Dasar Teori Sistem Distribusi Tenaga Listrik PDF
Document Details
Uploaded by CheerfulExpressionism5758
Tags
Summary
Dokumen ini menjelaskan dasar-dasar teori sistem distribusi tenaga listrik, termasuk berbagai jenis jaringan dan komponennya. Pembahasan mencakup perbedaan antara sistem transmisi dan distribusi, serta berbagai jenis gardu distribusi, seperti gardu beton, kios, dan portal. Informasi ini penting bagi mahasiswa teknik listrik yang sedang mempelajari sistem tenaga listrik.
Full Transcript
BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem distribusi tenaga listrik Suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri atas empat sistem yaitu pembaangkit, transmisi, distribusi dan pemakaian tenaga listrik atau beban. pembangkit tenaga listrik terdiri dari...
BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem distribusi tenaga listrik Suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri atas empat sistem yaitu pembaangkit, transmisi, distribusi dan pemakaian tenaga listrik atau beban. pembangkit tenaga listrik terdiri dari atas berbagai jenis pusat tenaga listrik seperti Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), Pusat Listrik Tenaga Uap(PLTU), Pusat Listrik Tenaga Nuklir(PLTN), dan Pusat Listrik Tenaga Diesel(PLTD), Tenaga listrik yang dihasilkan pembangkit besar mampu menghasilkan tegangan dari 11 KV sampai 24 kV kemudian dinaikkan tegangannya oleh gardu induk dengan transfomtor penaik tegangan mnjadi 154 kV, 220 kV, 500 kV, lalu disalurkan melalui saluran transmisi. Pemakaian tegangan tinggi diperlukan untuk memperkecil kerugian daya listrik jaringan transmisi, dimana hal ini kerugian daya sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (I2.R) (Suhadi,2008) Setelah tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik ke gardu induk untuk diturunkan tegangannya melalui transfomator penurun tegangan ( Transfomator Step down) menjadi tegangan menengah atau biasa disebut dengan tegangan distribusi primer yang dipakai PLN adalah 20 kV, 2 kV,6 kV. Kecenderungan saat ini menunjukan bahwa tegangan distribusi primer yang berkembang adalah 20 kV. Jaringan setelah keluar dari gardu induk biasa disebut jaringan distribusi, sedangkan jaringan antara pusat listrik dengan gardu induk disebut jaringan transmisi. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer diturunkan lagi menggunakan transfomator distribusi 7 8 menjadi tegangan rendah dengan tegangan 380/220 V atau 220/127 V, kemudian disalurkan ke rumah pelanggan konsumen PLN(Suhadi,2008) Gambar 2.1 Sistem Distribusi Listrik (Gonen, 1996) Perbedaaan antara saluran transmisi dan saluran distribusi dapat dilihat yang dipandang dari berbagai segi sudut pandang((Suswanto, 2009) Tabel 2.1 Perbedaan Distribusi dan Transmisi NO Dari segi Distribusi Transmisi 1 Letak Lokasi Dalam kota Luar Kota 2 Tegangan Sistem < 30 KV > 30 KV Radial, Loop, Paralel 3 Bentuk Jaringan Radial,Loop Interkoneksi 4 Sistem Penyaluran Saluran Udara dan Saluran Udara Saluran Bawah Tanah Saluran Bawah Laut Lebih rumit dan 5 Konstruksi Jaringan Lebih sederhana beragam 6 Analisis Jaringan Lebih kompleks Lebih sederhana Komponen 7 Komponen R dan L Komponen R, L, & C Rangkaian 8 Penyangga Jaringan Tiang Jaringan Menara Jaringan 9 Tinggi Penyangga Kurang dari 20 m 30 - 200 m BCC, SAC, AAC, & 10 Kawat Penghantar ACSR dan ACAR AAAC 11 Kawat Tarikan Dengan kawat tarikan Tanpa kawat tarikan 13 Besarnya Andongan 0 - 1 m 2-5m Menyalurkan ke 14 Fungsi Menyalurkan ke gardu induk konsumen 15 Bahan penyangga Baja, besi, kayu Baja 16 Jarak Antar Tiang 40-100 m 150-350 m 9 2.2 Pembagian Jaringan Distribusi Tenaga Listrik a. Sistem Jaringan Distribusi Primer Sistem jaringan distribusi primer atau sering disebut jaringan distribusi tegangan menengah (JDTM) terletak diantara gardu induk dengan gardu pembagi, yang memiliki tegangan sistem lebih tinggi dari tegangan terpakai untuk konsumen.Standar tegangan untuk jaringan distribusi primer ini adalah 6 kV, 10 kV, dan 20 kV (sesuai standar PLN). b. Sistem Jaringan Distribusi Sekunder Sistem jaringan distribusi sekunder atau sering disebut jaringan distribusi tegangan rendah (JDTR), merupakan jaringan yang berfungsi sebagai penyalur energi listrik dari gardu pembagi (gardu distribusi) ke pusat beban (konsumen tenaga listrik). Besarnya standar tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini adalah 127/220 V pada sistem lama, dan 220/380 V pada sistem baru untuk perumahan, serta 440/550 V untuk keperluan industri. 2.3 Jaringan Sistem Distribusi Primer Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu induk distribusi ke pusat-pusat beban. Sistem ini dapat menggunakan saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat keandalan yang diinginkan dan kondisi serta situasi lingkungan. Saluran distribusi ini direntangkan sepanjang daerah yang akan di suplai tenaga listrik sampai ke pusat beban. Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi primer. 10 2.3.1 Sistem Radial Sistem radial terdiri dari titik sumber dan titik bebannya hanya terdapat satu saluran, tidak ada alternatif saluran lainnya. Bentuk Jaringan ini merupakan bentuk dasar, paling sederhana dan paling banyak digunakan. Dinamakan radial karena saluran ini ditarik secara radial dari suatu titik yang merupakan sumber dari jaringan itu, dan dicabang – cabang ke titik – titik beban yang dilayani. Keuntungan dari sistem ini adalah tidak rumit dan lebih murah dibanding dengan sistem yang lain. Namun keandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem lainnya. Kurangnya keandalan disebabkan karena hanya terdapat satu jalur utama yang menyuplai gardu distribusi, sehingga apabila jalur utama tersebut mengalami gangguan, maka seluruh gardu akan ikut padam. Kerugian lain yaitu mutu tegangan pada gardu distribusi yang paling ujung kurang baik, hal ini dikarenakan jatuh tegangan terbesar ada diujung saluran. Gambar 2.2 Sistem Radial (Kadir, 2000) 11 2.3.2 Sistem Loop Sistem loop terdiri dari titik beban yang terdapat dua alternatif saluran berasal lebih dari satu sumber. Jaringan ini merupakan bentuk tertutup, disebut juga bentuk jaringan "loop". Susunan rangkaian penyulang membentuk ring, yang memungkinkan titik beban dilayani dari dua arah penyulang, sehingga kontinyuitas pelayanan lebih terjamin, serta kualitas dayanya menjadi lebih baik, karena rugi tegangan dan rugi daya pada saluran menjadi lebih kecil. Pada Jaringan Tegangan Menengah Struktur Lingkaran (Loop) seperti gambar berikut ini dimungkinkan pemasokannya dari beberapa gardu induk, sehingga dengan demikian tingkat keandalannya relatif lebih baik. Gambar 2.3 Sistem Loop (Kadir, 2000) 2.3.3 Sistem Hantaran Penghubung ( Tie Line ) Bentuk ini merupakan modifikasi bentuk dasar dengan menambahkan tie dan switch pemisah, yang diperlukan untuk mempercepat pemulihan pelayanan bagi konsumen, dengan cara menghubungkan area – area yang tidak terganggu pada penyulang yang bersangkutan, dengan penyulang di sekitarnya. Dengan demikian bagian penyulang yang terganggu dilokalisir, dan bagian penyulang 12 lainnya yang "sehat" segera dapat dioperasikan kembali, dengan cara melepas switch yang terhubung ke titik gangguan, dan menghubungkan bagian penyulang yang sehat ke penyulang di sekitarnya. Sistem distribusi Tie Line seperti gambar 2.4 digunakan untuk pelanggan penting yang tidak boleh padam (Bandar Udara, Rumah Sakit, dan lain-lain). Sistem ini memiliki minimal dua penyulang sekaligus dengan tambahan Automatic Change Over Switch/Automatic Transfer Switch, setiap penyulang terkoneksi ke gardu pelanggan khusus tersebut sehingga bila salah satu penyulang mengalami gangguan maka pasokan listrik akan di pindah ke penyulang lain Gambar 2.4 Sistem Tie Line ( Kadir, 2000) 2.3.4 Sistem Spindel Sistem spindle biasanya terdiri atas maksimum 6 penyulang dalam keadaan dibebani, dan satu penyulang dalam keadaan kerja tanpa beban bertujuan meningkatkan keandalan dan kualitas sistem biasanya digunakan pada jaringan tegangan menengah. Sistem Spindel seperti pada gambar 2.5 adalah suatu pola kombinasi jaringan dari pola Radial dan Ring. Spindel terdiri dari beberapa penyulang 13 (feeder) yang tegangannya diberikan dari Gardu Induk dan tegangan tersebut berakhir pada sebuah Gardu Hubung (GH). Gambar 2.5 Sistem Spindel (Kadir, 2000) 2.3.5 Sistem Gugus atau Sistem Kluster Konfigurasi gugus seperti pada gambar berikut ini banyak digunakan untuk kota besar yang mempunyai kerapatan beban yang tinggi. Dalam sistem ini terdapat penyulang cadangan. Dimana penyulang ini berfungsi bila ada gangguan yang terjadi pada salah satu penyulang konsumen maka penyulang cadangan inilah yang menggantikan fungsi suplai ke konsumen Gambar 2.6 Sistem Gugus (Kadir, 2000) 14 2.4 Jaringan sistem Distribusi Sekunder Distribusi sekuder mempergunakan tegangan rendah, sebagimana halnya dengan distribusi primer, terdapat pula pertimbangan pertimbangan perihal keandalan pelayanan regulasi tegangan. Sistem sekunder dapat terdiri atas empat jenis umum yaitu 1. Pelayanan dengan transfomator tersendiri 2. Penggunaan satu transfomator untuk sejumlah pemakaian 3. Bangking sekunder 4. Jaringan sekuder 2.4.1 Pelayanan dengan Transfomator tersendiri Pelayanan dengan tansfomator tersendiri dilakukan untuk pemakai yang agak besar atau bila para pemakai terlatak agak berjauhan terutama didaerah luar kota, sehingga saluran tegangan rendah akan menjadi terlampau panjang Gambar 2.7 Pelayanan dengan Transfomator tersendiri (Kadir, 2000) 15 2.4.2 Penggunaan satu transformer untuk sejumlah pemakaian Di Indonesia banyak mempergunakan system sau fasa satu transfomator dngan saluran tegangan yang melayani sejumlah pemakaian.Sistem ini akan memperhatikan beban dengan keperluan pemakai yang berbeda beda sifatnya. seperti gambar 2.8 memperlihatkan penggunaan trafo untuk sejumlah pemakai Gambar 2.8 Penggunaan satu transformer untuk sejumlah pemakaian (Kadir, 2000) 2.4.3 Bangking Sekunder Penggunaan satu saluran tegangan rendah yang tersambung pada beberapa transformator secara pararel. Sejumlah pemakai dilayani dari saluaran tegangan rendah ini. Transfomatortransformator diisi dari satu sumber energi. Sistem yang mempergunakan bangking sekunder tidak telalu banyak dipakai. Antara Transformator dan saluran sekunder biasanya terdapat sekring atau saklar daya otomatik guna melepaskan transformator dari saluran tegangan rendah bila terdapat gangguan padatransformator. Dapat juga dipasang sekring antara seksi-seksi pada jaringan tegangan rendah. Kelebihan sistem ini dianggap dapat memberikan pelayanan yang tidak terganggu dalam waktu begitu lama. Dilain pihak bilamana salah satu 16 transformator terganggu, beban tambahan yang harus dipikul transformator- transformator lain dapat mengakibatkan banyak transformator turut terganggu. Gambar 2.9 Banking Sekunder (Kadir, 2000) 2.4.4 Jaringan Sekunder Sistem jaringan sekunder yang baik pada saat ini memberikan taraf keandalan pada jaringan tegangan rendah didaerah beban dengan kepadatan yang tinggi, sehingga biaya yang tinggi dapat dipertanggung jawabkan dan tingkat keandalan ini dipandang diperlukan. Pada keadaan tertentu dapat terjadi bahwa satu pelanggan tunggal mendapat penyedia listrik dengan jenis sistem ini dikenal dengan nama jaringan spot ( spot network) Pada umumnya, jaringan sekunder terjadi dengan menghubungkan semua sisi tegangan rendah dari gardu gardu transfomator yang diisi oleh dua atau lebih feeder tegangan menengah. Pada sisi tegangan rendah gardu distribusi terdapat saklar daya yang dioperasikan secara otomatik dan dikenal dengan nama proteksi otomatik. Seperti ditunjukan pada gambar. Proteksi ini akan melepas transfomator dari jaringan sekunder bilamana pengisian primer hilang tegangan. Hal ini akan 17 menghindari suatu arus balik dari sisi tegangan rendah ketegangan menengah. Saklar daya didukungoleh sebuah sebuah sekering sehinga, bilamana proteksi otomatik gagal, sekring dapat bekerja dan melepaskaj transfomator dari jaringan sekunder. Jumlah pengisi primer pada sisi tegangan adalah penting. Bilamana ada dua feeder, dapat terjadi bahwa satu feeder terganggu, maka yang cukup agar sistem yang masih bekerja tidak mengalami kelebihan beban. Jenis jaringan ini sekring dinamakan jaringan kesiapan pertama ( sigle-contingency network ). Jaringan seknder tegangan rendah mendapat pengisian terbanyak dari tiga atau lebih feeder, sehingga bilamana salah satu feeder primer terganggu, sisa jaringan sekunder akan dapat dengan mudah menampung beban dari feeder yang tergangu itu. Sistem sedemikan rupa disebut jaringa kedua ( second – contingency network ). Jaringan sekuder tegangan rendah harus disesain sedemikian rupa hingga terdapat pembagian beban dan pengaturan tegangan (voltage regulation) yang baik pada semua transfomator, juga dalam keadaan salah satu pengisi tegangan menengah terganggu. Gambar 2.10 Jaringan Sekunder (Kadir, 2000) 18 2.5 Gardu distribusi Gardu distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem distribusi yang berfungsi untuk menghubungkan jaringan ke konsumen atau untuk membagikan/mendistribusikan tenaga listrik pada beban/konsumen baik konsumen tegangan menengah maupun konsumen tegangan rendah. Fungsi Gardu Distribusi adalah sebagai berikut: a. Menyalurkan/meneruskan tenaga listrik tegangan menengah ke konsumen tegangan rendah. b. Menurunkan tegangan menengah menjadi tegangan rendah selanjutnya disalurkan ke konsumen tegangan rendah. c. Menyalurkan/meneruskan tenaga listrik tegangan menengah ke gardu distribusi lainnya dan ke gardu hubung 2.6 Jenis Gardu distibusi 2.6.1 Gardu Beton Gardu Beton, Seluruh komponen utama instalasi yaitu transformator dan peralatan switching/proteksi, terangkai di dalam bangunan sipil yang di rancang, di bangun dan difungsikan dengan konstruksi pasangan batu dan beton Gambar 2.11 Gardu Beton (Suswanto, 2009) 19 2.6.2 Gardu Kios Gardu kios adalah gardu yang kontruksi pembuatanya terbuat dari bahan kontruksi baja, fiberglas atau kombinasinya. Gardu ini dibangun di lokasi yang tidak memungkinkan didirikanya Gardu Beton atau Gardu tembok. Karna Sifatnya Mobilitas, maka kapasitas Transformator yang terpasang terbatas yakni maksimum 400 kVA. Gambar 2.12 Gardu Kios (Suswanto, 2009) 2.6.3 Gardu Portal Gardu portal adalah gardu dengan konstruksi pada dua tiang atau lebih. Transformator dipasang pada bagian atas dan lemari panel/PHB-TR pada bagian bawah. Gambar 2.13 Gardu Portal (Suswanto, 2009) 20 2.6.4 Gardu Cantol Gardu cantol adalah gardu dengan konstruksi transformator dicantolkan pada tiang tunggal. Transformator yang terpasang adalah transformator dengan daya = 100 kVA Fase 3 atau Fase 1. Transformator terpasang adalah jenis CSP (Completely Self Protected Transformer) yaitu peralatan switching dan proteksinya sudah terpasang lengkap dalam tangki transformator. Gambar 2.14 Gardu Portal (Suswanto, 2009) 2.6.5 Gardu Mobil Gardu mobil adalah gardu distribusi yang bangunan pelindungnya berupa sebuah mobil/diletakkan diatas mobil, sehingga bisa dipindah-pindah sesuai dengan tempat yang membutuhkan untuk mengatasi kebutuhan daya yang sifatnya temporer. Secara umum ada dua jenis gardu mobil, yaitu pertama gardu mobil jenis pasangan dalam (mobil boks) dimana semua peralatan gardu berada di dalam bangunan besi yang mirip dengan gardu besi. Kedua, gardu mobil jenis pasangan luar, yaitu gardu yang berada diatas mobil trailer, sehingga bentuk fisiknya lebih panjang dan semua peralatan penghubung/pemutus, pemisah dan trafo distribusi tampak dari luar. 21 Gambar 2.15 merupakan sebuah gardu distribusi berupa gardu mobil pasangan luar berada diatas trailer. Gardu distribusi jenis trailer ini umumnya berkapsitas lebih besar daripada jenis mobil. Gambar 2.15 Gardu Mobil (Suswanto, 2009) 22 2.7 Spesifikasi umum tegangan primer transfomator distribusi Tegangan primer yang sesuai dengan tegangan nominal sistem pada Ada dua macam transfomator distribusi yang dibedakan oleh tegangan primer yaitu (Suswanto, 2009) a. Transfomator distribusi tegangan primer 6 kV b. Transfomator distribusi tegangan primer 20 kV 2.8 Spesifikasi umum daya pengenal transfomator distribusi Berbagai nilai rugi rugi transfomator distribusi dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2 Tabel 2.1 Nilai rugi- rugi daya transfomator distribusi Rating Rugi Rugi (KVA) besi(watt) Tembaga(watt) 25 115 700 50 190 1100 100 320 1750 160 400 2000 200 550 2850 315 770 3900 400 930 4600 680 1300 6500 800 1950 10200 1000 2300 12100 1250 2700 15000 (SPLN 50:1997) Tabel 2.2 Konstanta jaringan distribusi / SPLN 64 Tahun 1985 Luas penampang(mm2) Impedensi ( Ohm/km) AAAC 240 0,1344+j0,3158 AAAC 150 0,2162+j0,3305 AAAC 120 0,6452+j0,3678 AAAC 95 0,3396+j0,3349 AAAC 70 0,4608+j0,3572 AAAC 50 0,6452+j0,3678 AAAC 35 1,2903+j03895 AAAC 16 2,0161+j04036 (SPLN 64 : 1985) 23 2.9 Pengatur tegangan dan turun tegangan Pengatur tegangan merupakan suatu konsepsi untukmempertahankan tegangan yang relatif stabil diujung ujung konsumen, naik turunya tegangan pada tingkat yang masih dapat diterima dalam batas batas penyebaran yang diijinkan(Gonen,2008) %= -.......................................................................................... 2.1 Menurut SPLN 72:1987 penurun tegangan maksimum pada beban yang dibolehkan pada jaringan distribusi adalah a.Saluran udara tegangan menengah(SUTM) = 5% dari tegangan kerja b.saluran kabel tegangan menengah ( SKTM) = 2 % dari tegangan kerja c.Trafo distribusi = 3 % tegangan kerja d.saluran tegangan rendah=4 % tegangan kerja e.sambungan rumah=1% tegangan nominal Terjadinya jatuh tegangan pada saluran disuatu disebabkan oleh bagian yang berbeda tegangan didalam suatu sistem daya tersebut dan juga dipengaruhi oleh resistansi, reaktansi, dan impedansi pada saluran. Jatuh tegangan pada saluran adalah selisih antara tegangan pada pangkal pengiriman dengan tegangan pada ujung penerimaan tenaga listrik Penurunan tegangan terdiri dari dua komponen yaitu (Gonen,2008) a. I.R yaitu rugi-rugi tegangan akibat tahanan saluran b. I.X yaitu rugi-rugi tegangan akibat reaktansi induktif saluran 24 Besarnya Jatuh tegangan dapat dinyatakan sebagai berikut = I x R cos + I x X sin..................................................................... 2.3 = IxZ.......................................................................................................... 2.4 Perhitungan Jatuh tegangan pada tiap titik transfomator distribusi harus mengacu pada panjang jaringan tiap titiknya maka = I x Z x L.................................................................................................. 2.5 Keterangan : Jatuh Tegangan(Volt) I : Arus yang mengalir ( Ampere) R : Tahanan saluran ( Ohm/km) X : Reaktansi saluran (Ohm/km) Z : R+jX = Impedensi Saluran(Ohm/km) L : Panjang Saluran(Km) Pada saluran arus bolak-balik besarnya jatuh tegangan tergantung dari impedansi saluran, jarak serta beban dan faktor daya. Perhitungan jatuh tegangan yang diperlukan tidak hanya untuk peralatan sistem saja namun juga untuk dapat menjamin tegangan terpasang yang dapat dipertahankan dalam batas-batas yang layak. Sehingga perlu diketahui hubungan fasor antar tegangan dan arus serta reaktansi dan resistansi 25 Gambar 2.16 Fasor antar tegangan dan arus serta reaktansi dan resistansi(Gonen, 2008) Keterangan Vr : Tegangan terima ( Volt) Vs : Tegangan kirim ( Volt) I : Arus yang mengalir ( Ampere) R : Tahanan saluran ( Ohm/Km) X : Reaktansi saluran (Ohm/Km) Z : R+jX (0hm/Km) : Sudut dari faktor daya beban