adlh tiap org yg mnimbulkan akibat yg memenuhi rumusan delik, dgn demikian mereka yg disebut dlm pasal 55 adalah pembuat b. pandangan sempit dader adalah org yg melakukan sendiri perbuatan yg sesuai dgn rumusan delik,jdi hnya pembuat materiil, yaitu no. a) Pleger Pengertian Pleger/Pelaku a. Pleger adalah org yg melakukan sendiri perbuatan yg memenuhi rumusan delik b. Menurut Peradilan Indonesia, pembuat dlm arti sempit ialah org yg menurut maksud pembuat UU hrs dipandang yg brtanggung jawab. c. Menurut Pompe, dader dlm arti sempit ialah org yg mempunyai kewajiban utk mengakhiri keadaan terlarang. Doenpleger (org yg menyuruhlakukan) 20 a. Doenpleger: org yg mlakukan prbuatan dgn perantaraan org lain, sdg perantara ini hanya sbg alat. b. Pada Doenpleger ada 2 pihak: 1) pembuat langsung/actor phsicus 2) pembuat tidak langsung/actor intelectualis Unsur-unsur doenpleger: 1. Alat yg dipakai adlh manusia 2. Alat yg dipakai brbuat 3. Alat yg dipakai tdk dpt dipertanggungjawabkan Penyebab alat tidak dapat dipertanggungjawabkan: 1. Tidak sempurna pertumbuhan jiwanya atau rusak jiwanya (Ps. 44 KUHP) 2. Brbuat karena daya paksa (Ps. 48) 3. Melakukan atas perintah jabatan yg tidak sah (Ps. 51 ayat 2) 4. Keliru/sesat mengenai salah satu unsur delik 5. Tidak mempunyai maksud sprti yg diisyaratkan utk kejahatan ybs. Medepleger (org yg turut serta) Menurut MvT, Medepleger adlh org yg turut serta melakukan (medepleger) ialah org yg dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan trjadinya sesuatu. Menurut Pompe, “turut mengerjakan trjadinya suatu TP” itu ada 3 kmungkinan: 1. Mereka memenuhi semua unsur dlm rumusan delik 2. Salah seorang memenuhi semua unsur delik, sdg yg lain tidak 3. Tdk seorangpun memenuhi unsur delik seluruhnya, tpi mereka brsama-sama mewujudkan delik Syarat adanya medepleger: 1. Adanya kerjsama scr sadar - Ini tdk berarti ada permufakatan lebih dulu cukup apabila ada pengertian antar peserta pd saat prbuatan dilakukan dgn tujuan mencpai hasil yg sama. Yg pnting adlh hrs ada ksengajaan: 21 a. utk bekerja sama (yg sempurna & erat), b. ditujukan kpd hal yg dilarang olh UU 2. Adanya plaksanaan brsama scra fisik Dikatakan ada prbuatan plaksanaan brarti prbuatan yg langsung mnimbulkan selesainya delik ybs. Yg pnting ada krjasama yg erat & lngsung. Uitloker (Penganjur) Ialah Org yang menggerakkan org lain utk melakukan tindak pidana dgn menggunakan sarana 2 yg ditentukan UU. Sarana itu berupa: Memberi atau menjanjikan sesuatu, dgn menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dgn kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dgn memberi kesempatan, sarana atau keterangan Penganjuran Menyuruh-lakukan 1. Menggerakkannya dengan sarana- 3. Sarana menggerakkannya tidak sarana tertentu (limitatif) ditentukan (tidak limitatif) 2. Pembuat materiil dapat 4. Pembuat materiil tidak dapat dipertanggungjawabkan (tidak dipertanggungjawabkan (merupakan merupakan manus ministra) manus ministra) Syarat penganjuran yg dapat dipidana: 1. Ada kesengajaan untuk menggerakkan org lain melakukan perbuatan terlarang 2. Menggerakkannya dengan menggunakan sarana-sarana (upaya/upaya) seperti tersebut dlm UU (bersifat limitatif) 3. Putusan kehendak dari si pembuat materiil, ditimbulkan karena hal-hal tersebut pada 1 dan 2 4. Si pembuat materiil tersebut melakukan TP yg dianjurkan atau percobaan melakukan TP 5. Pembuat materiil tersebut harus dpt dipertanggungjawabkan dlm hukum pidana Percobaan penganjuran/penganjuran yg gagal dapat dipidana berdasar Pasal 163 bis KUHP. Penganjur dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan yg sengaja dianjurkannya beserta akibatnya. 22 D. PEMBANTU/MEDEPLICHTIGE Dilihat dr perbuatannya, pembantuan bersifat accessoir artinya untuk adanya pembantuan harus ada org yg melakukan kejahatan (hrs ada org yg dibantu). Dilihat dari pertanggungan jawabnya tidak accessoir, artinya dipidananya pembantu tidak tergantung pd dpt tidaknya si pelaku dituntut atau dipidana. Menurut Ps. 56 KUHP, ada 2 jenis pembantu: 1. Jenis pertama: a. Waktunya : saat kejahatan dilakukan b. Caranya : tidak ditentukan scr limitatif dlm UU 2. Jenis kedua: a. Waktunya : sebelum kejahatan dilakukan b. Caranya : ditentukan secara limitatif dlm UU (yaitu dgn cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan) Perbedaan Pembantuan Jenis I dgn Turut Serta (Medepleger) Pembantuan Turut Serta 23 1. Menurut ajaran penyertaan objektif: 1. Menurut ajaran objektif: perbuatannya hanya merupakan perbuatannya merupakan pelaksanaan perbuatan membantu/menunjang 2. Menurut ajaran subjektif: 2. Menurut ajaran subjektif: kesengajaannya merup. Animus kesengajaannya merupakan animus socil coauctores (diarahkan utk (hnya utk memberi bantuan saja pd org terwujudnya delik) lain) Hrs ada kerja sama yg disadari Tidak hrs ada kerja sama yg disadari Mempunyai kepentingan/tujuan Tidak mempunyai kepentingan/tujuan sendiri sendiri 3. Terhadap kejahatan maupun 3. Terhadap pelanggaran tidak dipidana pelanggaran dpt dipidana 4. Maksimum pidananya dikurangi sepertiga 4. Maksimum pidananya sama dengan si pembuat Perbedaan Pembantuan Jenis II dgn Penganjuran (Uitloker) Penganjuran Pembantuan Kehendak utk melakukan kejahatan pd Kehendak jahat pd pembuat materiil sudah ad pembuat materiil ditimbulkan olh si sejak semula (tidak ditimbulkan oleh si penganjur (ada kausalitas psikhis) pembantu) Pertanggungjawab Pembantu diatur Ps. 57 ayat (1) & (2), yaitu: 1. Maksimum pidana pokok utk pembantuan dikurangi 1/3 2. Apabila kejahatan diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka maksimum pidana utk pembantu ialah 15 th penjara Pengecualian dr Ps. 57 di atas: 1. Ps. 333 (4), Ps. 415, Ps. 417 Pembantu dipidana sama dengan pembuat 2. Ps. 231 (3) pembantu dipidana lebih berat dr pembuat E. PENYERTAAN DGN KEALPAAN 24 Contoh: 1. A memberi gunting pd B yg katanya utk menggunting kain, tpi oleh B trnyata utk membunuh C Dlm kasus penyertaan dgn kealpaan A tidak dpt dipidana F. RANGKUMAN Penyertaan di KUHP Indonesia dibagi menjadi 2 ialah dader dan medeplichtige. Dader terdiri dari 4 jenis adalah pelaku (pleger). yang menyuruhlakukan (doenpleger), yang turut serta (medepleger), penganjur (uitloker). Medeplichtige terdiri dari 2 jenis yaitu pembantu pd saat kejahatan dilakukan dan pembantu sebelum kejahatan dilakukan. PERTANYAAN/DISKUSI 1. Sebutkan 2 jenis penyertaan di KUHP Indonesia ! 2. Apakah yang dimaksud dengan pelaku ? 3. Sebutkan 2 perbedaan doenpleger dengan uitloker ! 4. Jelaskan pertanggungjawaban terhadap pembantu ! 25 BAB IV CONCURSUS Deskripsi Singkat Bab ini membahas tentang concursus yang meliputi jenis dan pemidanaannya. Capaian Pembelajaran Pertemuan (Sub-CPMK) 1. Mahasiswa mampu menjelaskan Jenis Concursus 2. Mahasiswa mampu menjelaskan Sistem Pemberian Pidana Concursus A. JENIS CONCURSUS Jenis concursus adalah 1. Perbarengan peraturan (Concursus idealis) , diatur Psl 63 Dikatakan ada Concursus Idealis jika satu perbuatan masuk dlm lebih dari satu aturan pidana. 2. Perbuatan berlanjut, diatur pasal 64 Dikatakan ada Perbuatan berlanjut jika: a. seseorang melakukan beberapa perbuatan b. perbuatan tersebut. masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran c. antara perbuatan2 itu ada hub. sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut MvT memberikan kriteria mengenai unsur “ada hub. sedemikian rupa sehingga hrs dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut”, sebagai berikut.: 1) Harus ada satu keputusan kehendak 2) Masing-masing perbuatan harus sejenis 3) Tenggang waktu antara perbuatan2 itu tidak terlampau lama 3. Perbarengan perbuatan (Concursus Realis), diatur Ps. 65 s/d 71 Dikatakan ada concursus realis, jika: 26 1) Seseorang melakukan beberapa perbuatan 2) Masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu TP (kejahatan/pelanggaran); jadi tdk perlu sejenis atau berhubungan satu sama lain Diantara perbuatan2 yg dilakukan (pd concursus realis & perbuatan berlanjut) hrs belum ada keputusan hakim B. SISTEM PEMBERIAN PIDANA Concursus Idealis (Ps. 63) 1) menurut ayat 1 digunakan sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu pidana pokok yg terberat 2) Apabila hakim menghadapi antara 2 pidana pokok sejenis yg maksimumnya sama, maka menurut VOS ditetapkan pidana pokok dgn pidana tambahan yg paling berat 3) Apabila menghadapi 2 pilihan antara 2 pidana pokok yg tidak sejenis, maka penentuan pidana yg terberat didasarkan pd urut-urutan jenis pidana seperti tersebut dlm Psl. 10 KUHP 4) Dalam Pasal 63 ayat (2) diatur ketentuan khusus yg menyimpang dr prinsip umum dlm ayat 1, dlm hal ini berlaku asas” lex specialis derogat legi generali” Perbuatan Berlanjut 1) Menurut Psl. 64 ayat (1), berlaku sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana, & jika berbeda-beda dikenakan ketentuan yg memuat ancaman pidana pokok yg terberat 2) Psl. 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dlm hal pemalsuan & perusakan mata uang 3) Psl. 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus dlm hal kejahatan-kejahatan ringan yg terdapat dlm Ps. 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), & 407 (1) (perusakan barang ringan) yg dilakukan sebagai perbuatan berlanjut Jika nilai kerugian yg timbul dr kejahatan ringan yg dilakukan sebagai perbuatan berlanjut lebih dr Rp. 250, maka dikenakan aturan pidana yg berlaku untuk kejahatan biasa. Berarti yg dikenakan adlh Psl. 362 (pencurian), 372 (penggelapan), 378 (penipuan), atau 406 (perusakan barang) Concursus Realis 27 1. Utk Concursus realis berupa kejahatan yg diancam pidana pokok sejenis, berlaku pasal 65, yaitu hanya dikenakan satu pidana dgn ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dr maksimum terberat ditambah sepertiga 2. Utk concursus realis berupa kejahatan yg diancam pidana pokok tidak sejenis berlaku pasal 65, yaitu semua jenis ancaman pidana utk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Sistem ini disebut sistem kumulasi diperlunak 3. Utk Concursus realis berupa pelanggaran, berlaku Ps. 70 yg menggunakan sistem kumulasi. Namun menurut Ps. 70 ayat 2, sistem kumulasi itu dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan. 4. 4. Utk Concursus realias berupa kejahatan ringan, khusus utk Ps. 302 (1), 352, 364, 373, 379 dan 482 berlaku pasal 70 bis yg menggunakan sistem kumulasi tpi dgn pembatasan maksimum utk penjara 8 bulan 5. Utk Concursus realis, baik kejahatan maupun pelanggaran yg diadili pd saat yg berlainan, berlaku Ps. 71 KUHP. C. RANGKUMAN Jenis concursus adalah Perbarengan peraturan (Concursus idealis), Perbuatan berlanjut, dan Perbarengan perbuatan. PERTANYAAN/DISKUSI 1. Jelaskan pengertian concursus idealis ! 2. Kapan dikatakan ada concursus realis ! 3. Bagaimana sistem pidana dalam concursus idealis ! 4. Kapan dikatakan ada hubungan sedemikian rupa ? 28 BAB V RECIDIVE Deskripsi Singkat Bab ini membahas recidive, meliputi pengertian dan jenisnya. Capaian Pembelajaran Pertemuan (Sub-CPMK) 1. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian recidive 2. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis recidive A. PENGERTIAN RECIDIVE Pengulangan tindak pidana (recidive) terjadi jika seseorang melakukan TP & telah dijatuhi pidana dgn suatu putusan hakim yg telah berkekuatan hukum tetap, kemudian melakukan suatu TP lagi. Sistem pemberatan pidana berdasar adanya recidive: 1. Recidive umum Setiap pengulangan thd jenis TP apapun & dilakukan dlm waktu kapan pun merupakan alasan utk pemberatan pidana 2. Recidive khusus Tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan pidana. Pemberatan hanya dikenakan thd pengulangan yg dilakukan thd jenis TP tertentu & dilakukan dlm tenggang waktu tertentu. B. RECIDIVE MENURUT KUHP 29 KUHP menganut recidive khusus 1. Recidive Kejahatan: a. Recidive thd kejahatan-kejahatan tertentu sejenis Tersebar dalam pasal 137 (2), 144 (2), 155 (2), 157 (2), 161 (2), 163 (2), 208 (2), 216 (3), 321 (2), 393 (2) & 303 bis (2). Persyaratan: 1) Kejahatan yg diulangi hrs sama/sejenis dgn kejahatan terdahulu 2) Antara kejahatan yg lama dgn kejahatan yg diulangi sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yg berkekuatan hukum tetap 3) Pelaku melakukan kejahatan pd saat menjalankan pencahariannya (khusus utk ps. 216, 303 bis dan 393 syarat ini tidak ada) 4) Pengulangan dilakukan dlm tenggang waktu yg ditentukan dlm Psl. Ybs.: a) 2 th sejak adanya putusan hakim yg tetap (utk Ps. 137, 144, 208, 216, 303 bis & 321) b) 5 th sejak adanya putusan hakim yg tetap (utk Ps. 155, 157, 161, 163 & 393) Sistem Pemberatannya 1) Dapat diberikan pidana tambahan berupa pelarangan/pencabutan hak utk menjalankan mata pencahariannya(utk delik yg pengulangannya dilakukan pd waktu menjalankan pencahariannya). 2) Pidananya dapat ditambah sepertiga (khusus Ps. 216) 3) Pidana penjara dpt dilipatkan 2 x (khusus utk Ps. 393 dr 4 bulan 2 minggu menjadi 9 bulan penjara b. Recidive thd kejahatan-kejahatan tertentu yg termasuk kelompok jenis Persyaratan recidive: 1) Kejahatan yg diulangi harus termasuk dlm satu kelompok jenis dgn kejahatan terdahulu Kelompok jenis kejahatan yg dimaksud: a) Kelompok jenis kejahatan dlm Ps. 486 mengenai kejahatan thd harta benda & pemalsuan 30 b) Kelompok jenis kejahatan dlm Ps. 487 mengenai kejahatan thd orang c) Kelompok jenis kejahatan dlm Ps. 488 mengenai penghinaan & yg berhubungan dgn penerbitan/percetakan 2) Antara kejahatan yg dulu & yg kemudian harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yg berkekuatan hukum tetap 3) Pidana yg dijatuhkan hakim terdahulu hrus pidana penjara. 4) Ketika melakukan pengulangan tenggang waktunya adalah: a) belum lewat 5 th: - sejak menjalani seluruh/sebagian pidana penjara yg terdahulu, atau -sejak pidana tsb. sama sekali telah dihapuskan b) Belum lewat tenggang waktu daluwarsa kewenangan menjalankan pidana (penjara) terdahulu.. Sistem Pemberatannya 1) Ditambah 1/3 dr maksimum ancaman pidana kejahatan yg diulangi (kejahatan yg kemudian) 2) Utk kelompok jenis Ps. 486 & 487, yg dpt diperberat hnya ancaman pidana pokok yg berupa penjara 3) Utk kelompok jenis Ps 488, tidak hanya penjara yg dpat diperberat karena hanya digunakan istilah pidana saja 2. Recidive Pelanggaran Ada 14 jenis recidive pelanggaran dlm Buku III: a. 489: kenakalan b. 492: merintangi lalu lintas/mengganggu ktertiban & keamanan org lain c. 495: memasang perangkap utk membunuh hewan buas tnpa ijin d. 501: menjual makanan/minuman yg dipalsu/busuk atau dr ternak sakit/mati e. 512: melakukan pencaharian tnpa kewenangan/melampaui batas kewenangannya f. 516: mengusahakan tempat bermalam tnpa register/catatan tamu 31 g. 517: membeli barang anggota militer tanpa ijin. h. 530: petugas agama yg melakukan upacara perkawinan sebelum dinyatakan padanya bahwa pelangsungan dimuka pejabat catatan sipil telah dilakukan i. 536: mabuk dijalan umum j. 540: mempekerjakan hewa melebihi kekuatannya k. 541 menggunakan kuda muatan yg belum tukar gigi l. 544: mengadakan sabungan ayam/jangkrik di muka umum tanpa ijin m. 545: melakukan pencaharian sbg tukang ramal n. 549: membiarkan ternaknya berjalan dikebun/tanah yg terlarang Persyaratan recidive pelanggaran: a. Pelanggaran yg diulangi harus sama/sejenis dgn yg terdahulu Catatan: 1) Pelanggaran thd Ps. 492 dpt merupakan alasan recidive utk pelanggaran Ps. 536 & sebaliknya. 2) Pelanggaran thd Ps 302 dpt merupakan alasan recidive utk pelanggaran Ps. 540 & 541 b. Harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yg telah berkekuatan hukum tetap utk pelanggaran terdahulu c. Tenggang waktu pengulangannya: 1) belum lewat 1 th sejak adanya putusan pemidanaan yg berkekuatan hukum tetap utk pelanggaran Ps. 489, 492, 495, 536, 540, 541, 544, 545, dan 549. 2) belum lewat 2 th sejak adanya putusan pemidanaan yg berkekuatan hukum tetap utk pelanggaran ps. 501, 512, 516, 517, & 530 Sistem pemberatan: a. Pemberatan pidananya disebutkan dlm masing-masing pasal ybs. b. Namun pd umumnya mengikuti salah satu sistem pembertan pidana sbb: 1) pidana denda diganti atau ditingkatkan menjadi pidana kurungan 2) pidana (denda/kurungan) dilipatkan 2 x 32 C. RANGKUMAN Pengulangan tindak pidana (recidive) terjadi jika seseorang melakukan TP & telah dijatuhi pidana dgn suatu putusan hakim yg telah berkekuatan hukum tetap, kemudian melakukan suatu TP lagi. KUHP menganut recidive khusus PERTANYAAN/DISKUSI 1. Apakah definisi dari recidive ? 2. Recidive kejahatan dibagi 2 jenis. Sebutkan ! 3. Ada 3 jenis Recidive utk Kejahatan dlm Kelompok Jenis. Sebutkan ! 4. Sebutkan 5 jenis recidive pelanggaran ! 33 Daftar Pustaka 1. Barda Nawawi Arief, Hukum Pidana Lanjut, Penerbit UNDIP Tahun 2009 2. Van Bemmelen, “Hukum Pidana 3, Bagian Delik-Delik Khusus” hal. 13-32, 70-184. 3. Mulyatno, “KUHP” 4. Dading, “Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II). 5. Oemar Seno Adji, “Herziening, Suap, Perkembangan Delik”, hal. 259-375. 6. Oemar Seno Adji, “Hukum (Acara) Pidana dalam Prospeksi”, hal. 11-154 7. Sudarto, “Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat” hal. 42-60. 34