Buku Neraca Makroekonomi (PDF)

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Document Details

Universitas Indonesia

2024

Mohamad Ikhsan, Hadyan Prabowo, Nismara Paramayoga, Tarisha Yuliana, Yoshua Caesar Justinus

Tags

makroekonomi neraca ekonomi ekonomi indonesia studi ekonomi

Summary

Buku Neraca Makroekonomi ini menjelaskan konsep dasar dan aplikasi neraca makroekonomi di Indonesia. Penulis membahas berbagai aspek, termasuk sektor riil, neraca moneter, neraca eksternal, dan neraca keuangan negara. Buku ini diperuntukkan bagi mahasiswa ekonomi.

Full Transcript

Komplek ILRC Gedung B Lt 1&2 Perpustakaan Lama Universitas Indonesia Kampus UI Depok, Jawa Barat - 16424 Tel. + 62 21 7888 8199, 0812 9476 1054 Jl Salemba Raya No 4, Jakarta Pusat 10430 0818 436500 E...

Komplek ILRC Gedung B Lt 1&2 Perpustakaan Lama Universitas Indonesia Kampus UI Depok, Jawa Barat - 16424 Tel. + 62 21 7888 8199, 0812 9476 1054 Jl Salemba Raya No 4, Jakarta Pusat 10430 0818 436500 E-mail: [email protected] UI PUBLISHING website: www.uipublishing.ui.ac.id NERACA MAKROEKONOMI KONSEP DASAR DAN APLIKASI INDONESIA Disusun Oleh: Mohamad Ikhsan Hadyan Prabowo Nismara Paramayoga Tarisha Yuliana Yoshua Caesar Justinus Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia Penulis: Mohamad Ikhsan Hadyan Prabowo Nismara Paramayoga Tarisha Yuliana Yoshua Caesar Justinus xi, 345 hlm. ; 15,5 cm x 23 cm ISBN : 978-623-333-779-3 e-ISBN : 978-623-333-780-9 (PDF) ©Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit. Cetakan 2024 Diterbitkan oleh UI Publishing Anggota IKAPI & APPTI, Jakarta Jalan Salemba Raya No. 4, Jakarta Pusat 10430 Telp. 0818 436500 Kompleks ILRC Gedung B Lt. 1 & 2 Perpustakaan Lama Universitas Indonesia Kampus UI, Depok, Jawa Barat 16424 Tel. +62 21 788-88199; 0812 9476 1054 E-mail: [email protected] Website: www.uipublishing.ui.ac.id ii Persembahan Untuk Dina, Agam, Gafa dan Gibra iii DAFTAR ISI DAFTAR ISI iii KATA PENGANTAR ix BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM NERACA MAKROEKONOMI 7 2.1 Pengertian Penduduk dan Bukan Penduduk 7 2.2 Barang dan Jasa 9 2.3 Aset Riil dan Aset Finansial 9 2.4 Transaksi Ekonomi dan Flow 10 2.5 Sistem Akuntansi 11 BAB III NERACA SEKTOR RIIL 15 3.1 Pendahuluan 15 3.2 Konsep Dasar dan Beberapa Definisi 17 3.3 Agregat Makroekonomi Utama 21 A. Sektor Ekonomi Utama 21 B. Agregat Utama dalam Perekonomian 22 C. The Circular Flow of Income, Expenditure, 23 and Financing 3.4 Metode Perhitungan Pendapatan Nasional 25 A. Produk Domestik Bruto 25 B. Supply and Use Tables (SUT) dan Input- 32 Output (I-O) C. Agregat-Agregat Pendapatan 37 D. Hubungan Akuntansi Dasar 41 E. Cara Penyajian dan Angka Indeks 45 F. Indeks 45 G. Seri Pendapatan Nasional Atas Dasar Harga 48 Konstan iv H. Perhitungan Produk Domestik Bruto di 49 Indonesia I. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan 50 Usaha J. Produk Domestik Bruto Menurut Komoditas 59 K. Produk Domestik Bruto Menurut 61 Penggunaannya L. Produk Domestik Bruto Triwulan 67 3.5 Masalah Pengukuran PDB 67 3.6 Pendapatan dan Pekerjaan 69 A. Upah Riil 69 B. Pekerjaan dan Pengangguran 69 Appendiks 3.A Pendapatan Domestik Bruto (GDY), 73 Pendapatan Nasional Bruto (GNY) Appendiks 3.B Cara Mengestimasi Tabungan di 81 Indonesia Appendiks 3.C Incremental Capital Output Ratio 90 (ICOR) Appendiks 3.D Output Potensial & Output Gap 95 Appendiks 3.E Menyamakan Tahun Dasar 99 BAB IV NERACA MONETER 105 4.1 Pendahuluan 105 A. Sistem Keuangan 106 B. Prinsip Akuntansi dalam Statistik Moneter 108 C. Konsep Dasar Neraca & Definisi Penting 109 4.2 Kelembagaan Moneter & Neraca Sistem 113 Moneter A. Otoritas Moneter 113 B. Neraca Otoritas Moneter 114 C. Balance Sheet Constraint 118 v D. Interpretasi Perubahan dalam Neraca Otoritas 120 Moneter E. Neraca Analitis Otoritas Moneter (Uang 123 Primer) Bank Indonesia F. Bank Umum dan Lembaga Keuangan 126 Depositori Lain (DMBs) G. Neraca Bank Umum dan Lembaga Keuangan 127 Depositori Lain H. Neraca Analitis Bank Umum dan BPR 130 Indonesia I. Monetary Survey 131 J. Neraca Analitis Sistem Perbankan Indonesia 134 4.3 Analisis Moneter 135 A. Keseimbangan Pasar Uang 137 B. Money Multiplier 140 4.4 Isu Spesial dalam Analisis Moneter 145 Appendiks 4.A Inflasi 153 Appendiks 4.B International Financial Statistics 174 Appendiks 4.C Tingkat Bunga, Rate of Return, & 179 Premi Swap Appendiks 4.D Valuation Adjustment 185 Appendiks 4.E Currency Substitution (Dollarization) 188 Appendiks 4.F Tahapan Pengerjaan Konsolidasi 191 Neraca Sistem Moneter BAB V NERACA EKSTERNAL 199 5.1 Pendahuluan 199 5.2 Konsep dan Definisi 199 5.3 Cara Penyusunan dan Struktur Neraca 201 Pembayaran vi A. Standard Presentation 202 B. Analytic Presentation 211 5.4 Cara Pembukuan Transaksi Neraca 217 Pembayaran 5.5 Keseimbangan Neraca Pembayaran dan 223 Pengukuran Surplus/Defisit 5.6 Cara Penyusunan Neraca Pembayaran 228 Indonesia 5.7 Sumber Data Ekspor dan Impor 229 A. Metodologi Bank Indonesia 229 B. Metodologi BPS 233 C. Masalah Perbedaan Data Ekspor dan Impor 234 Appendiks 5.A Statistik Utang Luar Negeri 235 Appendiks 5.B Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) 247 BAB VI NERACA KEUANGAN NEGARA 251 6.1 Pendahuluan 251 6.2 Mendefinisikan Sektor Pemerintah 254 6.3 Metodologi Government Financial Statistics 256 A. Mengukur Operasi Pemerintah 256 B. Kerangka Kerja GFS 258 C. Prinsip Dasar GFS 262 D. Konsolidasi dalam GFS 263 E. Penyajian dalam GFS 263 6.4 Analisis Fiskal 267 A. Kesenjangan Tabungan & Investasi 267 Pemerintah B. Ukuran-ukuran keseimbangan fiskal 267 C. Membiayai Defisit 273 vii D. Kebijakan Fiskal yang Berkelanjutan 276 6.5 Analisis Pendapatan 280 A. Elastisitas dan Daya Dukung Pajak 280 B. Menilai Sistem Perpajakan 282 C. Tax Effort Analysis 283 D. Pendapatan Pemerintah Terhadap PDB 284 E. Proporsi Pajak Langsung Dengan Pajak Tidak 285 Langsung 6.6 Analisis Pengeluaran 286 A. Pendahuluan 286 B. Jenis-jenis Pengeluaran Publik 287 C. Belanja Publik dan Peran Negara 291 D. Isu-isu Kebijakan Belanja Publik 291 E. Implikasi Ekonomi Makro dari Belanja Publik 292 F. Interaksi Antara Hubungan Makroekonomi 293 dan Struktural 6.7 Kerangka Analitis 293 6.8 Aplikasi untuk Indonesia 296 A. Berdasarkan GFS 296 B. APBN 301 Appendiks 6.A Perkembangan Format dan 314 Komponen Pendapatan Negara Appendiks 6.B Penerimaan Pajak Negara dan 315 Transformasi Struktural Appendiks 6.C Statistik Utang Sektor Publik 318 BAB VII HUBUNGAN ANTAR NERACA MAKROEKONOMI 323 7.1 Pendahuluan 323 7.2 Neraca Pembayaran dan Pendapatan 324 Nasional viii 7.3 Neraca Pembayaran dan Neraca Moneter 325 7.4 Neraca Pembayaran dan Anggaran 326 Pemerintah 7.5 Anggaran Pemerintah dan Neraca Moneter 328 7.6 Keterkaitan antara Saldo Investasi-Tabungan 331 dan Rekening Giro Eksternal 7.7 Akun Aliran Dana 334 7.8 Konvensi Pencatatan 336 7.9 Kerangka Kerja Aliran Dana: Akun Skematis 337 BAB VIII PENUTUP 341 INDEKS 343 ix KATA PENGANTAR Buku Neraca Makroekonomi ini adalah proyek buku yang telah dimulai sejak tahun 1990 menjelang keberangkatan saya menempuh program S2 di Vanderbilt University. Buku ini awalnya adalah manual statistik makroekonomi yang menjelaskan berbagai neraca makroekonomi baik secara konseptual maupun aplikasinya di Indonesia yang diterbitkan sebagai output dari Pusat Antar Universitas (Inter-University Centre) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Setelah selesai dari program S2, saya gunakan materi ini sebagai bahan ajar untuk mata kuliah Perekonomian Indonesia dengan melakukan update di beberapa neraca makroekonomi tersebut. Keinginan untuk memperbarui dan mengembangkan buku ini muncul kembali setelah saya menyelesaikan pendidikan S3 di University of Illinois at Urbana-Champaign akhir November 1998. Bahan ajar yang berupa diktat kemudian disatukan kembali menjadi satu buku yang utuh. Naskah ini semakin relevan saat IMF juga menerbitkan dua publikasi penting untuk negara ekonomi transisi di Eropa Timur dan Financial Programming untuk kasus Turki, yaitu Macroeconomic Accounting and Analysis in Transition Economies: the case of Poland yang ditulis oleh Abessatar Ouanes and Subhash Tahkur (1997) dan Financial Programming and Policy: the case of Turkey (2000), yang keduanya diterbitkan oleh IMF Institute. Kedua buku ini menjadi kerangka dasar dalam penyusunan buku neraca makroekonomi ini. Membaca publikasi terakhir dari IMF untuk kasus Turki, update yang terbit tahun 2005, saya menyadari draf buku yang saya susun sebelumnya menjadi kurang relevan atau kurang up-to-date dengan realitas yang ada. United Nations telah merevisi System of National Accounts (SNA) tahun 2008 sementara naskah awal masih berdasarkan manual tahun 1993. Begitu pula dengan IMF telah melakukan revisi yang fundamental dalam manual penyusunan neraca pembayaran, moneter, dan APBN. BPS telah mengupdate penyusunan neraca pendapatan nasional berdasarkan System of National Accounts 2008 dan telah digunakan dalam penyusunan PDB atau PDRB sejak 2012 saat mengubah tahun dasar menjadi tahun 2010. Bank Indonesia juga melakukan revisi penyusunan neraca pembayaran sehingga format penyajian sudah sangat berbeda dengan naskah awal buku ini. Dalam menyusun buku ini, kami tidak sepenuhnya mengikuti kerangka dari dua referensi utama di atas tetapi menambahkan beberapa appendiks yang membuat pembaca lebih mengerti tentang beberapa topik yang sering x dibahas seperti cara perhitungan Gross Domestic Income (GDY), pengertian dan perhitungan Incremental Capital-Output Ratio (ICOR), perhitungan potential output, cara mengubah dan menyamakan tahun dasar, dan lain-lain. Buku ini tersusun dengan bantuan asisten saya yaitu Hadyan Prabowo, Nismara Paramayoga, Tarisha Yuliana dan Yoshua Caesar Justinus yang berdedikasi tinggi, sehingga mereka saya jadikan sebagai co-author dalam penyusunan versi ini. Namun, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang membantu saya mulai dari memahami national accounts yaitu almarhum Profesor M. Arsjad Anwar, almarhum Kusmadi Saleh, Profesor Anwar Nasution, dan Profesor Iwan Azis yang telah memperkenalkan saya dengan System of National Accounts dan memaksa saya untuk mempelajari dan memahami data pendapatan nasional. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada sejawat di BPS (Direktorat Neraca Nasional) Mbak Lies, Mas Dian Pramono, Pak Suprijanto yang menjadi tempat saya bertanya menyangkut metodologi dan akses terhadap data “dapur” neraca pendapatan nasional. Saya juga beruntung menikmati akses dan pengetahuan terhadap neraca-neraca makroekonomi ini sewaktu saya menjadi anggota Masyarakat Statistik sejak tahun 2006 hingga dewasa ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yoga Affandi (Bank Indonesia Institute) yang memberikan akses terhadap penerapan manual IMF untuk dua neraca penting, yaitu Neraca Moneter dan Neraca Pembayaran. Saya juga ingin berterima kasih kepada Profesor Soedradjad Djiwandono sewaktu beliau menjadi Deputi Makroekonomi di Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, & Industri (EKUIN) dan Bappenas memperkenalkan saya dengan Financial Programming ala IMF yang menjadi kerangka dasar penulisan buku ini dan volume selanjutnya. Saya ucapkan terima kasih kepada Pak Supramu Santosa untuk persahabatan dan bantuan finansial dalam membantu penerbitan buku ini sehingga buku ini dapat diakses oleh seluruh mahasiswa Fakultas Ekonomi di Indonesia. Penerbitan buku ini diharapkan tidak berhenti dalam penyusunan konsep awal. Saya merencanakan akan menerbitkan volume berikutnya yang berisikan tentang penerapan Financial Programming untuk kasus Indonesia termasuk cara untuk melakukan proyeksi ke depan. Jakarta April, 2024 Mohamad Ikhsan xi BAB I PENDAHULUAN S ejak abad ke-17, kenaikan standar hidup masyarakat dunia telah menjadi gambaran permanen yang menunjukkan kehidupan masyarakat dunia. Standar hidup di suatu negara (perekonomian) diukur dalam suatu ukuran yang kita namakan sebagai Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Ukuran PDB per kapita dengan segala keterbatasannya masih digunakan sebagai standar untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Seperti diketahui, suatu perekonomian bekerja sangat kompleks yang melibatkan miliaran atau jutaan pelaku ekonomi dalam banyak aktivitas – membeli (buying), menjual (selling), bekerja (working), merekrut (hiring), memproduksi barang (manufacturing) dan sebagainya. Untuk menjelaskan proses yang kompleks tersebut, buku teks ilmu ekonomi menyederhanakan proses ini dalam suatu model yang biasa dikenal sebagai the circular flow model (lihat Bab III bagian “agregat makroekonomi utama” dalam buku ini secara detail). The circular flow model menyederhanakan keterkaitan antara pelaku ekonomi (rumah tangga sebagai pemilik faktor produksi dan konsumen, perusahaan yang mengelola faktor produksi dan memproduksinya dalam barang dan menjualnya ke rumah tangga, pemerintah sebagai produsen barang dan jasa publik serta esensial, dan pihak luar negeri baik sebagai penjual maupun pembeli). Interaksi antar pelaku ekonomi melibatkan banyak pasar pula, mulai dari pasar faktor produksi (pasar kerja, pasar modal dan lain-lain), pasar barang dan jasa, dan pasar uang. Interaksi antar pelaku ini melibatkan sejumlah neraca yang secara sederhana digambarkan dalam (i) neraca sektor riil – yang kurang lebih menggambarkan neraca produksi, neraca pengeluaran, dan neraca pendapatan dari semua pelaku ekonomi; (ii) neraca pembayaran – yang mencatat transaksi barang dan jasa serta transaksi keuangan antara pelaku ekonomi domestik dengan pihak luar negeri; (iii) neraca keuangan negara – yang mencatat transaksi antara pemerintah dengan pelaku ekonomi lainnya; (iv) neraca moneter – yang mencatat transaksi dan sistem pembayaran dari semua transaksi yang ada dalam neraca sektor riil, neraca pembayaran, dan neraca keuangan negara. Neraca moneter ini muncul karena proses transaksi melibatkan uang sebagai medium of exchange dibandingkan dengan proses barter yang terjadi pada perekonomian yang primitif. 1 Penggunaan neraca-neraca ini secara sistematis dicatat dan dikembangkan suatu neraca makroekonomi ini sejak tahun 1930-an yang dilakukan oleh sejumlah pelopor seperti Profesor Simon Kuznets yang kemudian diatur dalam suatu konvensi internasional di bawah United Nations. Kesepakatan Bretton Woods tahun 1945 yang membentuk lembaga multilateral seperti IMF, the World Bank kemudian memperluas dan menyempurnakan proses konvensi ini kepada standar pencatatan dalam neraca pembayaran, neraca keuangan negara, dan neraca finansial yang dituangkan dalam sejumlah manual seperti The 6th edition of the Balance of Payments and International Investment Position Manual (BPM6), Government Finance Statistics Manual 2014 (GFSM 2014), Monetary and Financial Statistics Manual. Penyempurnaan manual ini dilakukan secara berkala mengingat perluasan cakupan dan transaksi dalam perekonomian yang kian kompleks termasuk berkembangnya inovasi dalam sektor keuangan dan perkembangan tekonologi yang memungkinkan digitalisasi yang mulai mengubah pola transaksi dari konvensional ke arah digital. Proses penyempurnaan ini melibatkan sejumlah ahli dan praktisi – akademisi, kantor statistik nasional dan dikoordinasikan oleh the United Nations, IMF, dan Lembaga multilateral lain seperti the World Bank1, WTO dan the OECD. Buku ini ditulis dalam rangka memenuhi kebutuhan akan suatu penyajian yang ringkas dan relatif sederhana terhadap prinsip-prinsip yang mendasari neraca makroekonomi secara lengkap dan terintegrasi. Ruang lingkup yang akan dicakup meliputi (a) Pendapatan Nasional; (b) Neraca Pembayaran; (c) Moneter dan Keuangan; dan (d) Keuangan Negara. Penyajian dalam buku petunjuk ini akan menggunakan standar yang digunakan secara internasional. Penyajian ini akan dilengkapi dengan penjelasan tentang standar dan metode penyesuaian yang digunakan oleh institusi-institusi yang mengeluarkan data statistik di Indonesia seperti Badan 1 The World Bank memelopori perhitungan PDB dalam suatu konversi mata uang yang kompatibel antar negara, yang dikenal dengan Purchasing Power Parity (the international Comparison Program, the ICP) dimulai tahun 1967-1970 dan melibatkan hanya 10 negara. Pelaksanaan kemudian diperluas dan dilakukan bersama-sama antara OECD untuk negara- negara OECD dan the World Bank untuk anggota non-OECD. Asian Development Bank dibawah koordinasi the World Bank ikut terlibat dalam menyempurnakan perhitungan PPP-GDP beserta komponen untuk negara-negara anggotanya. Penjelasan umum tentang metode PPP ini dapat dibaca melalui OECD. "Purchasing Power Parities - Frequently Asked Questions (FAQs)". Referensi penting lain berkaitan dengan program ICP ini dapat dibaca dalam publikasi bank dunia yang berjudul, World Bank (2013), Measuring the Real Size of the World Economy: The framework, Methodology and Results of the International Comparison Program – ICP, Washington DC: World Bank DOI: 10.1596/978-0-8213-9728.2. 2 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia Pusat Statistik dan Bank Indonesia. Akan diusahakan jika memungkinkan untuk mengompilasikan antara data statistik yang dikeluarkan oleh institusi- institusi internasional dan nasional. Neraca Pendapatan Nasional akan menggunakan standar yang digunakan dalam System National of Account (SNA) yang dipakai secara internasional. Neraca ini akan mencakup berbagai perhitungan pendapatan nasional dari berbagai pendekatan. Penyajian statistik ini akan diperluas dengan memasukkan pengaruh perubahan nilai tukar ekspor-impor dalam pendapatan nasional. Neraca pembayaran akan menggunakan standar yang digunakan oleh International Monetary Fund (IMF) sebagaimana yang dicakup dalam Balance of Payments Manual edisi keenam. Metode ini juga digunakan oleh Bank Indonesia dalam menyajikan statistik neraca pembayaran yang dipublikasikan melalui Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI). Pada mulanya terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara beberapa data yang dikeluarkan oleh IMF melalui Balance of Payments Statistics dengan data Bank Indonesia atau antara data Bank Indonesia dengan data Badan Pusat Statistik dalam bentuk presentasi di mana yang tersajikan dalam SEKI lebih bersifat agregat, tetapi perbedaan menjadi semakin sedikit namun tidak bisa dihindari karena perbedaan pendekatan yang digunakan oleh lembaga- lembaga yang terlibat. Standar IMF juga akan digunakan dalam penyajian Neraca Moneter dan Keuangan serta Neraca Keuangan Negara. Untuk statistik moneter dan keuangan penyajian akan mengacu kepada dua sumber, yaitu International Financial Statistics (IFS) yang diterbitkan secara bulanan oleh IMF dan Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Sedangkan untuk statistik keuangan negara akan mengacu kepada Government Finance Statistics (GFS) yang diterbitkan secara tahunan (untuk semua negara anggota IMF). Penggunaan bahan acuan kepada publikasi internasional semata-mata disebabkan karena bahan acuan ini merupakan standar dalam penyusunan neraca makroekonomi yang diterbitkan oleh institusi-institusi nasional. Di samping itu hal ini juga memungkinkan suatu perbandingan internasional terhadap perkembangan perekonomian. Buku ini diterbitkan untuk membantu analis-analis ekonomi mengerti arti dan penggunaan neraca makroekonomi yang dikeluarkan oleh institusi internasional seperti IMF dan bagaimana mengompilasinya dengan statistik yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Buku Pendahuluan 3 ini ditujukan untuk pemula dengan latar belakang pendidikan ekonomi. Diharapkan buku ini dapat membantu mahasiswa, peneliti pemula dalam menggunakan data neraca makroekonomi dalam menganalisis berbagai masalah makroekonomi. Secara sistematis organisasi buku petunjuk ini adalah sebagai berikut. Setelah diawali oleh bab pendahuluan ini, selanjutnya, bab kedua buku ini akan memberikan pengenalan awal terhadap konsep dasar berbagai standar statistik dari keempat neraca makroekonomi yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam buku ini. Konsep-konsep tersebut meliputi agen, aset riil maupun finansial, transaksi, dan produk ekonomi yang terlibat di dalamnya. Bagian ini juga akan menjelaskan standar akuntansi yang di mana semua statistik makrekonomi menganut sistem double entry (debit-kredit) dalam pencatatannya. Bab ketiga berisikan penjelasan mengenai komponen dari ekonomi sektor riil. Pada bagian awal, terdapat penjelasan tentang cara analisis ekonomi sektor riil. Kemudian, dilanjutkan dengan penjelasan dari hubungan akuntansi dasar dalam sektor riil, sampai beberapa sorotan penting berupa alat analitis untuk perhitungan dalam mengukur suatu output, tingkat inflasi, tingkat upah, dan pengangguran. Bab keempat membahas tentang neraca moneter, sebuah catatan mengenai lalu lintas moneter (uang) dan perubahan cadangan devisa pada suatu negara. Bab ini lebih fokus dalam menjelaskan statistik moneter (daripada finansial) sebab sektor perbankan masih dominan di Indonesia. Bagian awal bab ini menjelaskan mengenai struktur sistem keuangan beserta konsep-konsep penting. Selanjutnya, bab ini menyajikan perbandingan neraca moneter beserta komponen berdasarkan kerangka acuan International Financial Statistics (IFS) dan Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI). Kemudian, bab ini memaparkan teori kuantitas uang secara sederhana dan bagaimana variabel moneter (uang) memiliki hubungan dengan variabel ekonomi lain seperti tingkat harga dan pendapatan. Bab ini juga dilengkapi dengan pembahasan mengenai inflasi, tingkat bunga, metode pengerjaan neraca sistem moneter, dan pembahasan lainnya agar lebih komprehensif. Bab kelima membahas tentang neraca pembayaran, yaitu sebuah catatan sistematis mengenai semua transaksi ekonomi antara penduduk dan bukan penduduk selama periode tertentu. Bab ini menjelaskan konsep dan struktur neraca pembayaran, termasuk di dalamnya transaksi barang, jasa, dan finansial. Selain itu, bab kelima mencakup pembahasan tentang metode 4 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia pembukuan neraca pembayaran menggunakan sistem pembukuan berganda, serta penjelasan tentang keseimbangan neraca pembayaran dan bagaimana surplus atau defisit dapat terjadi. Bab keenam menjelaskan kerangka acuan dalam sistem fiskal Indonesia. Bab ini memperkenalkan definisi sektor pemerintah dan Government Finance Statistics (GFS) sebagai acuan statistik keuangan negara. Bab ini juga mengulas metodologi dan kerangka kerja GFS, termasuk penyajian GFS yang diadopsi baik secara internasional maupun yang spesifik diterapkan di Indonesia. Selain itu, dijelaskan indikator-indikator analisis fiskal seperti kesenjangan antara tabungan dan investasi serta ukuran keseimbangan fiskal lainnya, mencakup aspek pendapatan dan pengeluaran. Indikator-indikator ini penting untuk mengukur pencapaian menuju kondisi fiskal yang berkelanjutan. Bab ketujuh menjelaskan tentang keterkaitan neraca makroekonomi satu sama lain. Perubahan dalam satu neraca akan mempengaruhi neraca lainnya. Bab ini akan mengupas dari keterkaitan antar neraca yang ada, sehingga menciptakan sejumlah opsi kebijakan makroekonomi yang dapat dilakukan, tergantung pada tujuan dan sasaran dari kebijakan makroekonomi yang ada. Pembahasan dalam keterkaitan antar neraca ini akan juga membahas secara umum sejumlah kebijakan yang dapat dilakukan nantinya. Pendahuluan 5 BAB II GAMBARAN UMUM NERACA MAKROEKONOMI N eraca makroekonomi pada dasarnya dapat dikelompokkan atas 4 jenis neraca, yaitu neraca pendapatan nasional, neraca moneter, neraca pembayaran, dan anggaran pemerintah. Di samping itu masih banyak neraca makroekonomi lain seperti Tabel lnput-Output, Neraca Sosial Ekonomi (Social Accounting Matrix), Neraca Arus Dana (Flow of Fund Accounts), dan lain-lain. Penyusunan neraca-neraca di atas didasarkan atas berbagai sistem dan standardisasi yang berbeda. Neraca Pendapatan Nasional dikembangkan berdasarkan suatu sistem yang dirancang oleh United Nations yaitu System of National Accounts (SNA). Sedangkan neraca-neraca lainnya dikembangkan oleh International Monetary Fund berdasarkan manual tersendiri seperti Manual on Balance of Payments dan Manual on Government Statistics. Bagian ini mencoba menjelaskan secara umum konsep-konsep yang berlaku pada keempat neraca ini, walaupun secara rinci akan dibahas dalam bagian tersendiri. 2.1 Pengertian Penduduk dan Bukan Penduduk Keempat neraca makroekonomi ini mempunyai pengertian yang sama terhadap beberapa konsep pokok antara lain tentang definisi penduduk dan bukan penduduk. Penduduk (resident) adalah suatu unit ekonomi yang berhubungan dengan domisili unit-unit ekonomi dalam suatu wilayah tertentu atau negara tertentu. Dalam neraca makroekonomi, seorang penduduk tidak identik dengan kewarganegaraan. Seorang penduduk dapat tergolong warga negara tertentu dapat pula tidak. Ada beberapa dasar untuk menentukan penduduk dan bukan penduduk yaitu: 1. Pengertian penduduk (resident) tidak identik dengan kewarganegaraan seseorang; 2. Lamanya tinggal di suatu negara; 3. Pusat kepentingan seseorang selama tinggal di suatu negara; 4. Jika ada keraguan tentang status kependudukan seseorang, diserahkan kepada negara yang bersangkutan. 7 Secara umum, pihak yang dimaksud penduduk suatu negara meliputi individu-individu, perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga swasta, dan pemerintah. Yang dimaksud dengan penduduk individu adalah semua orang yang mengonsumsi barang dan jasa, ikut serta dalam kegiatan produksi, atau terlibat dalam kegiatan ekonomi lainnya di suatu negara yang tidak hanya bersifat sementara, dan pusat kepentingannya berada di negara tersebut. Pada umumnya, setiap individu yang bertempat tinggal di suatu negara tertentu lebih dari satu tahun digolongkan sebagai penduduk, kecuali: - Turis, yaitu individu-individu yang tinggal untuk jangka waktu kurang dari satu tahun, yang memiliki keperluan untuk rekreasi atau berlibur, berobat, kunjungan keagamaan, konferensi, dan keperluan lain-lain. - Awak kapal dan pesawat udara yang tidak tinggal di negara tersebut melainkan hanya singgah saja untuk sementara waktu. - Pebisnis yang berada di negara tersebut kurang dari satu tahun dan para pegawai perusahaan asing yang datang untuk keperluan pemasangan mesin dan sebagainya yang dibeli dari perusahaan tersebut. - Pegawai pemerintah asing dan badan-badan internasional sebagai anggota yang menjalankan misi yang berjangka waktu kurang dari satu tahun. - Diplomat asing, anggota angkatan bersenjata dan anggota pemerintahan asing yang ditempatkan di negara tersebut. - Pekerja musiman, yaitu orang-orang yang berada di negara tersebut semata-mata untuk keperluan kerja musiman. Untuk penduduk di perbatasan dan bekerja di negara yang bukan tempat tinggalnya, dianggap sebagai penduduk di mana dia bertempat tinggal atau bukan tempat bekerja. Semua perusahaan yang beroperasi dalam wilayah suatu negara dianggap sebagai penduduk, sekalipun dimiliki semua atau sebagian oleh pihak asing. Cabang atau kantor perwakilan suatu perusahaan asing yang berlokasi di suatu negara dianggap sebagai penduduk, sebaliknya, cabang dari perusahaan domestik yang berlokasi di luar negeri dianggap sebagai bukan penduduk. Penduduk secara ekonomi dalam sebagian besar neraca makroekonomi dikategorikan berdasarkan sektor. Sektor-sektor tersebut adalah kelompok 8 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia unit-unit ekonomi seperti pemerintah, lembaga-lembaga moneter, rumah tangga dan perusahaan. Sementara itu, sektor-sektor di luar perekonomian domestik disebut juga sektor luar negeri. 2.2 Barang dan Jasa Pengertian barang dan jasa biasanya mencakup produksi sekarang dan masa lalu baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, termasuk di dalamnya tanah dan aset tak berwujud (intangible asset), seperti hak untuk mengeksploitasi sumber daya mineral. Barang dan jasa (secara lebih spesifik) adalah output yang menyertai faktor-faktor produksi pada berbagai tahap produksi dalam proses produksi; tetapi kadang kala barang dan jasa tersebut merupakan jasa faktor produksi tunggal seperti jasa pembantu rumah tangga. Dalam SNA, jasa faktor produksi dikeluarkan dari klasifikasi barang dan jasa, meskipun dalam praktik jarang diikuti. Sebagai contoh, dalam neraca pembayaran, jasa faktor produksi tetap dicatat sebagai bagian dari neraca pembayaran. 2.3 Aset Riil dan Aset Finansial Aset riil adalah jenis aset yang muncul tanpa menimbulkan kewajiban kepada pihak lain. Contoh aset riil adalah barang, persediaan, tanah, dan sebagainya. Aset finansial adalah tagihan yang menimbulkan kewajiban kepada pihak lain, seperti uang kartal yang merupakan kewajiban otoritas moneter kepada sektor di luar otoritas moneter. Contoh lain dari aset finansial adalah uang beredar, surat berharga, obligasi, saham, dan sebagainya. Terdapat pengecualian atas definisi dari aset finansial yaitu terhadap emas dan special drawing rights (SDR). Emas menurut SNA adalah untuk keperluan neraca pembayaran, jika dimiliki oleh otoritas moneter dianggap sebagai aset finansial, namun jika dipegang oleh masyarakat dapat digunakan sebagai aset riil. SDR adalah cadangan internasional negara-negara anggota di dalam IMF yang didasarkan pada 5 (lima) mata uang, yaitu dolar AS, euro, renminbi, poundsterling, dan yen. SDR sendiri bukan merupakan mata uang namun bisa ditukar dengan mata uang tertentu sebagai pelengkap cadangan devisa negara anggota maupun alokasi dana bantuan kepada negara yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi atau negara berpendapatan rendah. Karakteristik khusus yang dimiliki emas dan SDR seperti yang telah dijelaskan membuat kedua aset tersebut menjadi pengecualian atas definisi aset finansial. Gambaran Umum Neraca Makroekonomi 9 2.4 Transaksi Ekonomi dan Flow Secara umum, semua neraca makroekonomi mencatat transaksi ekonomi. Adalah benar jika dikatakan bahwa neraca moneter berdasarkan balance sheet dan sering dipublikasikan dalam format potret titik waktu tertentu. Meskipun demikian, dalam menganalisis statistik moneter, sering dilakukan dengan melihat perubahan dalam aktiva dan pasiva (flow) yang mencerminkan transaksi ekonomi. Dengan demikian, transaksi ekonomi berlaku dalam setiap neraca makroekonomi. Transaksi ekonomi dapat diklasifikasikan menjadi transaksi finansial dan transaksi nonfinansial. Transaksi finansial meliputi proses pertukaran aset finansial yang menimbulkan akumulasi aset finansial atau kewajiban finansial. Transaksi nonfinansial meliputi arus barang dan jasa pendapatan faktor produksi dan transaksi tidak berbalas (unrequited transfer). Neraca Pendapatan Nasional mengukur transaksi-transaksi nonfinansial dari suatu perekonomian. Neraca Keuangan Negara dan Neraca Pembayaran mencatat baik transaksi finansial maupun nonfinansial di lain pihak, Neraca Moneter mencatat data konsolidasi stok aset dan kewajiban finansial dari lembaga-lembaga keuangan dari sebuah negara dan hanya mempunyai hubungan tidak langsung dengan transaksi ekonomi. Transaksi ekonomi berlaku jika terjadi perpindahan pemilikan dari aset finansial atau aset riil atau sebuah jasa dari satu pihak ke pihak yang lain. Transaksi ekonomi merupakan pertukaran nilai ekonomi dari satu unit ekonomi kepada unit ekonomi lainnya, yang dapat meliputi baik dengan menimbulkan kewajiban terhadap pihak lain (a quid pro quo) maupun tidak menimbulkan kewajiban terhadap pihak lain (without a quid pro quo). Transaksi-transaksi ini dapat berupa: a. Pembelian dan penjualan barang untuk dipertukarkan dengan aset finansial; b. Pertukaran antar barang riil (barter); c. Pertukaran antar aset finansial; d. Pembelian atau penerimaan barang dan jasa tanpa imbalan (without a quid pro quo); e. Pembelian atau pembayaran aset finansial tanpa imbalan. Transaksi a, b, c, merupakan transaksi yang menimbulkan kewajiban kepada pihak lain (a quid pro quo), sedangkan transaksi d dan e merupakan transaksi-transaksi yang tidak menimbulkan kewajiban kepada pihak lain. 10 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia Contoh untuk jenis transaksi terakhir adalah ketika obat-obatan diberikan secara gratis kepada masyarakat yang sedang mengalami bencana alam. Contoh lain adalah pemungutan pajak oleh pemerintah. Jenis transaksi ini diperlakukan dengan memiliki dua sisi: di satu pihak merupakan arus barang dan jasa dan di pihak lain merupakan apa yang dikenal dengan istilah transfer, transfer payment, atau unrequited transfer. Kedua sisi dari transaksi disebut arus-arus (flows). Sebuah arus merupakan sebuah sisi dari transaksi ekonomi. Perbedaan antara transaksi ekonomi dan arus menjadi penting untuk menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi, tetapi hal ini tidak menjadi masalah yang mendasar karena sebuah arus pada dasarnya merupakan transaksi ekonomi. Transaksi-transaksi dalam Neraca Pendapatan Nasional dan Neraca Pembayaran akan dicatat ketika sebuah kewajiban berlaku atau ketika perpindahan pemilikan aset terjadi. Metode ini dikenal dengan metode accrual basis. Di lain pihak, Neraca Keuangan Negara didasarkan pada cash basis, yang berarti transaksi dalam keuangan negara baru dianggap terjadi jika penerimaan dan pengeluaran benar-benar telah terjadi. Walaupun telah dilakukan perjanjian perpindahan pemilikan aset dan kewajiban, tetapi belum direalisasikan, transaksi tersebut belum dianggap terjadi. Neraca Moneter pada prinsipnya didasarkan pada accrual basis, tetapi karena sebagian besar transaksi bank dilakukan berdasarkan cash basis, perbedaan ini menjadi kurang penting. 2.5 Sistem Akuntansi Semua neraca makroekonomi—seperti yang berlaku pada neraca sebuah perusahaan—menganut sistem pencatatan double entry (debit-kredit). Berbagai nama digunakan walaupun menganut pengertian yang sama seperti pemasukan atau penerimaan untuk kredit dan pengeluaran atau pembayaran untuk debit. Prinsip-prinsip akuntansi ini penting untuk menjamin konsistensi dan kelengkapan data yang dikumpulkan dan disajikan. Untuk melakukan sintesis dalam neraca-neraca makroekonomi, diperlukan untuk mengaplikasikan beberapa ketentuan umum. Sistem akuntansi yang berlaku dalam neraca pendapatan nasional dan neraca pembayaran mengandung dua perbedaan prinsip-prinsip pencatatan debit dan kredit. Dalam neraca pembayaran, dua entri mencakup dua sisi untuk transaksi yang sama. Misalnya, kredit untuk ekspor dan debit untuk kenaikan cadangan devisa. Entri-entri dalam neraca pembayaran mencakup Gambaran Umum Neraca Makroekonomi 11 dua arus yang mengandung transaksi ekonomi. Sebaliknya, neraca pendapatan nasional mempunyai dua entri untuk setiap arus; sebagai contoh konsumsi diperlakukan sebagai kredit dalam neraca produksi dan debit dalam neraca pendapatan. Dua karakteristik lain dari neraca pendapatan nasional adalah setiap neraca adalah berimbang; yang meliputi entri-entri debit dan kredit yang sama termasuk entri penyeimbangan. Kedua adalah sistem ini diartikulasikan, hal ini diindikasikan pada setiap kasus di mana contra-entry ditemukan. Dalam neraca pendapatan nasional yang diperluas untuk mencakup transaksi finansial, pencatatannya sama dengan yang berlaku dalam neraca pembayaran. Cara pencatatan tersebut misalnya entri debit untuk konsumsi yang dibeli oleh rumah tangga, di offset dengan entri kredit penggunaan uang tunai. Transaksi ini juga dicatat untuk perusahaan: entri debit, penjualan barang konsumsi dan entri kredit, penerimaan uang tunai. Cara pencatatan ini dikenal dengan nama, quadruple-entry system. Neraca pembayaran kadang kala mencatat flow yang sama dua kali. Hal ini terjadi jika transaksi antar penduduk dicatat dalam neraca pembayaran. Misalnya, ketika aktiva luar negeri ditransfer dari penduduk swasta tertentu ke bank. Neraca keuangan negara dan neraca moneter ketika disajikan dalam bentuk perubahan aset dan kewajiban, menggunakan prinsip akuntansi yang sama dengan neraca pembayaran. Meskipun cara penyajian berbeda untuk debit dan kredit (untuk neraca pembayaran, kredit diletakkan di sisi kiri, dan debit di sisi kanan, sementara untuk neraca lainnya sebaliknya), cara penilaiannya sama. Artinya, kredit merupakan entri penerimaan atau kenaikan kewajiban dan diberikan tanda positif atau sering kali tanpa tanda, sedangkan debit merupakan entri pengeluaran atau pembayaran atau akumulasi aset dan diberi tanda minus. Beberapa jenis transaksi atau flow yang diberlakukan sebagai kredit dan debit adalah sebagai berikut: 1. Credit menjadi: Penerimaan pendapatan faktor; Penerimaan unrequited transfer; Penerimaan Pemerintah Penjualan barang dan jasa (contoh: ekspor); Pinjaman atau kenaikan kewajiban; Penurunan Aset Finansial; Penurunan persediaan; 12 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia 2. Debit meliputi: Pembayaran Faktor Produksi; Pemberian unrequited transfer; Pembelian barang dan jasa (contoh: impor); Konsumsi; Pembentukan Modal Tetap Kenaikan dalam persediaan; Pengeluaran Pemerintah Kenaikan dalam aset finansial; Pembayaran kembali utang atau penurunan dalam kewajiban finansial. Gambaran Umum Neraca Makroekonomi 13 BAB III NERACA SEKTOR RIIL 3.1 Pendahuluan Neraca pendapatan nasional mulai dikembangkan secara sistematis sejak tahun 1930-an di bawah pengaruh ekonom besar J.M. Keynes. Selama periode tersebut perekonomian dilanda depresi dan tingkat pengangguran melambung tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut, Keynes mengeluarkan suatu tesis bahwa perekonomian (produksi, tingkat pengangguran dan lain- lain) dapat diatur ke arah yang lebih baik jika dilakukan suatu perencanaan ekonomi yang baik pula. Suatu perencanaan ekonomi yang baik memerlukan informasi beserta data yang komprehensif dan teratur, sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang akan diberlakukan dapat ditetapkan dalam kondisi kepastian yang tinggi. Data makroekonomi yang dibutuhkan terutama data produksi, pendapatan yang komprehensif meliputi produksi semua sektor, konsumsi, investasi dan lain-lain. Sejak akhir Perang Dunia II, neraca pendapatan nasional (national accounts) telah dikembangkan dan distandardisasi di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dikenal dengan System of National Accounts (SNA). Neraca pendapatan nasional telah dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk lain yang lebih sempurna seperti Tabel lnput-Output yang mencatat arus produksi dan penggunaan pada periode tertentu, neraca arus keuangan (Flow of Fund Accounts) yang mencatat arus dana di antara para pelaku ekonomi dan lain-lain, seperti neraca ekonomi-sosial (Social Accounting Matrix). 15 Kotak 3.1 Perkembangan Sistem Neraca Nasional Historic Versions of the System of National Accounts The broad objective of the System of National Accounts (SNA) is to provide a comprehensive conceptual and accounting framework for compiling and reporting macroeconomic statistics for analysing and evaluating the performance of an economy. The origins of the SNA trace back to the 1947 Report of the Sub- Committee on National Income Statistics of the League of Nations Committee of Statistical Experts under the leadership of Richard Stone. At its first session in 1947, the United Nations Statistical Commission (UNSC) emphasized the need for international statistical standards for the compilation and updating of comparable statistics in support of a large array of policy needs. In view of the emphasis on international statistical standards throughout the history of the Commission, the following national accounts standards were produced: The 1953 SNA was published under the auspices of the UNSC. It consisted of a set of six standard accounts and a set of 12 standard tables presenting detail and alternative classifications of the flows in the economy. The concepts and definitions of the accounts were widely applicable for most countries, including developing countries. Two slightly modified editions of the 1953 SNA were published. The first revision in 1960 reflected comments on country experience in the implementation of the 1953 SNA. The second revision in 1964 improved consistency with the International Monetary Fund's Balance of Payments Manual. The 1968 SNA extended the scope of the national accounts substantially by; adding input-output accounts and balance sheets; giving more attention to estimates at constant prices; and making a comprehensive effort to bring the SNA and the Material Product System (MPS) closer together. The 1993 SNA represents a major advance in national accounting and embodies the result of harmonizing the SNA and other international statistical standards more completely than in previous versions. The 2008 SNA, which is an update of the 1993 SNA, addresses issues brought about by changes in the economic environment, advances in methodological research and the needs of users. Sumber: United Nations 16 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia 3.2 Konsep Dasar dan Beberapa Definisi System of National Accounts (SNA) merupakan kerangka akuntansi di dalam data makroekonomi yang disusun dan disajikan untuk analisis ekonomi. Sistem ini sudah diakui secara internasional untuk mengatur aliran informasi yang kontinu dan sangat penting sebagai bahan analisis, evaluasi, serta pemantauan kinerja ekonomi suatu negara. Sistem Neraca Nasional memiliki karakteristik yang fundamental, yaitu sebagai kerangka statistik yang standard untuk melakukan analisis makroekonomi dari waktu ke waktu dan dapat dibandingkan antar negara. Berikut ini adalah rincian mengenai karakteristik SNA tersebut: A. Analisis Makroekonomi SNA merupakan kerangka statistik yang dapat menampung berbagai teori ekonomi dan model serta memenuhi kebutuhan negara pada berbagai tahap perkembangan. B. Perbandingan Lintas Waktu SNA adalah sistem yang koheren untuk melacak kinerja agregat makroekonomi utama seperti output dan lapangan kerja dari waktu ke waktu. C. Perbandingan Internasional SNA digunakan untuk melaporkan data neraca nasional kepada organisasi internasional yang sesuai dengan definisi dan klasifikasi yang diterima secara internasional. Data ini digunakan sebagai perbandingan neraca nasional yang berguna dalam banyak bidang, misalnya dalam menentukan kelayakan bantuan konsesional, menghitung kuota bagi negara-negara anggota IMF, dan secara lebih umum, untuk mengukur kekuatan ekonomi relatif antar negara. Perbandingan semacam ini memerlukan konversi ukuran output ke dalam mata uang umum. Adapun penggunaan penting lainnya dari sistem neraca nasional, yaitu: Perubahan atas System of National Accounts pada tahun 2008 berpengaruh terhadap penyusunan PDB melalui perubahan beberapa konsep dan cakupan pengumpulan data sebagai berikut: 1. Kegiatan pertanian yang sebelumnya hanya mencakup output panen, sekarang juga memasukkan perhitungan nilai hewan dan tanaman yang belum menghasilkan. Neraca Sektor Riil 17 2. Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang/R&D) yang sebelumnya dianggap sebagai konsumsi antara menjadi PMTB dan output dari industri yang melakukan kegiatan litbang. Dengan demikian, pengeluaran atas litbang dicatat dalam komponen gross fixed capital formation dan sectoral GDP. 3. Produk kekayaan intelektual dan pengembangan perangkat lunak komputer yang sebelumnya dianggap sebagai cost of doing business, saat ini diperhitungkan sebagai output dari industri yang menghasilkan produk tersebut serta PMTB. 4. Sistem persenjataan yang tadinya diperlakukan sebagai bagian dari konsumsi akhir dipindah menjadi output industri peralatan militer dan PMTB. Konsekuensinya, terdapat penambahan nilai PDB yang berasal dari output industri peralatan militer. 5. Kegiatan eksplorasi dan evaluasi mineral diperlakukan sebagai konsumsi antara sekarang dicatat sebagai output dan dikapitalisasi sebagai PMTB, meskipun kegiatan tersebut tidak menghasilkan penemuan cadangan mineral. 6. Metode penghitungan output bank komersial yang sebelumnya menggunakan metode Imputed Bank Services Charge (IBSC), sekarang menggunakan metode Financial Intermediary Services Indirectly Measured (FISIM). Oleh karena perubahan-perubahan tersebut, maka BPS mengubah penghitungan tahun dasar dari tahun 2000 menjadi tahun 2010. Dengan adanya perubahan tahun dasar, pertumbuhan PDB nominal tahun 2010 dengan tahun dasar baru menjadi lebih tinggi 6,47% (Rp6.864,1 T) dibandingkan dengan PDB nominal tahun 2010 dengan tahun dasar lama (Rp6.446,9 T). Dari angka 6,47% tersebut, sekitar 2,42% tambahan output merupakan hasil penyertaan beberapa aktivitas ekonomi baru di bawah SNA 2008, dan 4,05% berasal dari perbaikan pengukuran. Sebagian besar tambahan output berasal dari peningkatan output pertanian yang bertambah sebesar 1,90%. Meskipun pengukuran PDB dengan tahun dasar baru menghasilkan tingkat PDB yang lebih tinggi untuk tahun 2010, tetapi hal tersebut juga menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi sejak 2011 menjadi lebih rendah secara signifikan, sebesar 0,3 persen pada tahun 2011, sekitar 0,2 persen pada 2012 dan 2013, serta 0,04 persen pada 2014. 18 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia Tabel 3.1 Perbandingan PDRB Pendekatan Produksi dengan Tahun Dasar 2000 dan 2010 Sumber: Badan Pusat Statistik Tabel di atas mengilustrasikan perbedaan komponen PDB tahun dasar 2000 dan tahun dasar 2010 dengan pendekatan produksi. Secara umum, sistem penomoran komponen PDB tahun dasar 2010 menyesuaikan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) 2009, tidak lagi menggunakan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) 1990. Selain itu, industri pengolahan; pengangkutan dan komunikasi; serta jasa-jasa mengalami reklasifikasi dalam skala besar, di mana subkomponen di dalam PDB tahun dasar 2000 dimasukkan ke berbagai komponen pada PDB tahun dasar 2010. Sementara itu, PDB dengan pendekatan pengeluaran yang sebelumnya mengandung 6 komponen utama pada tahun dasar 2000 mengalami penambahan satu komponen baru, yaitu pengeluaran konsumsi lembaga non- profit rumah tangga (LNPRT). Selanjutnya, subkomponen dalam komponen konsumsi rumah tangga pada tahun dasar lama dipecah ke dalam komponen Neraca Sektor Riil 19 konsumsi rumah tangga, LNPRT, dan perubahan inventori. Begitu juga dengan pengeluaran konsumsi pemerintah yang dipecah menjadi konsumsi pemerintah itu sendiri dan pembentukan modal tetap bruto. Seiring perkembangan aktivitas ekonomi baik dari sektor produksi dan konsumsi, bisa saja terdapat perubahan atas pola-pola produksi dan konsumsi tersebut. Dengan kata lain, diperlukan pembaruan dalam Sistem Neraca Nasional (SNA) agar penyusunan PDB mampu menggambarkan adanya transformasi ekonomi, perubahan teknologi dan inovasi yang menyebabkan perkembangan atas sektor (lapangan usaha) tersebut. Tabel 3.2 Perbandingan PDRB Pendekatan Pengeluaran dengan Tahun Dasar 2000 dan 2010 Sumber: Badan Pusat Statistik Selanjutnya, bab ini akan membahas mengenai agregat makroekonomi utama dan hubungan makroekonomi dasar. Selain itu, isu lainnya yang turut dibahas juga mencakup pengukuran dan analisis inflasi, pembahasan konsep- konsep seperti lapangan kerja, pengangguran, upah riil, dan kebijakan harga dan pendapatan, dengan penekanan khusus pada ekonomi transisi; tinjauan perkembangan output, lapangan kerja, harga, dan upah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir yang disertai latihan dan berbagai isu yang dapat didiskusikan. Kerangka akuntansi SNA, prinsip-prinsip yang mendasarinya, dan aplikasinya pada data neraca nasional Indonesia juga akan diuraikan secara singkat dalam lampiran pada bab ini. Pembaca perlu memahami kerangka akuntansi tersebut agar dapat memahami akuntansi dan analisis makroekonomi yang disajikan dalam bab ini. 20 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia 3.3 Agregat Makroekonomi Utama Bagian ini membahas sektor dan agregat makroekonomi utama, pendekatan alternatif terhadap produk domestik bruto (PDB), dan hubungan dasar dalam akuntansi nasional seperti hubungan antara pendapatan agregat dan absorpsi serta keseimbangan neraca transaksi berjalan eksternal. A. Sektor Ekonomi Utama Sektor ekonomi utama terdiri atas rumah tangga, pelaku usaha, sektor keuangan, pemerintah, dan sisanya dunia. Rumah tangga menyediakan tanah, tenaga kerja, dan modal ke berbagai pasar faktor input dan menuntut barang dan jasa di pasar produk, tetapi rumah tangga juga dapat berperan sebagai produsen dengan membentuk usaha tidak berbadan hukum. Rumah tangga membuat keputusan tentang seberapa banyak yang akan dihabiskan untuk konsumsi dan berapa banyak yang akan disimpan, serta berapa banyak yang akan diinvestasikan di pasar keuangan berdasarkan persepsi mereka tentang lingkungan ekonomi yang berlaku dan harapan mereka tentang perkembangan di masa depan. Kemudian, pelaku usaha mempekerjakan faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal untuk menghasilkan barang dan jasa di pasar. Pelaku usaha membuat keputusan produksi dan investasi dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan mereka. Sedangkan, sektor keuangan menyediakan layanan perantaraan keuangan dalam perekonomian. Ini mencakup semua entitas yang aktivitas utamanya adalah perantaraan keuangan, termasuk sistem perbankan dan lembaga keuangan lainnya seperti dana investasi, koperasi kredit, dana pensiun, dan perusahaan asuransi. Selanjutnya, pemerintah memiliki peran dalam pembuatan kerangka kerja regulasi dan hukum yang efektif, menyediakan beberapa barang publik, seperti pendidikan, infrastruktur, dan jaringan pengaman sosial, mengawasi sistem perpajakan, dan mengelola pengeluaran pemerintah. Terakhir, "the rest of the world” menggabungkan semua sektor transaksi ekonomi dengan non residen (entitas yang bukan penduduk). Adapun data yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur perkembangan dari para pelaku ekonomi utama tersebut dapat diakses melalui website World Bank, khususnya pada World Development Indicator (WDI). Data ini merupakan kompilasi atas statistik pembangunan di berbagai negara. Terdapat enam aspek yang disediakan oleh data WDI, yaitu poverty Neraca Sektor Riil 21 and inequality, state and market, people, environment, economy, dan global link. Database ini berisikan 1400 rangkaian waktu untuk 217 perekonomian dan lebih dari 40 negara. B. Agregat Utama dalam Perekonomian Berbagai konsep makroekonomi yang diuraikan di bawah ini memainkan peran sentral dalam analisis makroekonomi, dan didefinisikan dalam kerangka Sistem Akuntansi Nasional atau System of National Accounts (SNA). Gross Output (Q) adalah nilai dari semua barang dan jasa yang diproduksi dalam ekonomi. Konsep ini memiliki masalah yang disebut penghitungan ganda (double counting). Sebagai contoh, nilai gandum mungkin dihitung dua kali. Pertama, saat digunakan dalam produksi roti. Kemudian, dihitung kembali sebagai nilai output roti. Nilai tambah atau value added (VA) adalah nilai dari gross output dikurangi nilai dari konsumsi antara (intermediate consumption). Ekonom menggunakan konsep nilai tambah untuk mengukur output suatu negara. Adapun terdapat output nonpasar dalam perekonomian dan dibedakan dari output pasar. Output nonpasar tersebut mencakup sebagian besar produksi untuk keperluan sendiri, seperti pertanian swadaya dan perumahan yang ditempati pemilik. Konsumsi dibagi menjadi dua jenis yang berbeda, yaitu konsumsi antara dan konsumsi akhir. Konsumsi antara merujuk pada input dalam produksi, sementara konsumsi akhir merujuk pada barang dan jasa baik yang diimpor maupun diproduksi di dalam negeri yang digunakan oleh rumah tangga dan sektor pemerintah. Produk Domestik Bruto (PDB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah di semua sektor dalam ekonomi. PDB mengukur nilai barang dan jasa akhir dalam suatu ekonomi. Investasi (gross capital investment) dalam istilah makroekonomi, merujuk pada penambahan stok modal fisik dalam suatu ekonomi. Selain itu, dapat pula didefinisikan sebagai output yang dihasilkan selama tahun ini tetapi tidak digunakan untuk konsumsi saat ini. Investasi dalam makroekonomi memiliki arti aktivitas yang melibatkan pembangunan mesin, pabrik, dan rumah serta perubahan dalam persediaan. Dengan demikian, pembelian obligasi atau saham yang disebut investasi dalam pandangan individu (dalam bahasa 22 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia sehari-hari) bukanlah investasi dalam arti makroekonomi. Hal ini karena transaksi tersebut hanya mencerminkan transfer aset keuangan antara agen- agen ekonomi. Depresiasi digunakan untuk membedakan investasi neto dari investasi bruto. Konsep ini terkadang dapat disebut sebagai konsumsi modal tetap. Karena stok modal habis digunakan seiring waktu, depresiasi atau biaya penggantian modal yang digunakan selama periode tertentu, dikurangkan dari investasi bruto untuk mendapatkan investasi neto. Hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut: Investasi Neto = Investasi Bruto – Depresiasi Investasi neto adalah ukuran yang lebih akurat untuk mengukur penambahan kapasitas produksi daripada investasi bruto. Ekspor neto merupakan perhitungan dari nilai ekspor barang dan jasa dikurangi nilai impor barang dan jasa. Ekspor neto digunakan untuk mengukur dampak perdagangan luar negeri terhadap permintaan agregat. Ekspor neto dapat disebut juga sebagai komponen dari total permintaan terhadap barang dan jasa domestik dan dapat memainkan peran penting dalam menentukan PDB. Absorpsi atau Absorption (A) disebut sebagai permintaan domestik agregat. Apabila didefinisikan, maka dapat diartikan sebagai jumlah dari total konsumsi akhir atau Final Consumption (C) dan investasi bruto atau Gross Investment: Absorpsi = Konsumsi Akhir + Investasi Bruto Konsep absorpsi yang dimaksud pada umumnya merupakan absorpsi domestik, yang terdiri atas permintaan akhir untuk konsumsi dan investasi baik untuk sektor publik dan swasta domestik tanpa memasukkan komponen permintaan yang berasal dari transaksi dengan pihak eksternal (ekspor- impor). C. The Circular Flow of Income, Expenditure, and Financing Perekonomian terdiri atas jutaan orang yang terlibat dalam berbagai aktivitas (buying, selling, working, hiring, manufacturing, dst). Untuk memahami bagaimana suatu perekonomian dapat bekerja, terdapat suatu konsep yang dapat menjelaskan keadaan tersebut dengan sederhana dan ringkas yang biasa dikenal sebagai the circular flow. Perlu diketahui bahwa konsep “circular flow” merupakan sebuah model yang menjelaskan secara umum bagaimana Neraca Sektor Riil 23 perekonomian bekerja dan bagaimana para pelaku ekonomi berinteraksi satu sama lain. Konsep dari circular flow dapat diilustrasikan dalam Gambar 3.1 Pada model tersebut, disederhanakan bahwa hanya ada dua jenis pengambil keputusan dalam ekonomi – perusahaan dan rumah tangga. Perusahaan akan memutuskan untuk memproduksi barang dan jasa dengan menggunakan input, seperti tenaga kerja, tanah dan modal (bangunan dan mesin). Semua ini akan disebut sebagai faktor produksi. Sementara itu, rumah tangga memiliki faktor produksi dan mengonsumsi semua barang dan jasa yang diproduksi oleh perusahaan. Selain itu, pada circular flow tersebut terdapat tiga tipe pasar sebagai akibat atas interaksi antara rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Dalam pasar barang dan jasa (pasar output), rumah tangga adalah pembeli dan perusahaan adalah penjual. Secara khusus, rumah tangga membeli output barang dan jasa yang diproduksi oleh perusahaan. Dalam pasar faktor-faktor produksi (pasar input), rumah tangga adalah penjual dan perusahaan adalah pembeli. Dalam pasar ini, rumah tangga menyediakan input yang digunakan perusahaan untuk memproduksi barang dan jasa. Adanya gambar berupa diagram aliran melingkar merupakan cara sederhana untuk menjelaskan semua transaksi yang terjadi antara rumah tangga dan perusahaan dalam suatu perekonomian. Terakhir, hubungan keuangan antara pemerintah dengan produsen dapat terjadi dalam pasar uang. Produsen dapat membiayai defisit yang dialami oleh pemerintah. Selanjutnya, pemerintah dapat membuat keputusan untuk mendanai produsen atau dikenal sebagai investasi. Adanya dua putaran diagram aliran melingkar yang berbeda namun saling berhubungan terdapat maksud yang berbeda. Lingkaran bagian dalam mengggambarkan aliran input dan output. Rumah tangga menjual penggunaan tenaga kerja, tanah, dan modalnya kepada perusahaan di pasar untuk faktor- faktor produksi. Perusahaan kemudian menggunakan faktor-faktor ini untuk memproduksi barang dan jasa yang kemudian dijual kepada rumah tangga di pasar barang dan jasa. Sedangkan, lingkaran luar diagram menggambarkan keluarnya aliran uang. Artinya, rumah tangga mengeluarkan uang untuk membeli barang dan jasa dari perusahaan. Perusahaan menggunakan sebagian pendapatan dari penjualan ini untuk pembayaran faktor-faktor produksi, seperti upah pekerja. Kemudian, sisanya akan menjadi keuntungan bagi pemilik perusahaan, yang merupakan anggota rumah tangga. 24 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia Perlu diperhatikan kembali, pada berbagai titik dalam diagram, terdapat aktivitas berupa uang yang dapat dialihkan sehingga disebut sebagai kebocoran (leakages). Pembayaran pajak sektor swasta dan pengeluaran untuk impor adalah kebocoran dari aliran pengeluaran domestik. Hal ini akan diimbangi oleh penyuntikan pendapatan dan pengeluaran ke aliran utama, misalnya pengeluaran oleh entitas selain rumah tangga domestik, transfer dan pembelian pemerintah, investasi, dan ekspor. Dengan demikian, jumlah semua kebocoran akan sama dengan jumlah semua injections. Gambar 3.1 The Circular Flow of Income, Expenditure, and Financing Sumber: dikompilasi dari berbagai sumber 3.4 Metode Perhitungan Pendapatan Nasional A. Produk Domestik Bruto Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) dapat dianalisis dengan tiga pendekatan, yaitu: (1) Pendekatan Produksi (Production Approach) (2) Pendekatan Pendapatan (Income Approach) (3) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) Neraca Sektor Riil 25 Secara teoritis ketiga pendekatan akan menghasilkan nilai PDB yang sama, tetapi dalam praktiknya, nilai PDB yang dihitung berdasarkan pendekatan-pendekatan di atas jarang menghasilkan nilai yang sama1. Perbedaan pencatatan ini akan ditampung di dalam item baru yaitu kesalahan- kesalahan statistik (statistical discrepancies)2. Melalui suatu kerangka kerja yang mampu mengevaluasi konsistensi penyusunan PDB dari ketiga pendekatan, perbedaan pencatatan atau kesalahan statistik di atas dapat dibatasi atau bahkan dieliminiasi. Kerangka kerja sebagai basis konsistensi penyusunan PDB tersebut akan dibahas dalam bab ini. 1. Pendekatan Produksi Melalui pendekatan ini, PDB dihitung dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (NTB) dari setiap kegiatan produksi dalam waktu tertentu. Kegiatan-kegiatan produksi biasanya dikelompokkan dalam suatu sektor produksi (lapangan usaha). Berdasarkan International Standard Industrial Classifications (ISIC) Revision 4, sektor produksi dibagi ke dalam 21 bagian lapangan usaha, yaitu: Tabel 3.3 Klasifikasi Sektor (Lapangan Usaha) menurut ISIC Rev. 4 Bagian Divisi Sektor Produksi (Lapangan Usaha) A 01 — 03 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B 05 — 09 Pertambangan dan Penggalian C 10 — 33 Industri Pengolahan D 35 Listrik, Gas, Uap/Air Panas, dan Udara Dingin Penyediaan Air, Pengelolaan Limbah, dan Kegiatan E 36 — 39 Remediasi F 41 — 43 Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan G 45 — 47 Mobil dan Sepeda Motor H 49 — 53 Transportasi dan Pergudangan I 55 — 56 Akomodasi dan Layanan Makanan J 58 — 63 Informasi dan Komunikasi K 64 — 66 Jasa Keuangan dan Asuransi 1 Beberapa penyebab yang mungkin terjadi antara lain perbedaan cakupan pencatatan ataupun masa pencatatan dari masing-masing pendekatan sering berbeda. Namun, perbaikan dalam metode pencatatan akan mengurangi perbedaan angka PDB yang dihitung berdasarkan ketiga pendekatan. 2 Pengalaman menunjukkan pendekatan produksi lebih akurat dalam menghitung Produk Domestik Bruto (PDB), terutama dalam perhitungan di negara berkembang, sehingga pendekatan ini sering menjadi dasar perhitungan PDB dan pos-pos kesalahan statistik akan ditemui pada perhitungan PDB dengan kedua pendekatan lain. 26 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia Bagian Divisi Sektor Produksi (Lapangan Usaha) L 68 Real Estat M 69 — 75 Aktivitas Profesional, Ilmiah, dan Teknis N 77 — 82 Layanan Administrasi dan Pendukung Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial O 84 Wajib P 85 Jasa Pendidikan Q 86 — 88 Jasa Kesehatan dan Pekerjaan Sosial R 90 — 93 Kesenian, Hiburan, dan Rekreasi S 94 — 96 Jasa Lainnya Aktivitas Rumah Tangga Sebagai Pemberi Kerja; T 97 — 98 Menghasilkan Barang dan Jasa untuk Kebutuhan Sendiri U 99 Aktivitas Organisasi dan Badan Ekstrateritorial Sumber: United Nations Untuk keperluan analisis, sering kali pengelompokan sektor produksi disederhanakan menjadi 3, 4, 6 sektor produksi. Pengelompokan yang lebih sederhana ini diperlukan untuk melihat perubahan struktur ekonomi dan membandingkan dengan pola yang berlaku umum di dunia. Perhitungan PDB Indonesia dengan pendekatan produksi merujuk kepada SNA tahun 2008 dan konkordansi klasifikasi Tabel Input-Output Indonesia 2010. Pembagian sektor produksi juga dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan mengelompokkan sektor ekonomi menjadi dua sektor, yaitu sektor barang dan sektor jasa. Yang termasuk sektor barang adalah sektor pertanian, pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan. Sektor jasa adalah sektor bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, listrik, dan sewa rumah, pemerintahan dan pertahanan jasa-jasa lainnya. Sektor jasa merupakan yang sektor tersier yang berfungsi membantu kegiatan dalam sektor barang, sehingga permintaan sektor jasa merupakan derived demand dari sektor barang. Lapangan usaha juga sering kali dikelompokkan dalam suatu sub- lapangan usaha (subsektor). Disagregasi sektor produksi dilakukan terutama pada sektor yang besar dan dominan kegiatan produksi sehingga dapat menggambarkan ciri khusus perekonomian negara tersebut. Disagregasi sektor ini juga dibutuhkan untuk keperluan analisis lebih mendalam yang mencakup kegiatan produksi yang lebih mendetail. Sebagai contoh kasus Indonesia yang merupakan negara yang perekonomiannya didominasi oleh sektor pertambangan minyak dan gas alam untuk melihat bagaimana Neraca Sektor Riil 27 pengaruh subsektor ini dalam mempengaruhi konjungtur perekonomian nasional. Dengan melakukan disagregasi sektor, analis dan ekonom dapat menelusuri pola proses produksi secara lebih mendalam. Sebagai contoh komposisi pembentukan nilai tambah dari masing-masing subsektor bisa dibandingkan untuk mengevaluasi kontributor tertinggi maupun terendah. Adapun 17 sektor usaha yang termasuk ke dalam perhitungan PDB dengan pendekatan produksi adalah sebagai berikut: 1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Pengadaan Listrik, Gas 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6. Konstruksi 7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8. Transportasi dan Pergudangan 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10. Informasi dan Komunikasi 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 12. Real Estat 13. Jasa Perumahan 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15. Jasa Pendidikan 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17. Jasa Lainnya Pembagian sektor produksi di Indonesia berdasarkan BPS kurang lebih sudah mencakup klasifikasi yang direkomendasikan oleh United Nations. Perbedaan hanya terdapat pada sektor tertentu, misalnya ISIC terbaru telah memisahkan sektor kesenian, hiburan, dan rekreasi dari sektor jasa lainnya secara eksplisit. Aktivitas produksi rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kegiatan badan ekstrateritorial juga telah dipisahkan. Setelah semua sektor produksi telah didefinisikan, tahapan selanjutnya adalah melakukan perhitungan Nilai Tambah Bruto (NTB) dari tiap sektor (lapangan usaha) tersebut. Nilai Tambah Bruto (NTB) tiap lapangan usaha atau sublapangan usaha pada umumnya, kecuali untuk beberapa lapangan usaha tertentu, dihitung sebagai selisih antara Nilai Produksi Bruto (NPB) dan Nilai Input Antara 28 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia (NIA). Yang dimaksud dengan Nilai Produksi Bruto adalah jumlah produksi dikalikan dengan harga yang diterima oleh produsen, termasuk di dalamnya pajak tidak langsung dikurangi subsidi, sedangkan Nilai Input Antara adalah output dari suatu sektor produksi yang digunakan sebagai input dalam proses produksi lebih lanjut untuk menghasilkan barang dan jasa baik yang terjadi pada sektor yang bersamaan maupun pada sektor lain. Metode perhitungan PDB seperti ini biasanya dikenal dengan sebutan commodity flow method. Secara matematis perhitungan PDB dengan menggunakan pendekatan ini dapat ditulis: n PDBt = ∑ NTB i =1 it (3.1) n PDBt = ∑(NPB i =1 i − NIAi ) (3.2) di mana, PDBt = PDB pada tahun t NTBit = Nilai Tambah Bruto lapangan usaha i pada tahun t NPB = Nilai Produksi Bruto NIA = Nilai Input Antara 2. Pendekatan Pendapatan Menurut pendekatan ini, PDB adalah hasil penjumlahan tingkat balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi di suatu negara. Tingkat balas jasa atas faktor produksi sebetulnya merupakan sisi lain dari pendekatan produksi. Jika dalam pendekatan produksi yang dihitung adalah arus barangnya, maka dalam pendekatan ini yang dihitung adalah arus pendapatannya, yang secara teoritis harus sama satu sama lainnya. Sebagian dari pendekatan yang diterima oleh produsen dari hasil penjualan produksinya ini akan dibayarkan kepada pemerintah dalam bentuk pajak tidak langsung. Sebagian lagi akan dibayarkan kepada tenaga kerja yang ikut dalam proses produksi, dan sisanya akan berupa surplus operasi. Yang dimaksud dengan tingkat balas jasa atas faktor produksi atau yang dikenal juga dengan surplus usaha adalah upah dan gaji yang merupakan balas jasa atas faktor produksi tenaga kerja, bunga modal dan keuntungan (balas jasa atas modal), sewa atas tanah (balas jasa atas tanah), dan imputed Neraca Sektor Riil 29 wages yang merupakan pendapatan yang diterima pemilik perusahaan yang merangkap sebagai pekerja. Tingkat balas jasa di atas semuanya merupakan tingkat balas jasa bruto, artinya belum dipotong dengan pajak pendapatan. Perhitungan PDB dengan menggunakan pendekatan pendapatan harus ditambahkan dengan penyusutan atas modal tetap dan pajak tidak langsung yang diterima oleh pemerintah. Secara matematis perhitungan PDB dengan pendekatan pendapatan: m n = PDBt ∑∑TBJFP i j ijt + PTLt (3.3) di mana, PDBt = Produk Domestik Bruto dalam tahun t TBJFPijt = Tingkat Balas Jasa j atas Faktor Produksi i dalam tahun t PTL = Pajak Tidak Langsung dikurangi Subsidi Tingkat balas jasa atas faktor produksi tenaga kerja atau yang dikenal juga dalam terminologi SNA sebagai kompensasi terhadap tenaga kerja tidak hanya meliputi pembayaran balas jasa langsung seperti upah dan gaji melainkan juga pemberian benefit tidak langsung seperti dana jaminan sosial, asuransi kesehatan dan dana pensiun. Pendekatan ini sulit diterapkan di negara berkembang yang metode pencatatan statistik masih relatif lemah. 3. Pendekatan Pengeluaran Perhitungan PDB juga dapat dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir dari berbagai sektor atau unit ekonomi dari suatu negara. Melalui pendekatan ini dilihat bagaimana penggunaan dari produksi suatu perekonomian oleh unit-unit ekonomi yang ada dalam perekonomian tersebut. Unit-unit ekonomi tersebut adalah rumah tangga dan lembaga-lembaga yang tidak mencari keuntungan, pemerintah, sektor bisnis dan sektor luar negeri. Sebagai catatan, tidak semua kebutuhan konsumsi dan investasi baik oleh sektor swasta maupun pemerintah dapat dipenuhi oleh perekonomian domestik, sehingga kebutuhan tersebut harus didatangkan dari sektor luar negeri. Kebutuhan unit-unit ekonomi tersebut dicatat dalam pos impor. Sebaliknya terdapat sisa produksi perekonomian domestik yang tidak habis dikonsumsi atau tidak digunakan untuk keperluan investasi di dalam negeri dapat diekspor ke luar negeri. Ekspor dan impor merupakan sektor luar negeri, di mana ekspor merupakan pos permintaan eksternal. 30 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia Perhitungan PDB dengan metode ini dapat dilakukan dengan menjumlahkan semua permintaan akhir dari setiap unit ekonomi di atas atau secara matematis dapat ditulis: PDB = Cp + Cg + I + X − M (3.4) di mana, Cp = Konsumsi Rumah Tangga dan institusi yang tidak mencari keuntungan Cg = Konsumsi Pemerintah I = Total Investasi X = Ekspor Barang dan Jasa Non-Faktor M = Impor Barang dan Jasa Non-Faktor Berdasarkan komponen di atas, konsumsi rumah tangga maupun pemerintah dapat didefinisikan secara umum sebagai penggunaan barang dan jasa oleh masyarakat dan pemerintah yang tidak digunakan dalam bentuk penanaman modal. Investasi mempunyai dua komponen yaitu Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) dan perubahan stok (inventori). Pembentukan Modal Tetap dapat didefinisikan sebagai tambahan barang tahan lama (durable goods) yang dibentuk produsen lokal (local resident) yang digunakan dalam proses produksi dikurangi dengan penjualan neto barang bekas pakai (secondhand goods). Perubahan stok dapat didefinisikan sebagai barang-barang yang masih dalam proses produksi, termasuk yang masih dalam proses perdagangan (trading). Bila perekonomian dibagi menurut sektor penjual dan pembeli, penjual barang bekas pakai (di luar tanah) mencerminkan disinvestment pada sektor penjual dan investasi pada sektor pembeli. Transaksi ini dikeluarkan dalam perhitungan pembentukan modal tetap domestik bruto. Beberapa aspek yang diperhitungkan dalam PDB pengeluaran dari sisi rumah tangga meliputi pengeluaran untuk konsumsi baik itu untuk barang maupun jasa (makanan dan bukan makanan) yang habis apabila terus dipakai atau digunakan, dikurangi dengan penjualan neto barang bekas dan sisa yang dilakukan oleh rumah tangga residen dalam kurun waktu satu tahun. Sedangkan dari aspek pengeluaran konsumsi pemerintah (mencakup pemerintah pusat hingga unit kerja terkait di dalamnya) pengeluaran ini dapat berupa pengeluaran yang sifatnya rutin, belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan, dsb. Neraca Sektor Riil 31 B. Supply and Use Tables (SUT) dan Input-Output (I-O) Setelah mengetahui perbedaan perhitungan PDB dengan ketiga pendekatan (produksi, pengeluaran, dan pendapatan), tahapan selanjutnya adalah mengevaluasi konsistensi nilai PDB dari ketiga pendekatan yang dilakukan dengan suatu kerangka kerja yang disebut sebagai Tabel Supply and Use (SUT). Tabel SUT merupakan kerangka kerja yang menggambarkan aliran komoditas, produk barang, dan jasa dalam perekonomian. Tabel ini dapat menghubungkan beragam jenis data dasar antara produk dan industri secara sistematis. Tabel SUT digunakan sebagai tools integrasi perhitungan PDB menurut ketiga pendekatan. Penyusunan tabel ini juga dapat mengarahkan pada peningkatan akurasi estimasi variabel ekonomi. Tabel SUT terdiri atas dua kerangka utama, yaitu Tabel Supply dan Tabel Use. Tabel Supply (penyediaan) menjelaskan bagaimana penyediaan barang dan jasa yang diproduksi di dalam pasar domestik dan yang didatangkan dari luar negeri melalui aktivitas impor. Tabel Use (penggunaan) menjelaskan pola penggunaan barang dan jasa untuk konsumsi antara dan konsumsi akhir (konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto). Tabel Use juga dapat menunjukkan penciptaan komponen value added pendapatan (kompensasi tenaga kerja, surplus usaha bruto, dan pajak dikurang subsidi lainnya atas produksi) oleh suatu sektor dalam pasar domestik. Tabel SUT disusun berdasarkan berbagai sumber data yang dikelola oleh BPS dan institusi lainnya. Sumber data utama pada umumnya mencakup Survei Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Industri Besar dan Sedang, Survei Industri Mikro dan Kecil, Survei Harga Perdagangan Besar, survei sektoral (seperti Survei Perusahaan Konstruksi), Survei Pertanian, serta data ekspor- impor dari Bea Cukai. Tabel SUT sekilas mirip dengan tabel I-O (Input-Output). Hal yang membedakan adalah dimensi matriks SUT berukuran 81 industri x 244 produk sehingga bentuknya menyerupai persegi panjang. Sebaliknya, dimensi matriks I-O berukuran 185 produk x 185 produk sehingga menyerupai persegi. Selain itu, valuasi nilai pada SUT menggunakan dua harga, yaitu harga dasar (supply table) dan harga pembeli (use table) sementara IO menggunakan harga produsen dan harga pembeli. Baris dan kolom I-O menjelaskan aliran barang dan jasa dari sektor ke sektor atau industri ke industri. Sementara itu, baris 32 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia SUT menjelaskan aliran produk dan kolomnya menjelaskan aliran industri. Tabel SUT beserta asumsi tertentu (misalnya struktur penjualan produk dan teknologi) nantinya akan menjadi basis transformasi untuk menyusun Tabel I-O. BPS telah menggunakan Tabel SUT sebagai basis konsistensi penyusunan PDB melalui ketiga pendekatan sementara Tabel I-O digunakan sebagai basis pemodelan dan analisis variabel ekonomi. Berdasarkan data dari kedua tabel, informasi mengenai produksi, interdependensi sektor-sektor ekonomi, penggunaan barang dan jasa, serta pola penciptaan pendapatan dapat dianalisis secara rinci. Untuk memudahkan pemahaman, gambar di bawah ini telah menampilkan framework SUT secara sederhana. Terlihat bahwa terdapat komponen nilai ekonomi yang saling bersesuaian (atau bernilai sama). Sebagai contoh nilai konsumsi dan permintaan antara merujuk pada satu konsep yang sama, yaitu Nilai Input Antara (NIA). Sedangkan, NTB lapangan usaha identik dengan nilai tambah komponen penciptaan pendapatan. Hasil penjumlahan Nilai Tambah Bruto (NTB) dengan Nilai Input Antara (NIA) menghasilkan Nilai Produksi Bruto (NPB) atau disebut sebagai Output Domestik. Sebab nilai produksi dari tiap sektor diturunkan berdasarkan harga dasar, diperlukan penyesuaian dengan menambahkan pajak tidak langsung dikurangi subsidi atas produk3. Penyediaan dari hasil produksi domestik kemudian ditambahkan dengan penyediaan barang dan jasa yang didatangkan dari luar negeri atau disebut impor. Penjumlahan ini kemudian menghasilkan total penyediaan (supply). Dalam sisi penggunaan, terdapat dua komponen penting, yaitu nilai permintaan antara dan permintaan akhir. Permintaan antara akan bernilai sama dengan Nilai Input Antara (NIA). Sementara itu, permintaan akhir mencakup permintaan akhir atas produksi barang dan jasa domestik sekaligus permintaan eksternal atau ekspor. Kombinasi permintaan antara dan permintaan akhir menghasilkan total penggunaan (use). Jika total penyediaan dan penggunaan bernilai sama, perhitungan komponen nilai tambah atau output sudah konsisten, sehingga PDB dari ketiga pendekatan juga akan akurat dan konsisten. 3 Terdapat kemiripan penamaan dua komponen, yaitu (i) pajak-subsidi lainnya atas produksi dan (ii) pajak-subsidi atas produk. Pajak-subsidi lainnya atas produksi memiliki hubungan langsung dengan proses produksi di dalam sektor atau subsektor tertentu. Sementara itu, pajak-subsidi atas produk adalah komponen yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi namun tetap mempengaruhi tingkat harga, sehingga perlu disesuaikan. Neraca Sektor Riil 33 Gambar 3.2 Kerangka Kerja Tabel SUT (Penyediaan dan Penggunaan) Sumber: Badan Pusat Statistik Sebagai pembuktian, hasil perhitungan PDB dari ketiga pendekatan telah dirangkum dalam Tabel 3.4. Contoh yang diambil adalah komponen PDB tahun 2016 karena ketersediaan data yang cukup. Jika dilihat dari tabel di bawah, terbukti bahwa perhitungan PDB pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran menghasilkan nilai yang konsisten satu sama lain. Setelah perhitungan PDB sudah konsisten, dapat dijadikan basis untuk transformasi dalam penyusunan kerangka masukan dan keluaran (Input- Output). Tabel yang ditampilkan di bawah ini adalah contoh I-O untuk Indonesia berdasarkan data tahun 2016. Waktu ini sudah sejalan dengan yang ditampilkan pada pembahasan SUT dan rangkuman perhitungan PDB sebelumnya, sehingga dapat dilihat kesesuaian nilai masing-masing komponen. Selain itu, jumlah sektor dalam perekonomian sudah disederhanakan menjadi tiga sektor (pertanian, industri, dan jasa) agar tampilan tabel dapat menyesuaikan tata letak buku ini. Untuk itu pula, komponen tertentu seperti nilai impor sudah digabungkan dengan biaya pengangkutan, marjin perdagangan, dan pajak-subsidi atas produk. 34 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia Tabel 3.4 Rangkuman Perhitungan PDB Indonesia (Triliun Rupiah) Tiga Pendekatan Tahun 2016 Produksi Penjumlahan nilai tambah lapangan usaha: Pertanian + Industri + Jasa + Layanan pemerintah + Sektor Lainnya = Nilai Tambah Bruto (harga dasar), Rp. 12.171 + Pajak dikurangi subsidi atas produk, Rp. 474 = PDB (harga pasar), Rp. 12.645 Pendapatan Kompensasi Tenaga Kerja + Surplus Usaha Bruto + Pajak dikurangi subsidi lainn- ya atas produksi = Rp. 4.931 + Rp. 7.151 + Rp. 90 = Nilai Tambah Bruto (harga dasar), Rp. 12.171 + Pajak dikurangi subsidi atas produk, Rp. 474 = PDB (harga pasar), Rp. 12.645 Pengeluaran1 Konsumsi rumah tangga atau Household Consumption (CH), Rp. 7.119,909 + Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (CLNPRT ), Rp. 144,945 + Pengeluaran Pemerintah atau General Government Consumption (Cg), Rp. 1.094,181 + Pembentukan Modal Tetap Bruto atau Gross Investment (I), Rp. 4.139,130 + Perubahan Inventori, Rp. 82,589 + Ekspor barang dan jasa (X), Rp. 2.379,277 – Impor barang dan jasa (M)2, Rp. 2.314,213 = PDB (harga pasar), Rp. 12.645 Catatan: 1 Nilai didasarkan harga dari pembeli. 2 Nilai didasarkan tidak hanya dari pembeli, melainkan juga menghitung biaya pengiriman. Sumber: Badan Pusat Statistik Neraca Sektor Riil 35 Jika dilihat dari tabel I-O, dimensi simetris (berbentuk persegi) dalam I-O yang dimaksud adalah aliran industri ke industri sampai dengan input antara (baris-kolom ke-4). Setelah itu, bagian kolom dilanjutkan dengan tabel permintaan akhir dan penyesuaian atas biaya angkut, marjin perdagangan, dan lain-lain. Sementara itu, bagian baris dilanjutkan dengan tabel penciptaan pendapatan atau nilai tambah bruto yang juga disebut sebagai input primer. Penjumlahan permintaan antara dengan permintaan akhir yang sudah disesuaikan akan menghasilkan Total Output Domestik. Di sisi lain, penjumlahan konsumsi antara dengan input primer menghasilkan Total Input Domestik. Jika penyusunan Tabel I-O sudah tepat, Total Input-Output pasti bernilai sama. Selain itu, Tabel I-O juga bisa mengonfirmasi ketepatan perhitungan PDB melalui Tabel SUT. Tabel 3.5 Tabel Input-Output Indonesia Tiga Sektor Tahun 2016 (Triliun Rupiah) Tabel 3.5 Tabel Input-Output Indonesia Tiga Sektor Tahun 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (Triliun Rupiah) Industri Total Permintaan Konsumsi Konsumsi Perubahan Impor,Pajak, adjustmen Pertanian Industri Jasa PMTDB Ekspor Output Industri Antara Swasta Pemerintah Inventori Marjin t Domestik Pertanian 1563 723 945 3232 2322 22 273 69 852 1499 2998 5273 Industri 324 1688 2214 4227 1503 - 1063 13 1205 3419 6839 4593 Jasa 336 363 2901 3600 3439 1072 2802 -0,04 321 2130 4260 13365 Konsumsi 2223 2775 6061 11059 7265 1094 4139 83 2379 2788 5577 23230 Antara 57,78 4 Kompensasi 1034 724 3172 4931 - tenaga kerja #### # Surplus usaha 1997 1073 4081 7151 bruto Pajak dikurangi 18 21 51 90 subsidi lainnya atas produksi Input Primer 3049 1818 7304 12171 745,758 ###### Total Input 408,958 5273 4593 13365 23230 Domestik 9,286 ##### - Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 36 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia Dengan pendekatan produksi, PDB diukur sebagai selisih antara produksi bruto (output) dan konsumsi antara. Mengurangi gross output sebesar 23.230 terhadap intermediate input sebesar 11.059 akan menghasilkan gross value added sebesar 12.171. Selanjutnya, nilai tambah bruto yang didapatkan ditambahkan dengan pajak dikurangi subsidi atas produk sebesar 474, sehingga PDB pendekatan produksi bernilai 12.645 triliun rupiah. Dengan pendekatan pendapatan, PDB diukur sebagai penjumlahan atas input primer yang mencakup kompensasi pekerja, surplus operasional, dan pajak dikurangi subsidi lainnya atas produksi. Tabel I-O dapat digunakan untuk melakukan penjumlahan tersebut: 4.931 + 7.151 + 90 = 12.171. Setelah ditambahkan dengan pajak dikurangi subsidi atas produk sebesar 474, PDB pendekatan pendapatan bernilai 12.645 triliun rupiah. Dengan pendekatan pengeluaran, PDB diukur sebagai penjumlahan atas permintahan akhir: konsumsi swasta (rumah tangga dan lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga - LNPRT), konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTDB), perubahan inventori, dan ekspor dikurangi impor. Jika menggunakan Tabel I-O, maka 7.265 + 1.094 + 4.139 + 82 + (2.379 – 2.314) = 12.645 triliun rupiah. C. Agregat-Agregat Pendapatan 1. Produk Nasional Bruto Produk Domestik Bruto pada dasarnya melihat berapa besar jumlah produksi dari suatu perekonomian tanpa melihat siapa yang memproduksi, sehingga dibutuhkan suatu perhitungan lain yang memperhatikan siapa yang memproduksi. System of National Accounts (SNA) menggunakan istilah resident (penduduk) dan bukan residen (bukan penduduk) dalam melihat tokoh-tokoh dibalik produksi dalam suatu perekonomian. Seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, penduduk tidak selalu identik dengan kewarganegaraan individu yang ikut terlibat dalam suatu perekonomian. Perhitungan yang melihat produksi yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara adalah Produk Nasional Bruto (PNB). Perhitungan PNB sebetulnya dapat didekati pula dari pendekatan di atas. Yang paling umum digunakan adalah dengan menambahkan PDB dengan pendapatan neto dari luar negeri atau: PNB = PDB + PNLN (3.5) Neraca Sektor Riil 37 di mana, PNB = Produk Nasional Bruto PNLN = Pendapatan neto dari Luar Negeri Pendapatan neto dari luar negeri ini merupakan pendapatan neto dari faktor-faktor produksi antara penduduk dengan bukan penduduk. Biasanya untuk negara berkembang, pendapatan neto ini selalu negatif, mengingat besarnya peranan bukan penduduk dalam proses produksi di dalam negeri dibandingkan sebaliknya. Metode lain untuk menghitung PNB dapat dilakukan dengan menjumlahkan permintaan agregat domestik dengan neraca transaksi berjalan atau: PNB = PAD + CA (3.6) di mana, PAD = Permintaan Agregat Domestik = Cp + Cg + I CA = Transaksi Berjalan = Ekspor Barang dan Jasa-Impor Barang dan Jasa 2. Produk Domestik Neto dan Produk Nasional Neto Produk Domestik Neto dan Produk Nasional Neto diderivasikan dengan mengeluarkan depresiasi atas barang modal tetap dari Produk Domestik Bruto dan Produk Nasional Bruto, atau secara matematis: PDN = PDB − Dep (3.7) PNN = PNB − Dep (3.8) di mana, PDN = Produk Domestik Neto PNN = Produk Nasional Neto Dep = Depresiasi Penggunaan PDN atau PNN didasarkan bahwa depresiasi atas barang modal tidak mencerminkan transaksi ekonomi tetapi telah disyaratkan oleh sistem akuntansi dalam SNA. Depresiasi atas barang modal tetap merupakan cara akuntansi yang praktis mengikuti cara yang dilakukan dalam sistem akuntansi perusahaan. 38 Neraca Makroekonomi Konsep Dasar dan Aplikasi Indonesia Masalah yang timbul dalam perhitungan PDN atau PNN adalah untuk pembentukan modal tetap sektor pemerintah sering kali tidak didepresiasikan. Hal ini disebabkan karena pembentukan modal tetap pada sektor pemerintah tidak didasarkan atas profitabilitas melainkan lebih mempertimbangkan benefit dan biaya-biaya ekonomi terhadap negara secara keseluruhan termasuk dampak-dampak tidak langsung. Beberapa negara khususnya negara maju telah memasukkan depresiasi untuk modal tetap sektor pemerintah, tetapi umumnya negara berkembang belum memasukkannya. SNA merekomendasikan walaupun sukar diikuti oleh negara berkembang untuk mendapatkan ukuran yang komprehensif dari biaya produksi sektor publik dan konsumsi serta sumber daya yang digunakan dalam berbagai kegiatan pemerintahan. 3. Produk Nasional Neto atas Biaya Faktor Produk Nasional Neto atas dasar biaya faktor produksi adalah produk nasional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto. PNNhf = PNNhp − PTL (3.9) di mana, PNNhf = Produk Nasional Netto atas harga faktor PNNhp = Produk Nasional Netto atas harga pasar PTL = Pajak Tidak Langsung Pajak tak langsung neto sendiri merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi pemerintah. Baik pajak tidak langsung maupun subsidi, keduanya dikenakan terhadap barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat menaikkan harga jual sedangkan subsidi sebaliknya. Dalam terminologi statistik pendapatan nasional Indonesia, Produk Nasional Neto atas dasar biaya faktor produksi disebut sebagai Pendapatan Nasional. 4. National Disposable Income NDI merupakan salah satu konsep dari SNA. NDI diderivasikan dengan menambah net current transfer ke luar negeri dengan Produk Nasional Netto (PNN) atau NDI = PNN + NCT (3.10) Neraca Sektor Riil 39 di mana, NDI = National Disposable Income (NDI) PNN = Produk Nasional Netto NCT = Net Current Transfer dari luar negeri NDI merupakan total pendapatan (termasuk pajak tidak langsung neto) yang tersedia bagi penduduk untuk dibelanjakan/dikonsumsikan dan digunakan untuk pembentukan modal neto. Pemasukan NCT ini didasarkan atas pertimbangan bahwa jika warga negara suatu negara misalkan (Amerika Serikat) yang telah diperlakukan sebagai penduduk Indonesia,4 transfer dari pendapatannya (remittances) ke negara asalnya tidak dicatat dalam pendapatan faktor neto ke luar

Use Quizgecko on...
Browser
Browser