Modul Pelatihan Kebijakan Keselamatan Anak (PDF)
Document Details
Uploaded by Deleted User
2024
Andri Yoga Utami, Rendiansyah Putra Dinata, Setyaning Esti Rokhani, Siti Fuadilla Alchumaira, Yanti Kusumawardhani
Tags
Summary
This document is a training module on child safety policies for organizations working with children in Indonesia. It covers child safety in both offline and online contexts, addressing various forms of child abuse and exploitation. The module is designed for facilitators and includes various session topics, addressing child recognition, violence against children, practical activities, and child safety policies.
Full Transcript
**Modul Pelatihan** **KEBIJAKAN KESELAMATAN ANAK** **BAGI LEMBAGA YANG BEKERJA DENGAN ANAK** - Save the Children Indonesia adalah bagian dari gerakan global Save the Children yang memungkinkan kami bekerja sama di lebih dari 120 negara di seluruh dunia, mengembangkan kemitraan dengan or...
**Modul Pelatihan** **KEBIJAKAN KESELAMATAN ANAK** **BAGI LEMBAGA YANG BEKERJA DENGAN ANAK** - Save the Children Indonesia adalah bagian dari gerakan global Save the Children yang memungkinkan kami bekerja sama di lebih dari 120 negara di seluruh dunia, mengembangkan kemitraan dengan organisasi lokal, serta menyediakan pelatihan dan sumber daya untuk membangun dan memberdayakan komunitas, di mana ada anak-anak yang membutuhkannya. - Visi kami adalah membangun dunia di mana setiap anak memiliki hak hidup, perlindungan, tumbuh kembang, dan partisipasi. - Misi kami adalah menginspirasi munculnya terobosan tentang bagaimana seharusnya dunia memperlakukan anak sehingga tercipta perubahan yang cepat dan bertahan lama dalam hidup mereka. - Nilai-nilai Kami: - - - - - **© Save the Children Indonesia, 2024** Modul Pelatihan Kebijakan Keselamatan Anak Bagi Lembaga yang Bekerja dengan Anak Bagi Fasilitator **Penulis** Andri Yoga Utami Rendiansyah Putra Dinata Setyaning Esti Rokhani Siti Fuadilla Alchumaira Yanti Kusumawardhani **Pengantar** **Ilustrasi dan Grafis** Giovanni Lucky Hartanto **Dipublikasikan oleh:** Save the Children Indonesia Untuk informasi lebih lanjut hubungi: setyaning.rokhani[[\@savethechildren.org]](mailto:[email protected]) Save the Children Indonesia Jl. Bangka IX No. 40 AB RT Mampang Prpt, Kota Jakarta Selatan, 12720. Telepon: (021) 7824415 Internet: [[www.savethechildren.or.id]](http://www.savethechildren.or.id) Ucapan Terima Kasih =================== SAMBUTAN Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA R.I. ============================================================== SAMBUTAN ======== Save the Children Indonesia ============================ DAFTAR ISI ========== Sambutan Daftar Isi [PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELATIHAN 6](#pedoman-penyelenggaraan-pelatihan) [SESI 1: MENGENAL ANAK 12](#sesi-1-mengenal-anak) [SESI 2: KEKERASAN PADA ANAK 26](#section-3) [SESI 3: PANDUAN BERKEGIATAN DENGAN ANAK 33](#sesi-3-panduan-berkegiatan-dengan-anak) [SESI 4: KEBIJAKAN KESELAMATAN ANAK 54](#sesi-4-kebijakan-keselamatan-anak) Daftar Pustaka PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELATIHAN ================================== Dasar Pemikiran --------------- Situasi perlindungan anak di Indonesia masih memerlukan perhatian khusus. Data SIMFONI PPA menunjukkan jumlah korban anak menurut jenis kekerasan Januari-November 2023 sebanyak 3,514 kekerasan fisik, 3.807 kekerasan psikis, 9,142 kekerasan seksual, 212 eksploitasi, 172 tindak pidana perdagangan orang (TPPO), 1.136 penelantaran dan 2103 kekerasan lainnya. Data Survai Nasional Perilaku Hidup Remaja (SNPHR), 2021 terkait dengan prevalensi kekerasan pada anak di Indonesia menunjukkan 3,65% atau 4 dari 100 anak laki-laki usia 13-17 tahun dan 8,43% atau 8 dari 100 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk apapun sepanjang hidupnya baik diperkotaan maupun di pedesaan. Dari 3,65% anak laki-laki usia 13-17 tahun yang mengalami kekerasan seksual terbagi menjadi 1,87% mengalami kekerasan seksual kontak dan 2,34% mengalami kekerasan seksual non kontak. Sedangkan 8,43% perempuan yang mengalami kekerasan seksual terbagi menjadi 6,87% mengalami kekerasan seksual kontak dan 3,79% mengalami kekerasan seksual non kontak. Bila dilihat dari gender, anak perempuan memiliki kerentanan yang lebih tinggi. Kekerasan seksual non kontak dimungkinkan anak mengalami kekerasan melalui pelecehan seksual verbal atau melalui ranah daring dapat berupa paparan konten pornografi, sexting, dll. Korban kekerasan secara kontak dapat terjadi dimulai pendekatannya melalui *grooming* di ranah daring. Data kekerasan diatas belum spesifik memilah berdasarkan kekerasan di ranah luring atau daraing. Faktanya permasalahan kekerasan anak di ranah daring semakin kompleks dan berkembang dengan semakin mudahnya akses serta intensitas anak di dunia online. Meluasnya jaringan internet, kian berkembangnya teknologi informasi, masifnya penggunaan media sosial memberikan peluang dan manfaat bagi perkembangan pendidikan, bisnis serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan secara mandiri. Di saat yang sama risiko, dampak dan kerentanan anak terhadap kasus kekerasan berbasis online menjadi semakin meningkat diantaranya *cyber bullying*, cyber crime, pelecehan dan kekerasan seksual online, exploitasi seksual, pornografi, judi online, adiksi online, dll yang mengancam anak dan masa depannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh ECPAT, INTERPOL, dan UNICEF mengenai *Disrupting Harm* di Indonesia pada tahun 2022 diketahui bahwa 92% anak berusia 12-17 tahun di Indonesia telah menggunakan internet dalam 3 bulan terakhir yang pada umumnya untuk mengakses pesan instan/chat (86%) dan media sosial (71%). Menurut data Susenas 2022, 2 dari 100 laki-laki dan 4 dari 100 anak perempuan usia 13 sd 17 tahun baik diperkotaan maupun pedesaan mengalami kekerasan seksual non kontak sepanjang idupnya (SNPHAR, 2021). ECPAT Indonesia tahun 2021-2022 menemukan 805 kasus eksploitasi seksual anak, termasuk 105 kasus bujuk rayu bernuansa seksualitas (grooming),1 kasus perekaman bernuansa seksualitas ( sexting), 51 kasus prostitusi anak, 7 kasus pemerasan yang bernuansa seksual (sextortion), dan 11 kasus mengungguh foto dan video bernuansa pronografi anak. KPAI melakukan survei pada masa pandemi COVID 19 tahun 2020 menemukan 22% anak melihat tayangan atau konten yang bermuatan pornografi melalui media sosial. Data lain yang menunjukkan tingginya kerentanan anak terhadap pornografi di dunia online diperoleh dari National Center for Missing Exploited Children (NCMEC). NMEC melaporkan konten kasus pronografi anak Indonesia selama 4 tahun ini sebanyak 5.566.015 kasus, dimana Indonesia masuk peringkat keempat internasional dan kedua di tingkat regional ASEAN. Komite PBB untuk Hak Anak telah mengeluarkan *General Comment* No. 25 Tahun 2021 tentang hak anak dalam kaitannya dengan ranah luring dan daring yang menjelaskan bahwa perlindungan anak di ranah daring harus diintegrasikan dalam kebijakan nasional terkait perlindungan anak. Pemerintah Indonesia termasuk negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) telah berkomitmen dan menyepakati langkah strategis melalui *ASEAN Regional Dialogue on Children Online Protection, salah satu rekomendasinya adalah memperkuat sistem perlindungan anak dengan memastikan layanan yang dapat diakses dan standar untuk pencegahan dan respons serta penegakan hukum yang ketat termasuk membangun kapasitas penyidik*. Di tataran nasional regulasi terkait perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan telah disahkan melalui UU Perlindungan Anak No 22/2002 berikut amandemennya namun tidak secara spesifik menyatakan perlindungan anak di ranah online. Ada beberapa produk hukum terkait yaitu UU No. 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). UU No. 45 tahun 2008 tentang pornografi UU No. 27 tahun 2022 PDP; UU No 1/2024 tentang amandemen UU ITE. Situasi penegakan hukum masih belum optimal karena belum ada regulasi khusus tentang perlindungan anak di ranah daring, Mengingat kompleksitas masalah kekerasan baik di ranah luring maupun daring, penanganan kekerasan anak yang terpadu perlu dilakukan melalui sinergi koordinasi multisektor dan keterlibatan multi stakeholders. Lembaga multisektor dan multistakeholder yang bekerja dengan anak tersebut penting memiliki kebijakan lembaga untuk memastikan keamanan dan keselamatan anak atau dikenal dengan Kebijakan keselamatan anak atau *Child Safeguarding (CSG**).*** **Kebijakan Keselamatan Anak** juga penting dalam rangka melindungi lembaga tersebut agar memiliki reputasi dan rekam jejak sebagai lembaga yang menjamin keamanan dan keselamatan anak. Namun faktanya, belum semua lembaga yang bekerja dengan anak memiliki Kebijakan Keselamatan Anak yang seharusnya menjadi prinsip dasar bekerja dengan anak. Sehubungan dengan hal tersebut, Save the Children bekerjasama dengan KPPPA dan stakeholders perlindungan anak mengembangkan modul Pelatihan Kebijakan Keselamatan Anak. Modul ditujukan untuk lembaga yang bekerja dengan anak termasuk lembaga penyedia layanan yang menangani dan mendampingi kasus-kasus kekerasan anak. Kebijakan Keselamatan Anak penting di promosikan, dipahami dan diimplementasikan oleh lembaga yang bekerja langsung dengan anak untuk memastikan bahwa lembaga tersebut telah mengadopsi dan menerapkan Kebijakan Keselamatan Anak. Modul pelatihan ini mencakup Kebijakan Keselamatan Anak di ranah luring maupun daring. Tujuan Pembelajaran ------------------- 1. Kompetensi Dasar 2. Indikator Keberhasilan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Materi Pelatihan ---------------- Materi pada pelatihan ini berjumlah 24 Jam Pelatihan (JP) atau 3 hari dengan perincian sebagai berikut: +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | **NO** | **MATA PELATIHAN** | **JAM PELATIHAN** | | | | | | | | 1 JP = 45 menit | +=======================+=======================+=======================+ | **A** | **Materi Dasar (6 | | | | JP)** | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 1. | Mengenal Anak | 3 | | | | | | | a. b. c. d. e. | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 2. | a. b. | 2 | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | **B** | **Materi Inti** | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 3. | a. Prinsip-prinsip | 8 | | | bekerja dengan | | | | anak dan | | | | aplikasinya | | | | | | | | b. Penggunaan | | | | platform onlie | | | | yang aman saat | | | | bekerja dengan | | | | anak | | | | | | | | c. Membuat Asesmen | | | | Risiko | | | | | | | | d. Memfasilitasi | | | | kegiatan yang | | | | aman, | | | | menyenangkan dan | | | | inklusif | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 4. | Kebijakan Keselamatan | 6 | | | Anak bagi Lembaga | | | | | | | | a. b. c. | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | **C** | **Penunjang (1JP)** | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | | Pengarahan & | 1 | | | pembukaan | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | | Pre test dan post | 1 | | | test | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | | Kesepakatan Belajar | 1 | | | | | | | a. Perkenalan | | | | | | | | b. Kontrak belajar | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | | Penutupan | 1 | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | **J U M L A H** | **24** | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ Peserta ------- 1. Jumlah peserta: a. 2. Persyaratan: b. c. d. e. Fasilitator ----------- Fasilitator pelatihan ini meliputi: 1. Fasilitator berasal dari lembaga yang bekerja dengan anak; 2. Telah mengikuti Pelatihan Fasilitator tentang Kebijakan Keselamatan Anak yang diselenggarakan oleh Kementerian PPPA R.I, Dinas PPPA Provinsi/Kabupaten/Kota, dan/atau lembaga lain; 3. Bersedia mengikuti materi dan menandatangani Kode Etik Kebijakan Keselamatan Anak; 4. Memenuhi kelengkapan administrasi yang ditetapkan; dan 5. Menaati kesepakatan belajar yang berlaku selama mengikuti pelatihan. Materi Pelatihan ---------------- Metode Pembelajaran ------------------- Metode pembelajaran yang digunakan pada pelatihan ini menggunakan pendekatan partisipatoris yang menekankan pada partisipasi aktif dan pemanfaatan berbagai media yang mendukung pembelajaran yang aman, inklusif, dan menyenangkan. Proses pembelajaran menggunakan metode yang bervariatif sehingga dapat saling melengkapi, antara lain : 1. Ceramah, terkait materi dasar yang bersifat konseptual. 2. Tanya jawab dan curah pendapat, mengiringi ceramah baik sepanjang ceramah maupun setelahnya. 3. Diskusi kelompok, untuk materi-materi yang memerlukan pendalaman dan menggali pengetahuan peserta lebih lanjut. 4. Studi kasus, untuk mendalami bagaimana implementasi kebijakan keselamatan anak. 5. Bermain peran, untuk menginternalisasi materi-materi yang bermuatan keterampilan sehingga peserta akan merasakan dan mempelajari peran dan keterampilan yang harus dipraktikan. Media Pembelajaran ------------------ Proses dan pencapaian tujuan pembelajaran menggunakan media pembelajaran sebagai berikut: pengeras suara, laptop/komputer, LCD, papan tulis*/ standing* *flipchart*, spidol, kertas plano, kertas metaplan/sticky note/post it, masking tape, lembar kerja, dan modul. Tempat Pelatihan ---------------- Tempat untuk melaksanakan pelatihan diharapkan memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Nyaman memiliki ventilasi yang mencukupi. 2. Ruangan cukup luas, cukup untuk duduk dan cukup untuk melakukan simulasi atau bermain peran 3. Posisi duduk U shape atau *round-table* apabila menggunakan kursi dan menggunakan alas yang cukup nyaman apabila tidak menggunakan kursi/duduk di lantai. 4. Memiliki pencahayaan yang cukup 5. Aman dari berbagai bentuk risiko seperti bencana alam, kriminalitas, dan risiko lainnya. Pengendalian ------------ Pelaksanaan pelatihan agar sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan tercapainya tujuan pelatihan yang efektif, efisien dan rasional, maka pelatihan ini ditunjang oleh kegiatan-kegiatan pengendalian meliputi: 1. Pemantauan 2. Evaluasi Penutup ------- Pedoman penyelenggaraan pelatihan ini dirumuskan sebagai panduan dan salah satu sumber informasi teknis penyelenggaraan pelatihan, baik bagi pelaksana, peserta, maupun berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Hal-hal lain yang secara teknis belum termuat dalam pedoman ini akan diatur kemudian. SESI 1: MENGENAL ANAK ===================== Ada empat pesan utama di dalam sesi ini yaitu pertama memahami situasi perlindungan anak di ranah luring dan daring, kedua mengenai definisi dan persepsi yang berkembang di masyarakat tentang siapa itu anak. Ketiga tentang pemahaman hak-hak anak serta prinsip hak anak, dan hak perlindungan anak di ranah daring. Keempat adalah paparan tentang ekologi perlindungan anak di mana peserta diharapkan memahami ekologi sosial sehingga mengetahui pihak-pihak yang mempunyai mandat dan berperan dalam perlindungan anak. Hasil Pembelajaran ------------------ Setelah mengikuti sesi ini diharapkan peserta mampu: a. Menjelaskan harapan, hasil belajar, agenda, dan kesepakatan pembelajaran b. Menyebutkan definisi anak c. Menyebutkan hak-hak anak, prinsip-prinsip hak anak dan hak perlindungan anak di ranah daring d. Memahami situasi perlindungan anak baik di ranah luring dan daring Mendeskripsikan ekologi perlindungan anak Pokok Bahasan dan Langkah-Langkah --------------------------------- **Pokok Bahasan** **Langkah-langkah** -------------------------------------------------------------- ---------------------------------------------------------------------- Gambaran Situasi Perlindungan Anak dan Hak Perlindungan Anak Langkah 1: Perkenalan dan Pembukaan Langkah 2: Mengenal Definisi Anak Langkah 3: Mengenal Hak Anak, Prinsip Hak Anak dan Perlindungan Anak Langkah 4: Gambaran Permasalahan Perlindungan Anak di Indonesia Langkah 5: Mengenal Ekologi Perlindungan Anak Total Jam --------- 3 JP/135 Menit Media Pembelajaran ------------------ Pengeras suara, laptop/komputer, LCD, papan tulis/ standing flipchart, spidol, kertas plano, dan modul. Metode Pembelajaran ------------------- Ceramah, tanya jawab dan curah pendapat, permainan dan diskusi kelompok. Langkah 1: Pembukaan dan Kontrak Belajar ---------------------------------------- 1. Sampaikan **salam pembuka** kepada peserta 2. Ajak peserta untuk **berdoa** sesuai dengan keyakinannya masing-masing 3. Ajak peserta untuk **berkenalan dan mencairkan suasana** melalui aktifitas membuat lingkaran dan menyiapkan bola kertas sebagai sarana untuk berkenalan. Fasilitator berada di dalam lingkaran memperkenalkan terlebih dahulu dilanjutkan dengan melempar bola ke peserta lain secara bergantian sampai seluruh peserta memperkenalkan diri. Perkenalan dengan menyebutkan nama panggilan dan simbol positif yang menggambarkan dirinya sebagai orang yang bekerja dengan anak. Contoh: *Perkenalkan nama saya Tuti, simbol saya "love" artinya saya bekerja dengan anak untuk memberikan kekuatan cinta dan kasih sayang untuk anak*. 4. Ucapkan terimakasih dan sampaikan bahwa sebagai orang yang bekerja di lembaga yang memiliki perhatian pada isu anak perlu memegang teguh nilai-nilai positif misal *love, responsible, membantu, melindungi, profesional, no harm*, dll dalam bekerja dengan anak seperti simbol yang disampaikan pada sesi perkenalan. 5. Selanjutnya tanyakan **harapan peserta** mengenai pelatihan ini dengan cara: a. b. c. 6. Ucapkan terima kasih kepada peserta atas partisipasinya untuk menyampaikan harapan terkait pelatihan ini 7. Jelaskan **hasil pembelajaran** yang diharapkan dari pelatihan 8. Jelaskan **agenda pelatihan** yang akan dilaksanakan 9. Lakukan **kontrak belajar** dengan cara menanyakan kepada peserta mengenai apa yang **Boleh/Do dan Tidak Boleh/Don't** dilakukan sepanjang pelatihan. a. b. c. d. e. Langkah 3 : Mengenal Definisi Anak ( 30 menit) ---------------------------------------------- 1. Lakukan diskusi dengan peserta untuk menyegarkan kembali tentang **siapa definisi anak** melalui berbagai persepsi, seperti hukum, budaya, komunitas tertentu, lingkungan masyarakat yang lebih luas, dll. 2. Tuliskan di dalam flipchart pendapat peserta, diskusikan bila ada pendapat yang berbeda dan mengapa perbedaan pendapat tersebut dapat terjadi. 3. Cek kembali dengan mananyakan beberapa contoh gambar mana yang masuk usia anak dan mengapa. 4. Ucapkan terimakasih dan sampaikan pada peserta definisi anak yang seterusnya dipakai di dalam pelatihan ini +-----------------------------------------------------------------------+ | **Definisi Anak** | | | | Anak adalah setiap individu berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang | | masih berada di dalam kandungan. Di Indonesia sendiri, definisi anak | | tersebut tercantum di dalam UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 | | yang merupakan amandemen UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. | | Dalam pasal 1 ayat 1, Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa anak | | adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, | | termasuk anak yang masih dalam kandungan. | | | | Status seseorang sebagai anak juga tetap melekat apapun status | | perkawinannya. Seorang individu yang telah menikah namun belum | | berusia 18 tahun harus tetap diperlakukan sebagai seorang anak yang | | masih memerlukan kebutuhan dan perhatian khusus yang harus dipenuhi | | hak-hak anaknya. Pada daerah-daerah tertentu anak yang sudah | | menstruasi dan mimpi basah sudah dianggap sebagai orang dewasa, | | sehingga orangtua menikahkan atau memaksakan mereka bekerja menjadi | | tulang punggung keluarga. | | | | Menurut UU Penyandang Disabilitas No. 8 tahun 2016, penyandang | | disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, | | intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang | | dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan | | kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif. Hal yang | | perlu diperhatikan adalah anak dengan kebutuhan khusus seperti anak | | dengan disabilitas intelektual yang berdasarkan pendapat ahli | | memiliki usia biologis yang tidak sama dengan usia mental, maka usia | | mental yang dijadikan rujukannya. | +-----------------------------------------------------------------------+ Langkah 4 : Hak Anak, Prinsip-prinsip Hak Anak dan Hak Perlindungan Anak ( 45 menit) ------------------------------------------------------------------------------------ 1. 2. 3. 4. - - - - - - - - - 5. 6. 7. 8. - - - - 9. +-----------------------------------------------------------------------+ | **Hak Anak** | | | | Hak Anak adalah hak-hak asasi yang melekat pada setiap anak, dan hak | | ini berfungsi sebagai dasar bangunan dari budaya penghormatan | | terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Gagasan mengenai hak anak | | dituangkan melalui Konvensi Hak Anak (KHA) pada tahun 1989 yang | | diadopsi oleh Majelis Umum PBB dan disahkan pada tanggal 20 November | | 1989 yang berisi 54 pasal. KHA diberlakukan sebagai hukum | | internasional pada tanggal 2 September 1990. | | | | Negara ataupun pemerintah adalah pihak yang berkewajiban untuk | | memenuhi hak anak (dutty barrier, sementara anak adalah pihak yang | | mendapatkan hak (rights holders). | | | | Indonesia meratifikasi KHA melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun | | 1990 dan mulai berlaku sejak bulan Oktober 1990. Sebagai bentuk | | respon terhadap KHA ini, Indonesia mengeluarkan Undang-undang | | Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 dan membentuk Komisi Perlindungan | | Anak Indonesia (KPAI) yang bertugas mengawasi pemerintah maupun | | masyarakat dalam rangka pemenuhan hak anak. | | | | Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 | | Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka hak anak dapat | | dikategorikan menjadi 31 hak yaitu: | | | | 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 1 | | 8. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. | | | | Dari 31 hak tersebut, terdapat 4 (empat) kelompok hak yang mendasari | | yaitu: | | | | 1. **Hak Hidup** | | | | | | | | 2. **Hak Tumbuh Kembang** | | | | | | | | 3. **Hak Perlindungan** | | | | | | | | 4. **Hak Partisipasi** | +-----------------------------------------------------------------------+ 10. +-----------------------------------------------------------------------+ | Pada dasarnya Hak Anak sesuai dengan UU Perlindungan Anak berlaku | | pula untuk anak dengan disabilitas. Akan tetapi secara khusus Hak | | Penyandang Disabilitas diatur oleh UU Nomor 19 tahun 2011 yang | | mengatur 5 hak yaitu: | | | | ### **1. Hak Kesetaraan dan Non-Diskriminasi** | | | | Anak dengan disabilitas memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam | | kehidupan untuk seluruh aspek kehidupan. Dalam kasus hukum, ketika | | anak disabilitas menjadi korban kekerasan dan eksploitasi di ranah | | daring, mereka berhak mendapatkan perlindungan dan manfaat hukum yang | | setara tanpa adanya diskriminasi seperti dijamin dalam UU Sistem | | Peradilan Anak seperti anak yang berkonflik dengan hukum harus | | didampingi oleh penerjemah bahasa isyarat bila tuli. | | | | ### **2. Hak Aksesibilitas** | | | | Anak dengan disabilitas juga berhak mendapatkan kesempatan yang sama | | terhadap fasilitas dan layanan publik serta mendapatkan akomodasi | | yang layak. Maka dari itu, negara diwajibkan untuk memudahkan akses | | yang ada agar semuanya lebih terjangkau dilakukan. Dengan begitu, | | anak dengan disabilitas dapat hidup tanpa ketergantungan pada orang | | lain. Sebagai contoh dalam hal akses di ranah daringpun, negara | | berkewajiban menyediakan perangkat yang ramah untuk anak disabilitas | | serta akses internetnya sehingga tidak membatasi akses seperti | | anak-anak lainnya. Negara juga harus memenuhi sarana dan prasarana | | agar anak dengan disabilitas dapat melakukan mobilisasi dapat | | menikmati fasilitas umum, serta memperoleh akses yang sama untuk | | pendidikan, pengembangan bakat, kesehatan dan kesejahteraan yang adil | | dan setara. Modifikasi, penyesuaian dan penyediaan alat bantu perlu | | dilakukan, guna menjamin pelaksanaan kesetaraan hak asasi manusia | | terhadap anak dengan disabilitas. | | | | **3. Hak untuk Hidup** | | | | Anak dengan disabilitas juga memiliki kesempatan yang sama hak untuk | | hidup dan dijamin negara yaitu: | | | | - - - - - - | | | | ### **4. Hak Peningkatan Kesadaran** | | | | Negara juga perlu mendorong pengetahuan dan sosialisasi guna | | meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap anak dengan disabilitas. | | Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar bisa | | menghormati hak-hak dan martabat anak dengan disabilitas, serta | | perlunya memfasilitasi kebutuhan sesuai dengan kedisabilitasannya. | | Disisi lain sosialisasi terkait hak, kerentanan dan kebutuhan juga | | untuk meningkatkan kesadaran pemerintah untuk pemenuhan hak anak | | dengan disabilitas. Sebagai contoh anak tuli perlu difasilitasi | | dengan penerjemah bahasa isyarat baik di ranah luring maupun daring | | sehingga anak tuli mendapatkan informasi yang setara dengan anak-anak | | lainnya. | | | | ### **5. Hak Kebebasan dari Eksploitasi dan Kekerasan** | +-----------------------------------------------------------------------+ 11. +-----------------------------------------------------------------------+ | **Prinsip-prinsip Hak Anak** | | | | Prinsip hak anak merupakan pedoman dasar yang harus menjadi | | pertimbangan bagi siapapun dalam upaya menghargai (*respect*), | | melindungi (*protect*), dan memenuhi (*fulfill*) hak anak. | | Prinsip-prinsip tersebut antara lain: | | | | 1. | | | | | | | | 2. | | | | | | | | 3. | | | | | | | | 4. | +-----------------------------------------------------------------------+ 12. Ucapkan terimakasih dan sampaikan informasi berikut terkait dengan perlindungan anak di ranah daring: +-----------------------------------------------------------------------+ | **Hak Perlindungan Anak di Ranah Daring** | | | | Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan | | melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, | | dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat | | kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan | | dan diskriminasi. Maka, perlindungan anak di ranah daring artinya | | adalah menciptakan lingkungan digital yang aman di mana hak-hak anak | | dihormati, serta memastikan akses digital yang aman bagi anak-anak | | yang saat ini tidak memiliki akses internet di rumah. | | | | Komisi PBB mengeluarkan *General Comments No. 25* tahun 2021 | | menyatakan bahwa lingkungan digital menjadi semakin penting di | | sebagian besar aspek kehidupan anak-anak, termasuk selama masa | | krisis, karena fungsi masyarakat, termasuk pendidikan, layanan | | pemerintah dan bisnis, semakin mengandalkan teknologi digital.Hal ini | | memberikan peluang baru untuk merealisasikan hak-hak anak., tetapi | | juga menimbulkan risiko pelanggaran atau penyalahgunaan. | | | | *General Comments No.25* (2021) mengatur secara khusus hak | | perlindungan anak dunia digital yaitu: | | | | 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. | +-----------------------------------------------------------------------+ 13. Langkah 2: Gambaran Situasi Perlindungan Anak dan Hak Anak ---------------------------------------------------------- 1. **Tanyakan** kepada 5 peserta: *Apa yang anda ketahui terkait dengan permasalahan perlindungan anak di Indonesia? Jelaskan dan berikan contoh.* 2. Ucapkan terima kasih atas jawaban peserta. *Lakukan refleksi apakah jawaban peserta telah menyebutkan permasalahan perlindungan anak di dunia luring dan daring. Sampaikan bahwa penting memahami permasalahan perlindungan anak dari ranah luring dan daring sehingga pemahaman perlindungan anak menjadi lebih komprehensif dalam memhami kesenjangan yang ada dan dalam merespon kasus perlindungan anak.* 3. Sampaikan penjelasan dibawah ini +-----------------------------------------------------------------------+ | **Situasi Permasalahan Perlindungan Anak** | | | | Situasi perlindungan anak di Indonesia masih memerlukan perhatian | | khusus. Data SIMFONI PPA menunjukkan jumlah korban anak menurut jenis | | kekerasan Januari-November 2023 sebanyak 3,514 kekerasan fisik, 3.807 | | kekerasan psikis, 9,142 kekerasan seksual, 212 eksploitasi, 172 TPPO, | | 1.136 penelantaran dan 2.103 kekerasan lainnya. Data Survai Nasional | | Perilaku Hidup Remaja (SNPHR), 2021 terkait dengan prevalensi | | kekerasan pada anak di Indonesia menunjukkan 3,65% atau 4 dari 100 | | anak laki-laki usia 13-17 tahun dan 8,43% atau 8 dari 100 anak | | perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan seksual dalam | | bentuk apapun sepanjang hidupnya baik diperkotaan maupun di pedesaan. | | Dari 3,65% anak laki-laki usia 13-17 tahun yang mengalami kekerasan | | seksual terbagi menjadi 1,87% mengalami kekerasan seksual kontak dan | | 2,34% mengalami kekerasan seksual non kontak. Sedangkan 8,43% | | perempuan yang mengalami kekerasan seksual terbagi menjadi 6,87% | | mengalami kekerasan seksual kontak dan 3,79% mengalami kekerasan | | seksual non kontak. Secara gender anak perempuan memiliki kerentanan | | yang lebih tinggi. Kekerasan seksual non kontak dimungkinkan anak | | mengalami kekerasan melalui pelecehan seksual verbal atau melalui | | ranah daring dapat berupa paparan konten pornografi, sexting, dll. | | Akan tetapi korban kekerasan kontakpun dapat terjadi dimulai | | pendekatannya melalui *grooming* di ranah daring. | | | | Fakta menunjukkan, perlindungan anak di Indonesia semakin kompleks | | dan berkembang dengan semakin mudahnya akses serta intensitas anak di | | dunia online, sehingga permasalahan perlindungan anak harus dipahami | | dan direspon secara menyeluruh baik di ranah luring dan daring. Tidak | | dapat dipungkiri meluasnya jaringan internet, kian berkembangnya | | teknologi informasi, masifnya penggunaan media sosial memberikan | | peluang dan manfaat bagi perkembangan pendidikan, bisnis serta | | peningkatan pengetahuan dan keterampilan secara mandiri. Di saat yang | | sama risiko, dampak dan kerentanan anak terhadap kasus kekerasan | | berbasis online menjadi semakin meningkat diantaranya *cyber | | bullying*, *cyber crime*, pelecehan dan kekerasan seksual online, | | exploitasi seksual, pornografi, adiksi online, dll yang mengancam | | anak dan masa depannya. | | | | Hasil penelitian yang dilakukan oleh ECPAT, INTERPOL, dan UNICEF | | mengenai *Disrupting Harm* di Indonesia pada tahun 2022 diketahui | | bahwa 92% anak berusia 12-17 tahun di Indonesia telah menggunakan | | internet dalam 3 bulan terakhir yang pada umumnya untuk mengakses | | pesan instan/chat (86%) dan media sosial (71%). ECPAT Indonesia tahun | | 2021-2022 menemukan 805 kasus eksploitasi seksual anak, termasuk 105 | | kasus bujuk rayu bernuansa seksualitas (grooming),1 kasus perekaman | | bernuansa seksualitas ( sexting), 51 kasus prostitusi anak, 7 kasus | | pemerasan yang bernuansa seksual (sextortion), dan 11 kasus | | mengungguh foto dan video bernuansa pronografi anak. KPAI melakukan | | survei pada masa pandemi COVID 19 tahun 2020 menemukan 22% anak | | melihat tayangan atau konten yang bermuatan pornografi melalui media | | sosial. Data lain yang menunjukkan tingginya kerentanan anak terhadap | | pornografi di dunia online diperoleh dari National Center for Missing | | Exploited Children (NCMEC). NMEC melaporkan konten kasus pronografi | | anak Indonesia selama 4 tahun ini sebanyak 5.566.015 kasus, dimana | | Indonesia masuk peringkat keempat internasional dan kedua di tingkat | | regional ASEAN. | | | | Komite PBB untuk Hak Anak telah mengeluarkan *General Comment* No. 25 | | Tahun 2021 tentang hak anak dalam kaitannya dengan ranah luring dan | | daring yang menjelaskan bahwa perlindungan anak di ranah daring harus | | diintegrasikan dalam kebijakan nasional terkait perlindungan anak. | | Pemerintah Indonesia termasuk negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) | | telah berkomitmen dan menyepakati langkah strategis melalui *ASEAN | | Regional Dialogue on Children Online Protection, salah satu | | rekomendasinya adalah memperkuat sistem perlindungan anak dengan | | memastikan layanan yang dapat diakses dan standar untuk pencegahan | | dan respons serta penegakan hukum yang ketat termasuk membangun | | kapasitas penyidik*. | | | | Di tataran nasional regulasi terkait perlindungan anak dari segala | | bentuk kekerasan telah disahkan melalui UU Perlindungan Anak No | | 22/2002 berikut amandemennya namun tidak secara spesifik menyatakan | | perlindungan anak di ranah online. Ada beberapa produk hukum terkait | | yaitu UU No. 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU | | TPKS). UU No. 45 tahun 2008 tentang pornografi, UU No. 27 tahun 2022 | | PDP; UU No 1/2024 tentang amandemen UU ITE. Situasi penegakan hukum | | masih perlu ditingkatkan melalui regulasi khusus yang mengatur | | perlindungan anak di ranah daring, kapasitas tenaga layanan yang | | memiliki pengetahuan, keterampilan dan kewenangan dalam mengatasi | | masalah kekerasan perlu ditingkatkan pula. Kondisi ini tentunya | | memerlukan upaya advokasi sekaligus intervensi yang tepat dan terpadu | | dalam penanganannya. | +-----------------------------------------------------------------------+ 4. Ucapkan terimakasih dan sampaikan bahwa: *sebagai lembaga yang bekerja dengan anak perlu memahami konteks permasalahan perlindungan anak baik di ranah luring dan daring agar tepat dalam melakukan respon.* Langkah 4 : Mengenal Ekologi Perlindungan Anak ( 45 menit) ---------------------------------------------------------- 1. ### Lakukan diskusi sesuai dengan peserta. apa yang disebut dengan Ekologi Perlindungan Anak dan mengapa penting memahami ekologi perlindungan anak bagi Lembaga yang bekerja dengan anak? Sebutkan siapa saja baik individu maupun Lembaga yang masuk dalam system tersebut. 2. ### Ucapkan terimakasih. Jelaskan mengenai ekologi anak dengan menggunakan gambar ekologi anak perlindungan anak. +-----------------------------------------------------------------------+ | ### **Ekologi Perlindungan Anak** | | | | ***Mengapa anak harus dilindungi?*** | | | | Dari perspektif anak, mereka masih bergantung pada orang dewasa. | | Kemampuan berpikir anak juga berbeda dengan orang dewasa. Mereka | | sering tidak dapat mengungkapkan apa yang sedang dialami dan rasakan, | | sehingga sangat bergantung pada orang dewasa untuk mengenali dan | | merespon kebutuhannya. Hambatan pada anak dengan disabilitas untuk | | menyampaikan apa yang dialami menjadi lebih tinggi karena diperlukan | | orang dewasa yang memahami kebutuhan sesuai dengan ragam disabilitas | | dan mampu memfasilitasi kebutuhan tersebut sehingga anak disabilitas | | dapat mengungkapkan peristiwa dan perasaannya. | | | | ***Sistem ekologi perlindungan anak*** | | | | Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan | | melindungi anak dan pemenuhan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, | | berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat | | dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindak | | kekerasan dan diskriminasi[^1^](#fn1){#fnref1.footnote-ref}. | | Perlindungan anak bertujuan untuk mencegah, merespon, dan | | menyelesaikan kekerasan, penelantaran, eksploitasi, dan kejahatan | | yang dialami oleh anak-anak dalam berbagai keadaan dimulai dari anak, | | keluarga, hingga masyarakat dan pemerintah. | | | | Anak-anak yang sedang atau telah menjadi korban kekerasan memiliki | | tingkat kerentanan yang lebih tinggi untuk terlibat kembali dalam | | rantai kekerasan dibandingkan anak-anak yang tidak terlibat. Sebagai | | contoh dalam beberapa kasus, ditemukan anak yang menjadi korban | | kekerasan seksual menjadi "pelaku" di kemudian hari karena tidak | | pernah ada intervensi dan terapi psikososial untuk rehabilitasi dalam | | rangka "menyembuhkan" anak. Berikut adalah lingkaran ekologi | | perlindungan anak untuk memberi gambaran siapa saja aktor-aktor yang | | harus terlibat aktif di dalam upaya perlindungan anak dan memastikan | | keselamatan anak. | | | | Gambar 1. Lingkaran sistem ekologi perlindungan anak | +-----------------------------------------------------------------------+ **Langkah 5: Refleksi (10 menit)** 1. 2. 3. 4. 5. SESI 2: KEKERASAN TERHADAP ANAK =============================== Ada tiga pesan utama di dalam sesi kedua ini. Pertama mengenai kekerasan terhadap anak, bentuk-bentuk serta risiko kekerasan anak baik di ranah luring maupun daring. Kedua peserta akan diajak untuk mengenali pelaku kekerasan terhadap anak. Sangat penting mengenali pelaku kekerasan terhadap anak, agar ketika melakukan kegiatan pencegahan kita dapat menerapkan dan melakukan antisipasi. Hasil Pembelajaran ------------------ Setelah mengikuti sesi ini diharapkan peserta mampu: - Mengidentifikasi bentuk dan risiko kekerasan terhadap anak - Mengenali pelaku kekerasan terhadap anak Pokok Bahasan dan Langkah-Langkah --------------------------------- **Langkah-langkah** ------------------------- ----------------------------------------------------- Kekerasan terhadap Anak Langkah 1: Mengenal Kekerasan terhadap Anak Langkah 2: Mengenali Pelaku Kekerasan terhadap Anak Total Jam --------- 3 JP/135 Menit Media Pembelajaran ------------------ Pengeras suara, laptop/komputer, LCD, papan tulis/ standing flipchart, spidol, kertas plano, dan modul. Metode Pembelajaran ------------------- Ceramah, tanya jawab dan curah pendapat, body mapping dan diskusi kelompok. Langkah 1 : Mengenal Kekerasan terhadap Anak -------------------------------------------- 1. Putarkan video mengenai dampak kekerasan terhadap anak (di ranah luring dan daring). 2. Minta peserta memberikan pendapat mereka mengenai video yang baru saja disaksikan, dengan pertanyaan refleksi berikut ini: a. b. c. 3. Sampaikan terimakasih dan jelaskan: +-----------------------------------------------------------------------+ | ### **Definisi Kekerasan terhadap Anak** | | | | **Kekerasan terhadap anak** adalah segala perbuatan yang berakibat | | timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, | | seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang | | mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak. | | | | - Sering kali ditemukan anak yang mengalami lebih dari satu jenis | | kekerasan. Contohnya, anak korban kekerasan fisik dia dapat juga | | mengalami kekerasan psikis; anak jalanan yang hidup nomaden di | | jalanan seringkali mengalami kekerasan ganda yaitu fisik, | | penelantaran, dan psikis. | | | | | | | | - Kekerasan terhadap anak dapat terjadi di manapun, termasuk di | | rumah, sekolah, lingkungan atau di lembaga di mana anak tinggal | | dan di ranah digital | | | | - Dampak dari kekerasan terhadap anak bersifat multidimensional dan | | sering kali tidak dapat dilihat secara langsung oleh orang lain. | | Yang terburuk anak sampai frustasi dan memiliki keinginan untuk | | melakukan bunuh diri. | | | | - Setiap jenis kekerasan terhadap anak berdampak terhadap | | perkembangan psikologis, emosional dan terkadang fisik. | | | | ### **Kategorisasi kekerasan terhadap anak** | | | | Kekerasan terhadap anak termasuk di dalam salah satu pelanggaran | | terhadap perlindungan anak. **Kekerasan terhadap anak** dibagi | | menjadi lima jenis yaitu: | | | | a. b. c. d. e. | | | | Disamping itu, berkembang pesatnya teknologi digital saat ini selain | | membawa berbagai manfaat untuk kehidupan anak juga dapat menhadirkan | | risiko-risiko negatif untuk perkembangan anak seperti perundungan, | | pelecehan online, perdagangan orang, eksploitasi dan radikalisasi | | online. Hal-hal seperti ini merupakan risiko nyata yang dihadapi | | anak-anak di dunia digital. | | | | **Kekerasan anak di ranah digital** dibedakan berdasarkan risikonya, | | ada 5 risiko yaitu: | | | | a. b. c. d. e. | +-----------------------------------------------------------------------+ 4. Sampaikan pula kepada peserta bahwa *sebagai lembaga yang bekerja dengan anak haruslah memahami kekerasan baik di ranah luring maypun di dunia digital yang sudah sangan berkembang dengan perkembangan teknologi informasi dan akses internet, sehingga lembaga dapat mengembangkan dan memastikan prosedur perlindungan anak baik di ranah luring maupun dunia digital.* ### **Langkah 2: Mengenali Pelaku Kekerasan Terhadap Anak** 1. 2. 3. +-----------------------------------------------------------------------+ | ### **Pelaku Kekerasan pada Anak** | | | | Menurut data statistik sebuah penelitian di Amerika, sekitar 78% dari | | pelaku kekerasan dan penelantaran terhadap anak adalah orang tua atau | | pengasuh utama.[^2^](#fn2){#fnref2.footnote-ref} Salah satu penyebab | | terbesar yang dapat membuat orangtua melakukan kekerasan adalah | | karena dulu mereka merupakan korban dan tidak mendapatkan perawatan | | yang seharusnya. Selain itu stres dan ketidakmampuan orangtua untuk | | mengatasi permasalahan dalam pengasuhan menambah kemungkinan mereka | | menjadi pelaku kekerasan. Di daerah-daerah pengonsumsi alkohol, hal | | ini diperparah dengan konsumsi alkohol dan ketidakmampuan | | mengendalikan diri. | | | | Menurut penelitian yang dilakukan di beberapa negara, orang-orang | | yang pada masa dewasanya menjadi korban kekerasan domestik, biasanya | | ketika masih anak merupakan korban dari orang dewasa lain di | | sekitarnya. Sementara dari data penelitian yang sama, ditemukan bahwa | | 1 dari 6 anak yang mengalami kekerasan fisik di masa kecilnya, | | menjadi pelaku kekerasan ketika sudah dewasa. Sementara 1 dari 8 anak | | laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual di masa kecilnya, | | menjadi pelaku kekerasan seksual ketika sudah | | dewasa[^3^](#fn3){#fnref3.footnote-ref}. | | | | Di Indonesia sendiri, berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup | | Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 pelaku kekerasan pada anak yang | | tertinggi adalah teman sebaya (74.80 % laki-laki dan 15,23 % | | perempuan), pelaku kekerasan terbanyak kedua adalah pacar (17,4 % | | laki-laki dan 15,12 % perempuan) sedangkan untuk kekerasan di rumah | | tangga didominasi oleh ayah (35,8 % laki-laki dan 22,2 % perempuan) | | | | ***Child Grooming*** | | | | Selain orang tua dan keluarga terdekat, ada orang-orang asing yang | | sangat mungkin menjadi pelaku kekerasan terhadap anak-anak, khususnya | | kekerasan seksual. Ada yang melakukannya secara individu dan ada pula | | yang merupakan jaringan kejahatan terencana. *Child grooming* adalah | | upaya yang dilakukan oleh pelaku kejahatan seksual terhadap anak | | untuk mendekati anak atau bahkan keluarganya. Mereka tidak segera | | melakukan kejahatan, tetapi mencoba meraih kepercayaan agar mendapat | | kesempatan dari anak maupun keluarga untuk berduaan saya, menunjukkan | | kasih sayang, memberi hadiah, dan sebagainya. Hingga pada saatnya | | anak akan terbiasa dengan orang tersebut dan tidak merasa sedang | | menjadi korban kejahatan seksual. | | | | Bentuk *child grooming* ini tidak hanya secara langsung, tetapi juga | | dilakukan secara online. *Child groomer* mendapatkan anak-anak calon | | korbannya dengan melakukan penyisiran terhadap tagar anak-anak. Ada | | juga yang dengan sengaja membajak akun anak remaja kemudian | | mengelolanya seolah-olah dia adalah anak tersebut. Kemudian penjahat | | berkedok menjadi teman, memahami perasaan, menawarkan dukungan, dan | | beraktivitas layaknya pertemanan baik di ranah luring maupun daring. | | Kejahatan yang dilakukan pada akhirnya tidak hanya kejahatan seksual | | daring, tetapi sangat mungkin anak menjadi korban kekerasan seksual | | maupun eksploitasi seksual secara luring. | | | | *Child groomer* sangat berhati-hati dalam melakukan aksinya. Mereka | | tidak terburu-buru untuk melakukan kejahatan. Pada umumnya kejahatan | | ini direncanakan, baik oleh jaringan maupun seorang diri baik di | | ranah luring maupun daring. Di ranah daring otak pelaku kejahatan | | seringkali tidak dapat terungkap secara langsung yang terungkap hanya | | korban namun dianggap sebagai pelaku. Sebagai contoh X berusia anak | | mendapatkan bujuk rayu dari Y (yang hanya dikenal di ranah daring) | | untuk melakukan aktifitas seksual dan mengirimkan video dan foto | | kepada Y. Y lalu melakukan pengancaman pemerasan dan juga menyebarkan | | konten pornografi tersebut ke publik sehingga X dirugikan secara | | materi dan mental, serta rusak reputasinya. | | | | Langkah-langkah yang biasanya dilakukan oleh pelaku grooming terhadap | | para korbannya: | | | | d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. | | | | ***Pedofilia*** | | | | Selama ini banyak anggapan salah mengenai pedofilia berkaitan dengan | | kejahatan seksual terhadap anak. Menurut *Diagnostic and Statistic | | Manual* edisi kelima, pedofilia merupakan salah satu bentuk gangguan | | parafilia dimana gangguan pedofilia memiliki hubungan yang kuat dan | | berulang terhadap dorongan dan fantasi seksual tentang anak-anak | | pra-puber.[^4^](#fn4){#fnref4.footnote-ref} **Tidak semua pelaku | | kekerasan seksual terhadap anak adalah pedofil.** Implikasi | | penyebutan pedofil terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak | | mengakibatkan, pertama, miskonsepsi pedofilia dan kekerasan seksual | | terhadap anak (*child molestation*). Kedua, potensi/celah hukum yang | | meringankan pelaku kejahatan seksual terhadap anak. **Diagnosa | | pedofilia hanya dapat dilakukan oleh psikiater forensik yang | | memeriksa dengan alat ukur tertentu kepada tersangka pelaku kejahatan | | seksual terhadap anak**. Meskipun hukum di Indonesia dan sebagian | | negara tetap menghukum pedofil, tetapi ada kemungkinan dia | | mendapatkan keringanan hukuman karena kondisi kejiwaannya. Hal ini | | yang bisa menjadi celah bagi pengacara untuk memberikan pembelaan | | guna mendapat keringanan hukuman. | | | | Pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang terbanyak ditemukan | | berasal dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga. Bahkan pelaku juga | | memiliki kedekatan emosional dengan anak. Berdasarkan beberapa studi, | | separuh pelaku kekerasan terhadap anak tidak benar-benar tertarik | | secara seksual kepada korbannya. | | | | Pedofil tidak selalu mengekspresikan dalam perilaku kekerasan seksual | | terhadap anak. Penting untuk kita ingat bahwa pelaku kekerasan | | seksual terhadap anak, sebagian besar adalah bukan pedofilia. Jumlah | | terbesar pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah orang-orang | | terdekat anak. Mereka adalah orang-orang (umumnya adalah laki-laki) | | yang dianggap 'normal' dalam masyarakat (memiliki pasangan perempuan | | dewasa seusia, menikah, memiliki anak-anak, dan tampak sayang dengan | | anak-anak). Jaringan pedofil dapat beroperasi lintas negara dan | | dioperasikan secara daring dengan target anak anak untuk | | dieksploitasi secara ekonomi, dan seksual baik secara kontak atau | | langsung maupun non kontak melalui ranah daring. | | | | ***Professional Perpetrator (*Pelaku Profesional)** | | | | Pelaku profesional adalah orang dengan sengaja menggunakan organisasi | | atau tempatnya bekerja untuk memudahkan melakukan kekerasan terhadap | | anak, terutama kekerasan seksual. Organisasi-organisasi yang dipilih | | biasanya yang memudahkan pelaku baik di tempat yang umum maupun | | tertutup, memberikan kebebasan pelaku secara tanpa batas untuk | | memanipulasi dan menargetkan anak. Tidak adanya pemeriksaan yang | | layak pada saat proses perekrutan mempermudah mereka untuk | | mendapatkan posisi pada organisasi. Organisasi-organisasi tersebut | | misalnya sekolah, organisasi keagamaan, tempat penitipan anak, panti | | asuhan, dll[^5^](#fn5){#fnref5.footnote-ref}. Di ranah daring, | | pelaku predator anak masuk ke dunia anak-anak melalui game daring, | | predator sesual mudak mendekati dan memanipulasi korbannya, sehingga | | anak-anak korban tidak menyadari bahwa mereka dieksploitasi. Pelaku | | juga dapat menawarkan uang dan juga barang untuk membujuk anak-anak | | tersebut. Pelaku kejahatan bisa langsung berhubungan dengan anak | | korban secara daring dan membayar layanan seksual dengan memanfaatkan | | dompet digital atau e-walet. Contoh lainnya konten kreator | | berjaringan internasional sengaja memproduksi game dengan tema | | pornografi dengan target anak, dimana anak korban memiliki akun media | | sosial yang tergabung dalam satu komunitas daring. | +-----------------------------------------------------------------------+ 4. ### Langkah 4: Refleksi 1. Tanyakan pada peserta apa saja yang sudah dipelajari hari ini. 2. Minta peserta untuk menyebutkan 3 (tiga) hal yang menarik atau sangat penting yang mereka dapat dari sesi ini 3. Minta peserta untuk mempraktikkan apa yang dipelajari pada pekerjaan sehari-hari. 4. Berikan motivasi pada peserta bahwa proses perubahan memerlukan waktu sehingga tidak frustasi jika gagal pada percobaan-percobaan awal. 5. Buka kesempatan untuk memberi ruang diskusi di luar sesi dan tawarkan bacaan-bacaan lain untuk menjadi referensi SESI 3: PANDUAN BERKEGIATAN DENGAN ANAK ======================================= Ada enam pesan utama di dalam sesi ini yaitu pertama memahami panduan berkegiatan dengan anak baik secara luring maupun daring, kedua mengenai bagaimana melakukan komunikasi yang ramah anak. Ketiga tentang pemahaman prinsip-prinsip menggunakan media sosial yang aman di lingkungan kerja. Keempat adalah memahami cara membuat asesmen resiko dan langkah mitigasi serta yang kelima adalah bagaimana mengaplikasikan cara memfasilitasi kegiatan dengan anak yang menyenangkan, aman dan inklusif. Keenam adalah hal-hal yang perlu diperhatikan ketika berkegiatan dengan anak disabilitas. Hasil Pembelajaran ------------------ Setelah mengikuti sesi ini diharapkan peserta mampu: a. Menjelaskan panduan berkegiatan dengan anak baik secara luring mapun daring; b. Melakukan komunikasi yang ramah anak c. Memahami prinsip-prinsip menggunakan media sosial yang aman di lingkungan kerja d. Membuat asesmen resiko dan langkah mitigasi e. Mengaplikasikan cara fasilitasi kegiatan dengan anak yang menyenangkan, aman dan inklusif f. Menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan ketika berkegiatan dengan anak disabilitas Pokok Bahasan dan Langkah-Langkah --------------------------------- **Pokok Bahasan** **Langkah-langkah** --------------------------------- ------------------------------------------------------------------------------------- Panduan Berkegiatan dengan Anak Langkah 1: Panduan kegiatan dengan anak secara luring dan daring Langkah 2: Melakukan wawancara yang ramah dan sensitif terhadap anak Langkah 3: Prinsip-prinsip penggunaan sosial media yang aman dalam lingkungan kerja Langkah 4: Asesmen Resiko dan Mitigasi dalam berkegiatan dengan anak Langkah 5: Memfasilitasi kegiatan dengan anak yang menyenangkan, aman dan inklusif Langkah 6 : Memastikan Keamanan ketika Berkegiatan Anak dengan Disabilitas Total Jam --------- 8 JP/360 Menit Media Pembelajaran ------------------ Pengeras suara, laptop/komputer, LCD, papan tulis/ standing flipchart, spidol, kertas plano, dan modul. Metode Pembelajaran ------------------- Ceramah, tanya jawab dan curah pendapat, dan diskusi kelompok. Langkah 1: Panduan Kegiatan dengan Anak secara Daring dan Luring ---------------------------------------------------------------- 1. **Sampaikan** kepada peserta: *Sebagai bagian dari lembaga yang memberikan layanan untuk anak-anak, tentu saja kita semua pernah melibatkan atau berinteraksi dengan anak dalam kegiatan lembaga kita baik secara daring maupun luring. Setiap lembaga perlu memastikan anak-anak yang terlibat dalam kegiatan atau layanan dari lembaga terlindungi dari segala bentuk potensi resiko yang membahayakan keselamatan mereka. Kegiatan di sesi ini kita akan membahas hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan ketika berkegiatan dengan anak baik secara daring maupun luring.* 2. **Tanyakan** kepada peserta: *Sebutkan contoh-contoh kegiatan dengan anak yang biasanya dilakukan di lembaga masing-masing baik secara daring maupun luring?* 3. **Minta** peserta untuk menuliskan di kertas post it dan menempelkan pada papan yang telah disediakan 4. **Ajak peserta** untuk melakukan permainan **setuju atau tidak setuju** dengan cara minta peserta untuk membentuk 2 barisan. Fasilitator akan membacakan pernyataan-pernyataan yang ditampilkan di layar prsentasi dan peserta diminta memberikan pendapat setuju atau tidak setuju pada setiap pernyataan. Fasilitator dapat meminta peserta berpindah barisan sesuai dengan jawaban mereka. Berikut ini pernyataan-pernyataan yang dapat disampaikan kepada peserta: +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | No | Pernyataan | Jawaban | +=======================+=======================+=======================+ | 1. | Fasilitator melakukan | ![](media/image1.png) | | | kegiatan konsultasi | | | | dengan anak melalui | | | | pertemuan online | | | | menggunakan platform | | | | *Zoom.* Fasilitator | | | | meminta setiap anak | | | | yang menjadi peserta | | | | untuk menggunakan | | | | *user name* nama | | | | lengkap mereka agar | | | | mudah dikenali saat | | | | masuk zoom. | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 2. | Anak-anak yang ikut | | | | kegiatan secara | | | | online tidak perlu | | | | mendapatkan | | | | persetujuan dari | | | | orangtuanya. | | | | Persetujuan dari | | | | orangtua hanya | | | | diperlukan jika anak | | | | ikut kegiatan secara | | | | tatap muka langsung. | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 3. | Panitia kegiatan | ![](media/image6.png) | | | (Host dan Co-Host) | | | | menonaktifkan fitur | | | | "chat private" saat | | | | berkegiatan online | | | | dengan anak supaya | | | | anak-anak tidak | | | | saling bertukar pesan | | | | dengan peserta | | | | lainnya. | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 4. | Anak-anak yang ikut | Close with solid fill | | | kegiatan online akan | | | | mendapatkan | | | | penggantian pulsa | | | | dari panitia | | | | kegiatan. Panita | | | | meminta anak untuk | | | | menuliskan no HP | | | | masing-masing di | | | | kolom komentar. | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 5. | Anak-anak yang | ![](media/image6.png) | | | berpartisipasi dalam | | | | kegiatan online tidak | | | | diwajibkan untuk | | | | membuka kameranya | | | | saat sesi | | | | berlangsung. | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 6. | Sebuah lembaga sedang | Close with solid fill | | | melakukan kegiatan | | | | dengan anak | | | | disabilitas untuk | | | | meningkatkan *life | | | | skill* mereka. | | | | Panitia kegiatan | | | | menyediakan berbagai | | | | jenis makanan yang | | | | sedang disukai oleh | | | | anak-anak dan menjadi | | | | trend saat ini. | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 7. | Dukungan uang | ![](media/image6.png) | | | transportasi untuk | | | | peserta usia anak | | | | tidak boleh diberikan | | | | langsung kepada anak, | | | | bisa diberikan | | | | melalui pendamping | | | | atau orangtua. | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 8. | Pada saat kegiatan | Close with solid fill | | | berlangsung, | | | | anak-anak yang | | | | menjadi peserta | | | | diperbolehkan | | | | membagikan foto atau | | | | video dari kegiatan | | | | yang mereka ikuti di | | | | media sosial pribadi | | | | mereka | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 9. | Setelah selesai | ![](media/image6.png) | | | kegiatan, pendamping | | | | memberikan kesempatan | | | | kepada anak untuk | | | | menyampaikan perasaan | | | | dan komentar mereka | | | | setelah mengikuti | | | | kegiatan | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ | 10. | Peserta usia anak | Close with solid fill | | | dapat melakukan | | | | perjalanan seorang | | | | diri tanpa pendamping | | | | untuk melatih | | | | kemandirian mereka | | +-----------------------+-----------------------+-----------------------+ 5. **Minta** perwakilan dari peserta untuk memberikan penjelasan dari jawaban yang diberikan untuk setiap pernyataan. 6. **Sampaikan** bahwa*: Terima kasih atas partisipasi aktif setiap peserta dan telah memberikan penjelasan pada setiap jawaban yang diberikan. Pernyataan-pernyataan di atas adalah contoh praktis dari hal-hal yang perlu diperhatikan saat berkegiatan dengan anak.* 7. Jelaskan **Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berkegiatan dengan anak** berikut: +-----------------------------------------------------------------------+ | **Panduan kegiatan dengan anak secara daring** | | | | 1. **Sebelum Kegiatan** | | | | | | | | a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. | | | | | | | | 2. **Selama Kegiatan** | | | | | | | | a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r | |. s. t. u. | | | | | | | | 3. **Setelah Kegiatan** | | | | | | | | a. b. c. d. e. f. | | | | **Panduan kegiatan dengan anak secara Luring** | | | | 1. **Sebelum Kegiatan** | | | | | | | | a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. | | | | | | | | 2. **Selama Kegiatan** | | | | | | | | a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. | | | | | | | | 3. **Setelah Kegiatan** | | | | | | | | a. b. c. d. e. f. g. | +-----------------------------------------------------------------------+ Langkah 2: Melakukan Komunikasi yang Ramah Anak ----------------------------------------------- 1. **Sampaikan** bahwa: *Ketrampilan komunikasi sangat penting dimiliki oleh staff penyedia layanan yang saat berkomunikasi dengan anak. Komunikasi adalah proses pertukaran dan pemahaman informasi antara dua pihak yang dalam hal ini adalah antara anak dan pendamping atau staff dari penyedia layanan. Komunikasi dengan anak dapat dilakukan secara verbal dan non verbal. Komunikasi yang efektif dan ramah anak memiliki peran penting bagi seorang staff atau pendamping dalam memberikan layanan terhadap anak-anak. Kemampuan untuk menyampaikan ide dan informasi dengan jelas dan dipahami oleh anak dapat membantu membangun hubungan yang baik, memecahkan masalah, dan mencegah kesalahpahaman. Komunikasi yang ramah anak juga dapat melindungi anak-anak dari resiko kekerasan seperti kekerasan verbal.* 2. Sampaikan kepada peserta bahwa pada aktivitas ini kita akan belajar bagaimana melakukan komunikasi yang ramah anak. Tetapi sebelum itu, ajak peserta untuk melakukan simulasi bagaimana selama ini mereka berkomunikasi (verbal dan non verbal) dengan anak. 3. Bagi peserta menjadi 3 kelompok. Sampaikan pada setiap kelompok bahwa mereka akan menerima satu skenario situasi untuk kemudian mereka jadikan bahan simulasi. Setiap kelompok diberikan waktu selama 10 menit untuk memahami skenario dan melakukan pembagian peran dalam kelompoknya. 4. Setelah masing-masing kelompok siap dengan skenarionya, minta mereka melakukan simulasi kurang lebih 5 menit setiap kelompoknya. 5. Minta kelompok lain untuk saling memberi komentar setelah simulasi selesai. Pertanyaan refleksi yang dapat disampaikan seperti apa yang sudah baik dalam simulasi, apa yang perlu ditingkatkan dan bagaimana perasaan anak jika mengalami proses komunikasi yang seperti itu. 6. Sampaikan kepada peserta langkah-langkah dalam melakukan komunikasi yang ramah anak berikut ini: +-----------------------------------------------------------------------+ | **Melakukan Komunikasi yang Ramah Anak** | | | | 1. | | | | | | | | a. b. c. d. e. f. | | | | | | | | 2. | | | | | | | | a. b. c. d. e. f. g. h. i. | | | | | | | | 3. | | | | | | | | a. b. c. d. e. | +-----------------------------------------------------------------------+ 7. Sampaikan juga bahwa *melakukan komunikasi dengan anak-anak yang menjadi korban kekerasan tentu saja memiliki tantangan yang berbeda. Hal penting yang perlu dilakukan oleh tenaga layanan yang akan berbicara dengan anak-anak tersebut adalah bagaimana bisa meminimalisir beberapa ketakutan yang dimiliki oleh anak yang menjadi korban kekerasan seperti perasaan bersalah pada diri mereka atas terjadinya peristiwa kekerasan tersebut, perasaan bersalah ini biasanya ditanamkan oleh pelaku kepada korban. Anak-anak biasanya juga khawatir jika mereka akan diambil dari rumah atau ditempatkan di rumah aman dimana mereka harus berpisah dengan keluarga dan teman mereka. Saat berbicara dengan anak saksi biasanya mereka juga memiliki ketakutan dengan pelaku jika mereka menceritakan apa yang mereka saksikan.* 8. Sampaikan kepada peserta beberapa hal yang tidak boleh dilakukan ketika melakukan pembicaraan atau wawancara dengan anak-anak yang menjadi korban kekerasan: d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. Langkah 3 : Prinsip-Prinsip Menggunakan Media Sosial Pribadi yang Aman untuk Melindungi Anak di Lingkungan Kerja ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 1. Tanyakan kepada peserta: *Media sosial apa saja yang dimiliki dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari?* 2. Tanyakan juga: *Apakah pernah mengunggah konten seputar pekerjaan yang dilakukan atau mengenai lembaga tempat bekerja? Jika pernah, konten seperti apa yang diunggah?* 3. Sampaikan bahwa: *Kita semua memiliki media sosial yang kita kelola secara pribadi untuk mengekspresikan kepribadian kita dan hal-hal kreatif lainnya, namun perlu dipahami ketika kita mengidentifikasi diri kita sebagai perwakilan sebuah organisasi atau lembaga apa yang kita posting dapat mencerminkan organisasi dan misinya. Penting untuk dipertimbangkan apapun yang kita katakan di media sosial dapat diidentifikasikan oleh orang lain bahwa itu mencerminkan organisasi kita.* 4. Tampilkan sebuah slide yang berisi gambaran seorang pekerja di layanan lembaga perlindungan anak yang menggunakan media sosial pribadinya secara tidak tepat dan membahayakan anak yang menjadi penerima manfaat lembaganya. 5. Minta peserta untuk menjawab pertanyaan berikut: *Resiko apa yang akan terjadi pada anak dan keluarga serta lembaga tempat bekerja?* Tuliskan jawaban pada kertas post it. 6. Sampaikan bahwa: *Media sosial pribadi terkadang dapat digunakan secara tidak tepat oleh staf yang bekerja di lembaga yang mana bisa menempatkan anak, orang muda dan komunitas yang menjadi penerima manfaat ke dalam situasi yang beresiko. Penggunaan media sosial pribadi yag tepat dapat mendukung upaya-upaya lembaga tempat kita bekerja untuk melibatkan publik dalam aksi kampanye, menyebarkan konten edukatif dan upaya-upaya perlindungan anak lainnya.* 7. Tanyakan kepada peserta: *Hal-hal apa saja yang bisa kita lakukan agar kita dapat menggunakan media sosial pribadi yang aman untuk anak di lingkungan kerja kita?* 8. Jelaskan prinsip-prinsip penggunaan media sosial pribadi yang aman untuk melindungi anak di lingkungan kerja +-----------------------------------------------------------------------+ | **Prinsip-Prinsip Penggunaan media sosial pribadi untuk melindungi | | anak di lingkungan kerja** | | | | a. Jangan membagikan informasi yang bersifat sensitive, rahasia atau | | internal mengenai anak-anak yang menjadi penerima manfaat layanan | | lembaga pada media sosial pribadi staff | | | | b. Tidak menerima permintaan pertemanan dan atau mengirimkan | | permintaan pertemanan kepada anak-anak yang menjadi penerima | | manfaat Lembaga | | | | c. Tidak menggunakan nomor ataupun email kantor untuk membuat akun | | media sosial pribadi. Hal ini dilakukan untuk alasan keamanan dan | | menghindari resiko terkena peretasan. | | | | d. Jangan memposting foto ataupun video anak-anak yang menjadi | | penerima manfaat tanpa melalui proses persetujuan. Meskipun telah | | mendapat persetujuan tetap harus dipertimbangkan resiko-resiko | | bahaya yang dapat dialami oleh anak. | | | | e. Pertimbangkan jika anda menggunakan media sosial secara terbuka | | dan public, maka ada resiko siapapun dapat melihat anda termasuk | | anak yang menjadi penerima manfaat. Berkonsultasilah dengan | | atasan anda jika ada penerima manfaat yang menghubungi anda | | melalui media sosial pribadi. | | | | f. Ketika menggunakan media sosial dalam kehidupan pribadi Anda, | | Anda harus memperhatikan seberapa terbuka akun media sosial | | dan/atau blog Anda. Banyak orang menggunakan media sosial untuk | | membagikan gambar keluarga, teman, dan anak-anak mereka, tetapi | | sejumlah besar gambar anak online sehari-hari secara rutin dicuri | | dan disalin tanpa izin dari orang tua dan wali. | | | | g. Tidak memposting konten yang memfitnah, diskriminatif, | | menyinggung dan melecehkan penerima manfaat. | | | | h. Hindari membuat unggahan atau menuliskan komentar negatif, | | provokatif pribadi anda di media sosial yang secara langsung | | menyiratkan mewakili Lembaga tempat anda bekerja. | | | | i. Dalam biografi akun media sosial pribadi anda, disarankan untuk | | menuliskan keterangan yang menunjukan bahwa semua post, komentar, | | tanggapan tidak mewakili atau afiliasi terhadap lembaga tempat | | anda bekerja. Contoh penulisan dalam biografi: "Semua yang saya | | unggah adalah pendapat pribadi saya dan tidak mewakili lembaga | | manapun." | | | | j. Dalam membagikan konten di platform media sosial harus | | berhati-hati agar tidak membagikan gambar yang dapat menempatkan | | seorang anak dalam bahaya atau memberikan stigma kepada anak | | tersebut. Misalnya membagikan gambar anak dengan pose yang | | berpotensi menimbulkan kesan seksual, meskipun maksudnya tidak | | seperti itu, membagikan gambar yang dapat mengidentifikasi lokasi | | anak (sekolah, rumah, dll). | | | | k. Jika ingin membagikan konten mengenai layanan Lembaga tempat | | bekerja, bagikan konten yang telah dipublikasikan dari akun resmi | | Lembaga. | | | | l. Lakukan komunikasi dengan anak yang menjadi penerima manfaat | | dengan menggunakan alat komunikasi yang telah disetujui oleh | | Lembaga (no kantor, email kantor) | | | | m. Tidak menyebutkan lokasi pasti anak yang menjadi penerima manfaat | | atau program saat membuat unggahan di media sosial. | | | | n. Tidak menandai postingan foto anak-anak dengan nama media sosial | | mereka atau menandaiorangtua/pengasuh mereka | +-----------------------------------------------------------------------+ 9. Sampaikan juga kepada peserta: *Sebagai staff dari lembaga yang memberikan layanan untuk anak-anak penting untuk memiliki kemampuan dalam mengelola dan menggunakan media sosial pribadinya karena dapat memberikan manfaat sebagai berikut:* a. b. c. d. e. 10. Sampaikan kepada peserta: Saat ini penggunaan platform media sosial dalam operasi layanan maupun program di lembaga juga meningkat secara signifikan terutama pasca pandemi. Hal ini juga dapat meningkatkan kerentanan anak-anak yang mengakses layanan lembaga kita dengan menggunakan platform media sosial tersebut. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah antisipasi resiko agar tidak menempatkan anak-anak dalam bahaya. Berikut ini langkah mitigasi resiko yang dapat dilakukan: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. Langkah 4: Asesmen Resiko dan Mitigasi dalam Berkegiatan dengan Anak -------------------------------------------------------------------- 1. Sampaikan bahwa: *Pada sesi ini kita akan membahas mengenai asesmen resiko saat berkegiatan dengan anak*. 2. Tanyakan pada peserta: *Apakah ada yang memiliki pengalaman dalam membuat asesmen resiko? Mengapa asesmen resiko penting untuk dilakukan sebelum berkegiatan dengan anak?* 3. Sampaikan bahwa: *Asesmen resiko merupakan salah satu langkah yang dilakukan oleh lembaga yang akan berdampak terhadap **keselamatan dan keamanan** kegiatan secara khusus serta penyelengaraan program pada umumnya. Dalam melakukan asesmen resiko ini, Lembaga melakukan penilaian tingkat resiko yang menggambarkan tingkat bahaya atau ancaman bagi anak dan orang dewasa untuk menjadi korban kekerasan atau menempatkan mereka dalam situasi tidak aman. Hal yang juga sangat penting adalah merancang kegiatan mitigasi yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko yang telah teridentifikas serta menentukan penanggung jawab yang kompeten untuk setiap langkah mitigasi. Asesmen resiko harus dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan dengan anak baik kegiatan secara daring maupun luring.* 4. Sampaikan kepada peserta berikut ini 5 langkah sederhana yang dapat dijadikan panduan dalam membuat asesmen resiko. +-----------------------------------------------------------------------+ | Berikut ini 5 langkah sederhana yang dapat dijadikan panduan dalam | | membuat asesmen resiko: | | | | 1. Mengidentifikasi kegiatan yang akan dilakukan | | | | | | | | 2. Identifikasi siapa yang beresiko | | | | | | | | a. b. c. d. e. f. | | | | | | | | 3. Mengidentifikasi bagaimana mereka beresiko | | | | | | | | 4. Menghitung level dari setiap resiko | | | | - | | | | a. b. c. | | | | - | | | | a. b. c. | | | | | | | | 5. Mengidentifikasi Langkah-langkah untuk memitigasi risiko | +-----------------------------------------------------------------------+ 5. Bagi peserta menjadi 4 kelompok, minta peserta untuk mepelajari studi kasus yang telah disiapkan, kemudian minta mereka untuk mengidentifikasi resiko yang berpotensi terjadi dan bagaimana langkah untuk memitigasinya. 6. Minta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. 7. Ucapkan terimakasih kepada peserta dan sampaikan pesan kunci berikut ini: f. g. Langkah 5: Memfasilitasi Kegiatan dengan Anak yang Menyenangkan, Aman dan Inklusif ---------------------------------------------------------------------------------- 1. Sampaikan bahwa*: Dalam memfasilitasi kegiatan dengan anak, orang dewasa yang menjadi fasilitator memiliki peranan penting dalam menciptakan atmosfer kegiatan yang menyenangkan, aman dan inklusif sehingga dapat mendukung aspek keselamatan pada anak yang mengikuti kegiatan.* 2. Tanyakan pada peserta: *Bagaimana kita dapat menciptakan lingkungan yang aman, menyenangkan dan inklusif sata berkegiatan dengan anak? Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan?* 3. Sampaikan pada peserta: *Fasilitator dapat menciptakan lingkungan yang menyenangkan, aman dan inklusif dengan menggunakan berbagai Teknik fasilitasi. Kegiatan yang **menyenangkan dan penuh kegembiraan** memiliki serangkaian manfaat yang mendukung pembelajaran seperti meningkatkan suasana hati peserta, membuat rileks, memperkuat hubungan, meningkatkan kerja sama tim serta dapat membantu meredakan konflik. Selain menyenangkan, kegiatan juga harus dirancang **aman** untuk setiap peserta. Keamanan tidak hanya secara fisik tetapi termasuk juga keamanan secara moral, sosial dan emosional. Selain itu penting untuk memastikan setiap peserta **dapat terlibat** dalam kegiatan **dan terhubung** satu sama lain dengan peserta lainnya.* 4. Bagi peserta menjadi 3 kelompok, minta setiap kelompok untuk membuat role play memperagakan bagaimana melakukan fasilitasi kegiatan yang menyenangkan, aman dan inklusif. 5. Setiap kelompok diberikan waktu 15 menit untuk melakukan simulasi. Minta pendapat dari kelompok lain juga setiap selesai simulasi. 6. Sampaikan tips memfasilitasi kegiatan yang menyenangkan, aman dan inklusif berikut ini: +-----------------------------------------------------------------------+ | **Memfasilitasi kegiatan yang menyenangkan, aman dan inklusif.** | | | | Berikut ini tips untuk memfasilitasi kegiatan dengan anak yang | | menyenangkan, aman dan inklusif: | | | | 1. Memfasilitasi kegiatan yang menyenangkan | | | | | | | | a. b. c. d. | | | | | | | | 2. Memfasilitasi kegiatan yang aman | | | | a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. | | | | 3. Memfasilitasi Kegiatan yang Inklusif | | | | a. b. c. d. e. f. g. h. | +-----------------------------------------------------------------------+ Langkah 6: Memastikan Kegiatan yang Aman untuk Anak dengan Disabilitas ---------------------------------------------------------------------- 1. Sampaikan bahwa*: Anak-anak dengan disabilitas merupakan salah satu kelompok yang paling beresiko oleh karena itu penting bagi kita untuk memastikan mereka juga dapat terlibat secara aman dalam kegiatan yang kita selenggarakan.* 2. Tanyakan pada peserta: *Bagaimana pengalaman peserta melibatkan anak disabilitas dalam kegiatan yang dilakukan? Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan?* 3. Sampaikan pada peserta: 4. Sampaikan langkah-langkah untuk memastikan kegiatan yang Aman untuk anak dengan disabilitas berikut ini: +-----------------------------------------------------------------------+ | **Sebelum Kegiatan** | | | | a. b. c. d. e. f. g. | | | | **Selama kegiatan** | | | | a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. | | | | **Setelah kegiatan** | | | | a. b. c. d. e. | +----