Peningkatan Kualitas Sanitasi Untuk Kesehatan Masyarakat PDF
Document Details
Uploaded by CourageousRabbit
Universitas Kebangsaan Republik Indonesia
Gede H Cahyana
Tags
Related
- Organigrama del Consorci Sanitari de Barcelona PDF
- Capacitación Programa Nacional de Tecnovigilancia EPS Sanitas PDF
- Programa Hepatitis C - EPS Sanitas - 2022 PDF
- Protocolo Descontaminación Derrames EPS Sanitas 2020 PDF
- Tema 14. Dret civil aplicat a l'entorn sanitari Curs 2023-2024 PDF
- Sanitasi Ikan: Sifat & Penggunaan Bahan Sanitasi (Disinfektan) & Larutan Chlorine PDF
Summary
This document discusses the improvement of sanitation quality for public health, including historical aspects, wastewater channels, and communal domestic wastewater treatment. It explores different technologies and focuses on the Indonesian context.
Full Transcript
Topic 6 Peningkatan Kualitas Sanitasi Untuk Kesehatan Masyarakat Oleh Gede H Cahyana Lektor Kepala Teknik Lingkungan, Universitas Kebangsaan RI Akronim watsan adalah singkatan dari water and sanitation, sebuah frase yang esensinya ialah kebutuhan dasar manusia agar bisa hidup bersih dan sehat. Air...
Topic 6 Peningkatan Kualitas Sanitasi Untuk Kesehatan Masyarakat Oleh Gede H Cahyana Lektor Kepala Teknik Lingkungan, Universitas Kebangsaan RI Akronim watsan adalah singkatan dari water and sanitation, sebuah frase yang esensinya ialah kebutuhan dasar manusia agar bisa hidup bersih dan sehat. Air dan sanitasi meliputi ketersediaan air baku, pengolahan air minum, transmisi dan distribusi air minum kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau. Adapun sanitasi meliputi air limbah dan sampah, juga drainase, pengelolaan lumpur tinja dan lumpur IPAL. Dua yang disebut pertama menjadi fokus dalam sanitasi di Indonesia karena setiap hari ditimbulkan oleh manusia dalam aktivitas hidup hariannya. Khusus air limbah akan dibahas lebih rinci dalam tulisan di bawah ini. 1. Aspek Sejarah Sistem sanitasi di Kota Bandung minimal sudah berusia seratus tahun, dihitung sejak tahun 1916, sepuluh tahun setelah Bandung berstatus gemeente (21 Februari 1906), dan setahun sebelum Meneer B. Coops menjadi walikota (burgemeester) Bandung yang pertama (1917). Pada waktu itu, pemerintah Belanda ingin warganya hidup saniter. Warga Bandung dibagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah barat dan wilayah timur dengan Sungai Cikapundung sebagai garis sempadan. Kurang lebih dua pertiga warganya tinggal di belahan barat. Maka, selain mendirikan “PDAM” yang dikelola oleh Technische Dienst Afdeling, Belanda juga membuat instalasi pengolah air limbah (IPAL) domestik di belahan barat. Unit pengolah yang dibangun adalah Imhoff Tank, didesain oleh Dr. Karl Imhoff (1904, pakar air limbah dari Jerman). Unit ini juga terbaik kinerjanya pada saat itu berupa pengolah bikamar atau “dual-purpose two-story tank” yaitu ruang hidrolisis dan sedimentasi. Air limbah rumah tangga warga Belanda dialirkan lewat saluran sepanjang 14 km di sepanjang jalan akses yang dinamai Jl. Imhoff Tank menuju IPAL dan air olahannya dibuang ke Sungai Citepus. Tapi sayang, unit ini sekarang sudah rusak dan dipenuhi lumpur. Pada awal 1980-an, Pemkot Bandung menggantinya dengan kolam oksidasi di Bojongsoang seluas 85 hektar dengan panjang total saluran sekitar 300-an km. Lokasinya kurang lebih satu kilometer ke arah timur dari terminal bis Leuwipanjang, menyusuri Jl. Soekarno-Hatta (By pass), sebelum Jl. Moh. Toha. Bisa disebutkan bahwa Imhoff Tank dan sewerage tersebut adalah cikal-bakal sistem penyaluran air limbah domestik di Kota Bandung. 2. Penyaluran Air Limbah Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari aktivitas rumah tangga seperti WC dan kamar mandi, dapur, cuci pakaian dll. Air limbah ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu air limbah tinja (air kotor) dan air limbah non-tinja (air bekas). Air limbah tinja berisi kotoran tinja atau fekal manusia, biasa disebut black water. Sedangkan air limbah nonfecal disebut grey water, berasal dari aktivitas mandi, cuci baju, dan cuci sayur, ikan, daging di dapur. 1 Untuk menghindari penyakit menular lewat air, maka air limbah wajib diamankan dan diolah sebelum dibuang ke badan air penerima seperti sungai, danau, waduk, laut. Ada dua pola dalam penanganan air limbah, yaitu pola on-site (setempat) dan off-site (sewerage). Pola setempat cocok diterapkan di daerah perdesaan dan daerah kumuh yang topografinya relatif datar dan muka air tanahnya relatif dalam, lebih dari 2 meter. Unit yang dibangun adalah MCK komunal. Namun demikian, di daerah yang masih luas lahannya bisa disarankan untuk menyediakan jamban pribadi di dalam rumah atau di pekarangan rumah. Baik MCK pribadi maupun komunal bisa disalurkan ke dalam sewerage kemudian diolah di IPAL seperti jenis Oxidation Pond di Bojongsoang tersebut. Ada sejumlah teknologi yang biasa digunakan dalam pengolahan air limbah domestik, satu di antaranya Zontech wastewater treatment. Zontech ialah teknologi pengolahan air limbah hibrid (hybrid) yang memadukan unit operasi fisika dan unit proses biologi (biofisika) dan proses kimia (bergantung pada kebutuhan). Unit yang dibuat didasarkan pada kondisi air limbah masing-masing yang dipengaruhi oleh jenis kegiatan institusi/lembaga. Sebagai teknologi hibrid, Zontech memadukan beberapa unit operasi-proses. Secara ringkas di bawah ini diberikan garis besar unit yang dapat diterapkan. Pilihan dari alternatif yang tersedia bergantung pada karakteristik air limbahnya. a. Anaerobic Filter Anaerobic Filter (AF) atau Fixed Bed atau biofilter (istilah ini misnomer, kurang tepat atau keliru karena fungsinya tidak seperti filter) adalah 2amboo2 berisi media (batu, 2amboo2 raschig ring, flexi ring, plastic ball, cross flow dan tubular media, kayu, 2amboo atau yang lainnya) untuk perlekatan bakteri. Media biasanya dipasang secara random atau acak dengan tiga mode operasi upflow, downflow dan fluidized bed. Tentu, masing-masing disertai dengan kelebihan dan kekurangannya. Gambar 1. Anaerobik Filter. b. UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket) Reaktor UASB diperkenalkan oleh Gatze Lettinga, pakar proses anaerob dari Universitas Pertanian Wageningen di Belanda pada 1970-an sebagai inovasi dan solusi bagi kesulitan operasional pada proses Upflow Anaerobic Filter buatan Young dan McCarty (1969). Mulai saat itu, proses ini banyak diterapkan untuk mengolah air limbah karena mampu membentuk sludge yang berat dan aktif hingga konsentrasi 100 g/L di zone bawah reaktor dengan mekanisme retensi dan separasi. Retensi terjadi di 2 bawah reaktor akibat formasi biobutir dan separasi di bagian atas reaktor (alat separator). Juga karena mampu mengolah polutan aromatik seperti benzoat dan fenol. Sesuai namanya, air limbah dialirkan dari bawah ke atas (upflow) melalui stratifikasi selimut lumpur yang pekat di dasar reaktor menuju ke bagian encer di atasnya. Kecepatan tipikal aliran ke atas yang disarankan oleh Lettinga dan Hulshoff Pol (1991) adalah 1-1,25 m/jam meskipun sebaik-nya kurang dari 1 m/jam. Bahkan Henze et.al., (1995) mencatat kisaran yang jauh lebih rendah yakni antara 0,01 - 0,15 m/jam. Sebagai pemisah fase padat/cair/gas, di bagian atas reaktor dipasang separator. Selain itu, juga diberi pengendap (internal settler) dengan regim aliran tenang dan laminer agar flok yang terbawa ke atas bisa kembali ke reaktor. c. Reaktor Hibrid Anaerob (Rehan) Hibrid ialah reaktor bastar, yakni satu reaktor dicangkokkan pada reaktor lain. Dengan demikian, variasinya menjadi sangat banyak. Adapun hibrid di sini ialah bastar antara reaktor AF dan UASB. Inilah konfigurasi reaktor yang dikembangkan untuk antisipasi biomassa yang sulit mengendap seperti fluffy & loose flocc. Pada reaktor ini biomassa terakumulasi di bagian bawah reaktor UASB dan AF. Pada saatnya, akumulasi sludge bisa berlebih sehingga perlu dipompa dan dikeringkan di Sludge Drying Bed. Reaktor ini menawarkan penggabungan kelebihan atau keuntungan UASB dan AF dan berhasil mengolah limbah yang soluble maupun sebagian insoluble daripada reaktor jenis lain. Sejumlah kelebihannya adalah KPO yang lebih besar daripada yang mampu diterima AF, biobutir lebih mudah dikultivasi (ditanam dan dikelola) daripada UASB dan start up-nya lebih singkat daripada fluidized bed. Sedangkan untuk medianya, yang terbaik ialah yang punya kapasitas pelekatan tinggi (high biomass attachment capacity) seperti porus dan rasio luas per volumenya tinggi. Contoh gambarnya di bawah ini. Gambar 2. Reaktor Hibrid Anaerobik (Rehan) 3. Bebas BAB Sembarang 3 Selain sistem terpusat seperti dalam paparan di atas, yaitu terapan reaktor hibrid, dalam hal ini dinamai Zontech water treatment, air limbah domestik juga bisa diolah secara setempat (on-site system). Di masyarakat, pola atau metode ini justru yang mayoritas diterapkan. Terapan pribadi atau individual lebih banyak daripada komunal. Untuk daerah yang padat penduduknya, terapan yang disarankan adalah unit komunal dengan alasan ketersediaan lahan dan biaya operasi dan perawatannya. Apabila unit komunal ini sudah beroperasi dengan optimal maka kondisi lingkungan akan menjadi lebih bersih, bebas dari BAB sembarang (atau sembarangan). Perilaku buang air besar sembarang (BABS atau Open defecation) adalah perilaku tidak sehat. BABS ialah tindakan buang tinja di sembarang tempat seperti kebun, ladang, hutan, semak, sungai, selokan, pantai atau area terbuka lainnya sehingga menyebabkan polusi tanah, air, dan udara. Tinja ialah buangan yang melewati anus yang berasal dari sisa pencernaan makanan. Seiring dengan itu adalah buangan cair yang disebut urin atau air kencing. Kedua jenis buangan ini menjadi perhatian utama dalam pengelolaan sanitasi dan hidup sehat karena bisa menjadi sumber penyakit menular. Tinja yang dikeluarkan manusia rerata seberat 100 - 200 gram/hari. Tetapi beratnya ini bergantung pada jenis makanan dan kesehatan pencernaan masing-masing. Setiap orang diperkirakan menghasilkan tinja kering antara 85 – 140 gram/hari. Adapun perkiraan berat basah tinja tanpa air seni adalah 135 – 270 gram perorang/hari. Dalam keadaan normal komposisi tinja sekitar ¾ air dan ¼ zat padat yang terdiri atas 30% bakteri mati, 10 – 20% lemak, 10 – 20% zat anorganik, 2 – 3% protein dan 30 % sisa makanan yang tidak dapat dicerna. Tinja bisa menjadi sumber penyakit menular, khususnya membahayakan anak-anak bawah lima tahun (balita) berkaitan dengan daya tahan tubuhnya yang masih rendah. Anak-anak usia sekolah dasar juga rentan pada penyakit menular akibat tinja ini. Oleh sebab itu, fasilitas septic tank menjadi penting agar daerah atau kota bebas dari limbah tinja dan urin sehingga masyarakat bisa hidup bersih dan sehat. Kota bisa bebas BAB Sembarang dengan ketersediaan fasilitas MCK. Kondisi Bebas BABS ini dinyatakan tercapai apabila terpenuhi kondisi di bawah ini: 1. Semua orang menggunakan jamban untuk BAB. 2. Tidak tercium bau busuk tinja di lingkungan sekitar. 3. Evolusi bentuk dan kualitas jamban menuju jamban sehat. 4. Ada pengawasan agar masyarakat meningkatkan kualitas jamban. 5. Ada sanksi yang diberikan apabila berperilaku BAB Sembarang. 6. Sekolah dilengkapi sarana jamban dan air bersih. Agar kondisi Bebas BAB Sembarang bisa tercapai maka masyarakat perlu dilengkapi dengan prasarana–sarana pengolahan air limbah domestik, baik individu maupun komunal. Teknologi pengolahan air limbah domestik individual yang biasa digunakan 4 adalah tangki septik (septic tank). Tangki septik adalah suatu ruangan kedap air untuk menampung/mengolah tinja atau air limbah rumah tangga dan memberikan peluang terjadinya pengendapan dan dekomposisi bahan organik oleh mikroba anaerobik. Cairan yang diolah akan keluar dari tangki septik sebagai efluen dan gas yang terbentuk akan dilepas melalui pipa ventilasi. Adapun lumpur yang sudah matang (stabil) mengendap di dasar tangki dan harus dikuras berkala setiap 2 - 5 tahun, bergantung pada kondisi endapannya. Efluen dari tangki septik masih memerlukan pengolahan lebih lanjut karena konsentrasi organiknya masih tinggi dan banyak mengandung bibit penyakit atau bakteri patogen yang berasal dari kotoran (feces) manusia. Jika tidak diolah, maka dikhawatirkan air limbah dapat menularkan penyakit kepada manusia terutama melalui air (waterborne disease). Gambar 3. Tangki Septik Dua Ruang. 4. Pengolahan Air Limbah Domestik Komunal Pengolahan air limbah domestik komunal dipilih dengan pertimbangan kondisi permukiman, kebiasaan/perilaku, kelayakan teknis di lapangan, prediksi perkembangan lingkungan permukiman dan prediksi peningkatan sosial ekonomi masyarakat untuk 5 (lima) tahun ke depan serta jumlah calon penerima manfaat (Borda, 2011). Teknologi pengolahan air limbah domestik komunal digunakan untuk banyak keluarga (komunitas). Contoh pola penggunaan sistem komunal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 5 Gambar 4. Pengolahan Air Limbah Domestik Komunal (Sumber: PU, 2013) Salah satu program pengolahan air limbah domestik komunal adalah SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat). Program Sanimas adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dengan peningkatan akses terhadap sarana sanitasi berbasis masyarakat. Kegiatan utama Sanimas ialah pembangunan sarana dan prasarana air limbah permukiman secara komunal. Karena prasarana digunakan berkelompok maka perlu kelembagaan yang baik untuk pengelolaan sehingga sarana santasi ini dapat berjalan tepat guna dan berkelanjutan. Program Sanimas memerlukan banyak dana dalam tahap perencanaan, desain, pembangunan dan operasi–perawatannya. Oleh sebab itu, pemerintah memberikan peluang kepada segenap lembaga donor untuk ikut membangun sanitasi di Indonesia. Satu di antaranya adalah dengan Australia. 5. Program Hibah Sanitasi Australia – Indonesia Untuk mencapai target akses universal sanitasi di Indonesia pada 2019, Indonesia menggandeng Australia dalam program Hibah Infrastruktur Australia - Indonesia untuk sanitasi (Australia - Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation (sAIIG). Hal ini terjadi karena pemerintah belum bisa memenuhi kebutuhan dana untuk target 2019 terkait sanitasi, air minum, dan kawasan kumuh di seluruh Indonesia sehingga pemerintah mencari sumber dana lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Program sAIIG ditujukan untuk mempercepat pencapaian pembangunan bidang air limbah dan persampahan. Sasaran program ini adalah kabupaten/kota yang telah memiliki dokumen perencanaan pengelolaan bidang PLP (air limbah dan persampahan) berupa dokumen SSK dan RPIJM Bidang PU Cipta Karya. Lingkup kegiatan program ini adalah penerusan hibah dari Pemerintah Australia melalui Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk membiayai pembangunan sektor air limbah dan persampahan sesuai dengan syarat dan ketentuan teknis dari Direktorat Jenderal Cipta Karya dan persyaratan lainnya terkait penyaluran hibah. Adapun jenis kegiatan yang dapat digantikan oleh dana hibah untuk Sektor Air Limbah adalah (i) Pembangunan sistem pengolahan air limbah terpusat skala lingkungan untuk 6 200 - 400 KK. Pekerjaan ini harus menghasilkan sistem yang lengkap, terdiri dari: sambungan rumah, pipa air limbah, bak kontrol dan instalasi pengolahannya. (ii) Pembangunan jaringan air limbah terpusat skala lingkungan untuk paling sedikit 50 KK yang akan dihubungkan dengan sistem air limbah terpusat yang sudah ada (skala kota) Dalam program hibah ini, jenis IPAL yang dibangun ialah compact treatment sehingga hanya memerlukan lahan yang sempit. Skema IPAL komunal yang biasa dibangun, baik berupa beton maupun fibre yang diperkuat, antara lain: a. Anaerobic Baffled Reactor (ABR) Berupa bak dengan beberapa kompartemen yang dilengkapi sekat atau bafel. Fungsi bafel adalah memberikan waktu detensi yang lama bagi air limbah sehingga bisa diolah oleh bakteri anaerobic secara lengkap. Mikroba tumbuh dalam keadaan tersuspensi dan terlekat di sekat-sekat yang dipasang. Bafel juga memberikan efek pengadukan secara hidrolis selama pengaliran air limbah dari inlet menuju outlet. ABR dapat terbuat dari beton maupun Glass Reinforced Fiber (GRF). Gambar 5. Anaerobic Baffled Reactor b. Anaerobic Upflow Filter (AUF) Berupa bak dengan beberapa kompartemen yang dilengkapi dengan filter (batu, plastic, kayu, atau media lain). Di dalam unit AUF ini air limbah lebih dominan diolah di unit “filter” dengan mengandalkan bakteri anaerobic yang tumbuh melekat di permukaan media. Bahannya bisa beton atau GRF. Gambar 6. Anaerobic Upflow Filter 6. Universal Akses 100 – 0 - 100 7 Infrastruktur dasar permukiman diharapkan semakin padu dengan program prioritas nasional seiring dengan tantangan target akses universal (100 - 0 - 100) untuk air minum, kawasan kumuh, dan sanitasi. Dalam program ini, angka 100 yang pertama adalah akses air minum terpenuhi untuk masyarakat dengan capaian 100 persen. Angka 0 adalah tidak ada lagi kawasan kumuh. Angka 100 yang kedua adalah sanitasi lingkungan terpenuhi dengan maksimal. Artinya, upaya pemerintah untuk mencapai universal akses tahun 2019 adalah 100% akses air minum, 0% kawasan kumuh, dan 100% akses sanitasi layak. Pemerintah berupaya mewujudkannya dengan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 3 Tahun 2014 tentang STBM. STBM ialah pendekatan pembangunan sanitasi yang mengedepankan upaya pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. Pendekatan ini bertujuan mewujudkan perilaku masyarakat yang higenis dan saniter secara mandiri untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. 7. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Peningkatan akses terhadap air minum yang berkualitas perlu diikuti dengan perilaku yang higienis untuk mencapai tujuan kesehatan, melalui pelaksanaan STBM. Dalam kerangka pembangunan kesehatan, sektor air minum, sanitasi dan higienis merupakan satu kesatuan dalam prioritas pembangunan bidang kesehatan dengan titik berat pada upaya promotif - preventif dalam perbaikan lingkungan. STBM menjadi ujung tombak keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan. Sanitasi total berbasis masyarakat sebagai pilihan pendekatan, strategi dan program untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan metode pemicuan. Sanitasi adalah mengumpulkan dan membuang kotoran dan limbah cair masyarakat secara sehat sehingga tidak membahayakan kesehatan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Secara lebih luas sanitasi juga meliputi sistem drainase, persampahan, daur ulang dan pengelolaan limbah cair rumah tangga, industri dan limbah padat berbahaya dan beracun (B3). Sanitasi juga dimaknai sebagai usaha untuk mempertahankan kesehatan agar terhindar dari penyakit infeksi yang menyebar lewat tinja, urin, penggunaan desinfektan, kebersihan umum, isolasi dari hewan, ventilasi bangunan dan menghindari kontaminasi feces dan urin terhadap makanan dan minuman. Di dalam konteks yang lebih spesifik, sanitasi adalah sistem pembuangan tinja dan urin manusia secara aman. Dalam pelaksanaannya, STBM ini mencakup 5 (lima) pilar yaitu: 1. Stop buang air besar sembarangan, 2. Cuci tangan pakai sabun, 3. Pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga, 4. Pengelolaan sampah dengan baik dan benar. 5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman. 8 Tujuan STBM ialah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah perilaku menjadi higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat yang terdiri atas tiga komponen strategi yaitu: 1. Menciptakan lingkungan yang mendukung terlaksananya kegiatan STBM melalui: a. Advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan. b. Peningkatan kapasitas institusi pelaksana di daerah. c. Meningkatkan kemitraan multipihak. 2. Peningkatan kebutuhan sarana sanitasi melalui peningkatan kesadaran mayarakat tentang konsekuensi dari kebiasaan buruk sanitasi (BAB sembarang) dan dilanjutkan dengan pemicuan perubahan perilaku komunitas: a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, material dan biaya sarana sanitasi yang sehat. b. Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat untuk memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat dan mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untuk meningkatkan dan menjaga keberlanjutan STBM melalui deklarasi Stop Buang Air Besar Sembarang (SBABS). 3. Peningkatan penyediaan melalui peningkatan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan sarana sanitasi, yaitu melalui pengembangan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi, pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi. Kesinambungan kegiatan pembinaan masyarakat dalam sanitasi ini akan memberikan hasil yang baik seiring dengan perkembangan waktu. Suatu desa/kelurahan dikatakan telah melaksanakan STBM didasarkan pada kondisi: 1. Sudah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun dalam desa/kelurahan. 2. Ada masyarakat yang bertanggung jawab untuk melanjutkan aksi intervensi STBM secara individu dan kelompok sebagai respon dari aksi intervensi STBM. 3. Masyarakat menyusun rencana aksi kegiatan dalam rangka mencapai komitmen perubahan perilaku pilar-pilar STBM yang telah disepakati. Kendala dalam pelaksanaan STBM adalah investasi belum optimal di bidang air minum dan sanitasi khususnya di perkotaan. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka dilakukan upaya advokasi untuk meningkatkan investasi bidang air minum dan sanitasi terutama untuk masyarakat miskin, perluasan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat dan meningkatkan pendidikan berperilaku sehat. Daftar Pustaka 1. Cahyana, G. H., Diktat Kuliah Satuan Proses Operasi, Teknik Lingkungan, Universitas Kebangsaan, 2006. 2. Materi Bidang Air Limbah, Ditjen PLP, Kementerian Pekerjaan Umum, 2013. --***-- 9