Modul Belajar Mandiri Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Pengelolaan Keuangan Negara PDF
Document Details
2024
Tim Pusdiklat Kepemimpinan dan Manajerial
Tags
Summary
Modul belajar mandiri membahas pengelolaan keuangan negara di Indonesia. Materi ini mencakup pengertian, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), pengelolaan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta pengawasan dan pertanggungjawaban APBN. Modul ini dirancang untuk pegawai di Kementerian Keuangan.
Full Transcript
2024 MODUL BELAJAR MANDIRI UJIAN PENYESUAIAN KENAIKAN PANGKAT PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DISUSUN OLEH: Tim Pusdiklat Kepemimpinan dan Manajerial DAFTAR ISI Halaman 3 Daftar Audio...
2024 MODUL BELAJAR MANDIRI UJIAN PENYESUAIAN KENAIKAN PANGKAT PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DISUSUN OLEH: Tim Pusdiklat Kepemimpinan dan Manajerial DAFTAR ISI Halaman 3 Daftar Audio Bab 1 5 Pendahuluan Bab 2 6 Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara Bab 3 11 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bab 4 28 Pengelolaan Pendapatan Negara dan Hibah Bab 5 35 Pengelolaan Belanja Pemerintah dan Pembiayaan Defisit Anggaran Bab 6 43 Pengawasan atas Pelaksanaan APBN dan Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 51 Daftar Pustaka Pengelolaan Keuangan Negara 2 DAFTAR AUDIO * Silakan klik pengisi suara untuk mendengarkan audio Dengarkan langsung seluruh Audio Bab 1 Bab 2 Pendahuluan & Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara Fadricha Ayunira Gita Savitri DJP Bab 3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bagian 1 Bagian 2 Juditha Madyasasi Tantria Kusumawardhani BPPK DJP Pengelolaan Keuangan Negara 3 Bab 4 Pengelolaan Pendapatan Negara dan Hibah Nurul Putri Rakhmawati BKF Bab 5 Pengelolaan Belanja Pemerintah dan Pembiayaan Defisit Anggaran Diah Nofita Rini BPPK Bab 6 Pengawasan atas Pelaksanaan APBN dan Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Rahmat DJPB Pengelolaan Keuangan Negara 4 Bab 1 Pendahuluan Pengelolaan Keuangan Negara adalah pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap sumber-sumber keuangan berupa pendapatan negara, terhadap belanja negara dan sumber keuangan untuk menutupi membiayai kekurangan yang mungkin timbul. Pendapatan negara bisa berasal dari berbagai sumber yakni dari pajak dan bukan pajak yang menurut peraturan perundangan memang menjadi wewenang Pemerintah. Belanja Pemerintah pada hakikatnya dilakukan dalam rangka melaksanakan fungsinya menyejahterakan masyarakat. Sedangkan, sumber-sumber keuangan untuk pembiayaan pembangunan dapat berasal dari utang atau sumber lainnya. Karena wewenang dan fungsi Pemerintah dibatasi oleh peraturan perundangan, maka materi yang akan diuraikan dalam bahan ajar ini juga mencakup pembatasan-pembatasan seperti itu, misalnya persetujuan dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak legislatif. Dengan demikian, pertanggungjawaban keuangan yang dikelola oleh Pemerintah diharapkan sesuai dengan koridor peraturan, selain aspek-aspek transparansi dan akuntabilitas. Isi bahan ajar ini mencakup pokok bahasan tentang maksud dan tujuan pengelolaan keuangan negara secara umum dan kemudian diikuti dengan pokok bahasan pengelolaan APBN yang mencakup pengelolaan pendapatan, pengelolaan belanja dan pengelolaan pembiayaan untuk menutup defisit anggaran. Di bagian akhir bahan ajar diuraikan pokok bahasan pengawasan dan pertanggungjawaban APBN. Setiap pegawai di Kementerian Keuangan selayaknya memahami dasar-dasar pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Pemerintah, dengan segala keterbatasannya, karena Kementerian Keuangan mempunyai posisi strategis dalam pengelolaan keuangan negara, yakni sebagai Chief Financial Officer. Pengelolaan Keuangan Negara 5 Bab 2 Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara A. Pengertian Keuangan Negara menurut peraturan perundangan Keuangan negara, jika dilihat dari sisi teori, bisa mengandung beberapa pengertian, tetapi pengertian yang diuraikan dalam bahan ajar ini dibatasi pada pengertian-pengertian seperti diatur dalam peraturan perundangan di bidang keuangan negara. Sesuai dengan yang diuraikan dalam Undang-Undang Keuangan Negara (UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara), yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu - baik berupa uang maupun berupa barang - yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kemudian, dalam penjelasan dalam Undang-Undang tersebut, diuraikan secara lengkap bahwa: 1. Objek dari keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal dan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 2. Subjek keuangan negara adalah seluruh objek keuangan negara yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah dan badan hukum publik lainnya. 3. Menurut prosesnya, keuangan negara merupakan seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang dimulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. 4. Tujuan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek keuangan negara tersebut dimaksudkan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan negara. B. Bidang Pengelolaan Keuangan Negara Berdasarkan pengertian keuangan negara dengan pendekatan objek, terlihat bahwa hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang diperluas cakupannya, yaitu termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Dengan demikian, bidang pengelolaan keuangan negara dapat dikelompokkan dalam: subbidang pengelolaan fiskal, subbidang pengelolaan moneter, dan subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Pengelolaan Keuangan Negara 6 Subbidang Pengelolaan Fiskal mengandung pengertian segala kegiatan yang mencakup penerimaan dan pengeluaran uang yang dilakukan oleh Pemerintah. Tujuan kebijakan fiskal mencakup alokasi sumber dana keuangan, distribusinya dan stabilisasi ekonomi, yakni mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja dan kestabilan harga-harga umum. Penjelasan lebih lanjut akan diuraikan dalam materi di bab- bab berikutnya. Subbidang Pengelolaan Moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah di bidang keuangan yang berkenaan dengan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat, ketetapan mengenai cadangan wajib bank, tingkat diskonto, kebijakan pengendalian kredit dan kebijakan pasar terbuka, termasuk kurs valuta asing. Kebijakan moneter ini dalam prakteknya dilakukan oleh Bank Indonesia. Tujuan kebijaksanaan moneter secara umum adalah: 1. Menyesuaikan jumlah uang yang beredar di masyarakat; 2. Mengarahkan penggunaan uang dan kredit sedemikian rupa sehingga nilai rupiah dapat dipertahankan kestabilannya; 3. Menyediakan kredit dengan suku bunga rendah untuk mendorong produsen untuk meningkatkan kegiatan produksi; 4. Menyediakan tingkat lapangan kerja tertentu; 5. Mengusahakan agar kebijakan moneter dapat dilaksanakan tanpa memberatkan beban keuangan negara dan masyarakat. Subbidang Pengelolaan Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen keuangan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan yang seluruh atau sebagian modal atau sahamnya dimiliki oleh negara, atau sering disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Kekayaan negara yang dipisahkan ini dikelola secara berbeda, sehingga hubungan dengan APBN bukan hubungan langsung, tetapi tidak langsung, misalnya dalam hal Pemerintah menyertakan tambahan modal dalam BUMN atau dalam hal adanya setoran bagian laba BUMN untuk Pemerintah merupakan pos-pos pembiayaan APBN. C. Tujuan Pengelolaan Keuangan Negara Menurut Musgrave, keuangan negara tidak hanya berhubungan dengan uang masuk sebagai penerimaan negara dan uang keluar sebagai belanja negara. Keuangan negara juga berhubungan dengan fungsi alokasi sumber-sumber ekonomi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi, termasuk pertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. Dengan demikian tujuan Pengelolaan Keuangan Negara adalah: Pengelolaan Keuangan Negara 7 1. Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Keuangan negara, melalui penerimaan/pendapatan dan pengeluaran/belanja negara dapat mempengaruhi bekerjanya mekanisme harga. Pungutan pajak kepada masyarakat di satu titik akan meningkatkan penerimaan negara, namun di lain pihak akan mengurangi daya beli masyarakat sehingga mengurangi permintaan masyarakat. Sebaliknya, belanja Pemerintah, yang digunakan untuk membeli barang dan jasa dari masyarakat, akan mendorong ekonomi masyarakat dan kemudian akan menambah daya beli masyarakat. Lalu, bagaimana hubungan antara penerimaan negara dengan belanja negara seperti yang dikelola dalam APBN? Apabila penerimaan negara melebihi pengeluaran negara, yang berarti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mengalami surplus. Surplus berarti penerimaan negara cukup untuk mendanai belanja Pemerintah, namun di lain pihak akan mengurangi daya beli masyarakat (karena beban pajak yang tinggi) dan terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Sebaliknya, apabila pengeluaran lebih besar dari penerimaannya, yang berarti APBN defisit, defisit akan menambah daya beli masyarakat lebih besar. Apabila permintaan masyarakat atas barang dan jasa melebihi penawarannya, harga-harga barang dan jasa akan naik atau terjadi inflasi dan jika penawaran lebih besar dari permintaannya maka harga-harga akan turun atau deflasi. 2. Menjaga stabilitas ekonomi APBN dapat juga digunakan sebagai alat untuk mengatasi inflasi dan deflasi, serta untuk memelihara stabilisasi perekonomian dengan cara melakukan defisit APBN atau surplus APBN. Dengan demikian tugas dan fungsi negara menjadi lebih penting karena tidak sekedar menyelenggarakan pertahanan dan keamanan, menyelenggarakan peradilan dan menyediakan barang publik semata, namun juga menjaga kestabilan perekonomian. 3. Merealokasi sumber-sumber ekonomi Pendapat Keyness kemudian dikembangkan oleh Richard Musgrave. Dalam bukunya yang berjudul ”The Theory of Public Finance”, Musgrave menyatakan bahwa tugas dan fungsi negara meliputi: realokasi sumber-sumber daya ekonomi, redistribusi pendapatan, dan stabilisasi. Realokasi sumber-sumber ekonomi dilakukan dengan memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang terbatas secara optimal. Apabila sumber daya yang ada di masyarakat tersebut tidak terdistribusikan secara optimal akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam perekonomian negara. 4. Mendorong Re-distribusi Pendapatan Melalui kebijakan fiskal dalam APBN, Pemerintah dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan agar tidak terjadi kesenjangan antara golongan masyarakat kaya dan golongan masyarakat miskin secara mencolok. Untuk menciptakan keadilan, Pemerintah akan mengenakan pajak yang lebih banyak kepada kelompok masyarakat yang lebih mampu (ability to pay principle) dan mengalokasikannya dalam bentuk pengeluaran/belanja negara yang berpihak kepada masyarakat yang kurang mampu (pro poor). Pengelolaan Keuangan Negara 8 D. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan Pemerintahan. Dalam melaksanakan mandat Undang-Undang ini, fungsi pemegang kekuasaan umum atas pengelolaan keuangan negara tersebut dijalankan dalam bentuk: 1. selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan Negara yang dipisahkan dikuasakan kepada Menteri Keuangan 2. selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga negara dikuasakan kepada masing-masing menteri/pimpinan lembaga 3. penyerahan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala Pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili Pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4. kekuasaan di bidang fiskal tidak termasuk kewenangan di bidang moneter. Untuk mencapai stabilitas nilai rupiah, penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh Bank Sentral, yakni Bank Indonesia yang tunduk pada peraturan perundangan di bidang moneter. Adapun kekuasaan yang dimaksud selanjutnya sebagai berikut: 1. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan; 2. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya 3. Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala Pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili Pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) yang berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. Para menteri dan pimpinan lembaga negara pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) yang berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan Pemerintahan sesuai bidang tugas dan fungsi masing-masing. Pembagian kewenangan yang jelas, dalam pengelolaan keuangan negara antara Menteri Keuangan dan menteri teknis tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan terlaksananya mekanisme saling uji (check and balance) dan jaminan atas kejelasan akuntabilitas Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara dan Menteri Teknis sebagai Pengguna Anggaran. Selain itu, pembagian kewenangan ini memberikan fleksibilitas bagi menteri teknis, sebagai pengguna anggaran, untuk mengatur penggunaan anggaran kementeriannya secara efisien dan efektif dalam rangka optimalisasi kinerja kementeriannya untuk menghasilkan output yang telah ditetapkan, karena kementerian teknis yang paling memahami operasional kebijakan sektor-sektor yang menjadi bidangnya. Pengelolaan Keuangan Negara 9 Undang-Undang No 17 tahun 2003 ini juga mengatur tentang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah yakni dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah. E. Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara Agar tujuan pengelolaan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek keuangan negara dapat memberikan daya dukung penyelenggaraan Pemerintahan negara yang optimal, keuangan negara dikelola berdasarkan asas umum sebagai berikut: 1. Tahunan yang membatasi berlakunya anggaran untuk satu tahun anggaran. DIPA berlaku mulai 1 Januari s.d. 31 Desember dimana seluruh penerimaan dan pengeluaran negara baru bisa dilakukan pada periode tersebut. Seluruh tagihan pada tahun yang bersangkutan hanya bisa dibebankan pada DIPA tahun yang bersangkutan tersebut. 2. Universalitas yang menghendaki agar setiap pengeluaran negara/daerah dan penerimaan negara/daerah harus berdasarkan dan dimasukkan dalam APBN/APBD. Dana non-budgeter tidak diperkenankan. 3. Kesatuan yaitu semua pendapatan dan belanja negara/daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran (unified budget) dan tidak lagi dikelompokkan dalam anggaran rutin dan anggaran pembangunan. 4. Spesialitas yaitu kredit anggaran yang tersedia harus dirinci dan jelas peruntukannya. 5. Akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara, karena pada dasarnya setiap sen uang negara adalah uang rakyat, dan akuntabilitas ini harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Profesionalitas, yang berarti mengutamakan keahlian dan kompetensi yang berlandaskan kode etik dan ketentuan perundang-undangan. 7. Proporsionalitas, yakni asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara. 8. Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak-hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. 9. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, yang dalam praktiknya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPKRI). Pengelolaan Keuangan Negara 10 Bab 3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara A. Pengertian APBN Membahas pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perlu dimulai dari pengertian anggaran negara. Anggaran adalah suatu rencana keuangan yang merupakan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dimasa yang akan datang, sedangkan anggaran negara berarti rencana keuangan yang disusun dan dilaksanakan oleh Pemerintah. Anggaran negara menjadi sangat penting, karena rencana tersebut merupakan keputusan politik antara Pemerintah dan badan legislatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga apa yang tercantum dalam anggaran pendapatan, anggaran belanja dan anggaran pembiayaan merupakan hasil perhitungan yang kemudian merupakan kebijakan politik yang menyangkut keuangan negara. Anggaran negara juga bisa dipandang sebagai alat pengendalian keuangan negara, karena merupakan batas- batas yang diatur dalam perundangan. Kebijakan yang tercantum dalam anggaran negara mencakup kebijakan fiskal dan moneter. Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003 menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pada dasarnya, APBN mengandung perkiraan jumlah pendapatan, perkiraan jumlah belanja dan perkiraan pembiayaan. APBN disusun oleh Pemerintah dengan tujuan dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada Pemerintah. UU Nomor 17 tahun 2003 antara lain menyatakan bahwa pihak yang menyiapkan rancangan APBN adalah Pemerintah yang kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapat persetujuan. Dalam prakteknya, RUU APBN itu setelah disetujui oleh DPR baru dinyatakan berlaku setelah disahkan oleh Presiden. B. APBN dan Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang otoritas utamanya berada di tangan Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Keuangan. Hal tersebut diatur dalam dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa presiden memberikan kuasa pengelolaan keuangan dan kekayaan negara kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil Pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Instrumen utama dalam pengelolaan kebijakan fiskal tercermin dalam kebijakan APBN yang dituangkan dalam UU APBN yang disusun oleh Pemerintahdan disahkan oleh DPR setiap tahun. Pengelolaan Keuangan Negara 11 Kebijakan fiskal sering didefinisikan sebagai pengelolaan anggaran Pemerintah untuk mempengaruhi suatu perekonomian, termasuk kebijakan perpajakan (pendapatan negara) yang dipungut dan dihimpun, pembayaran transfer, pembelian barang-barang dan jasa-jasa oleh Pemerintah (belanja Pemerintah), serta ukuran defisit dan pembiayaan anggaran, yang mencakup semua level Pemerintahan. Kebijakan fiskal juga dapat diartikan sebagai langkah-langkah Pemerintah untuk mengelola pengeluaran (belanja) dan perpajakan (penerimaan negara) atau penggunaan instrumen- instrumen fiskal untuk mempengaruhi bekerjanya sistem ekonomi agar memaksimumkan kesejahteraan rakyat. 1. Fungsi Kebijakan Fiskal Pemerintah terkadang memfokuskan pada tujuan-tujuan yang lebih spesifik agar dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi (Tanzi, 1991). Tujuan spesifik tersebut misalnya: 1. Koreksi atas ketidakseimbangan perekonomian yang antara lain ditandai dengan inflasi dan tingkat pengangguran yang tinggi; 2. Stimulasi terhadap pertumbuhan ekonomi, dan 3. Redistribusi pendapatan untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan antar warga negara. Dengan berbagai tujuan spesifik tersebut, maka secara bersamaan terdapat kebijakan fiskal jangka pendek atau stabilisasi, dan kebijakan fiskal jangka panjang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam kenyataan, kebanyakan dari langkah-langkah kebijakan fiskal jangka pendek juga mempunyai konsekuensi jangka panjang, dan dengan cara yang sama berbagai langkah kebijakan fiskal jangka panjang juga mempunyai implikasi-implikasi jangka pendek. Berdasarkan berbagai tujuan tersebut, terdapat tiga aktivitas utama dari otoritas fiskal yang mencerminkan fungsi-fungsi spesifik dari kebijakan fiskal. Ketiga fungsi spesifik dari kebijakan fiskal itu adalah fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi (Musgrave, 1959). Ketiga fungsi kebijakan fiskal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Stabilisasi Fungsi stabilisasi terkait dengan tanggung jawab untuk menjamin perekonomian tetap pada kesempatan kerja penuh (full employment) dengan harga yang stabil. Kebijakan perekonomian diarahkan untuk menjaga agar kondisi ekonomi stabil sehingga memberi kesempatan perekonomian dapat terus tumbuh tanpa ada gangguan yang berarti.Pertumbuhan ekonomi sebuah negara mencerminkan peningaktan kesejahteraan warga negara secara umum. 2) Alokasi Pemerintah melakukan intervensi terhadap perekonomian dalam mengalokasikan sumber daya ekonominya. Intervensi Pemerintah ini dapat dilakukan dengan secara langsung membeli barang-barang atau melakukan belanja negara seperti pertahanan, pendidikan, pembangunan infrastruktur. Belanja tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan selanjutnya kesejahteraan rakyat. Disisi lain Pemerintah juga membuat kebijakan yang secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian dengan melakukan pungutan berbagai pajak dan pemberian subsidi-subsidi, yang mendorong berbagai aktivitas ekonomi atau menghambat aktivitas-aktivitas ekonomi yang perlu dikendalikan Pengelolaan Keuangan Negara 12 3) Distribusi Fungsi distribusi berkaitan dengan bagaimana Pemerintah dengan kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Hasil-hasil pembangunan yang dibiayai APBN diharapkan dapat didistribusikan secara merata, dan rakyat merasakan keadilan sosial bagi semua. Kebijakan terkait perpajakan (memungut pajak dari si kaya) dan memberikan subsidi bagi si miskin merupakan salah satu contoh yang paling nyata fungsi APBN terkait distribusi pendapatan. Dalam kondisi krisis fungsi kebijakan fiskal terlihat dengan jelas ketika meminimalisir volatilitas atau fluktuasi siklus bisnis, dimana fungsi stabilisasi sangat dibutuhkan perekonomian. Tujuan utama dari fungsi stabilisasi kebijakan fiskal adalah memelihara tingkat pendapatan nasional aktual mendekati potensialnya. Dengan tujuan seperti itu, maka “kebijakan stabilisasi” seringkali dimaknai sebagai manipulasi dari permintaan agregat agar pada saat yang sama mencapai full employment dan stabilitas harga (price stability). Dalam kerangka fungsi stabilisasi tersebut diatas, kebijakan fiskal dipandang sebagai alat yang sangat ampuh dalam membantu memperkecil siklus bisnis. Mengingat sumber penyebab terjadinya fluktuasi ekonomi jangka pendek berasal dari guncangan permintaan agregat dan penawaran agregat, maka usaha untuk mengendalikan fluktuasi siklus bisnis seharusnya dilakukan dengan mengendalikan permintaan agregat dan penawaran agregat melalui berbagai instrumen kebijakan ekonomi makro, baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal yang tepat. Kebijakan-kebijakan ini mempengaruhi siklus bisnis, sehingga sangat berpotensi menstabilkan perekonomian dari berbagai fluktuasi siklus bisnis jika dilaksanakan secara baik, tepat, akurat, dan prudent. Sebaliknya, jika kebijakan-kebijakan tersebut tidak dijalankan dan dikelola dengan baik, justru akan dapat menciptakan masalah baru pada ketidakstabilan ekonomi yang bukan tidak mungkin bahkan akan lebih buruk lagi. Kebijakan fiskal bekerja dengan dua langkah kebijakan (policy measures) dalam membantu upaya menstabilkan siklus bisnis atau fluktuasi ekonomi (IMF, WEO, 2008), yaitu: 1. Melalui stabilisator otomatis (automatic stabilizer), yang muncul dari bagian sistem fiskal yang secara alamiah berbeda dengan perubahan pada kegiatan ekonomi. 2. Melalui kebijakan fiskal diskresioner, yang melibatkan perubahan aktif pada kebijakan yang berdampak pada pengeluaran Pemerintah, pajak dan transfer, dan sering dilakukan untuk alasan di luar stabilisasi. Pengelolaan Keuangan Negara 13 Oleh karena itu, dalam menilai dampak kebijakan fiskal atau posisi anggaran dalam merespon siklus bisnis atau fluktuasi ekonomi, baik dalam masa booming ataupun pada masa resesi, perlu pembedaan antara sifat-sifat otomatis yang melekat pada sistem fiskal (baik pajak maupun belanja) yang dikenal sebagai “automatic stabilizers” (stabilisator otomatis) dengan “discretionary actions” (tindakan-tindakan diskresioner) atau “fiscal impulse” (impuls fiskal). Stabilisator atau perubahan-perubahan otomatis adalah perubahan-perubahan dalam pengeluaran Pemerintah (G) dan atau penerimaan pajak (T) yang merupakan hasil dari fleksibilitas otomatis dari sistem fiskal (the built-in flexibility of the fiscal system). Sebagai contoh, ketika pendapatan menurun dan perekonomian berada dalam resesi, penerimaan pajak secara otomatis menurun dan pengeluaran Pemerintah untuk belanja bantuan sosial, kompensasi pengangguran secara otomatis meningkat. 2. Instrumen Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi untuk mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran Pemerintah. Analog dengan cara kerja kebijakan moneter dalam mengatur jumlah uang beredar, kebijakan fiskal mengatur pendapatan dan belanja Pemerintah, sedangkan bila kebijakan moneter dengan mengelola permintaan-penawaran uang. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran Pemerintah yang tertuang dalam APBN sebagai suatu rencana operasi keuangan Pemerintah. 1. Peningkatan penerimaan karena perubahan tarif pajak akan berpengaruh pada ekonomi; 2. Pengeluaran Pemerintah akan berpengaruh pada stimulasi pada perekonomian melalui dampaknya terhadap sisi pengeluaran agregat, 3. Politik anggaran (surplus, berimbang, atau defisit) sebagai respon atas suatu kondisi,serta 4. Strategi pembiayaan dan pengelolaan hutang. Kebijakan APBN Indonesia diarahkan kepada balanced budget over cycle yaitu kondisi APBN yang secara rata-rata menuju seimbang selama suatu periode jangka panjang siklus ekonomi. Untuk mewujudkan balanced budget over cycle tersebut, kebijakan fiskal seyogyanya harus dapat berfungsi sebagai stabilisator bagi perekonomian, dan atau bersifat kontra-siklis (countercyclical) yang ditandai dengan: 1. Pada saat ekonomi sedang dalam masa boom, Pemerintah dapat menjalankan Surplus Anggaran, 2. Sebaliknya, pada saat resesi/krisis, Pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal melalui stimulus fiskal, dengan menjalankan Anggaran Defisit, serta 3. Secara overall, dalam satu periode siklus anggaran jangka menengah, APBN mengarah menjadi Berimbang. Pengelolaan Keuangan Negara 14 Sebagai Fiscal Policy Tools (Alat Kebijakan Fiskal), APBN yang sehat adalah APBN yang berkesinambungan, yang ditunjukkan oleh: 1. Defisit yang terkendali menuju seimbang atau surplus, 2. Keseimbangan primer terjaga positif,serta 3. Rasio yang cenderung menurun (benchmark rasio hutang terhadap PDB menurut World Bank maksimal 60%). Idealnya, APBN mempunyai perangkat penyesuaian otomatis terhadap siklus bisnis (automatic adjustment tools). APBN adalah instrumen fiskal utama yang digunakan untuk mencapai kemakmuran rakyat melalui: 1. Penciptaan stabilitas ekonomi, 2. Penyediaan barang publik dan peningkatan kualitas pelayanan dasar, 3. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, 4. Perlindungan terhadap kelompok miskin, serta 5. Pengembangan ekonomi daerah melalui desentralisasi fiskal dalam rangka otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab (pertumbuhan yang inklusif). Kebijakan dan Strategi pengelolaan APBN sebagai suatu rencana operasi keuangan Pemerintah diarahkan dan mengacu pada rencana pembangunan: RPJM, RKP. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Fiskal APBN, termasuk jumlah besaran dan komposisinya, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik di bidang ekonomi, politik, maupun sosial. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam negeri (internal) maupun dari luar negeri (eksternal). Faktor internal antara lain adalah: pertama, arah dan strategi politik dan pembangunan yang ingin dilakukan dalam mencapai tujuan bernegara yang berimplikasi pada kebijakan keuangan negara. Tujuan bernegara tercantum dalam UUD 1945. Terjemahan tujuan tersebut dijabarkan dalam arah dan strategi pembangunan nasional yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (25 tahun) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional. RPJMN mencakup periode 5 tahun yang akan diterjemahkan secara tahunan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang menentukan prioritas, arah kebijakan nasional yang pada akhirnya menentukan komposisi belanja negara (APBN). Kedua, perkembangan dan kinerja perekonomian nasional yang menggambarkan potensi, kapasitas dan struktur penerimaan negara. Penerimaan pajak suatu negara akan meningkat dengan berkembangnya perekonomian dan sering diukur dengan rasio penerimaan pajak terhadap perekonomian yang diukur dengan Produk Domestik Bruto. Pengelolaan Keuangan Negara 15 Ketiga, kemampuan perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian belanja negara. Hal ini berkaitan dengan politik anggaran dan masalah serta kualitas birokrasi. Belanja negara yang dilandasi suatu pilihan politik tertentu akan menyebabkan pola dan alokasi anggaran yang berbeda-beda. Belanja negara cenderung terus meningkat setiap tahun, namun apabila dialokasikan pada proritas belanja yang tidak tepat misalnya untuk membiayai perang atau pembangunan-pembangunan yang tidak sesuai kebutuhan rakyat dan perekonomian jangka, maka akan berdampak sangat kecil/minimal terhadap kesejahteraan rakyat. Belanja yang besar dapat juga digerogoti oleh birokrasi baik dalam bentuk kebocoran maupun ketidak-efisienan, sehingga tidak akan menghasilkan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat keseluruhan. Keempat, kemampuan pengelolaan pembiayaan anggaran. Bila suatu negara memiliki APBN yang surplus, maka masalah pembiayaan adalah bagaimana dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan surplus anggaran terutama untuk tujuan antisipasi kebutuhan negara di masa depan. Di negara-negara maju, kebutuhan negara masa depan dikaitkan dengan kondisi demografi (penduduk) yang semakin didominasi oleh kelompok usia tua, sehingga diperkirakan akan memakan anggaran pelayanan kesehatan dan menjaga kesejahteraan hari tua yang semakin tinggi. Sedang bila negara mengalami APBN defisit, maka tantangan terbesar adalah bagaimana mendapatkan pembiayaan anggaran yang paling beresiko kecil termasuk jatuh tempo utang yang berdurasi panjang dan berbiaya (beban bunga utang) rendah. Hal ini sangat ditentukan oleh akses pembiayaan (utang) baik dari berasal dari dalam negeri (pasar obligasi/surat utang domestik) maupun internasional. Akses tersebut ditentukan oleh tingkat perkembangan pasar surat berharga (obligasi), peringkat (rating), dan tingkat resiko dari negara tersebut. Risiko suatu negara ditentukan oleh seluruh kualitas APBN, baik dari segi jumlah, komposisi penerimaan, tingkat utang dan jatuh tempo, dan keseluruhan aspek pengelolaan resiko dan beban baik yang langsung maupun yang bersifat kemungkinan (kontinjensi). Negara yang memiliki tingkat hutang tinggi, serta kondisi politik yang cenderung tidak stabil dan terus mengakibatkan belanja negara yang berlebihan dan tidak hati-hati, serta memiliki kualitas birokrasi yang buruk, akan dipersepsikan memiliki resiko gagal (tidak mampu) mengelola anggaran dan utangnya. Dengan demikian peringkat utang negara ini menjadi buruk (non-investment grade), dan berakibat pada akses untuk mendapat pembiayaan menjadi sulit atau sangat mahal, sehingga makin mempersulit kondisi dan porspek perbaikan pengelolaan ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya. Kelima, faktor-faktor nonekonomi seperti terjadinya bencana alam, perubahan iklim, gejolak politik atau sosial, gangguan keamanan dan terorisme, serta terjadinya perang. Faktor-faktor tersebut selain akan menyebabkan pendapatan negara menurun karena aktivitas perekonomian akan sangat terganggu atau bahkan berhenti, juga akan menyebabkan belanja negara melonjak untuk penanganan masalah. Dengan demikian APBN akan mengalami beban ganda. Pengelolaan Keuangan Negara 16 Faktor eksternal penting yang juga turut berdampak pada perkembangan APBN Indonesia di antaranya meliputi perkembangan kondisi ekonomi global, pergerakan nilai tukar rupiah dan antar-mata uang asing (khususnya mata uang kuat dunia yang menjadi mitra dagang utama dan kerjasama ekonomi dengan Indonesia), harga minyak mentah di pasar internasional, serta tingkat bunga internasional. Selanjutnya, karena isi, komposisi, dan nilai dalam APBN sangat dipengaruhi oleh struktur dan kemajuan perekonomian suatu negara, maka perkembangan APBN sebenarnya mencerminkan secara langsung kondisi dan keadaan ekonomi suatu negara. APBN juga mencerminkan jenis dan kualitas kebijakan publik yang diambil oleh suatu negara baik di bidang ekonomi maupun di bidang lainnya yang membawa konsekuensi pada keuangan negara, misalnya kebijakan subsidi, pendidikan, pertahanan, dll. APBN juga menggambarkan secara langsung kualitas insitusi publik yaitu birokrasi suatu negara. Insitusi dan birokrasi yang buruk dan terjangkit penyakit korupsi akan ditunjukkan dengan sisi penerimaan APBN yang sangat kecil dan sangat rapuh dibandingkan potensi penerimaan dari perekonomian. Bila potensi dan kegiatan ekonomi suatu negara terlihat maju dan beragam, namun penerimaan pajaknya sangat kecil, artinya kemampuan aparat dan insitusi pajak dalam memungut sangat terbatas. Salah satu indikator untuk melihat perkembangan APBN dari tahun ke tahun adalah dari segi defisit/surplus anggaran. Data menunjukkan bahwa meskipun selama masa orde baru APBN Indonesia selalu dinyatakan dalam kondisi berimbang, namun menurut praktik yang lazim digunakan dalam analisis operasi fiskal Pemerintah di berbagai negara (international best practices), pada sebagian besar periode Pemerintahan orde baru APBN sebenarnya mengalami defisit, kecuali pada kurun waktu lima tahun menjelang krisis (1998) APBN Indonesia sempat mengalami surplus. Defisit tertinggi terjadi pada tahun 2020 yaitu tahun pertama terjadinya pandemi COVID-19, defisit anggaran tercatat sekitar 6% terhadap PDB. Sedangkan defisit terendah terjadi pada tahun 1978/1979 sekitar 0,09% terhadap PDB. Pada kurun waktu lima tahun sebelum krisis, APBN mengalami surplus rata-rata 2,0% terhadap PDB. Pada saat krisis berlangsung, APBN kembali menjadi defisit karena APBN menanggung beban sangat berat biaya pemulihan dan penyehatan sektor perbankan dan untuk menciptakan stimulus fiskal dalam rangka pemulihan ekonomi. Pada lima tahun terakhir defisit Anggaran berturut-turut adalah tahun 2019 sebesar 1,84 %, tahun 2020 sebesar 1,76 %, tahun 2021 sebesar 5,70 persen, tahun 2022 sebesar 4,85 %, dan tahun 2023 sebesar 1,61 %. Terdapat batasan defisit APBN terhadap PDB yaitu maksimal defisit sebesar 3 % sesuai dengan UU 17 tahun 2003. Namun karena adanya pandemi Covid-19 pada tahun 2021 dan 2022 batasan tersebut dilampaui. Dasar hukum dari kebijakan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Perppu tersebut memperlebar batasan defisit anggaran yang bisa melampaui 3 persen dari PDB selama penanganan Covid-19. Hal itu untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan. Mulai tahun 2023 batasan defisit anggaran harus kembali sesuai dengan UU 17/2003 yaitu maksimal 3 persen. Pengelolaan Keuangan Negara 17 C. Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pengelolaan APBN secara keseluruhan dilakukan melalui: 1. Perencanaan APBN 2. Penyusunan APBN 3. Pembahasan APBN 4. Penetapan APBN 5. Pelaksanaan APBN 6. Pelaporan dan Pencatatan APBN 7. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN Pentahapan pengelolaan APBN tersebut dapat digambarkan seperti pada siklus di bawah ini Gambar 2: Siklus APBN mulai perencanaan sampai dengan pemeriksaan dan pertanggungjawaban 1. Tahap Perencanaan dan Penganggaran APBN Tahap perencanaan dan penganggaran dimulai pada awal tahun sebelum tahun anggaran dilaksanakan. Pada tahap ini diawali dengan Presiden menyampaikan arah kebijakan untuk satu tahun ke depan pada sidang kabinet. Kebijakan yang disampaikan oleh Presiden digunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan pada penyusunan arah, prioritas, dan kebijakan tahun yang direncanakan dalam APBN. Menteri Keuangan menyusun Kapasitas fiskal yang disinkronkan dengan arah kebijakan Presiden. Kapasitas fiskal (resource envelope) adalah kemampuan keuangan negara yang dihimpun dari pendapatan negara untuk mendanai anggaran belanja negara yang meliputi Belanja K/L & Belanja Non K/L. Dengan tersusunnya kapasitas fiskal, maka Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas menetapkan ancar- ancar pagu anggaran yg disampaikan kepada K/L sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja K/L. Penyusunan RAPBN dimulai dari pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR, Penetapan pagu Anggaran dan penyusunan RAPBN serta Nota Keuangan. Pengelolaan Keuangan Negara 18 2. Tahap Pembahasan APBN Nota Keuangan dan RUU APBN beserta Himpunan RKA-KL yang telah dibahas dalam Sidang Kabinet disampaikan Pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan Agustus. Pimpinan DPR menyampaikan pemberitahuan kepada DPD rencana pembahasan RUU APBN. Pembahasan RUU APBN dan Nota Keuangan dilakuan Pemerintah dengan DPR melalui dua tahapan yaitu rapat kerja dengan Badan Anggaran dan rapat kerja dengan Komisi DPR. Rapat kerja dengan Badan Anggaran, Pemerintah diwakili oleh Menteri Keuangan dan Bappenas. Rapat kerja komisi I sampai komisi XI, Pemerintah diwakili oleh Menteri/Ketua Lembaga sesuai mitra kerja komisi. Rapat ini membahas RKA-K/L. Hasil pembahasan ini disampaikan secara tertulis kepada Badan Anggaran untuk disinkronisasi. DPR dapat memberikan usulan sesuai dengan hak budget yang dimilikinya. Oleh karena itu, RKAKL sebagai bahan penyusunan RUU APBN dapat dilakukan penyesuaian. Hasil rapat dari masing-masing panitia kerja dan komisi disampaikan kepada Badan Anggaran untuk ditetapkan. Selanjutnnya rapat paripurna DPR untuk menyatakan persetujuan/penolakan dari setiap fraksi serta penyampaian pendapat akhir Pemerintah. Setelah penyampaian pendirian akhir masing-masing fraksi selanjutnya dengan menggunakan hak budget yang dimilikinya DPR yaitu menyetujui atau menolak RUU APBN. 3. Tahap Penetapan APBN Dalam sidang paripurna DPR menyetujui RUU APBN, pada kesempatan ini pula DPR mempersilahkan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan untuk menyampaikan sambutannya bertalian dengan keputusan DPR tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang ada, agar RUU APBN yang telah disetujui DPR dapat berlaku efektif maka Presiden mengesahkan RUU APBN itu menjadi UU APBN. Setelah UU APBN disetujui DPR dan disahkan oleh Presiden, tugas Pemerintah selanjutnya adalah menetapkan Alokasi Anggaran KL. Alokasi Anggaran KL ini berpedoman pada hasil pembahasan APBN yang dituangkan dalam Berita Acara Hasil Kesepakatan Pembahasan Rancangan APBN antara Pemerintah dan DPR. Berdasarkan alokasi anggaran, maka Kementerian/Lembaga menyesuaikan RKA-K/L sebagai dasar penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). 4. Tahap Pelaksanaan APBN Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) oleh Menteri Keuangan. Dokumen anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Gubernur, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait, Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa Pengguna Anggaran. Pengelolaan Keuangan Negara 19 Dokumen tersebut merupakan acuan dan dasar hukum pelaksanaan APBN yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara. Dokumen- dokumen penting dalam pelaksanaan anggaran adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA. Sedangkan dokumen pembayaran antara lain terdiri dari Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Pasal 17 Undang-Undang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan yang tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan dan berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, pedoman dalam rangka tata cara pelaksanaan APBN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan perubahannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018. 4. Tahap Pelaporan dan Pencatatan APBN Bersamaan dengan tahapan pelaksanaan APBN, K/L dan Bendahara Umum Negara melakukan pelaporan dan pencatatan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sehingga menghasilkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). Semua laporan keuangan tersebut disusun oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal sebagai wujud laporan keuangan Pemerintah pusat disampaikan kepada Presiden dalam memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. BPK melakukan audit atas laporan keuangan Pemerintah. Hasil dari laporan dan pencatatan APBN ini merupakan bahan untuk menyusun APBN tahun berikutnya. 5. Tahap Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN Atas LKPP, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan dan LKPP yang telah diaudit oleh BPK tersebut disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam bentuk rancangan undang-undang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN untuk dibahas dan disetujui. Dalam pelaksanaan APBN sebenarnya terdapat pengawasan yang dilakukan oleh unit-unit terkait. Pengawasan tersebut dilakukan oleh atasan langsung pengelola keuangan dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) masing-masing K/L. Pengelolaan Keuangan Negara 20 D. Struktur dan Format Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Sejak tahun anggaran 1969/70 sampai dengan 1999/2000 APBN disusun dalam bentuk rekening scontro (T account). Di sebelah debet, dicantumkan semua penerimaan dan di sebelah kredit dicantumkan semua pengeluaran. Mulai tahun anggaran 2000 struktur dan format APBN disusun dalam bentuk stafel (I account). Struktur APBN yang demikian itu disesuaikan dengan standar yang berlaku secara internasional sebagaimana digunakan dalam statistik keuangan Pemerintah (Government Finance Statistics). Struktur dan format APBN seperti ini dapat digunakan untuk beberapa tujuan yaitu: 1. Untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN. 2. Mempermudah melakukan analisis komparasi mengenai perkembangan operasi fiskal Pemerintah dengan berbagai negara lain. 3. Mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan dan pengelolaan APBN sehingga dapat diambil langkah-langkah untuk memperkecil diskrepansi dengan data pembiayaan Bank Indonesia. 4. Menghadapi pelaksanaan desentralisasi fiskal sesuai dengan dengan UU No. 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Mulai Maret 2003 seiringdengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, format RAPBN meski menggunakan I-Account mengalami perubahan format pada struktur anggarannya. UU Keuangan Negara mengamanatkan format baru yang disebut format anggaran terpadu (unified budget), yakni tidak ada pemisahan antara anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan, tetapi digabungkan menjadi satu. Berikut ini digambarkan perbedaan format T Account dan I Account dalam APBN Pengelolaan Keuangan Negara 21 Adapun struktur dan format pokok RAPBN yang berlaku sejak T.A. 2016 dapat dilihat pada tabel berikut Pengelolaan Keuangan Negara 22 E. Reformasi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyusunan APBN dimaksudkan sebagai penjabaran rencana kerja Pemerintah untuk kurun waktu satu tahun. Penyusunannya disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam penyusunan ini diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut UU Nomor 17 tahun 2003, dalam hal anggaran diperkirakan mengalami defisit, defisit yang terjadi dibatasi maksimal 3 % dari Produk Domestik Bruto dan jumlah pinjaman untuk membiayai defisit tersebut maksimal adalah 60 % dari Produk Domestik Bruto. Apabila anggaran diperkirakan akan surplus, Pemerintah dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada DPR dengan mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar generasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial. Mulai APBN tahun 2005, format penyusunan APBN menggunakan format baru yakni format anggaran terpadu (unified budget) yang melebur anggaran rutin dan pembangunan ke dalam satu format anggaran. Penggabungan belanja rutin (meliputi gaji, pemeliharaan, perjalanan dinas dan belanja barang) dengan belanja pembangunan diharapkan akan mengurangi alokasi yang tumpang tindih. Bersamaan dengan itu, dilakukan juga reklasifikasi belanja negara, khususnya belanja negara untuk Pemerintah pusat. Beberapa perubahan pokok dalam format anggaran ditampilkan dalam gambar berikut: Gambar 4: Perubahan Dalam Sistem Penganggaran Negara. Pengelolaan Keuangan Negara 23 Disamping format anggaran terpadu, akan dilakukan perbaikan efisiensi dan efektivitas pengelolaan belanja negara serta penyempurnaan manajemen negara melalui anggaran berbasis kinerja, rencana anggaran berjangka menengah (medium term expenditure frame work), standar akuntansi Pemerintah, reklasifikasi belanja menurut fungsi, organisasi dan jenis. Penerapan anggaran terpadu dan reklasifikasi belanja negara tersebut dimaksudkan untuk: 1. Menghilangkan duplikasi anggaran yang disebabkan tidak tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional dengan proyek, khususnya proyek-proyek non-fisik. 2. Memudahkan penyusunan anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) guna memperjelas keterkaitan antara output/outcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi. 3. Memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan keuangan Pemerintah. 4. Meningkatkan kredibilitas statistik keuangan Pemerintah dengan mengacu kepada format keuangan Pemerintah sesuai standar internasional. Salah satu aspek reformasi keuangan negara yang menyangkut penganggaran adalah penerapan anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah penyiapan anggaran negara dimana mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran (outputs) dan manfaat yang dihasilkan (outcomes) dari belanja yang dilakukan oleh Pemerintah. Dengan demikian, anggaran negara akan dituangkan dalam program dan kegiatan untuk mencapai kinerja tahunan dan terintegrasi dari rencana kinerja tahunan (Renja)/operasional Renstra dan anggaran tahunan yang konsisten dari tahun ke tahun sesuai dengan kerangka belanja jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang sudah anda pahami. F. Reformasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pemerintah bersama DPR, pada tangal 14 Januari 2004, mengesahkan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU Perbendaharaan Negara tersebut merupakan ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut atas disahkannya UU Nomor 17 Tahun 2003. Menurut UU Nomor 1 Tahun 2004, yang dimaksud dengan Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Berdasarkan definisi tersebut, cakupan ruang lingkup Perbendaharaan Negara meliputi: 1. Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah. 2. Pengelolaan penerimaan dan pengeluarannegara/daerah. 3. Pengelolaan kas negara/daerah. 4. Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah. 5. Pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah. 6. Penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/ daerah. 7. Penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD. 8. Penyelesaian kerugian negara/daerah. 9. Pengelolaan keuangan badan layanan umum. 10. Perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan Keuangan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD. Pengelolaan Keuangan Negara 24 Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pelaksanaan anggaran dilakukan melalui pembagian tugas antara Menteri Keuangan selaku pemegang kewenangan kebendaharaan dengan Menteri Negara/Lembaga selaku pemegang kewenangan administratif. Dalam Penjelasan Umum UU Nomor 1 Tahun 2004 dijelaskan bahwa kewenangan administratif yang dimiliki menteri negara/lembaga mencakup kewenangan untuk melakukan perikatan atau tindakan lain yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, kewenangan melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada menteri negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran. Sedangkan dalam upaya melaksanakan kewenangan kebendaharaan, Menteri Keuangan merupakan pengelola keuangan yang berfungsi sebagai kasir, pengawas keuangan, dan sekaligus sebagai manajer keuangan. Fungsi pengawasan yang dimiliki menteri keuangan terbatas pada aspek rechmatigheid (ketaatan pada aturan hukum) dan wetmatigheid (ketaatan pada aturan perundangan) serta hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh menteri negara/lembaga atau post-audit yang dilaksanakan oleh aparat pengawasan fungsional. G. Tahap-tahap Pelaksanaan APBN 1. Tahapan Pembuatan Komitmen Pada tahapan ini, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan. Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/ perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. Dalam rangka melaksanakan kewenangannya KPA menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan KPA. 2. Tahapan Pengujian dan Perintah Pembayaran Setelah kegiatan dilaksanakan, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk: a. melakukan pengujian; b. membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan; dan c. memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD. Pengelolaan Keuangan Negara 25 Setelah kegiatan dilaksanakan, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk: a. melakukan pengujian; b. membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan; dan c. memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang: a. menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih; b. meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa; c. meneliti tersedianya dana yang bersangkutan; d. membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan; e. memerintahkan pembayaran atas bebanAPBN. Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. 3. Tahapan Pembayaran Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara (BUN)/Kuasa BUN. Dalam rangka pelaksanaan pembayaran BUN/Kuasa BUN berkewajiban untuk: a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran; c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan; d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara; e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Apabila persyaratan pencairan dana telah terpenuhi, atas tagihan yang menjadi beban negara tersebut dilakukan pembayaran oleh bendaharawan pengeluaran dengan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima. b. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Pengelolaan Keuangan Negara 26 c. Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah: 1) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; 2) menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran; 3) menguji ketersediaan dana yang bersangkutan. d. Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan tidakdipenuhi. e. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya. f. Pengecualian dari ketentuan ini diatur dalam peraturan Pemerintah Pengelolaan Keuangan Negara 27 Bab 4 Pengelolaan Pendapatan Negara dan Hibah A. Pengertian Pengelolaan Pendapatan Negara dan Hibah Pendapatan Negara dan Hibah terdiri atas Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri atas Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam bab tiga ini akan diuraikan secara umum jenis-jenis penerimaan negara tersebut dan hibah. B. Penerimaan Perpajakan Penerimaan Perpajakan bersumber dari penerimaan Pajak Dalam Negeri dan Pajak Perdagangan Internasional. Penerimaan Pajak Dalam Negeri terdiri atas Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan Migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (lihat catatan sebelumnya tentang PBB dan BPHTB), Cukai, dan Pajak Lainnya. Pajak Perdagangan Internasional terdiri atas Bea Masuk dan Pajak Ekspor. 1. Pajak Dalam Negeri Pajak Dalam Negeri terdiri atas Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan Migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Cukai dan Pajak Lainnya. Ada dua jenis pajak dalam negeri yang telah diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah daerah yakni Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak dibahas di sini. a. Pajak Penghasilan Objek Pajak Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk : 1) penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini 2) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3) laba usaha Pengelolaan Keuangan Negara 28 4) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: a) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; b) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutllan, dan badan lainnya; c) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; d) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan e) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan 5) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; 6) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7) dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis; 8) royalti atau imbalan atas penggunaan hak; 9) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 10) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 12) keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14) premi asuransi; 15) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas 16) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; 17) penghasilan dari usaha berbasis syariah; 18) imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan 19) surplus Bank Indonesia Selain hal-hal yang ditentukan sebagai objek pajak ada juga yang ditentukan tidak termasuk objek pajak, yaitu: 1) bantuan atau sumbangan 2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, pemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan Pengelolaan Keuangan Negara 29 3) warisan 4) harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh suatu badan sebagai pengganti saham atau pengganti penyertaan modal 5) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natural 6) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa 7) dividen atau bagian laba yang diterima perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan, atau organisasi yang sejenis, badan usaha milik negara/daerah dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia 8) iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai, dan penghasilan dana pensiun tersebut dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan 9) bagian laba yang diterima atau diperoleh dari anggota perseroan komanditer, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi 10) penghasilan yang diterima oleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia 11) beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu 12) sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut; 13) bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu 14) dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH); dan 15) sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersesut, atau ditempatkan sebagai dana abadi. Subjek Pajak Penghasilan adalah orang pribadi atau perorangan dan badan hukum di luar perusahaan minyak bumi tetapi tidak termasuk pejabat-pejabat Perwakilan Diplomatik, Konsulat dan pejabat negara asing serta orang yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka dan berkebangsaan asing selama mereka tidak melaksanakan kegiatan yang bersifat perusahaan di Indonesia (secara timbal balik) dan organisasi internasional dan pejabat perwakilan organisasi internasional. Ketentuan tentang pajak penghasilan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 7 Tahun2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pengelolaan Keuangan Negara 30 b. Pajak Penghasilan Migas Oleh karena Pemerintah belum memiliki kemampuan teknologi yang memadai untuk mengeksplorasi maupun mengeksploitasi minyak bumi maka perusahaan- perusahaan yang akan melakukan kegiatan di bidang minyak bumi dan gas alam harus mendapat izin dari Pertamina. Melalui perjanjian dengan Pertamina ditetapkan hak dan kewajiban masing- masing pihak antara lain kontraktor harus menyerahkan sebagian dari minyak dan gas alam yang dihasilkannya kepada Pertamina, membayar pajak atas penghasilan yang diperolehnya (Pajak Penghasilan MIGAS), membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan jenis-jenis pajak lainnya. Perjanjian antara Indonesia dengan perusahaan kontraktor minyak semula dilaksanakan dalam bentuk perjanjian Kontrak Karya (Contract of Work), dan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dan terakhir dalam Kontrak Bagi Hasil yang Disempurnakan (Modified Production Sharing Contract) atau yang dikenal sebagai Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) yang mulai berlaku tahun 1977. Perbedaan yang utama dari berbagai macam Kontrak tersebut adalah bagian Indonesia yang lebih menguntungkan. c. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak tidak langsung, yang dikenakan atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak maupun pemanfaatan Jasa Kena Pajak. Pada dasarnya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai akan dibebankan kepada konsumen akhir. Karena merupakan pajak tidak langsung, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang sama dapat dikenakan berkali-kali. Namun demikian, Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar setiap pengenaan PPN tersebut,terlebih dahulu harusdiperhitungkan dengan pajak masukan yang berkaitan denganpengadaan Barang KenaPajak tersebut. Ini berarti bahwa PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak pada setiap transaksi tersebut dikenakan atas nilai tambah dari Dasar Pengenaan Pajak setiap transaksi. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur pertama kali dalam Undang-undang No 8 tahun 1983 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. d. Cukai Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik yang ditentukan yang disebut Barang Kena Cukai (BKC). Cukai diatur dalam Undang-undang No. 11 tahun1995 tentang Cukai sebagaimana telah dirubah dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Yang dimaksud dengan BKC yaitu barang-barang yang dalam pemakaiannya perlu dibatasi dan diawasi. Subjek cukai adalah pengusaha pabrik atau pengusaha tempat menimbun dan importir BKC sedangkan sebagai objek adalah Barang Kena Cukai (BKC) yang terdiri atas: 1) etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya; 2) minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; dan 3) hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Pengelolaan Keuangan Negara 31 e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. PBB terbagi ke dalam beberapa sektor, yaitu Sektor Perkotaan, Sektor Pedesaan, Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, dan Sektor Pertambangan Migas dan Pertambangan Umum. PBB diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994. PBB Sektor Pedesaan dan PBB Sektor Perkotaan dialihkan pajak pusat menjadi pajak daerah selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2014. Akan tetapi Pemerintah daerah yang telah siap dengan infrastrukturnya dapat melaksanakan kebijakan ini per 1 Januari 2011. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) per 1 januari 2011 telah dialihkan administrasinya dari pajak Pemerintah pusat menjadi pajak daerah sesuai amanat UU Nomor 28 tahun 2009 tentang PDRD. Oleh karena itu, sejak tahun 2011 penerimaan BPHTB sudah tidak dicatat lagi dalam APBN. PBB yang menjadi hak Pemerintah pusat adalah PBB Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, dan Sektor Pertambangan Migas dan Pertambangan Umum. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di atas permukaan Bumi dan di bawah permukaan Bumi. PBB-P2 diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. f. Pajak Lainnya Penerimaan negara yang tercantum dalam Pos Pajak Lainnya adalah penerimaan dari Bea Materai. Bea Materai merupakan pajak atas dokumen yang diatur dalam UU Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Materai. Bea Materai dikenakan adalah dokumen atas : 1) Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata, meliputi : a) surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya b) akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya c) akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya d) surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun e) Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun f) Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang g) Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang : - menyebutkan penerimaan uang; atau - berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; h) Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pengelolaan Keuangan Negara 32 i) Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan Besaran tarif bea materai bersifat tetap sebesar Rp10.000. Pembayaran Bea Meterai yang terutang pada Dokumen dilakukan dengan menggunakan Metarai atau Surat Setoran Pajak. Meterai dapat berupa meterai tempel, meterai elaktornik, atau Meterai dalam bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. C. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN. Ketentuan tentang PNBP diatur dalam UU Nomor 9 tahun 2018. Seluruh aktivitas, hal, dan/atau benda, yang menjadi sumber penerimaan negara di luar perpajakan dan hibah dinyatakan sebagai objek PNBP. Objek PNBP memiliki kriteria: a. Pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah; b. Penggunaan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara; c. Pengelolaan kekayaan negara; dan/atau d. Penetapan peraturan perundang-undangan. Objek PNBP meliputi: a. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pemanfaatan sumber Daya Alam adalah pemanfaatan bumi, air, udara, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai oleh negara. b. Pelayanan Pelayanan adalah jasa, segala bentuk penyediaan barang, atau pelayanan administratif yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan. c. Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan adalah pengelolaan atas kekayaan negara yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang dijadikan penyertaan modal negara atau perolehan lain yang sah. d. Pengelolaan Barang Milik Negara Pengelolaan Barang Milik Negara adalah kegiatan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lain yang sah. e. Pengelolaan Dana Pengelolaan Dana adalah pengelolaan atas dana Pemerintah yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau perolehan lain yang sah untuk tujuan tertentu. Pengelolaan Keuangan Negara 33 f. Hak Negara Lainnya Hak Negara Lainnya adalah hak negara selain dari Pemanfaatan Sumber Daya Alam, pelayanan, Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan, pengelolaan Barang Milik Negara, pengelolaan dana, dan yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. D. Penerimaan Hibah Hibah adalah pendapatan Pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa dari Pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak secara terus-menerus. Hibah digunakan untuk mendukung program pembangunan nasional dan/atau mendukung penanggulangan bencana alam dan bantuan kemanusiaan. Hibah dapat diterima apabila memenuhi prinsip transparan, akuntabel, efisien dan efektif, kehati- hatian, tidak ada ikatan politik, dan tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara. Pos penerimaan hibah baru mulai ada dalam APBN sejak APBN menggunakan struktur baru yaitu tahun 2000. Realisasinya penerimaannya baru mulai pada tahun 2001. Awalnya penerimaan hibah hanya dicatat realisasinya tetapi tidak dianggarkan dalam APBN. Akan tetapi, sehubungan dengan adanya beberapa program Pemerintah yang dibiayai melalui hibah, penerimaan hibah mulai dianggarkan pertama kali dalam APBN-P 2002. Pengelolaan Keuangan Negara 34 Bab 5 Pengelolaan Belanja Pemerintah dan Pembiayaan Defisit Anggaran A. Pengertian Pengelolaan Belanja dan Pembiayaan Defisit Anggaran Belanja negara adalah pengeluaran negara untuk membiayai tugas-tugas umum Pemerintahan dan pembangunan. Seperti disebutkan di muka Belanja Negara terdiri atas Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial dan belanja lain-lain. Anggaran Belanja Daerah terdiri atas Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Pada dasarnya belanja negara dilakukan dengan berlandaskan pada prinsip optimalisasi pemanfaatan dana untuk mencapai sasaran- sasaran yang telah ditetapkan. Defisit anggaran mengandung arti bahwa anggaran belanja Pemerintah lebih besar jika dibandingkan dengan anggaran pendapatannya. Kondisi ini dimaksudkan dalam rangka mempercepat kesejahteraan masyarakat dengan memperbesar belanja negara, karena belanja Pemerintah mempunyai efek ganda dalam menumbuhkan kegiatan eknomi yang sekaligus meningkatkan lapangan kerja. Deifisit ini perlu didanai dari berbagai sumber pembiayaan, termasuk utang. B. Belanja Pemerintah Belanja Pemerintah yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terdiri atas belanja Pemerintah pusat dan belanja Pemerintah daerah. 1. Belanja Pemerintah Pusat Dalam format baru APBN, disisi Belanja Pemerintah Pusat tidak dikenal lagi pemisahan antara belanja rutin dengan belanja pembangunan. Sebelumnya, pengelompokan belanja rutin dengan belanja pembangunan dimaksudkan untuk memberi penekanan pada arti penting anggaran pembangunan. Namun dalam pelaksanaannya justru menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan dan penyimpangan anggaran. Dalam rangka menghilangkan kelemahan tersebut serta sebagai antisipasi pelaksanaan sistem perencanaan fiskal yang terdiri atas sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure frame work) dan berbasis kinerja, maka pemisahan antara belanja rutin dengan belanja pembangunan tersebut ditiadakan. Pengelolaan Keuangan Negara 35 Jenis-jenis Belanja Pemerintah Pusat adalah sebagai berikut: a. Belanja pegawai, merupakan kompensasi, baik berupa uang ataupun barang yang diberikan kepada aparatur negara, yang bertugas diluar negeri maupun dalam negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. b. Belanja barang, merupakan belanja negara yang digunakan untuk pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan. Belanja barang ini dirinci dalam belanja barang, belanja jasa, belanja pemeliharaan, dan belanja perjalanan. c. Belanja modal, adalah belanja negara yang diarahkan untuk mempercepat penyediaan sarana dan prasarana fisik yang manfaatnya dapat dinikmati lebih dari satu tahun anggaran. Belanja modal tersebut dipergunakan untuk kegiatan investasi Pemerintah melalui penyediaan sarana dan prasarana pembangunan dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta belanja modal fisik lainnya. d. Pembayaran bunga utang, merupakan belanja Pemerintah pusat untuk memenuhi sebagian kewajiban dalam negeri maupun kewajiban luar negeri. e. Subsidi, adalah belanja Pemerintah pusat sebagai upaya Pemerintah untuk menjaga stabilitas harga, membantu masyarakat kurang mampu, dan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi sebagian kebutuhannya, serta membantu BUMN yang melaksanakan tugas pelayanan umum. f. Belanja hibah, merupakan transfer yang sifatnya tidak wajib kepada negara lain atau kepada organisasi internasional. Sebagaimana dalam APBN 2004, APBN 2005 juga belum mengalokasikan anggaran hibah mengingat sifatnya yang tidak wajib serta sifat APBN 2005 yang masih defisit. g. Bantuan sosial, merupakan transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian negara/lembaga guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Adapun penggunaannya antara lain untuk penanggulangan bencana alam, serta bantuan untuk sarana peribadatan, bea siswa, pelayanan hukum, usaha ekonomi produktif, dan penanggulangan kemiskinan. h. Belanja lain-lain, merupakan pos untuk menampung belanja Pemerintah Pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja yang telah disebut di atas, dan dana cadangan umum. Pengelolaan Keuangan Negara 36 2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa Penyempurnaan implementasi Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: mengembangkan sistem Pajak yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan TKD dan Pembiayaan Utang Daerah, mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. a. Transfer ke Daerah Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. TKD meliputi DBH, DAU, DAK, Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan, serta Dana Desa. 1) Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengu.rangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. DBH terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam. DBH Pajak terdiri dari Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, dan cukai hasil tembakau. DBH Sumber Daya Alam terdiri dari kehutanan, mineral dan batu bara, minyak bumi dan gas bumi, panas bumi, dan perikanan. Pengelolaan Keuangan Negara 37 2) Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar-Daerah. Pagu nasional DAU ditetapkan dengan mempertimbangkan: a) Kebutuhan pelayanan publik sebagai bagian dari pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; b) kemampuan Keuangan Negara; c) pagu TKD secara keseluruhan; dan d) target pembangunan nasional. Proporsi pagu DAU antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota mempertimbangkan kebutuhan pendanaan dalam rangka pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah antara provinsi dan kabupaten /kota. Proporsi pagu DAU Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan karakteristik tertentu. 3) Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. DAK terdiri atas: a) DAK fisik, yang digunakan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana dan prasarana layanan publik Daerah b) DAK nonfisik, yang digunakan untuk mendukung operasionalisasi layanan publik Daerah c) hibah kepada Daerah, yang digunakan untuk mendukung pembangunan fisik dan/atau layanan publik Daerah tertentu yang didasarkan pada perjanjian antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 4) Dana Otonomi Khusus Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus. Dana Otonomi Khusus dialokasikan kepada Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan Undang-Undang mengenai otonomi khusus. Dana Otonomi Khusus dibagi antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan secara adil dan transparan sesuai dengan Undang-Undang mengenai otonomi khusus. Pengelolaan Keuangan Negara 38 5) Dana Keistimewaan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang mengenai keistimewaan Yoryakarta. Dana Keistimewaan dialokasikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yograkarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta. Dana Keistimewaan dapat diserahkan kepada kabupaten/kota di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan urusan keistimewaan Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilaksanakan oleh Pemerintah kabupaten/ kota. Pendanaan atas urusan keistimewaan diusulkan oleh Pemerintah kabupaten/kota kepada Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yograkarta dengan memperhatikan kebutuhan dan prioritas tiap-tiap kabupaten/kota. 6) Dana Desa Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan Pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Dana Desa merupakan pendapatan desa yang dananya bersumber dari APBN. Dana Desa dialokasikan dengan mempertimbangkan pemerataan dan keadilan yang dihitung berdasarkan kinerja desa, jumlah desa, jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan Dana Desa setiap tahunnya sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undang mengenai perencanaan nasional dan alokasi TKD. C. Pembiayaan Defisit Anggaran Dalam rangka mewujudkan prioritas pembangunan nasional, Pemerintah mengambil arah kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif. Kebijakan fiskal ekspansif adalah kebijakan menaikkan belanja dengan harapan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan melaksanakan kebijakan ini maka yang terjadi adalah jumlah belanja lebih besar dari pendapatan. Apabila jumlah pendapatan negara lebih besar dari jumlah belanja, maka terdapat surplus anggaran, namun sebaliknya apabila belanja negara lebih besar dari pendapatan negara, maka terdapat defisit anggaran. Dalam kondisi terdapat surplus anggaran, Pemerintah tinggal mengalokasikan surplus ke dalam belanja pembangunan tambahan, akan tetapi, jika terdapat defisit anggaran, Pemerintah perlu mencari sumber-sumber pendanaan untuk menutup defisit tersebut. Berdasarkan pasal 1 Angka 17 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang dimaksud dengan pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pengelolaan Keuangan Negara 39 1. Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan dalam negeri adalah pembiayaan defisit anggaran yang sumbernya berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor perbankan dan sektor non perbankan dalam negeri. a. Sektor Perbankan Dalam Negeri Pembiayaan yang berasal dari sektor perbankan dalam negeri terdiri atas: 1) Pinjaman atau kredit bank, baik dari Bank Umum maupun Bank Sentral 2) Penggunaan saldo rekening Pemerintah yang disimpan pada rekening Pemerintah di Bank Umum maupun di Bank Sentral yang antara lain berbentuk rekening dana investasi (RDI), dan rekening non-RDI. Oleh karena pembiayaan defisit anggaran dari sektor perbankan dalam negeri dapat menambah likuiditas perekonomian yang berpotensi memicu timbulnya inflasi maka sumber pembiayaan ini tidak digunakan oleh Pemerintah dan dipilih sumber pembiayaan dari sektor nonperbankan. b. Sektor Non Perbankan Dalam Negeri Pembiayaan defisit anggaran dari sektor nonperbankan berupa penerimaan hasil divestasi saham Pemerintah pada berbagai badan usaha milik negara (BUMN) atau penerimaan hasil privatisasi BUMN, dan penjualan aset perbankan dalam rangka program restrukturisasi. 1) Privatisasi Pembiayaan yang berasal dari privatisasi BUMN yaitu pembiayaan dari hasil penjualan atau pelepasan sebagian saham BUMN yang dimiliki Pemerintah kepada pihak swasta dalam/luar negeri. Dengan pelepasan sebagian saham yang dimiliki Pemerintah tersebut maka hak kontrol monopolistik negara terhadap BUMN tersebut berkurang. BUMN yang diprivatisasi adalah BUMN yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) BUMN tersebut tidak bersifat strategis. b) Mempunyai daya saing yang kuat di pasar global. c) Mempunyai nilai dan menarik bagi investor, terutama investor dalam negeri. d) Dalam kondisi sehat dan menguntungkan. 2) Penjualan Aset Program Restrukturisasi Perbankan Pembiayaan defisit anggaran lainnya berasal dari hasil penjualan asset dalam rangka program restrukturisasi perbankan. Seperti diketahui dalam rangka penyehatan perbankan ada beberapa bank yang dinyatakan sebagai bank beku operasi (BBO) dan bank yang diambil alih pengelolaannya oleh BPPN (bank take over-BTO). Bank-bank tersebut asetnya, yang sekarang menjadi milik Pemerintah, dijual dan hasil penjualannya dijadikan dana pembiayaan defisit anggaran. Pengelolaan Keuangan Negara 40 3) Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) Pembiayaan defisit anggaran lainnya berasal dari hasil penjualan asset dalam rangka program restrukturisasi perbankan. Seperti diketahui dalam rangka penyehatan perbankan ada beberapa bank yang dinyatakan sebagai bank beku operasi (BBO) dan bank yang diambil alih pengelolaannya oleh BPPN (bank take over-BTO). Bank-bank tersebut asetnya, yang sekarang menjadi milik Pemerintah, dijual dan hasil penjualannya dijadikan dana pembiayaan defisit anggaran. a) Resiko tingkat bunga, yaitu potensi penambahan beban bunga akibat kenaikan suku bunga. b) Resiko nilai tukar, yaitu potensi penambahan beban bunga akibat melemahnya nilai tukar rupiah. c) Resiko pembiayaan kembali, yaitu resiko yang dihadapi Pemerintah untuk membiayai kewajiban pokok yang jatuh tempo dari hasil penerbitan baru dengan biaya yang mahal. 2. Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan luar negeri merupakan pembiayaan defisit anggaran yang sumbernya berasal dari luar negeri. Sumber semacam ini masih diperlukan mengingat sumber- sumber pembiayaan dalam negeri yang dapat dihimpun masih sangat terbatas menutup seluruh pengeluaran negara yang dibutuhkan. Pembiayaan luar negeri yang dapat digunakan untuk pembiayaan defisit anggaran adalah pembiayaan luar negeri bersih yaitu selisih antara penarikan pinjaman luar negeri dengan pembayaran cicilan utang pokok luar negeri. a. Penarikan Pinjaman Luar Negeri Seperti dimaklumi, karena sumber-sumber pembiayaan dalam negeri belum mencukupi, terutama untuk pembiayaan pembangunan, maka Pemerintah Indonesia sejak tahun 1969, mencari sumber pembiayaan dari luar negeri dalam bentuk pinjaman. Pinjaman luar negeri pada garis besarnya ada dua macam yaitu Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek. Pada mulanya Pinjaman Program diberikan dalam bentuk bahan pangan seperti beras, terigu dan sejenisnya; setelah Indonesia dianggap lebih maju dan dianggap sudah dapat memenuhi bahan pangan tersebut maka Pinjaman Program tidak diberikan dalam bentuk bahan pangan tetapi dalam bentuk uang/devisa yang dapat di Rupiahkan. Pinjaman Proyek adalah pinjaman untuk membiayai proyek- proyek Pemerintah yang diterima bukan dalam bentuk uang/devisa tetapi dalam bentuk peralatan proyek dan tenaga ahli yang diperlukan proyek yang bersangkutan. Pengelolaan Keuangan Negara 41 Di samping bantuan luar negeri dalam kerangka kelompok pemberi pinjaman kepada Indonesia (misalnya, CGI) dan bantuan luar negeri yang bersifat bilateral, Pemerintah juga melaksanakan kebijaksanaan lain yaitu mengusahakan untuk memperoleh bantuan luar negeri yang berasal dari masyarakat internasional dengan cara menjual obligasi Indones