🎧 New: AI-Generated Podcasts Turn your study notes into engaging audio conversations. Learn more

Course Enfornation PIK.pdf

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Document Details

AdventurousChimera

Uploaded by AdventurousChimera

2024

Tags

forest science sustainable development environmental policy

Full Transcript

PENGANTAR ILMU KEHUTANAN ENFORNATION ENFORNATION 2024 Hutan Pendidikan Wanagama I adalah hutan yang dikelola Fakultas Kehutanan UGM yang berlokasi di Kabupaten Gunungkidul. Di dalamnya tersedia berbagai fasilitas yang dapat menunjang pendidikan hingga berwisata. Nama Wanagama muncul per...

PENGANTAR ILMU KEHUTANAN ENFORNATION ENFORNATION 2024 Hutan Pendidikan Wanagama I adalah hutan yang dikelola Fakultas Kehutanan UGM yang berlokasi di Kabupaten Gunungkidul. Di dalamnya tersedia berbagai fasilitas yang dapat menunjang pendidikan hingga berwisata. Nama Wanagama muncul pertama kali pada 10 Juli 1966 ketika Fakultas Kehutanan UGM diberi hak kelola lahan seluas 10 Ha di petak 5 untuk budidaya murbei (Morus sp.) sebagai pakan dari ulat sutera. Keberhasilan Wanagama diapresiasi dalam bentuk penambahan luasan wilayah pengelolaan menjadi 79,9 Ha pada tahun 1967. Sekali lagi, Wanagama mengalami penambahan luasan hingga 599,9 Ha pada 3 Maret 1982. Seterusnya Wanagama terus berkembang hingga saat ini menjadi hutan pendidikan "Wanagama Science Eco-Edu Forest" Wanagama mungkin tidak akan sama seperti saat ini tanpa jasa para perintis Wanagama. Dr. Soedjarwo merupakan Kepala Dinas Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta kala itu bersama-sama dengan rimbawan perintis Wanagama lainnya Prof. Ir. Soedarwono H., Ir. R.I.S. Pramoedibjo, Prof. Dr. Ir. Oemi Hani'in, Ir. Darmakoem Darmakoesoemo, Ir. Pardiyan, Prof. Dr. Ir. Soekotjo, dan Ir. Tri Setiyo mencurahkan seluruh tenaga, pikiran, dan finansial untuk membangun hutan pendidikan Wanagama mulai dari awal. Dari ke delapan rimbawan perintis Wanagama, hanya satu perempuan, beliau adalah Prof. Dr. Ir. Oemi Hani'in. Semangatnya dalam membangun Wanagama tidak perlu diragukan lagi. Sepanjang hidupnya Prof Oemi mencurahkan segala yang dimilikinya untuk mewujudkan hutan Wanagama yang lestari. Para Perintis Wanagama enfornation.ugm lemfktugm ENFORNATION 2024 Hutan merupakan sumber daya yang sangat penting dalam menunjang pembangunan. Selama lebih dari empat dekade, hutan telah menjadi salah satu penggerak utama perekonomian nasional. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 terdiri atas 17 bab dan 84 pasal yang mencakup ketentuan umum; status dan fungsi hutan; pengurusan hutan; perencanaan kehutanan; pengelolaan hutan; litbangdiklatluh; pengawasan, penyerahan kewenangan; masyarakat hukum adat; peran serta masyarakat; gugatan perwakilan; penyelesaian sengketa kehutanan; penyidikan; ketentuan pidana; ganti rugi dan sanksi administratif; ketentuan peralihan; dan ketentuan penutup. Dalam perjalanannya, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tersebut mengalami perubahan. Perubahan terjadi pada bab penutup dengan menambahkan pasal yang mengatur bahwa semua perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan di kawasan hutan yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang kehutanan tersebut, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau perjanjian dimaksud. Perubahan diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dalam berusaha di bidang pertambangan di kawasan hutan terutama bagi pemegang izin atau perjanjian sebelum berlakunya undang-undang tersebut. Perubahan tersebut ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Selanjutnya peraturan pemerintah tersebut ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. enfornation.ugm lemfktugm ENFORNATION 2024 A. Pengertian Hutan dan Kehutanan Hutan memiliki definisi yang beragam, baik dengan penekanan konsep ekologi, tujuan penggunaan, dan status hukum lahannya. Walaupun penekanannya berbeda satu sama lain, namun gambaran umum mengenai pengertian hutan adalah (Suhendang, 2013): 1) Wujud fisik. Hutan adalah hamparan lahan yang ditumbuhi masyarakat tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohon dengan kerapatan dan luasan yang cukup. 2) Pandangan menurut perspektif ekologi. Hutan adalah a) masyarakat tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohon dan tumbuhan berkayu lainnya, b) satu kesatuan ekosistem, c) mampu menciptakan iklim mikro di dalam hutan yang berbeda dengan keadaan di sekitar dan di luar hutan. 3) Kepentingan kegiatan yang bersifat operasional, misalnya untuk kegiatan inventarisasi hutan dan tujuan pengelolaan hutan. 4) Status hukum lahan. Lahan hutan dapat berstatus tanah yang dibebani hak, misalnya hak milik (hutan milik). Lahan dapat memiliki keadaan biofisik berhutan atau tidak berhutan asal ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan tetap. Oleh karena itu, menurut hukum Indonesia, hutan didefinisikan sebagai “suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan” (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Indonesia Nomor 14 Tahun 2004, hutan dalam kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) ialah lahan yang luasnya minimal 0,25 ha dan ditumbuhi oleh pohon dengan persentasi penutupan tajuk minimal 30% yang pada akhir pertumbuhan mencapai ketinggian minimal 5 meter. enfornation.ugm lemfktugm ENFORNATION 2024 Kehutanan sebagai ilmu pengetahuan membahas berbagai hal yang berkenaan dengan praktik pembangunan, pengelolaan, pengonservasian hutan secara berkelanjutan. Kehutanan sebagai profesi berkenaan dengan ilmu pengetahuan, seni, praktik, dalam membangun, mengelola, menggunakan, mengonservasi hutan dan sumber daya lain nya. Kehutanan sebagai sistem mengandung arti sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). B. Kawasan Hutan Indonesia mengenal istilah kawasan hutan. Kawasan ini menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 pasal 1 angka 3, adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Namun sejak 21 Februari 2012, frasa “ditunjuk dan atau” dalam pasal 1 angka 3 tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/ PUU-IX/2011. Menurut hukum Indonesia, wilayah atau kawasan yang secara sah ditetapkan sebagai “Kawasan Hutan” berada di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kawasan Hutan memiliki wilayah yang ditutupi hutan atau “berhutan” dan wilayah yang tidak ditutupi hutan atau “tidak berhutan”. Data pada buku Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2018, menunjukkan bahwa Indonesia mengalokasikan 120,6 juta ha atau sekitar 63% dari luas daratannya sebagai Kawasan Hutan. Sedangkan kawasan daratan sisanya berupa areal bukan kawasan hutan yang dikenal sebagai Areal Penggunaan Lain (APL). enfornation.ugm lemfktugm ENFORNATION 2024 C. Status Hutan di Indonesia Hutan Indonesia, berdasarkan statusnya menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, terdiri atas hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Penetapan status hutan dilakukan oleh Pemerintah. Hutan adat, menurut undang-undang ini, dikategorikan sebagai hutan negara. Namun sejak terbit Keputusan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, kata “negara” dalam definisi hutan adat dalam undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga definisinya menjadi “hutan adalah adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. D. Sistem Pengurusan Hutan di Indonesia Pengurusan hutan (forest stewardship) adalah keseluruhan tindakan manajemen pada sumber daya hutan yang dilakukan dalam rangka mendapatkan totalitas barang-barang, manfaat-manfaat, dan nilai-nilai yang dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan kelestariannya untuk generasi sekarang dan generasi mendatang (Helms, 1998 dalam Suhendang, 2013). Dilihat dari kompenen kegiatannya, pengurusan hutan merupakan tindakan manajemen yang di dalamnya terdapat komponen kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling) Pengurusan hutan berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dari lestari untuk kemakmuran rakyat. Pengurusan hutan meliputi kegiatan-kegiatan: enfornation.ugm lemfktugm ENFORNATION 2024 1. Perencanaan kehutanan, untuk memberikan pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan. Perencanaan kehutanan mencakup inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. 2. Pengelolaan hutan, mencakup kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan pengunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alat; 3.. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengurusan hutan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatkan nilai tambah hasil hutan. Pendidikan dan latihan bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia yang menguasai dan mampu memanfaatkan serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengurusan hutan secara adil dan lestari. Adapun penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar dapat dan mampu mendukung pembangunan kehutanan dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya sumber daya hutan untuk kehidupan manusia; 4. Pengawasan kehutanan, dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan menilai pelaksanaan pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan pengurusan hutan dimasa mendatang. Keseluruhan kegiatan pengurusan hutan, termasuk di dalamnya pengelolaan hutan dalam rangka konservasi sumber daya alam ekosistemnya merupakan bagian yang utuh dari pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (Suhendang, 2013). enfornation.ugm lemfktugm ENFORNATION 2024 D. Tipe Hutan di Indonesia Indonesia memiliki hutan hujan tropis terluas ketiga di dunia, setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo. Istilah hutan hujan tropis ini pertama kali dikemukakan oleh ahli botani Jerman, A. F. W. Schimper, pada 1898, untuk menggambarkan hutan di daerah tropis basah secara permanen. Deskripsi Schimper tentang hutan hujan tropis masih relevan dan digunakan hingga saat ini. Menurutnya, hutan tropis dicirikan hijau sepanjang tahun, setidaknya setinggi 30 m, kaya akan liana bertangkai tebal, dan epifit berkayu serta herba. Pembagian tipe ekosistem hutan dan definisi ekosistem hutan berbeda-beda antara satu ahli dengan ahli lainnya. Menurut Kartawinata (2013), Indonesia memiliki 57 tipe ekosistem alami di Indonesia. Namun secara umum tipe vegetasi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe ekosistem utama. 1. Hutan Mangrove Hutan mangrove dikenal juga sebagai hutan bakau atau hutan payau, terdapat di seluruh Indonesia, baik di daerah beriklim basah maupun daerah beriklim kering musiman. Lebih dari 75% hutan mangrove Indonesia terdapat di Papua, sisanya di pantai pulau-pulau lain, terutama Sumatra dan Kalimantan. Hutan mangrove tumbuh pada habitat basah dan masin di sepanjang pantai, terutama pantai berlumpur di muara-muara sungai besar, dan dapat membentang sepanjang sungai besar jauh sampai pedalaman (Kartawinata, 2013). Areal yang digenangi oleh pasang sedang adalah jenis- jenis Rhizopora atau yang dikenal dengan bakau. Spesies ini antara lain Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa, dan Rhizopora apiculata (Noor et al. 1999). enfornation.ugm lemfktugm ENFORNATION 2024 2. Hutan Pantai Hutan pantai terdapat di sepanjang pantai di belakang pantai pasir yang ditumbuhi komunitas pes-caprae. Biasanya di antara hutan dan formasi pes- caprae berkembang semak atau komunitas perdu dan pohon kecil. Barringtonia asiatica adalah salah satu jenis pohon di hutan pantai. Penampilannya mencolok sehingga hutan pantai sering disebut juga formasi barringtonia. Habitat berbatu ini biasanya terdapat di wilayah pesisir yang berbukit dan berdinding batu, seperti di pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatra, Bali, Nusa Tenggara dan Maluku (Kartawinata, 2013). 3. Hutan Rawa Gambut Lahan gambut merupakan daerah yang secara alami terbentuk oleh akumulasi bahan organik mati yang membentuk lapisan di permukaan tanahnya (Prentice, 2011). Lahan ini memiliki peranan penting bagi manusia karena fungsi dan jasa ekosistem yang disediakannya, mencakup jasa penyediaan (provisioning services), jasa pengaturan (regulating services), jasa kebudayaan (cultural services) dan jasa penunjang (supporting services), yang bermanfaat untuk memberikan kesejahteraan bagi manusia (MA, 2005). Pohon-pohon yang umum dijumpai pada semua tipe HRG adalah Garcinia spp., Shorea spp., Palaquium spp., Campnosperma auriculatum, dan Eugenia spp. Sedangkan jenis pohon pada pole forest yang biasanya dijumpai di kubah gambut adalah Eugenia spp., Calophyllum costulatum, Shorea spp.,.4. Hutan Tanaman Menurut FAO (2018) dalam Forest Resources Assessment (FRA) 2020, hutan tanaman didefinisikan sebagai hutan yang pada saat dewasa sebagian besar terdiri dari pohon-hasil penanaman dan/atau pembibitan secara sengaja. Hutan tanaman dikelola secara intensif, yang pada saat dewasa terdiri dari satu atau dua spesies, memiliki satu kelas umur, dan jarak pohon yang teratur. 3 enfornation.ugm lemfktugm ENFORNATION 2024 5. Hutan Rawa Air Tawar Hutan rawa air tawar terdapat paling luas di kawasan aliran sungai-sungai besar, seperti di Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Komposisi floristiknya sangat bervarasi sesuai dengan variasi kondisi habitat. Pada tingkat suku dan marga, flora hutan air tawar tidak banyak berbeda dengan komposisi hutan datar lahan kering yang terdapat di kawasan yang sama. Pohon yang banyak terdapat di hutan ini adalah jenis yang termasuk marga Alstonia, Barringtonia, Campnosperma, Dillenia, Eugenia, Mangifera, Neesia, Pholidocarpus, dan Shorea (Kartawinata, 2013). 4. Hutan Pegunungan Monsun Tipe hutan ini disebut juga hutan pegununan musiman. Terutama terdapat di Hutan Kerangas Nusa Tenggara pada elevasi 1000-1200 m dpl. Vegetasinya campuran jenis hutan malar basah seperti Dacrycarpus imbricatus, Palaquium, Planchonela dengan jenis pohon tahan api Casuarina junghuhniana dan jenis endemik Eucalyptus europhylla yang di beberapa tempat mendominasi. Tegakan terbaik dari hutan ini dapat ditemukan di Gunung Mutis, Pulau Timor. Di Jawa Timur, semua gunung tinggi dengan elevasi di atas 1400 m dpl tertutup oleh hutan Casuarina junghuhniana. Hutan ini merupakan puncak suksesi yang bermula dari kebakaran, diikuti dengan pertumbuhan kembali jenis ini. enfornation.ugm lemfktugm

Use Quizgecko on...
Browser
Browser