PPT Pendekatan di dalam Ilmu Politik (1).pptx

Full Transcript

Pengantar Ilmu Politik Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK I. Pengantar Kegiatan politik menurut Aristoteles dan Plato upaya (means) untuk mencapai masyarakat yang ba...

Pengantar Ilmu Politik Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK I. Pengantar Kegiatan politik menurut Aristoteles dan Plato upaya (means) untuk mencapai masyarakat yang baik. Peter Merkl : A noble quest for a good order and justice (usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan keadilan). Peter Merkl : Politik dapat menjelma menjadi a selfish grab for power, glory and riches (suatu perebutan kekuasan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri) II. Arti Pendekatan Pengamatan terhadap kegiatan politik dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari pendekatan yang dipergunakan. Vernon van Dyke : Pendekatan (approach) adalah kriteria untuk menyeleksi masalah dan data yang relevan. Pendekatan mencakup standar atau tolok ukur yang dipakai untuk memilih masalah dan menentukan data mana yang akan diteliti serta data mana yang akan dikesampingkan. III. Pendekatan- Pendekatan Dalam Ilmu Politik Pendekatan Tradisional (Traditional Approach) atau Pendekatan Legal/ Institusional Pendekatan Tingkah Laku (Behavioral Approach) Pendekatan Pasca Tingkah Laku (Post Behavioral Approach) IV.Pendekatan Tradisional/Legal Institusional Negara menjadi fokus utama dengan menonjolkan segi konstitusional dan yuridis. Bahasan pendekatan ini menyangkut misalnya : sifat UUD serta kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan lembaga-lembaga kenegaraan formal seperti parlemen, badan yudikatif, badan eksekutif dan sebagainya. Karenanya disebut juga pendekatan institusional atau legal-institusional. Contoh : Jika mempelajari parlemen yang diperhatikan adalah kekuasaan serta wewenang yang dimilikinya seperti tertuang dalam naskah- naskah, hubungan formal dengan eksekutif, struktur organisasi (syarat menjadi anggota, pembagian dalam komisi, jenjang-jenjang pembicaraan, dsb), atau berapa UU yang telah dihasilkan. Tokohnya antara lain R. Krenenburg dengan karyanya Algemene Staatsleer. IV.Pendekatan Tradisional/Legal Institusional (Lanjutan) Kelemahan : Pendekatan ini tidak meneliti apakah lembaga itu terbentuk atau berfungsi seperti diuraikan dalam naskah-naskah tersebut. Cenderung kurang menyoroti organisasi-organisasi yang tidak formal seperti kelompok kepentingan dan media massa. Bahasan lebih deskriptif daripada analitis Lebih banyak menggunakan ulasan sejarah seperti menelusuri perkembangan parlemen. Bersifat normatif karena fakta dan norma kurang dibedakan, bahkan sering saling kait mengkait. Kurang memberikan sumbangan terhadap pembentukan teori-teori baru. V. Pendekatan Tingkah Laku (Behavioral Approach) Tahun 1930an beberapa sarjana di AS mulai memperjuangkan pandangan yang melihat politik sebagai suatu kegiatan atau proses, dan negara sebagai arena perebutan kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Antara lain Charles E. Merriam (Political Power : Its Composition and Incidence, 1934) dan Harold D. Lasswell (Politics : Who Gets What, When and How, 1936). Bagi mereka (sering disebut dengan Mazhab Chicago atau Chicago School), esensi politik adalah kekuasaan, terutama kekuasaan untuk menentukan kebijakan umum. Pendobrakan terhadap pendekatan tradisional sendiri timbul di Amerika pada tahun 1950an. V. Pendekatan Tingkah Laku (Behavioral Approach) Sebab-sebab munculnya Lanjutan gerakan pendobrakan : sifat deskriptif dari ilmu politik sangat tidak memuaskan ilmu politik dianggap tidak realistis dan sangat berbeda dengan kenyataan sehari-hari ilmu politik ternyata tidak mampu menjelaskan sebab-sebab timbulnya komunisme dan fasisme ada kekhawatiran jika ilmu politik tidak maju dengan pesat, akan ketinggalan dengan ilmu-ilmu lainnya seperti sosiologi dengan Max Weber (1864-1920) dan Talcott Parson (1902-1979), antropologi dan psikologi di Amerika sendiri dirasakan adanya semacam keraguan di kalangan pemerintah mengenai kemampuan para sarjana ilmu politik. V. Pendekatan Tingkah Laku (Behavioral Approach) Contoh : jika mempelajari Lanjutan parlemen maka yang dibahas adalah prilaku anggota parlemennya seperti bagaimana pola pemberian suara (voting behavior) terhadap RUU dan mengapa demikian, pidato-pidatonya, giat tidaknya memprakarsai RUU, bagaimana berinteraksi dengan teman sejawat, kegiatan lobbying, latar belakang sosialnya, dan sebagainya. Mereka tidak hanya meneliti prilaku dan kegiatannya tetapi juga orientasi terhadap kegiatan, seperti sikap, motivasi, persepsi, evaluasi, tuntutan, harapan dan sebagainya. Dengan demikian pendekatan ini menjadi bersifat interdisipliner (tidak hanya dampak faktor pribadi tetapi juga faktor sosial, ekonomi dan budaya) dan mempunyai orientasi yang kuat untuk mengilmiahkan ilmu politik. V. Pendekatan Tingkah Laku (Behavioral Konsep-konsep pokok Approach) Lanjutan orientasi ilmiah pendekatan tingkah laku: Menampilkan keteraturan (regularities) yang dirumuskan dalam generalisasi Generalisasi pada dasarnya harus dapat dibuktikan keabsahan atau kebenarannya (verification) Teknik-teknik penelitian yang cermat harus digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Pengukuran dan kuantifikasi dengan menggunakan statistik dan matematika harus digunakan untuk mencapai kecermatan penelitian Harus ada pembedaan antara norma dan fakta. Penelitian harus bersifat sistematis dan berkaitan dengan pembinaan teori. Ilmu Politik harus bersifat murni (pure science). Dalam penelitian diperlukan sikap terbuka serta integrasi dengan konsep dan teori dari ilmu lainnya. VI.Perbandingan Pendekatan Tradisional dan Pendekatan Tingkah Laku VII. Ciri khas dan kelebihan Pendekatan Tingkah Laku Ciri khas pendekatan ini adalah pandangan bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem sosial dan negara sebagai suatu sistem politik yang menjadi subsistem dari sistem sosial. Dalam satu sistem, bagian-bagian saling berinteraksi serta saling bergantungan dan semua bagian bekerja sama untuk menunjang terselenggaranya sistem itu. Cara pandang ini sering dinamakan general systems theory. Variasi pengembangannya seperti analisis struktural fungsional dari Almond, sistem cybernetika dari Karl W. Deutsch, Robert Dahl dan David Apter. Yang paling terkenal adalah David Easton dengan memakai Analisis Sistem dalam A Systems Analysis of Political Life (1965). Keuntungan lain adalah sumbagannya pada usaha memajukan Ilmu Perbandingan Politik. VIII. Pendekatan Pasca Tingkah Laku (Post Behavioral Approach) Tahun 1960an muncul gerakan revolusi post behavioralis ketika pengaruh perang Vietnam dan kemajuan-kemajuan teknologi antara lain persenjataan dan diskriminasi ras melahirkan gejolak-gejolak sosial yang luas, terutama terjadi di Amerika Serikat. Gerakan ini terpengaruh oleh tulisan-tulisan Herbert Marcuse, C. Wright Mills, Jean Paul Sartre, dan mendapat dukungan di universita-universitas. Reaksi ini terutama ditujukan kepada usaha untuk merubah penelitian dan pendidikan Ilmu Politik menjadi suatu ilmu pengetahuan murni sesuai dengan pola ilmu eksakta. VIII. Pendekatan Pasca Tingkah Laku (Post Behavioral Approach) Pokok-pokok reaksi : dalam usaha mengadakan penelitian yang empiris dan kuantitatif, ilmu politik menjadi terlalu abstrak dan tidak relevan terhadap masalah sosial yang dihadapi. Relevansi lebih dianggap penting dari pada penelitian yang cermat. Karena penelitian dianggap terlalu abstrak, Ilmu Politik kehilangan kontak dengan realitas sosial. Penelitian mengenai nilai-nilai harus merupakan tugas Ilmu Politik Para cendekiawan mempunyai tugas yang historis dan unik untuk mengatasi msalah-masalah sosial. Cendekiawan harus action oriented. Cendekiawan tidak boleh menghindari perjuangan dan harus turut mempolitisasi organisasi-organsisasi profesi dan lembaga-lembaga ilmiah. IX. Kesimpulan Dewasa ini, pendekatan-pendekatan tersebut diatas telah membaur satu sama lain dan merupakan akumulasi dari berbagai pemikiran dan pengalaman yang telah diterima dan diakui oleh dunia Ilmu Politik. terminologi behavioralis yang tadinya dianggap terlalu teknis sifatnya (jargon), sekarang sudah menjadi perangkat umum dari setiap sarjana politik. Pembahasan deskriptif mengenai lembaga tidak disingkirkan tetapi dilengkapi dengan analisis mengenai pelaku-pelaku dalam lembaga tersebut. Di samping itu, norma dan nilai mulai mendapat tempat kembali pada tempat yang lebih terhormat. Konsensus ini, yang terkadang dinamakan suatu “paradigma”, sering disebut mainstream political science.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser