PDF E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Summary

E-book ini membahas ketentuan umum dan tata cara perpajakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dokumen ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI dan mencakup berbagai aspek seperti pendaftaran, pembukuan, pembayaran, pelaporan, pemeriksaan, dan sengketa pajak.

Full Transcript

E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 1 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Disclaimer: Isi dalam modul ini semata-mata hanya digunakan untuk pembelajaran dalam rangka...

E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 1 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Disclaimer: Isi dalam modul ini semata-mata hanya digunakan untuk pembelajaran dalam rangka pengembangan kompetensi pegawai DJP. Rujukan utama tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerbit: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI ©Januari 2025 Hanya untuk Internal DJP 2 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Daftar Isi Daftar Isi 3 Kata Pengantar 7 Daftar Tabel 9 Daftar Gambar 10 Daftar Istilah 11 BAB I Pendahuluan 13 BAB II Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Usaha 18 A. Umum 19 B. Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Fungsi NPWP 20 C. Subjek Pajak yang Wajib Mendaftarkan Diri untuk Memperoleh NPWP 20 D. Kewajiban Mendaftarkan NPWP bagi Wanita Kawin dan Anak yang Belum Dewasa 21 E. Kewajiban NPWP Warisan Yang Belum Terbagi 21 F. Kewajiban Melaporkan Kegiatan Usaha untuk Dikukuhkan Sebagai PKP 22 G. Jangka Waktu Pendaftaran NPWP dan Pelaporan Kegiatan Usaha untuk PKP 23 H. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara Jabatan 24 I. Tempat Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Kegiatan Usaha 24 J. Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 25 K. Penetapan Wajib Pajak Nonaktif 28 L. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak 29 M. Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 32 N. Penerapan Nomor Identitas Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pemberian Nomor Identitas Kegiatan Usaha untuk Wajib Pajak Cabang 33 O. Nomor Identitas Perpajakan 33 P. Latihan Soal 34 3 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB III Pembukuan dan Pencatatan 36 A. Umum 37 B. Kewajiban Pembukuan atau Pencatatan 37 C. Ketentuan Pembukuan dan Pencatatan 38 D. Kewajiban Menyimpan Dokumen Dasar Pembukuan atau Pencatatan 40 E. Latihan Soal 41 BAB IV Pembayaran Pajak 43 A. Umum 44 B. Sarana Pembayaran Pajak 44 C. Pembayaran Pajak secara Elektronik 45 D. Deposit Pajak 45 E. Batas Waktu Pembayaran Pajak untuk Masa Pajak 46 F. Batas Waktu Pembayaran Pajak untuk SPT Tahunan 51 G. Sanksi Administratif atas Keterlambatan Pembayaran Pajak 51 H. Batas Waktu Pembayaran Bea Meterai dan PBB 53 I. Batas Waktu Pembayaran STP, Ketetapan, dan Keputusan 53 J. Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak 54 K. Sanksi Administratif atas Keterlambatan Pembayaran STP, Ketetapan, dan Keputusan, serta Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak 55 L. Batas Waktu Bertepatan dengan Hari Libur 57 M. Latihan Soal 57 BAB V Pelaporan Pajak 59 A. Umum 60 B. SPT dan Fungsinya 60 C. Kewajiban Mengisi SPT 61 D. Jenis SPT 62 E. Bentuk SPT 63 F. Isi SPT 63 G. Pengambilan SPT 63 H. Penandatanganan SPT 64 I. Tempat Penyampaian SPT 64 J. Batas Waktu Penyampaian SPT 65 K. Sanksi administrasi telat/tidak Lapor SPT 69 L. Wajib Pajak yang dikecualikan menyampaikan SPT 70 M. SPT Dianggap Tidak Disampaikan 70 N. WP Tertentu Yang Dapat Melaporkan Beberapa Masa Pajak Dalam Satu SPT Masa 71 O. Perpanjangan Penyampaian SPT 71 P. Pembetulan SPT 72 Q. Sanksi Karena Pembetulan SPT 73 R. Pembetulan SPT Karena Menerima Ketetapan, Keputusan atau Putusan 74 S. Latihan Soal 74 4 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB VI Pemeriksaan Pajak 76 A. Umum 77 B. Pemeriksa Pajak 78 C. Wajib Pajak yang Diperiksa 78 D. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Secara Jabatan 80 E. Peniadaan Kewajiban Merahasiakan Data Pembukuan atau Pencatatan 80 F. Penyegelan 80 G. Fasilitas Wajib Pajak Yang Mendaftarkan Sahamnya di Bursa Efek 81 H. Penyelesaian Pemeriksaan 82 I. Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan 82 J. Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain 85 K. Pemeriksaan Pajak Yang Ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan 87 L. Pemeriksaan Ulang 87 M. Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan 88 N. Latihan Soal 88 BAB VII Penetapan dan Ketetapan 90 A. Umum 91 B. Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak 93 C. Pengembalian Pendahuluan 100 D. Ringkasan Sanksi Administratif 105 E. Latihan Soal 108 BAB VIII Penagihan Pajak 110 A. Umum 111 B. Pengertian dan Tujuan Penagihan Pajak 111 C. Dasar Penagihan 111 D. Jatuh Tempo Pelunasan Dasar Penagihan Pajak 112 E. Penanggung Pajak 113 F. Tindakan Penagihan Pajak 114 G. Daluwarsa Penagihan 127 H. Hak Mendahulu 129 I. Gugatan atau Sanggahan 130 J. Latihan Soal 130 BAB IX Pembetulan 132 A. Umum 133 B. Objek Pembetulan 133 C. Ruang Lingkup Pembetulan 134 D. Syarat Permohonan 135 E. Jangka Waktu Pengajuan dan Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Pembetulan 135 F. Latihan Soal 135 5 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB X Sengketa Pajak 137 A. Umum 138 B. Penyelesaian Sengketa Pajak secara Administratif 138 C. Penyelesaian Sengketa Pajak secara Berkeadilan 145 D. Latihan Soal 150 BAB XI Imbalan Bunga 152 A. Dasar Pemberian Imbalan Bunga 153 B. Ketentuan Pemberian Imbalan Bunga 154 C. Latihan Soal 155 BAB XII Ketentuan Khusus 157 A. Wakil Wajib Pajak 158 B. Penunjukkan Pihak Lain 159 C. Latihan Soal 159 Kunci Jawaban 161 Daftar Pustaka 162 Daftar Penulis 164 6 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Kata Pengantar Saat ini, administrasi perpajakan memasuki era baru. Hal ini ditandai dengan mulai dioperasikannya sistem Coretax pada 1 Januari 2025. Sistem Coretax tersebut akan banyak mengubah cara kerja administrasi perpajakan menjadi lebih modern, efisien, dan efektif. Coretax tidak hanya memperkenalkan kemajuan teknologi, tetapi juga mengubah cara kerja yang selama ini dilakukan secara manual, menjadi lebih otomatis dan berbasis digital. Dengan adanya sistem ini, berbagai proses bisnis perpajakan kini dapat dilaksanakan dengan lebih cepat, transparan, dan terintegrasi, serta mendukung terciptanya pelayanan yang lebih baik untuk wajib pajak. Selain pemuktahiran sistem informasi dan proses bisnis perpajakan, regulasi juga tidak luput untuk terus diperbarui untuk mengikuti dinamika perkembangan zaman. Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah regulasi perpajakan Indonesia. UU HPP tersebut juga secara berkelanjutan diikuti dengan penyempurnaan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian, regulasi perpajakan semakin adaptif terhadap perkembangan ekonomi dan kebutuhan masyarakat. Namun, regulasi dan sistem informasi yang terkini tidak akan pernah berarti tanpa Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berupaya untuk memastikan bahwa SDM-nya senantiasa siap menghadapi perubahan tersebut. Kegiatan pengembangan SDM yang berkelanjutan menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya ini. Hal ini dilakukan agar pegawai DJP mampu beradaptasi dengan cepat dan efektif dalam menghadapi berbagai perubahan, baik dari sisi teknologi, regulasi, maupun tuntutan pekerjaan. Dalam rangka mendukung upaya tersebut, Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) bersama Subject Matter Expert (SME) menyusun 13 modul materi perpajakan dan non perpajakan sebagai berikut: 1. Seri modul materi perpajakan yang terdiri atas: KUP, PPh, PPN, PBB, dan Bea Meterai 2. Seri modul materi non perpajakan yang terdiri atas: Organisasi, Keuangan, Kepegawaian, Kode Etik dan Kode Perilaku, Tata Naskah Dinas, serta Teknologi Informasi dan Komunikasi 3. Seri modul materi khusus untuk Account Representative dan Penelaah Keberatan 7 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Modul-modul tersebut dirancang sebagai sarana pembelajaran dan pengembangan kompetensi bagi seluruh pegawai DJP. Dengan adanya modul ini, diharapkan pegawai dapat lebih mudah memahami tugas dan tanggung jawabnya, sehingga mereka dapat bekerja secara lebih efisien dan efektif. Pemahaman yang lebih baik tentang pekerjaan mereka akan memungkinkan pegawai DJP untuk memberikan kontribusi yang lebih optimal dalam mendukung organisasi. Hal ini, pada gilirannya, diharapkan dapat mendorong peningkatan kepatuhan Wajib Pajak (WP) dan mengurangi tax gap. Dengan tercapainya tujuan tersebut, modul-modul ini akan berkontribusi langsung pada pencapaian penerimaan pajak yang sesuai dengan yang diamanatkan dalam APBN, serta membantu meningkatkan tax ratio Indonesia. Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Ditandatangani secara elektronik Lucia Widiharsanti 8 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Daftar Tabel Tabel 1-1 Sistematika Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 16 Tabel 2-1 Jangka Waktu Pendaftaran 23 Tabel 2-2 Dokumen Persyaratan Pendaftaran Wajib Pajak Orang Pribadi 26 Tabel 2-3 Dokumen Persyaratan Pendaftaran Wajib Pajak Badan 26 Tabel 4-1 Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran Pajak 46 Tabel 5-1 Batas Waktu Penyampaian SPT 66 Tabel 7-1 Sanksi Denda 105 Tabel 7-2 Sanksi Bunga berdasarkan Uplift Factor 106 Tabel 7-3 Sanksi Kenaikan 108 9 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Daftar Gambar Gambar 1-1 Mind Map Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 14 Gambar 4-1 Penghitungan Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran Pajak 52 Gambar 4-2 Penghitungan Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran STP, Ketetapan dan Keputusan, serta Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak 56 Gambar 5-1 Penghitungan Sanksi 73 Gambar 6-1 Jangka Waktu Pemeriksaan 84 Gambar 7-1 Penghitungan Sanksi 94 Gambar 7-2 Penghitungan Sanksi 95 Gambar 8-1 Tahapan Tindakan Penagihan Pajak 115 Gambar 11-1 Penghitungan Imbalan Bunga 155 10 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Daftar Istilah BPN Bukti Penerimaan Negara BUT Bentuk Usaha Tetap DJBC Direktorat Jenderal Bea Cukai DJP Direktorat Jenderal Pajak DPP Dasar Pengenaan Pajak JO Joint Operation KKP Kertas Kerja Pemeriksaan KMK Keputusan Menteri Keuangan KPP Kantor Pelayanan Pajak KPPN Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara KSO Kerja Sama Operasi KTP Kartu Tanda Penduduk LHP Laporan Hasil Pemeriksaan NIK Nomor Induk Kependudukan NPPN Norma Penghitungan Penghasilan Neto NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak NTPN Nomor Transaksi Penerimaan Negara PKP Pengusaha Kena Pajak PMK Peraturan Menteri Keuangan PP Peraturan Pemerintah PBB Pajak Bumi dan Bangunan PPh Pajak Penghasilan PPN Pajak Pertambahan Nilai PPnBM Pajak Penjualan atas Barang Mewah PTKP Penghasilan Tidak Kena Pajak SK Surat Keputusan SKP Surat Ketetapan Pajak SKPIB Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga 11 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan SKPKB Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKBT Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKPP Surat Keputusan Penghitungan Kelebihan Pembayaran Pajak SKPLB Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar SKPN Surat Ketetapan Pajak Nihil SKPPKP Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak SP2 Surat Pemberitahuan Pemeriksaan SPHP Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan SPMP Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan SPM Surat Perintah Membayar SPPT Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPT Surat Pemberitahuan SSP Surat Setoran Pajak STP Surat Tagihan Pajak Undang-Undang KUP Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Undang-Undang HPP Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Undang-Undang PBB Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang PPSP Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 WBT Warisan Belum Terbagi WNA Warga Negara Asing WNI Warga Negara Indonesia 12 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB I 1. BAB I Pendahuluan 13 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB I Pendahuluan Pajak dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang KUP didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan pengertian di atas, pajak memiliki karakteristik sebagai berikut: a. pungutan secara paksa oleh negara; b. yang bersangkutan tidak mendapatkan imbalan secara langsung; dan c. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu fungsi anggaran (budgetair) dan fungsi mengatur (reguleren). Fungsi anggaran (budgetair) adalah fungsi yang letaknya di sektor publik, dan pajak-pajak di sini merupakan suatu alat (atau suatu sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak-pajak ini terutama akan digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan apabila setelah itu masih ada sisa (yang lazim disebut surplus) maka surplus ini dapat digunakan untuk membiayai investasi pemerintah. Dengan fungsi mengaturnya (reguleren) pajak digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi mengatur ini banyak ditujukan terhadap sektor swasta. Esensi fungsi tambahan dari pajak yaitu fungsinya untuk turut mengatur (reguleren) serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha adalah demi terciptanya kesejahteraan bangsa dan negara, serta tercapainya keseimbangan perekonomian dan politik. Masyarakat yang mempunyai kekuatan membayar pajak yang semakin besar berarti semakin besar pula perannya terhadap pembiayaan pembangunan. Selain itu, masyarakat juga memiliki hak kontrol terhadap segala kebijakan pemerintah dalam rangka menyejahterakan rakyatnya, apabila segala pengeluaran pembangunan negara ini sebagian besar dibiayai dari penerimaan pajak. 14 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Hukum pajak terbagi menjadi 2 (dua) yaitu hukum pajak formal dan hukum pajak material. Hukum pajak formal mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hukum pajak material agar ketentuan hukum material dapat dilaksanakan. Hukum pajak material ini mengatur mengenai subjek, objek, tarif, serta apa yang dikecualikan dari pengenaan pajak. Reformasi di bidang perpajakan yang dimulai tahun 1983 mengubah sistem perpajakan di Indonesia, semula menganut sistem pemungutan official assessment menjadi sistem self assessment. Direktorat Jenderal Pajak adalah lembaga yang ditunjuk oleh Undang-undang untuk melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan dan penegakan hukum terhadap Wajib Pajak. Pembahasan dalam bahan ajar ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman terhadap hukum pajak formal yang diatur dalam Undang-Undang KUP. Metode pembahasan tidak dilakukan sesuai dengan urutan pasal dalam Undang-Undang KUP melainkan dilakukan sesuai dengan urutan langkah yang dilaksanakan oleh Wajib Pajak dalam melaksanakan self assessment. Hal ini dimaksudkan sekaligus agar mempermudah pemahaman mengenai self assessment. Adapun Perkembangan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sejak tahun 1983 sampai dengan saat ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-undang. 6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 8. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang- Undang. Hingga saat ini Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Peraturan Perpajakan telah mengalami 7 (tujuh) kali perubahan. 15 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Setelah mengalami beberapa kali perubahan maka sistematika Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan saat ini adalah sebagai berikut: Tabel 1-1 Sistematika Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB PASAL TENTANG JUMLAH PASAL I 1 Ketentuan Umum 1 Nomor Pokok Wajib Pajak, 2, 2A, 3, 4, 5, 6, Pengukuhan Pengusaha Kena II 11 7, 8, 9,10,11 Pajak, Surat Pemberitahuan, Dan Tata Cara Pembayaran Pajak 12, 13, 13A, 14, 15, 16, 17, 17A, III Penetapan dan Ketetapan Pajak 12 17B, 17C, 17D, 17E 18, 19, 20, 21, IV Penagihan Pajak 7 22, 23, 24 25, 26, 26A, 27, Keberatan, Banding, Imbalan Bunga, V 7 27A, 27B, 27C dan Persetujuan Bersama 28, 29, 29A, 30, VI Pembukuan dan Pemeriksaan 5 31 32, 32A, 33, 34, 35, 35A, 36, 36A, VII Ketentuan Khusus 13 36B, 36C, 36D, 37, 37A 38, 39, 39A, 40, VIII 41, 41A, 41B, Ketentuan Pidana 10 41C, 42, 43 43A, 44, 44A, IX Penyidikan 4 44B, 44C, 44D IXA 44E Pendelegasian Wewenang 1 X 45, 46, 47, 47A Ketentuan Peralihan 4 XI 48, 49, 50 Ketentuan Penutup 3 16 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Gambar 1-1 Mind Map Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 17 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB II 2. BAB II Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Usaha 18 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB II Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Usaha A. Umum Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. NPWP tidak berubah meskipun Wajib Pajak pindah tempat tinggal/tempat kedudukan atau mengalami pemindahan tempat terdaftar. Dasar hukum: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Undang-Undang KUP). 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. 19 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan B. Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Fungsi NPWP Sesuai dengan sistem self assessment, setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang KUP. Adapun yang dimaksud dengan persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang- Undang PPh. Sedangkan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang PPh. NIK digunakan sebagai NPWP bagi orang pribadi yang merupakan penduduk sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1a) Undang-Undang HPP. Sementara bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan penduduk, Wajib Pajak badan, dan Wajib Pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP dengan format 16 (enam belas) digit yang dihasilkan oleh sistem administrasi DJP. NPWP tersebut digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas bagi Wajib Pajak dalam administrasi perpajakan. Dengan demikian terhadap 1 (satu) Wajib Pajak hanya diberikan 1 (satu) NPWP yang akan digunakan Wajib Pajak dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakannya. Terhadap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif namun tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. C. Subjek Pajak yang Wajib Mendaftarkan Diri untuk Memperoleh NPWP Wajib Pajak yang memiliki kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP terdiri atas: 1. Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk dan bukan Penduduk yang: a. melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu; dan b. Tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan menerima atau memperoleh penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak. 2. Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi (WBT); 20 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 3. Wajib Pajak badan meliputi: a. Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak; atau b. Wajib Pajak yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak; 4. Instansi pemerintah yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. D. Kewajiban Mendaftarkan NPWP bagi Wanita Kawin dan Anak yang Belum Dewasa Pasal 8 Undang-Undang PPh mengatur bahwa pada prinsipnya sistem administrasi perpajakan di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis yang artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga termasuk wanita kawin digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Sehingga dalam satu keluarga hanya terdapat satu NPWP. Namun demikian, bagi wanita kawin yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan di atas PTKP atau wanita kawin yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, dikenakan pajak secara terpisah karena: a. hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; b. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau c. memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya, maka wanita kawin tersebut wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP atas namanya sendiri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal wanita dimaksud agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. E. Kewajiban NPWP Warisan Yang Belum Terbagi Wajib Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, yang selanjutnya disebut Wajib Pajak WBT, adalah Wajib Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 21 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Dalam PP 50 Tahun 2022 diatur bahwa WBT sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak dalam kedudukannya sebagai subjek pajak menggunakan NPWP dari orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut dan diwakili oleh salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan dari Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan. Kewajiban pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak WBT dengan menggunakan NPWP dari Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut. Namun apabila Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan ternyata belum memiliki NPWP maka Wakil dari Wajib Pajak WBT wajib mendaftarkan WBT pada KPP wilayah tempat tinggal orang pribadi yang meninggalkan warisan untuk memperoleh NPWP. Selain itu Wakil dari Wajib Pajak WBT juga harus melaporkan tempat kegiatan usaha WBT untuk memperoleh Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU). F. Kewajiban Melaporkan Kegiatan Usaha untuk Dikukuhkan Sebagai PKP Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang PPN 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada tempat tinggal atau tempat kedudukan untuk dikukuhkan menjadi PKP. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Sedangkan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan perubahannya. Namun demikian, terdapat pengecualian terhadap PKP tertentu berdasarkan Undang-Undang PPN dan perubahannya yang mengatur bahwa PKP yang memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan tidak menjadi PKP. Fungsi pengukuhan PKP dipergunakan sebagai identitas PKP untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPnBM serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. 22 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan G. Jangka Waktu Pendaftaran NPWP dan Pelaporan Kegiatan Usaha untuk PKP Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan termasuk penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP diatur dalam PMK Nomor 81 Tahun 2024. Adapun jangka waktu pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dalam tabel berikut. Tabel 2-1 Jangka Waktu Pendaftaran No Wajib Pajak Jangka Waktu 1. Wajib Pajak orang pribadi yang paling lama 1 (satu) bulan setelah melakukan kegiatan usaha atau kegiatan usaha atau pekerjaan bebas pekerjaan bebas, termasuk Wajib mulai dilakukan. Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah) 2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak paling lambat akhir bulan berikutnya melakukan kegiatan usaha atau setelah diterimanya penghasilan yang pekerjaan bebas dan menerima atau menyebabkan akumulasi penghasilan memperoleh penghasilan di atas pada Tahun Pajak berjalan sama penghasilan tidak kena pajak dengan atau melebihi penghasilan (termasuk wanita kawin yang dikenai tidak kena pajak pajak secara terpisah) 3. Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi paling lambat akhir bulan berikutnya yang belum memiliki NPWP setelah Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut meninggal dunia dan harus melaporkan tempat kegiatan usahanya untuk memperoleh NITKU 4. Wajib Pajak badan paling lama 1 (satu) bulan setelah saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 5. Wajib Pajak instansi pemerintah paling lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak. 23 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan yang memenuhi ketentuan sebagai PKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Sedangkan bagi pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN dan perubahannya yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha kecil harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menyampaikan permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Adapun yang dimaksud sebagai pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). H. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara Jabatan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan apabila Wajib Pajak atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan diri guna memperoleh NPWP secara sukarela atau dikukuhkan sebagai PKP secara sukarela. Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi sesuai dengan data dan/ atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk data dan/ atau informasi yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi. Dalam hal terhadap Wajib Pajak diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan maka kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak dan/atau PKP tersebut dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sebagai PKP. I. Tempat Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Kegiatan Usaha Tempat mendaftarkan diri bagi Wajib Pajak ditentukan sebagai berikut: 1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi adalah pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak. 2. Bagi Wajib Pajak WBT yang belum memiliki NPWP adalah pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang pribadi yang meninggalkan warisan. 24 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 3. Bagi Wajib Pajak badan adalah pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak. 4. Bagi Wajib Pajak Instansi Pemerintah adalah pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak. 5. Terhadap Wajib Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan kantor DJP selain KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, sebagai tempat pendaftaran untuk memperoleh NPWP. Pengusaha yang melakukan penyerahan dan/ atau ekspor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. J. Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Permohonan pendaftaran NPWP dan/atau pengukuhan PKP dilakukan dengan mengajukan permohonan secara elektronik: a. Portal Wajib Pajak; b. Laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau c. Contact Center, dengan melampirkan dokumen yang disyaratkan. Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik, Wajib Pajak mengajukan permohonan: a. secara langsung; atau b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir, ke KPP, KP2KP, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 25 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Persyaratan pendaftaran bagi: a. Wajib Pajak orang pribadi Tabel 2-2 Dokumen Persyaratan Pendaftaran Wajib Pajak Orang Pribadi No Jenis Wajib Pajak Orang Pribadi Dokumen yang disyaratkan 1 Wajib Pajak orang pribadi yang sepanjang NIK tervalidasi maka tidak merupakan Penduduk diperlukan dokumen 2 Wajib Pajak orang pribadi yang a. salinan paspor bukan merupakan Penduduk b. pasfoto berwarna Wajib Pajak yang bersangkutan; dan c. pasfoto berwarna Wajib Pajak yang bersangkutan dengan memegang paspor 3 Warisan Belum Terbagi sepanjang NIK tervalidasi maka tidak diperlukan dokumen b. Wajib Pajak Badan Tabel 2-3 Dokumen Persyaratan Pendaftaran Wajib Pajak Badan No Jenis Wajib Pajak Badan Dokumen yang disyaratkan 1 Wajib Pajak Badan yang memiliki dokumen yang menunjukkan pendirian kewajiban perpajakan sebagai atau pembentukan Badan dan pembayar pajak, pemotong perubahannya dan/atau pemungut pajak; 2 Wajib Pajak Badan yang hanya dokumen yang menunjukkan pendirian memiliki kewajiban perpajakan atau pembentukan Badan dan sebagai pemotong dan/ atau perubahannya pemungut pajak 26 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan c. Wajib Pajak Instansi Pemerintah Adapun dokumen yang dipersyaratkan dalam pendaftaran NPWP bagi instansi pemerintah adalah sebagai berikut: 1) dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak Instansi Pemerintah merupakan satuan kerja yang bertindak selaku pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyusun daftar isian pelaksanaan anggaran serta wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara, untuk Instansi Pemerintah Pusat; 2) dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak Instansi Pemerintah merupakan satuan kerja perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota yang bertindak selaku pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyusun dokumen pelaksanaan anggaran serta wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara, untuk Instansi Pemerintah Daerah; 3) dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak Instansi Pemerintah merupakan unit kerja yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum, untuk Instansi Pemerintah Pusat berbentuk badan layanan umum; 4) dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak Instansi Pemerintah merupakan satuan kerja perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota yang bertindak selaku pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyusun dokumen pelaksanaan anggaran serta wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara, untuk Instansi Pemerintah Daerah; 5) dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak Instansi Pemerintah merupakan unit kerja yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah, untuk Instansi Pemerintah Daerah berbentuk badan layanan umum daerah; atau 6) dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak Instansi Pemerintah merupakan unit organisasi penyelenggara pemerintahan desa yang bertindak selaku pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, untuk Instansi Pemerintah Desa. 27 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan K. Penetapan Wajib Pajak Nonaktif Wajib Pajak Nonaktif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif namun belum dilakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak. Penetapan Wajib Pajak Nonaktif untuk Orang Pribadi dilakukan dalam hal: a. melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas namun tidak memenuhi syarat objektif karena menghentikan usahanya atau pekerjaan bebasnya; b. tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas namun tidak memenuhi syarat objektif karena belum atau tidak memperoleh penghasilan, atau memiliki penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak; c. Warga Negara Indonesia berstatus sebagai Penduduk yang berniat menjadi subjek pajak luar negeri namun belum memenuhi syarat sebagai subjek pajak luar negeri; d. Warga Negara Indonesia berstatus sebagai Penduduk yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif; e. wanita kawin yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak yang kemudian memilih untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya digabungkan dengan suaminya; atau f. memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Penetapan Wajib Pajak Nonaktif untuk Badan dilakukan dalam hal: a. tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif namun masih dalam proses atau belum dilakukan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; atau b. memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Penetapan Wajib Pajak Nonaktif untuk Instansi Pemerintah dilakukan dalam hal: a. tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak namun belum dilakukan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; atau b. memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal Wajib Pajak sudah tidah memenuhi kriteria Wajib Pajak Non Aktif, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat mengaktifkan kembali Wajib Pajak Nonaktif. 28 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan L. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan NPWP dari administrasi DJP. Pasal 2 ayat (6) Undang-Undang KUP mengatur bahwa penghapusan NPWP dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila: a. diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; b. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha; c. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau d. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan NPWP dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat melakukan penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal: a. Wajib Pajak orang pribadi telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan; b. Wajib Pajak orang pribadi: 1. telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan tidak lagi berstatus sebagai Penduduk, bagi orang pribadi yang semula berstatus sebagai Penduduk; atau 2. telah meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya, bagi orang pribadi yang berstatus bukan Penduduk; c. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP. Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat melakukan penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal dilakukan dalam hal warisan sudah selesai dibagi. 29 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat melakukan penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak badan yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal: a. Wajib Pajak Badan dilikuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau penggabungan usaha; b. Wajib Pajak bentuk usaha tetap telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau c. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP, tidak termasuk NPWP cabang. Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat melakukan penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak Instansi Pemerintah yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal: a. tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/ atau pemungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau b. memiliki lebih dari 1 (satu) Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain memperhatikan pemenuhan persyaratan subjektif dan/atau objektif penghapusan NPWP Wajib Pajak badan dan orang pribadi dilakukan sepanjang Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. tidak mempunyai utang pajak; b. tidak sedang dilakukan tindakan: 1. pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; 2. pemeriksaan bukti permulaan; 3. penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; atau 4. penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; c. tidak sedang dalam proses penyelesaian persetujuan bersama (mutual agreement procedure); 30 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan d. tidak sedang dalam proses penyelesaian kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement); dan e. tidak sedang dalam proses penyelesaian upaya administratif dan upaya hukum, berupa: 1. pembetulan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; 2. pengajuan keberatan; 3. pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; 4. pengurangan atau penghapusan sanksi administratif; 5. pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan; 6. pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar; 7. pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar; 8. pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar; 9. pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar; 10. pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan; 11. gugatan; 12. banding; dan/atau 13. peninjauan kembali. Keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP dianggap dikabulkan. Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan, Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan SK Penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lambat satu bulan setelah jangka waktu berakhir. 31 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan M. Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pasal 2 ayat (8) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP. Dalam hal PKP sudah tidak melakukan penyerahan dan/atau ekspor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka pengusaha tersebut dapat mengajukan pencabutan pengukuhan PKP. Pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan permohonan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan. Kepala KPP harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Sedangkan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administratif. Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan melalui penelitian administrasi dilakukan terhadap PKP tertentu yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. PKP dengan status Wajib Pajak Nonaktif; b. PKP telah dinonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak dan tidak melakukan klarifikasi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penonaktifan atau klarifikasinya ditolak; c. PKP menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang telah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; d. PKP orang pribadi telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan; e. PKP bentuk usaha tetap telah menghentikan kegiatan usaha di Indonesia; dan/atau f. PKP dengan keadaan tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 32 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan N. Penerapan Nomor Identitas Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pemberian Nomor Identitas Kegiatan Usaha untuk Wajib Pajak Cabang Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk menggunakan NIK sebagai NPWP. Penduduk adalah WNI dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Wajib Pajak orang pribadi bukan penduduk, Wajib Pajak badan, dan Wajib Pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP dengan format enam belas digit. Wajib Pajak orang pribadi bukan penduduk, Wajib Pajak badan, dan Wajib Pajak instansi pemerintah yang telah terdaftar dan memiliki NPWP dengan format lima belas digit sebelum 14 Juli 2022, menggunakan NPWP dengan format enam belas digit dengan menambahkan angka nol di depan NPWP dengan format lima belas digit. Terhadap Wajib Pajak Cabang akan diberikan Nomor Identitas Kegiatan Usaha (NITKU) yang merupakan nomor identitas yang diberikan untuk setiap tempat kegiatan usaha Wajib Pajak, termasuk tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak. O. Nomor Identitas Perpajakan Direktur Jenderal Pajak juga menerbitkan nomor identitas perpajakan dalam bentuk Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai identitas untuk kepentingan administrasi perpajakan tertentu. Nomor identitas perpajakan tersebut digunakan oleh orang pribadi atau Badan dengan kriteria sebagai berikut: Orang pribadi yang: a. belum memenuhi persyaratan objektif sebagai Wajib Pajak; b. tidak memenuhi persyaratan subjektif sebagai subjek pajak dalam negeri; atau c. tidak termasuk subjek pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Pajak Penghasilan. Badan yang: a. tidak memenuhi persyaratan subjektif sebagai subjek pajak dalam negeri; atau b. tidak termasuk subjek pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 33 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan P. Latihan Soal 1. Pak Joko merupakan pengusaha sukses di Desa Margi Jaya, hal ini diketahui dari banyaknya usaha yang dimiliki Pak Joko mulai dari warung nasi kuning, laundry, warung kelontong sebanyak 10 cabang. Apa kewajiban yang harus dilakukan oleh Pak Joko sebagai Warga Negara Indonesia yang baik… a. Pak Joko harus berbagi sembako tiap bulan ke tetangga sekitar b. Pak Joko harus membagikan nasi kuning gratis kepada seluruh anak di bawah 18 tahun c. Pak Joko harus melaporkan seluruh tempat kegiatan usaha yang ia miliki untuk memperoleh NITKU d. Pak Joko harus mendaftarkan usahanya ke AHU agar lebih dikenal masyarakat Indonesia 2. Selain memperhatikan pemenuhan persyaratan subjektif dan/atau objektif, penghapusan NPWP Wajib Pajak badan dan orang pribadi dilakukan sepanjang memenuhi ketentuan… a. tidak mempunyai utang pajak b. tidak menghapus NPWP cabang c. akan diproses penyelesaian upaya hukum di bidang perpajakan d. sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan 3. Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan melalui penelitian administrasi tidak dilakukan terhadap… a. PKP dengan status Wajib Pajak non-aktif b. PKP dengan status Wajib Pajak aktif c. PKP BUT yang telah menghentikan kegiatan usaha di Indonesia d. PKP orang pribadi telah meninggal dunia dan meninggalkan warisan 34 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 4. Tuan Adrian bermaksud mendirikan sebuah Yayasan di bidang sosial dan kemanusiaan. Akte pendirian dibuat di hadapan Notaris pada tanggal 2 Januari 2023 dengan nama Yayasan Solidaritas Indonesia. Yayasan tersebut baru benar-benar beroperasi secara aktif pada 14 Februari 2023. Kapan paling lambat Tuan Adrian mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP bagi Yayasan tersebut? a. Paling lama akhir bulan berikutnya, yakni 28 Februari 2023 b. Paling lama 1 (satu) bulan setelah usaha benar-benar dijalankan yakni 14 Maret 2023 c. Paling lama 1 (satu) bulan setelah saat pendirian, yakni 2 Februari 2023 d. Tidak wajib mendaftarkan diri 5. Terhadap permohonan penghapusan NPWP yang diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi, Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan dalam jangka waktu... a. 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima dengan lengkap b. 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima dengan lengkap c. 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima dengan lengkap d. 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima dengan lengkap 35 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB III 3. BAB III Pembukuan dan Pencatatan 36 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB III Pembukuan dan Pencatatan A. Umum Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut (Pasal 1 angka 29 Undang-Undang KUP). Dengan demikian laporan keuangan yang harus disusun menurut Undang- undang KUP hanya berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi. Adapun yang dimaksud dengan Pencatatan dalam Pasal 28 ayat (9) Undang- Undang KUP terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. B. Kewajiban Pembukuan atau Pencatatan Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang KUP, pembukuan diwajibkan terhadap Wajib Pajak: 1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). 2. Wajib Pajak badan. Namun, disadari bahwa tidak semua Wajib Pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Oleh karena itu dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang KUP diatur mengenai Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan, yaitu: 37 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan, dan 2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. C. Ketentuan Pembukuan dan Pencatatan Pasal 28 ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8) dan ayat (9) Undang- Undang KUP mengatur mengenai ketentuan pembukuan dan pencatatan. 1. Pembukuan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Pembukuan harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. b. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. c. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan stelsel pengakuan penghasilan, tahun buku, metode penilaian persediaan, atau metode penyusutan dan amortisasi. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai. Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu seperti build operate and transfer (BOT) dan real estat. 38 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar. Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut a. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan. b. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi. c. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten). Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran. Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat oleh Wajib Pajak harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan, kecuali bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak dalam rangka Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang sejak pendiriannya menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tiga bulan sejak tanggal pendirian. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang akan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tiga bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai. 39 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2. Ketentuan pencatatan terdiri dari : a. Pembukuan harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. b. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. c. pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata- mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas, pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. Di samping itu, pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. D. Kewajiban Menyimpan Dokumen Dasar Pembukuan atau Pencatatan Pasal 28 ayat (11) Undang-Undang KUP mengatur bahwa buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak, kewajiban menyimpan dokumen lain meliputi dokumen dan/atau informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Buku, catatan, dan dokumen termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line dan hasil pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama sepuluh tahun di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan. 40 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran penyimpanan. E. Latihan Soal 1. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi …, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya. a. Harta b. Kas c. Utang d. Piutang 2. Pembukuan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut, kecuali …. a. Taat asas b. Iktikad baik c. Benar, jelas, lengkap d. Diselenggarakan di Indonesia 3. Wajib Pajak yang diwajibkan melakukan pembukuan adalah …. a. WP OP pegawai swasta b. Bendahara Pemerintah c. WP OP di bawah 4,8M d. Wajib Pajak Badan 41 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 4. Prinsip yang menerapkan penggunaan metode pembukuan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi adalah prinsip …. a. akuntansi b. taat asas c. pembukuan d. pencatatan 5. Berapa kurun waktu penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan? a. 3 tahun b. 5 tahun c. 10 tahun d. 15 tahun 42 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB IV 4. BAB IV Pembayaran Pajak 43 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB IV Pembayaran Pajak A. Umum Sistem self assesment yang digunakan dalam konsep perpajakan di Indonesia mewajibkan Wajib Pajak menghitung sendiri jumlah pajak terutangnya dengan melakukan pencatatan dan pembukuan. Setelah itu, Wajib Pajak wajib menyetorkan Pajak terutang yang telah dihitung berdasarkan pembukuan dan pencatatan ke kas negara. Sarana yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk membayar atau menyetor pajak yang terutang berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Saat ini, pembayaran dan penyetoran pajak juga dapat dilakukan secara elektronik melalui Sistem Billing DJP. B. Sarana Pembayaran Pajak Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan SSP ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan PMK. SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK. Pasal 102 ayat (1) PMK Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Pembaruan Sistem Inti Perpajakan (PMK-81/2024) mengatur bahwa pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan SSP, meterai untuk pembayaran bea meterai, atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. SSP atau sarana administrasi lain tersebut berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. SSP atau sarana administrasi lain tersebut dianggap sah apabila telah divalidasi dengan NTPN. 44 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan C. Pembayaran Pajak secara Elektronik Pembayaran pajak secara elektronik adalah pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan melalui sistem elektronik. Transaksi pembayaran atau penyetoran pajak secara elektronik melalui sistem billing DJP dilakukan melalui Collecting Agent dengan menggunakan kode billing. Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi valas, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya valas yang ditunjuk oleh kuasa bendahara umum negara pusat untuk menerima setoran penerimaan negara. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dan penyetoran pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik diberikan BPN. BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Collecting Agent atas transaksi penerimaan negara yang mencantumkan NTPN dan nomor transaksi bank atau nomor transaksi pos atau nomor transaksi lembaga persepsi lainnya sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan SSP. BPN berupa dokumen bukti pembayaran yang diberikan oleh tempat pembayaran, termasuk dokumen bukti pembayaran dalam format elektronik atau dokumen lain yang disamakan dengan BPN. D. Deposit Pajak Deposit pajak adalah pembayaran pajak yang belum merujuk pada kewajiban pajak tertentu. Ketentuan mengenai deposit pajak diatur dalam Pasal 103 PMK-81/2024. Pengisian deposit pajak dilakukan dengan: 1. pembayaran melalui sistem penerimaan negara secara elektronik, diakui sebagai tanggal pembayaran dan penyetoran pajak sesuai dengan tanggal bayar yang tertera pada BPN; 2. permohonan pemindahbukuan, diakui sebagai tanggal pembayaran dan penyetoran pajak sesuai dengan tanggal bayar yang tertera pada bukti pemindahbukuan; atau 3. permohonan atas sisa kelebihan pembayaran pajak atau sisa imbalan bunga setelah diperhitungkan dengan utang pajak, diakui sebagai tanggal pembayaran dan penyetoran pajak sesuai tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP). Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran dan penyetoran pajak menggunakan deposit pajak melalui pemindahbukuan. 45 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan E. Batas Waktu Pembayaran Pajak untuk Masa Pajak Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Penetapan tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak untuk Masa Pajak sampai dengan Masa Pajak Desember 2024 tercantum pada Pasal 2 PMK Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak. Sementara itu, jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak untuk Masa Pajak sejak Masa Pajak Januari 2025 diatur dalam Pasal 94 PMK-81/2024. Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4-1 Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran Pajak PMK-242/2014 PMK-81/2024 No Jenis Setoran Disetor Paling Lama Disetor Paling Lama 1 PPh Pasal 4 ayat (2) tanggal 10 bulan tanggal 15 bulan yang dipotong oleh berikutnya setelah Masa berikutnya setelah Masa pemotong pajak Pajak berakhir kecuali Pajak berakhir penghasilan ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan 2 PPh Pasal 4 ayat (2) tanggal 15 bulan tanggal 15 bulan yang harus dibayar berikutnya setelah Masa berikutnya setelah Masa sendiri oleh Wajib Pajak berakhir kecuali Pajak berakhir Pajak ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan 3 PPh Pasal 4 ayat (2) sebelum akta, tanggal 15 bulan atas penghasilan keputusan, perjanjian, berikutnya setelah Masa dari pengalihan hak kesepakatan atau Pajak berakhir atas tanah dan/atau risalah lelang atas bangunan yang pengalihan hak atas dipotong/dipungut tanah dan/atau atau yang harus bangunan dibayar sendiri oleh ditandatangani oleh Wajib Pajak pejabat yang berwenang 4 PPh Pasal 15 yang tanggal 10 bulan tanggal 15 bulan dipotong oleh berikutnya setelah Masa berikutnya setelah Masa pemotong PPh Pajak berakhir Pajak berakhir 5 PPh Pasal 15 yang tanggal 15 bulan tanggal 15 bulan harus dibayar sendiri berikutnya setelah Masa berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Pajak berakhir 46 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan PMK-242/2014 PMK-81/2024 No Jenis Setoran Disetor Paling Lama Disetor Paling Lama 6 PPh Pasal 21 yang tanggal 10 bulan tanggal 15 bulan dipotong oleh berikutnya setelah Masa berikutnya setelah Masa pemotong PPh Pajak berakhir Pajak berakhir 7 PPh Pasal 23 dan tanggal 10 bulan tanggal 15 bulan PPh Pasal 26 yang berikutnya setelah Masa berikutnya setelah Masa dipotong oleh Pajak berakhir Pajak berakhir pemotong PPh 8 PPh Pasal 25 tanggal 15 bulan tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Pajak berakhir 9 PPh Pasal 22, PPN, harus dilunasi wajib dilunasi atau PPN dan bersamaan dengan saat bersamaan dengan saat PPnBM atas impor pembayaran bea masuk pembayaran bea masuk 10 PPh Pasal 22, PPN, harus dilunasi pada saat wajib dilunasi pada saat atau PPN dan penyelesaian dokumen penyelesaian dokumen PPnBM atas impor pemberitahuan pabean pemberitahuan pabean dalam hal bea impor impor masuk ditunda atau dibebaskan 11 PPh Pasal 22, PPN, dalam jangka waktu 1 dalam jangka waktu 1 atau PPN dan hari kerja setelah hari kerja setelah PPnBM atas impor dilakukan pemungutan dilakukan pemungutan yang dipungut oleh pajak pajak DJBC 12 PPh Pasal 22 yang pada hari yang sama tanggal 15 bulan pemungutannya dengan pelaksanaan berikutnya setelah Masa dilakukan oleh pembayaran kepada Pajak berakhir kuasa pengguna PKP rekanan anggaran atau pemerintah melalui pejabat penanda KPPN tangan SPM sebagai pemungut PPh Pasal 22 47 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan PMK-242/2014 PMK-81/2024 No Jenis Setoran Disetor Paling Lama Disetor Paling Lama 13 PPh Pasal 22 yang 7 hari setelah tanggal tanggal 15 bulan dipungut oleh pelaksanaan berikutnya setelah Masa bendahara pembayaran atas Pajak berakhir pengeluaran penyerahan barang yang dibiayai dari belanja negara atau belanja daerah, dengan menggunakan SSP atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara 14 PPh Pasal 22 yang tanggal 10 bulan tanggal 15 bulan pemungutannya berikutnya setelah Masa berikutnya setelah Masa dilakukan oleh Wajib Pajak berakhir Pajak berakhir Pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak 15 PPh minyak bumi - tanggal 15 bulan dan/atau gas bumi berikutnya setelah Masa dari kegiatan usaha Pajak berakhir hulu minyak bumi dan/atau gas bumi yang dibayarkan setiap Masa Pajak 16 Tambahan PPh atas - 1 (satu) bulan setelah saham pendiri yang saat terutangnya dipungut oleh emiten tambahan PPh 17 PPN atau PPN dan akhir bulan berikutnya akhir bulan berikutnya PPnBM yang setelah Masa Pajak setelah Masa Pajak terutang dalam satu berakhir dan sebelum berakhir dan sebelum Masa Pajak SPT Masa PPN SPT Masa PPN disampaikan disampaikan 18 PPN yang terutang tanggal 15 bulan tanggal 15 bulan 48 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan PMK-242/2014 PMK-81/2024 No Jenis Setoran Disetor Paling Lama Disetor Paling Lama atas pemanfaatan berikutnya setelah saat berikutnya setelah Masa barang kena pajak terutangnya pajak Pajak berakhir tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean 19 PPN yang terutang tanggal 15 bulan tanggal 15 bulan atas kegiatan berikutnya setelah Masa berikutnya setelah Masa membangun sendiri Pajak berakhir Pajak berakhir 20 PPN atau PPN dan pada hari yang sama - PPnBM yang dengan pelaksanaan pemungutannya pembayaran kepada dilakukan oleh PKP rekanan pejabat pemerintah melalui penandatangan KPPN SPM sebagai pemungut PPN 21 PPN atau PPN dan paling lama 7 hari - PPnBM yang setelah tanggal dipungut oleh pelaksanaan bendahara pembayaran kepada pengeluaran PKP rekanan sebagai pemungut pemerintah melalui PPN KPPN 22 PPN atau PPN dan paling lama tanggal 15 - PPnBM yang bulan berikutnya setelah pemungutannya Masa Pajak berakhir dilakukan oleh pemungut PPN yang ditunjuk selain bendahara pemerintah 23 PPN atau PPN dan - akhir bulan berikutnya PPnBM yang setelah Masa Pajak dipungut oleh berakhir dan sebelum Pemungut PPN* dan SPT Masa PPN Pihak Lain** disampaikan 49 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan PMK-242/2014 PMK-81/2024 No Jenis Setoran Disetor Paling Lama Disetor Paling Lama 24 PPh Pasal 25 bagi pada akhir Masa Pajak tanggal 15 bulan Wajib Pajak dengan terakhir berikutnya setelah kriteria tertentu berakhirnya Masa Pajak sebagaimana terakhir dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa 25 Bea Meterai yang - tanggal 15 bulan dipungut oleh berikutnya setelah Masa pemungut Bea Pajak terakhir berakhir Meterai 26 Pajak Penjualan - tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak terakhir berakhir 27 Pajak Karbon yang - tanggal 15 bulan dipungut oleh berikutnya setelah Masa pemungut Pajak Pajak terakhir berakhir Karbon * Pemungut PPN adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. ** Pihak Lain adalah pihak yang terlibah langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang KUP. 50 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan F. Batas Waktu Pembayaran Pajak untuk SPT Tahunan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum SPT Pajak Penghasilan disampaikan. Ketentuan ini berhubungan dengan ketentuan batas waktu penyampaian SPT sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang KUP. Oleh karena itu, jatuh tempo pembayaran SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah Tahun Pajak berakhir dan jatuh tempo pembayaran SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan paling lama 4 (empat) bulan setelah Tahun Pajak berakhir. Pasal 95 PMK-81/2024 mengatur bahwa kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Karbon harus dibayar lunas sebelum SPT Tahunan disampaikan tetapi tidak melebihi batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Karbon. G. Sanksi Administratif atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP mengatur bahwa pembayaran atau penyetoran pajak untuk Masa Pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP mengatur bahwa atas pembayaran atau penyetoran kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud di atas dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% (lima persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi. 51 | E-Book Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Gambar 4-1 Penghitungan Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Menteri Keuangan menetapkan KMK tentang tarif bunga sebagai dasar penghitungan sanksi administratif berupa bunga dan pemberian imbalan bunga untuk setiap bulan, sehingga tarif bunga per bulan dapat mengacu pada KMK tersebut. Contoh cara penghitungan sanksi administratif bunga atas keterlambatan pembayaran dan penyetoran pajak adalah sebagai berikut. Angsuran PPh Pasal 25 PT A Tahun 2024 adalah sebesar Rp10.000.000,00 per bulan. Angsuran PPh Pasal 25 Masa Paja

Use Quizgecko on...
Browser
Browser