Pengukuran Kinerja Supply Chain PDF
Document Details
Uploaded by UnboundManganese5114
Tags
Summary
Dokumen ini membahas pengukuran kinerja dalam manajemen rantai pasokan (supply chain). Diuraikan berbagai aspek penting terkait pengukuran kinerja, mulai dari definisi, manfaat, hingga model pengukuran seperti POA dan SCOR. Terdapat pula contoh perhitungan untuk memperjelas konsep yang dibahas.
Full Transcript
PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Tindakan pengukuran yg dilakukan terhadap berbagai aktivitas pada rantai nilai yg ada dalam perusahaan (Yowono, dkk 2002) Kinerja/performance mengacu pada hasil output dan sesuatu yg dihasilkan dari proses produksi dan jasa yg bisa dievaluasi dan dibandi...
PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Tindakan pengukuran yg dilakukan terhadap berbagai aktivitas pada rantai nilai yg ada dalam perusahaan (Yowono, dkk 2002) Kinerja/performance mengacu pada hasil output dan sesuatu yg dihasilkan dari proses produksi dan jasa yg bisa dievaluasi dan dibandingkan secara relatif dengan tujuan, standar, hasil-hasil yg lalu, dan organisasi yg lain (Hertz, 2007) Melakukan monitoring dan pengendalian Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasokan Mengetahui di mana posisi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing Menentukan apa yang akan diukur dan dimonitor untuk menciptakan kesesuaian antara strategi SCM dengan metrik pengukuran Periode pengukuran Seberapa penting ukuran yang satu relatif terhadap yang lain Siapa yang bertanggung jawab terhadap suatu ukuran tertentu Individual metrics Metric sets Overall performance measurement systems Suatu ukuran yang bisa diverifikasi, dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif, dan didefinisikan terhadap suatu titik acuan (reference point) tertentu. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi agar suatu metrik bisa efektif: Harus diwujudkan dalam bentuk yang masuk akal dan dapat dimengerti. Harus value-based, artinya suatu metrik harus dikaitkan dengan bagaimana organisasi menciptakan value ke pelanggan atau memenuhi kepentingan stakeholders yang lain. Metrik harus bisa menangkap karakteristik atau hasil (outcome) dalam bentuk numerik maupun nominal. Ukuran ini juga harus dibandingkan dengan suatu reference point Metrik sedapat mungkin tidak menciptakan konflik antar fungsi pada suatu organisasi. Metrik yang diciptakan untuk kepentingan satu fungsi sering kali menciptakan tindakan yang kontra produktif terhadap pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Metrik harus bisa melakukan distilasi terhadap data yang banyak tanpa kehilangan informasi yang terkandung di dalamnya. Merupakan Kumpulan dari beberapa metrik. Kumpulan ini diperlukan untuk memberikan informasi kinerja suatu sub-sistem. Sebagai contoh, kinerja persediaan tidak cukup hanya diukur dengan satu metrik. Individual metrik untuk persediaan bisa berupa ongkos simpan, tingkat perputaran persediaan, akurasi catatan persediaan, utilisasi sumber daya yang terkait dengan manajemen persediaan, dan sebagainya. Semua metrik individual tersebut bisa dikatakan metric sets untuk persediaan dan secara bersama- sama mengukur kinerja persediaan. Pada level yang tertinggi perlu memiliki sistem pengukuran kinerja secara keseluruhan. Pada dasarnya sistem keseluruhan tersebut tidak hanya merupakan kumpulan dari banyak metric sets yang menyusunnya, tetapi juga menjadi alat untuk menciptakan kesesuaian (alignment) antara metric sets dengan tujuan strategis organisasi. Tujuan yang ditetapkan di level organisasi yang lebih tinggi harus terwujud dan didukung oleh metrik yang ada di masing-masing proses SCM. Sistem pengukuran kinerja harus menjadi jembatan koordinasi antar metrik. Koordinasi ini penting mengingat bagaimanapun juga harus ada independensi antar metrik dan antar proses pada supply chain. Melalui koordinasi yang baik, konflik antar proses maupun antar bagian akan bisa dikurangi. Sejalan dengan filosofi SCM yang mendorong terjadinya integrasi antar fungsi, pendekatan berdasarkan proses (process-based approach) banyak digunakan untuk merancang sistem pengukuran kinerja SCM Suatu proses atau aktivitas membutuhkan sumber daya sebagai input, melakukan penambahan nilai (added value) terhadap input tersebut sehingga menghasilkan keluaran yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Dengan kata lain, setiap proses dan aktivitas membutuhkan biaya (karena mengkonsumsi sumber daya) dan menciptakan nilai. 1) Mengindentifikasi dan menghubungkan semua proses. 2) Mendefinisikan dan membatasi proses inti. Tentukan misi, tanggung jawab, dan fungsi dari proses inti Uraikan dan identifikasi sub-proses Tentukan tanggung jawab dan fungsi sub-proses Uraikan lebih lanjut sub-proses menjadi aktivitas Hubungkan target antar hirarki mulai dari proses sampai ke aktivitas 1) POA (Performance of Activity) 2) SCOR (Supply Chain Operations Reference) 1) POA (Performance of Activity) Kinerja aktivitas diukur dalam berbagai dimensi yaitu: a. Biaya yang terlibat dalam eksekusi suatu aktivitas b. Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan suatu aktivitas c. Kapasitas d. Kapabilitas e. Produktivitas f. Utilisasi g. Outcome 2) Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) SCOR adalah suatu model acuan dari operasi supply chain. Seperti halnya kerangka yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, SCOR pada dasarnya juga merupakan model yang berdasarkan proses. Model ini mengintegrasikan tiga elemen utama berikut ke dalam kerangka lintas fungsi dalam SCM, antara lain: a. Business Process Reeingineering b. Benchmarking c. Process Measurement 1) Plan 2) Source 3) Make 4) Deliver 5) Return 1) Level 1 adalah level tertinggi yang memberikan definisi umum dari lima proses di atas (plan, source, make, deliver, dan return) 2) Level 2 dikatakan sebagai configuration level dimana supply chain pcrusahaan bisa dikonfigurasi berdasarkan sekitar 30 proses inti. Perusahaan bisa membentuk konfigurasi saat ini (as is) maupun yang diinginkan (to be) 3) Level 3 dinamakan process element level, mengandung definisi elemen proses, input, output, metrik masing-masing elemen proses serta referensi (benchmark dan best practice). Dengan melakukan analisis dan dekomposisi proses, SCOR bisa mengukur kinerja SCM secara obyektif berdasarkan data yang ada serta bisa mengidentifikasikan dimana perbaikan perlu dilakukan untuk menciptakan keunggulan bersaing. Implementasi SCOR tentu saja membutuhkan usaha yang tidak sedikit untuk menggambarkan proses bisnis saat ini maupun mendefinisikan proses yang diinginkan. 1) Reliability 2) Responsiveness 3) Flexibility 4) Costs 5) Asset Pelanggan sangat berkepentingan terhadap kinerja pengiriman. Keterlambatan dan kerusakan sewaktu proses pengiriman menjadi perhatian penting bagi pelanggan sehingga delivery performance adalah metrik yang customer-facing. Sebaliknya, pelanggan tidak perlu repot memonitor jumlah persediaan yang dimiliki pelanggan, tetapi secara internal perusahaan sangat berkepentingan untuk memiliki jumlah persediaan yang cukup tetapi tidak berlebihan. Oleh karena itu inventory days of supply, yang merupakan ukuran tingkat persediaan, merupakan metrik yang internalfacing Contoh lanjutan... Performen Metric Customer-facing : penting bagi pelanggan Internal-facing : penting untuk monitoring internal tetapi tidak langsung menjadi perhatian pelanggan. Contoh lanjutan... Perusahaan-perusahaan yang tergolong best in class memiliki kinerja SCM yang secara signifikan lebih bagus dibandingkan dengan perusahaan rata-rata. Ilustrasi pada Tabel pada slide selanjutnya menunjukkan perbedaan kinerja SCM antara perusahaan-perusahaan bagus dengan mereka yang berada pada tingkat rata-rata. Sebagai contoh, perusahaan best in class mampu mengirim 93% dari pesanan pelanggan sesuai jadwal, sementara perusahaan rata-rata hanya mampu mencapai angka 69%. Contoh lanjutan... Contoh 1. Inventory days of supply Metrik ini mengukur kecukupan persediaan dengan satuan waktu (hari). Jadi, inventory days of supply adalah lamanya rata-rata (dalam hari) suatu perusahaan bisa bertahan dengan jumlah persediaan yang dimiliki (apabila tidak ada pasokan lebih lanjut). Metrik ini berada pada klasifikasi asset kinerja supply chain dikatakan bagus apabila mampu memutar asset dengan cepat (dengan kata lain memiliki asset turnover yang tinggi). Dengan demikian maka makin pendek inventory days of supply, semakin bagus kinerja asset suatu SCM. Contoh Perhitungan Contoh 1. Inventory days of supply lanjutan... Misalkan: Perusahaan rata-rata menyimpan suatu komponen sebanyak 150 unit. Kebutuhan ratarata komponen tersebut per tahun adalah 4000 unit. Jumlah hari kerja dalam setahun adalah 250 hari. Perhitungan inventory days of supply ini bisa dilakukan per jenis barang atau secara agregat untuk sekelompok atau keseluruhan persediaan yang dimiliki perusahaan. Apabila perhitungan dilakukan secara agregat, rata-rata persediaan maupun rata-rata kebutuhan (konsumsi) sama- sama diwujudkan dalam satuan uang (nilai persediaan dalam rupiah). Contoh 1. Inventory days of supply lanjutan... Misalkan: Perusahaan rata-rata menyimpan suatu komponen sebanyak 150 unit. Kebutuhan ratarata komponen tersebut per tahun adalah 4000 unit. Jumlah hari kerja dalam setahun adalah 250 hari. Contoh 2. Cash-to-cash cycle time Metrik ini mengukur kecepatan supply chain mengubah persediaan menjadi uang. Makin pendek waktu yang dibutuhkan, makin bagus bagi supply chain. Perusahaan yang bagus biasanya memiliki siklus cash-to-cash pendek. Dell Computers, yang menjual produk langsung ke pelanggan akhir tanpa menyimpan produk akhir, memiliki cash-to-cash cycle time negatif, sekitar -10 sampai -20 hari. Contoh Perhitungan Contoh 2. Cash-to-cash cycle time Lanjutan... Ada tiga komponen dalam perhitungan cash to cash cycle time yaitu: a. Rata-rata account receivable/piutang (dalam hari) yang merupakan ukuran seberapa cepat pelanggan membayar barang yang sudah diterima. b. Rata-rata account payable/hutang (dalam hari) yang mengukur kecepatan perusahaan membayar ke pemasok untuk material yang sudah diterima. c. Rata-rata persediaan (dalam hari, yaitu inventory days of supply) Cash-to-cash cycle time = inventory days of supply + average days of account receivable – average days of account payable Contoh 2. Cash-to-cash cycle time Lanjutan... Untuk memperpendek cash-to-cash cycle time, perusahaan bisa melakukan salah satu atau kombinasi dari tiga cara berikut: Menurunkan tingkat persediaan Melakukan negosiasi term pembayaran ke supplier (supaya lebih lama) Melakukan negosiasi dengan pelanggan (supaya membayar lebih cepat) Contoh 2. Cash-to-cash cycle time Lanjutan... Cash-to-cash cycle time mengintegrasikan siklus dalam tiga fungsi: pengadaan (purchasing), produksi (manufacturing), penjualan/distribusi (sales/distribution) Contoh 2. Cash-to-cash cycle time lanjutan... Misalkan: Nilai penjualan selama 30 hari adalah Rp. 300 juta. Account receivable (piutang) pada akhir bulan sebesar Rp. 60 juta. Nilai persediaan di akhir bulan adalah Rp. 120 juta. Cost of sales besarnya 60% dari nilai penjualan dan account payable (hutang) di akhir bulan besarnya Rp. 45 juta. (Catatan: dalam contoh ini berarti margin keuntungan adalah 40% dari nilai penjualan)