Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Lingkungan PDF
Document Details
Uploaded by EnticingDwarf9839
Cambodia University of Specialties
2023
Tags
Related
- California Code of Regulations, Title 8, Section 1529. Asbestos PDF
- California Code of Regulations, Title 8, Section 1529. Asbestos PDF
- Rabdan Academy SCI-100 Environmental, Health and Safety (EHS) PDF
- Contaminación Atmosférica en San José de Cúcuta (2020) - PDF
- Draft Municipal Health Services Bylaws PDF
- Environmental Week #7 Slides PDF
Summary
This document is a draft regulation from the Indonesian Ministry of Health regarding environmental health, specifically the implementation of an existing regulation from 2014. It outlines general terms and definitions as well as specific aspects of environmental health, such as water and hygiene.
Full Transcript
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2023 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA...
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2023 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (1), Pasal 37, Pasal 45, Pasal 46 ayat (3), Pasal 47 ayat (4), Pasal 51, Pasal 53 ayat (5), Pasal 61, dan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan; Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570); 5. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 83); 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156); jdih.kemkes.go.id -2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kesehatan Lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial. 2. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan yang selanjutnya disingkat SBMKL adalah spesifikasi teknis atau nilai yang dibakukan pada media lingkungan yang berhubungan atau berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat. 3. Persyaratan Kesehatan adalah kriteria dan ketentuan teknis kesehatan pada media lingkungan. 4. Air Minum adalah air yang melalui pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 5. Air untuk Keperluan Higiene dan Sanitasi adalah air yang digunakan untuk keperluan higiene perorangan dan/atau rumah tangga. 6. Air Kolam Renang adalah air yang telah diolah yang dilengkapi dengan fasilitas kenyamanan dan pengamanan berupa konstruksi kolam baik yang terletak di dalam maupun di luar bangunan yang digunakan untuk berenang, rekreasi, atau olahraga air lainnya. 7. Air Solus Per Aqua yang selanjutnya disebut Air SPA adalah air yang digunakan untuk terapi dengan karakteristik tertentu yang kualitasnya dapat diperoleh dengan cara pengolahan maupun alami. 8. Air Pemandian Umum adalah air alam tanpa pengolahan terlebih dahulu yang digunakan untuk kegiatan mandi, relaksasi, rekreasi, atau olahraga, dan dilengkapi dengan fasilitas lainnya. 9. Udara Dalam Ruang adalah udara di dalam gedung atau bangunan, terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan. 10. Udara Ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan berpengaruh terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya. 11. Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali, atau permukaan bumi yang terbatas yang ditempati oleh manusia, makhluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya. jdih.kemkes.go.id -3- 12. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 13. Pangan Olahan Siap Saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha seperti Pangan yang disajikan di jasa boga, hotel, restoran, rumah makan, kafetaria, kantin, kaki lima, gerai makanan keliling (food truck), dan penjaga makanan keliling atau usaha sejenis. 14. Sarana dan Bangunan adalah tempat dan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi dan fasilitas pendukung yang menyatu dengan tempat kedudukannya yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan. 15. Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit. 16. Binatang Pembawa Penyakit adalah binatang selain Artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit. 17. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih satu satuan perumahan yang mempunyai sarana prasarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. 18. Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. 19. Tempat Rekreasi adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. 20. Tempat dan Fasilitas Umum adalah lokasi, sarana, dan prasarana kegiatan bagi masyarakat umum. 21. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. 22. Penyehatan adalah upaya pencegahan penurunan kualitas media lingkungan dan upaya peningkatan kualitas media lingkungan. 23. Pengamanan adalah upaya pelindungan terhadap kesehatan masyarakat dari faktor risiko atau gangguan kesehatan. jdih.kemkes.go.id -4- 24. Pengendalian adalah upaya untuk mengurangi atau melenyapkan faktor risiko penyakit dan/atau gangguan kesehatan. 25. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. 26. Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. 27. Limbah nonB3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak menunjukkan karakteristik Limbah B3. 28. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. 29. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 30. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 2 Materi yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi: a. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan media air, udara, Tanah, Pangan, Sarana dan Bangunan, dan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit; b. upaya Penyehatan; c. upaya pelindungan kesehatan masyarakat; d. persyaratan teknis proses pengelolaan limbah dan pengawasan terhadap limbah yang berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan; e. Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit; f. tata cara dan upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam kondisi matra dan ancaman global perubahan iklim; dan g. tata cara pembinaan dan pengawasan. jdih.kemkes.go.id -5- BAB II STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERSYARATAN KESEHATAN MEDIA AIR, UDARA, TANAH, PANGAN, SARANA DAN BANGUNAN, DAN VEKTOR DAN BINATANG PEMBAWA PENYAKIT Pasal 3 (1) Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan ditetapkan untuk media air, udara, Tanah, Pangan, Sarana dan Bangunan, dan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang berada pada lingkungan: a. Permukiman; b. Tempat Kerja; c. Tempat Rekreasi; dan d. Tempat dan Fasilitas Umum. (2) Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa: a. rumah dan perumahan; b. lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara; c. kawasan militer; d. panti dan rumah singgah; dan e. tempat Permukiman lainnya. (3) Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa: a. perkantoran; b. pergudangan; c. industri; dan d. tempat kerja lainnya berupa ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, serta bergerak atau tetap. (4) Tempat Rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa: a. tempat bermain anak; b. bioskop; c. lokasi wisata; dan d. Tempat Rekreasi lainnya. (5) Tempat dan Fasilitas Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat berupa: a. fasilitas kesehatan; b. fasilitas pendidikan; c. tempat ibadah; d. hotel; e. rumah makan dan usaha lain yang sejenis; f. sarana olahraga; g. sarana transportasi darat, laut, udara, dan kereta api; h. stasiun dan terminal; i. pasar dan pusat perbelanjaan; j. pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara; dan k. Tempat dan Fasilitas Umum lainnya. jdih.kemkes.go.id -6- Pasal 4 (1) Setiap penghuni dan/atau keluarga yang bertempat tinggal di lingkungan Permukiman wajib memelihara kualitas media air, udara, Tanah, Pangan, Sarana dan Bangunan, dan mewujudkan kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sesuai SBMKL dan Persyaratan Kesehatan. (2) Setiap pengelola, penyelenggara, dan penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum wajib mewujudkan media air, udara, Tanah, Pangan, Sarana dan Bangunan, dan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang memenuhi SBMKL dan Persyaratan Kesehatan. (3) Pengelola, penyelenggara, dan penanggung jawab lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa institusi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, usaha perorangan, kelompok masyarakat dan/atau individual yang mengelola, menyelenggarakan, atau bertanggung jawab terhadap lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas umum. (4) Setiap produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum atau Pangan Olahan Siap Saji wajib memastikan Air Minum atau Pangan Olahan Siap Saji yang diproduksi memenuhi SBMKL dan Persyaratan Kesehatan. (5) Dalam keadaan tertentu, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya wajib mewujudkan media air, udara, Tanah, Pangan, Sarana dan Bangunan yang memenuhi SBMKL dan Persyaratan Kesehatan, dan bebas Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. (6) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan suatu kondisi yang kualitas media air, udara, Tanah, Pangan, Sarana dan Bangunan, dan kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit berubah secara bermakna yang melingkupi kuantitas, kualitas, dan persebarannya sebagai akibat dari suatu proses kejadian yang bersifat alamiah atau akibat ulah manusia yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pelaksanaan kegiatan manusia di lingkungan tersebut, dapat berupa banjir, erupsi gunung berapi, gempa bumi, kebakaran, kejadian luar biasa/wabah, dan perpindahan penduduk karena konflik. Pasal 5 (1) SBMKL dan Persyaratan Kesehatan media air ditetapkan pada: a. Air Minum; b. Air untuk Keperluan Higiene dan Sanitasi; dan c. Air Kolam Renang, Air SPA, dan Air Pemandian Umum. (2) SBMKL media air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur: a. fisik; b. biologi; jdih.kemkes.go.id -7- c. kimia; dan d. radioaktif. (3) Persyaratan Kesehatan pada air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. air dalam keadaan terlindung dari sumber pencemaran, Binatang Pembawa Penyakit, dan tempat perkembangbiakan Vektor b. aman dari kemungkinan terkontaminasi; c. pengolahan, pewadahan, dan penyajian untuk Air Minum harus memenuhi prinsip higiene dan sanitasi. (4) Prinsip higiene dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan kegiatan untuk memastikan kualitas Air Minum tidak mengandung unsur mikrobiologi, fisika, kimia, dan radioaktif yang dapat membahayakan kesehatan. Pasal 6 (1) SBMKL dan Persyaratan Kesehatan media udara ditetapkan untuk: a. Udara Dalam Ruang; dan b. Udara Ambien yang memajan langsung pada manusia. (2) SBMKL media udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur: a. fisik; b. kimia; dan c. kontaminan biologi. (3) Persyaratan Kesehatan untuk Udara Dalam Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. terdapat sirkulasi dan pertukaran udara; b. terhindar dari paparan asap berupa asap rokok, asap dapur, asap dari sumber bergerak, dan asap dari sumber lainnya; c. tidak berbau; dan d. terbebas dari debu. (4) Persyaratan Kesehatan untuk Udara Ambien yang memajan langsung pada manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit tidak terpajan suhu udara, kebauan, asap, dan debu yang melebihi batas toleransi tubuh manusia. (5) Batas toleransi tubuh manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipengaruhi oleh dimensi waktu, kemampuan, dan aktivitas individu atau kelompok masyarakat terhadap pajanan. Pasal 7 (1) SBMKL media Tanah terdiri atas unsur: a. fisik; b. kimia; c. biologi; dan d. radioaktif alam. (2) Persyaratan Kesehatan media Tanah terdiri atas: a. Tanah tidak bekas tempat pembuangan/pemrosesan akhir sampah; dan jdih.kemkes.go.id -8- b. Tanah tidak bekas lokasi pertambangan yang tercemar. (3) Selain Persyaratan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), media Tanah juga harus memenuhi persyaratan: a. bersih dari kotoran manusia dan hewan; b. bukan terletak pada daerah rawan bencana longsor; dan c. aman dari kemungkinan kontaminasi B3 dan/atau Limbah B3. Pasal 8 (1) SBMKL dan Persyaratan Kesehatan media Pangan ditetapkan pada Pangan Olahan Siap Saji. (2) SBMKL dan Persyaratan Kesehatan pada Pangan selain Pangan Olahan Siap Saji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan keamanan Pangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) SBMKL untuk Pangan Olahan Siap Saji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur: a. biologi; b. kimia; dan c. fisik. (4) Persyaratan Kesehatan untuk Pangan Olahan Siap Saji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada: a. tempat; b. peralatan; c. penjamah Pangan; dan d. Pangan. (5) Persyaratan Kesehatan untuk Pangan Olahan Siap Saji sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas: a. Pangan dalam keadaan terlindung dan bebas dari cemaran kontaminan; dan b. penerimaan/pemilihan bahan Pangan, penyimpanan bahan Pangan, persiapan dan pengelolaan, penyimpanan Pangan matang, pendistribusian/ pengangkutan, dan penyajian Pangan memenuhi prinsip higiene dan sanitasi. Pasal 9 (1) SBMKL media Sarana dan Bangunan berupa kadar maksimum yang diperbolehkan paling sedikit bagi parameter: a. debu total; b. asbes bebas; dan c. timah hitam (Pb) untuk bahan bangunan. (2) Parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinilai pada bahan bangunan yang digunakan dan/atau kualitas Udara Dalam Ruang. (3) Persyaratan Kesehatan media Sarana dan Bangunan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemkes.go.id -9- Pasal 10 (1) SBMKL untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit terdiri atas: a. jenis; b. kepadatan; dan c. habitat perkembangbiakan. (2) Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit meliputi kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan berkembangnya Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. Pasal 11 (1) Pemerintah Daerah dapat menetapkan SBMKL untuk media lingkungan dengan parameter yang lebih banyak atau nilai baku mutu yang lebih ketat dari SBMKL yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Penetapan SBMKL untuk media lingkungan dengan parameter yang lebih banyak atau nilai baku mutu yang lebih ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya untuk wilayah dengan kondisi lingkungan spesifik. (3) Kondisi lingkungan spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa kondisi geografis dan demografis, penyebaran penyakit, aktivitas kegiatan masyarakat, dan kondisi matra. (4) Pemerintah Daerah sebelum menetapkan SBMKL untuk media lingkungan dengan parameter yang lebih banyak atau nilai baku mutu yang lebih ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan dari Menteri. Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai SBMKL dan Persyaratan Kesehatan media air, udara, Tanah, Pangan, Sarana dan Bangunan, dan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 11 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB III UPAYA PENYEHATAN Pasal 13 (1) Upaya Penyehatan dilakukan terhadap media air, udara, Tanah, Pangan, serta Sarana dan Bangunan. (2) Upaya Penyehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk memenuhi SBMKL dan Peryaratan Kesehatan. Pasal 14 (1) Upaya Penyehatan air meliputi pengawasan, pelindungan, dan peningkatan kualitas air. (2) Pengawasan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. surveilans; b. uji laboratorium; jdih.kemkes.go.id - 10 - c. analisis risiko; dan/atau d. rekomendasi tindak lanjut. (3) Pelindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. komunikasi, informasi, dan edukasi; b. pengembangan teknologi tepat guna; dan/atau c. rekayasa lingkungan. (4) Peningkatan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perbaikan kualitas air dengan memanfaatkan teknologi pengolahan filtrasi, sedimentasi, aerasi, dekontaminasi, disinfeksi, dan/atau teknologi lain yang dapat mewujudkan kualitas air memenuhi SBMKL. Pasal 15 (1) Upaya Penyehatan udara meliputi pemantauan dan pencegahan penurunan kualitas udara. (2) Pemantauan kualitas udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. surveilans; b. uji laboratorium; c. analisis risiko; d. rekomendasi tindak lanjut; dan/atau e. pemetaan kualitas udara pada daerah berisiko. (3) Pencegahan penurunan kualitas udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pengembangan teknologi tepat guna; b. rekayasa lingkungan; dan/atau c. komunikasi, informasi, dan edukasi. Pasal 16 (1) Upaya Penyehatan Tanah meliputi pemantauan dan pencegahan penurunan kualitas tanah. (2) Pemantauan kualitas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. surveilans; b. uji laboratorium; c. analisis risiko; d. rekomendasi tindak lanjut; dan/atau e. pemetaan tanah dan populasi daerah berisiko. (3) Pencegahan penurunan kualitas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. komunikasi, informasi, dan edukasi; b. pengembangan teknologi tepat guna; dan/atau c. rekayasa lingkungan. (4) Selain melalui upaya Penyehatan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk mewujudkan SBMKL dan Persyaratan Kesehatan media Tanah juga dilakukan peningkatan kualitas tanah melalui upaya pemulihan terhadap pencemaran tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemkes.go.id - 11 - Pasal 17 (1) Upaya Penyehatan Pangan meliputi pengawasan, pelindungan, dan peningkatan kualitas higiene dan sanitasi yang dikhususkan pada Pangan Olahan Siap Saji. (2) Pengawasan kualitas higiene dan sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. surveilans; b. uji laboratorium; c. analisis risiko; dan/atau d. rekomendasi tindak lanjut. (3) Pelindungan kualitas higiene dan sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. komunikasi, informasi, dan edukasi; b. pemeriksaan kesehatan penjamah makanan; c. penggunaan alat pelindung diri; dan/atau d. pengembangan teknologi tepat guna. (4) Peningkatan kualitas higiene dan sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. komunikasi, informasi, dan edukasi; dan/atau b. rekayasa teknologi pengolahan Pangan. Pasal 18 (1) Upaya Penyehatan Sarana dan Bangunan meliputi pengawasan, pelindungan, dan peningkatan kualitas sanitasi Sarana dan Bangunan. (2) Pengawasan kualitas sanitasi Sarana dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. surveilans; b. analisis risiko; dan/atau c. rekomendasi tindak lanjut. (3) Pelindungan dan peningkatan kualitas sanitasi Sarana dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. komunikasi, informasi, dan edukasi; dan/atau b. pengembangan teknologi tepat guna. Pasal 19 (1) Surveilans dalam rangka upaya Penyehatan dilakukan oleh tenaga sanitasi lingkungan dengan menggunakan instrumen inspeksi kesehatan lingkungan. (2) Uji laboratorium dalam rangka upaya Penyehatan dilakukan pada: a. laboratorium yang terakreditasi; atau b. laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah; (3) Selain pada laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan uji cepat oleh tenaga sanitasi lingkungan atau tenaga kesehatan lain yang terlatih dengan menggunakan peralatan pemeriksaan lapangan yang terkalibrasi. jdih.kemkes.go.id - 12 - Pasal 20 (1) Pengawasan atau pemantauan kualitas media lingkungan dalam rangka upaya Penyehatan dilakukan secara internal dan eksternal. (2) Pengawasan atau pemantauan kualitas media lingkungan secara internal dilakukan oleh pengelola, penyelenggara, dan penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum, termasuk produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum dan Pangan Olahan Siap Saji. (3) Selain melakukan pengawasan atau pemantauan kualitas media lingkungan secara internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum harus menyusun rencana pengamanan air minum dan audit pelaksanaan rencana pengamanan air minum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Pengawasan atau pemantauan kualitas media lingkungan secara eksternal dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, instansi kekarantinaan kesehatan di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara, atau lembaga yang ditunjuk secara berkala atau sewaktu-waktu. (5) Pengawasan atau pemantauan kualitas media lingkungan secara eksternal dilakukan oleh tim pengawas yang terdiri dari kelompok tenaga sanitasi lingkungan atau tenaga kesehatan lain yang terlatih. (6) Dalam melakukan pengawasan, tim pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat melibatkan tenaga lain sesuai kebutuhan. (7) Pengawasan atau pemantauan kualitas media lingkungan secara internal dan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan instrumen inspeksi kesehatan lingkungan dan/atau instrumen lainnya. (8) Hasil pengawasan atau pemantauan kualitas media lingkungan secara internal dan eksternal wajib didokumentasikan dalam bentuk berita acara pengawasan dan dilaporkan kepada pimpinan instansi. (9) Berita acara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) memuat hasil pemeriksaan dan rekomendasi. (10) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) harus ditindaklanjuti oleh pengelola, penyelenggara, dan penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum, termasuk produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum dan Pangan Olahan Siap Saji. Pasal 21 Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya penyehatan air, udara, Tanah, Pangan, serta Sarana dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 20 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemkes.go.id - 13 - BAB IV UPAYA PELINDUNGAN KESEHATAN MASYARAKAT Pasal 22 (1) Upaya pelindungan kesehatan masyarakat dilakukan untuk mewujudkan lingkungan sehat yang bebas dari unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan berupa: a. sampah yang tidak dikelola sesuai dengan persyaratan; b. zat kimia yang berbahaya; c. gangguan fisika udara; d. radiasi pengion dan non pengion; dan e. pestisida. (2) Selain unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), upaya pelindungan kesehatan masyarakat juga dilakukan terhadap Pangan yang terkontaminasi oleh bahan pencemar. (3) Upaya pelindungan kesehatan masyarakat dari unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui pengurangan dan penanganan sampah, dan mencegah terjadinya pajanan atau keracunan. (4) Upaya pelindungan kesehatan masyarakat dari unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. komunikasi, informasi, dan edukasi; b. pemberdayaan masyarakat; c. peningkatan kapasitas; d. analisis risiko; e. rekayasa lingkungan; f. pengembangan teknologi tepat guna; dan/atau g. kemitraan antara pemerintah dengan swasta. (5) Ketentuan mengenai upaya pelindungan kesehatan masyarakat dari sampah yang tidak dikelola sesuai dengan persyaratan, radiasi pengion dan non pengion, dan Pangan yang terkontaminasi oleh bahan pencemar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf d, dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 Ketentuan mengenai teknis upaya pelindungan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemkes.go.id - 14 - BAB V PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH DAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH YANG BERASAL DARI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN Bagian Kesatu Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah yang Berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pasal 24 (1) Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melakukan proses pengolahan limbah yang dihasilkan. (2) Selain melaksanakan proses pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melakukan kegiatan pengelolaan limbah. (3) Limbah yang dihasilkan dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat berupa limbah medis dan limbah nonmedis atau domestik. (4) Limbah medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa limbah padat, cair, dan gas. (5) Limbah medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas limbah infeksius, limbah sitoktosik, limbah genotoksik, limbah farmasi, limbah dengan kandungan logam berat, limbah kimia, limbah radioaktif, atau limbah lainnya yang termasuk dalam kategori Limbah B3. (6) Limbah nonmedis atau domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak termasuk dalam kategori Limbah B3 dan disebut sebagai Sampah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (7) Selain limbah medis dan nonmedis atau domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), limbah yang dihasilkan dari kegiatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat berupa Limbah nonB3. (8) Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan hasil dari pengolahan Limbah B3 dengan metode disinfeksi dan sterilisasi. Pasal 25 (1) Kegiatan pengelolaan limbah medis berupa limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilakukan melalui tahapan: a. pengurangan; b. pemilahan; c. pewadahan; d. penyimpanan; e. pengangkutan; dan f. pengolahan. (2) Kegiatan pengelolaan limbah nonmedis atau domestik yang dihasilkan dari kegiatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilakukan melalui tahapan: a. pengurangan; b. pemilahan; c. pengumpulan; jdih.kemkes.go.id - 15 - d. pengangkutan; e. pengolahan; dan/atau f. pemrosesan akhir. (3) Pengangkutan dan pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f, dan pengangkutan dan pemrosesan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f dapat dilakukan secara mandiri atau bekerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan mengenai persyaratan teknis masing-masing tahapan kegiatan pengelolaan limbah, baik limbah medis maupun limbah nonmedis atau domestik, mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 26 (1) Kegiatan pengelolaan limbah medis yang dihasilkan dari kegiatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa air limbah dilakukan melalui tahapan: a. penyaluran; b. pengolahan; dan c. pemeriksaan. (2) Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi standar baku efluen air limbah sebelum dibuang ke badan air. (3) Pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh air limbah. (4) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan untuk mengukur parameter air limbah dan membuktikan hasil keluaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 (1) Kegiatan pengelolaan limbah medis yang dihasilkan dari kegiatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa limbah gas dilakukan melalui tahapan: a. pemilihan; b. pemeliharaan; c. perbaikan; dan d. pemeriksaan. (2) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan sebagai langkah awal untuk mengurangi timbulnya limbah gas dengan memilih teknologi yang sedikit atau tidak menghasilkan emisi gas. (3) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada sumber timbulan limbah gas untuk menghasilkan emisi gas yang keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada sumber timbulan limbah gas untuk menghasilkan emisi gas yang keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemkes.go.id - 16 - (5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan untuk mengukur parameter emisi gas dan membuktikan hasil keluaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 28 (1) Proses pengelolaan Limbah nonB3 yang dihasilkan dari kegiatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilakukan melalui tahapan: a. pengurangan; b. penyimpanan; c. pengangkutan; d. pemanfaatan; dan e. penimbunan. (2) Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan sebelum dan/atau sesudah Limbah nonB3 dihasilkan. (3) Pengurangan sebelum Limbah nonB3 dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara penggunaan teknologi ramah lingkungan. (4) Pengurangan sesudah Limbah nonB3 dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara: a. penggilingan (grinding); b. pencacahan (shredding); c. pemadatan (compacting); d. sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (5) Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dilakukan dengan cara: a. pengemasan secara khusus Limbah nonB3; dan b. penyimpanan pada fasilitas penyimpanan yang memenuhi syarat dengan memperhatikan ketentuan waktu penyimpanan. (6) Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan: a. dari sumber ke tempat penyimpanan sementara Limbah nonB3 dengan menggunakan alat angkut khusus yang memenuhi persyaratan; dan/atau b. keluar Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk dikelola lebih lanjut dengan alat angkut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 29 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis pengelolaan limbah medis yang berasal dari kegiatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa limbah cair dan limbah gas, serta Limbah nonB3 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemkes.go.id - 17 - Bagian Kedua Pengawasan terhadap Limbah yang Berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pasal 30 (1) Pengawasan terhadap limbah padat, cair, dan gas yang berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilakukan: a. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan b. paling sedikit melalui surveilans, uji laboratorium, analisis risiko, komunikasi, informasi, dan edukasi, dan/atau rekomendasi tindak lanjut. (2) Pengawasan terhadap limbah padat, cair, dan gas yang berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdiri atas pengawasan internal dan pengawasan eksternal. (3) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pihak Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (4) Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh: a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan; b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup; dan c. dinas kesehatan dan dinas lingkungan hidup di provinsi dan kabupaten/kota, sesuai dengan kewenangan masing-masing. Pasal 31 Pengawasan terhadap limbah padat, cair, dan gas yang berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilakukan oleh tenaga sanitasi lingkungan atau tenaga lain yang diberikan kewenangan. Pasal 32 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap limbah padat, cair, dan gas yang berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VI PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PEMBAWA PENYAKIT Pasal 33 (1) Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dilakukan untuk: a. menurunkan populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serendah mungkin, sehingga tidak menimbulkan penularan penyakit pada manusia; dan b. mencapai dan memenuhi SBMKL dan Persyaratan Kesehatan. jdih.kemkes.go.id - 18 - (2) Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. pengamatan dan penyelidikan bioekologi, penentuan status kevektoran, status resistensi, dan efikasi bahan pengendali, serta pemeriksaan sampel; b. intervensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metode fisik, biologi, kimia, dan terpadu; dan c. pemantauan kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. (3) Intervensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keamanan, rasionalitas, efektivitas pelaksanaan, keberhasilan, dan kelestarian. Pasal 34 (1) Pemantauan kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c dilakukan secara internal dan eksternal. (2) Pemantauan secara internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pengelola, penyelenggara, dan penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum. (3) Pemantauan secara eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, atau instansi kekarantinaan kesehatan di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara secara berkala minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu. (4) Pemantauan secara eksternal dilakukan oleh tim pengawas yang terdiri dari entomolog kesehatan atau tenaga kesehatan lingkungan lainnya yang terlatih di bidang entomologi kesehatan. (5) Pemantauan secara internal dan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Formulir Pengamatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. (6) Hasil pemantauan secara internal dan eksternal wajib didokumentasikan dalam bentuk berita acara pengawasan dan dilaporkan kepada pimpinan instansi. (7) Berita acara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memuat hasil pemeriksaan dan rekomendasi. (8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus ditindaklanjuti oleh pengelola, penyelenggara, dan penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum. Pasal 35 (1) Pelaksanaan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit harus didukung dengan: a. pemeriksaan dan pengujian laboratorium; dan b. manajemen resistensi. (2) Pemeriksaan dan pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan pada: a. laboratorium yang terakreditasi; atau jdih.kemkes.go.id - 19 - b. laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah; (3) Selain pada laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan pemeriksaan dan pengujian oleh tenaga entomolog kesehatan atau tenaga kesehatan lingkungan lain yang terlatih di bidang entomologi kesehatan. (4) Pemeriksaan dan pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pemeriksaan sampel; b. penentuan status kevektoran; c. penentuan status resistensi; dan d. efikasi bahan pengendali. (5) Manajemen resistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan semua tindakan yang dilakukan untuk mencegah, menghambat, dan mengatasi terjadinya resistensi pada Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit terhadap pestisida. (6) Manajemen resistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditujukan agar pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit menggunakan pestisida yang tepat. Pasal 36 (1) Setiap pengelola, penyelenggara, dan penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum melakukan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota atau instansi kekarantinaan kesehatan di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara. (2) Dalam melaksanakan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, dapat bekerja sama dengan atau menggunakan jasa pihak lain yang bergerak di bidang Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. (3) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling sedikit meliputi: a. berbentuk badan usaha; b. memiliki izin penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 37 (1) Bahan dan peralatan yang digunakan dalam Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit meliputi: a. bahan dan peralatan pengamatan dan penyelidikan bioekologi, penentuan status kevektoran, status resistensi, dan efikasi bahan pengendali, serta pemeriksaan sampel; b. bahan dan peralatan intervensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metode fisik, biologi, kimia, dan terpadu. (2) Pestisida yang digunakan dalam Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit harus mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemkes.go.id - 20 - (3) Peralatan yang digunakan dalam Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit harus memenuhi Standar Nasional Indonesia dan/atau mendapat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 38 (1) Tenaga Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit meliputi entomolog kesehatan atau tenaga kesehatan lingkungan lainnya yang terlatih di bidang entomologi kesehatan. (2) Tenaga kesehatan lingkungan lainnya yang terlatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan di bidang entomologi kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 39 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 sampai dengan Pasal 38 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VII UPAYA PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM KONDISI MATRA DAN ANCAMAN GLOBAL PERUBAHAN IKLIM Pasal 40 (1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya melakukan penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dalam keadaan tertentu. (2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kondisi matra; dan b. ancaman global perubahan iklim. (3) Kondisi matra sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan perubahan pada seluruh aspek lingkungan, wahana, atau media yang berpengaruh secara bermakna terhadap kelangsungan hidup dan kegiatan manusia. (4) Ancaman global perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan perubahan iklim yang diakibatkan oleh: a. aktivitas manusia langsung atau tidak langsung yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global; dan b. perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. jdih.kemkes.go.id - 21 - Pasal 41 (1) Penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam kondisi matra dilakukan pada ruang lingkup kesehatan lapangan yang menimbulkan adanya pengungsi, migrasi, dan/atau relokasi. (2) Kondisi matra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa bencana atau peristiwa yang bersifat massal. (3) Kondisi matra berupa bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. bencana alam; b. bencana nonalam; dan c. bencana sosial. (4) Kondisi matra berupa peristiwa yang bersifat massal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. penyelenggaraan olahraga nasional atau internasional; b. arus mudik; c. jambore; d. acara keagamaan; dan e. kegiatan lain yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Pasal 42 (1) Penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam kondisi matra dilakukan pada saat: a. prakejadian kondisi matra; b. kejadian kondisi matra; dan c. pascakejadian kondisi matra. (2) Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan pada saat prakejadian kondisi matra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi identifikasi dan pengendalian faktor risiko penyakit yang berasal dari media lingkungan. (3) Penyelenggaraan kesehatan lingkungan pada saat kejadian kondisi matra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi penilaian cepat bidang kesehatan lingkungan, intervensi kesehatan lingkungan, dan pemeriksaan sampel media lingkungan. (4) Penyelenggaraan kesehatan lingkungan pada saat pascakejadian kondisi matra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi inspeksi kesehatan lingkungan, intervensi kesehatan lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan pemeliharaan kondisi kesehatan lingkungan. Pasal 43 (1) Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dalam ancaman global perubahan iklim dilakukan dalam rangka pelindungan kesehatan masyarakat dan lingkungan dari dampak perubahan iklim pada kesehatan yang dilakukan melalui upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. (2) Upaya mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan serapan karbon dan/atau penyimpanan cadangan karbon sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim. jdih.kemkes.go.id - 22 - (3) Upaya adaptasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menyesuaikan dengan mengurangi potensi dampak negatif dan memanfaatkan dampak positif perubahan iklim untuk melindungi kesehatan masyarakat. Pasal 44 (1) Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dilakukan dalam rangka pencapaian target kontribusi sektor kesehatan dalam mewujudkan kontribusi yang ditetapkan secara nasional (Nationally Determined Contribution) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Untuk mencapai target kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan upaya: a. penguatan komitmen dan kepemimpinan yang efektif untuk membangun ketahanan iklim; b. penguatan kapasitas organisasi dan kapasitas sumber daya manusia c. penilaian kerentanan dan kapasitas adaptasi; d. penguatan peringatan dini dan monitoring terintegrasi; e. peningkatan penelitian kesehatan dan iklim; f. penerapan teknologi dan infrastruktur berkelanjutan yang berketahanan iklim; g. penguatan dukungan pada sektor lain terkait dengan pengelolaan lingkungan yang berdampak pada Kesehatan; h. pengembangan program kesehatan yang terkait iklim; i. kesiapsiagaan dan pengelolaan kedaruratan terhadap iklim ekstrim/bencana hidrometeriologis (terkait iklim); dan j. pendekatan komprehensif untuk membiayai perlindungan kesehatan dari dampak perubahan iklim. (3) Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan dalam bentuk rencana aksi nasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 45 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dalam kondisi matra dan ancaman global perubahan iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 44 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemkes.go.id - 23 - BAB VIII PENDEKATAN ONE HEALTH DALAM PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN Pasal 46 (1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan Kesehatan Lingkungan menggunakan pendekatan one health. (2) Pendekatan one health sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya yang dilaksanakan secara terpadu dengan lintas sektor dan lintas program dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit dan faktor risiko penyakit yang ada pada manusia, hewan, dan lingkungan yang menjadi ancaman nasional dan global. (3) Pendekatan one health sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan pada: a. upaya Penyehatan air, udara, Tanah, dan Pangan; b. Pengamanan; dan c. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit. BAB IX TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 47 (1) Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan SBMKL dan Persyaratan Kesehatan, persyaratan teknis, dan penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. (2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota berkoordinasi dengan pimpinan kementerian/lembaga atau organisasi perangkat daerah terkait. (3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi profesi, perguruan tinggi, asosiasi, lembaga swadaya masyarakat, swasta, dan masyarakat. (4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk. a. mencegah timbulnya risiko buruk bagi kesehatan; b. terwujudnya lingkungan yang sehat; dan c. kesiapsiagaan bencana. Pasal 48 Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilakukan melalui: a. advokasi dan sosialisasi; b. peningkatan jejaring kerja atau kemitraan; c. pendidikan dan pelatihan teknis; d. bimbingan teknis; e. pemberian penghargaan; dan/atau f. pembiayaan program. jdih.kemkes.go.id - 24 - Pasal 49 (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilakukan terhadap masyarakat dan setiap pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum yang menyelenggarakan Kesehatan Lingkungan, termasuk produsen/penyedia/ penyelenggara Air Minum dan Pangan Olahan Siap Saji. (2) Pengawasan dilakukan secara berkala, dan sewaktu- waktu dalam rangka tindak lanjut pengaduan masyarakat, kejadian luar biasa/wabah dan bencana lainnya. (3) Pengawasan dilakukan melalui: a. pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan; dan b. pemeriksaan kualitas media lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum, termasuk produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum dan Pangan Olahan Siap Saji. (4) Pengawasan dilakukan dalam rangka: a. memberikan rekomendasi perbaikan kepada pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum, termasuk produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum dan Pangan Olahan Siap Saji; b. penilaian kepatuhan pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum, termasuk produsen/penyedia/penyelenggara Minum dan Pangan Olahan Siap Saji terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini; c. evaluasi kebijakan; dan/atau d. pemberian sanksi administratif atau penegakan hukum lainnya. (5) Pengawasan dilakukan oleh tenaga pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 50 Setiap produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum dan Pangan Olahan Siap Saji harus menyesuaikan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan. jdih.kemkes.go.id - 25 - BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 51 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80/Menkes/PER/II/1990 tentang Persyaratan Kesehatan Hotel; b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan; c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum; d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan; e. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran; f. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1428/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Puskemas; g. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah; h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum; i. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/Menkes/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum; j. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1018/Menkes/PER/V/2011 tentang Strategi Adaptasi Sektor Kesehatan terhadap Dampak Perubahan Iklim (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 344); k. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1077/Menkes/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 334); l. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011 tentang Pedoman Higiene Sanitasi Jasaboga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 372); m. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 035 Tahun 2012 tentang Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 914); n. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1111); jdih.kemkes.go.id - 26 - o. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 864); p. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1592); dan q. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 296) sepanjang mengatur terkait Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan media lingkungan di rumah sakit, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 52 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemkes.go.id - 27 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 2023 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BUDI G. SADIKIN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2023 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 55 jdih.kemkes.go.id - 28 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2023 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan amanat dan target yang dimandatkan kepada pemerintah Indonesia untuk Sustainable Development Goals (SDGs) goal 6.1 yaitu mencapai 100% akses Air Minum aman, maka disadari bahwa kualitas Air Minum merupakan hal penting yang perlu dijamin pemenuhannya dan karenanya perlu dilakukan pengawasan kualitas Air Minum. intervensi untuk pencapaian Air Minum aman mencakup pengamanan kualitas air dari penyelenggara Air Minum hingga ke pengguna Air Minum. Amanat terkait respons kebijakan untuk menangani pencemaran udara juga telah tercantum dalam Sustainable Development Goal (SDGs), yaitu pada Goal 3 Good Health and Well-Being dan Goal 11 Sustainable Cities and Communities. Goal 11 khususnya terkait dengan kesehatan masyarakat di perkotaan, dengan populasi berpotensi terpajan karena dekat dengan sumber-sumber pencemar. Dari keseluruhan populasi, penduduk daerah permukiman padat di perkotaan (urban slum) merupakan masyarakat yang paling banyak terkena dampak pencemaran udara. Permasalahan lingkungan karena pencemaran media lingkungan tidak hanya pada air dan udara, namun juga pada media Tanah. Pencemaran Tanah di Indonesia antara lain terjadi karena adanya tumpahan minyak bumi (seperti di Karawang, 2019), tercemar oleh Limbah B3 (seperti di Mojokerto, 2018), tercemar Pb karena aktivitas peleburan aki bekas (seperti di desa Cinangka, 2012), tercemar merkuri limbah/tailing di tambang emas (seperti di desa Cisungsang, 2007), tercemar bahan pestisida karena kegiatan pertanian yang intensif menggunakan pestisida (seperti di Brebes, 2016); tercemar limbah bahan radioaktif, karena aktivitas pembuangan limbah radioaktif tidak terkontrol (seperti di Tangerang Selatan, 2020) dan pencemaran Tanah karena bahan kimia berbahaya lainnya. Di samping cemaran bahan kimia terdapat juga kasus pencemaran Tanah karena bakteri patogen yaitu antraks (seperti di Yogyakarta, 2020) dan di berbagai tempat terdapat kasus pencemaran Tanah oleh telur cacing (seperti di Kabupaten Donggala). Berdasarkan data WHO (www.who.int, 2020), bahwa penduduk dunia yang terinfeksi telur cacing patogen sebanyak 1,5 milyar, dan lebih banyak karen Tanah yang terkontaminasi telur cacing dari kotoran manusia. Penyebaran telur cacing dapat melalui termakan sayur, yang mengandung telur cacing, dan perilaku cuci tangan yang buruk setelah memegang Tanah yang terkontaminasi telur cacing. jdih.kemkes.go.id - 29 - Indonesia adalah negara tropis berbentuk kepulauan, merupakan wilayah yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. Dampak dari tingginya populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit menyebabkan Indonesia menjadi endemis penyakit tular vektor dan zoonotik, dengan penyebaran yang sangat luas, serta menimbulkan peningkatan kasus di beberapa wilayah dan berpotensi menimbulkan kegawatdaruratan kesehatan masyarakat. Pengendalian vektor merupakan upaya preventif yang penting dalam pencegahan penyakit, apabila populasi vektor dapat diturunkan maka penularan penyakit akan dapat dihindari sedini mungkin. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang kesehatan lingkungan menyebutkan bahwa kualitas lingkungan yang sehat ditentukan melalui pencapaian atau pemenuhan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan (SBMKL) dan Persyaratan Kesehatan melalui media lingkungan di Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, dan Tempat Fasilitas Umum. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan pengendalian pencemaran di media lingkungan yaitu pada media air, udara, Tanah, pangan dan sarana bangunan dan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. Pengendalian pencemaran media lingkungan dilakukan melalui upaya penyehatan, pengamanan dan pengendalian agar memenuhi SBMKL dan Persyaratan Kesehatan. Penetapan SBMKL dan Persyaratan Kesehatan juga merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Memberikan acuan bagi para pemangku kepentingan dalam mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat sehingga dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 2. Tujuan Khusus a. Memberikan acuan SBMKL. b. Memberikan acuan Persyaratan Kesehatan media lingkungan. c. Memberikan acuan dalam pembinaan dan pengawasan kualitas media lingkungan. C. Sasaran 1. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; 2. Puskesmas; 3. Penyelenggara, pengelola, dan penanggung jawab lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum; 4. Penyelenggara Laboratorium; dan 5. Pemangku kepentingan lain. jdih.kemkes.go.id - 30 - BAB II STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN (SBMKL) DAN PERSYARATAN KESEHATAN AIR, UDARA, TANAH, PANGAN, SARANA DAN BANGUNAN, VEKTOR DAN BINATANG PEMBAWA PENYAKIT. A. Media Air 1. Air Minum a. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Air Minum adalah air yang melalui pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air Minum digunakan untuk keperluan untuk keperluan minum, masak, mencuci peralatan makan dan minum, mandi, mencuci bahan baku pangan yang akan dikonsumsi, peturasan, dan ibadah. Standar baku mutu kesehatan lingkungan media Air Minum dituangkan dalam parameter yang menjadi acuan Air Minum aman. Parameter yang dimaksud meliputi parameter fisik, parameter mikrobiologi, parameter kimia serta radioaktif. Dalam Peraturan Menteri ini, parameter dibagi menjadi parameter utama dan parameter khusus. Penetapan tambahan parameter khusus menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui kajian ilmiah. Standar baku mutu kesehatan lingkungan media Air Minum ini sebagai acuan bagi penyelenggara Air Minum, petugas sanitasi lingkungan di Puskesmas, dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan terkait. Upaya penyehatan dilakukan melalui pengamanan dan pengendalian kualitas Air Minum yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas Air Minum memberikan manfaat yang signifikan bagi kesehatan masyarakat. Sasaran untuk penetapan standar baku mutu kesehatan lingkungan media Air Minum diperuntukkan bagi penyelenggara dan produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum yang dikelola dengan jaringan perpipaan, bukan jaringan perpipaan, dan komunal, baik institusi maupun non institusi di Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi serta Tempat dan Fasilitas Umum. Sasaran tersebut di atas harus memeriksakan seluruh parameter wajib. Parameter wajib tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Parameter Wajib Air Minum No Jenis Parameter Kadar maksimum Satuan Metode yang Pengujian diperbolehkan Mikrobiologi 1 Escherichia coli 0 CFU/100ml SNI/ APHA 2 Total Coliform 0 CFU/100ml SNI/ APHA Fisik 3 Suhu Suhu udara ± 3 oC SNI/APHA 4 Total Dissolve Solid