Materi SKI SMAMX PDF

Summary

This document is a teaching material on Islamic Cultural History for SMA Muhammadiyah 10 Surabaya. It covers geographical location and the condition of the population.

Full Transcript

1 Letak Geografis Arab dan Kondisi Penduduknya Sirah Nabawiyah pada hakikatnya merupakan ungkapan tentang risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW kepada masyarakat manusia. Dengan risalah itu, beliau mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya, dari penyembahan terhada...

1 Letak Geografis Arab dan Kondisi Penduduknya Sirah Nabawiyah pada hakikatnya merupakan ungkapan tentang risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW kepada masyarakat manusia. Dengan risalah itu, beliau mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya, dari penyembahan terhadap hamba kepada penyembahan terhadap Allah, sehingga garis sejarah berganti dan kehidupan manusia di dunia ini berubah. Gambaran yang menakjubkan ini tidak mungkin bisa dihadirkan kecuali setelah membandingkan kondisi yang ada sebelum risalah ini dan apa yang terjadi setelah ia datang. Berangkat dari persoalan tersebut, sebelumnya kami akan mengemukakan uraian ringkas tentang bangsa Arab dan peradabannya sebelum islam. Disambing itu, kami juga akan menguraikan sedikit tentang beberapa kondisi menjelang pengutusan Muhammad SAW. Letak Geografis Jazirah Arab Sumber: websejarah.com 2 Menurut bahasa, kata Arab berarti padang pasir: tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Sebutan dengan istilah ini sudah diberikan sejak dahulu kepada Jazirah Arab, sebagaimana sebutan yang diberikan kepada suatu kaum yang disesuaikan dengan daerah tertentu,lalu mereka menjadikannya sebagai tempat tinggal. Secara geografis, Jazirah Arab dibatasi oleh Laut Merah dan Gurun Sinai di sebelah barat, Teluk Arab dan sebagian besar negeri Iraq Selatan di sebelah timur, Laut Arab yang bersambung dengan Samudera Hindiadi sebelah selatan, dan negeri Syam dan sebagian kecil dari negara Iraq di sebelah utara. Meskipun ada kemungkinan sedikit perbedaan dalam penentuan batasan ini, luasnya membentang antara 1 x 1,3 juta mil persegi. Jazirah Arab memiliki peranan yang sangat besar karena kondisi alam dan letak geografisnya, sedangkan dilihat dari kondisi internalnya, jazirah arab dikelilingi gurun dan pasir di segala sudutnya. Karena kondisi seperti inilah yang membuat Jazirah Arab seperti benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa asing untuk menjajah, mencaplok, dan menguasai bangsa Arab. Oleh karena itu, kita bisa melihat penduduk Jazirah Arab yang hidup merdeka dan bebas dalam segala urusan sejak zaman dahulu. Padahal, pada waktu itu mereka hidup bertetangga dengan dua imperium besar saat itu, yaitu Persia dan Romawi. Yang serangannya tak mungkin bissa dihadang andaikan tidak ada benteng pertahanan yang kokoh seperti itu. Karena letak geografisnya seperti itu pula, sebelah utara dan selatan Jazirah Arab menjadi tempat berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar-menukar menjadi tempat berlabuh berbagai benagsa untuk saling tukar-menukar perniagaan, peradaban, agama, dan seni. Bangsa Arab Merujuk kepada silsilah keturunan dan asal-usulnya, para sejarawan membagi bangsa Arab menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Arab Ba'idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya tidak bisa dilacak secara rinci dan komplit, seperti Ad, Tsamud. Thasm, Judais, Imlaq. Umain, Jurhum, Hadhur, Wabar, Abil, Jasim. Hadramaut dan lain-lainnya. 2. Arab Aribah, yaitu bangsa Arab yang berasal dari keturunan Yasyjub bin Ya'rub bin Qahthan. Sukubangsa Arab ini dikenal dengan sebutan Arab Qahthaniyah. 3. Arab Musta ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ismail, yang disebut juga Arab Adnaniyah. Arab Aribah adalah bangsa Qahthan. Tempat asal-usulnya adalah negeri Yaman, lalu berkembang menjadi beberapa kabilah dan suku. Yang terkenal adalah dua kabilah, yaitu: 3 a. Kabilah Himyar, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu Zaid Al-Jumhur. Qudha'ah, dan Sakasik. b. Kahlan, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu Hamadan, Anmar, Thayyi', Madzhaj, Kindah, Lakham, Judzam, Azad, Aus, Khazraj, dan anak keturunan Jafnah, Raja Syam. Suku-suku Kahlan banyak yang hijrah meninggalkan Yaman, lalu menyebar ke berbagai penjuru Jazirah Arab menjelang terjadinya banjir besar saat mereka mengalami kegagalan dalam perdagangan. Hal ini sebagai akibat dari tekanan bangsa Romawi dan tindakan mereka menguasai jalur perdagangan laut dan setelah mereka menghancurkan jalur darat serta berhasil menguasai Mesir dan Syam. Tidak aneh bila itu terjadi sebagai akibat dari persaingan antara suku- suku Kahlan dan suku-suku Himyar, yang berakhir dengan keluarnya suku-suku Kahlan dan ditandai dengan menetapnya suku Himyar. Suku-Suku Kahlan yang berhijrah dapat dibagi menjadi empat golongan: 1. Azad Perpindahan mereka dipimpin oleh pemuka dan pemimpin mereka. Imran bin Amru Muzaiqiya. Mereka berpindah pindah di negeri Yaman dan mengirim para pemandu, lalu berjalan ke arah utara dan timur. Dan inilah rincian akhir tempat-tempat yang pernah mereka tinggali setelah perjalanan mereka tersebut: Tsa'labah bin Amru pindah dari Azad menuju Hijaz, lalu menetap di antara Tsa labiyah dan Dzi Qar. Setelah anaknya besar dan kuat, dia pindah ke Madinah dan menetap di sana. Di antara keturunan Tsa'labah ini adalah Aus dan Khazraj, yaitu dua orang anak dari Haritsah bin Tsa'labah. Di antara keturunan mereka yang bernama Haritsah bin Amr (atau yang dikenal dengan Khuza'ah) dan anak keturunannya berpindah ke Hijaz, hingga mereka singgah di Murr Azh-Zhahran, yang selanjutnya membuka Tanah Suci dan mendiami Mekkah serta mengusir penduduk aslinya. Al-Jarahimah. Sedangkan Imran bin Amr singgah di Oman lalu bertempat tinggal di sana bersama anak-anak keturunannya. yang disebut Azd Oman, sedangkan kabilah-kabilah Nashr bin Al-Azd menetap di Tihamah, yang disebut Azd Syanuah. Jafnah bin Amr pergi ke Syam dan menetap di sana bersama anak keturunannya. Dia dijuluki Bapak Para Raja Al-Ghassasinah, yang dinisbatkan kepada mata air di Hijaz, yang dikenal dengan nama Ghassan, yang telah mereka singgahi sebelum akhirnya pindah ke Syam. 2. Lakhm dan Judzam Mereka pindah ke timur dan utara. Tokoh di kalangan mereka adalah Nashr bin Rabi'ah, pemimpin raja-raja Al-Mundzir di Hirah. 3. Bani Tha'i 4 Setelah Azad berpindah, mereka berpindah ke arah utara hingga singgah di antara dua gunung. Aja' dan Salma. Mereka menetap di sana, hingga mereka dikenal dengan sebutan Al-Jabalani (dua gunung) di Gunung Thayyi'. 4. Kindah Mereka singgah di Bahrain, lalu terpaksa meninggalkannya dan singgah di Hadramaut. Namun, nasib mereka tidak jauh berbeda saat berada di Bahrain, hingga mereka pindah lagi ke Najd. Di sana mereka mendirikan pemerintahan yang besar dan kuat. Tetapi, secepat itu pula mereka punah dan tak meninggalkan jejak. Di sana masih ada satu kabilah dari Himyar yang diperselisihkan asal keturunannya, yaitu Qudha'ah. Mereka hijrah meninggalkan Yaman dan menetap di pinggiran Iraq. Adapun Arab Musta'ribah-moyang mereka yang tertua adalah Ibrahim yang berasal dari negeri Iraq, dari sebuah daerah yang disebut Ar. Kota ini berada di pinggir barat Sungai Eufrat, berdekatan dengan Kufah. Cukup banyak penelusuran dan penelitian yang luas mengenai negeri ini, selain tentang keluarga Ibrahim, kondisi keagamaan dan sosial di negeri tersebut. Kita tahu bahwa Ibrahim hijrah dari Iraq ke Haran atau Harran, termasuk pula ke Palestina. la lalu menjadikan negeri itu sebagai basis dakwahnya. la banyak menyusuri negeri ini dan negeri lainnya. Di salah satu perjalanan tersebut, Ibrahim bertemu dengan Fir'aun. Istri Ibrahim, Sarah, turut menemaninya. Sarah merupakan wanita yang tercantik. Maka, Fir'aun itu hendak memasang siasat buruk terhadap istri beliau. Namun, Sarah berdoa kepada Allah, sehingga Dia membalikkan jerat yang dipasang raksasa itu ke lehernya sendiri. Akhirnya, raja yang zalim itu tahu bahwa Sarah merupakan wanita saleh yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah. Karena itu, ia menghadiahkan putrinya, Hajar menjadi pembantu Sarah, sebagai pengakuan atas keutamaan Sarah atau karena ia takut terhadap siksa Allah. Akhirnya Sarah menikahkan Hajar dengan Ibrahim. Ibrahim kembali ke Palestina dan kemudian Allah menganugerahkan Ismail dari Hajar. Hal ini membuat Sarah terbakar api cemburu. Dia memaksa Ibrahim agar menjauhkan Hajar dan putranya yang masih kecil, Ismail. Maka Ibrahim membawa keduanya ke Hijaz dan menempatkan mereka berdua di suatu lembah yang tidak ditumbuhi tanaman, di Baitul Haram, yang saat itu hanya berupa gundukan-gundukan tanah. Rasa gundah mulai menggelayuti pikiran Ibrahim. Beliau menoleh ke kiri dan kanan, lalu meletakkan putranya di dalam tenda, di dekat Zamzam. Saat itu di Mekkah belum ada seorang manusia pun dan tidak ada mata air. Beliau meletakkan kantong berisi kurma dan geriba berisi air di dekat Hajar dan Ismail. Setelah itu beliau kembali lagi ke Palestina. Beberapa hari setelah itu, bekal dan air sudah habis. Sementara tidak ada mata air yang mengalir. Tiba-tiba mata air Zamzam memancar berkat karunia Allah, sehingga bisa menjadi sumber penghidupan bagi mereka berdua, yang tak pernah habis hingga sekarang. Kisah mengenai hal ini sudah banyak diketahui secara lengkapnya. 5 Suatu kabilah dari Yaman (Jurhum Kedua) datang ke sana. Dan atas izin bunda Ismail, mereka menetap di Mekkah. Ada yang mengatakan, mereka sudah berada di sana sebelum itu, menetap di lembah-lembah di pinggir kota Mekkah. Namun, riwayat Al- Bukhari menegaskan bahwa mereka singgah di Mekkah setelah kedatangan Ismail dan ibunya, sebelum Ismail remaja. Mereka sudah biasa melewati jalur Mekkah sebelum itu." Dari waktu ke waktu Ibrahim datang ke Mekkah untuk menjenguk keluarganya. Tidak diketahui secara pasti berapa kali kunjungan yang dilakukannya. Hanya saja menurut beberapa referensi sejarah yang dapat dipercaya, kunjungan itu dilakukan sebanyak empat kali. Pertama, Allah telah menyebutkan di dalam Al-Qur'an bahwa Ibrahim bermimpi bahwa beliau menyembelih anaknya, Ismail. Maka ia pun bangkit untuk melaksanakan perintah dalam mimpi itu. Tatkala keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya), lalu Kami panggillah dia, "Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu." Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat: 103-107) Di dalam Kitab Kejadian disebutkan bahwa umur Ismail 13 tahun lebih tua daripada Ishaq. Dari rentetan kisah ini menunjukkan bahwa peristiwa itu terjadi sebelum Ishaq lahir. Sebab, kabar gembira tentang kelahiran Ishaq disampaikan setelah terjadinya kisah ini. Setidak-tidaknya kisah ini menunjukkan suatu kisah perjalanan Ibrahim, sebelum Ismail menginjak remaja. Adapun tiga perjalanan lainnya telah diriwayatkan Al- Bukhari secara panjang lebar dari Ibnu Abbas secara marfu, yang intinya adalah: Kedua, bahwa sebelum remaja, Ismail belajar bahasa Arab dari kabilah Jurhum. Karena merasa tertarik kepadanya, maka mereka menikahkannya dengan salah seorang putri keturunan mereka. Saat itu ibu Ismail sudah meninggal dunia. Suatu saat Ibrahim hendak menjenguk keluarga yang ditinggalkannya. Maka beliau datang setelah pernikahan itu. Tatkala tiba di rumah Ismail, beliau tidak mendapati Ismail. Maka beliau bertanya kepada istrinya, bagaimana keadaan mereka berdua. Istri Ismail mengeluhkan kehidupan mereka yang melarat. Maka Ibrahim pun titip pesan, agar istrinya menyampaikan kepada Ismail untuk mengubah palang pintu rumahnya. Setelah diberitahu, Ismail mengerti maksud pesan ayahnya. Maka Ismail menceraikan istrinya dan menikah lagi dengan wanita lain, yaitu putri Mudhadh bin Amru, pemimpin dan pemuka kabilah Jurhum." Ketiga, setelah perkawinan Ismail yang kedua ini, Ibrahim datang lagi. namun tidak bisa bertemu dengan Ismail. Beliau bertanya kepada istri Ismail tentang keadaan mereka berdua. Jawaban istri Ismail adalah pujian kepada Allah. Lalu Ibrahim kembali lagi ke Palestina setelah titip pesan lewat istri Ismail, agar Ismail memperkokoh palang pintu rumahnya. 6 Keempat, pada kedatangan berikutnya, Ibrahim bisa bertemu dengan Ismail, yang saat itu Ismail sedang meraut anak panahnya di bawah sebuah pohon di dekat Zamzam. Tatkala melihat kehadiran ayahnya, Ismail berbuat sebagaimana layaknya seorang anak yang lama tidak bersua bapaknya, dan Ibrahim juga berbuat layaknya seorang bapak yang lama tidak bersua anaknya. Pertemuan ini terjadi setelah sekian lama. Sebagai seorang ayah yang penuh rasa kasih sayang dan lemah lembut, sulit rasanya beliau bisa menahan kesabaran untuk bersua anaknya. Begitu pula dengan Ismail, sebagai anak yang berbakti dan saleh. Dengan adanya perjumpaan ini mereka berdua sepakat untuk membangun Ka'bah, meninggikan sendi-sendinya, dan Ibrahim memperkenankan manusia untuk berhaji sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada beliau. Dari perkawinannya dengan anak perempuan dari Mudhadh, Ismail dikaruniai anak oleh Allah sebanyak dua belas, semuanya laki-laki, yaitu: Nabat atau Nabayuth, Qaidar, Adba'il, Mibsyam. Misyma'. Duma. Misya, Hadad, Taima, Yathur, Nafis, dan Qaiduman. Dari mereka inilah kemudian berkembang menjadi dua belas kabilah, yang semuanya menetap di Mekkah untuk sekian lama. Mata pencaharian utama mereka adalah berdagang dari negeri Yaman hingga ke negeri Syam dan Mesir. Selanjutnya kabilah-kabilah ini menyebar di berbagai penjuru jazirah, bahkan keluar jazirah. Seiring dengan perjalanan waktu, keadaan mereka tidak lagi terdeteksi, kecuali anak keturunan Nabat dan Qaidar. Peradaban anak keturunan Nabat bersinar di Hijaz Utara. Mereka mampu mendirikan pemerintahan yang kuat yang berpusat di Petra, sebuah kota kuno yang terkenal di selatan Yordania. Kekuasaan Nabat ini telah mencapai wilayah-wilayah terdekat dan tidak seorang pun berani memusuhi mereka hingga datang pasukan Romawi yang menghabisi mereka. Setelah melakukan penyelidikan dan penelitian yang akurat, As- Sayyid Sulaiman An-Nadawi menegaskan bahwa raja-raja keturunan Ghassan, termasuk Aus dan Khazraj, bukan berasal dari keturunan Qahthan, tetapi dari keturunan Nabat, anak Ismail dan keturunan mereka di negeri tersebut. Sementara itu, anak keturunan Qidar bin Ismail tetap tinggal di Mekkah dan membina keluarga di sana hingga mendapatkan keturunan, Adnan dan anaknya, Ma'ad. Dari dialah keturunan Arab Adnaniyah masih bisa dipertahankan keberadaannya. Adnan adalah kakek ke-22 dalam silsilah keturunan Nabi. Disebutkan bahwa jika beliau menyebutkan nasabnya dan sampai kepada Adnan, maka beliau berhenti dan bersabda, "Para ahli silsilah nasab banyak yang berdusta. " Beliau tidak melanjutkannya. Segolongan ularna membolehkan penyebutan nasab dari Adnan ke atas, dengan berlandaskan kepada hadits yang mengisyaratkan hal Itu. Namun, mereka berbeda pendapat mengenal rincian nasab dengan perbedaan yang tidak mungkin untuk dikompromikan. Adapun peneliti senior Allamah Al-Qadhi Muhammad Sulaiman Al- Manshurfuri menguatkan pendapat Ibnu Sa'ad-sebagaimana yang disebutkan pula oleh 7 Ath-Thabari, Al-Mas'udi, dan selain mereka di sejumlah tempat- bahwa antara Adnan sampai Ibrahim ada empat puluh keturunan. Ini menurut penelitian yang cukup mendalam. Keturunan Ma'ad dari anaknya Nizar telah berpencar ke mana-mana. Menurut salah satu pendapat, Nizar adalah satu-satunya anak Ma'ad. Sementara itu. Nizar sendiri mempunyai empat anak, yang kemudian berkembang menjadi empat kabilah yang besar, yaitu: lyad. Anmar, Rahi'ah dan Mudhar. Dua kabilah terakhir inilah yang paling banyak marga dan sukunya. Dari Rabi'ah ada Asad bin Rabiah. Anzah, Abdul Qais, dua anak Wa'il, Bakar dan Taghlib. Hanifah dan lain-lainnya. Kabilah Mudhar berkembang menjadi dua suku yang besar, yaitu Qais Ailan bin Mudhar dan marga-marga Ilyas bin Mudhar. Dari Qais Ailan lahirlah Bani Sulaim, Bani Hawazin, Bani Ghathafan. Dari Ghathafan lahir Abs. Dzibyan, Asyja dan Ghany bin A'shar. Dari Ilyas bin Mudhar ada Tamim bin Murrah, Hudzail bin Mudrikah, Bani Asad bin Khuzaimah dan marga-marga Kinanah bin Khuzaimah. Dari Kinanah lahirlah Quraisy, yaitu anak keturunan Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah. Quraisy terbagi menjadi beberapa kabilah, yang terkenal adalah Jumuh, Sahm. Adi, Makhzum, Taim, Zuhrah dan suku-suku Qushay bin Kilab, yaitu: Abdud-Dar bin Qushay, Asad bin Abdul 'Uzza bin Qushay, dan Abdu Manaf bin Qushay. Abdu Manaf mempunyai empat anak: Abdu Syams, Naufal, Al- Muththalib dan Hasyim. Hasyim adalah keluarga yang dipilih Allah bagi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Rasulullah pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail dari anak Ibrahim, memilih Kinanah dari anak Ismail, memilih Quraisy dari Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari Bani Hasyim. " Diriwayatkan dari Al-Abbas bin Abdul Muththalib bahwa ia berkata, "Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, lalu menjadikan diriku sebagai sebaik- baik golongan mereka dan sebaik-baik dua golongan, kemudian memilih beberapa kabilah, lalu menjadikan diriku sebagai sebaik-baik kabilah, kemudian memilih beberapa keluarga lalu menjadikanku dari sebaik-baik keluarga mereka, maka aku adalah sebaik-baik diri dan sebaik-baik keluarga di antara mereka. Setelah anak-anak Adnan menjadi banyak, mereka berpencar di berbagai tempat di penjuru Jazirah Arab, masing-masing mencari tempat yang strategis dan daerah yang subur. Abdul Qais dan anak-anak Bakar bin Wa'il serta anak-anak Tamim pindah ke Bahrain dan menetap di sana. Sedangkan Bani Hanifah bin Sha'b bin Ali bin Bakar pindah ke Yamamah dan menetap di Hijr, Ibukota Yamamah. Semua keluarga Bakar bin Wa'il menetap di berbagai penjuru Yamamah, membentang hingga ke Bahrain. Taghlib 8 menetap di jazirah Eufrat dan sebagian anak keturunannya bergabung dengan Bakar. Bani Tamim menetap di Bashrah. Bani Sulaim menetap di dekat Madinah, dari lembah- lembah di pinggiran Madinah hingga ke Khaibar di bagian timur Madinah dan penghujung Hurrah. Tsaqif menetap di Tha'if. Hawazin di timur Mekkah, di pinggiran Authas, antara Mekkah dan Bashrah. Bani Asad menetap di timur Taima' dan barat Kufah. Di antara mereka dan Taima' ada perkampungan Bukhtur dari Thaiyyi. Jarak dari tempat mereka ke Kufah bisa ditempuh selama perjalanan lima hari. Dzibyan menetap di dekat Taima hingga ke Hawazin. Di Tihamah ada beberapa suku Kinanah, sedangkan di Mekkah ada suku-suku Quraisy. Mereka berpencar-pencar dan tidak ada sesuatu yang bisa menyatukan mereka, hingga muncul Qushay bin Kilab. Dialah yang telah menyatukan mereka dan membentuk satu sama lain yang bisa mengangkat kedudukan mereka. Sumber: google.com 9 Agama Bangsa Arab Mayoritas bangsa Arab mengikuti dakwah Ismail, yaitu tatkala beliau menyeru kepada agama bapaknya, Ibrahim.Inti ajarannya menyembah kepada Allah, mengesakan- Nya dan memeluk agama-Nya. Waktu bergulir sekian lama, hingga banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Meskipun demikian, masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amru bin Luhay, pemimpin Bani Khuza'ah. Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal suka berbuat kebajikan, mengeluarkan sedekah dan peka terhadap urusan- urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir menganggapnya sebagai salah seorang ulama besar dan wali yang disegani. Suatu saat dia mengadakan perjalanan ke Syam. Di sana dia melihat penduduk Syam yang menyembah berhala dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik serta benar. Sebab, menurutnya Syam adalah tempat para rasul dan Kitab. Karena itulah, dia pulang sambil membawa berhala Hubal dan meletakkannya di dalam Ka'bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Mekkah untuk membuat kesyirikan terhadap Allah. Orang-orang Hijaz pada akhirnya banyak yang mengikuti penduduk Mekkah, karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka'bah dan penduduk Tanah Suci. Peta Berhala yang Disembah Bangsa Arab pada Masa Jahiliyah Sumber: sejarahislam.com 10 Berhala mereka yang tertua adalah Manat, yang ditempatkan di Musyallal di tepi Laut Merah di dekat Qudaid. Kemudian mereka membuat Lata di Tha'if dan Uzza di Wadi Nakhlah. Inilah tiga berhala yang paling besar. Setelah itu kemusyrikan semakin merebak dan berhala- berhala yang lebih kecil bertebaran di setiap tempat di Hijaz. Dikisahkan bahwa Amru bin Luhay mempunyai pembantu dari jenis jin. Jin ini memberitahukan kepadanya bahwa berhala-berhala kaum Nuh (Wad. Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr) terpendam di Jeddah. Maka dia datang ke sana dan mengangkatnya, lalu membawanya ke Tihamah. Setelah tiba musim haji, dia menyerahkan berhala-berhala itu kepada berbagai kabilah. Akhirnya berhala-berhala itu kembali ke tempat asalnya masing- masing. Dengan demikian, di setiap kabilah dan di setiap rumah hampir bisa dipastikan ada berhalanya. Selain itu, mereka memenuhi Al-Masjid Al-Haram dengan berbagai macam berhala dan patung. Ketika Rasulullah menaklukkan Mekkah, di sekitar Ka'bah terdapat 360 berhala. Rasulullah menghancurkan berhala-berhala itu hingga runtuh semua. Selanjutnya beliau memerintahkan agar berhala-berhala tersebut dikeluarkan dari masjid dan dibakar. Begitulah kisah kemusyrikan dan penyembahan terhadap berhala yang menjadi fenomena terbesar dari agama orang-orang Jahiliyah. yang menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim. Mereka juga mempunyai beberapa tradisi dan upacara penyembahan berhala, yang mayoritas diciptakan oleh Amru bin Luhay. Orang-orang mengira apa yang diciptakan Amru itu merupakan sesuatu yang baru dan baik, serta tidak mengubah agama Ibrahim. Di antara upacara penyembahan berhala yang mereka lakukan adalah: 1. Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya sambil berkomat- kamit di hadapannya. Mereka meminta pertolongan kepadanya tatkala menghadapi kesulitan, berdoa untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafaat di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki. 2. Mereka menunaikan haji dan tawaf di sekeliling berhala, merunduk dan sujud dihadapannya. 3. Mereka mengadakan penyembahan dengan menyajikan berbagai macam korban, menyembelih hewan piaraan dan hewan korban demi berhala dan menyebut namanya. Dua jenis penyembelihan ini telah disebutkan Allah di dalam firman- Nya: Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. (Al- Ma'idah: 3) Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121). 4. Bentuk peribadatan yang lain, mereka mengkhususkan sebagian dari makanan dan minuman yang mereka pilih untuk disajikan kepada berhala, dan juga mengkhususkan bagian tertentu dari hasil panen dan binatang piaraan mereka. Ada juga orang-orang tertentu yang mengkhususkan sebagian lain bagi Allah. Yang pasti, mereka mempunyai banyak sebab untuk memberikan sesaji kepada berhala 11 yang tidak akan sampai kepada Allah. Apa yang mereka sajikan kepada Allah hanya sampai kepada berhala-berhala mereka. Allah berfirman: Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala- berhala kami". Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala- berhala mereka tidak sampai kepada Allah, dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala- berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu. (Al-An'am: 136). 5. Di antara jenis peribadatan yang mereka lakukan ialah dengan bernazar menyajikan sebagian hasil tanaman dan ternak untuk berhala-berhala itu. Allah berfirman: Dan mereka mengatakan: "Inilah hewan ternak dan tanaman yang dilarang, tidak boleh memakannya, kecuali orang yang Kami kehendaki, menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan ada binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah waktu menyembelihnya, semata- mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan. (Al- An'am: 138). 6. Beberapa jenis unta yang dijuluki Bahirah, Sa'ibah, Washilah, dan Hami juga diperlakukan sedemikian rupa. Ibnu Ishaq mengisahkan. "Bahirah ialah anak Sa'ibah, unta betina yang telah beranak sepuluh, yang semuanya betina dan sama sekali tidak mempunyai anak jantan. Unta ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, dan susunya tidak boleh diminum kecuali oleh tamu. Jika kemudian melahirkan lagi anak betina, maka telinganya harus dibelah. Setelah itu ia harus dilepaskan secara bebas bersama induknya, dan harus mendapat perlakuan seperti induknya. Washilah adalah domba betina yang selalu melahirkan anak kembar betina selama lima kali secara berturut-turut, tidak diselingi kelahiran anak jantan sama sekali. Domba ini dijadikan sebagai perantara untuk peribadatan. Oleh karena itu mereka berkata, "Aku mendekatkan diri dengan domba ini. Tetapi, bila setelah itu unta tersebut melahirkan anak jantan dan tidak ada yang mati, maka domba ini boleh disembelih dan dagingnya dimakan. Hami adalah unta jantan yang sudah membuntingi sepuluh betina yang melahirkan sepuluh anak betina secara berturut-turut tanpa ada jantannya. Unta seperti ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, harus dibiarkan lepas, dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan apa pun. Untuk itu Allah menurunkan ayat: Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah, saibah, washilah, dan ham, akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (Al-Ma'idah: 103). Allah juga menurunkan ayat: Dan mereka mengatakan: "Apa yang ada dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami," dan jika yang dalam 12 perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya. (Al-An'am: 139). Namun, ada yang menafsirkan binatang ternak tersebut berbeda dengan yang telah disebutkan tadi. Sa'id bin Al-Musayyab telah menegaskan bahwa binatang- binatang ternak dipersembahkan untuk thaghut-thaghut mereka. Di dalam Ash-Shahih disebutkan secara marfu' bahwa Amru bin Luhay adalah orang pertama yang mempersembahkan unta untuk berhala." Bangsa Arab berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya. dengan disertai keyakinan bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka kepada-Nya serta memberikan manfaat di sisi-Nya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur'an: Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." (Az- Zumar: 3). Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada Kami di sisi Allah." (Yunus: 18). Orang-orang Arab juga mengundi nasib dengan menggunakan anak panah yang tidak ada bulunya. Anak panah yang digunakan untuk mengundi nasib tersebut diberi tiga tanda anak panah pertama diberi tanda "Ya", dan anak panah kedua diberi tanda "Tidak", dan anak panah ketiga tidak diberi tanda apa-apa. Mereka mengundi nasib untuk memastikan pelaksanaan suatu keinginan atau rencana, seperti bepergian atau lain- lainnya dengan menggunakan anak panah itu. Jika yang keluar panah bertanda "Ya", mereka melaksanakannya, dan jika yang keluar panah bertanda "Tidak", mereka menangguhkannya hingga tahun depan dan berbuat hal serupa sekali lagi. Bila yang keluar anak panah yang tidak diberi tanda, mereka mengulanginya lagi. Selain tiga anak panah bertanda seperti itu, ada jenis lain lagi yang diberi tanda air dan tebusan. Ada juga anak panah bertanda "Dari golongan kalian" atau "Bukan dari golongan kalian" atau "Anak angkat." Jika mereka memerkarakan nasab seseorang, mereka membawa orang itu ke hadapan Hubal, sambil membawa seratus hewan korban dan diserahkan kepada pengundi anak panah. Jika yang keluar tanda "Dari golongan kalian", maka orang tersebut merupakan golongan mereka, dan jika yang keluar tanda "Bukan dari golongan kalian", maka orang tersebut hanya sebagai rekan persekutuan, dan jika yang keluar tanda "Anak angkat", maka orang tersebut tak ubahnya anak angkat, bukan termasuk dari golongan mereka dan juga tidak bisa didudukkan sebagai rekan persekutuan Perjudian dan undian tidak berbeda jauh dengan hal tersebut. Mereka membagi daging korban yang telah disembelih berdasarkan undian itu. Mereka juga percaya kepada perkataan peramal, orang pintar dan ahli nujum. Peramal adalah orang yang mengabarkan sesuatu yang bakal terjadi di kemudian hari, la mengaku bisa mengetahui rahasia gaib pada masa mendatang. Di antara peramal ini ada 13 yang mengaku memiliki pengikut dari golongan jin yang memberinya suatu pengabaran. Di antara mereka mengaku bisa mengetahui hal-hal gaib lewat suatu pemahaman yang dimilikinya. Di antara mereka mengaku bisa mengetahui berbagai masalah lewat isyarat atau sebab yang memberinya petunjuk, dari perkataan, perbuatan atau keadaan orang yang bertanya kepadanya. Orang semacam ini disebut paranormal atau orang pintar. Ada pula yang mengaku bisa mengetahui orang yang kecurian dan tempat di mana dia kecurian serta orang tersesat dan lain-lain. Selain peramal, ada ahli nujum. Yaitu orang yang memperhatikan keadaan bintang dan planet, lalu dia menghitung perjalanan dan waktu peredarannya, agar dengan begitu dia bisa mengetahui berbagai keadaan di dunia dan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi pada masa mendatang. Pembenaran terhadap pengabaran ahli nujum pada hakikatnya merupakan keyakinan terhadap bintang-bintang. Sedangkan keyakinan mereka terhadap bintang-bintang merupakan keyakinan terhadap hujan. Maka mereka berkata. "Hujan yang turun kepada kami berdasarkan bintang ini dan itu. Di kalangan mereka juga ada tradisi thiyarah, yakni pesimis terhadap sesuatu. Pada mulanya mereka mendatangkan seekor burung atau biri- biri, lalu melepasnya. Jika burung atau biri-biri itu pergi ke arah kanan, mereka jadi bepergian ke tempat yang hendak dituju dan hal itu dianggap sebagai pertanda baik. Jika burung atau biri-biri tersebut berjalan ke kiri, mereka mengurungkan niatnya untuk bepergian dan menganggapnya sebagai tanda kesialan. Mereka juga meramal di tengah perjalanan bila bertemu burung atau hewan tertentu. Tidak berbeda jauh dengan hal tersebut adalah kebiasaan mereka menggantungkan ruas tulang kelinci. Mereka juga meramal kesialan dengan sebagian hari, bulan, hewan atau wanita. Mereka percaya bahwa bila ada orang mati terbunuh, jiwanya tidak tenteram bila dendamnya tidak dibalaskan. Ruhnya bisa menjadi burung hantu yang beterbangan di padang pasir seraya berkata, "Berilah aku minum, berilah aku minum!" Jika dendamnya sudah dibalaskan, maka ruhnya menjadi tenteram. Sekalipun masyarakat Arab sangat bodoh seperti itu, sisa-sisa agama Ibrahim tetap ada di kalangan mereka dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya. Seperti pengagungan terhadap Ka'bah, tawaf, haji. umrah, wukuf di Arafah dan Muzdalifah. Meskipun ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya. Di antara orang-orang Quraisy, tetap ada yang mengatakan, "Kami adalah anak keturunan Ibrahim dan penduduk Tanah Suci, penguasa Ka'bah dan penghuni Mekkah. Tidak ada seorang pun dari bangsa Arab yang mempunyai hak dan kedudukan seperti kami. Maka tidak layak bagi kami keluar dari Tanah Suci ini ke tempat lain." Karena itu, mereka tidak melaksanakan wukuf di Arafah dan tidak ifadhah dari sana, tetapi ifadhah dari Muzdalifah. Tentang hal ini Allah menurunkan ayat: Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) (Al-Baqarah: 199)." Hal-hal baru lainnya, mereka berkata, "Tidak selayaknya bagi orang- orang Quraisy untuk memberi makan keju dan meminta minyak samin ketika mereka sedang ihram. Mereka tidak boleh masuk Baitul Haram dengan mengenakan kain wol dan tidak 14 boleh berteduh jika ingin berteduh kecuali di rumah-rumah pemimpin selama mereka sedang ihram. Mereka juga berkata, "Penduduk di luar Tanah Suci tidak boleh memakan makanan yang mereka bawa dari luar Tanah Suci ke Tanah Suci bila kedatangan mereka untuk haji atau umrah." Mereka juga menyuruh penduduk di luar Tarsah Suci untuk tetap mengenakan ciri pakaiannya sebagai penduduk bukan Tanah Suci pada awal kedatangan mereka untuk melakukan tawal awal. Jika tidak memiliki ciri pakaiannya sebagai penduduk luar Tanah Suci, mereka harus tawaf dalam keadaan telanjang. Ini berlaku untuk kaum laki-laki, sedangkan untuk wanita harus melepaskan semua pakaiannya, kecuali baju rumahnya yang longgar. Saat itu mereka berkata: Hari ini tampak sebagian atau semuanya. Apa yang tiada tampak tiada diperkenankannya. Lalu Allah menurunkan ayat mengenai hal ini: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. (Al- A'raf: 31). Pakaian yang dikenakan penduduk luar Tanah Suci harus dibuang setelah melakukan tawaf awal, dan tak seorang pun boleh mengambilnya lagi, begitu pula orang yang bersangkutan. Hal baru lainnya, mereka tidak memasuki rumah dari pintunya selama dalam keadaan ihram. Mereka membuat lubang di bagian belakang rumah, dan dari lobang itulah mereka keluar masuk rumahnya. Mereka menganggap hal itu sebagai perbuatan yang baik. Namun, Al-Qur'an melarangnya (Al-Baqarah: 189). Semua ritual keagamaan tersebut adalah kesyirikan dan penyembahan terhadap berhala; keyakinan terhadap khayalan dan khurafat. Begitulah agama mayoritas bangsa Arab. Sebelum itu sudah ada agama Yahudi. Nasrani, Majusi, dan Shabi'ah yang masuk ke dalam masyarakat Arab. Orang-orang Yahudi mempunyai dua latar belakang, sehingga mereka berada di Jazirah Arab, yang setidak-tidaknya digambarkan dalam dua hal berikut ini: 1. Kepindahan mereka pada masa penaklukan bangsa Babilon dan Asyur di Palestina, yang mengakibatkan tekanan terhadap orang orang Yahudi, penghancuran negeri mereka dan pemusnahan mereka di tangan Nebukadnezar pada tahun 587 SM. Di antara mereka banyak yang ditawan dan dibawa ke Babilonia. Sebagian di antara mereka juga ada yang meninggalkan Palestina dan pindah ke Hijaz. Mereka menempati Hijaz bagian utara." 2. Dimulai dari pencaplokan bangsa Romawi terhadap Palestina pada tahun 70 M, yang disertai dengan tekanan terhadap orang- orang Yahudi dan penghancuran haikal-haikal (kuil-kuil) mereka, sehingga kabilah-kabilah mereka berpindah ke Hijaz, lalu menetap di Yatsrib, Khaibar dan Taima'.' Di sana mereka mendirikan perkampungan Yahudi dan benteng pertahanan. Maka agama Yahudi menyebar di sebagian masyarakat Arab melalui para imigran Yahudi tersebut. Mereka selanjutnya memiliki beberapa peran yang bisa dicatat dari beberapa peristiwa yang bersifat politis, sebelum munculnya Islam. Saat Islam datang, kahilah- 15 kabilah Yahudi yang terkenal adalah Yahudi Khaibar, Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan Bani Qainuqa. As-Samhudi menyebutkan di dalam Wafa'ul Wafa hal. 116 bahwa jumlah kabilah Yahudi saat itu lebih dari dua puluh. Agama Yahudi masuk ke Yaman karena dibawa oleh penjual jerami yang bernama As'ad Abu Karb. Awal mulanya dia pergi untuk berperang ke Yatsrib dan memeluk agama Yahudi di sana. Sepulangnya dari Yatsrib ke Yaman dia membawa dua pemuka Yahudi dari Bani Quraizhah, sehingga agama Yahudi menyebar di sana. Setelah As'ad meninggal dunia dan digantikan anaknya, Yusuf Dzu Nuwas, dia memerangi orang- orang Kristen dari penduduk Najran dan memaksa mereka untuk masuk agama Yahudi. Karena mereka menolaknya, maka dia menggali parit dan membakar mereka di dalam parit itu. Tak seorang pun yang tersisa, laki- laki maupun wanita, tua maupun muda. Ada yang mengisahkan bahwa korban yang dibunuhnya mencapai 20-40 ribu. Peristiwa ini terjadi pada bulan Oktober 523 M.16 Al-Qur'an telah memuat sebagian kisah ini di dalam surat Al-Buruj. Kondisi Kehidupan Agama Seperti itulah agama-agama yang ada pada saat kedatangan Islam. Namun, agama- agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak. Orang-orang musyrik yang mengaku berada pada agama Ibrahim, keadaannya sangat jauh dari perintah dan larangan syariat Ibrahim. Mereka mengabaikan tuntunan-tuntunan tentang akhlak yang mulia. Kedurhakaan mereka tak terhitung banyaknya, dan seiring dengan perjalanan waktu, mereka berubah menjadi penyembah berhala (paganis), dengan tradisi dan kebiasaan yang menggambarkan berbagai macam khurafat dalam kehidupan agama, kemudian mengimbas ke kehidupan sosial dan politik. Adapun orang-orang Yahudi telah menjelma sebagai orang-orang yang angkuh dan sombong. Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah. Para pemimpin itulah yang memutuskan hukum di antara manusia dan mengorek-orek kesalahan mereka, bahkan sampai kepada urusan yang masih terbetik di dalam hati dan belum diucapkan lisan. Ambisi mereka hanya satu; mendapatkan kekayaan dan kedudukan, sekalipun berakibat musnahnya agama dan menyebabkan kekufuran serta pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah dan yang dianjurkan bagi semua orang untuk menyucikannya. Agama Nasrani sendiri berubah menjadi agama paganisme yang sulit dipahami dan menimbulkan pencampuradukan antara Allah dan manusia. Kalau pun ada bangsa Arab yang memeluk agama ini, tidak ada pengaruh yang berarti, karena ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan yang mereka jalani, dan yang tidak mungkin mereka tinggalkan. Semua agama bangsa Arab pada waktu itu, keadaan para pemeluknya. sama dengan keadaan orang-orang musyrik. Hati, kepercayaan, tradisi, dan kebiasaan mereka hampir serupa. 16 GAMBARAN MASYARAKAT ARAB JAHILIYAH Setelah pada bagian yang lalu membahas kondisi politik dan agama di Jazirah Arab, kita masih menyisakan pembahasan tentang kondisi sosial, politik, dan moral. Berikut ulasan singkatnya: Kondisi Sosial Terdapat beragam klasifikasi dalam tatanan masyarakat Arab, di mana antara satu dengan yang lainnya, kondisinya berbeda-beda. Hubungan seorang laki-laki dengan keluarganya di lapisan kaum bangsawan mendapatkan kedudukan yang amat terpandang dan tinggi, kemerdekaan berkehendak dan pendapat yang mesti didengar mendapatkan porsi terbesar. Hubungan ini selalu dihormati dan dijaga sekalipun dengan pedang yang terhunus dan darah yang tertumpah. Jika seorang laki-laki yang ingin dipuji karena kemurahan hati dan keberaniannya di mata orang Arab, hendaklah waktunya yang banyak hanya dipergunakan untuk berbicara dengan wanita. Jika seorang wanita menghendaki, dia dapat mengumpulkan suku-suku untuk kepentingan perdamaian, namun juga dapat menyulut api peperangan di antara mereka. Meskipun demikian, tak dapat disangkal lagi bahwa seorang laki- laki adalah kepala keluarga dan yang menentukan sikap di dalamnya. Hubungan antara laki- laki dan wanita yang berlangsung melalui akad nikah dan diawasi oleh para walinya (wanita). Seorang wanita tidak memiliki hak untuk menggurui mereka. Sementara kondisi kaum bangsawan demikian, kondisi yang dialami oleh lapisan masyarakat. lainnya amat berbeda. Terdapat beragam gaya hidup yang bercampur baur antara kaum laki-laki dan wanita. Kami hanya bisa mengatakan bahwa semuanya adalah berupa pelacuran, gila-gilaan, pertumpahan darah, dan perbuatan keji. Imam Al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah bahwa pernikahan pada masa Jahiliyah terdiri dari empat macam: Pertama. Pernikahan seperti pernikahan orang sekarang: yaitu seorang laki-laki mendatangi laki-laki yang lain dan melamar wanita yang di bawah perwaliannya atau anak perempuannya, kemudian dia menentukan maharnya dan menikahkannya. Kedua, seorang laki-laki berkata kepada istrinya ketika ia sudah suci dari haidnya, "Pergilah kepada si fulan dan bersenggamalah dengannya". kemudian setelah itu, istrinya ini ia tinggalkan dan tidak ia sentuh selamanya hingga tampak tanda kehamilannya dari laki-laki tersebut. Dan bila tampak tanda kehamilannya, bila si suaminya masih berselera kepadanya, maka dia akan menggaulinya. Hal tersebut dilakukan hanyalah lantaran ingin mendapatkan anak yang pintar. Pernikahan semacam ini dinamakan dengan nikah istibdha. Ketiga, sekelompok orang dalam jumlah yang kurang dari sepuluh berkumpul, kemudian mendatangi seorang wanita dan masing-masing menggaulinya. Jika wanita ini hamil dan melahirkan, kemudian setelah berlalu beberapa malam dari melahirkan, dia mengutus kepada mereka (sekelompok orang tadi), maka ketika itu tak seorang pun dari mereka yang dapat mengelak hingga semuanya berkumpul kembali dengannya. lalu si wanita ini berkata kepada mereka, "Kalian telah mengetahui apa yang telah kalian 17 lakukan dan aku sekarang telah melahirkan, dan dia ini adalah anakmu, wahai si fulan!" Dia menyebutkan nama laki-laki yang dia senangi dari mereka, maka anaknya dinasabkan kepadanya. Keempat, banyak laki-laki mendatangi seorang wanita sedangkan si wanita ini tidak menolak sedikit pun siapapun yang mendatanginya. Mereka ini adalah para pelacur. Di pintu-pintu rumah mereka ditancapkan bendera yang menjadi simbol mereka dan siapapun yang menghendaki mereka maka dia bisa masuk. Jika dia hamil dan melahirkan, laki-laki yang pernah mendatanginya tersebut berkumpul lalu mengundang dan hubungan tali rahim. Mereka hidup di bawah semboyan yang bertutur, "Tolonglah saudaramu baik dia berbuat zalim ataupun dizalimi." Mereka menerapkan semboyan ini sebagaimana adanya, tidak seperti arti yang telah diralat oleh Islam yaitu menolong orang yang berbuat zalim maksudnya mencegahnya melakukan perbuatan itu. Meskipun begitu, perseteruan dan persaingan dalam memperebutkan martabat dan kepemimpinan sering kali mengakibatkan terjadinya perang antarsuku yang masih memiliki hubungan sebapak. Kita dapat melihat fenomena tersebut pada apa yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj, 'Abs, dan Dzibyan, Bakar dan Taghlib, dan lain-lain. Di sisi lain, hubungan yang terjadi antara suku yang berbeda-beda benar-benar berantakan. Kekuatan yang ada mereka gunakan untuk berjibaku dalam peperangan. Hanya saja, adakalanya rasa sungkan serta rasa takut mereka terhadap sebagian tradisi dan kebiasaan bersama yang sudah ada dan berlaku antara ajaran agama dan khurafat sedikit mengurangi deras dan kerasnya genderang perseteruan tersebut. Dan dalam kondisi tertentu, loyalitas, persekutuan dan subordinasi yang terjalin menyebabkan antarsuku yang berbeda berangkul dan bersatu. Dan satu-satunya yang merupakan rahmat dan penolong bagi mereka adalah adanya bulan-bulan yang diharamkan berperang, sehingga mereka dapat menghirup kehidupan dan mencari rezeki guna kebutuhan sehari-hari. Ringkasannya, kondisi sosial yang berlaku di masyarakat Jahiliyah benar-benar rapuh dan dalam kebutaan. Kebodohan mencapai puncaknya dan khurafat merajalela di mana-mana. Orang-Orang hidup layaknya binatang ternak. Wanita diperjualbelikan bahkan kadang- kadang diperlakukan bak benda mati. Hubungan antarumat sangat lemah, sementara setiap ada pemerintahan maka ujung-ujungnya hanyalah untuk mengisi gudang kekayaan mereka yang diambil dari rakyat atau menggiring mereka untuk berperang melawan musuh-musuh yang mengancam kekuasaan mereka. Kondisi Ekonomi Kondisi sosial di atas berimbas kepada kondisi ekonomi. Hal ini diperjelas dengan melihat cara dan gaya hidup bangsa Arab. Berniaga merupakan sarana terbesar mereka dalam menggapai kebutuhan hidup, namun begitu, roda perniagaan tidak akan stabil kecuali bila keamanan dan perdamaian membarenginya. Tetapi, kedua situasi tersebut 18 lenyap dari Jazirah Arab kecuali pada bulan-bulan haram saja. Dalam bulan-bulan inilah pasar-pasar Arab terkenal seperti Ukazh, Dzul Majaz, Majinnah, dan lainnya beroperasi. Dalam kegiatan industri mereka termasuk bangsa yang amat jauh jangkauannya dari hal itu. Sebagian besar hasil perindustrian yang ada di kalangan bangsa Arab hanyalah berupa tenunan, samak kulit binatang dan lainnya. Kegiatan ini ada pada masyarakat Yaman, Hirah, dan pinggiran kota Syam. Benar, di kawasan domestik Jazirah ada sedikit industri bercocok tanam, membajak sawah, dan beternak kambing, sapi serta unta. Kaum wanita rata-rata menekuni seni memintal. Namun, barang- barang tersebut sewaktu-waktu dapat menjadi sasaran peperangan. Kemiskinan, kelaparan, serta kehidupan papa menyelimuti masyarakat. Kondisi Moral Kita tidak dapat memungkiri bahwa masyarakat Jahiliyah identik dengan kehidupan nista, pelacuran, dan hal-hal lain yang tidak dapat diterima oleh akal sehat dan ditolak oleh perasaan. Namun, mereka juga mempunyai akhlak mulia dan terpuji yang amat menawan siapa saja dan membuatnya terkesima dan takjub. Di antara akhlak tersebut adalah: Kemurahan hati Mereka berlomba-lomba dalam sifat ini dan membangga- banggakannya. Setengah dari bait-bait syair mereka penuh dengan ungkapan tentang sifat ini antara pujian kepada diri sendiri dan kepada orang lain yang memiliki sifat yang sama. Seseorang terkadang kedatangan tamu di musim dingin yang membeku, kelaparan yang menggelayut serta dalam kondisi tidak memiliki harta apa-apa selain unta betina yang merupakan satu- satunya sumber hidupnya dan keluarganya, tetapi getaran kemurahan hati yang menggema di dada membuat mereka tidak ragu-ragu untuk mempersembahkan suguhan istimewa buat tamunya, lantas disembelihlah unta satu-satunya tersebut. Di antara pengaruh sifat murah hati tersebut; mereka sampai-sampai rela menanggung denda yang berlipat dan beban-beban berat demi upaya mencegah pertumpahan darah dan lenyapnya jiwa. Mereka berbangga dengan hal itu dan memuji- muji diri di hadapan para tokoh dan pemuka. Pengaruh lain dari sifat tersebut, mereka memuji-muji diri karena minum khamar. Hal ini sebenarnya bukanlah lantaran bangga dengan esensi minum-minum itu, tetapi lantaran hal itu merupakan sarana menuju tertanamnya sifat murah hati tersebut, dan juga sarana yang memudahkan tumbuhnya jiwa yang boros. Dan lantaran itu pula, mereka menamakan pohon anggur dengan Al-Karam, sedangkan arak yang terbuat dari anggur itu mereka namakan Bintul Karam. Jika Anda membuka kembali buku-buku yang mengoleksi syair-syair Jahiliyah, Anda akan menemukan satu bab yang bertema: Al- Madih wa Al-Fakhr (puji-pujian dan kebanggaan diri). Dalam hal ini Antarah bin Syaddad Al- Absi mengurai bait-bait syairnya dalam Mu'allaqah-nya: Sungguh, aku telah menenggak arak di tempat mulia sesudah wanita-wanita penghibur ditelantarkan dengan cangkir dari kaca kuning di atas nampan nan terangkai 19 bunga dalam genggaman tangan dingin Saat aku menenggak, sungguh, aku habiskan seluruh hartaku Namun, kehormatanku masih sadarkan kala aku tersadarkan, tak'kan lengah menyongsong panggilan sebagaimana hal itu melekat pada sifat dan tabiatku. Pengaruh lainnya dari sifat Al-Karam adalah mereka menyibukkan diri dalam bermain judi. Mereka menganggap hal itu sebagai sarana menuju sifat tersebut karena dari keuntungan yang diraih dalam berjudi tersebut. mereka persembahkan buat memberi makan fakir miskin. Atau, bisa juga diambil dari sisa keuntungan yang diraih masing-masing pemenang. Oleh karena itu, Anda lihat Al-Qur'an tidak mengingkari manfaat khamar dan judi itu, akan tetapi menyatakan. "Dan dosa keduarrya lebih besar dari manfaatnya." (Al- Baqarah: 219). Menepati Janji Janji dalam tradisi mereka adalah laksana agama yang harus dipegang teguh meskipun untuk mendapatkannya mereka menganggap enteng membunuh anak-anak mereka dan menghancurkan tempat tinggal mereka sendiri. Untuk mengetahui hal itu, cukup dengan membaca kisah Hani' bin Mas'ud Asy-Syaibani, As-Samu'al bin Adiya dan Hajib bin Zurarah At-Tamimi. Kebanggan pada diri sendiri dan sifat pantang menerima pelecehan dan kezaliman Implikasi dari sifat ini, tumbuhnya pada diri mereka keberanian yang amat berlebihan, cemburu buta dan cepatnya emosi meluap. Mereka adalah orang-orang yang tidak akan pernah mau mendengar ucapan yang mereka cium berbau penghinaan dan pelecehan. Dan apabila hal itu sampai terjadi, mereka tak segan-segan menghunus pedang dan mengacungkan tombak, dan mengobarkan peperangan yang panjang Mereka juga tidak peduli bila nyawa mereka menjadi taruhannya demi mempertahankan sifat tersebut. Tekad yang tak pernah pudar Bila mereka sudah bertekad untuk melakukan sesuatu yang mereka anggap suatu kemuliaan dan kebanggaan maka tak ada satu pun yang dapat menyurutkan tekad mereka tersebut, bahkan mereka akan nekat menerjang bahaya demi hal itu. Lemah lembut, tenang, dan waspada Mereka menyanjung sifat-sifat semacam ini. Hanya saja keberadaannya seakan terhalangi oleh amat berlebihannya sifat pemberani dan ketergesaan mereka dalam mengambil sikap untuk berperang. Gaya hidup lugu dan polos ala Badui Mereka belum terkontaminasi oleh kotoran peradaban dan tipu dayanya Implikasi dari gaya hidup semacam ini, timbulnya sifat jujur, amanah, serta anti menipu dan mengibul. 20 Kita melihat bahwa tertanamnya akhlak yang amat berharga ini, di samping letak geografis Jazirah Arab di mata dunia adalah sebagai sebab utama terpilihnya mereka untuk mengemban risalah yang bersifat umum dan memimpin umat manusia dan masyarakat dunia. Sebab, akhlak ini meskipun sebagiannya dapat membawa kepada kejahatan dan menimbulkan peristiwa yang tragis, namun sebenarnya ia adalah akhlak yang amat berharga, dan akan menciptakan keuntungan bagi umat manusia secara umum setelah adanya sedikit koreksi dan perbaikan atasnya. Hal inilah yang dilakukan oleh Islam ketika datang. Tampaknya, akhlak yang paling berharga dan amat bermanfaat menurut mereka setelah sifat menepati janji adalah sifat kebanggaan pada diri dan tekad pantang surut. Hal demikian, karena tidak mungkin dapat mengikis kejahatan dan kerusakan yang ada serta menciptakan sistem yang penuh dengan keadilan dan kebaikan kecuali dengan kekuatan yang memiliki daya gempur dan tekad yang membaja. Selain sifat-sifat tersebut, mereka juga memiliki sifat-sifat mulia lainnya, namun bukanlah maksud kami menghadirkannya di sini dan melacaknya secara tuntas. 21

Use Quizgecko on...
Browser
Browser