Kognisi Penyakit, Model Regulasi Diri Leventhal & Coping PDF

Summary

This document discusses illness cognition, self-regulatory model of illness behavior, and coping strategies. It covers different aspects of stress and health screening concepts, providing a framework for understanding the interaction between a person and their environment in relation to stress and health outcomes. It also touches upon the cognitive model of behavior and diet.

Full Transcript

Kognisi Penyakit, Model Regulasi Diri Leventhal & Coping CONTENTS 01 Kognisi Penyakit 02 Model Regulasi Diri Leventhal 03 Coping 04 Diskusi Par t 01 Kognisi Penyakit Apa itu kognisi penyakit? A patient’s own implic...

Kognisi Penyakit, Model Regulasi Diri Leventhal & Coping CONTENTS 01 Kognisi Penyakit 02 Model Regulasi Diri Leventhal 03 Coping 04 Diskusi Par t 01 Kognisi Penyakit Apa itu kognisi penyakit? A patient’s own implicit common sense beliefs about their illness Kognisi ini memberikan pasien suatu kerangka kerja atau skema untuk mengatasi dan memahami penyakit mereka, dan memberi tahu mereka apa yang harus diwaspadai jika mereka jatuh sakit. Dimensi keyakinan kognisi penyakit Leventhal membagi Illness cognition dalam 5 dimensi : 1. identitas (misalnya diagnosis dan gejala) 2. penyebab (misalnya sakit paru-paru bisa jadi disebabkan oleh merokok atau disebabkan oleh virus) 3. konsekuensi (misalnya keyakinan tentang keseriusan) 4. garis waktu (misalnya berapa lama akan berlangsung) 5. menyembuhkan/mengendalikan (misalnya memerlukan intervensi medis). Par t 02 Model Regulasi Diri Leventhal Self Regulatory Self Regulatory individu termotivasi untuk keadaan normal (kesehatan) mengembalikan keseimbangan individu terganggu (oleh kembali ke normalitas (regulasi penyakit) diri) Model Regulasi Diri Leventhal Leventhal memasukkan deskripsinya tentang kognisi penyakit (illness cognition) ke dalam model pengaturan-dirinya dari perilaku penyakit. Model ini didasarkan pada pendekatan untuk pemecahan masalah dan menyarankan bahwa penyakit/gejala ditangani oleh individu dengan cara yang sama seperti masalah lainnya. Model tradisional menggambarkan masalah pemecahan dalam tiga tahap: 1. interpretasi (memahami masalah) 2. coping (berurusan dengan masalah untuk mendapatkan kembali keadaan keseimbangan) 3. penilaian (menilai seberapa sukses tahap koping) Model Self Regulatory interpretasi Kognisi penyakit 'Bagaimana orang yang berbeda memahami perbedaan' penyakit?' Model Self Regulatory 'Bagaimana kognisi penyakit berhubungan dengan koping?' respon emosional coping to appraisal Model Regulasi Diri Leventhal Proses Regulasi Diri Persepsi gejala dapat mengakibatkan perubahan emosional, yang dapat memperburuk persepsi gejala (misalnya, 'Saya bisa merasakan sakit di dada saya. Sekarang saya merasa cemas. Sekarang saya' dapat merasakan lebih banyak rasa sakit karena semua perhatian saya terfokus padanya). Jika individu memilih untuk menggunakan penolakan sebagai strategi koping mereka, ini dapat mengakibatkan pengurangan persepsi gejala, penurunan emosi negatif dan pergeseran dalam kognisi penyakit mereka (misalnya 'rasa sakit ini tidak terlalu buruk' (penolakan); 'Sekarang saya merasa kurang cemas' (emosi); 'Rasa sakit ini tidak akan bertahan lama' (timeline); 'Penyakit ini tidak akan memiliki konsekuensi serius untuk gaya hidup saya' (konsekuensi)). Sebuah penilaian positif dari efektivitas strategi koping itu sendiri mungkin merupakan sebuah koping strategi (mis. 'Gejala saya tampaknya telah berkurang dengan melakukan relaksasi latihan mungkin merupakan bentuk penolakan) Interpretasi 1 Persepsi gejala : Perbedaan individu dalam persepsi gejala, Sebagian individu lebih sensitive terhadap beberapa gejala dibandingkan individu lain. 2 Mood (persepsi nyeri dengan kecemasan meningkatkan self report tentang pengalaman nyeri) 3. Kognisi (efek plasebo dengan harapan individu akan pemulihan yang mengakibatkan berkurangnya persepsi gejala) 4 Lingkungan : persepsi symptom dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. 5 Pesan sosial (diagnosis formal dari profesional kesehatan atau hasil tes positif dari rutinitas cek kesehatan) Par t 03 Coping Coping coping diagnosis Coping coping krisis penyakit penyesuaian terhadap penyakit fisik dan teori dari adaptasi kognitif Coping Diagnosis 1. coping diagnosis : shock encounter reaction: pemikiran yang tidak teratur dan perasaan kehilangan, kesedihan,ketidakberdayaan dan keputusasaan. retreat: penolakan masalah dan implikasinya dan mundur ke dalam diri. Coping Krisis Penyakit Moos dan Schaefer (1984) berpendapat bahwa penyakit fisik dapat dianggap sebagai krisis karena mewakili titik balik dalam kehidupan individu. Penyakit fisik menyebabkan perubahan sebagai krisis: Perubahan identitas: penyakit dapat membuat perubahan identitas, seperti dari perawat ke pasien,atau dari pencari nafkah ke orang yang sakit. Perubahan lokasi: penyakit dapat mengakibatkan perpindahan ke lingkungan baru seperti terbaring di tempat tidur atau dirawat di rumah sakit. Perubahan peran: perubahan dari orang dewasa yang mandiri menjadi tergantung pasif dapat terjadi setelah sakit, mengakibatkan perubahan peran. Perubahan dalam dukungan sosial: penyakit dapat menyebabkan isolasi dari teman dan keluarga mempengaruhi perubahan dalam dukungan sosial. Perubahan di masa depan: masa depan yang melibatkan anak-anak, karier, atau perjalanan dapat menjadi tidak pasti. Coping Krisis Penyakit Faktor yg mempengaruhi coping krisis penyakit : Penyakit sering tidak dapat diprediksi Informasi tentang penyakitnya tidak jelas Keputusan diperlukan dengan cepat (misalnya haruskah kita beroperasi, haruskah kita minum obat, apakah kita harus meluangkan waktu libur kerja, haruskah kita memberi tahu teman-teman kita). Arti ambigu(misalnya apakah itu serius? berapa lama itu akan mempengaruhi saya?). Pengalaman sebelumnya yang terbatas,(misalnya 'Saya belum pernah menderita kanker sebelumnya, apa yang harus saya lakukan selanjutnya?’) Teori Coping Krisis Penyakit Pada teori coping krisis penyakit fisik ini, individu menilai penyakitnya dan kemudian menggunakan berbagai tugas adaptif dan keterampilan koping yang pada gilirannya menentukan hasilnya. Namun, tidak semua individu menanggapi penyakit dengan cara yang sama dan Moos dan Schaefer (1984) berpendapat bahwa penggunaan tugas dan keterampilan ini ditentukan oleh tiga faktor: Faktor demografi dan pribadi, seperti usia, jenis kelamin, kelas, agama. Faktor fisik dan sosial/lingkungan, seperti aksesibilitas dukungan sosial jaringan dan penerimaan lingkungan fisik (misalnya rumah sakit bisa membosankan) dan depresi). Faktor yang berhubungan dengan penyakit, seperti rasa sakit yang diakibatkan, cacat atau stigma. Proses Coping (Moos and Schaefer, 1984) cognitive appraisal (mis. Apakah kanker saya serius? Bagaimana kanker saya akan memengaruhi hidup saya dalam jangka panjang?). pengetahuan, pengalaman sebelumnya dan dukungan sosial serta keyakinan akan penyakit dapat mempengaruhi proses penilaian ini. adaptive tasks adaptive tasks Tugas yang berhubungan dengan penyakit Mengatasi rasa sakit dan gejala lainnya Berurusan dengan lingkungan rumah sakit dan prosedur pengobatan Mengembangkan dan memelihara hubungan dengan profesional kesehatan Tugas umum Menjaga keseimbangan emosional Mempertahankan citra diri, kompetensi dan penguasaan Mempertahankan hubungan dengan keluarga dan teman Mempersiapkan masa depan yang tidak pasti coping skills appraisal-focused coping problem-focused coping emotion-focused coping Appraisal-focused coping 1. Analisis logis dan persiapan mental 2. Redefinisi kognitif, yang melibatkan penerimaan realitas situasi dan pendefinisian ulang dengan cara yang positif dan dapat diterima. 3. Penghindaran dan penolakan kognitif, melibatkan meminimalkan keseriusan penyakit. Problem-focused coping 1. Mencari informasi dan dukungan, termasuk membangun basis pengetahuan dengan mengakses setiap informasi yang tersedia. 2. Mengambil tindakan pemecahan masalah, yang melibatkan mempelajari prosedur dan perilaku tertentu (misalnya suntikan insulin). 3. Mengidentifikasi penghargaan alternatif, yang melibatkan pengembangan dan perencanaan kejadian dan tujuan yang dapat memberikan kepuasan jangka pendek. Emotion-focused coping 1. Afektif, melibatkan upaya mempertahankan harapan ketika menghadapi situasi yang penuh tekanan. 2. Pelepasan emosi, melibatkan melampiaskan perasaan marah atau putus asa. 3. Penerimaan yang mengundurkan diri, yang melibatkan kesepakatan dengan hasil yang tak terelakkan dari suatu penyakit. Interpretasi positif dari penyakit Konsekuensi negatif (gaya hidup & kualitas hidup) Individu dgn penyakitnya Konsekuensi positif Ditingkatkan dgn (kemampuan rehabilitasi coping) Par t 04 Diskusi Thank You Stress Psikologi Kesehatan Title and Content Layout with List Pengalaman Stress dlm hidup Apa itu Stress ? Sumber Stress Pada situasi apa stress dapat mempengaruhi Kesehatan ? Model-model stres kesehatan Pengelolaan stress 1. Pengalaman Stress dlm hidup Apa yang kamu alami selama beberapa bulan belakangan ini? Cerita Vicky: Kurang tidur Permasalahan relasi Kekhawatiran ttg cita-cita Kamu? Pengalaman Stres Fight or Flight Menurut Canon, Ketika organisme merasakan adanya suatu ancaman maka secara cepat tubuh akan terangsang dan temotivasi melalui system syaraf simpatetik dan endokrin. Respon fisiologis ini akan mendorong individu menyerang atau melarikan diri Pendekatan Stres 1. Stres sebagai stimulus Berfokus pada lingkungan dan menggambarkan stress sebagai variable bebas Ex: “banyak stress di tempat kerja saya” Individu potensial bertemu secara terus menerus dengan sumber stress yg ada di lingkungan Kelemahan model ini adalah tidak ada keriteria objektif yang bisa mengukur situasi penuh stress Pendekatan Stres 2. Stres sebagai Respon Berfokus pada reaksi seseorang terhadap stressor Ex: seseorang merasa stress Ketika diminta berpidato di depan umum Respon yang dialami memiliki 2 komponen : Fisiologis: berdebar, mules, berkeringat Psikologis : perilaku, pola piker, emosi Respon2 ini disebut dengan strain atau ketegangan Konsep Stres sebagai respon dipandang dari perspektif fight or flight dan GAS (General Adaptation Syndrom) GAS Perubahan fisiologis pada Memiliki 3 stage : tubuh dikarenakan respon individu terhadap stress. 1. Alarm reaction (fight- flight) 2. Resistance 3. Exhaustion Pendekatan Stres 3. Stres sebagai Interaksi antara individu dan Lingkungan Menggambarkan stress sebagai suatu proses yang meliputi stressor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan lingkungan Interaksi antara manusia dengan lingkungan yang saling mempengaruhi disebut transasksional. Dalam hal ini termasuk jg proses penyesuaian. Disini stress bukan sekedar stimulus atau respon, namun individu adalah agent yang aktif yg dapat mempengaruhi stressor melalui strategi kognitif, emosi dan perilaku Sehingga wajar jika kita melihat bahwa individu memberikan reaksi yang berbeda pada stressor yang sama 2. Apa itu stress? Definisi Stres Sarafino , 1990 (pendekatan biopsikososial) Suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan2 yang berasal dari situasi dengan sumber2 daya system biologis , psikologis dan social dari seseorang Konsep ini sesuai dengan Sutherland & Chooper (1990) Definisi Stres Sutherland & Chooper (1990) a) Penilaian kognitif : stress adalah pengalaman subjektif yang mungkin didasarkan pada pengalaman persepsi terhadap situasi yg tdk semata2 tampak dilingkungan b) Pengalaman : suatu situasi yang bergantung pada tingkat keakraban dengan situasi , keterbukaan semula (previous exposure), proses belajar, kemampuan nyata dan konsep reinforcement c) Tuntutan : tekanan, tuntutan, keinginan, atau rangsangan2 yang segera sifatnya yang mempengaruhi cara2 tuntutan yang dapat di terima d) Pengaruh interpersonal : ada tidaknya factor situasional dan latar belakang yg mempengaruhi pengalaman subjektif, respon dan perilaku coping. e) Keadaan stress (a state of stres) merupakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang dirasakan dengan kemampuan yang dirasakan Penilaian Psikologis terhadap Stress Lazarus, Cohen & Folkman a) Ketika individu dihadapkan dengan lingkungan yang baru, atau berubah lingkungan maka mereka melakukan penilaian awal (Primary appraissal) untuk menentukan arti dari kejadian tersebut → positif, negative, netral b) Penilaian sekunder (secondary appraisal): pengukuran terhadap kemampuan coping dan sumber2nya, serta apakah mereka akan bisa menghadapi, kerusakan, ancaman dan tantangan terhadap kejadian. Ex: saya dapat melakukan jika saya berusaha keras. Pengalaman stress yg subjektif adalah gabungan dari keduanya Penilaian Psikologis terhadap Stress Teori Self-Regulasi (Howard Leventhal) Terdapat 3 variable a) Representasi terhadap kelompok stress : meliputi 2 proses parallel → menghadapi kondisi bahaya & menghadapi rasa takut b) Coping : prosedur untuk bertindak c) Proses penilaian : evaluasi terhadap coping Outcome nya berbeda2, menunjukan masing2 elemen memiliki pengalaman sendiri2 3. Sumber Stress Sumber2 Stress Merupakan potensi yang ada di lingkungan a) Sumber stres di dalam diri sendiri: kesakitan (illness), b) Sumber stress di dalam keluarga c) Sumber stress di dalam komunitas: contoh nya occupational stress Occupational Stress Setiap pekerjaan memiliki stress agent a) Lingkungan fisik yg terlalu menekan : bising, udara, penerangan dkk b) Kurang control yg dirasakan c) Kurangny hubungan interpersonal d) Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja: tdk mendapat promosi yang selayaknya diterima Sumber manajerial stress Sutherland & Cooper (1990) 1. Stressor yg berada dalam pekerjaan itu Pekerjaan adalah agen stress. sendiri Tuntutan pekerjaan yang tinggi dan 2. Konflik peran : kerja yg tidak jelas kebebasan mengambil keputusan yg rendah jobdesknya → sakit jantung 3. Masalah dlm hubungan dengan orang lain Pekerjaan yg ‘mengancam’ 4. Perkembangan karir: under/ over Mereka yg tdk punya peluang untuk bekerja promotion , keselamatan kerja di tempat lain → low self esteem & tekanan darah tinggi 5. Iklim dan struktur organisasi : budaya organisasi Pengangguran → sejalan dengan jantung, sirosis, dan bunuh diri → tingginya kadar 6. Konflik antara tuntutan kerja dan keluarga hormone stress dan ketidakberdayaan yg dipelajari. Tingkat keseriusan stresor Tidak semua mengalami PTSD , kenapa? Kejadian hidup mayor Adanya factor protektif (ketahanan dkk) Pertengkaran sehari2 Kejadian traumatis yang ekstrim → PTSD Note: kejadian traumatis yg ekstrim berhubungan dengan peranan kognisi seseorang (proses2 internal yg ada pd individu, yaitu bagaimana mereka memberi arti terhadap pengalaman mereka) Pendekatan Stress Perkembangan Hurrelman & Losel (1990) Jenis stressor paling penting di 3 tahap kehidupan yg utama: Setiap tahap perkembangan manusia 1. Kanak-kanak : banyak dipengaruhi oleh dihadapkan pd tuntutan lingkungan yg lingkungan keluarga. dalam tahap ini anak spesifik mengembangkan strategi coping Tahap perkembangan yang berbeda, stressor 2. Remaja: jenis kejadian lebih pribadi dan yg sama dapat mempunyai arti berbeda. sdkit melibatkan anggota keluarga. Meningkatnya perkembangan social Contoh : tingkatan kesakitan tgt pd keadaan mengubah orientasi individu sakit dan umur individu. Umur menjadi factor penting, kenapa? 3. Orang dewasa: tgt jenis tugasnya→ menjadi ortu, bekerja, pensiuan, kematian pasangan dan teman Note : pd akhirnya stressor ini akan mempengaruhi perkembangan itu individu 4. Pada situasi apa stress dapat mempengaruhi Kesehatan ? Pada situasi apa stress dapat mempengaruhi Kesehatan ? 1. Faktor2 yang mengubah pengalaman stress a) Variable dalam kondisi individu : umur, tahap kehidupan, jenis kelamin b) Karakteristik kepribadian c) Variabel social –kognitif (salah satunya adalah self efficacy) d) Hubungan dengan lingkungan social e) Strategi coping 2. Dukungan Sosial sebagai salah satu perubah stress Dukungan social telah menjadi banyak sorotan dihubungkan dengan stress dan Kesehatan Jenis dukungan social : a) Dukungan emosional : empati , kepedulian, perhatian b) Dukungan penghargaan : ungkapan hormat positif, dorongan maju, persetujuan , perbandingan positif, c) Dukungan instrumental: bantuan langsung seperti pinjaman d) Dujungan informatif : nasehat, saran, umpan balik 2. Dukungan Sosial sebagai salah satu perubah stress, (lanjut….) Hipotesis Penyangga → dukungan social mempengaruhi Kesehatan dengan melindungi orang itu terhadap efek negative dari stress yg berat. Orang yg memiliki dukungan social yg tinggi mungkin akan kurang menilai situasi penuh stress. Cntoh : dapat masalah lalu curhat Hipotesis “Efek Langsung” → duk sos bermanfaat bagi Kesehatan dan kesejahteraan tidak peduli banyaknya stresyg dialami orang. Cntoh: orang yg dukungan sosialnya tinggai memiliki penghargaan yang tinggi sehingga tidak mudah diserang stress Note : hubungan dukungan social dan Kesehatan itu sangat kompleks dan spesifik. Misalnya pda kasus kanker. Pada setiap fase penyakit kanker, pasien kanker membutuhkan dukungan social yg berbeda. 5. Model-model stres kesehatan Model-Model Stress Kesehatan 1. The direct Route 2. The personality Route 3. The interactive Route 4. The Health Behaviour Route 5. The Illness Behaviour Route 1. The Direct Route Stres dapat menghasilkan perubahan fisiologis dan psikologis yg menyebabkan berkembangnya suatu penyakit dan mempengaruhi Kesehatan. Perasaan stress dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan fisiologis seperti asma, penyakit kepala kronis, rematik artritis dan beberapa penyakit kulit. 2. The Personality Route Kepribadian mempengaruhi individu untuk mengalami stress, yang kemudian akan mempengaruhi kesakitan 3. The Interactive Route Mengarah pada ketidak-kekebalan yg ada sebelumnya baik psikologis maupun fisik Model ini menyatakan bahwa stress hanya dapat mengarah pada kesakitan hanya bagi orang yg mempunyai sifat mudah kena serang. Misal keluarga rentan kena infeksi, akan mempengaruhi persepsinya terhadap dirinya maupun terhadap situasi. 4. The Health Behaviour Route Stres dapat secara tidak langsung mempengaruhi kesakitan dengan cara mengubah pola perilaku individu. Contoh : stress membuat individu merokok atau bertambah konsumsi alcohol nya 5. The Illness behavior Route Stres dapat secara langsung mempengaruhi perilaku kesakitan seseorang tanpa menyebabkan penyakit. Contoh : orang menganggap gejala yg disebabkan oleh stress sebagai tanda kesakitan dirinya. Sehingga bisa berbaring sakit agar mendapat perhatian dan dispensasi. 6. Pengelolaan stress Pengelolaan Stress “… the way people cope with stress may be even more important to overall morale, social functioning and health/illness than the frequency and severity of episodes of stress themselves…” Rutter, 1983 Coping adalah “… suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun lingkungan) dengan sumber2 daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful…”(Sarafino & Taylor, 1991) Fungsi dan jenis coping Dibagi menjadi 2 (Sarafino, 1990) dalam Smet : 1. emotion Focused Coping : Mengatur respon emosionla terhadap stress. Bagaimana meniadakan fakta2 yg tidak menyenangkan. Ketika seseorang tidak mampu mengubah kondisi yang stressfull, individu akan cenderung untuk mengatur emosinya. 2. Problem Focused Coping : Untuk mengurangi stressor , individu akan mengatasi dengan mempelajari cara atau ketrampilan baru. Individu akan menggunakan strategi ini bila ia yakin akan dapat mengubah situasi. Metode ini sering digunakan pada orang Strategi coping menurut Taylor (1991) : 1. Konfrontasi 2. Mencari dukungan social 3. Merencanakan pemecahan masalah 4. Kontrol diri 5. Membuat jarak 6. Positif reappraisal 7. Menerima tanggung jawab 8. Lari (escape/ avoidance) Note Tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk semua situasi stress. Tidak ada strategi yang paling berhasil. Strategi coping yang paling berhasil adalah strategi yang sesuai dengan jenis stress dan situasi (Rutter, 1983). Keberhasilan coping lebih tergantung pada penggabungan strategi copingyang sesuai dengan ciri masing2 kejadian, daripada mencoba menemukan satu coping yang paling berhasil (Smet, 1994) Coping strategi apa yang kamu gunakan? Yuk Cek Stressfull event Strategy coping Berhasil Tidak berhasil evaluasi yang kamu lakukan Reduksi Potensi untuk Stress dan Pengelolaan Stress Beberapa aspek kehidupan manusia dapat mengurangi potensi berkembangnya stressor dan membantu individu mengatasi stress. Meningkatkan dukungan social Meningkatkan control pribadi Manajemen stress → focus pada pengurangan reaksi stress. Teknik pengelolaan stress dapat digunakan untuk mengurangi resiko penyakit jantung Perilaku Diet, Model Kognitif Perilaku Makan & Perhatian BB dan Peran Ketidakpuasan Serta Diet Tubuh CONTENTS 01 Apa itu diet sehat? 04 Model perkembangan perilaku makan Bagaimana pola makan Model kognitif perilaku 02 mempengaruhi kesehatan? 05 makan Perhatian berat badan dan Siapa yang makan 03 makanan sehat? 06 peran ketidakpuasan tubuh dan diet Simaklah video berikut : https://www.youtube.com/watch?v=OAdcSbyaOk4 https://www.youtube.com/watch?v=0nEMOMThRB8 PART ONE Apa itu Diet Sehat? Apa itu Diet Sehat? Deskripsi makan sehat cenderung menggambarkan makanan dalam hal kelompok makanan tertentu yang lebih luas dan rekomendasi untuk konsumsi relatif dari masing-masing kelompok sebagai berikut: PART TWO Bagaimana pola makan mempengaruhi kesehatan? Diet terkait dengan kesehatan dalam dua cara : Diet dan pengobatan Diet & onset penyakit penyakit Diet mempengaruhi kesehatan melalui berat Pemulihan kondisi pasien dapat melalui diet. badan seseorang dalam hal mencegah Contoh : Pada pasien obesitas, perawatan perkembangan eating disorder maupun terutama dikelola melalui intervensi berbasis obesitas. diet. Terdapat hubungan langsung antara diet dan Pasien yang didiagnosis dengan penyakit penyakit seperti penyakit jantung, kanker dan jantung atau setelah serangan jantung juga diabetes dianjurkan untuk mengubah gaya hidup dengan penekanan khusus pada berhenti merokok, meningkatkan aktivitas fisik mereka dan menerapkan pola makan yang sehat PART THREE Siapa yang makan makanan sehat? Siapa yang makan makanan sehat? Anak Dewasa Negara Barat>>Menekankan pengurangan Penelitian di Eropa asupan makanan dan penghindaran menjadi Wanita melakukan praktik makan yang lebih kelebihan berat badan. sehat daripada laki-laki. Negara berkembang>>malnutrisi jadi Praktik diet yang berbeda di seluruh negara- masalah yang mengakibatkan masalah fisik negara Eropa yang berbeda. Misalnya dan kognitif dan resistensi yang buruk perbedaan dalam konsumsi daging, sayur, terhadap penyakit akibat penurunan asupan garam dan lemak di masing-masing wilayah energi dan zat gizi mikro berbeda Lansia Lansia melaporkan pola makan yang kurang vitamin, terlalu rendah energi dan memiliki kandungan gizi yang buruk. PART FOUR Model perkembangan perilaku makan Model perkembangan perilaku makan Pendekatan perkembangan untuk perilaku makan menekankan pentingnya belajar dan pengalaman dan berfokus pada pengembangan preferensi makanan di masa kanak-kanak. Perkembangan preferensi makanan dapat dipahami dalam exposure, pembelajaran sosial dan pembelajaran asosiatif Exposure Manusia perlu mengkonsumsi berbagai makanan untuk memiliki pola makan yang seimbang. Rasa takut dan menghindari bahan makanan baru (novel foodstuff) disebut neofobia. Neofobia seringkali terjadi pada anak, sehingga mereka perlu dikenalkan dengan exposure makanan-makanan baru. Exposure makanan baru, dapat merubah preferensi anak-anak, agar anak dapat menerima makanan tertentu. Neofobia berkurang seiring bertambahnya usia Pembelajaran Sosial Pembelajaran sosial menggambarkan dampak mengamati perilaku orang lain pada diri sendiri perilaku dan kadang-kadang disebut sebagai 'modelling' atau 'pembelajaran observasional’. Sikap terhadap makanan dan perilaku makan orang tua/ pengasuh merupakan titik sentral proses social learning. Faktor pembelajaran sosial merupakan titik penting pilihan tentang makanan. Orang tua/ pengasuh dan media yang menawarkan informasi baru, menyajikan model peran dan menggambarkan perilaku dan sikap yang dapat diamati dan dimasukkan ke dalam perilaku individu itu sendiri Penelitian : eksperimen memilih model. Model yang dipilih adalah anak-anak lain, orang dewasa yang tidak dikenal, dan tokoh fiksi. Hasilnya menunjukkan perubahan yang lebih besar dalam preferensi makanan anak jika modelnya adalah anak yang lebih tua, teman, atau tokoh fiksi. Pembelajaran Asosiatif Pembelajaran asosiatif mengacu pada dampak faktor kontingen pada perilaku yang dapat dianggap sebagai penguat sejalan dengan pengkondisian operan. Menghargai perilaku makan: 'jika kamu makan sayuran, mama akan senang' Makanan sebagai hadiah: 'jika kamu berperilaku baik, kamu dapat kue'. Asosiasi antara makanan dan penghargaan menyoroti peran kontrol orang tua atas perilaku makan. Makanan dan konsekuensi fisiologis: keengganan makan setelah mendapatkan konsekuensi negatif gastrointestinal. Misalnya, keengganan terhadap kerang bisa dipicu setelah satu kasus sakit perut setelah konsumsi kerang. PART FIVE Model kognitif perilaku makan Model kognitif perilaku makan Pendekatan kognitif untuk perilaku makan berfokus pada kognisi individu dan mengeksplorasi sejauh mana kognisi memprediksi dan menjelaskan perilaku. Menggunakan TRA dan TPB Beberapa penelitian yang menggunakan pendekatan kognitif sosial terhadap perilaku makan telah difokuskan pada memprediksi niat untuk mengkonsumsi makanan tertentu. sikap adalah prediktor yang lebih baik daripada norma subjektif peran kontrol perilaku yang dirasakan dalam memprediksi perilaku terutama dalam kaitannya dengan penurunan berat badan Penelitian sikap yang dijelaskan sejauh ini mengkonseptualisasikan individu sebagai memegang pandangan positif atau negatif terhadap objek tertentu. Dalam hal perilaku makan itu adalah berasumsi bahwa orang menyukai atau tidak menyukai makanan tertentu dan bahwa sikap sarat nilai ini memprediksi asupan makanan. Model kognitif perilaku makan Penelitian dari perspektif kognitif (yang menjelaskan 3 faktor : situation outcome expectancies, outcome expectancies & self efficacy) mengasumsikan bahwa perilaku adalah konsekuensi dari pemikiran rasional dan mengabaikan peran pengaruh. Emosi seperti ketakutan (berat badan bertambah, penyakit), kesenangan (atas kesuksesan yang layak diobati) dan rasa bersalah (tentang makan berlebihan) mungkin berkontribusi terhadap perilaku makan. Beberapa model kognitif menggabungkan pandangan orang lain dalam bentuk konstruk 'norma subjektif’. Menurut teori social kognisi, peran orang lain tidak terlalu memainkan peranan penting perilaku makan. PART SIX Perhatian berat badan dan peran ketidakpuasan tubuh dan diet Apa itu ketidakpuasan tubuh? Ketidakpuasan tubuh dapat dikonseptualisasikan sebagai perbedaan antara persepsi individu tentang ukuran tubuh mereka dan ukuran tubuh mereka yang sebenarnya, perbedaan antara persepsi mereka tentang ukuran sebenarnya mereka dibandingkan dengan ukuran ideal mereka, atau hanya sebagai perasaan ketidakpuasan dengan ukuran dan bentuk tubuh. Faktor Penyebab Ketidakpuasan Tubuh : Faktor Sosial Faktor Psikologis Peran media Beliefs Etnis Hubungan ibu Kelas sosial dan anak Keluarga perempuan Peran kontrol Diet Ketidakpuasan tubuh secara konsisten terkait dengan diet dan berusaha untuk makan lebih sedikit. Diet dan mengurangi makan Makan yang terkendali bertujuan untuk mengurangi asupan makanan dan beberapa penelitian telah menemukan bahwa kadang-kadang tujuan ini berhasil. Diet dan makan berlebihan Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa tingkat yang lebih tinggi dari menahan makan berhubungan dengan peningkatan asupan makanan. THANKS H E L L O S U M M E R Screening Kesehatan CONTENT Bentuk pencegahan untuk meningkatkan kesehatan : Mengacu pada modifikasi faktor risiko (seperti merokok, diet, Pencegahan asupan alkohol) sebelum onset penyakit. Promosi kesehatan yang baru-baru ini dikembangkan kampanye Primer adalah bentuk pencegahan primer. Mengacu pada intervensi yang ditujukan untuk mendeteksi Pencegahan penyakit pada tahap perkembangan tanpa gejala sehingga perkembangannya dapat dihentikan atau terhambat. Sekunder Skrining merupakan salah satu bentuk pencegahan sekunder. Pencegahan Mengacu pada rehabilitasi pasien atau intervensi pengobatan sekali penyakit telah memanifestasikan dirinya. Tersier Program skrining (pencegahan sekunder) berupa pemeriksaan kesehatan. Tujuan skrining : untuk mendeteksi masalah tanpa gejala yang nampak. Skrining primer : skrining dapat menemukan risiko penyakit. Misalnya, skrining serviks dapat mendeteksi sel-sel prakanker yang menempatkan individu pada risiko kanker serviks Skrining sekunder : skrining dapat mendeteksi penyakit itu sendiri. Misalnya, mammogram dapat menemukan kanker payudara, Jenis screening : skrining oportunistik, yang melibatkan penggunaan waktu ketika seorang pasien terlibat dengan layanan medis untuk mengukur aspek kesehatan. Misalnya, ketika melihat pasien sakit tenggorokan, dokter umum mungkin memutuskan untuk juga periksa tekanan darah mereka Skrining populasi, yang melibatkan pengaturan layanan khusus ditujukan untuk mengidentifikasi masalah. Misalnya, program saat ini melibatkan skrining serviks dan skrining payudara. Screening sebagai alat sebagai metode hemat biaya untuk mencegah penyakit menyediakan statistik tentang prevalensi dan insiden berbagai gangguan dan penyakit. Pedoman untuk dilakukan screening Wilson (1965) menguraikan serangkaian kriteria screening : Penyakit harus cukup lazim dan/atau cukup serius untuk ditangani secara dini deteksi yang sesuai. Penyakit harus didefinisikan dengan cukup baik untuk memungkinkan diagnosis yang akurat. Harus ada kemungkinan (atau probabilitas) bahwa penyakit itu ada dan tidak terdiagnosis di banyak kasus (yaitu bahwa penyakit ini tidak begitu bermanifestasi dengan gejala untuk mempercepat diagnosis hampir tak terelakkan). Harus ada hasil yang bermanfaat dari diagnosis dini dalam hal pengobatan penyakit atau pencegahan komplikasi. Harus ada tes skrining yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik dan nilai prediksi yang cukup positif dalam populasi yang akan disaring. Faktor Psikologis Untuk Mengikuti Screening Faktor Faktor pasien profesional kesehatan keyakinan terhadap demografis profesional kesehatan perilaku bersama keyakinan dengan pasien faktor emosional faktor konstektual Faktor Pasien Faktor demografis Jenis kelamin dan usia mempengaruhi individu untuk mengikuti screening penyakit Keyakinan kesehatan Bish et al. (2000) TPB adalah prediktor yang lebih baik dari niat perilaku tetapi tidak ada model yang berhasil memprediksi follow up pelaksanaan screening scr aktual Pakenham dkk. (2000) juga menggunakan model kepercayaan kesehatan dalam hubungannya dengan pengetahuan dan variabel sosiodemografi untuk memprediksi kehadiran kembali untuk screening mamografi. Faktor emosional kecemasan, ketakutan, ketidakpastian dan perasaan tidak senonoh juga telah terbukti berhubungan dengan pelaksanaan screening individu. Faktor kontekstual. Smith dkk. (2002) menunjukkan bahwa wanita sering menunjukkan keyakinan yang kompleks dan terkadang kontradiktif tentang status risiko mereka untuk penyakit yang berhubungan dengan faktor-faktor seperti prevalensi dalam keluarga, ukuran keluarga. Faktor Profesional Kesehatan Keyakinan terhadap profesional kesehatan keyakinan pada efektivitas skrining waktu yang dihabiskan untuk skrining terampil menggunakan dan menganalisis tes Perilaku bersama dengan pasien sikap dokter yg objektif dan partisipasi aktif dokter komunikatif Efek skrining pada keadaan psikologis individu Screening menyebabkan keterkejutan, kecemasan, depresi Gejala sisa psikologis ini dapat menjadi hasil dari berbagai tahap yang berbeda dari proses penyaringan: Penerimaan undangan penyaringan. mempengaruhi perilaku individu, tetapi juga keadaan psikologis (kecemasan) mereka. Penerimaan hasil negatif. hasil negatif dapat menciptakan rasa aman atau tidak ada perubahan kecemasan Orang mungkin tidak diyakinkan oleh hasil negatif karena dua alasan. Pertama, mereka mungkin memegang keyakinan tentang penyebab penyakit yang tidak secara langsung memetakan ke penyebab menjadi untuk diuji. Kedua, mereka mungkin menunjukkan kurangnya keyakinan dalam ujian itu sendiri. Efek skrining pada keadaan psikologis individu Gejala sisa psikologis ini dapat menjadi hasil dari berbagai tahap yang berbeda dari proses penyaringan: Penerimaan hasil positif. hasil positif dapat terkait dengan berbagai emosi negatif mulai dari khawatir hingga kecemasan dan terkejut dan depresi. setelah diagnosis, wanita mengalami tingkat pikiran mengganggu, penghindaran dan tingkat kemarahan yang tinggi. Selain itu, diagnosa mempengaruhi citra tubuh dan seksualitas mereka. Efek dari intervensi selanjutnya. diagnosis berikut skrining adalah faktor yang menciptakan kesusahan dan selanjutnya pengobatan dianggap sebagai intervensi yang konstruktif dan berguna. Adanya program penyaringan. keberadaan program skrining dapat mempengaruhi keyakinan sosial tentang apa yang sehat dan dapat mengubah sikap masyarakat terhadap kondisi yang diskrining Thank YOU

Use Quizgecko on...
Browser
Browser