INFECTIOUS DISEASE PDF
Document Details
Uploaded by EndearingFlerovium
Tags
Summary
This document covers the general principles of microbial pathogenesis, various infectious agents (viral, bacterial, fungal, parasitic), sexually transmitted infections, and emerging infectious diseases, along with diagnosis methods. It discusses the host-pathogen interaction, immune evasion mechanisms, and infection in immunocompromised patients. It also explores different transmission routes, like vertical and horizontal transmission, and the role of the immune response in infection outcomes.
Full Transcript
INFECTIOUS DISEASE Dessy Hayu Pratiwi Nova Elisa Erika Pratami Risya Amelia Rahmawanti Fitri Kurniawati Aulia Fitri Firdausya Indah Widyastuty F...
INFECTIOUS DISEASE Dessy Hayu Pratiwi Nova Elisa Erika Pratami Risya Amelia Rahmawanti Fitri Kurniawati Aulia Fitri Firdausya Indah Widyastuty F Arief Prasetiyo Nadia Carolina Notoprawiro Narasumber dr. Riesye Arisanty, Sp.P.A., Subsp. K.A.(K) Outline General Principles of Microbial Pathogenesis Viral Infections Bacterial Infections Fungal Infections Parasitic Infections Sexually Transmitted Infections Emerging Infectious Diseases Special Techniques for Diagnosing Infectious Agents Prinsip Umum Patogenesis Penyakit Akibat Mikroba Masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Pola penyakit infeksi: Negara berpendapatan tinggi: Kematian terutama pada pasien imunokompromais. Di AS → influenza dan pneumonia penyebab kematian #8. Negara berpendapatan rendah: Pelayanan dan akses kesehatan yang inadekuat serta malnutrisi memperparah luaran penyakit. Bagaimana Mikroorganisme Menyebabkan Penyakit Melalui kontak atau port de entry Patogen mampu mengalahkan imun host Mengeluarkan toksin → mematikan sel, mendegradasi komponen jaringan, merusak pembuluh darah Menyebabkan respons imun host → kerusakan jaringan Kulit Keratin pada epidermis yang intak berfungsi sebagai barier mekanis, memiliki: pH rendah memproduksi asam lemak & defensin sebagai antimikroba peptida yang toksik bagi bakteri Traktus Gastrointestinal Pertahanan lokal: Asam lambung, lapisan mukosa usus, enzim pankreas, empedu, defensin (yang diproduksi epitel usus), antibodi IgA, peristalsis, dan flora normal. Patogenesis penyakit infeksi pada GI tract: Produksi toksin → Staphylococcus aureus Kolonisasi bakteri dan produksi toksin → V. cholerae, enterotoxigenic Escherichia coli Adhesi dan invasi mukosa → Shigella spp., Salmonella enterica, Campylobacter jejuni, Entamoeba histolytica Traktus Respiratorius Mekanisme pertahanan: Mucociliary blanket di hidung-saluran napas atas memerangkap mikroorganisme, mentransportasinya ke belakang tenggorok melalui ciliary action → tertelan. Mekanisme patogen dalam menginfeksi: Mengeluarkan toksin yang mengganggu aktivitas silier → Mycoplasma pneumoniae dan Bordetella pertussis. Resisten dari fagositosis → Mycobacterium TB Traktus Respiratorius Defek pertahanan lokal maupun sistemik: ○ influenza, ventilasi mekanik, merokok, fibrosis kistik (respiratory mucociliary clearance terganggu → superinfeksi bakteri); ○ imunodefisiensi: infeksi jamur (Pneumocystis jirovecii pada pasien AIDS; Aspergillus spp. pada pasien neutropenia) Traktus Urogenital Urin mengandung sedikit bakteri dengan virulensi rendah. Mekanisme pertahanan: pengosongan rutin melalui mikturisi. Ekspulsi urin → ekspulsi mikrob. Obstruksi aliran urin atau refluks urin → faktor risiko infeksi saluran kemih. Pada wanita: organ genital vagina diproteksi oleh lactobacilli → menghasilkan asam laktat, pH rendah → supresi pertumbuhan patogen. Ketidakseimbangan flora normal → pertumbuhan jamur (vaginal candidiasis). Transmisi Vertikal Dari ibu ke fetus atau neonatus Mekanisme: - Transmisi placental-fetal → mengganggu perkembangan fetus (dipengaruhi waktu terjadinya infeksi) → Rubella. - Transmisi selama persalinan → selama proses persalinan pervaginam → gonococcal dan chlamydial conjunctivitis. - Transmisi postnatal melalui ASI → CMV, HIV, HBV. Penyebaran, Diseminasi Mikrob di dalam Tubuh Mikrob → terlokalisasi / menyebar melalui limfatik, darah, atau saraf. Diawali dengan: penetrasi barier mukosa atau epitel. Bisa menyebabkan reaksi inflamasi sistemik → SIRS, sepsis Transmisi Mikrob Antarmanusia Paling umum: melalui rute respirasi, fekal-oral, atau seksual. Rute tambahan: saliva, darah yang dihisap vektor arthropoda (nyamuk, kutu, tungau), infeksi zoonosis (transmisi binatang-manusia): kontak langsung, konsumsi, atau vektor invertebrata). Interaksi Host-Patogen Luaran infeksi ditentukan oleh virulensi mikrob dan respons imun host. Respons imun: eliminasi, eksaserbasi atau kerusakan jaringan. Immune evasion Strategi patogen untuk menghindar dari sistem imun Immune Evasion Efek Kerusakan pada Imunitas Host Kerusakan jaringan dapat terjadi sebagai respon imun atas mikrob: Reaksi inflamasi granulomatosa Respons sel T host dan sel NK → membunuh sel Cross-reaksi antibodi dengan jaringan. Deposisi kompleks imun Siklus berulang inflamasi dan cedera epitel Aktivasi onkogen, khususnya yang dipicu inflamasi kronik Infeksi pada Pasien Imunodefisiensi Defek yang diturunkan / didapat pada imunitas bawaan dan adaptif → imunodefisiensi → rentan infeksi oportunistik Penyebab imunodefisiensi → primer (diturunkan), sekunder (didapat). Imunodefisiensi Primer Defisiensi antibodi: Pasien dengan agammaglobulinemia terkait kromosom X → lebih rentan terhadap infeksi oleh bakteri ekstraseluler dan beberapa virus. Defek pada komplemen: Komponen awal kaskade komplemen menyebabkan kerentanan terhadap infeksi oleh bakteri berkapsul (seperti S. pneumoniae), defisiensi C5 hingga C9 (late membrane attack complex) → terkait infeksi Neisseria spp. Kelainan fungsi neutrofil: Penyakit granulomatosa kronis → lebih rentan terhadap infeksi S. aureus, beberapa bakteri gram negatif, dan jamur. Imunodefisiensi Primer Kelainan pada jalur pensinyalan Toll-like receptor (TLR) memiliki efek yang bervariasi → mutasi pada MyD88 atau IRAK4 → predisposisi infeksi bakteri piogenik (S. pneumoniae), gangguan respons TLR3 yang terkait dengan ensefalitis HSV pada anak-anak. Defek sel T → rentan terhadap patogen intraseluler, terutama virus dan beberapa parasit. Imunodefisiensi Sekunder HIV/AIDS. Proses infiltratif yang menekan fungsi sumsum tulang (seperti leukemia). Obat imunosupresif (untuk pasien dengan penyakit autoimun, penerima transplantasi organ, pasien kanker. Penurunan fungsi imun terkait usia. Penyakit non-imun (fibrosis kistik, penyakit sel sabit). Malnutrisi. Kerusakan Host oleh Mikrob Kerusakan jaringan terjadi melalui: Kontak / masuk ke sel pejamu dan langsung mengakibatkan kematian sel. Toksin yang bisa mematikan sel pada jarak tertentu, mengeluarkan enzim yang mendegradasi jaringan, atau merusak pembuluh darah dan menyebabkan nekrosis iskemia. Menginduksi respons imun host yang menyebabkan kerusakan lanjutan. SISTEM RESPON INFLAMASI TERHADAP INFEKSI SUPPURATIVE (PURULENT) INFLAMASI MONONUKLEAR INFLAMASI CYTOPATHIC-CYTOPROLIFERATIVE REACTION Chronic Inflammation and Scarring Granuloma nekrosis jaringan scar ACUTE VIRAL INFECTION Measles Viral hemorrhagic fever Mumps Zika virus infection Poliomyelitis Dengue West nile virus infections Covid-19 MEASLES Adalah infeksi virus akut yang berpengaruh pada multipel organ menyebabkan keadaan klinis yang berbeda dari yang ringan hingga berat. MUMPS Mumps adalah infeksi virus sistemik akut yang dihubungkan dengan nyeri dan bengkak pada pada kelenjar salivary. POLIOMYELITIS West nile viral infection Inokulasi oleh nyamuk virus bereplikasi dalam sel dendritik Bermigrasi ke lymph node virus ke pembuluh darah menembus BBB Virus ini menyebabkan infeksi sitemik akut dari kondisi ringan hingga penyakit neuroinvasif terkait sekuele neurologic jangka panjang. Viral hemorrhagic fever Disebabkan oleh virus RNA : Arenaviridae, Filoviridae, Bunyaviridae, dan Flaviviridae. Tingkat penyakit dari yang ringan hingga berat. Saat pandemi di Kongo tahun 2019, Ebola virus menyebabkan 40%kematian Zika virus infection Zika virus adalah falvivirus yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes, transmisi perinatal, transfusi darah, dan kontak seksual. Virus dapat terdeteksi di semen, sekresi vagina, ASI, dan urine sampai beberapa bulan setelah infeksi Dengue Dengue virus ditularkan oleh nyamuk Aedes di derah tropis dan subtropis. Manifestasi klinis dari ringan hingga berat Novel Coronavirus SARS- CoV-2 (COVID-19) Representative microphotograph of eight serial sections of lung obtained from a deadly case of COVID-19 with hemorrhagic events and immune infiltration. (A) Representative H&E-stained images of lung classified as enhanced coagulation or type I damage. Low magnification allows us to appreciate the degree of damage and the large hemorrhagic events. The blue circle indicates the area with significant hemorrhagic and hemolysis events. Bar: 5 mm. (B–D) Correspond to higher magnification to denote the interphase between blood and the immune rim around the lesions (see dotted line). Bar 100 µm and 25 µm. (E–G) Correspond to the immune infiltration around the lesions. Bar 100 µm and 25 µm. (H–J) Represent areas outside of the hemorrhagic areas but with intravascular retention of red blood cells. Observe the fibrosis and formation of intravascular fibrin webs. Due to these characteristics, we named this phenotype enhanced coagulation. As indicated in (A, B–J) arrows of different colors indicated different cell types, coagulation areas, cell loss (CL), Fibrin webs (FW), and red blood cells with spiked membrane. n = 4 different individuals with 15-20 serial sections. Latent Infections Latent → terpendam atau belum terlihat Infeksi laten = genom virus secara konsisten berada di dalam sel inang, tetapi tidak memproduksi virus penginfeksi (fase lisogenik) Akan ter-reaktivasi → menyebarkan infeksi dan kerusakan jaringan Virus yang sering menimbulkan infeksi laten pada manusia = virus herpes 8 tipe human herpesvirus, dibagi menjadi dalam 3 sub kelompok yang ditentukan oleh jenis sel yang sering terinfeksi dan lokasi latennya: alfa group, HSV-1, HSV-2, dan VZV → menginfeksi sel-sel epitel dan produksi infeksi laten di postmitotic neurons beta group, CMV dan human herpesvirus 6 dan 7 (HHV-6 dan HHV-7) → menginfeksi dan memproduksi infeksi latennya pada beberap jenis sel. HHV-6 dan HHV-7 = exanthem subitum atau roseola infantum ruam pada bayi, berkembang mnejadi encephalitis, pneumonitis, hepatitis, dan myelitis saat ter- reaktivasi gamma group, EBV dan Kaposi sarcoma associated virus (KSHV/HHV-8), memproduksi infeksi laten → sel limfoid herpesvirus simiae (monkey B virus), virus monyet yang mirip dengan HSV-1 dan dapat menyebabkan penyakit saraf lewat gigitan hewan Herpes Simplex Virus HSV-1 dan HSV-2 bereplikasi pada kulit dan membran mukosa dan juga sebagai jalur masuknya. Virus akan menyebar ke saraf sensorik, nucleocapsid virus akan dibawa melalui akson ke badan sel saraf, dan produksi infeksi laten. Cara virus terhindar dari apoptosis, dengan memproduksi latency-associated viral RNA (LAT). Lewat LAT akan membentuk heterokromatin serta sebagai prekursor membentuk microRNA (miRNA) → sehingga gen-gen litik virus akan dibungkam Herpes Simplex Virus HSV bisa menghindar dari pengenalan oleh sel imun dengan cara menghambat jalur pengenalan MHC kelas 1, sehingga CTL tidak bisa mengenali adanya virus di dalam sel inang, serta bisa menghindari imun humoral dengan memproduksi reseptor “perangkap” yang mengikat bagian Fc dari Ig dan juga menghambat sistem komplemen. Reaktivasi terjadi akibat metilasi/fosforilasi yang berkaitan dengan jalur respon stres oleh sel saraf. Herpes Simplex Virus HSV bisa menyebabkan lesi kulit dan kelamin, infeksi kebutaan kornea (US), penyebab encephalitis sporadic (US). Pada neonatus dan individu dengan gangguan imunitas selular (misal infeksi HIV sekunder atau kemoterapi) Varicella-Zoster Virus (VZV) infeksi akut → chickenpox. reaktivasi VZV laten → shingles/herpes zoster. virus laten akan berdiam di dorsal root ganglia VZV masuk melalui membran mukosa, kulit dan saraf. VZV masuk melalui pernafasan, penyebarannya lewat darah, dan menyebabkan penyebarluasan lesi pada kulit. Infeksi VZV melalui membran mukosa, kulit dan saraf. Infeksi VZV dapat didiagnosa dengan kultur virus, PCR, atau deteksi antigen virus dalam sel yang diambil dari lesi superfisial. Varicella-Zoster Virus (VZV) Cytomegalovirus (CMV) CMV menyebabkan beberapa penyakit, bergantung usia dan status imun dari seseorang. CMV akan menginfeksi monosit dan progenitor sumsum tulang Infeksinya bersifat asymtomatic atau mononucleosis-like seperti pada EBV Sel yang terinfeksi oleh CMV akan mengalami gigantism (baik ukuran sel dan inti sel) = owl’s eye Cytomegalovirus (CMV) Transmisi CMV, bergantung kelompok usia yang terinfeksi: 1. Transmisi lewat transplacental. dari ibu yang baru terjangkit atau infeksi primer yang belum memiliki antibodi protektif (congenital CMV) 2. Transmisi neonatus, pada saat bayi lahir, atau nanti pada saat menyusui bayi (perinatal CMV) 3. transmisi melalui saliva 4. transmisi saluran kelamin (dominan >15 tahun) 5. transmisi iatrogenik dapat terjadi pada umur berapapun melalui transplantasi organ dan transfusi darah Cytomegalovirus (CMV) CMV dapat menghindari sel imun dengan menurunkan modulasi molekul MHC kelas I dan II, memproduksi reseptor TNF yang homolog seperti IL-10. CMV juga dapat menghindari sel NK, dengan memproduksi ligan yang mirip dengan MHC kelas I sehingga bisa kontak dengan reseptor MHC kelas I (inhibisi reseptor) CMV juga bisa menghindar dari imun humoral dengan mengkodekan glikoprotein Fcy dan berikatan dengan Fcy reseptor Ig. Cytomegalovirus (CMV) Infeksi pada saat kehamilan Bisa menyebabkan cytomegalic inclusion disease, erythroblastosis, intrauterine growth restriction, anemia, thrombocytopenia, hepatosplenomegaly Perinatal menyebabkan pneumonitis, kesulitan untuk berkembang, rash, hepatitis Infeksi pada orang penderita immunocompetent 50-100% orang dewasa sudah memiliki antibodi terhadap CMV. manifestasi klinik infeksi CMV mirip dengan mononucleosis akibat EBV, gejala seperti demam, lymphocytosis, lymphadenopathy,hepatitis. Untuk pemeriksaan melalui serologi Cytomegalovirus (CMV) Epstein-Barr Virus (EBV) Infeksi EBV bisa menyebabkan infeksi mononucleosis, serta sering berkaitan dengan penyakit tumor jinak. gejalanya demam, radang tenggorokan, lymphadenopathy, splenomegaly, adanya limfosit T yang aktif dan tidak normal pada aliran darah (sel mononucleosis). Epstein-Barr Virus (EBV) - pathogenesis 1. EBV bertransmisi lewat saliva → menginfeksi sel-sel epitel orofaring 2. Setelah menginfeksi sel-sel epitel maka akan menyebar hingga ke jaringan limfoid (tonsil atau adenoid) yang merupakan lokasi sel B matang berada 3. secara minoritas, infeksi EBV berupa litik → replikasi pembentukan virus baru dan menyebabkan sel inang lisis mengeluarkan virion → menginfeksi sel disekitarnya 4. EBV bisa melakukan infeksi laten dan akan mempengaruhi sel B untuk berproliferasi secara tidak terkontrol serta menggandakan genom virus kepada klonal-klonal sel B 5. pembentukan klonal sel B dengan berbagai jenis sel B yang memproduksi berbagai jenis antibodi sehingga tidak terlalu spesifik mengenali antigen (autoantibodi) → dapat menyebabkan thrombocytopenia Epstein-Barr Virus (EBV) - Gejala infeksi mononucleosis Muncul pada saat inisiasi respon imun inang. Komponen sel imun yang penting = sel T CD8+, CTL dan sel NK. Pada awal infeksi, IgM akan menyerang antigen yang ada pada kapsid virus, kemudian IgG akan terbentuk dan sel B akan mengekspresikan sistem komplemen yang akan mengeliminasi EBV. Pada pasien yang lemah imunitasnya seperti penderita AIDS dan juga pasien transplantasi organ, reaktivasi EBV akan menyebabkan proliferasi sel B yang tidak terkontrol EBV juga berkontribusi pada perkembangan kasus Burkitt limfoma, terjadi translokasi kromosom 8 ke 14 dan mengaktifkan onkogen MYC → tumor Epstein-Barr Virus (EBV) Epstein-Barr Virus (EBV) Clinical features Menimbulkan gejala pada anak kecil → demam, radang tenggorokan, lymphadenitis Pada dewasa → tidak enak badan, kelelahan, lymphadenopathy Pada kebanyakan pasien, infeksi berlangsung selama 4-6 minggu, disertai kelelahan berkepanjangan. Dapat disertai komplikasi, disfungsi hati. Diagnosis 1) lymphocytosis dengan melihat atypical limfosit pada darah tepi 2) positif heterophile antibody reaction (monospot test) 3) peningkatan titer antibodi spesifik terhadap antigen EBV Staphylococcal Infections Pyogenic gram-positive coccus that forms clusters resembling bunches of grapes. Coagulase-negative staphylococci, such as S. epidermidis 🡪 opportunistic infections in catheterized patients, patients with prosthetic cardiac valves, and intravenous drug users. Staphylococcal Infections - Furuncles are most frequent in moist, hairy areas, such as the face, axillae, groin, legs, and submammary folds - Carbuncle is a deeper suppurative infection that spreads laterally beneath the deep subcutaneous fascia and typically appear beneath the skin of the upper back and posterior neck - Hidradenitis is chronic suppurative infection of apocrine glands, most often in the axilla - Paronychia - Lung infections usually arise from a hematogenous source - Staphylococcal scalded-skin syndrome/Ritter disease, most frequently occurs in children with S. aureus infection of the nasopharynx or skin. It occurs at the level of the granulosa layer Virulence factors Streptococcal and Enterococcal Infections Streptococci ´- Cause suppurative infections and responsible for a number of postinfectious syndromes, including rheumatic fever, poststreptococcal glomerulonephritis, and erythema nodosum. ´- Gram-positive cocci that grow in pairs or chains. ´- Diagnosed by culture, and, in those with pharyngitis, by the rapid streptococcal antigen test. Enterococci - Gram-positive cocci, grow in pairs and chains - Often resistant to commonly used antibiotics and are a significant cause of endocarditis and UTI - Virulence factors and toxins S. pyogenes, S. agalactiae, and S. pneumoniae have capsules that resist phagocytosis S. pyogenes express M protein that prevents bacteria from being phagocytosed and complement C5a peptidase that degrades this chemotactic peptide S. pyogenes secretes pyrogenic exotoxin that causes fever and rash S. pneumoniae, this organism also produces pneumolysin, a toxin that inserts into host cell membranes and lyses cells S. mutans secrete HMW glucans that produces caries by metabolizing sucrose to lactic acid Diphtheria - Caused by Corynebacterium diphtheriae - Slender gram-positive rod with clubbed ends - Spreads from person to person in respiratory droplets or skin exudate - Causes pharyngeal or, less often, nasal or laryngeal infection, and can also damages the heart, nerves - Produces A-B toxin, blocks host cell protein synthesis - The A fragment inhibits EF-2 function, which is required for the translation of mRNA into protein Diphtheria Listeriosis - Listeria monocytogenes is a gram-positive bacillus that causes food-borne infections, most are associated with contaminated dairy products or processed fruits and vegetables. - In pregnant women may cause amnionitis -> abortion, stillbirth, or neonatal sepsis. - In neonates and immunosuppressed adults -> granulomatosis infantiseptica of the newborn and an exudative meningitis. Listeriosis Anthrax - Characterized by necrotizing inflammatory lesions in the skin, gastrointestinal tract or systemically - Caused by Bacillus anthracis, a large, spore- forming gram-positive rod-shaped bacterium - Humans usually become infected by eating or handling meat or products from infected animals - The presence of large, boxcar-shaped gram- positive extracellular bacteria in chains, seen histopathologically using the Brown and Brenn stain or grown in culture, suggests the diagnosis Nocardial Infections - Nocardia spp. are aerobic gram-positive bacteria found in soil, which can cause opportunistic infections - It grows in branched chains and in culture, Nocardia form thin aerial filaments resembling hyphae - Causes respiratory infections, most often in patients with defects in immunity due to prolonged steroid use, HIV infection, or diabetes - Manifestations include cellulitis, lymphocutaneous disease, and actinomycetoma with formation of nodules that progress to form chronic draining fistulae - Stain with modified acid-fast stains (Fite-Faraco stain) - Elicit a suppurative response with central liquefaction and surrounding granulation and fibrosis. Granulomas do not form Neisserial Infections - Gram-negative diplococci, flattened on the adjoining sides (coffee bean shape) - Aerobic bacteria that grow best on enriched media such as lysed sheep’s blood (chocolate) agar - Clinically significant Neisseria spp. are N. meningitidis and N. gonorrhoeae Neisserial Infections - Neisseria spp. adhere to and invade nonciliated epithelial cells at the site of entry (nasopharynx, urethra, or cervix) - Mediated by long pili, which bind to CD46, a protein expressed on all human nucleated cells - OPA proteins increase binding of Neisseria spp. to epithelial cells and promote entry of bacteria into cells - Antigenic variation as a strategy to escape the immune response Pertussis Pertussis (whooping cough) is caused caused by the gram- negative coccobacillus Bordetella pertussis Diagnosis with PCR is more sensitive than culture B. pertussis colonizes the brush border of the bronchial epithelium and invades macrophages Virulence factors of B. pertussis Pertussis toxin impairs host defenses by inhibiting neutrophil and macrophage recruitment and activation and paralyzing cilia Adenylate cyclase toxin that enters host cells and converts ATP to supraphysiologic levels of cAMP which then inhibits phagocytosis, the oxidative burst, and nitric oxide–mediated killing in neutrophils and macrophages, and the formation of neutrophil extracellular traps Pseudomonal Infections - Opportunistic aerobic gram-negative bacillus - P. aeruginosa causes: - Deadly pathogen in people with cystic fibrosis, severe burns, or neutropenia - Causes corneal keratitis in wearers of contact lenses - Endocarditis and osteomyelitis in intravenous drug abusers - External otitis (swimmer’s ear) in healthy individuals - Severe external otitis in people with diabetes - Acutely secretes exotoxin A that inhibits protein synthesis by protein EF-2, leading to the death of host cells - In chronic infection in the lungs of people with cystic fibrosis, the bacteria become organized into biofilms composed, in part, of alginate they secrete Pseudomonal Infections - Necrotizing pneumonia caused by P. aeruginosa distributed through the terminal airways in a fleur-de-lis pattern, with striking pale necrotic centers and red, hemorrhagic peripheral areas. - On microscopic: masses of organisms are seen, often concentrated in the walls of blood vessels. Plague - Yersinia pestis - Gram-negative facultative intracellular bacterium - Transmitted from rodents to humans by flea bites or from one human to another by aerosols - The bacteria spread from the site of inoculation to lymphoid tissues - Proliferation and inhibition of the host from mounting an effective response - Yop virulon genes, binds to host cells - Injects bacterial proteins called Yops (Yersinia outercoat proteins) into the cell - YopE, YopH, and YopT block phagocytosis; YopJ block the production of inflammatory cytokines Plague Y. pestis causes lymph node enlargement (buboes), pneumonia, or sepsis with neutrophilia. Histologic features distinctive for plague include Massive proliferation of the organisms Early appearance of protein-rich and polysaccharide-rich effusions with few inflammatory cells Necrosis of tissues and blood vessels with hemorrhage, thrombosis, and marked tissue swelling Neutrophilic infiltrates that accumulate adjacent to necrotic areas as healing begins Chancroid (Soft Chancre) Acute, ulcerative STI caused by Haemophilus ducreyi Most common in tropical and subtropical areas in lower socioeconomic groups and men who have frequent sex with prostitutes Important cofactor in the transmission of HIV infection Microscopically Ulcer: superficial neutrophilic debris and fibrin, and underlying zone of granulation tissue of necrosis and thrombosed vessels overlying dense, lymphoplasmacytic inflammatory Coccobacilli are sometimes demonstrable in Gram or silver stains Granuloma Inguinale/Donovanosis Chronic inflammatory STI caused by Klebsiella granulomatis, a minute, encapsulated, coccobacillus Endemic in some rural tropical areas and some lower-income countries Untreated 🡪 extensive scarring, associated with lymphatic obstruction and lymphedema (elephantiasis) of the external genitalia Diagnosis is made by microscopic examination of smears or biopsy samples of the ulcer Microscopic: epithelial hyperplasia at the borders of the ulcer, mixture of neutrophils and mononuclear inflammatory cells at the base of the ulcer and beneath the surrounding epithelium Demonstrable in Giemsa-stained smears of the exudate as Donovan bodies in macrophages; Silver stains (e.g., the Warthin- Starry stain) demonstrate the organism Infeksi Mycobacterium Merupakan bakteri gram positif lemah Berbentuk batang, aerobik Memiliki dinding sel yang tidak biasa, termasuk mycolic acid, dan bersifat acid- fast. Infeksi Mycobacterium Tuberculosis Non Tuberculosis Primer Sekunder https://www.eurekalert.org/multimedia/901380 Tuberculosis Penyakit Tuberkulosis (TB) berhubungan dengan kemiskinan, kepadatan penduduk, dan penyakit kronis. infeksi dapat bersifat aktif/ laten Mycobacterium tuberculosis transmisi melalui udara Mycobacterium bovis Epidemiologi 2018 → 10 juta orang di seluruh dunia terdiagnosis dengan tuberkulosis (TB) 1,3 juta kematian di antara orang-orang tanpa infeksi HIV 300.000 kematian di antara orang-orang yang juga terinfeksi HIV. Melalui proses fagositosis yang dimediasi oleh 01 Masuk ke dalam Makrofag beberapa reseptor yang terdapat pada makrofag Mencegah pembentukan fagolisosom 02 Replikasi dalam Makrofag bakteri berkembang biak dalam makrofag alveolar paru-paru dan menyebar ke berbagai bagian tubuh Dikenali oleh reseptor imunitas innate → memicu 03 Imunitas Innate dan memperkuat respons imun innate dan adaptif terhadap M. tuberculosis 3 minggu setelah infeksi, respons Th1 diaktifkan, 04 Respons Th1 makrofag → menjadi bakterisidal Sel Th1 memproduksi IFN-γ → Mematangkan Aktivasi Makrofag Mediated 05 fagolisosom, Mendorong ekspresi sintase oksida nitrat oleh Th1 (iNOS), yang memproduksi NO, merangsang autophagy Makrofag yang diaktifkan oleh IFN-γ berdiferensiasi Peradangan Granulomatous dan 06 menjadi "histiosit epiteloid" yang berkumpul Kerusakan Jaringan membentuk granuloma → nekrosis kaseosa 07 Peran TNF Reaktivasi tuberculosis PATOGENESIS Tuberculosis Karakteristik klinis primer Tuberculosis sekunder Belum pernah terpapar sebelum nya Pernah terpapar sebelum nya dan memiliki respon imun terhadap M. Tuberculosis Deteksi 1. Pemeriksaan BTA dan Kultur sputum 2. PCR 3. Interferon-Gamma Release Assays (IGRA) atau tuberkulin/ mantoux Granular sentral kaseosa dikelilingi oleh giant cell epiteloid Tuberkulosis primer dan berinti banyak. Ini adalah respons yang biasa terjadi pada orang yang telah mengembangkan imunitas seluler terhadap virus ini Ghon complex = lesi parenkimal paru + keterlibatan nodal Makrofag berisi mycobacterium Tuberculosis sekunder Infeksi Mycobacterium Non Tuberkulosis Manifestasi klinis : M. tuberculosis 1. Penyakit paru kronik M. leprae 2. Limfadenitis 3. Penyakit kulit Faktor predisposisi: 1. HIV Mycobacterium avium 2. Pasca transplantasi 3. Terapi dengan TNF inhibitor M. abscessus 4. Kelainan genetik IL-12/IFN-y M. kansasii Ciri khas infeksi MAC pada pasien HIV adalah basil tahan asam yang melimpah di dalam makrofag https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s40475-018-0160-8.pdf Leprosy (Morbus Hansen) Infeksi kronik progresif Disebabkan M. leprae Menyerang kulit dan saraf perifer Terapi yang digunakan yaitu MDT Merupakan endemic pada lower income tropical nations M. leprae ditangkap makrofag dan berkembang biak di jaringan dengan suhu yang relatif dingin 32-34 derajat seperti kulit dan saraf perifer Tuberculoid leprosy Lepromatous leprosy Melibatkan kulit, saraf perifer, mata, saluran nafas bagian atas pada gambaran berupa makula, papula atau nodular pada wajah, telinga, siku, mikroskopis, semua area pergelangan tangan dan lutut. Kebanyakan lesi kulit bersifat menunjukan lesi hipoestetik granulomatosa atau anestesi. Lesi lepromatosa mengandung agregat besar lipid laden makrofag, seringkali berisi massa (“globi”) basil tahan asam nova Patogenesis Sifilis Endarteritis proliferatif yang mempengaruhi pembuluh darah kecil dengan infiltrat kaya sel plasma di sekitarnya adalah karakteristik dari semua tahap sifilis. Patogenesis endarteritis tidak diketahui. Respon imun terhadap T. pallidum menyebabkan resolusi lesi lokal tetapi tidak dapat diandalkan untuk menghilangkan infeksi sistemik. Permukaan chancres dan ruam sifilis memperlihatkan proses inflamasi yang memperlihatkan sel T, sel plasma, dan makrofag yang mengelilingi bakteri. kultur in vitro yang berkelanjutan untuk organisme ini telah membatasi penyelidikan patogenesis. Pemeriksaan sifilis Nontreponemal tests (RPR and VDRL) measure antibody to a cardiolipin cholesterol- lecithin antigen, present in both host tissues and T. pallidum. Treponemal antibody tests (fluorescent treponemal antibody absorption test and T. pallidum enzyme immunoassay test) measure antibodies that specifically react with T. pallidum Rapid POCT using fingerstick blood Infeksi yang disebabkan oleh bakteri intraseluler lainnya INFEKSI FUNGI Fungi 🡪 Eukariota Khamir (Yeast) Sel berbentuk bulat atau oval Bereproduksi dengan tunas (budding) Memproduksi pseudohyphae Uniseluler Candida albicans https://www.medical-labs.net/terminology-related-to-morphologic-features-of-molds-2788/ Kapang (Mold) Aspergillus sp. Multiseluler Memiliki hifa Dapat memproduksi konidia https://microbialfoods.org/using-microscopy-to-monitor-artisan- Infeksi fungi (mikosis) memiliki 4 tipe: Superficial dan Cutaneous Mycoses Terjadi dan terbatas pada lapisan paling luar atau lapisan kulit, rambut, dan kuku yang mengandung keratin Subcutaneous Mycoses Infeksi ini melibatkan kulit, jaringan subkutan (jaringan di bawah kulit), dan sistem limfatik. Infeksi jenis ini jarang menyebar secara luas melalui aliran darah. Sebagian jamur yang menyebabkan subcutaneous mycoses dapat juga menjadi oportunistik, artinya mereka dapat menyebabkan infeksi pada orang dengan sistem imun yang lemah. Endemic Mycoses Disebabkan oleh jamur dimorfik, yang dapat beradaptasi dalam dua bentuk dan menyebabkan penyakit sistemik serius pada individu sehat. Infeksi ini lebih serius karena dapat menyebar ke berbagai organ di dalam tubuh. Opportunistic Mycoses Jamur oportunistik hanya menimbulkan infeksi saat sistem kekebalan tubuh melemah, seperti orang yang mengalami imunodefisiensi atau yang memiliki perangkat prostetik atau kateter yang ditanamkan di tubuh mereka Infeksi Khamir 1. Kandidiasis Kandidiasis disebabkan oleh khamir Candida albicans Sekitar 15 – 20 spesies dari Candida sp. Diketahui menginfeksi manusia (C. glabrata, C. tropicalis, C. parapsilosis, dan C. krusei) https://www.apexskin.com/2017/04/26/candidiasis / C.albicans adalah mikroba komensal (hidup di kulit, mulut, saluran pencernaan, dan vagina manusia tanpa menimbulkan penyakit pada orang yang sehat) Menyebabkan vaginitis Pada individu dengan diabetes dan luka bakar rentan terinfeksi C.albicans pada kulit, rambut, kuku Pasien neutropenia yang dipasang alat medis 🡪 C.albicans dapat mencapai aliran darah 🡪 kandidiasis diseminata Sudbery, P. Growth of Candida albicans hyphae. Nat Rev Microbiol 9, 737–748 (2011). https://doi.org/10.1038/nrmicro2636 Patogenesis C.albicans 1. Kemampuan beralih bentuk sel C. albicans dapat melakukan phenotypic switching (beralih antara bentuk sel). Variasi ini memungkinkan perubahan dalam morfologi koloni, bentuk sel, antigen, dan virulensi 2. Produksi adesin C.albicans menghasilkan adesin 🡪 protein yang memungkinkan sel menempel pada protein tubuh (fibrinogen, sel epitel, dan endotel) 🡪 untuk pelekatan dan kolonisasi sel khamir 3. Enzim invasif C.albicans menghasilkan berbagai enzim untuk mendegradasi protein matriks ekstraseluler dan memungkinkan invasi jaringan 4. Dapat membentuk biofilm C. albicans dapat membentuk biofilm (komunitas mikroba yang terdiri dari campuran bentuk ragi, bentuk filamen, dan matriks ekstraseluler yang Gow, Neil & van de Veerdonk, Frank & Brown, Alistair & Netea, Mihai. (2011). Candida albicans dihasilkan oleh jamur) 🡪 khamir lebih resisten morphogenesis and host defence: Discriminating invasion from colonization. Nature reviews. Microbiology. 10. 112-22. 10.1038/nrmicro2711. C. albicans dapat muncul dalam bentuk ragi, pseudohifa, dan kadang-kadang hifa sejati dalam irisan jaringan. Pewarna yang digunakan untuk visualisasi: Hematoxylin-Eosin, Gomori methenamine-silver, dan periodic acid- Schiff Esophagitis oleh C.albicans Diderita oleh pasien AIDS dan kanker darah Terlihat plak putih dan pseudomembran pada mukosa esofagus 2. Cryptococcosis Spesies Cryptococcus yang menyebabkan penyakit pada manusia: Cryptococcus neoformans dan Cryptococcus gattii Cryptococcus spp. hanya ditemukan dalam bentuk ragi pada inang manusia dan tidak membentuk pseudohifa atau hifa. Memiliki kapsul tebal yang seperti gelatin dan mengandung polisakarida 🡪 Menghasilkan warna merah cerah saat diwarnai dengan pewarna khusus seperti periodic acid-Schiff (PAS) dan mucicarmine Lokasi infeksi utama = Paru-paru Cryptococcus neoformans : Menyebabkan meningoencephalitis Lebih sering muncul sebagai infeksi oportunistik pada pasien dengan sistem imun yang lemah Ditemukan di tanah dan kotoran burung (khususnya merpati) dan dapat menginfeksi manusia melalui inhalasi. Cryptococcus gattii : Metode diagnostik saat ini biasanya tidak membedakan antara C. gattii dan C. neoformans, sehingga insiden pasti dari infeksi kedua spesies ini belum dapat dipastikan. Sering menyebabkan penyakit pada individu dengan sistem imun yang normal Ditemukan di tanah dan pada jenis pohon tertentu Kenosi K, Mosimanegape J, Daniel L, Ishmael K. Recent Advances in the Ecoepidemiology, Virulence and Diagnosis of Cryptococcus neoformans and Cryptococcus gattii Species Complexes. Open Microbiol J, 2023; 17: e187428582303270. http://dx.doi.org/10.2174/18742858-v17-e230419-2022-28 o Komponen kapsul, yaitu glukuronoksilomannan, mencegah fagositosis oleh makrofag alveolus, menghambat migrasi leukosit, dan mengurangi rekrutmen sel inflamasi. o Cryptococcus spp. dapat menghalangi maturasi sel dendritik dengan mengurangi presentasi antigen yang bergantung pada MHC kelas II serta menghambat produksi IL-12 dan IL-23. o Jamur ini mampu membentuk sel berukuran besar, disebut Titan cells (lebih dari 12 μm), dengan dinding sel yang menebal, serta menghasilkan sel kecil (mikro) berukuran 2-4 μm yang mungkin beradaptasi untuk tumbuh di dalam makrofag. Saidykhan L, Onyishi CU, May RC (2022) The Cryptococcus gattii species complex: Unique pathogenic yeasts with understudied virulence mechanisms. PLoS Negl Trop Dis 16(12): e0010916. https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0010916 Infeksi Kapang Aspergillosis Aspergillus adalah jamur yang banyak ditemukan di lingkungan dan dapat menyebabkan reaksi alergi, seperti allergic bronchopulmonary aspergillosis, pada orang yang sehat. Pada individu dengan sistem kekebalan yang lemah, jamur ini dapat menyebabkan infeksi serius seperti sinusitis, pneumonia, dan penyakit invasif Kondisi utama yang meningkatkan risiko infeksi Aspergillus adalah neutropenia (rendahnya jumlah neutrofil) dan penggunaan kortikosteroid. Jamur membentuk massa hifa yang berproliferasi dalam rongga paru, menghasilkan "bola jamur" berwarna cokelat. Gejala utama pada penderita aspergiloma = hemoptisis berulang (batuk darah) Earle, K., Valero, C., Conn, D. P., Vere, G., Cook, P. C., Bromley, M. J., … Gago, S. (2023). Pathogenicity and virulence of Aspergillus fumigatus. Virulence, 14(1). https://doi.org/10.1080/21505594.2023.2172264 Respon imun dalam tubuh *β-1,3-glukan dalam dinding sel jamur terekspos van de Veerdonk, F., Gresnigt, M., Romani, L. et al. Aspergillus fumigatus morphology and dynamic host interactions. Nat Rev Microbiol 15, 661–674 (2017). https://doi.org/10.1038/nrmicro.2017.90 INFEKSI PROTOZOA 1. Malaria 2. Babesiosis 3. Leishmaniasis 4. African trypanosomiasis 5. Chagas disease 6. Toxoplasmosis PROTOZOA Organisme eukariotik uniseluler. Ditularkan oleh serangga atau melalui jalur fekal-oral Pada manusia, sebagian besar berada di dalam darah atau usus Didiagnosis melalui pemeriksaan mikroskopis apusan darah atau lesi. 1. MALARIA Parasit intraseluler Plasmodium 🡪 ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina, yang tersebar luas di seluruh Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Menyerang 219 juta seluruh dunia (2017) 🡪 † 435.000 orang. Menurut WHO, 90% kematian akibat malaria terjadi di Afrika 1700 kasus baru malaria di Amerika Serikat pada pelancong atau imigran. Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium knowlesi, Plasmodium malariae Patogenesis Patogenesis P. falciparum P. vivax, P. ovale, P. knowlesi, P. malariae virulensi + parasitemia >> Menyerang eritrosit Menyerang eritrosit muda atau tua segala usia virulensi + parasitemia limites access to health care (contributing factor) Child (STI), unless acquired during birth -> sexual abuse Local -> spread urethra, vagina, cervix, rectum or oral pharynx Organisms -> depend on direct contact for person-to person spread -> these pathogens do not survive in the environment Infection with one STI-associated organism increases the risk for additional STIs because the risk factors are the same for all STIs Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2021. STIs microbe -> spread from a pregnant woman to the fetus Perinatally acquired C. trachomatis -> conjunctivitis Neonatal HSV -> visceral and CNS disease Syphillis -> frequently miscarriage Untreated HIIV -> prenatally or perinatally fatal to children Diagnosis STIs in pregnant women is critical -> prevent intrauterine or neonatal transmission Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2021. Emerging Infectious Diseases Emerging infectious diseases The rapidly expanding human population juxtaposed with environmental infractions allow the emergence of new pathogens and the re- emergence of old infectious agents. Human demographics and behavior are important contributors of emergence of infectious diseases ❖ -Changes in the environment occasionally drive rates of infectious diseases -Reforestation -Failure of DDT to control the mosquitoes -Development of drug-resistant parasites -Microbial adaptation to widespread antibiotic -Human commercial use of dense populations of domestic animals -> acquisition of either unique traits in common pathogens or emergence of unique viruses novel pathogen -> quickly spread through the population Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2021. Bioterrorism -> biologic or chemical agents as weapons. Category A -> highest risk, readily disseminated or transmitted (ex smallpox -> high transmissibility, B. anthracus, Yersinia pestis, ebola virus) Category B -> relatively easy to disseminate (food-borne or water-borne, ex Brucella spp, V. cholerae Category C -> engineered for mass dissemination (ex hantavirus, nipah virus) Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2021. Special Techniques for Diagnosing Infectious Agents Special Techniques for Diagnosing Infectious Agents The gold standards for diagnosis of infections are identification from culture, serology, and molecular techniques, depending on the organism Directyly observed in hematoxylin and eosin-stained (eg. the inclusion bodies -> CMV and HSV ; bacterial clumps -> stain blue) Special stains -> cell wall or coat or by staining with specific antibodies Acute infections can be diagnosed serologically by detecting pathogen-specific antibodies in the serum Nucleic acid amplification tests (PCR and transcription-mediated amplification) -> rapid identification of microbes (gonorrhea, chlamydial infection, tuberculosis, herpes encephalitis) Quantification of viral RNA -> HIV, HBV, HCV Thank You Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2021.