Pertumbuhan, Diferensiasi, dan Morfogenesis PDF
Document Details
Uploaded by VigilantArtInformel
Universitas Kristen Duta Wacana
Tags
Summary
This document provides an outline of lectures on embryonic development, growth, differentiation, and morfogenesis. It covers topics including cell structure, functions, stem cells, cell cycles and apoptosis, and congenital disorders. It is suitable for undergraduate or graduate-level cell biology and development courses.
Full Transcript
PROSES PERKEMBANGAN EMBRIO PERTUMBUHAN, DIFERENSIASI, MORFOGENESIS NORMAL DAN KELAINANNYA BAGIAN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA Out line kuliah I. Pertumbuhan, diferensiasi dan morfogenesis A. Sel – struktur dan fungsinya B. Sel...
PROSES PERKEMBANGAN EMBRIO PERTUMBUHAN, DIFERENSIASI, MORFOGENESIS NORMAL DAN KELAINANNYA BAGIAN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA Out line kuliah I. Pertumbuhan, diferensiasi dan morfogenesis A. Sel – struktur dan fungsinya B. Sel punca C. Siklus sel D. Apoptosis E. Pertumbuhan – regenerasi dan replikasi F. Diferensiasi dan morfogenesis G. Proses morfogenesis II. Penyimpangan dan kelainan pertumbuhan, diferensiasi dan morfogenesis A. Penyimpangan pertumbuhan Adaptasi seluler B. Kelainan diferensiasi dan morfogenesis Klasifikasi kelaianan morfogenesis Tipe-tipe kelainan morfogenesis Beberapa malformasi pada seorang individu C. Berbagai kelainan kongenital Ditinjau kesalahan morfogenesis Ditinjau lingkungan Ditinjau genetika Multifaktorial I. PERTUMBUHAN, DIFERENSIASI DAN MORFOGENESIS I.A. Struktur dan Fungsi Organela Sel Fungsi organela sel 1. Pemecahan / katabolisme seluler Proteasom Lisosom Peroksisom 2. Mesin biosintetik Retikulum endoplasma Aparatus golgi 3. Pembersih sisa metabolisme Lisosom Proteasom Fungsi organela sel Membran sel Sitoskeleton Difusi membran pasif Mikrofilamen aktin Kanal dan pembawa protein- protein Filamen intermediate Endositosis : caveolae, reseptor Mikrotubul Eksositosis Interaksi antar sel Fagositosis Occluding junction (tigh junction) Transitosis Anchoring junction (desmosome) Mitokondria Communication junction (gap junction) I.B. SEL PUNCA SEL INDUK MEMILIKI POTENSI REPLIKASI DAN SEL TURUNANNYA BERDIFERENSIASI MENJADI BERBAGAI TIPE SEL TURUNAN BERBEDA TOTIPOTEN PLURIPOTEN MULTIPOTEN / UNIPOTEN MENGGANTIKAN SEL-SEL YANG RUSAK, MEMELIHARA POPULASI SEL DALAM JARINGAN SAAT SEL DALAM KONDISI SENESCENCE SEL PUNCA SUMSUM TULANG, NEURON OTAK, GINJAL I.C. Siklus Sel SIKLUS SEL TAHAP SINTESIS DNA - FASE S TAHAP PEMBELAHAN SEL - FASE M FASE GAP PERTAMA - G1 (PRESYNTETIC GROWTH) FASE GAP KEDUA - G2 (PREMITOTIC GROWTH) QUISCENT / FASE ISTIRAHAT SEL - G0 + DIFERENSIASI TERMINAL + DAPAT PROLIFERASI KEMBALI LAMANYA PEMBELAHAN TIAP-TIAP SEL (GENERATIONTIME) BERBEDA SEL INTESTINAL - 8 JAM HEPATOSIT - 100 HARI I.D. Apoptosis APOPTOSIS: KEMATIAN SEL SECARA FISIOLOGIS DALAM PERTUMBUHAN DAN MORFOGENESIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENGONTROL APOPTOSIS INHIBITOR: FAKTOR-FAKTOR PERTUMBUHAN, MATRIKS EKSTRA SELULER, HORMON STEROID (ESTEROGEN, TESTOSTERON), BEBERAPA PROTEIN VIRUS PENGINDUKSI: TIDAK ADA FAKTOR2 PERTUMBUHAN, LEPASNYA IKATAN DENGAN MATRIKS, GLUKOKORTIKOID, RADIKAL BEBAS, RADIASI, KERUSAKAN DNA JALUR APOPTOSIS 1. JALUR INTRINSIK - BAX p53 Bcl-2 family 2. JALUR EKSTRINSIK IKATAN LIGAND DAN RESEPTOR DI MEMBRAN SEL AKTIVASI CASPASE 3. FASE EKSEKUSI CASPASE 8, CASPASE 3 INTI SEL MENGKERUT (PIKNOSIS) DAN TERFRAKMENTASI (KARIOREKSIS) --> SEL MENGKERUT MEMBRAN SEL UTUH, FAGOSITOSIS APOPTOSIS DALAM PERKEMBANGAN KOMPONEN NORMAL DARI PERTUMBUHAN NORMAL DAN MORFOGENESIS SEL-SEL INTERDIGITAL >< SYNDACTYLY FUSI PALATUM SAAT PERKEMBANGAN RONGGA MULUT >< BIBIR SUMBING PENUTUPAN NEURAL TUBE >< SPINA BIFIDA INVOLUSI URAKUS >< DIVERTIKULUM / FISTULA VES. URINARIA KE UMBILIKUS LAKI-LAKI - REGRESI DUKTUS MULLERIAN >< WANITA - TUBA FALLOPI, UTERUS, PORTIO I.E. Pertumbuhan PERTUMBUHAN : PROSES BERTAMBAHNYA UKURAN HASIL DARI SINTESIS KOMPONEN JARINGAN SPESIFIK PERTUMBUHAN - FISIOLOGIS / PATOLOGIS - RESPON ADAPTIF FISIOLOGIS - KESEIMBANGAN PROLIFERASI SEL DAN KEMATIAN SEL. CTH TAHAP HIDUP FETUS, POST NATAL DAN DEWASA --> SEL-SEL TERUS MEMBELAH --> SEL-SEL MEMBELAH - STIMULASI --> SEL-SEL TIDAK DAPAT MEMBELAH REGENERASI DAN REPLIKASI : PROSES MENGGANTIKAN SEL-SEL YANG CEDERA DAN MATI 1. SEL LABIL - SETELAH LAHIR SEL-SEL MEMBELAH TERUS MENERUS (HIGHLY REGENERATIVE), PERAN SEL PUNCA CTH : SEL-SEL HEMATOPOIETIK SUMSUM TULANG DAN SEL-SEL KELENJAR LIMFE, SEL-SEL EPITEL 2. SEL-SEL STABIL - KONDISI NORMAL SANGAT JARANG MEMBELAH, PERAN SEL PUNCA CTH : SEL-SEL HEPAR, KELENJAR ENDOKRIN, TULANG, JARINGAN IKAT FIBROUS, TUBULUS RENALIS 3. SEL PERMANEN - HANYA MEMBELAH DALAM TAHAP HIDUP FETUS CTH: NEURON, FOTORESEPTOR RETINA MATA, OTOT JANTUNG DAN OTOT SKELETAL I.F. Differensiasi dan Morfogenesis DIFERENSIASI : PROSES PERKEMBANGAN SUATU SEL MEMILIKI FUNGSI DAN MORFOLOGI (FENOTIPE) YANG TERTENTU MORFOGENESIS : PROSES PERTUMBUHAN DARI SEL PRIMITIF MEMBENTUK STRUKTURAL DAN ORGAN, ANGGOTA TUBUH, WAJAH - YANG SANGAT KOMPLEKS - SELAMA EMBRIOGENESIS PENGONTROLAN EKSPRESI GEN UNTUK MENYELESAIKAN FENOTIPE SINTESI PRODUK GEN, DIKONTROL DALAM BEBERAPA TINGKATAN 1. TRANSKRIPSI : PENGONTROLAN OEMBENTUKAN mRNA 2. TRANSPORT : PENGONTROLAN EKSPORT mRNA DARI INTI SEL KE DALAM RIBOSOM DALAM SITOPLASMA 3. TRANSLASI : PENGONTROLAN PEMBENTUKAN PRODUK GEN DI DALAM RIBOSOM RINGKASAN SELAMA PERKEMBANGAN SUTAU EMBRYO - DETERMINASI DAN DIFERENSIASI - MODIFIKASI TRANSKRIPSIONAL PADA EKSPRESI GENOM TANPA PENINGKATAN ATAU PENURUNAN JUMLAH GEN GAMBARAN MORFOGENESIS. II. KELAINAN PERTUMBUHAN, DIFERENSIASI DAN MORFOGENESIS II.A Penyimpangan Pertumbuhan : Adaptasi RESPON SEL TERHADAP PENINGKATAN KEBUTUHAN FUNGSIONAL; PENINGKATAN UKURAN TANPA REPLIKASI SEL → HIPERTROFI PENINGKATAN JUMLAHNYA MELALUI PEMBELAHAN SEL → HIPERPLASIA KOMBINASI KEDUANYA HIPERTROFI BERTAMBAHNYA UKURAN SEL --> PENINGKATAN UKURAN ORGAN MEKANISME: PENINGKATAN PRODUKSI PROTEIN- PROTEIN SELULER HIPERPLASIA PENINGKATAN UMLAH SEL DALAM SUATU ORGAN ATAU JARINGAN SEBAGAI RESPON TERHADAP STIMULUS HIPERPLASI FISIOLOGIS : HORMON-HORMON / FAKTOR-FAKTOR PERTUMBUHAN - PENINGKATAN KAPASITAS FUNGSI ORGAN-ORAGAN SENSITIF HORMON, PENINGKATAN KOMPENSASI SETELAH TERJADI KERUSAKAN / RESEKSI HIPERPLASIA PATOLOGIS : KERJA HORMON-HORMON/ FAKTOR-FAKTOR PERTUMBUHAN TIDAK TEPAT DAN BERLEBIHAN PADA SEL TARGET - VIRUS MEKANISME : PROLIFERASI SEL-SEL DEWASA OLEH STIMULI FAKOR-FAKTOR PERTUMBUHAN HIPERTROFI DAN HIPERPLASIA FISIOLOGI SEORANG ATLET - HIPERTROFI OTOT SKELETAL DI EKSTREMITAS --> PENINGKATAN AKTIVITAS OTOT - OTOT JANTUNG --> ALIRAN DARAH YANG DIPOMPA OLEH OTOT JANTUNG MENINGKAT SEORANG PENDUDUK DI DAERAH PEGUNUNGAN - HIPERPLASIA SEL-SEL SUMSUM TULANG MEMPRODUKSI ERITROSIT HIPERPLASIA JARINGAN PAYUDARA SAAT PUBERTAS DAN DALAM MASA KEHAMILAN DAN LAKTASI HIPERTROFI DAN HIPERPLASIA OTOT POLOS UTERUS SAAT PUBERTAS DAN MASA KEHAMILAN HIPERPLASIA TIROID PENINGKATAN KEBUTUHAN METABOLIK SAAT PUBERTAS DAN MASA KEHAMILAN HIPERTROFI DAN HIPERPLASIA PATOLOGIS - SEL-SEL BERTAMBAH BANYAK SECARA AUTONOM PSORIASIS - HIPERPLASIA BERAT EPIDERMIS PAGETS DISEASE OF BONE - HIPERPLASIA OSTEOBLAS & OSTEOKLAS - TULANG TEBAL TETAPI RAPUH FIBROMATOSIS - PROLIFERASI MYOFIBROBLAS AUTONOM HIPERPLASI ENDOMETRIUM HIPERPLASIA KELENJAR PROSTAT HUMAN PAPILOMA VIRUS - PAPILOMA PADA KULIT HIPERPLASIA DALAM PENYEMBUHAN JARINGAN PROLIFERASI SEL-SEL ENDOTEL PEMBULUH DARAH - ANGIOGENESIS - SUPLAI OKSIGEN DAN NUTRIEN UNTUK SEL REGENERATIF DAN PENYEMBUHAN PROLIFERASI MYOFIBROBLAS DALAM JARINGAN PARUT REGENERASI SEL KHUSUS DALAM JARINGAN Contoh JARINGAN KULIT JARIGAN LIVER JARINGAN OTOT JANTUNG ATROFI : PENURUNAN PERTUMBUHAN PENURUNAN UKURAN ORGAN DAN / ATAU PENGURANGAN JUMLAH ATROFI DAN INVOLUSI FISIOLOGI TAHAP HIDUP EMBRIOLOGI - BAGIAN MORFOGENESIS. BRANCHIAL CLEFT, DUKTUS TIROGLOSUS DAN NOTOCORD - INVOLUSI PERKEMBANGAN SISTEM GENITOURINARIA - INVOLUSI DUKTUS wOLLFIAN DAN MULLERIAN ATROFI KELENJAR THYMUS ATROFI PATOLOGIS PENURUNAN FUNGSI / BEBAN KERJA (ATROPHY OF DISUSE) HILANGNYA PERSARAFAN (DENERVATION ATROPHY) HILANGNYA SUPLAI DARAH 'PRESSURE' ATROPI KURANGNYA NUTRISI HILANGNYA STIMULASI ENDOKRIN ATROFI DIINDUKSI HORMAN MEKANISME : PENURUNAN SINTESIS PROTEIN & PENINGKATAN DEGRADASI PROTEIN SELULER - AUTOFAGI - RESIDUAL BODIES - LIPOFUSCIN GRANULES - BROWN ATROPHY HIPOPLASIA : BERKURANGNYA PERTUMBUHAN GAGAL PERKEMBANGAN ORGAN PROSES BERHUBUNGAN DENGAN ATROFI KEGAGALAN MORFOGENESIS CTH: KEGAGALAN PERKEMBANGAN TUNGKAI METAPLASIA PERUBAHAN REVERSIBEL SEL-SEL TERDIFERENSIASI (EPITELIAL MESENKIMAL) DIGANTIKAN TIPE SEL DEWASA LAIN MEKANISME BUKAN HASIL DARI PERUBAHAN FENOTIPE SEL YANG SUDAH BERDIFERENSIASI - HASIL DARI PEMROGRAMAN ULANG SEL PUNCA YANG ADA DALAM JARINGAN NORMAL / SELSEL MESENKIMAL TIDAK TERDIFERENSIASI DALAM JARINGAN PENYANGGA II.B. Kelainan Diferensiasi dan Morfogenesis PENYIMPANGAN DIFERENSIASI KARENA SEBAB-SEBAB YANG DIDAPAT PERUBAHAN LINGKUNGAN SELULER BERHUBUNGAN DENGAN CEDERA SELULER KRONIK DAN PENYEMBUHAN, AKTIVASI / REPRESI KELOMPOK GEN YANG TIDAK SESUAI YANG TERLIBAT DALAM DIFERENSIASI SELULER / MUTASI SEL-SEL EPITELIAL ATAU MESENKIMAL SERING BERHUBUNGAN PENINGKATAN RISIKO KEGANASAN BILA FAKTOR PREDISPOSISI PERSISTEN Klasifikasi kelainan morfogenesis Malformasi : Kelainan pada organ dan bagian besar tubuh lainnya, pembentukan jaringan abnormal Deformitas : Abnormalitas karena faktor mekanik Disrupsi : Kerusakan jaringan normal karena faktor nutrisi, anoksia, infeksi dll Displasia (dyshistogenesis): Pengorganisasian abnormal sel menjadi jaringan Malformasi adalah kelainan kondisi struktur tubuh yang terjadi selama embriogenesis (delapan minggu pertama perkembangan janin). Embriogenesis dibagi menjadi dua tahap yaitu blastogenesis dan organogenesis. Blastogenesis adalah 28 hari pertama perkembangan hasil konsepsi, selama waktu ini struktur dasar tubuh dan domain ekspresi genetika dijadikan dan perkembangan selanjutnya seluruh bagian embrio diperoleh. Pada masa blastogenesis embrio berukuran kecil, elemen dasar organ- organ tubuh yang saling berdekatan, perkembangan yang sangat terintegrasi dan saling tergantung, menjelaskan kepada kita alasan kecacatan yang terjadi pada tahap ini biasanya berat dan seringkali letal dan mungkin mengenai berbagai bagian tubuh. Malformasi yang berat misalnya anomali otak berat, fascial cleft, kecacatan pada mata, kecacatan pada jantung berat, tidak adanya ekstremitas, dll. Embriogenesis tahap kedua adalah organogenesis mulai hari ke 29 sampai ke 56 perkembangan hasil konsepsi, karena pada masa ini terjadi perkembangan berbagai organ tubuh. Kecacatan yang terjadi pada tahap ini lebih ringan dibandingkan pada masa blastogenesis, dan cenderung menimbulkan kecacatan pada organ tubuh tunggal dibandingkan multipel. Kecacatan tersebut misalnya bibir sumbing, webbed fingers, hipospadia, multidaktili. Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil), hidung dan telinga datar, retardasi pertumbuhan misalnya pertumbuhan paru- paru dan intestinal kurang matang. Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus karena cairan amniotik kurang (oligohidramnion) ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar. Disrupsi adalah kelompok kelainan kongenital akibat gangguan proses blastogenesis dan organogenesis dari lingkungan. Dapat disebabkan oleh infeksi prenatal seperti rubela, sitomegalovirus, toksoplasma, bahan- bahan kimia seperti merkuri, alkohol, thalidomide, dan agen kemoterapi kanker; hormon seperti diethylstilbestrol. Displasia adalah anomali kongenital dari perkembangan dan diferensiasi jaringan. Terjadi pada tumor yang tersusun dari satu atau lebih tipe jaringan, yang dapat terjadi pada berbagai bagian tubuh, dengan risiko transformasi maligna. Anomali minor adalah suatu kecacatan yang tidak menonjol dari pemeriksaan inspeksi struktur tubuh dan dievaluasi secara subjektif maupun dengan alat ukur, timbul pada tahap fenogenesis (fetus) yang dimulai dari hari ke 57 setelah fertilisasi (usia janin minggu ke delapan) sampai lahir, dimana pada tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus terutama otak. Karakter fisik dipengaruhi faktor genetika dengan derajat yang bervariasi, dengan beberapa karakteristik sangat kuat dipengaruhi oleh faktor genetika dan yang banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Kecacatan terkait genetika diturunkan dari kedua orang tuanya. Bentuk malformasi paling ringan (anomali monor) ini lebih sering terjadi dibandingkan malformasi di atas, misalnya kecacatan yang dijumpai pada kulit, jantung, gastrointestinal, anggota badan, sistem respirasi, kranium, wajah, mata, telinga, mulut lidah, palatum dan otak. II.C. Tipe-tipe kelainan morfogenesis Incomplete : absent or hypoplastic development, persistence of an organ or tissue in an early location, or incompleteness of a variety of morphogenetic processes, such as closure or fusion (as in cleft palate), separation (as in syndactyly), recanalization (as in duodenal atresia), septation, migration, rotation, or resolutionof an early form Redundant : duplications of structures, such as in polydactyly Aberant : situations in which organs appear in ectopic locations not accounted for by failures of migration during embryogenesis II.D. Beberapa malformasi pada seorang individu Beberapa malformasi pada seorang individu Syndrome : a pattern of multiple abnormalities that are regarded as being pathogenically related or as having a defined genetic or teratological etiology. Sequences : the multiple malformations derive from a single initiating event, which could have many different causes. Association : the malformations occur in a nonrandom manner but are not considered to represent either a syndrome or a sequence; in fact, the associations may sometimes be broken down into sequences and/or syndromes III.Kelainan Kongenital III.A. Kelainan Kongenital Ditinjau dari Morfogenesis Morfogenesis Neural Tube Perkembangan normal intrauterin dan postnatal bergantung pada rangkaian aktivasi dan represi genetika. Ovum terfertilisasi (disebut zigot) telah memiliki semua genetika manusia dewasa yang umumnya belum aktif. Saat zigot memasuki tahap pembelahan, genetika spesifik diaktifkan untuk tahap embriogenesis. Zigot membelah membentuk morula dan blastosit yang akhirnya tertanam pada dinding endometrium, yang terjadi pada hari ke 7 hingga 12 setelah fertilisasi. NEURILASI Pada hari ke-13 plasenta mulai terbentuk, disertai proses gastrulasi dan pembentukan lapisan 1. ektoderm (yang akan menjadi kulit, rambut, lensa mata, telinga dalam dan telinga luar, hidung, sinus, mulut, anus, enamel gigi, kelenjar hipofisis dan mamaria, dan semua bagian sistem saraf), 2. mesoderm ( akan menjadi otot, tulang, jaringan limfatik, lien, sel- sel darah, jantung, paru- paru, sistem reproduksi dan ekskretosius) dan 3. endoderm (akan menjadi jaringan yang melapisi paru, lidah, uretra dan kelenjar yang berhubungan, vesika urinaria, dan traktus digestuvus). NEURILASI NEURILASI Hari ke-16 proses gastrulasi berlanjut sel- sel neural crest yang berasal dari primitive streak bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi banyak sel seperti neuron, sel- sel glial, sel- sel terpigmentasi pada epidermis, sel- sel pemroduksi adrenalin yang membentuk kelenjar adrenal, dan berbagai jaringan skeletal dan jaringan penghubung dari kepala. Pada hari ke 17- 19 lapisan ektoderm menebal membentuk neural plate, tepi dari lempeng ini meninggi dan membentuk lekukan kedalam disebut neural grove. Neural grove ini adalah prekursor sistem saraf embrio dan merupakan organ yang pertama berkembang. Kemudian neural grove ini menutup membentuk neural tube. Proses dari terbentuknya neural plate hingga neural grove hingga neural tube disebut neurilasi. NEURILASI NEURILASI NEURILASI NEURILASI NEURILASI Defek Neural Tube Otak dan medula spinalis berasal dari elemen ektoderm yang berdiferensiasi dan berproliferasi untuk membentuk neural tube. Penutupan neural tube berawal dari sekitar hari ke 22 gestasi dan tuntas antara hari ke-26 hingga ke-28. Gangguan yang berkaitan dengan penutupan neural tube adalah sebagian dari malformasi SSP yang paling sering terjadi. Penyimpangan perkembangan ini, yang secara luas disebut sebagai defek neural tube atau dysraphic state, dapat mengenai otak atau medula spinalis, atau keduanya. Contohnya adalah anensefalus, meningokel dan ensefalokel kranium, dan berbagai bentuk spina bifida. Anesefalus Anensefalus adalah kelainan kongenital dari tidak adanya seluruh atau sebagian otak akibat tidak menutupnya bagian cephalad (anterior neuropore) dari neural tube. Anesefalus dengan atau tanpa kelainan tulang belakang adalah bentuk defek neural tube yang paling parah dan merupakan malformasi SSP kedua yang sering diidentifikasi pada janin manusia setelah spina bifida. Seperti pada semua defek neural tube, malformasi ini lebih sering terjadi pada kelompok sosioekonomi lemah dan pada bayi dari perempuan yang usianya lebih dari 40 tahun. Fetus dengan anensefalus mengalami stillborn atau meninggal pada beberapa hari pertama kehidupan. Penelitian epidemiologi memperlihatkan keterkaitan yang cukup meyakinkan antara defisiensi folat dalam makanan dan peningkatan risiko anensefalus. Asam folat dikonversi menjadi asam dihidrofolik di dalam hepar, yang merupakan komponen esensial untuk replikasi dan perbaikan DNA. Skrening α-fetoprotein dan ultrasonografi mendeteksi secara virtual semua fetus dengan anensefalus. Ensefalokel dan Meningiokel Kranium Defek neural tube ringan, mungkin terjadi selama masa gestasi lebih lanjut dibandingkan anensefalus. Ensefalokel dintandai dengan menonjolnya meningen dan parenkim otak dalam jumlah yang bervariasi melalui suatu defek tulang kranium. Hal ini paling sering terjadi di regio oksipital meskipun semua bagian tengkorak dapat terkena. Ensefalokel anterior terutama banyak terjadi di Asia Tenggara. Meningokel kranium jarang terjadi dan dapat dibedakan dengan ensefalokel hanya dengan adanya menigen dan CSS di jaringan yang mengalami herniasi. Spina Bifida Spina bifida adalah defek neural tube akibat kegagalan penutupan neural tube di daerah lebih kaudal. Anomali ini biasanya berlokasi di daerah lumbar dan bervariasi dalam keparahan klinik dari asimtomatik sampai ketidak mampuan, tetapi biasanya tidak letal. Pada semua kasus terjadi hipoplasia atau kehilangan satu atau lebih arkus vertebra, dengan berbagai kelainan meningen dan/ atau medula spinalis dibawahnya. Spina bifida terjadi akibat suatu kelainan perkembangan tahap embrional hari ke-25 hingga ke-30, mencerminkan penutupan neural tube yang berurutan. Spina bifida diklasifikasikan berdasarkan keparahan defek: Spina bifida okulta adalah bentuk paling ringan dan terbatas pada lengkung vertebra dan biasanya asimtomatik. Kelainan ini ditandai dengan gangguan penutupan arkus vertebra posterior, dengan meningen dan medula spinalis intak. Letak defek kadang ditandai dengan adanya cekungan kecil di kulit atau sejumput rambut. Meningocele menunjukkan gambaran kondisi dengan defek tulang dan jaringan lunak lebih luas yang menyebabkan protusi meningen sebagai kantong dipenuhi cairan dan tampak pada permukaan eksternal punggung bagian tengah. Bagian lateral kantong mempunyai ciri khas dilapisi kulit tipis, sedangkan bagian apek kadang mengalami ulserasi menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam CSF. Meningomielokel, atau mielomeningokel, ditandai dengan herniasi meningen spinal dan medula spinalis melalui suatu defek vertebra posterior untuk membentuk suatu kantong mirip kista (spina bifida kistika). Meningen mungkin terpajan lingkungan luar atau tetutup kulit. Menigomielokel sering berkaitan dengan hidrosefalus dan malformasi Arnold-Chiari. Medula biasanya normal pada malforasi ini, dan manifestasi klinis utama defek ini, seperti diperkirakan, adalah infeksi, paralisis ekstriitas bawah, dan gangguan pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Kata meningokel menandakan jenis defek spinal yang mirip, tetapi lebih ringan dan hanya meningen yang mengalami herniasi melalui arkus vertebra yang berbentuk abnormal. III.B. Kelainan Kongenital Ditinjau dari Etiologi Lingkungan Kelainan Kongenital akibat Teratogen Prinsip teratologi Kerentanan terhadap teratogen bervariasi. Kunci yang menentukan variabilitas ini adalah genotipe fetus dan ibu. Kerentanan terhadap teratogen spesifik untuk setiap tahap embriogenesis. Mekanisme teratogenesi spesifik untuk setiap agen teratogen. Teratogenesis bergantung pada dosis. Teratogen mengakibatkan kematian, retardasi pertumbuhan, malformasi atau gangguan fungsional. Malformasi diinduksi obat- obatan dan kimiawi Malformasi diinduksi oleh thalidomide Deformasi dengan pengurangan anggota badan, mengenai satu atau lebih ekstremitas adalah kelainan kongenital yang jarang, dan berhubungan dengan pemakaian sedative thalidomide, pada awal kehamilan. Derivat asam glutamat ini bersifat teratogen antara usia kehamilan hari ke-28 hingga ke-50. Banyak anak yang dilahirkan dari ibu pengguna thalidomide menderita deformitas skeletal dan banyak defek di organ- organ lain, umumnya pada telinga (mikrotia dan anotia) dan jantung. Ciri khasnya adalah tangan memendek dan menyerupai sirip anjing laut (phocomelia). Tidak berdampak pada susunan saraf pusat sehingga anak- anak tersebut mempunyai kecerdasan normal. Fetal Alcohol Syndrome Fetal alcohol syndrome disebabkan oleh konsumsi alkohol selama kehamilan. Konsumsi alkohol berlebihan selama trimester pertama kehamilan oleh pecandu alkohol sangat berbahaya. Terdapat abnormalitas komplek yaitu (1) retardasi pertumbuhan, (2) abnormalitas Susunan Saraf Pusat dan (3) dismorfologi fasial (mikrosefali, epicantal fold, fisura palpebra pendek, hipoplasia maksila, bibir atas tipis, mikrognatia dan cekungan vertikal pada bibir atas tidak terbentuk). Malformasi diinduksi infeksi Malformasi akibat infeksi TORCH Akronim TORCH berasal dari tanda dan gejala kompek yang sama akibat infeksi fetal atau neonatal oleh Toxoplasma (T), rubella (R), cytomegalovirus (C), dan Herpes simplex virus (H). Huruf O pada TORCH mewakili others, yang meliputi sipilis, tuberkulosis, listeriosis, leptospirosis, virus varicella- zoster, dan virus Epstein- Barr. Infeksi TORCH menyebabkan kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki dan pencegahan (jika memungkinkan) adalah pendekatan terbaik. Sayangnya, titer antibodi serum terhadap TORCH pada bayi dan ibu tidak dapat dipakai sebagai standar diagnosis, dan etiologi yang tepat tidak selalu dapat diidentifikasi. Lesi pada susunan saraf pusat adalah perubahan patologi berdampak terburuk akibat infeksi TORCH pada anak- anak. Pada ensefalitis akut, fokus nekrosis dikelilingi oleh sel- sel inflamasi. Kemudian lesi ini mengalami kalsifikasi, terjadi terutama pada toksoplasmosis kongenital. Sering terjadi mikrosefali, hidrosefalus dan bentuk girus dan sulkus otak abnormal (microgyria). Defek pada okuler juga menonjol pada infeksi TORCH, terutama disebabkan oleh rubella, di mana dua per tiga mengalami katarak dan microphthalmia. Glaukoma juga dapat terjadi. Choroidoretinitis biasanya bilateral sering terjadi pada infeksi rubella, Toxoplasma dan CMV. Keratokonjungtivitis adalah lesi mata tersering pada infeksi herpes neonatal. Anomali kardial terjadi pada banyak anak dengan komplek TORCH, terutama oleh rubella. Patent ductus arteriosus dan berbagai defek septal adalah abnormalitas kardial yang sering dijumpai. Stenosis arteri pulmoner dan anomali kardial komplek kadang dapat dijumpai. Sifilis kongenital Organisme penyebab sifilis adalah Treponema pallidum, yang ditransmisikan pada fetus oleh ibu yang telah terinfeksi selama kehamilan atau ada kemungkinan 2 tahun sebelum kehamilan, meskipun resiko yang riil belum diketahui. T. Pallidum dapat masuk ke dalam fetus diberbagai tahap kehamilan, umumnya menyebabkan abortus, dan tampak tanda- tanda sifilis kongenital bila usia fetus sudah mencapai 16 minggu. Anak- anak dengan sifilis kongenital tampak normal pada hari- hari pertama kehidupan, atau menunjukkan perubahan sama seperti pada infeksi TORCH. Gejala- gejala lanjut sifilis kongenital tampak setelah beberapa tahun kemudian dan mencerminkan proses pengrusakan dan perbaikan jaringan yang terjangkit: rhinitis: lendir mukopurulen dari cavum nasi; kulit: rash makulopapuler; organ- organ visera: pneumonitis, hepatosplenomegali, anemia dan limfadenopati; gigi:tunas gigi incisivus dan molar tumbuh awal pada awal kehidupan (Hutchinson teeth) dan malformasi molar (mulberry molars); tulang: inflamasi periosteal dengan pembentukan tulang baru (priostitis); mata: vaskularisasi korneal progresif (interstitial keratitis); sistem saraf: meningitis menyebabkan kejang, hidrosefalus ringan, dan retardasi mental. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan infiltrat limfosit dan sel plasma perivaskuler dan lesi mirip granuloma disebut gummas. III.C. Kelainan Kongenital Ditinjau dari Etiologi Genetika Kelainan Kongenital Ditinjau dari Pola Kelainan Genetika-Tunggal Mendelian Pola pewarisan kelainan genetika mendelian berasal dari mutasi genetika tunggal yang berdampak luas. Biasanya mengikuti salah satu dari ketiga pola pewarisan berikut: autosomal dominan, autosomal resesif, dan X-linked. Tay- Sach Disease Tay- sach disease adalah kelainan genetika mendelian dengan pola pewarisan autosomal resesif yang mengenai lisosom. Lisosom adalah organel intraseluler dengan fungsi digesti intraseluler. Penyakit ini disebabkan oleh ketidakmampuan sel mengkatabolisme GM2 gangliosides. Terjadi mutasi genetika pada gen yang mengkode tiga polipeptida yang mendegradasi GM2 gangliosides yang terletak pada kromosom 15 lokus subunit-α yang menyebabkan defisiensi berat hexosaminidase A. Kelainan Sitogenetik melibatkan Kelainan Kromosom Sex Hermafroditisme dan Pseudohermafroditisme Masalah ambiguitas seksual sangatlah komplek. Jenis kelamin seseorang dapat didefinisikan menjadi beberapa level. Genetik seksual ditentukan oleh adanya atau tidak adanya kromosom Y. Tidak dihiraukan berapa pun banyaknya kromosom X, kromosom Y tunggal menentukan perkembangan testiskuler dan genetika jenis kelamin laki- laki. Pada awalnya gonad yang indiferen untuk embrio laki- laki maupun perempuan mempunyai kecenderungan bawaan untuk mengalami feminisasi, kecuali terdapat pengaruh faktor- faktor maskulinisasi dari kromosom Y. Gonadal seksual didasarkan pada ciri khas histologi dari gonad. Ductal seksual bergantung pada adanya derivat duktus mullerian atau wolffian. Fenotipe seksual atau genitalia didasarkan pada genitalia eksterna. Ambiguitas seksual terjadi pada saat ada ketidaksesuaian antara berbagai kriteria ini untuk menentukan jenis kelamin. Hermafroditisme sejati mempunyai arti didapatkannya jaringan ovarium dan testikular. Sebaliknya pseudohermafroditisme menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara fenotipe dan jenis kelamin gonad (contohnya, pseudohermafroditisme wanita gonadnya berupa ovarium tetapi fenotipenya genitalia eksterna pria; pseudohermafroditisme pria gonadnya berupa jaringan testikuler tetapi fenotipenya genitalia eksterna perempuan). Hermafroditisme sejati, mempunyai arti adanya jaringan ovarium dan testikuler, adalah kondisi yang sangat jarang dijumpai. Pada beberapa kasus, didapatkan satu testis dan satu ovarium di setiap sisi gonad yang disebut ovotestis. Kariotipnya 46,XX pada 50% pasien, sisanya umumnya mempunyai dua tipe genotipe (mosaic) dengan kariotipe 46.XX/46,XY. Jarang dengan kromosom berkariotipe 46,XY. Adanya testis memberikan arti kromosom berkariotipe 46XX mempunyai material kromosom Y, khususnya, gen SRY, yang memerintahkan gonad berdiferensiasi menjadi testis. Pseudohermafroditisme perempuan Kelainan lebih sederhana. Genetika seksual pada semua kasus adalah XX, dan perkembangan gonad ovarium dan organ genitalia interna normal. Hanya genitalia eksterna yang ambigu atau terjadi virilisasi. Dasar pseudohermafroditisme perempuan adalah paparan hormon androgen selama masa gestasi awal yang berlebihan yang tidak diperlukan. Pseudohermafroditisme laki- laki Diferensiasi seksual paling komplek. Penderita memiliki genetika seksual kromosom Y sehingga gonad berdiferensiasi menjadi testis, tetapi duktus genitalia atau genitalia eksterna tidak berdiferensiasi sempurna menjadi fenotipe laki- laki. Genitalia eksterna ambigu atau perempuan sempurna. Pseudohermafroditisme laki- laki sangat heterogen, dengan berbagai penyebab. Umumnya disebabkan karena virilisasi embrio laki- laki, akibat terjadi defek sintesis maupun aktifitas androgen secara genetik. III.D. Kelainan Kongenital Multifaktorial Cleft Lips dan Cleft Palatal Interaksi fenotipe yang mendasari dengan lingkungan terjadi terlebih dahulu sebelum kelainan tersebut bermanifestasi. Pada hari ke 35 gestasi, prominensia frontalis bersatu dengan prosesus maksilaris untuk membentuk bibir atas. Proses ini dikontrol oleh banyak genetika, dan gangguan ekspesi ( akibat herediter maupun lingkungan) pada masa ini mempengaruhi penyatuan yang sempurna, menyebabkan celah bibir dan dengan atau tanpa celah palatal. Anomali ini dapat akibat sindrom malformasi sistemik (disebabkan oleh teratogen, antikonvulsan) dan sering disertai abnormalitas kromosomal. Derivat vitamin A (retinol) semua asam transretinoad dibutuhkan esensial untuk pertumbuhan dan diferensiasi normal, sehingga bila tidak didapatkan pada saat embriogenesis menyebabkan malformasi pada berbagai sistem organ yaitu mata, sistem genitourinaria, sistem kardiovakuler, diafragma, dan paru- paru. Sebaliknya, bila paparan asam retinoad berlebihan, akan bersifat teratogenik. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menjalani perawatan akne berat memakai asam retinoad, fenotipenya dapat diprediksi mengalami defek susunan saraf pusat, jantung, dan kraniofasial seperti celah bibir dan celah palatum. Hal ini disebabkan gangguan jalur signal transforming growth factor-β (TGF- β) oleh asam retinoad, yang diperlukan dalam palatogenesis. III.E. Anomali Kongenital pada Kolon Penyakit Hirschsprung Patogenesis Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit Hirschsprung diperlukan pemahaman yang mendalam perihal perkembangan embriologis sistem saraf intestinal. Sel-sel krista neuralis berasal dari bagian dorsal neural tube yang kemudian melakukan migrasi keseluruh bagian embrio untuk membentuk bermacam-macam struktur termasuk sistim saraf perifer, sel-sel pigmen, tulang kepala dan wajah serta saluran saluran pembuluh darah jantung. Sel-sel yang membentuk sistim saraf intestinal berasal dari bagian vagal krista neuralis yang kemudian melakukan migrasi ke saluran pencernaan. Sebagian kecil sel-sel ini berasal dari sakral krista neuralis untuk ikut membentuk sel-sel saraf dan sel-sel glial pada kolon. Selama waktu migrasi disepanjang usus, sel-sel krista neuralis akan melakukan proliferasi untuk mencukupi kebutuhan jumlah sel diseluruh saluran pencernaan. Sel-sel tersebut kemudian berkelompok membentuk agregasi badan sel. Kelompok-kelompok ini disebut ganglia yang tersusun atas sel-sel ganglion yang berhubungan dengan sel bodi saraf dan sel-sel glial. Ganglia ini kemudian membentuk dua lingkaran cincin pada stratum sirkularis otot polos dinding usus, yang bagian dalam disebut pleksus submukosus Meissner dan bagian luar disebut pleksus mienterikus Auerbach (Fonkalsrud,1997). Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis menuju saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal. Pada minggu ke lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus, pada minggu ke tujuh mencapai mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas. Proses migrasi mula pertama menuju ke dalam pleksus Auerbachi dan selanjutnya menuju kedalam pleksus submukosa Meissneri. Apabila terjadi gangguan pada proses migrasi sel-sel kristaneuralis ini maka akan menyebabkan terjadinya segmen usus yang aganglionik dan terjadilah penyakit Hirschsprung. (Fonkalsrud,1997). TERIMKASIH TUHAN MEMBERKATI SEMOGA BERMANFAAT