L3202 - Influenza, Faringitis, Laringitis, Influenza, dan Difteria PDF
Document Details
Uploaded by Deleted User
Kadek Kris Aryana
Tags
Summary
This document provides medical information on various respiratory infections, including influenza, faringitis, laryngitis, pertussis, and tonsillitis. It details symptoms, causes, and treatment options for each condition. The document is likely lecture notes for students studying medicine or a related field.
Full Transcript
INFLUENZA kadek kris aryana Influenza adalah Infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza. Virus RNA golongan Orthomyxoviridae Mudah bermutasi Memiliki bermacam tipe : A, B, dan C Gejala yang ditimbulkan tipe A lebih berat dari tipe B, sementara tipe C lebih cenderung tidak m...
INFLUENZA kadek kris aryana Influenza adalah Infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza. Virus RNA golongan Orthomyxoviridae Mudah bermutasi Memiliki bermacam tipe : A, B, dan C Gejala yang ditimbulkan tipe A lebih berat dari tipe B, sementara tipe C lebih cenderung tidak menimbulkan gejala. Tipe A juga paling mudah bermutasi (baik mutasi minor maupun mutasi mayor) gejala Demam Batuk Pilek Nyeri kepala Nyeri tenggorokan Pegal linu Lemah lesu Influenza Harus Diwaspadai Influenza sangat mudah menular (Teman, Anggota Keluarga, dan Pasien) Menular lewat udara dengan perantaraan Batuk Bersin Air liur Benda-benda terkontaminasi oleh batuk, bersin, dan air liur MUDAH DAN CEPAT BERMUTASI Mutasi yang terjadi bisa kecil/ minor (antigenic DRIFT) dan besar/ mayor (antigenic SHIFT). Antigenic DRIFT Perubahan minor yaitu pada bagian HA (haemaglutinin) dan NA (Neurominidase) virus influenza Terjadi pada semua tipe virus influenza Penyebab Influenza Musiman Antigenic SHIFT Perubahan terjadi pada RNA 2 strain virus yang berbeda melebur membentuk pergantian segmen RNA – disebut “reassortment” , terjadi dalam satu ‘reservoar’ – inang yang terinfeksi Menyebabkan perubahan mayor pada HA & NA. Hanya terjadi pada virus type A. Penyebab Pandemi Influenza Menyebabkan kesakitan dan kematian yang lebih banyak Apakah HA & NA HA dan NA merupakan tombol-tombol yang terdapat di permukaan virus influenza HA (Haemaglutinin Antigen) Berperan dalam perlekatan virus dengan sel epitel pernapasan (inang) sehingga dapat masuk ke dlm sel inang tersebut. NA (Neuraminidase Antigen) Berperan dalam pelepasan virus yang baru memperbanyak diri dalam sel inang sehingga dapat menyebar ke sel lainnya rentan terhadap influenza Anak-anak Lansia Penderita ganguan kekebalan tubuh Tenaga kesehatan PENGOBATAN 1 ISTIRAHAT 2 SIMTOMATIK 3 ROBORENSIA Faringitis dr.Kadek Kris Aryana, M. BIOMED. Sp.T.H.T.B.K.L. FICS Faringitis adalah peradangan pada selaput lendir yang melapisi bagian belakang tenggorokan atau faring. Peradangan ini bisa menyebabkan keluhan kekeringan, dan kesulitan menelan. Faringitis dapat disebabkan akibat infeksi maupun non- infeksi. Faringitis adalah kondisi umum yang jarang berkembang menjadi penyakit serius. Peradangan ini biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam waktu kurang lebih seminggu. Faktor Faringitis Udara yang dingin konsumsi alkohol yang berlebihan Penurunan imunitas tubuh Kurang gizi. Penyebab Faringitis Virus Rhinovirus Adenovirus Coxsackievirus Coronavirus Epstein-Barr virus Orthomyxoviridae. Penyebab Faringitis BAKTERI Streptokokus Korinebakterium Arkanobakterium Neisseria gonorrhoeae Chlamydia pneumonia JAMUR Candida albicans Gejala Masa inkubasi faringitis adalah jarak waktu sejak terpapar infeksi sampai gejala-gejala pertama kali muncul berlangsung sekitar 2-5 hari. Gejala faringitis yang muncul bisa bervariasi, tergantung pada kondisi yang menyebabkannya. Faringitis Virus akan menyebabkan batuk, mengalami rinorea, diare, kelelahan, konjungtivitis, demam ringan, sakit kepala, menggigil, hingga nyeri otot. Faringitis Bakteri sakit kepala, mual, muntah, ruam kulit, kesulitan menelan, tenggorokan memerah yang disertai dengan bintik putih. Faringitis jamur kasus lebih sedikit dibandingkan dengan dua penyebab lainnya. Gejala yang hampir serupa dengan yang lain. Gejala mengalami perubahan pada bagian lidah, seperti muncul plak berwarna putih. Diagnosis ANAMNESA Demam sampai 40 derajat Celsius Rasa gatal atau kering ditenggorokan Odinofagia Anoreksia Otalgia. PEMERIKSAAN FISIK Mukosa faring hiperemis Tonsil membengkak Detritus (tonsillitis folikularis). Pembesaran kelenjar submandibula terutama pada anak-anak. PEMERIKSAAN PENUNJANG Komplikasi Sinusitis Otitis media Epiglottitis Mastoiditis Pneumonia Toxic shock syndrome Obstruksi saluran pernapasan akibat dari pembengkakan laring. Pengobatan Faringitis virus Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan gejala, 1-2 hari Faringitis bakterial Antibiotik, analgetik, antipiretik, antiinflamasi, ruborensia. Faringitis jamur Biasanya banyak dialami oleh lansia dan pengidap immunocompromised. Gejala bisa diatasi dengan penggunaan flukonazol dan Biasanya faringitis sembuh dalam rentang waktu 3 hari sampai dengan 7 hari tergantung dari pada penyebab dan imunitas penderita saat terkena faringitis Perlu diwaspadai penderita faringitis pada balita karena sering terjadi sesak karena ada edema pada laring LARINGITIS dr.Kadek Kris Aryana. M BIOMED. Sp.T.H.T.B.K.L. FICS Definisi Laringitis adalah suatu kondisi dimana terjadi peradangan (iritasi) pada organ laring (kotak suara). Dimana di dalam laring terdapat pita suara. Dalam kondisi normal, pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan dan getaran yang terbentuk. Saat terjadi iritasi dan peradangan di kotak suara, pita suara akan membengkak. Hal ini memicu terjadinya perubahan suara yang diproduksi. Itulah sebabnya saat mengalami laringitis, suara Anda menjadi serak dan merasa tidak nyaman saat bersuara. Pada beberapa kasus, suara yang keluar bisa sangat lemah hingga tak terdengar. Laringitis akut biasanya berlangsung singkat. laringitis Sedangkan kronik berlangsung lama (lebih dari tiga minggu). Gejala Suara serak atau sangat lemah –bahkan bisa hilang Nyeri saat menelan dan mengunyah Hidung berair Sakit tenggorokan Rasa gatal di tenggorokan Tenggorokan terasa kering Demam (yang bisa saja terjadi pada beberapa kasus) Penyebab Laringitis akut bisa disebabkan karena beberapa hal yang meliputi: Penyalahgunaan vokal, misalnya, berteriak berlebihan dan terlalu banyak berbicara Paparan bahan kimiawi berbahaya Infeksi akibat kuman, virus, dan bakteri Sedangkan laringitis yang kronik umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan. Misalnya karena menghirup asap rokok Udara terpolusi terus menerus Penyalahgunaan vokal Naiknya asam lambung ke tenggorokan. Diagnosis Anamnesa Pengumpulan informasi mencakup gejala Pemeriksaan fisik direck kaca laring Radiologis ct scan Endoskopi rigith atau flexibel Pengobatan Penanganan laringitis atau akan diseuaikan dengan faktor penyebabnya. infeksi virus peningkatan daya tahan tubuh infeksi bakteri maka penambahan antibiotik umumnya laringitis akan sembuh sendiri dengan menghindari penyalahgunaan vokal mengistirahatkan pita suara dan menghindari berbagai iritan (asap dan udara terpolusi). PERTUSIS Kadek Kris aryana PERTUSIS PERTUSIS ATAU BATUK REJAN ADALAH INFEKSI BAKTERI PADA SALURAN PERNAPASAN DAN PARU- PARU. PENYAKIT INI SANGAT MUDAH MENULAR DAN BISA MENGANCAM NYAWA, TERUTAMA BILA MENYERANG BAYI DAN ANAK-ANAK. BATUK REJAN (WHOOPING COUGH) BIASANYA DITANDAI DENGAN RENTETAN BATUK KERAS YANG TERJADI SECARA TERUS-MENERUS. UMUMNYA, BATUK REJAN SERING DIAWALI DENGAN BUNYI TARIKAN NAPAS PANJANG MELENGKING KHAS YANG TERDENGAR MIRIP “WHOOP”. KONDISI INI BISA MENYEBABKAN PENDERITANYA SULIT BERNAPAS. ETIOLOGI PERTUSIS BATUK REJAN / PERTUSIS DISEBABKAN OLEH INFEKSI BAKTERI BORDETELLA PERTUSSIS DI SALURAN PERNAPASAN. BAKTERI INI MENYEBAR KETIKA SESEORANG MENGHIRUP PERCIKAN LUDAH (DROPLET) PENDERITA BATUK REJAN ATAU MENYENTUH BENDA YANG TERPAPAR. ▪ SEMUA ORANG BISA TERKENA PERTUSIS TETAPI RISIKO TERKENA PENYAKIT INI LEBIH TINGGI PADA BEBERAPA ORANG DENGAN KONDISI DI BAWAH INI: USIA DI BAWAH 1 TAHUN ATAU DI ATAS 65 TAHUN BELUM MENJALANI VAKSINASI PERTUSIS BERKUNJUNG DI WILAYAH DENGAN WABAH PERTUSIS SEDANG HAMIL MELAKUKAN KONTAK DENGAN PENDERITA PERTUSIS MENDERITA OBESITAS MEMILIKI RIWAYAT ASMA GEJALA BATUK REJAN BAKTERI BORDETELLA PERTUSSIS YANG MASUK KE DALAM TUBUH AKAN MELEPASKAN RACUN DAN MENYEBABKAN PERADANGAN PADA SALURAN PERNAPASAN. TUBUH PENDERITA LALU MERESPONS DENGAN MENINGKATKAN PRODUKSI LENDIR UNTUK MENANGKAP BAKTERI, YANG SELANJUTNYA DIKELUARKAN MELALUI BATUK SECARA TERUS- MENERUS. AKIBAT BATUK TANPA HENTI TERSEBUT, PENDERITA SECARA REFLEKS MENARIK NAPAS PANJANG DAN CEPAT SEHINGGA TIMBUL BUNYI LENGKINGAN (WHOOPING) YANG MENJADI GEJALA KHAS BATUK REJAN. GEJALA BATUK REJAN UMUMNYA BARU MUNCUL 5–10 HARI SETELAH SESEORANG TERPAPAR TAHAP AWAL (FASE CATARRHAL) PADA TAHAP AWAL, GEJALA BATUK REJAN BERLANGSUNG SELAMA 1–2 MINGGU DAN BIASANYA SERUPA DENGAN GEJALA BATUK PILEK. PENDERITA BISA MENGALAMI KELUHAN BERUPA BATUK RINGAN, BERSIN-BERSIN, PILEK ATAU HIDUNG TERSUMBAT, MATA MERAH DAN BERAIR, SERTA DEMAM RINGAN. TAHAP LANJUT (FASE PAROKSISMAL) SETELAH TAHAP AWAL, PENDERITA BATUK REJAN MENGALAMI GEJALA TAHAP LANJUT YANG BERLANGSUNG SELAMA 1–6 MINGGU. PADA TAHAP INI, GEJALA YANG DIALAMI BISA MAKIN MEMBURUK DAN MENIMBULKAN BERAGAM KELUHAN TAHAP PEMULIHAN (FASE CONVALESCENT) TAHAP PEMULIHAN BATUK REJAN BISA BERLANGSUNG SELAMA 2–3 MINGGU. PADA TAHAP INI, TINGKAT KEPARAHAN DAN FREKUENSI GEJALA MULAI MEREDA SECARA BERTAHAP. BATUK BISA KAMBUH SELAMA BEBERAPA BULAN JIKA PENDERITA MENGALAMI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN. JIKA MENYERANG BAYI ATAU ANAK-ANAK,. DIAGNOSIS 1. ANAMNESA 2. PEMERIKSAAN FISIK 3. PEMERIKSAAN PENUNJANG : TES SAMPEL LENDIR DARI HIDUNG TES DEARAH FOTO RONTGEN DADA PENATALAKSANAAN - OKSIGEN - ANTIBIOTIK - ANTIINFLAMASI - MUKOLITIK - ANTIPIRETIK TONSILITIS dr. Kadek kris aryana. M BIOMED. sp. T.H.T.K.L. FICS Tonsilitis adalah proses peradangan pada tonsil yg ditandai dengan demam, nyeri menelan, sulit bernafas Diagnosis tonsilitis dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menentukan tipe tonsilitis dan kemungkinan etiologi penyebabnya Anamnesis diperlukan untuk menentukan apakah tonsilitis bersifat akut, berulang atau kronik serta menentukan apakah tonsilitis merupakan infeksi virus atau bakteri. Umumnya gejala tipikal dari tonsilitis, seperti nyeri tenggorokan, disfagia, odinofagia, limfadenopati servikal, suara serak, demam, halitosis, sakit kepala dan hilangnya nafsu makan. Namun, dapat terdapat gejala atipikal pada anak berupa nyeri perut, mual dan muntah Tonsilitis akut memiliki gejala tipikal dan dapat disertai obstruksi jalan napas seperti mendengkur, gangguan tidur dan obstructive sleep apnea (OSA). Tonsilitis kronik seperti nyeri tenggorokan kronik, halitosis, dan limfadenopati servikal persisten. Pemeriksaan fisik yang diperlukan pada tonsilitis adalah penilaian tanda vital dan tanda dehidrasi terutama pada anak-anak, pemeriksaan jalan napas dan fungsi menelan, inspeksi rongga mulut untuk menilai trismus, pemeriksaan faring dimana dapat ditemukan hiperemis, edema, deviasi uvula. Penilaian terhadap tonsil juga dilakukan dan mencakup aspek ukuran, warna, permukaan, eksudat, detritus apnea, ulkus, dan kripta melebar/tidak. Adanya membran berwarna abu-abu tidak mudah berdarah pada permukaan tonsil mengarah kepada infeksi virus Epstein Barr sedangkan adanya pseudomembran berwarna putih dan mudah berdarah mengarah pada diagnosis banding difteri. Menurut Brodsky, ukuran tonsil dapat dikelompokkan, sebagai berikut : T1: Tonsil menempati ≤25% dari orofaring T2: Tonsil menempati 26-50% dari orofaring T3: Tonsil menempati 51-75% dari orofaring T4: Tonsil menempati >75% dari orofaring Lalu, dilanjutkan palpasi menilai kelenjar getah bening servikal, pembengkakan dan nyeri tekan serta pemeriksaan telinga dan pergerakan leher. Diagnosis Banding Sebagian besar diagnosis banding dari tonsilitis memiliki gejala serupa serta memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk membedakannya. Infeksi mononukleosis Diakibatkan oleh virus Epstein Barr. Terdapat gejala lainnya, seperti limfadenopati generalisata, splenomegali, hepatomegali, penurunan berat badan, malaise persisten serta yang jarang adanya pembengkakan jaringan sekitar faring sehingga mengganggu jalan napas Penatalaksanaannya 1. Antibiotik 2. Anti inflamasi 3. Analgetik 4. Operasi PERITONSILLAR ABCESS Free Powerpoint Page 50 Templates Anatomy and Physiology Free Powerpoint Figure 1. Deep neck space anatomy. Page 51 Templates Epidemiology >> adult 20-40 yo. Childhod rare case, except if any immune depression. Quinsy incidence at USA : 30/100.000 person/years. Hanna BC, Herzon: 1/6500 population or 30.1/40.000 person per years in USA. North Ireland: 1/10.000 person year, mean age 26.4 yo. Free Powerpoint Page 52 Templates Etiopathogenesis Peritonsillar abscess: pus accumulation in peritonsillar tissue as complication of acute tonsilitis / abscess from Weber gland in superior pole tonsil. Spreading infection and abscess into parapharynx parapharynx abscess. Free Powerpoint Page 53 Templates Etiopathogenesis Finkelstein et al: peritonsillar abscess are able to penetrate tonsillar capsule pus accumulation or spreading to superior pharyngeal constrictor muscle parapharyngeal /retropharyngeal space. Weber gland dysfunction peritonsillar selulitis. Free Powerpoint Page 54 Templates Diagnosis Anamnesis: sore throat, localized pain, fever, weakness, nausea, dysphagia, hypersalivation, mouth odor, vomiting, otalgia, trismus. Clinical sign: soft palate swelling tonsillar swelling to medial, hot potato’s voice. Onset: 3-5 days before diagnosis. Free Powerpoint Page 55 Templates Diagnosis Examination: unilateral/bilateral tonsillar swelling, dehidration sign, cervical adenopathy, swelling of peritonsil/ soft palate. Tonsil covered by mucopus, hyperemia, detritus. Uvula edema & pushed to contralateral. Soft palate pushed forward and fluctuate. Free Powerpoint Page 56 Templates Diagnosis Investigations: Aspiration with needle on fluctuate location. Microbiology culture, sensitivity to antibiotic. Haemostatic profile, complete blood count. USG intra oral, CT Scan. Free Powerpoint Page 57 Templates Differential Diagnosis Mononucleosis infection Foreign body Tumor, cancer, lymphoma Hodgkin disease Cervical adenitis Aneurism of internal carotid artery Tooth infection. Free Powerpoint Page 58 Templates Management 1. Antibiotic With warm water gurgle, warm compress. Penicilin 2nd or 3rd generation of cephalosporine as first choice Free Powerpoint Page 59 Templates Management 2. Incision and Drainage Intraoral drainage. by palpation on fluctuate location. To make and adequate drainage of abscess. Free Powerpoint Page 60 Templates Difficulting Factor Trismus Diabetes Mellitus Free Powerpoint Page 61 Templates Complication Dehydration. Pneumonitis lung abscess. Parapharyngeal infection mediastinitis. Airway obstruction. Cavernous sinus thrombosis, meningitis, brain abscess. Endocarditis, nephritis, peritonitis. Free Powerpoint Page 62 Templates EPIGLOTITIS PADA ANAK Epiglotitis adalah suatu proses inflamasi diepiglotis dan struktur supraglotis lainnya. Epiglotitis juga disebut sebagai supraglotik laringitis atau supraglotitis. Umumnya terjadi pada anak umur 1-5 tahun Infeksi saluran pernafasan atas ringan yang kemudian progresif menjadi respiratory distress Epiglotitis pada umumnya disebabkan oleh H. influenzae tipe B atau sering disebut HiB Vaksin H. influenzae tipe B telah menurunkan kasus epiglotitis yang disebabkan oleh HiB Penanganan pertama epiglotitis adalah mengamankan jalan nafas. Pemberian antibiotika disesuaikan dengan bukti empiris sebelum ada hasil dari kultur darah atau swab epiglotis selama 7-10 hari. Sejarah Michael pada tahun 1878 dengan nama angina epiglotidea anterior atau lebih dikenal supraglotitis George Washington diperkirakan meninggal karena epiglotitis tahun 1799 Umumnya terjadi umur 1-5 tahun. Sumber lain mencatat kasus epiglotitis pada anak umur 2-4 tahun. Sejak pengenalan vaksin HiB pada tahun 1985 maka epiglotitis semakin jarang terjadi pada anak-anak. Kekerapan Pengenalan polysaccharide vaccine tahun 1985, diikuti dengan conjugated vaccine tahun 1987-1990 secara dramatis telah menurunkan insiden epiglotitis Variasi insiden yang luas dengan prevalensi lebih tinggi pada negara-negara yang tidak menggunakan imunisasi secara merata Di Swedia insiden 0,9 kasus per 100.000 orang, sedangkan di Inggris 0,6 kasus per 100.000 orang Mayo-Smith dkk. mencatat penurunan kasus pada anak di Rhode Island dari 38 kasus tahun 1975-1978 menjadi 1 kasus tahun 1989-1992, dan kecenderungan meningkat pada dewasa dari 17 kasus pada tahun 1975-1978 menjadi 69 kasus tahun 1989-1992. Laporan dari Boston mencatat mean umur meningkat dari 5.8 tahun pada tahun 1992-1997 menjadi 11.6 tahun pada tahun 1998-2002. Penelitian retrospektif di Singapura selama 8 tahun yang berakhir tahun 1999 dari 32 kasus epiglotitis hanya 1 pada anak-anak Sebagian besar penelitian tidak menyebutkan adanya hubungan dengan ras, walaupun ada yang menyebutkan insiden lebih tinggi pada ras Afrika-Amerika dan Hispanik. Kebanyakan penelitian menunjukkan anak yang menderita epiglotitis dominan laki-laki Anatomi Pada anak-anak lokasi epiglotis lebih anterior dan superior dari orang dewasa Membentuk sudut yang lebih besar dengan trakea, Bentuknya lebih omega dan lebih kaku Struktur berbentuk seperti flap fleksibel, lempeng fibrokartilago elastis bagian teratas laring di belakang radiks lingua dan tidak pernah mengalami osifikasi Etiologi Haemophilus influenza tipe B sebagai penyebab utama Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, H. influenzae non type B, H. Parainfluenzae Varicella dan virus lain seperti herpes dapat sebagai penyebab infeksi primer ataupun sekunder, sering bersama dengan group A beta-hemolytic streptococci. C. albicans juga dapat menyebabkan epiglotitis terutama pada pasien dengan immunocompromise. Traumatic epiglottitis akibat menghirup uap panas, obat inhalasi, luka bakar karena tertelan bahan kaustik Laringeal sarkoidosis, neoplasma, reaksi alergi, dan ariepiglotic fold cyst Patogenesis Menular melalui kontak langsung dengan droplet atau menghirup droplet saluran nafas yang mengandung H. influenzae Dimulai dari jaringan ikat longgar epiglotis yang berdekatan dengan permukaan lidah, edema cepat menyebar ke plika ariepiglotika, aritenoid dan seluruh bagian supraglotik. Masuk ke mukosa dan menginvasi aliran darah yang menyebabkan bekterimia, menimbulkan infeksi pada meningen, kulit, paru, sendi dan tulang. Aspirasi dari sekret orofaring atau sumbatan mukus ke saluran nafas dapat menimbulkan gagal nafas. Inflamasi oleh trauma mekanik pada leher, suhu, atau kimia, tertelan bahan kaustik, menghirup uap panas dan obat inhalasi Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa yang cermat, pemeriksaan fisik dan penunjang Anamnesa : gejala klasik riwayat infeksi saluran pernafasan atas ringan yang kemudian progresif menjadi respiratory distress, panas, nyeri tenggorokan menjadi berat dalam beberapa jam. Demam biasanya tinggi, drooling, nyeri menelan, stridor, selanjutnya akan mengalami sesak nafas Pada pemeriksaan fisik, pasien kelihatan sakit akut, sesak, gelisah dan biasanya digambarkan dalam posisi tripod yaitu duduk condong kedepan, dagu terangkat dengan mulut terbuka. Drooling, stridor, retraksi otot-otot bantu pernafasan suprasternal, subkostal dan interkostal anak akan mengalami gagal nafas dan syok. http://emedicine.medscape.com/article/801369-overview, update January 29 Pemeriksaan penunjang : foto soft tissue cervical lateral memperihatkan pembesaran epiglotis melewati batas dinding anterior hipofaring dan dilatasi hipofaring yang disebut thumb sign Walaupun tidak ditemukan kelainan pada foto cervical lateral, tidak menyingkirkan diagnosis epiglotitis terutama pada fase awal. CT scan dini dapat dipertimbangkan tapi dengan pengawasan yang ketat. Dengan pemeriksaan laringoskopi setelah intubasi gambaran dari epiglotis memperlihatkan cherry red epiglottis. Foto thoraks post intubasi sering memperlihatkan adanya edema paru dan sebanyak 15% kasus menunjukkan pneumonia. Pemeriksaan lain : White blood cell count dapat meningkat 15.000-45.000 sel/uL. Kultur diambil langsung dari permukaan epiglotis saat dilakukan intubasi, dengan hasil positif 75%. Hasil dari kultur darah positif hanya 15%, Penatalaksanaan Pengamanan jalan nafas adalah hal utama sebelum prosedur lainnya Prosedur berikut dapat dipakai pada anak dengan kecurigaan epiglotitis atau penyakit gangguan pernafasan akut lainnya : A. Jaga agar anak tenang. Orang tua diijinkan menemani anaknya B. Pemberitahuan semua departemen yang terlibat : anestesi, pediatri, otolaringologi, dan ruang operasi C. Persiapan pemindahan pasien : alat transportasi memadai, anak ditemani orang tuanya. Tabung oksigen, ambubag dengan sungkup muka yang sesuai, laringoskop dan ETT yang sesuai dan ukuran terkecil. Trakeostomi set, portable suction, atropine 0,02 mg/kg, succinylcholine chloride 2 mg/kg atau obat paralitik lain untuk digunakan ahli anestesi. D. Transportasi anak dan orang tuanya didampingi dokter yang berpengalaman melakukan intubasi, alat yang lengkap, dan staf anestesi. E. Sebelum intubasi, nadi dan respirasi dimonitor berkala. F. Anestesi dan THT siap ditempat bila sewaktu- waktu diperlukan trakeostomi emergensi. Sebaiknya digunakan anestesi inhalasi. G. Setelah jalan nafas aman, prosedur lain bisa dilakukan kultur darah, iv line, pemberian antibiotik iv, pencatatan medik riwayat penyakit yang lebih lengkap dan pemeriksaan fisik rutin lainnya. H. Setelah intubasi, anak dirawat di ICU dengan sedasi adekuat. Monitor ketat untuk mencegah terjadinya ekstubasi sendiri oleh pasien. Bila ICU tidak tersedia segera referal dengan didampingi dokter ahli. Sebelum ada hasil kultur, antibiotik diberikan berdasarkan terapi empiris mencakup semua kuman patogen yang dicurigai. Diberikan selama 7-10 hari Cephalosporin generasi ke-3 (Ceftriaxone) mempunyai spektrum luas. Tetapi efikasinya lebih rendah pada kuman gram positif. Dosis dewasa 1-2 g IV diberikan setiap 12-24 jam. Anak 75-100 mg/kg/hari IV setiap 12-24 jam. Pemberian bersama probenecid, ethacrynic acid, furosemide, dan aminoglycosides dapat meningkatkan efek nefrotoksik Ceftriaxone menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin sehingga dosis harus disesuaikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Ampicillin dan Sulbactam : kombinasi betalaktamase inhibitor dan ampicillin. Bersifat bakterisidal. Dosis dewasa 1.5 g yaitu : setiap 6-8 jam, jangan melewati 4 g/hari sulbactam atau 8 g/hari ampicillin. K I pada anak < 3 bulan. Dosis anak umur 3 bulan -12 tahun adalah 100- 200 mg ampicillin/kg/hari IV dalam dosis terbagi setiap 6 jam. Umur > 12 tahun dosis sama dengan dewasa. Evaluasi laringoskopi setiap 24-48 jam derajat inflamasi dan waktu ekstubasi Kriteria ekstubasi : kebocoran udara disekitar endotracheal tube dengan tekanan minimal 20 cm H2O atau berkurangnya edema dan eritema epiglotis yang biasanya terjadi dalam waktu 48 jam setelah dirawat di intensive care unit. Epiglotitis karena beta-hemolytic streptococci, rata-rata ekstubasi dilakukan pada hari ke-6 Pencegahan Pada tahun 1985, vaksin pertama untuk H. influenzae tipe B diperkenalkan di Amerika Serikat monovalen vaksin : imunitas rendah dan tidak efektif pada anak dibawah 18 bulan. Tahun 1987 dikeluarkan konjugated vaksin yang efektif pada anak di atas 2 bulan. Epiglotitis masih bisa terjadi pada anak yang sudah divaksin. Red Book 2006 of the AmericanAcademy of Pediatrics, rifampin profilaksis 20 mg/kg per dosis atau maksimum 600 mg selama 4 hari harus diberikan pada semua yang pernah kontak dalam satu rumah. Anak umur > 2 tahun yang pernah menderita epiglotitis tidak perlu divaksin HiB lagi karena penyakit ini memberikan proteksi imunitas. Komplikasi Pneumonia merupakan komplikasi paling sering, kemudian otitis media, meningitis, servikal adenitis, tonsilitis dan septik syok. Prognosis Mortality rates 10 % pada anak yang tidak diintubasi endotrakea. Setelah jalan nafas aman maka prognosis pasien dengan epiglotitis sangat baik dengan mortality rate < 1%. PSEUDO-CROOP ACUT EPIGLOTITIS 98 dr. Kadek kris aryana. M BIOMED. sp. T.H.T.K.L. FICS Pseudo croup acute epiglotitis merupakan suatu sindroma “croup”. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinik yang sama yaitu obstruksi salurannafas atas. Tetapi kedua penyakit ini mempunyai penyebab dan patofisiologi yang berbeda satu sama lainnya. Karena penyakit ini mempunyai manifestasi klinik berupa obstruksi saluran nafas atas, maka kedua penyakit ini merupakan kegawatdaruratan di bagian IlmuPenyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher 99 Pseudo croup adalah penyakit sistemik respiratorik acute yang menyerang mukosadan menyebabkan inflamasi dan edema pada daerah larynx dan vocal cord, terkadang juga mengenai trachea dan cabang bronkus. Terbentuknya “Pseudo” croup yang artinya croop “sangat berbahaya” dan ini membedakannya dengan “real” croup seperti yang terjadi pada penyakit diphteria. Saluran larynx menjadi sempit akibat edema, dyspneu bisa muncul cepat dengan typical suara serak, kasar, seperti batuk croup dan bisa saja mengancam jiwa terutama pada anak –anak 100 ETIOLOGI Virus adalah penyebab tersering pseudo croup (sekitar 60% kasus) adalah HumanParainfluenza virus type 1 (HPIV-1), HPIV- 2,3, dan 4, virus influenza A dan B,Adenovirus, Respiratory Synctial virus (RSV), dan virus campak. Meskipun jarang, pernah juga ditemukanMycoplasma pneumonia 101 penatalaksanaan Kebanyakan kasus ringan sembuh dalam waktu 3-5 hari Pada kasus yg parah biasanya memerlukan rawat inap. - O2 - Antibiotik - Anti inflamasi - Analgetik - Bila terdapat perburukan jalan nafas dapat di intubasi dan trakeostomy 102 DIAGNOSIS AND THERAPY OF DIPHTHERIA DEFINITION An acute bacterial infection disease Tonsil, pharynx, larynx, nasal, konjunctiva, skin Lession pseudomembrane Corynebacterium diphtheriae Gram positive bacillus, pleomorphic, non-capsulated, non-motil, aerobic 4 biotypes Exotoxin bacteriophage Pathophysiolgy Implantation colonization exotoxin Target Systemic Local inflammation organs Pathophysiology Your Text Here Get a modern PowerPoint Presentation that is beautifully designed. Easy to change colors, photos and Text. Your Text Here Diphtheria Get a modern PowerPoint Presentation that is beautifully exotoxin designed. Easy to change colors, photos and Text. Faktor yg berkontribusi Belum di vaksin Penduduk padat, kemiskinan, pelayanan Imuno defisiensi kesehatan yang buruk Berpergian ke daerah Kontak dg endemi penderita Epidemiology USA Europe 100-200 cases 0,001 2000-2009 cases per 100k incidences declined Indonesia ? Indonesia 3-5 % carier 2014 : 296 cases CFR 4 % 37 % not vaccinated 2015 : 252 cases CFR 1,98 % Most cases 5-9 and years old Sign & Symptoms Incubation 2-5 hari Gejala umumnya mirip URTI Pseudomembrane :lapisan putih keabu- abuan, cenderung berdarah saat diangkat, Penampilan leher besar Symptoms 85-90% Sore throat 50-85% Fever & shivering 50% Lymphadenopathy & pseudomembrane 26-40% Hoarseness & Dysphagia Headache, malaise, cough, dispnea Physical Examination Fever, tachycardia, Respiratory distress halitosis Cardiac : S-T changes, Tonsil, pharynx : AV Oedema, block, endocarditis pseudomembrane Neurology: cranial nerve Bull’s neck appearance Other organ: genital, conjunctiva Pseudomembrane http://www.free-powerpoint-templates-design.com Score Area 0 Membran tipis mudah dibersihkan 1 Dihidung saja /folikel dari amandel 2 Cakupan haya pada amandel 3 Seperti di atas, ditambah langit-langit dan/atau dinding faring 4 Seperti di atas, ditambah hidung dan/atau laring http://www.free-powerpoint-templates-design.com Bull’s neck appearance http://www.free-powerpoint-templates-design.com Diagnosis swab tenggorok : Langsung Dibeberapa tempat Di bawah pseudomembran perlindungan pribadi Pasien & orang yang menghubungi dengan pasien Kontak (+) Tanda umum & Perjalanan ke daerah gejala membran endemik semu Stridor, leher banteng, perdarahan submukosa suspect probable Gagal jantung miokarditis gagal ginjal akut paralisis motorik (1-6 minggu) Kematian confirmed carrier Positif C. Positive difteri C.diphtheriae Antitoksin but no symptoms serum : 4 kali Differential Diagnosis NASAL Common cold, sinusitis, foreign body PHARYNGEA Membranous tonsilitis, post tonsilectomy L LARYNGEA Spasmodic croup, foreign body L SKIN Other skin infection Text Here Complications EXOTOXIN AIRWAY OBSTRUCTION Cardiac : Neurologic Pseudomembrane, oedema SECONDAR Y INFECTION Rare Therapy 01 General Spesific 02 Antitoxin Antibiotic Corticosteroid Complication Contact Carrier General Isolation Bedrest Oxygen Symptomatic Work up(s) Antitoxin Imediately Day 1 reduced CFR, < 1% Day 6 inceased, >30% Antitoxin in 100 mL NS or D5% 1- 2 hours observe Type ADS Dose (IU) Route Antitoxi Nasal 20.000 i.m Tonsil n 40.000 i.m & i.v Pharyngeal 40.000 i.m & i.v Laryngeal 40.000 i.m & i.v Combination above 80.000 i.v Diphtheria + complications, bullneck 80.000 120.000 i.v Late therapy (>72 jam), any location 80.000 – 120.000 i.v Antibiotic Erythromycin, 40-50 mg/kg/day (po) Penicillin G, 100.000-150.000 IU/kg/day, divided in to 4 doses (iv/im) Penicillin Procaine, 25.000-50.000 IU/kg/day, divided in to 2 doses (im) Evaluation : negative culture Corticosteroid Controversy Considered if : Airway Obstruction Complication : miocarditis Complication : Hemodinamic Tracheotomy Contact : Isolation until incubation periode passed, serology (-) Booster vaccination Carrier : Erythromycin 40 mg/kg/day Penicillin 100mg/kg/day Tonsilectomy Prognosis Prevention Transplasental : 6 months ADS : 2-3 weeks Immunization Immunization Basic DPT-HB-Hib : 2, 3, 4 month DPT-HB-Hib : 18 month Advanced DT :dasar 1st Td : dasar 2nd Td : dasar 5th ORI 3 doses month : 0, 1, 7 Booster @ 10 years TERIMAKASIH