Minggu 3 - Standar Sistem Kualitas - PDF

Summary

This document discusses the concept of quality systems in a business context. It explains how quality relates to the performance of a company, outlining various aspects of quality and the role of standards in achieving quality objectives.

Full Transcript

## BUDAYA ORGANISASI ### BAB 5 STANDAR SISTEM KUALITAS #### A. KONSEP SISTEM KUALITAS Salah satu faktor penting dalam penampilan kerja perusahaan adalah kualitas barang atau jasa yang dihasilkannya, bahkan kualitas sering dianggap sebagai cermin dari kemampuan perusahaan. Kualitas adalah suatu objek...

## BUDAYA ORGANISASI ### BAB 5 STANDAR SISTEM KUALITAS #### A. KONSEP SISTEM KUALITAS Salah satu faktor penting dalam penampilan kerja perusahaan adalah kualitas barang atau jasa yang dihasilkannya, bahkan kualitas sering dianggap sebagai cermin dari kemampuan perusahaan. Kualitas adalah suatu objek yang abstrak. Sebagaimana dengan hal yang abstrak, istilah kualitas dapat didefinisikan dengan berbagai macam, misalnya: kualitas adalah sesuatu yang bernilai, mahal, tahan lama, kuat, memenuhi keinginan konsumen, dan sebagainya. Semua definisi tersebut sesungguhnya mengandung makna yang sama, yaitu pemenuhan terhadap suatu persyaratan atau ketentuan. Standar internasional ISO 8402 memberikan definisi kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Berdasarkan definisi tersebut, maka suatu produk dapat dikatakan berkualitas apabila memenuhi kriteria-kriteria berikut ini: * Sesuai dengan kebutuhan dan penggunaan; * Memuaskan keinginan pemakai; * Sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; * Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku; * Ekonomis. Dalam mencapai tujuan tentang kualitas, suatu perusahaan hendaknya dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: * Mencapai dan mempertahankan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan sehingga terus-menerus memenuhi kebutuhan konsumen; * Memberikan keyakinan kepada pengelolanya sendiri bahwa kualitas yang dikehendaki dicapai dan dipertahankan; * Memberikan kepercayaan kepada konsumen bahwa kualitas yang diinginkan akan dicapai dalam barang atau jasa yang diberikan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan harus dapat mengoordinasikan dirinya sendiri sedemikian rupa agar mampu menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki dan secara konsisten. Dalam kaitan inilah diperlukan adanya sistem kualitas dalam perusahaan. Sistem kualitas dapat didefinisikan sebagai struktur orgaisasi, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber daya untuk menerapkan manajemen kualitas. Sistem kualitas menyangkut semua kegiatan yang berhubungan dengan kualitas dari suatu barang atau jasa, dan meliputi seluruh tahapan sejak identifikasi awal sampai ke pemenuhan kepuasan dan harapan konsumen. Tahap dan aktivitas tersebut dapat meliputi: * Pemasaran dan riset pasar; * Desain/spesifikasi rekayasa dan pengembangan produk; * Pengadaan; * Perencanaan dan pengembangan proses; * Produksi; * Inspeksi, pengetesan, dan pengujian; * Pengemasan dan penyimpanan; * Penjualan dan distribusi; * Pemasangan dan operasi; * Bantuan teknik dan perawatan; * Pembuangan purnapakai. Sistem kualitas suatu perusahaan dipengaruhi oleh tujuan perusahaan, barang atau jasa yang dihasilkan, dan oleh kegiatan-kegiatan yang khas dari perusahaan itu. Sistem kualitas harus dikembangkan dan diterapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setiap unsur atau persyaratan dalam suatu sistem kualitas akan bervariasi berdasarkan kepentingannya dari satu jenis kegiatan ke jenis kegiatan lainnya dan dari suatu produk ke produk lainnya. Oleh karenanya, sistem kualitas itu berbeda dari suatu perusahaan ke perusahaan lainnya. Agar bisa mencapai efektivitas yang maksimum dan memuaskan harapan konsumen adalah penting bagi suatu sistem kualitas untuk sesuai dengan jenis kegiatan dan produk yang ditawarkan. Sistem kualitas dalam suatu perusahaan mempunyai dua aspek yang saling berhubungan: * Keinginan dan minat perusahaan. * Keinginan dan harapan konsumen. #### B. PERANAN STANDARDISASI DALAM MANAJEMEN KUALITAS Standardisasi adalah proses merumuskan, merevisi, me-netapkan, dan menerapkan standar, dilaksanakan secara tertib dan atas kerja sama dengan semua pihak. Adapun standar didefinisikan sebagai spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keselamatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Tujuan daripada standardisasi adalah: * Memberikan perlindungan kepada konsumen, tenaga kerja, dan masyarakat baik dalam keselamatan maupun kesehatan; * Mewujudkan jaminan kualitas dengan memperhatikan sektor-sek-tor yang terkait; * Meningkatkan daya guna, hasil guna dan produktivitas dalam mencapai kualitas barang atau jasa yang memenuhi standar; * Mewujudkan tercapainya persaingan yang sehat dalam perdagangan; dan * Menunjang kelestarian lingkungan hidup. Peranan standardisasi dalam menunjang manajemen kualitas adalah sangat besar terutama untuk mencapai kualitas yang telah ditetapkan secara konsisten. Untuk mengetahui peranan standardisasi dapat kita tinjau melalui faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas dan area di mana standardisasi dapat membantu. Masalah-masalah dalam kualitas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu: * Ketidaksempurnaan bahan baku atau bahan pembantu yang masuk, yang disebabkan oleh tidak jelasnya kriteria bahan yang diperlukan. * Ketidaktepatan dalam penggunaan mesin dan peralatan produksi lainnya. Kemampuan mesin yang tidak sesuai dengan spesifikasi produk yang dikehendaki. Proses produksi yang tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya karena aturan proses yang tidak jelas. * Kesalahan dalam desain produk karena tidak jelasnya spesifikasi produk atau bagian-bagian dari produk. * Ketidaktepatan dalam inspeksi dan pengujian, baik terhadap bahan masuk, bahan dalam proses, maupun bahan jadi. Kesalahan ini bisa terjadi antara lain karena alat pengukuran yang tidak akurat, atau karena salah pengukuran. * Tidak memadainya tempat penyimpanan barang, tidak tepatnya pengemasan dan waktu pengiriman. * Tidak jelasnya sistem penandaan, yang dapat menyebabkan kesalahan dalam penggunaan barang. * Kurangnya tenaga ahli/terlatih yang dapat menganalisis terjadinya penyimpangan spesifikasi serta memberikan umpan balik yang berguna. * Kurangnya kesadaran akan pentingnya kualitas dan pemenuhan keinginan konsumen. * Kesalahan pengertian dan tidak lancarnya komunikasi antardepartemen yang menyebabkan koordinasi tidak berjalan secara baik. * Kurangnya bimbingan dan aturan kerja yang jelas. Standar dapat meliputi berbagai aspek, yaitu: * Definisi, terminologi, singkatan, simbol, dokumentasi, klasifikasi. * Tata cara pelaksanaan. * Spesifikasi teknis dan unjuk kerja barang atau jasa. * Cara pengukuran dan pengujian. * Persyaratan keselamatan dan kesehatan. * Pengertian dasar atau ketentuan dasar. * Cara pengemasan, penandaan, dan pemberian label. * Cara pembuatan, pengolahan, dan penggambaran. Melalui standar, maka setiap kegiatan dapat diukur dan dievaluasi serta dapat dilakukan tindakan koreksi dengan se-gera bila diketahui adanya penyimpangan. Standar hendaknya dianalisis setiap selang waktu tertentu apakah masih sesuai dengan kebutuhan atau perlu dilakukan revisi seperlunya. Di samping fungsinya untuk pengawasan kualitas, standar juga dapat digunakan sebagai acuan dalam kontrak antara penjual dan pembeli. #### C. STANDAR INTERNASIONAL TENTANG SISTEM KUALITAS Kita melihat bahwa iklim persaingan bebas di tingkat internasional semakin meningkat. Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan industri terutama yang bertujuan ekspor untuk meningkatkan kualitas produknya dalam rangka memperoleh pasar. Salah satu hal yang penting dalam rangka peningkatan kualitas ini adalah adanya jaminan kualitas yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan/diakui secara internasional, sehingga langkah awal dalam kegiatan jaminan kualitas ini adalah menciptakan suatu sistem jaminan kualitas secara menyeluruh yang mendapat pengakuan internasional. Dalam era globalisasi ini, kegiatan-kegiatan jaminan kualitas diusahakan mengacu pada satu sistem yang diakui bersama dalam dunia internasional. Standar acuan yang mendapat pengakuan secara internasional adalah yang dikeluarkan oleh ISO (International Organization for Standardization). ISO telah mengeluarkan suatu seri standar yang berhubungan dengan sistem kualitas, yang dapat digunakan sebagai acuan dalam hal perjanjian-perjanjian kontrak antara konsumen dengan pemasok, yang dikenal dengan nama ISO seri 9000. ISO seri 9000 terdiri dari lima standar, yang pada prinsipnya berisi-kan pokok-pokok tentang sistem kualitas. Berikut ini adalah garis besar isi dari tiap standar tersebut. 1. ISO 9000: Standar Manajemen Mutu dan Jaminan Mutu Pedoman untuk Pemilihan dan Penggunaan Standar ini menjelaskan perbedaan dan hubungan antara konsep-konsep kualitas utama. Memberikan pedoman bagi pemilihan dan penggunaan suatu rangkaian standar internasional tentang sistem kualitas yang dapat dipakai untuk tujuan manajemen kualitas intern dan ekstern. 2. ISO 9001: Sistem Kualitas-Model Jaminan Kualitas dalam Desain/Pengembangan, Produksi, Pemasangan, dan Pelayanan Standar ini digunakan apabila kesesuaian terhadap persyaratan yang ditetapkan dijamin oleh pemasok pada beberapa tahap yang dapat mencakup desain/pengembangan, produksi, pemasangan, dan pelayanan. 3. ISO 9002: Sistem Kualitas-Model Jaminan Kualitas dalam Produksi dan Pemasaran Standar ini  digunakan apabila kesesuaian terhadap persyaratan yang ditetapkan dijamin oleh pemasok hanya pada produksi dan pemasangan. 4. ISO 9003: Sistem Kualitas-Model Jaminan Kualitas dalam Inspeksi dan Tes Akhir Standar ini  digunakan apabila kesesuaian terhadap persyaratan yang ditetapkan dijamin oleh pemasok hanya pada inspeksi akhir dan pengujian. 5. ISO 9004: Unsur-unsur Manajemen Kualitas dan Sistem Manajemen Kualitas Standar ini menguraikan unsur-unsur dasar yang dapat dipakai dalam mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen kualitas. Apabila suatu perusahaan telah memperoleh sertifikasi ISO 9000 akan diperoleh beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut: * Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan kualitas yang terorganisasi dan sistematis. Sistem dokumentasi ISO 9000 menunjukkan bahwa kebijakan, prosedur, dan instruksi kualitas telah direncanakan dengan baik. * Meningkatkan citra dan daya saing dalam memasuki pasar global, di mana perusahaan yang telah bersertifikasi ISO 9000 dapat mengiklankannya dalam media massa. * Audit sistem kualitas perusahaan yang telah memperoleh sertifikasi ISO 9000 dilakukan secara periodik sehingga pelanggan tidak perlu melakukan audit kualitas. Hal ini akan menghemat biaya dan mengurangi duplikasi kualitas oleh pelanggan. * Perusahaan yang telah memperoleh sertifikasi ISO 9000, secara otomatis terdaftar pada lembaga registrasi. Apabila pelanggan potensial ingin mencari pemasok bersertifikasi ISO 9000, mereka hanya menghubungi lembaga registrasi. Ini berarti terbuka pasar baru bagi perusahaan. * Meningkatkan kualitas dan produktivitas produk melalui kerja sama dan komunikasi yang lebih baik, sistem pengendalian yang konsisten, serta pengurangan dan pencegahan pemborosan karena operasi internal menjadi lebih baik. * Meningkatkan kesadaran kualitas dalam perusahaan. * Memberikan pelatihan secara sistematis kepada seluruh karyawan melalui prosedur dan instruksi yang terdefinisi secara baik. * Terjadi perubahan positif mengenai budaya kualitas perusahaan karena terdorong untuk mempertahankan sertifikasi ISO 9000 yang hanya berlaku selama 3 tahun. ### D. ISO 14000 ISO 14000 adalah standar sistem manajemen lingkungan hidup untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup akibat dari suatu kegiatan perusahaan. Masalah-masalah tradisonal yang menimbulkan pencemaran lingkungan hidup adalah emisi udara, pembuangan limbah cair, penyediaan air minum dan pengelolaan limbah rumah tangga, limbah, gangguan, kebisingan, bau, radiasi, fasilitas, tanaman dan kehidupan liar, pengembangan daerah pinggiran, perencanaan fisik, analisis dampak lingkungan, pengemasan, penggunaan bahan, dan penggunaan energi (Rathery, 1996). Berdasarkan masalah-masalah tradisional di atas, manajemen lingkungan dapat juga dihubungkan dengan masalah-masalah penting, seperti penggunaan produk, pembuangan produk, keamanan proses/keselamatan masyarakat, dan kesehatan serta kesehatan karyawan. Cara membedakan antara sistem manajemen mutu dan sistem manajemen lingkungan adalah dengan menggambarkan sebuah pabrik yang memiliki sistem manajemen mutu ISO 9000 di mana produknya tersertifikasi, tetapi melakukannya dengan cara yang tidak ramah lingkungan dan bahkan berbahaya. Bagi perusahaan manufaktur, hal ini mungkin bisa dilakukan, tetapi tidak bagi perusahaan penyedia jasa, karena hal ini sulit, dan tidak mungkin, untuk memberi pelayanan yang kotor atau berbahaya. Pedoman praktis untuk mengimplementasikan ISO 14000, adalah sebagai berikut: * Mendapatkan suatu komitmen dari manajemen puncak, mempresentasikan sebuah proposal jika perlu. * Melaksanakan kaji awal ulang (KAL) dan membuat buku kumpulan peraturan, serta hal-hal lain yang diperlukan kemudian. * Pada saat KAL dan buku kumpulan peraturan telah lengkap, seseorang berada dalam posisi telah mengetahui hukum maupun status lingkungan dan keamanan bahan-bahan yang dibeli, diproses, dan produk. Keduanya merupakan dokumen yang pasif, walaupun KAL akan menunjukkan apa yang perlu dilakukan. * Langkah aktif pertama dan terpenting adalah membentuk program manajemen lingkungan. Konsep awal ISO 14000 tidak menjelaskan tentang bagaimana standar ini seharusnya dilakukan, tetapi sebuah pendekatan yang diusulkan telah berjalan dengan baik pada beberapa perusahaan yang pertama di dunia dalam mengaplikasikan standar tersebut. KAL, target dan sasaran jangka panjang, penerbitan kebijakan dan kinerja merupakan bagian program manajemen lingkungan. * Setelah KAL, buku kumpulan peraturan, dan program manajemen lingkungan telah ada, prosedur evaluasi dampak mulai diproses. Prosedur ini sebagian besar hanya sekali dikerjakan dan dilaksanakan hanya selama proyek awal. Akan tetapi, prosedur ini harus diulang kembali untuk setiap proyek baru atau setiap proses atau program yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan. #### E. KESIMPULAN ISO 9000 merupakan sistem manajemen kualitas formal yang berlaku secara internasional dan meliputi suatu seri dari standar-standar internasional, baik untuk industri manufacturing jasa. Indonesia telah mengadopsi ISO 9000 menjadi standar nasional Indonesia. Terdapat dua puluh elemen yang dibutuhkan dalam sistem kualitas untuk industri manufacturing dan delapan elemen untuk industri jasa. Kedua puluh elemen sistem kualitas ISO 9001 dikelompokkan atas tiga bagian, yaitu pengendalian sistem kualitas, proses operasional, dan aktivitas pendukung. Elemen-elemen ISO 9001 tersebut sesuai dengan siklus. Sistem kualitas ISO 9000 membutuhkan empat jenis dokumen untuk memenuhi persyaratan registrasi, yaitu manual kualitas, prosedur-prosedur, instruksi-instruksi, dan formulir-formulir. Terdapat sepuluh langkah yang diperlukan untuk memperoleh sertifikasi ISO 9000, mulai dari komitmen manajemen puncak sampai dengan registrasi. ISO 14000 merupakan standar sistem manajemen lingkungan. Cara membedakan antara sistem manajemen mutu dan sistem manajemen lingkungan adalah dengan menggambarkan sebuah pabrik yang memiliki sistem manajemen mutu ISO 9000 di mana produknya tersertifikasi, tetapi melakukannya dengan cara yang tidak ramah lingkungan dan bahkan berbahaya. Bagi perusahaan manufaktur, hal ini mungkin bisa dilakukan, tetapi tidak bagi perusahaan penyedia jasa, karena hal ini sulit, dan tidak mungkin, untuk memberi pelayanan yang kotor atau berbahaya. ### BAB 6 BUDAYA KUALITAS Praktik manajemen yang didasarkan pada teori Deming (1986), Crosby (1979), dan Ishikawa (1985) mendapatkan tempat yang tinggi di perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Bagaimana setelah sekitar dua puluh tahun dipraktikkan, efektivitas praktik tersebut mulai dipertanyakan. Perdebatan tentang efektivitas Total Quality Management terus berlanjut sampai saat ini. Perdebatan itu tetap menarik karena masing-masing, mendasarkan pendapatnya dari fakta-fakta empiris penelitian-nya. Beberapa hasil penelitian dari masing-masing sisi kontroversial. Pendapat yang menyatakan bahwa Total Quality Management banyak mengalami kegagalan dalam meningkatkan daya saing perusahaan dan peningkatan kualitas antara lain adalah A.T. Kearney dalam survei-nya terhadap 100 perusahaan di Inggris, yang memperoleh hasil bahwa hanya 20% perusahaan yang percaya bahwa program kualitasnya telah mencapai hasil nyata; dan MCkinsey, dkk. Dalam studinya terhadap 30 program kualitas yang hasilnya bahwa dua pertiga mengalami kegagalan. Pendapat sebaliknya, menyatakan bahwa Total Quality Management efektif dalam meningkatkan kualitas produk. Hasil studi yang mendukung pendapat tersebut adalah studi Hendricks & Singhal terhadap 600 pemenang Quality Award, menyatakan bahwa TQM telah meningkatkan kinerja keuangan secara dramatis; efektivitas teknik manajemen kualitas ditunjukkan pada perusahaan-perusahaan seperti Motorola, Xerox, dan Ford Motor Company. Program manajemen kualitas perusahaan-perusahaan tersebut telah berhasil, tidak hanya meningkatkan kualitas produk dan jasa, dalam hal konsistensi, kinerja, ketepatan waktu, kekuatan, tetapi juga meningkatkan kemampuan daya saing dan kinerja keuangan (Krishnan dkk., 1993); dan studi Sohal (1998), yang menyatakan bahwa praktik manajemen kualitas lebih luas di negara-negara timur dibandingkan di negara-negara Barat. Team work dan trust ditunjuk sebagai elemen kunci dalam budaya yang menyebabkan perbedaan tersebut. Hasilnya adalah keberhasilan perusahaan-perusahaan di Asia, khususnya di Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan yang mengagumkan. Di antara dua pendapat yang kontroversial tersebut, beberapa peneliti tertarik untuk melihat mengapa ada perusahaan yang berhasil mengimplementasikan Total Quality Management, sementara yang lain gagal mendapatkan hasil yang memuaskan. Sebagian peneliti sampai pada dugaan bahwa budaya menjadi faktor penentu keberhasilan praktik Total Quality Management (Dean dan Evans, 1994; Abraham, Crawford, dan Fisher, 1999). Satu alasan umum kegagalan Total Quality Management adalah budaya yang dimiliki oleh perusahaan (Dean and Evans, 1994). Perubahan budaya dan perubahan dalam perilaku manajemen sebagai faktor kunci keberhasilan implementasi kualitas total. Kualitas produk dan jasa sangat ditentukan oleh perubahan besar budaya organisasi, selain juga faktor-faktor lain seperti pengorbanan uang dan waktu, transformasi praktik manajemen. Abraham, Crawford, dan Fisher (1999) lebih memperjelas ide di atas. Beliau menyatakan bahwa Total Quality Management merupakan perubahan transformasional. Total Quality Management dapat efektif, tetapi dapat pula tidak efektif. Efektivitasnya ditentukan oleh dikembangkannya atau tidaknya budaya kualitas. Ketika budaya kualitas berhasil ditumbuhkan dalam organisasi, maka probabilitas keberhasilan menjadi semakin besar, demikian sebaliknya. Program Total Quality Management hanyalah merupakan suatu instrumen, yang secara logis-rasional dapat meningkatkan kualitas. Instrumen tersebut dapat digunakan secara berhasil atau tidak tergantung pada penggunanya. Penggunaan instrumen TQM tidak cukup hanya dengan membuat sistemnya. Pembuatan sistem tersebut relatif lebih mudah dan tidak membutuhkan waktu lama, karena alat-alatnya banyak tersedia dan pemahaman terhadap alat tersebut relatif jelas. TQM tidak akan berhasil dengan hanya menyandarkan pada sistem. Faktor manusia tidak dapat diabaikan dan dilepaskan begitu saja. Justru faktor inilah penentu keberhasilannya. Sistem yang berubah harus diikuti perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan perilaku manusianya. Perubahan manusialah yang membutuhkan waktu. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 6.1. Perusahaan yang ingin mengimplementasikan Total Quality Management secara efektif harus memiliki kesabaran. Telah diterima secara luas bahwa program TQM adalah program jangka panjang, butuh waktu dan tenaga, dan untuk mengimplementasikannya memerlukan perubahan organisasi. Perubahan organisasi yang paling dibutuhkan adalah perubahan budaya (Abraham, dkk., 1996; Hendricks dan Singhal, 2000). Hendricks dan Singhal (2000) mengingatkan kembali apa yang dikatakan para guru kualitas, seperti Deming, Juran, Crosby dan Ishikawa, bahwa perusahaan yang ingin mengimplementasikannya TQM secara efektif harus memiliki kesabaran. Telah diterima secara luas bahwa program TQM adalah program jangka panjang, butuh waktu dan tenaga, dan untuk mengimplementasikan memerlukan perubahan organisasi. Perubahan organisasi yang dibutuhkan adalah perubahan budaya. Tanpa adanya perubahan budaya, khususnya budaya kualitas, sulit untuk diharapkan program TQM akan mengalami keberhasilan. Dengan demikian, menjadi persoalan yang mendesak untuk menetapkan pengertian dan cara pengukuran budaya kualitas yang dapat diterima banyak pihak, dan bagaimana perubahan tersebut dapat dilakukan secara efektif. Pemahaman persoalan budaya kualitas dan manajemen perubahan-nya masih sangat sedikit diteliti. Perusahaan-perusahaan Indonesia sebenarnya telah lama menyadari pentingnya kualitas produknya. Hal itu terbukti dengan penerapan manajemen mutu atau Total Quality Management yang sudah semakin meluas. Alasan perusahaan menerapkan program TQM juga rasional, yaitu untuk meningkatkan daya saing dan mutu produk, alasannya adalah keharusan atau hanya mengikuti kemauan mitra kerja. Walaupun kesadaran perubahan budaya tersebut sudah lama, namun problem-problem dalam pengembangan budaya kualitas masih belum terselesaikan sampai saat ini. Masih banyak perusahaan-perusahaan yang mengalami kegagalan mengembangkan budaya kualitas. Kegagalan pengembangan budaya tersebut merupakan penyebab kegagalan implementasi kualitas total (Adebanjo dan Kehoe, 1999). Oleh karena itu, yang mendesak untuk dilakukan adalah pengembangan kon-struk budaya kualitas dan cara perubahan budaya dalam organisasi. Perusahaan-perusahaan Indonesia sebenarnya telah lama menyadari pentingnya kualitas produk. Hal itu terbukti dengan penerapan manajemen mutu atau Total Quality Management yang sudah semakin meluas. Alasan perusahaan menerapkan program, TQM juga rasional, yaitu untuk meningkatkan daya saing dan mutu produk, meskipun, ada 20% perusahaan yang diteliti menyatakan alasan alasannya adalah keharusan atau hanya mengikuti kemauan mitra kerja dan induk perusahaan atau sebagai eksperimen terhadap konsep-konsep manajemen terbaru (Manajemen Usahawan Indonesia, 1999). Menurut Adebanjo dan Kehoe (1999) ada persetujuan umum bahwa walaupun budaya adalah unik untuk masing-masing organisasi, elemen-elemen tertentu dalam kualitas total dapat mendefinisikan budaya kualitas. Elemen-elemen tersebut adalah sebagai berikut: * Fokus konsumen. Pemahaman terhadap kebutuhan saat ini dan masa mendatang dan harus memenuhi persyaratan konsumen dan berusaha keras untuk memberikannya melebihi harapan konsumen. * Meneliti dan memahami kebutuhan dan harapan konsumen. * Meyakinkan bahwa sasaran organisasi terkait erat dengan kebutuhan dan harapan konsumen; * Mengomunikasikan kebutuhan dan harapan konsumen kepada semua anggota organisasi. * Mengukur kepuasan konsumen dan bertindak atas dasar hasil. Mengelola secara sistematik hubungan dengan konsumen. * Mendorong konsumen menunjukkan keluhannya dan menempat-kannya sebagai prioritas utama. * Mempunyai data dan informasi tentang konsumen. * Memberikan jaminan produk purna jual. #### A. PEMAHAMAN BUDAYA KUALITAS Dalam melakukan rekayasa ulang sebagai upaya perbaikan kualitas sangat erat hubungannya dengan budaya kualitas. Guna memahami budaya kualitas terlebih dahulu perlu dipahami konsep budaya dan budaya organisasi. Budaya mengandung berbagai aspek pokok, seperti berikut: * Budaya merupakan konstruksi sosial unsur-unsur budaya, seperti nilai-nilai, keyakinan dan pemahaman, yang dianut oleh semua anggota kelompok. * Budaya memberikan tuntutan bagi para anggotanya dalam memahami suatu kejadian. * Budaya berisi kebiasaan. * Dalam suatu budaya mengarahkan perilaku: kebiasaan atau tradisi merupakan perekat yang mempersatukan suatu organisasi dan menjamin bahwa para anggotanya wajar berperilaku sesuai dengan norma. * Budaya masing-masing organisasi bersifat unik. Budaya kualitas adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan kualitas secara terus-menerus (Goetsch dan Davis, 1994). Budaya kualitas terdiri atas filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Karakteristik umum organisasi yang memiliki kualitas adalah sebagai berikut: * Perilaku sesuai dengan slogan. * Masukan dari pelanggan secara aktif diminta dan digunakan untuk meningkatkan kualitas secara terus-menerus. * Para karyawan dilibatkan dan diberdayakan. * Pekerjaan dilakukan dalam suatu tim. * Manajer tingkat eksekutif diikutsertakan dan dilibatkan; tanggung jawab kualitas tidak didelegasikan. * Sumber daya yang memadai disediakan di mana pun dan kapan pun dibutuhkan untuk menjamin perbaikan kualitas secara terus-menerus. * Pendidikan dan pelatihan diadakan agar para karyawan pada semua tingkat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas secara terus-menerus. * Sistem penghargaan dan promosi didasarkan pada kontribusi terhadap perbaikan kualitas secara terus-menerus. * Rekan kerja dipandang sebagai pelanggan internal. * Pemasok diperlukan sebagai mitra kerja. #### B. MEKANISME PERUBAHAN BUDAYA Komitmen manajemen puncak terhadap kualitas perlu disampaikan dan didukung semua pihak dalam organisasi. Karena orang cenderung mengamati dan mempelajari komitmen terhadap perubahan melalui pengalaman, simbol-simbol, dan perilaku yang tampak, maka pihak manajemen puncak harus menunjukkan perilaku dan aktivitas yang sesuai dengan harapan. Dalam kaitannya dengan perubahan budaya, ada suatu mekanisme perubahan dari budaya tradisional ke arah budaya kualitas, seperti tabel di bawah ini. | No. | Fokus | Dari Budaya Tradisional | Manajemen Budaya Kualitas | |---|---|---|---| | 1 | Rencana | Anggaran jangka pendek | Isu-isu strategi masa depan | | 2 | Organisasi | Hierarki berdasarkan rantai komando | Partisipasi dan pemberdayaan karyawan | | 3 | Pengendalian | Laporan varian | Ukuran dan informasi kualitas untuk self-control | | 4 | Komunikasi | Top-down | Top-down, dan bottom-up | | 5 | Keputusan | Manajemen krisis | Perubahan yang terencana | | 6 | Manajemen Fungsional | Parochial, kompetitif | Cross-function, integratif | | 7 | Manajemen Kualitas | Fixing atau one-shot manufacturing | Preventif dan berkelanjutan semua fungsi dan kualitas | Sumber: Ross, J. E., 1994. Ada beberapa hal yang perlu dipahami dalam melakukan perubahan budaya, yaitu sebagai berikut: * Pahamilah sejarah terciptanya budaya yang sudah ada Budaya organisasi tidak muncul dengan sendirinya, tetapi disusun oleh manajemen lama untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul saat itu. Mungkin saja saat ini budaya tersebut menghambat daya saing perusahaan. Akan tetapi, seiring dengan perubahan waktu dan kondisi, mungkin saja kebijakan, tradisi, dan aspek budaya yang saat ini diragukan malah lebih sesuai pada suatu saat nanti dan dalam kondisi yang berbeda. Oleh karena itu, pahamilah sejarah terciptanya budaya yang sudah ada sebelum mencoba untuk mengubahnya. * Jangan memusuhi sistem yang sudah ada, tetapi perbaikilah Memusuhi sistem terjadi apabila perubahan yang dilakukan tanpa memahami mengapa sistem yang sudah ada berjalan seperti sekarang dan tanpa memahami secara sungguh-sungguh apa yang perlu diubah dan penyebab perubahan tersebut. Sebelum melakukan perbaikan sesuatu, sebaiknya terlebih dahulu dipahami apa yang salah, penyebabnya, dan bagaimana melakukan perubahan agar dapat lebih baik. * Bersiaplah untuk mendengarkan dan mengamati Faktor penghambat utama terjadinya perubahan dalam setiap organisasi adalah manusia. Akan tetapi, organisasi merupakan kumpulan orang, oleh karena itu, orang dan sistem perlu diberi perhatian. Bersiaplah untuk mendengarkan dan mengamati. Karyawan yang didengarkan pendapatnya dan perasaannya cenderung lebih bersedia berpartisipasi dalam perubahan daripada mereka yang didengarkan. * Lihatkanlah setiap orang yang dipengaruhi oleh perubahan Menolak perubahan adalah perilaku yang alamiah. Cara yang paling efektif untuk mengajak karyawan mengikuti perubahan adalah melibatkan mereka dalam perencanaan dan pelaksanaan perubahan. Selain itu, juga memberikan mereka kesempatan untuk mengungkapkan persoalan dan kekhawatirannya. #### C. PENERAPAN TQM Kecenderungan yang terjadi pada dunia bisnis saat ini mengindikasikan bahwa persaingan antarperusahaan dalam merebut peluang pasar semakin ketat. Oleh karena itu, setiap perusahaan dituntut untuk terus memperkuat bangunan basis persaingan. Agar dapat memiliki basis persaingan yang kuat, perusahaan memerlukan alat, metode, atau prinsip-prinsip yang akurat. Banyak perusahaan yang memperoleh keberhasilan karena menerapkan Total Quality Management (TQM). Dengan menerapkan TQM, perusahaan diharapkan akan dapat meningkatkan kepuasan konsumen melalui perbaikan kualitas produk atau jasa dan meningkatkan kepuasan karyawan. Bukti menunjukkan bahwa dengan menerapkan TQM, perusahaan-perusahaan tertentu seperti Xerox, Motorola, IBM, dan lain-lain mampu meningkatkan kekuatan bersaing dan pencapaian profit (Tatikonda dan Tatikonda, 1996). Keberhasilan perusahaan-perusahaan tersebut telah memacu perusahaan lain untuk mengadopsi dan menerapkan TQM. TQM merupakan sistem terstruktur dengan serangkaian alat, teknik, dan filosofi yang didesain untuk menciptakan budaya perusahaan yang memiliki fokus terhadap konsumen, melibatkan partisipasi aktif pekerja, dan perbaikan kualitas terus-menerus dengan tujuan agar sesuai dengan harapan konsumen. TQM memberikan peralatan untuk menjawab setiap tantangan global dan mengarahkan perusahaan pada perbaikan kualitas yang berkesinambungan dan yang menunjang tercapainya kepuasan konsumen secara total dan terus-menerus. Meskipun TQM menjanjikan keberhasilan bagi organisasi yang gagal dalam menerapkan TQM, Kegagalan organisasi dalam menerapkan TQM, bukan disebabkan oleh filosofi TQM-nya yang salah, tetapi disebabkan kesalahan pada metode dan strategi penerapannya (Dobbin, 1995). Mendasarkan pada fenomena bahwa terdapat perusahaan yang mengalami kegagalan dalam penerapan TQM, tulisan ini dimaksudkan untuk mencoba menelaah kendala-kendala perusahaan dalam penerapan-kan TQM. * Kajian Total Quality Management Mears (1993) mendefinisikan Total Quality Management sebagai suatu sistem yang dilaksanakan dalam jangka panjang dan terus-menerus untuk memuaskan konsumen dengan meningkatkan kualitas produk perusahaan. TQM memiliki tujuan perbaikan kualitas terus-menerus, disesuaikan dengan perubahan yang menyangkut kebutuhan, keinginan dan selera konsumen. Menurut Lewis dan Smith (1994) terdapat empat pilar dasar penerapan TQM, yaitu: * Kepuasan konsumen Untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen, langkah awal yang harus dilakukan, yaitu mengidentifikasi siapa pelanggan perusahaan, apa kebutuhan, dan keinginan mereka. * Perbaikan terus-menerus Konsumen akan selalu mengalami dinamika seiring lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan, oleh karena itu perusahaan harus mampu mengikuti gerak perubahan kebutuhan dan keinginan konsumen. * Hormat/respek terhadap setiap orang Setiap orang dalam organisasi merupakan individu yang memiliki kontribusi bagi pencapaian kualitas yang diharapkan, oleh karena itu setiap orang dalam organisasi harus diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pengambil-an keputusan. * Manajemen berdasarkan fakta Setiap keputusan yang diambil akan memberikan hasil yang memuaskan jika didasarkan pada data dan informasi yang objektif, lengkap, dan akurat. * Elemen-elemen Pendukung TQM Untuk mendukung penerapan TQM, terdapat sepuluh elemen-elemen pendukung yang harus diperhatikan perusahaan (Goetch dan Davis, 1994), yaitu: * Fokus pada pelanggan Dalam organisasi TQM, konsumen internal dan konsumen eksternal merupakan kekuatan pendorong aktivitas organisasi. Konsumen eksternal menentukan kualitas produk yang mereka terima, sedangkan konsumen internal berperan dalam menentukan kualitas SDM, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk yang dihasilkan. * Obsesi terhadap kualitas Dalam organisasi TQM, konsumen internal dan eksternal sebagai penentu kualitas. Organisasi harus memiliki obsesi untuk memenuhi atau melebihi kualitas yang telah ditentukan konsumen, dengan melibatkan aktif semua pekerja pada berbagai level. * Pendekatan ilmiah Segala aktivitas organisasi TQM terutama menyangkut desain pekerjaan, proses pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah harus didasarkan pada kaidah ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan dan diterima semua pihak yang terlibat. * Komitmen jangka panjang TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen organisasi yang membutuhkan budaya baru dalam penerapannya. Komitmen jangka panjang dari seluruh elemen organisasi sangat diperlukan untuk mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM bisa berjalan baik. Manajemen puncak merupakan pendorong proses pengembangan kualitas, penciptaan nilai, tujuan, dan sistem. Komitmen harus diwujudkan paling tidak sepertiga waktu manajemen puncak digunakan untuk terlibat langsung dalam usaha implementasi TQM. Kurangnya komitmen manajemen puncak merupakan salah satu penyebab kegagalan penerapan TQM. * Kerja sama tim Dalam organisasi TQM, keberhasilan hanya akan dicapai jika ada kerja sama antar-elemen internal organisasi maupun dengan pihak eksternal organisasi. * Perbaikan sistem secara berkesinambungan Setiap produk yang dihasilkan organisasi selalu melalui tahapan/proses tertentu di dalam suatu sistem/lingkungan, oleh karena itu sistem yang ada perlu terus diperbaiki agar selalu mendukung upaya pencapaian kualitas. * Pendidikan dan latihan Dalam persaingan global yang diwarnai berbagai perubahan, kualitas total hanya bisa dicapai jika para pekerja memiliki keahlian dan keterampilan yang tinggi. Banyak ahli yang menyarankan pemberian pelatihan dan pendidikan dalam rangka pengembangan kualitas. Pelatihan yang diberikan harus merupakan pelatihan yang bersifat dinamis, fleksibel, dan bisa mendorong kreativitas pekerja. Dengan adanya pelatihan, para pekerja akan selalu siap menghadapi berbagai perubahan, komitmen pekerja yang meningkat, dan mereka akan memiliki rasa percaya diri yang mantap. * Kebebasan yang terkendali Dalam organisasi TQM, para pekerja diberi kesempatan luas untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Hal ini akan dilakukan agar dapat meningkatkan tanggung jawab pekerja terhadap segala keputusan yang telah disepakati bersama. Meskipun demikian, kebebasan dan keterlibatan para pekerja harus didasari dengan rentang kendali yang terarah agar keterlibatan mereka selalu mengacu pada standar proses yang telah ditentukan. * Kesatuan tujuan Segala aktivitas seluruh elemen dalam organisasi TQM harus mengarah pada satu tujuan yang sama. Akan tetapi, kesatuan tujuan ini bukan berarti harus selalu ada persetujuan/kesepakatan antara pihak manajemen dan pekerja mengenai upah dan kondisi kerja. * Adanya keterlibatan dan pemberdayaan pekerja Para pekerja merupakan sumber daya sangat berharga bagi organisasi. Pemberdayaan terhadap para pekerja dapat diartikan sebagai pemberian wewenang dan kekuasaan kepada mereka dalam pengambilan keputusan, kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan kemudahan dalam memuaskan konsumen. Creech (1996) menyatakan bahwa agar penerapan TQM berhasil, empat kriteria berikut harus dipenuhi perusahaan, yaitu: * Harus didasarkan atas kesadaran terhadap pentingnya kualitas. * Harus memiliki sifat kemanusiaan yang kuat yang tecermin pada cara pekerja diperlakukan, diikutsertakan, dan diberi inspirasi. * Harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi dengan memberikan pemberdayaan dan keterlibatan para pekerja pada semua level. * Harus dilaksanakan secara menyeluruh yang melibatkan seluruh elemen perusahaan. Perbedaan TQM dengan Metode Manajemen Lain Tjiptono dan Diana (1998), menyatakan terdapat empat perbedaan pokok TQM dengan metode manajemen yang lain, yaitu: (1) asal intelektualnya; (2) sumber inovasinya; (3) asal negara kelahirannya; dan (4) proses diseminasi atau penyebarannya. Perkembangan dan difusi TQM dan manajemen lainnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini. | | | |---|---| |Asal Inovasi |TQM - Teori statistik, analisis sampling, dan varian Manajemen lainnya - Sosial, ekonomi mikro, psikologi, dan sosiologi | | Sumber Inovasi |TQM - Insinyur industri dan fisikawan yang bekerja di sektor industri dan lembaga pemerintah Manajemen Lainnya - Sekolah bisnis terkemuka dan perusahaan konsultan manajemen| |Asal Negara Kelahiran |TQM - Dikembangkan di USA, kemudian ditransfer ke Jepang dan menyebar ke Amerika Utara dan Eropa Manajemen lainnya - Berasal dari USA kemudian ditransfer secara internasional | |Proses Penyebaran |TQM - Populasi: perusahaan-perusahaan kecil dan manajer madya berperan menonjol Manajemen lainnya - Hierarkis: Dari perusahaan besar terkemuka ke perusahaan-perusahaan kecil dari manajemen puncak ke manajemen di bawahnya | Sumber: Tjiptono dan Diana: TQM. <start_of_image> Adapun Spencer dalam Rahayu (2000) mengatakan bahwa ada perbedaan dalam beberapa dimensi organisasi, antara perusahaan yang sudah menerapkan TQM dengan perusahaan yang belum menerapkannya (Lihat Tabel 6.3). Flynn, et al. (1995) melakukan penelitian mengenai hubungan antara praktik-praktik manajemen kualitas dengan prestasi kualitas dan keunggulan bersaing pada tingkat pabrik. Penelitian dilakukan terhadap tiga jenis perusahaan manufaktur, yaitu perusahaan Jepang yang beroperasi di AS, perusahaan kelas dunia AS yang beroperasi di AS, dan perusahaan tradisional AS yang beroperasi di AS. Penelitian Flynn, et al. (1995) dilandasi atas keyakinan bahwa pabrik-pabrik dengan prestasi kualitas yang baik, menggunakan suatu susunan praktik-praktik manajemen kualitas yang terkoordinasi dan terintegrasi. Mereka menggunakan bahwa manajemen kualitas merupakan suatu usaha yang terintegrasi dan interfungsional dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan bersaing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen kualitas yang didukung oleh manajemen puncak dengan menciptakan kondisi dan infrastruktur berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan kinerja kualitas yang berhubungan erat dengan keunggulan bersaing yang sustainable. Penelitian yang dilakukan Saraph, et al. (1993) memperoleh hasil bahwa terdapat delapan faktor kritis yang mendukung praktik manajemen kualitas, yaitu: * Peran kepemimpinan dan kebijaksanaan kualitas; * Pelatihan; * Peran departemen kualitas; * Desain produk/jasa; * Manajemen kualitas pemasok; * Manajemen proses; * Data dan laporan yang berkualitas; dan * Hubungan pekerjaan. Hasil penelitian yang dilakukan Ramapuru et al. (1993) menunjukkan bahwa budaya Jepang (Kaizen) sangat mendukung keberhasilan praktik manajemen kualitas. Budaya Jepang tersebut meliputi: komitmen yang tinggi para pekerja, komitmen manajemen, keputusan berdasarkan bottom-up, pengelolaan saluran pemasok dan distribusi, serta adanya penghargaan kepada para pekerja. Henderik dan Singhal (1997) melakukan penelitian terhadap 400 perusahaan dagang yang telah mendapatkan Quality Awards (proxy TQM) untuk mengetahui pengaruh penerapan TQM terhadap kinerja finansial kegiatan operasi perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut mengalami kenaikan kinerja keuangan. Temuan lain menunjukkan bahwa meskipun perusahaan-perusahaan memperoleh keberhasilan dengan menerapkan TQM, tetapi tidak semua perusahaan yang menyatakan bahwa keberhasilan yang diper-oleh signifikan. Schaffer dan Thomson (1992) menyatakan bahwa survei yang dilakukan oleh Boston Consulting Company terhadap 500 perusahaan, menunjukkan bahwa sepertiga perusahaan memperoleh peningkatan kinerja yang signifikan dengan penerapan TQM. Untuk kasus perusahaan-perusahaan di Indonesia, survei yang dilakukan TQM Consultant (1992) terhadap 25perusahaan di Indonesia menunjukkan hasil bahwa sebagian besar perusahaan (lebih dari 80%) menyatakan bahwa alasan utama penerapan TQM, yaitu meningkatkan daya saing dan untuk meningkatkan kualitas produk. Survei juga menunjukkan bahwa 8% perusahaan yang menerapkan TQM memperoleh hasil sangat memuaskan dan 60% hasilnya memuaskan. #### 3. Kendala-kendala Penerapan TQM TQM merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan khusus. Ngai dan Cheng (dalam Purnama, 2001) menyatakan bahwa banyak pihak sepakat bahwa dengan menerapkan TQM, suatu perusahaan akan memperoleh suatu keberhasilan dalam persaingan. Tetapi banyak perusahaan yang menerapkan TQM tanpa berusaha untuk memprediksi keberadaan kendala-kendala yang ada. Menilai kendala potensial penerapan TQM seharusnya merupakan bagian integral dari proses penerapan-an TQM (Ngai dan Cheng, 1996). Ngai dan Cheng (1999) telah melakukan penelitian terhadap para profesional manajer di Hong Kong untuk mengetahui kendala-kendala potensial penerapan TQM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 17 faktor yang menjadi kendala potensial penerapan T

Use Quizgecko on...
Browser
Browser