Peraturan OJK Nomor 17 Tahun 2023 (PDF)

Summary

This document is Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 17 Tahun 2023, regarding the implementation of good governance for Commercial Banks in Indonesia. The regulation outlines the required structure, processes, and mechanisms for bank management, emphasizing stakeholder interests, and compliance with legislation.

Full Transcript

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2023 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA...

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2023 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan daya saing bank, mendorong pertumbuhan yang stabil dan berkelanjutan, serta berkontribusi dalam penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan diperlukan penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan yang terintegrasi; b. bahwa dengan semakin kompleksnya bisnis perbankan yang ditunjang dengan perkembangan produk bank dan inovasi teknologi informasi, diperlukan penguatan penerapan tata kelola bank; c. bahwa penerapan tata kelola bank dengan dukungan manajemen risiko dan kepatuhan yang terintegrasi harus mampu mendorong peningkatan kualitas pengelolaan bank yang sehat, berdasarkan prinsip kehati-hatian dan beretika, yang dapat meningkatkan daya saing bank, mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, serta berkontribusi dalam penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan, dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan; d. bahwa untuk penguatan tata kelola dan mendorong bank melakukan berbagai peningkatan dalam penerapan tata kelola bank, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum perlu dilakukan penggantian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum; -2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845); 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan: 1. Bank Umum yang selanjutnya disebut Bank adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri. 2. Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri yang selanjutnya disebut KCBLN adalah Bank yang merupakan kantor cabang dari bank yang berbadan hukum dan memiliki kantor pusat di luar negeri. -3- 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. 4. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah organ Bank yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas dan/atau anggaran dasar, atau organ atau pihak yang setara bagi KCBLN. 5. Direksi adalah organ Bank yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Bank untuk kepentingan Bank, sesuai dengan maksud dan tujuan Bank serta mewakili Bank, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar bagi Bank yang berbadan hukum perseroan terbatas, atau pemimpin kantor cabang dan pejabat satu tingkat di bawah pemimpin kantor cabang bagi KCBLN. 6. Dewan Komisaris adalah organ Bank yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi bagi Bank yang berbadan hukum perseroan terbatas, atau pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi pengawasan bagi KCBLN. 7. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris lain, dan/atau pemegang saham pengendali termasuk pemegang saham pengendali terakhir, atau hubungan dengan Bank yang dapat memengaruhi kemampuan yang bersangkutan untuk bertindak independen. 8. Komisaris Non Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang bukan merupakan Komisaris Independen. 9. Pihak Independen adalah pihak di luar Bank yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali, atau hubungan dengan Bank yang dapat memengaruhi kemampuan yang bersangkutan untuk bertindak independen. 10. Tata Kelola yang Baik pada Bank adalah struktur, proses, dan mekanisme pengelolaan Bank untuk pencapaian penyelenggaraan kegiatan usaha Bank yang memperhatikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan yang terkait, menciptakan dan -4- mengoptimalkan nilai perusahaan pada Bank secara berkelanjutan, serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan, standar, nilai etika, prinsip, dan praktik yang berlaku umum. 11. Pemangku Kepentingan adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan usaha Bank. 12. Pejabat Eksekutif adalah pejabat Bank yang bertanggung jawab langsung kepada anggota Direksi atau mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dan/atau operasional Bank. BAB II PENERAPAN TATA KELOLA YANG BAIK PADA BANK Pasal 2 (1) Bank wajib menerapkan Tata Kelola yang Baik pada Bank dalam penyelenggaraan kegiatan usaha. (2) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. kegiatan usaha Bank; dan b. kegiatan lain yang dilakukan Bank selain kegiatan usaha, pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup prinsip: a. keterbukaan; b. akuntabilitas; c. tanggung jawab; d. independensi; dan e. kewajaran. (4) Penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit diwujudkan dalam: a. pelaksanaan tugas, tanggung jawab, dan wewenang Direksi; b. pelaksanaan tugas, tanggung jawab, dan wewenang Dewan Komisaris; c. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite; d. penanganan benturan kepentingan; e. penerapan fungsi kepatuhan; f. penerapan fungsi audit intern; g. penerapan fungsi audit ekstern; h. penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern; i. pemberian remunerasi; j. penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar; k. integritas pelaporan dan sistem teknologi informasi; l. rencana strategis Bank; m. aspek pemegang saham; n. penerapan strategi anti fraud, termasuk anti penyuapan; -5- o. penerapan keuangan berkelanjutan, termasuk penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan; dan p. penerapan tata kelola dalam kelompok usaha Bank. (5) Selain penerapan tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank harus mengikuti perkembangan dinamika industri untuk mendorong penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank. Pasal 3 (1) Bank wajib memiliki prosedur internal mengenai penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank dalam penyelenggaraan kegiatan usaha. (2) Bank wajib melakukan evaluasi dan pengkinian terhadap prosedur internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) agar memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian terhadap penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank. Pasal 5 (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis. (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3, Bank dikenai sanksi administratif berupa: a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru; b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu; c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha; d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam penilaian tingkat kesehatan Bank. (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan. (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. -6- BAB III DIREKSI Bagian Kesatu Jumlah, Komposisi, Kriteria, dan Independensi Direksi Pasal 6 (1) Bank wajib memiliki anggota Direksi dengan jumlah paling sedikit 3 (tiga) orang. (2) Seluruh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berdomisili di Indonesia. (3) Mayoritas anggota Direksi wajib memiliki pengalaman paling sedikit 5 (lima) tahun di bidang operasional sebagai pejabat eksekutif bank. (4) Bank menetapkan dalam anggaran dasar mengenai periode masa jabatan anggota Direksi paling lama 5 (lima) tahun untuk 1 (satu) periode masa jabatan yang dimulai sejak tanggal efektif pengangkatan anggota Direksi oleh RUPS, serta menetapkan kondisi lain dalam pemenuhan jabatan anggota Direksi. Pasal 7 (1) Salah seorang anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) wajib diangkat sebagai direktur utama. (2) Dalam hal diperlukan, anggota Direksi lain dapat diangkat sebagai wakil direktur utama. (3) Direktur utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berasal dari pihak yang independen terhadap pemegang saham pengendali. Pasal 8 Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang memiliki UUS, pengaturan mengenai: a. tanggung jawab pengembangan UUS bagi seluruh Direksi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional; dan b. direktur yang membawahkan UUS, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai unit usaha syariah. Pasal 9 (1) Setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan anggota Direksi kepada RUPS wajib memperhatikan rekomendasi komite yang menjalankan fungsi nominasi. (2) Penggantian dan/atau pengangkatan anggota Direksi mengedepankan komposisi secara profesional, independensi, kesesuaian kompetensi, dan memperhatikan keberagaman, yang dibutuhkan secara tepat dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi. (3) Bank menetapkan dalam anggaran dasar mengenai kriteria, mekanisme dan tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian, dan/atau pengunduran diri anggota Direksi, termasuk kewenangan yang -7- melekat kepada Direksi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 (1) Pemberhentian atau penggantian anggota Direksi wajib mengedepankan kepentingan utama dari Bank. (2) Pemberhentian atau penggantian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan sebelum periode masa jabatan anggota Direksi berakhir wajib memperhatikan paling sedikit: a. anggota Direksi dinilai tidak mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan dan pelaksanaan strategi Bank yang sehat; b. pemberhentian atau penggantian anggota Direksi tidak didasarkan atas penilaian subjektif dari pemegang saham, namun didasarkan dari penilaian yang objektif terkait pengelolaan Bank; c. pemberhentian atau penggantian anggota Direksi telah melalui perencanaan dan mekanisme yang berlaku, yang paling sedikit memperhatikan penilaian dari komite yang menjalankan fungsi nominasi dan telah diagendakan dalam RUPS; d. pemberhentian atau penggantian anggota Direksi tidak mengakibatkan terjadinya permasalahan dalam pengorganisasian dan kegiatan usaha Bank; e. pelaksanaan pemberhentian atau penggantian anggota Direksi mengedepankan pola komunikasi yang baik dari berbagai pihak terkait; dan f. dilakukan dengan mengedepankan penerapan Tata Kelola yang Baik pada Bank dan aspek kehati- hatian. (3) Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan evaluasi terhadap keputusan pemberhentian atau penggantian anggota Direksi yang dilakukan sebelum periode masa jabatan anggota Direksi berakhir. Pasal 11 (1) Pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan sebelum periode masa jabatan berakhir wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan sebelum diputuskan dalam RUPS. (2) Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian terhadap kelayakan rencana pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. (3) Sebagai bahan penilaian oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank menyampaikan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan memuat informasi mengenai: a. alasan atau pertimbangan dilakukannya pemberhentian atau penggantian direktur utama -8- dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan; dan b. Bank dapat menyertakan profil calon pengganti yang dinilai memenuhi persyaratan untuk dilakukan penilaian kemampuan dan kepatutan. (4) Penyampaian permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan Bank paling lama 1 (satu) bulan sebelum rencana pelaksanaan RUPS yang memuat agenda pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. (5) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai rencana pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan tidak layak maka: a. rencana pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan dimaksud tidak disetujui Otoritas Jasa Keuangan; dan b. Bank dilarang memuat agenda pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan dalam RUPS. Pasal 12 (1) Anggota Direksi dapat mengundurkan diri dari jabatannya sebelum masa jabatan berakhir melalui pemberitahuan tertulis kepada Bank. (2) Dalam hal anggota Direksi mengundurkan diri sehingga mengakibatkan jumlah anggota Direksi menjadi kurang dari 3 (tiga) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), pengunduran diri tersebut sah jika telah ditetapkan oleh RUPS dan telah diangkat anggota Direksi yang baru. (3) Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan evaluasi terhadap pengunduran diri anggota Direksi untuk menilai pengunduran diri dilakukan secara sukarela, terdapat unsur paksaan, atau kondisi lain. Pasal 13 Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan tindakan korektif dan evaluasi terhadap tindakan pengangkatan, pemberhentian, penggantian, dan/atau pengunduran diri anggota Direksi dapat disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui perintah tertulis sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perintah tertulis. Pasal 14 (1) Dalam hal tidak ditetapkan dalam keputusan RUPS atau anggaran dasar Bank, Direksi melalui keputusan Direksi menetapkan: a. struktur organisasi Bank termasuk pembidangan tugas anggota Direksi; b. mekanisme direktur pengganti; dan -9- c. mekanisme dalam hal direktur pengganti tidak dapat menjalankan tugasnya. (2) Selama menduduki periode masa jabatan, pembidangan tugas anggota Direksi dapat dialihkan atau diubah menjadi pembidangan tugas lain, dengan mekanisme sesuai dengan ketentuan anggaran dasar Bank atau ditentukan oleh RUPS. (3) Dalam hal anggota Direksi hanya terdiri dari 1 (satu) orang direktur, tugas dan tanggung jawab direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja kepatuhan Bank paling lama 6 (enam) bulan. (4) Direktur pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilarang untuk dipenuhi dari pihak lain selain dari anggota Direksi yang sedang menjabat, kecuali karena pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Bidang tugas direktur yang dipenuhi oleh direktur pengganti wajib berlaku paling lama 6 (enam) bulan. (6) Dalam hal diperlukan, pembidangan tugas direktur pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperpanjang berdasarkan pertimbangan tertentu dari Bank dan mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 15 (1) Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan: a. sebagai anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas syariah, atau pejabat eksekutif pada bank, perusahaan, dan/atau lembaga lain; b. pada bidang tugas fungsional pada lembaga keuangan bank dan/atau lembaga keuangan bukan bank yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri; c. pada jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas sebagai anggota Direksi; dan/atau d. pada jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tidak termasuk rangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal anggota Direksi: a. bertanggung jawab terhadap pengawasan atas penyertaan Bank pada perusahaan anak, menjalankan tugas fungsional menjadi anggota Dewan Komisaris pada perusahaan anak bukan bank yang dikendalikan oleh Bank; b. bertanggung jawab terhadap pengawasan dana pensiun atau menjalankan tugas sebagai dewan pengawas dana pensiun, yang dimiliki oleh Bank; c. melaksanakan tugas sebagai direktur pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b; dan/atau d. menduduki jabatan pada organisasi atau lembaga nirlaba, - 10 - sepanjang tidak mengakibatkan yang bersangkutan mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota Direksi. (3) Pelaksanaan kegiatan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada: a. ayat (2) huruf a dan huruf b wajib mendapatkan persetujuan dari rapat Dewan Komisaris; dan/atau b. ayat (2) huruf d dilaporkan dalam rapat Dewan Komisaris. (4) Terhadap calon anggota Direksi yang memiliki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d, wajib membuat pernyataan untuk: a. menjaga integritas; b. menghindari segala bentuk benturan kepentingan; dan c. menghindari tindakan yang dapat merugikan Bank dan/atau menyebabkan Bank melanggar prinsip kehati-hatian, selama menjabat sebagai anggota Direksi. Pasal 16 (1) Anggota Direksi secara sendiri-sendiri atau bersama- sama dilarang memiliki saham pada perusahaan lain sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari modal disetor perusahaan lain dimaksud. (2) Kepemilikan saham anggota Direksi secara sendiri- sendiri atau bersama-sama sehubungan penerimaan bonus dan/atau tantiem dalam bentuk saham yang mengakibatkan kepemilikan saham sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dikecualikan dari ayat (1). (3) Kepemilikan saham direktur utama atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan yang berasal dari pemberian bonus, tantiem, program kepemilikan saham bagi manajemen, dan/atau program kepemilikan saham bagi karyawan pada perusahaan yang merupakan pemegang saham pengendali dan/atau pengendali terakhir Bank, tidak diperhitungkan dalam penilaian independensi terhadap pemegang saham pengendali, sepanjang: a. kepemilikan saham merupakan kebijakan dari pemegang saham pengendali dan/atau pengendali terakhir Bank dan bukan merupakan inisiatif dari direktur utama atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan; b. kepemilikan saham tidak untuk diperdagangkan; dan c. yang bersangkutan menyampaikan surat pernyataan bahwa senantiasa bertindak independen selama menjadi direktur utama atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan walaupun memiliki saham pemegang saham pengendali dan/atau pengendali terakhir Bank. - 11 - Pasal 17 Mayoritas anggota Direksi dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan sesama anggota Direksi dan/atau dengan anggota Dewan Komisaris. Pasal 18 Anggota Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi Direksi. Pasal 19 (1) Anggota Direksi merupakan orang perseorangan yang memenuhi persyaratan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. (2) Anggota Direksi yang telah memenuhi persyaratan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama menjabat wajib memiliki: a. integritas; b. kompetensi; dan c. reputasi yang baik. Bagian Kedua Tugas, Tanggung Jawab, dan Wewenang Direksi Pasal 20 (1) Direksi bertugas menjalankan dan bertanggung jawab atas pengurusan Bank untuk kepentingan Bank sesuai dengan maksud dan tujuan Bank yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar, dan keputusan RUPS. (2) Direksi wajib melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dengan itikad baik dan dengan prinsip kehati-hatian. (3) Direksi berwenang mewakili Bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar, dan keputusan RUPS. Pasal 21 Direksi menerapkan Tata Kelola yang Baik pada Bank, manajemen risiko, dan kepatuhan secara terintegrasi yang disesuaikan dengan perkembangan ekosistem perbankan terkini serta didukung dengan digitalisasi dan inovasi teknologi. Pasal 22 (1) Dalam menerapkan Tata Kelola yang Baik pada Bank, Direksi paling sedikit wajib membentuk: a. satuan kerja audit intern; b. satuan kerja manajemen risiko; dan c. satuan kerja kepatuhan. (2) Selain membentuk satuan kerja sebagaimana ayat (1), Direksi membentuk satuan kerja lain yang diwajibkan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. - 12 - Pasal 23 Direksi wajib menindaklanjuti temuan audit atau pemeriksaan dan rekomendasi dari satuan kerja audit intern Bank, auditor ekstern, hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau hasil pengawasan otoritas dan lembaga lain. Pasal 24 Direksi wajib mengungkapkan kepada pegawai mengenai kebijakan internal Bank yang bersifat strategis di bidang kepegawaian. Pasal 25 Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada pemegang saham melalui RUPS. Pasal 26 (1) Direksi dilarang menggunakan penasihat perorangan dan/atau jasa profesional sebagai tenaga ahli atau konsultan. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk penggunaan penasihat perorangan dan/atau jasa profesional dengan ketentuan: a. untuk proyek bersifat khusus; b. berdasarkan pada kontrak kerja yang jelas; c. dilaksanakan oleh Pihak Independen yang memiliki pengetahuan teknis tertentu dengan standar kualifikasi keahlian yang memadai untuk mengerjakan proyek yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam huruf a; d. dilaksanakan oleh pihak yang tidak menduduki jabatan struktural pada Bank; dan e. dilaksanakan oleh pihak yang tidak mempunyai wewenang untuk membuat keputusan operasional Bank. Pasal 27 Dalam pengelolaan data dan informasi terkait Bank, Direksi wajib: a. memiliki dan menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu, termasuk kepada Dewan Komisaris; dan b. melaksanakan pengelolaan data dan informasi sesuai dengan Tata Kelola yang Baik pada Bank dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 28 (1) Direksi wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja yang bersifat mengikat bagi setiap anggota Direksi. (2) Pedoman dan tata tertib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit wajib mencantumkan: a. pengorganisasian Bank dan pembidangan tugas Direksi; b. tugas, tanggung jawab, dan wewenang Direksi; c. pengaturan kewenangan dan prosedur keputusan Direksi; - 13 - d. pengaturan etika kerja Direksi; e. pengaturan rapat Direksi; f. larangan terhadap Direksi; g. evaluasi kinerja Direksi; dan h. pola hubungan kerja Direksi dan Dewan Komisaris. Pasal 29 Keputusan Direksi yang diambil sesuai dengan pedoman dan tata tertib kerja mengikat dan menjadi tanggung jawab seluruh anggota Direksi. Bagian Ketiga Rapat Direksi Pasal 30 (1) Direksi wajib menyelenggarakan rapat Direksi secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam setiap bulan. (2) Direksi wajib menyelenggarakan rapat Direksi bersama Dewan Komisaris secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 4 (empat) bulan. (3) Rapat Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan jika dihadiri mayoritas anggota Direksi. Pasal 31 (1) Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan melalui rapat Direksi dengan memperhatikan pengawasan sesuai tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris. (2) Pengambilan keputusan Direksi melalui rapat Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (3) Dalam hal tidak terjadi musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. (4) Direksi wajib membuat risalah rapat Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan didokumentasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat Direksi beserta alasan perbedaan pendapat. Bagian Keempat Aspek Transparansi Direksi Pasal 32 Dalam pemenuhan pelaksanaan tata kelola, anggota Direksi mengungkapkan: a. kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih, baik pada Bank yang bersangkutan, maupun pada bank dan/atau perusahaan lain, yang berkedudukan di dalam dan di luar negeri; - 14 - b. hubungan keuangan dengan anggota Direksi lain, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali Bank; dan c. hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan anggota Direksi lain, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali Bank, dalam laporan pelaksanaan tata kelola sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini. Pasal 33 (1) Anggota Direksi dilarang memanfaatkan Bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank. (2) Anggota Direksi dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari Bank, selain remunerasi dan fasilitas lain yang ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. (3) Anggota Direksi wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. Bagian Kelima Sanksi Pasal 34 (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 7 ayat (1), ayat (3), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), ayat (2), Pasal 11 ayat (1), ayat (5) huruf b, Pasal 14 ayat (4), ayat (5), Pasal 15 ayat (1), ayat (3) huruf a, ayat (4), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 30 ayat (1), ayat (2), Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan/atau Pasal 33, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis. (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 7 ayat (1), ayat (3), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), ayat (2), Pasal 11 ayat (1), ayat (5) huruf b, Pasal 14 ayat (4), ayat (5), Pasal 15 ayat (1), ayat (3) huruf a, ayat (4), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 30 ayat (1), ayat (2), Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan/atau Pasal 33, Bank dikenai sanksi administratif berupa: a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru; - 15 - b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu; c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha; d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam penilaian tingkat kesehatan Bank. (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan. (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. BAB IV DEWAN KOMISARIS Bagian Kesatu Jumlah, Komposisi, Kriteria, dan Independensi Dewan Komisaris Pasal 35 (1) Bank wajib memiliki anggota Dewan Komisaris dengan jumlah paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi. (2) Anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 1 (satu) orang wajib berdomisili di Indonesia. (3) Bank menetapkan dalam anggaran dasar mengenai periode masa jabatan anggota Dewan Komisaris paling lama 5 (lima) tahun untuk 1 (satu) periode masa jabatan yang dimulai sejak tanggal efektif pengangkatan anggota Dewan Komisaris oleh RUPS, serta menetapkan kondisi lain dalam pemenuhan jabatan anggota Dewan Komisaris. Pasal 36 (1) Salah seorang anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) wajib diangkat sebagai komisaris utama. (2) Dalam hal diperlukan, anggota Dewan Komisaris lain dapat diangkat sebagai wakil komisaris utama. Pasal 37 Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang memiliki UUS, pengaturan mengenai tanggung jawab pengembangan UUS bagi Dewan Komisaris Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai unit usaha syariah. - 16 - Pasal 38 (1) Anggota Dewan Komisaris terdiri atas Komisaris Independen dan Komisaris Non Independen. (2) Komisaris Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Dewan Komisaris. (3) Calon Komisaris Independen harus memiliki: a. pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatan sebagai Komisaris Independen; dan b. pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan. (4) Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif atau pihak yang mempunyai hubungan dengan Bank yang dapat memengaruhi kemampuan yang bersangkutan untuk bertindak independen wajib menjalani masa tunggu paling singkat 1 (satu) tahun sebelum menjadi Komisaris Independen pada Bank yang bersangkutan. (5) Masa tunggu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bagi: a. mantan direktur utama pada Bank yang bersangkutan; dan b. mantan anggota Direksi yang membawahkan fungsi pengawasan atau Pejabat Eksekutif yang melakukan fungsi pengawasan pada Bank yang bersangkutan, paling singkat 6 (enam) bulan sebelum menjadi Komisaris Independen pada Bank yang bersangkutan. (6) Dalam hal terdapat benturan kepentingan atau potensi benturan kepentingan dari calon Komisaris Independen atau calon Komisaris Non Independen yang terkait dengan Bank sehubungan dengan pencalonan yang bersangkutan pada Bank, calon yang bersangkutan mengungkapkan benturan kepentingan dalam proses penilaian kemampuan dan kepatutan. (7) Dalam hal berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan terdapat benturan kepentingan atau potensi benturan kepentingan dari calon Komisaris Independen atau calon Komisaris Non Independen yang terkait dengan Bank sehubungan dengan pencalonan yang bersangkutan, Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan tindakan pengawasan yang diperlukan. Pasal 39 (1) Komisaris Non Independen dapat beralih menjadi Komisaris Independen pada Bank atau kelompok usaha bank yang bersangkutan dengan memenuhi persyaratan sebagai Komisaris Independen. (2) Komisaris Non Independen yang akan beralih menjadi Komisaris Independen pada Bank yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjalani masa tunggu paling singkat 1 (satu) tahun. (3) Peralihan dari Komisaris Non Independen menjadi Komisaris Independen wajib memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan melalui penilaian kemampuan dan kepatutan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa - 17 - Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi lembaga jasa keuangan. Pasal 40 (1) Komisaris Independen menjabat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali setelah mendapatkan persetujuan RUPS, paling banyak untuk 2 (dua) periode masa jabatan secara berturut-turut. (2) Komisaris Independen yang telah menjabat selama 2 (dua) periode masa jabatan secara berturut-turut dapat diangkat kembali pada periode selanjutnya sebagai Komisaris Independen dengan mempertimbangkan: a. hasil penilaian kinerja Komisaris Independen; b. hasil penilaian rapat Dewan Komisaris yang menyatakan bahwa Komisaris Independen tetap dapat bertindak independen; c. hasil penilaian oleh kepala satuan kerja audit intern dan Pejabat Eksekutif yang membawahkan fungsi sumber daya manusia yang menyatakan bahwa Komisaris Independen tetap dapat bertindak independen; dan d. pernyataan Komisaris Independen dalam RUPS mengenai independensi yang bersangkutan. Pasal 41 (1) Setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan anggota Dewan Komisaris kepada RUPS wajib memperhatikan rekomendasi komite yang menjalankan fungsi nominasi. (2) Anggota komite yang menjalankan fungsi nominasi yang memiliki benturan kepentingan dengan usulan yang direkomendasikan wajib mengungkapkan dalam usulan yang direkomendasikan. (3) Penggantian dan/atau pengangkatan anggota Dewan Komisaris mengedepankan komposisi secara profesional, independensi, kesesuaian kompetensi, dan memperhatikan keberagaman, yang dibutuhkan secara tepat dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris. (4) Bank menetapkan dalam anggaran dasar mengenai kriteria, mekanisme, dan tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian, dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris, termasuk kewenangan yang melekat kepada Dewan Komisaris, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 42 Ketentuan pemberhentian atau penggantian anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan ketentuan pengenaan sanksi terkait pemberhentian atau penggantian anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku secara mutatis mutandis bagi anggota Dewan Komisaris. - 18 - Pasal 43 Ketentuan pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan sebelum periode masa jabatan berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan ketentuan pengenaan sanksi terkait pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan sebelum periode masa jabatan berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku secara mutatis mutandis bagi Komisaris Independen. Pasal 44 Ketentuan pengunduran diri anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berlaku secara mutatis mutandis bagi anggota Dewan Komisaris. Pasal 45 Ketentuan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan tindakan korektif dan evaluasi terhadap tindakan pengangkatan, pemberhentian, penggantian, dan/atau pengunduran diri anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 berlaku secara mutatis mutandis bagi anggota Dewan Komisaris. Pasal 46 (1) Anggota Dewan Komisaris dilarang merangkap jabatan: a. sebagai anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas syariah, atau pejabat eksekutif pada lembaga keuangan atau perusahaan keuangan baik bank maupun bukan bank; b. sebagai anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas syariah, atau pejabat eksekutif pada lebih dari 1 (satu) lembaga atau perusahaan bukan keuangan, baik yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri; c. pada bidang tugas fungsional pada lembaga keuangan bank dan/atau lembaga keuangan bukan bank yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri; d. pada jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas sebagai anggota Dewan Komisaris; dan/atau e. pada jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tidak termasuk rangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal: a. anggota Dewan Komisaris menjabat sebagai anggota direksi, anggota dewan komisaris atau pejabat eksekutif yang melaksanakan fungsi pengawasan pada 1 (satu) perusahaan anak bukan bank yang dikendalikan oleh Bank; b. Komisaris Non Independen menjalankan tugas fungsional dari pemegang saham Bank yang berbentuk badan hukum pada Bank dan/atau kelompok usaha Bank; dan/atau - 19 - c. anggota Dewan Komisaris menduduki jabatan pada organisasi atau lembaga nirlaba, sepanjang tidak mengakibatkan yang bersangkutan mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota Dewan Komisaris. (3) Dengan pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan kebijakan mengenai jabatan rangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, sepanjang tidak mengakibatkan yang bersangkutan mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota Dewan Komisaris. (4) Terhadap calon anggota Dewan Komisaris yang memiliki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membuat pernyataan untuk: a. menjaga integritas; b. menghindari segala bentuk benturan kepentingan; dan c. menghindari tindakan yang dapat merugikan Bank dan/atau menyebabkan Bank melanggar prinsip kehati-hatian, selama menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris. (5) Komisaris Independen dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat publik. Pasal 47 Mayoritas anggota Dewan Komisaris dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi. Pasal 48 (1) Anggota Dewan Komisaris merupakan orang perseorangan yang memenuhi persyaratan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. (2) Anggota Dewan Komisaris yang telah memenuhi persyaratan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama menjabat wajib memiliki: a. integritas; b. kompetensi; dan c. reputasi yang baik. Bagian Kedua Tugas, Tanggung Jawab, dan Wewenang Dewan Komisaris Pasal 49 (1) Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan untuk kepentingan Bank atas kebijakan dan jalannya pengurusan oleh Direksi, memberikan nasihat kepada Direksi, dan bertanggung jawab atas pengawasan tersebut, sesuai dengan maksud dan tujuan Bank yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang- undangan, anggaran dasar, dan keputusan RUPS. (2) Dewan Komisaris wajib melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dengan itikad baik dan dengan prinsip kehati-hatian. - 20 - (3) Dalam melakukan pengawasan, Dewan Komisaris wajib mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan secara terintegrasi serta kebijakan strategis Bank, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, anggaran dasar, dan/atau keputusan RUPS. (4) Dewan Komisaris menerima dan melaksanakan kewenangan yang diserahkan dan/atau diberikan kepada Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar, dan/atau keputusan RUPS. (5) Dewan Komisaris dapat melaksanakan tugas dan kewenangan pengawasan lain. (6) Dalam melaksanakan pengawasan, Dewan Komisaris dilarang ikut serta dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank, kecuali: a. penyediaan dana kepada pihak terkait sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai batas maksimum pemberian kredit dan penyediaan dana besar bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai batas maksimum penyaluran dana dan penyaluran dana besar bagi bank umum syariah; dan b. hal lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar Bank atau ketentuan peraturan perundang- undangan. (7) Pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank oleh Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan bagian dari tugas pengawasan oleh Dewan Komisaris sehingga tidak meniadakan tanggung jawab Direksi atas pelaksanaan kepengurusan Bank. Pasal 50 Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan terhadap tindak lanjut Direksi atas temuan audit atau pemeriksaan dan rekomendasi dari satuan kerja audit intern Bank, auditor ekstern, hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau hasil pengawasan otoritas dan lembaga lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23. Pasal 51 Dewan Komisaris wajib melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ditemukan: a. pelanggaran ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang keuangan, perbankan, dan yang terkait dengan kegiatan usaha Bank; dan/atau b. keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank. Pasal 52 (1) Dewan Komisaris wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja yang bersifat mengikat bagi setiap anggota Dewan Komisaris. - 21 - (2) Pedoman dan tata tertib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit wajib mencantumkan: a. tugas, tanggung jawab, dan wewenang Dewan Komisaris; b. pengaturan kewenangan dan prosedur keputusan Dewan Komisaris; c. pengaturan etika kerja Dewan Komisaris; d. pengaturan rapat Dewan Komisaris; e. larangan terhadap Dewan Komisaris; f. evaluasi kinerja Dewan Komisaris; dan g. pola hubungan kerja Dewan Komisaris dan Direksi. Pasal 53 Dewan Komisaris wajib menyediakan waktu untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara optimal sesuai dengan pedoman dan tata tertib kerja. Pasal 54 Dewan Komisaris wajib menjaga segala data dan informasi terkait Bank yang disampaikan oleh Direksi, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Rapat Dewan Komisaris Pasal 55 (1) Dewan Komisaris wajib menyelenggarakan rapat Dewan Komisaris secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan. (2) Dewan Komisaris wajib mengadakan rapat bersama Direksi secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 4 (empat) bulan. (3) Rapat Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan jika dihadiri mayoritas anggota Dewan Komisaris. (4) Pelaksanaan rapat Dewan Komisaris wajib dihadiri oleh seluruh anggota Dewan Komisaris secara fisik paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. (5) Komisaris Non Independen yang tidak dapat menghadiri rapat secara fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat menghadiri rapat Dewan Komisaris melalui tatap muka dengan memanfaatkan teknologi informasi. Pasal 56 (1) Pengambilan keputusan rapat Dewan Komisaris wajib terlebih dahulu dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal tidak terjadi musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengambilan keputusan rapat Dewan Komisaris dilakukan berdasarkan suara terbanyak. (3) Segala keputusan Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat mengikat bagi seluruh anggota Dewan Komisaris. - 22 - (4) Dewan Komisaris wajib membuat risalah rapat Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan didokumentasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat Dewan Komisaris beserta alasan perbedaan pendapat. Bagian Keempat Aspek Transparansi Dewan Komisaris Pasal 57 Dalam pemenuhan pelaksanaan tata kelola, anggota Dewan Komisaris mengungkapkan: a. kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih, baik pada Bank yang bersangkutan maupun pada bank dan/atau perusahaan lain, yang berkedudukan di dalam dan di luar negeri; b. hubungan keuangan dengan anggota Dewan Komisaris lain, anggota Direksi, dan/atau pemegang saham pengendali Bank; dan c. hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan anggota Dewan Komisaris lain, anggota Direksi, dan/atau pemegang saham pengendali Bank, dalam laporan pelaksanaan tata kelola sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini. Pasal 58 (1) Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan Bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank. (2) Anggota Dewan Komisaris dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari Bank selain remunerasi dan fasilitas lain yang ditetapkan RUPS. (3) Anggota Dewan Komisaris wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. Bagian Kelima Sanksi Pasal 59 (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), ayat (2), Pasal 36 ayat (1), Pasal 38 ayat (2), ayat (4), Pasal 39 ayat (2), ayat (3), Pasal 41 ayat (1), ayat (2), Pasal 46 ayat (1), ayat (4), ayat (5), Pasal 47, Pasal 48 ayat (2), Pasal 49 ayat (2), ayat (3), ayat (6), Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, - 23 - Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55 ayat (1), ayat (2), ayat (4), Pasal 56 ayat (1), ayat (4), ayat (5), dan/atau Pasal 58, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis. (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), ayat (2), Pasal 36 ayat (1), Pasal 38 ayat (2), ayat (4), Pasal 39 ayat (2), ayat (3), Pasal 41 ayat (1), ayat (2), Pasal 46 ayat (1), ayat (4), ayat (5), Pasal 47, Pasal 48 ayat (2), Pasal 49 ayat (2), ayat (3), ayat (6), Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55 ayat (1), ayat (2), ayat (4), Pasal 56 ayat (1), ayat (4), ayat (5), dan/atau Pasal 58, Bank dikenai sanksi administratif berupa: a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru; b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu; c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha; d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam penilaian tingkat kesehatan Bank. (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan. (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. BAB V KOMITE Bagian Kesatu Umum Pasal 60 Untuk membantu dan mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, Direksi membentuk komite Direksi. Pasal 61 Untuk membantu dan mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Dewan Komisaris membentuk komite Dewan Komisaris. - 24 - Bagian Kedua Komite Direksi Pasal 62 (1) Komite yang dibentuk Direksi bertanggung jawab kepada Direksi. (2) Direksi wajib membentuk komite yang paling sedikit terdiri atas: a. komite manajemen risiko; b. komite kebijakan perkreditan atau pembiayaan; c. komite kredit atau pembiayaan; dan d. komite pengarah teknologi informasi. (3) Direksi dapat membentuk komite lain yang disesuaikan dengan kebutuhan dan/atau kompleksitas Bank. (4) Direksi wajib melakukan evaluasi terhadap kinerja komite sekurang-kurangnya pada setiap akhir tahun buku. Bagian Ketiga Komite Dewan Komisaris Paragraf 1 Umum Pasal 63 (1) Komite yang dibentuk Dewan Komisaris bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. (2) Dewan Komisaris wajib membentuk komite yang paling sedikit terdiri atas: a. komite audit; b. komite pemantau risiko; dan c. komite remunerasi dan nominasi. (3) Dewan Komisaris dapat membentuk komite remunerasi dan nominasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c secara terpisah menjadi komite remunerasi dan komite nominasi. (4) Dewan Komisaris dapat membentuk komite lain yang disesuaikan dengan kebutuhan dan/atau kompleksitas Bank dan/atau memperluas cakupan pelaksanaan tugas, tanggung jawab, dan wewenang komite dalam mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pengawasan Dewan Komisaris. (5) Pengangkatan dan pemberhentian anggota komite Dewan Komisaris wajib dilakukan oleh Direksi berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris. (6) Dewan Komisaris wajib melakukan evaluasi terhadap kinerja komite sekurang-kurangnya pada setiap akhir tahun buku. Paragraf 2 Komite Audit Pasal 64 (1) Anggota komite audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a wajib seluruhnya independen, paling sedikit: - 25 - a. 1 (satu) orang Komisaris Independen; dan b. Pihak Independen: 1. 1 (satu) orang yang memiliki keahlian bidang keuangan atau bidang akuntansi; dan 2. 1 (satu) orang yang memiliki keahlian: a) bidang hukum atau bidang perbankan, bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional; atau b) bidang perbankan syariah, bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara syariah dan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang memiliki UUS. (2) Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara syariah dan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang memiliki UUS, 1 (satu) orang anggota dewan pengawas syariah dapat menjadi anggota komite audit. (3) Keahlian Pihak Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuktikan paling sedikit dengan kepemilikan sertifikat kompetensi yang mendukung pelaksanaan fungsi dan tanggung jawab komite. (4) Komite audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Komisaris Independen merangkap sebagai anggota. (5) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota komite audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Paragraf 3 Komite Pemantau Risiko Pasal 65 (1) Komite pemantau risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b wajib beranggotakan paling sedikit: a. 1 (satu) orang Komisaris Independen; b. 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian bidang manajemen risiko; dan c. 1 (satu) orang dari Pihak Independen yang memiliki keahlian: 1. bidang keuangan, bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional; atau 2. bidang perbankan syariah, bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara syariah dan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang memiliki UUS. (2) Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara syariah dan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang memiliki UUS, 1 (satu) orang anggota dewan pengawas syariah dapat menjadi anggota komite pemantau risiko. (3) Keahlian Pihak Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dibuktikan dengan: a. wajib memiliki sertifikat manajemen risiko sebagaimana yang berlaku bagi Direksi; dan - 26 - b. memiliki sertifikat kompetensi yang mendukung pelaksanaan fungsi dan tanggung jawab komite. (4) Komite pemantau risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Komisaris Independen merangkap sebagai anggota. (5) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota komite pemantau risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (6) Mayoritas anggota komite pemantau risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Komisaris Independen dan Pihak Independen. Paragraf 4 Komite Remunerasi dan Nominasi Pasal 66 (1) Komite remunerasi dan nominasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf c wajib beranggotakan paling sedikit: a. 1 (satu) orang Komisaris Independen; b. 1 (satu) orang Komisaris Non Independen; dan c. 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang membawahkan fungsi sumber daya manusia atau 1 (satu) orang perwakilan pegawai Bank. (2) Dalam hal Bank tidak memiliki Komisaris Non Independen, komite remunerasi dan nominasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf c wajib beranggotakan paling sedikit: a. 2 (dua) orang Komisaris Independen; dan b. 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang membawahkan fungsi sumber daya manusia atau 1 (satu) orang perwakilan pegawai Bank. (3) Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara syariah dan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang memiliki UUS, 1 (satu) orang anggota dewan pengawas syariah dapat menjadi anggota komite remunerasi dan nominasi. (4) Komite remunerasi dan nominasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) diketuai oleh Komisaris Independen merangkap sebagai anggota. (5) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota komite remunerasi dan nominasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (6) Dalam hal anggota komite remunerasi dan nominasi ditetapkan lebih dari 3 (tiga) orang, Komisaris Independen paling sedikit berjumlah 2 (dua) orang. Pasal 67 Dalam hal Bank membentuk komite remunerasi dan nominasi secara terpisah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3), keanggotaan masing-masing komite wajib dilaksanakan sesuai dengan Pasal 66. - 27 - Paragraf 5 Komite Dewan Komisaris Lain Pasal 68 Dalam hal Dewan Komisaris membentuk komite lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4), keanggotaan komite lain paling sedikit terdiri atas Komisaris Independen dan/atau Komisaris Non Independen, serta dapat melibatkan pihak lain sesuai dengan tujuan pembentukan komite. Paragraf 6 Pihak Independen Pasal 69 (1) Mantan anggota Direksi, Pejabat Eksekutif, atau pihak yang mempunyai hubungan dengan Bank yang dapat memengaruhi kemampuan yang bersangkutan untuk bertindak independen wajib menjalani masa tunggu paling singkat 6 (enam) bulan sebelum menjadi Pihak Independen dalam anggota komite pada Bank yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b serta Pasal 65 ayat (1) huruf b dan huruf c. (2) Masa tunggu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi mantan anggota Direksi yang membawahkan fungsi pengawasan atau Pejabat Eksekutif yang melakukan fungsi pengawasan pada Bank yang bersangkutan. Paragraf 7 Jabatan Rangkap Ketua Komite Dewan Komisaris Pasal 70 Ketua dari komite Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilarang merangkap jabatan sebagai ketua komite pada lebih dari 1 (satu) komite lain. Paragraf 8 Tugas, Tanggung Jawab, dan Kewenangan Komite Dewan Komisaris Pasal 71 (1) Komite audit wajib bertugas dan bertanggung jawab melakukan pemantauan dan evaluasi atas: a. perencanaan dan pelaksanaan audit; dan b. pemantauan tindak lanjut hasil audit, untuk menilai kecukupan pengendalian intern termasuk kecukupan proses pelaporan keuangan. (2) Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komite audit wajib melakukan pemantauan dan evaluasi paling sedikit terhadap: a. pelaksanaan tugas satuan kerja audit intern; b. kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi keuangan; dan - 28 - c. pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas hasil temuan satuan kerja audit intern Bank, auditor ekstern, hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau hasil pengawasan otoritas dan lembaga lain. (3) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris. (4) Komite audit berperan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawab sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penggunaan jasa akuntan publik dan kantor akuntan publik dalam kegiatan jasa keuangan. Pasal 72 (1) Komite pemantau risiko wajib bertugas dan bertanggung jawab paling sedikit melaksanakan: a. evaluasi kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dan pelaksanaan kebijakan Bank; dan b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas komite manajemen risiko dan satuan kerja manajemen risiko. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris. Pasal 73 Komite remunerasi dan nominasi wajib bertugas dan bertanggung jawab paling sedikit melaksanakan: a. kebijakan remunerasi sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah; dan b. kebijakan nominasi: 1. menyusun dan memberikan rekomendasi mengenai sistem serta prosedur pemilihan dan/atau penggantian anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris kepada Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada RUPS; 2. mengidentifikasi dan memberikan rekomendasi mengenai calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris kepada Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada RUPS; 3. memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai Pihak Independen yang akan menjadi anggota komite audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b serta anggota komite pemantau risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b dan huruf c; dan 4. menyusun mekanisme dan melakukan penilaian kinerja Direksi dan Dewan Komisaris. - 29 - Pasal 74 (1) Komite Dewan Komisaris berwenang melakukan kegiatan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab komite. (2) Anggota komite Dewan Komisaris dari Pihak Independen wajib melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenang dengan berintegritas, independen, memiliki kompetensi, serta menjaga reputasi. Bagian Keempat Pedoman dan Tata Tertib Kerja Komite Pasal 75 (1) Bank wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja komite untuk: a. komite Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) dan ayat (3); dan b. komite Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). (2) Pedoman dan tata tertib kerja komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. tujuan pembentukan komite; b. tugas, tanggung jawab, dan wewenang komite; c. struktur dan keanggotaan komite; d. rapat komite, kuorum, dan pengambilan keputusan; e. masa tugas anggota komite dari Pihak Independen; f. mekanisme evaluasi kinerja; dan g. periode reviu pedoman dan tata tertib kerja komite secara berkala. (3) Bank wajib melakukan reviu terhadap pedoman dan tata tertib kerja komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing komite Direksi dan komite Dewan Komisaris secara berkala, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun. Bagian Kelima Rapat Komite Paragraf 1 Rapat Komite Direksi Pasal 76 Rapat komite Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) dan ayat (3) diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan Bank. Paragraf 2 Rapat Komite Dewan Komisaris Pasal 77 (1) Rapat komite Dewan Komisaris diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan Bank, paling sedikit: - 30 - a. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan untuk komite audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a; b. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan untuk komite pemantau risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b; dan c. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk komite remunerasi dan nominasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf c atau Pasal 63 ayat (3). (2) Penyelenggaraan rapat komite Dewan Komisaris lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4) dicantumkan dalam pedoman dan tata tertib kerja komite. (3) Rapat komite audit dan rapat komite pemantau risiko diselenggarakan jika dihadiri mayoritas anggota komite. (4) Rapat komite remunerasi dan nominasi diselenggarakan jika dihadiri mayoritas anggota komite, termasuk kehadiran: a. 1 (satu) orang Komisaris Independen; dan b. 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang membawahkan fungsi sumber daya manusia atau 1 (satu) orang perwakilan pegawai Bank. (5) Dalam hal anggota komite remunerasi dan nominasi tidak memenuhi persyaratan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 67, rekomendasi komite yang menjalankan fungsi nominasi: a. dapat diterima, dalam hal keanggotaan komite remunerasi dan nominasi terdapat paling sedikit 1 (satu) orang Komisaris Independen atau 1 (satu) orang Komisaris Non Independen; atau b. dikecualikan, dalam hal terjadi kekosongan anggota Dewan Komisaris, terkait usulan penggantian dan/atau pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 41 ayat (1). Pasal 78 (1) Keputusan rapat komite terlebih dahulu dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal tidak terjadi musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. (3) Hasil rapat komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta alasan perbedaan pendapat. - 31 - Bagian Keenam Sanksi Pasal 79 (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2), ayat (4), Pasal 63 ayat (2), ayat (5), ayat (6), Pasal 64 ayat (1), ayat (5), Pasal 65 ayat (1), ayat (3) huruf a, ayat (5), Pasal 66 ayat (1), ayat (2), ayat (5), Pasal 67, Pasal 69 ayat (1), Pasal 70, Pasal 71 ayat (1), ayat (2), Pasal 72 ayat (1), Pasal 73, Pasal 74 ayat (2), Pasal 75 ayat (1), ayat (3), Pasal 78 ayat (3), dan/atau ayat (4), dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis. (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2), ayat (4), Pasal 63 ayat (2), ayat (5), ayat (6), Pasal 64 ayat (1), ayat (5), Pasal 65 ayat (1), ayat (3) huruf a, ayat (5), Pasal 66 ayat (1), ayat (2), ayat (5), Pasal 67, Pasal 69 ayat (1), Pasal 70, Pasal 71 ayat (1), ayat (2), Pasal 72 ayat (1), Pasal 73, Pasal 74 ayat (2), Pasal 75 ayat (1), ayat (3), Pasal 78 ayat (3), dan/atau ayat (4), Bank dikenai sanksi administratif berupa: a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru; b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu; c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha; d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam penilaian tingkat kesehatan Bank. (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan. (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. BAB VI BENTURAN KEPENTINGAN Pasal 80 (1) Anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota komite Bank, anggota dewan pengawas syariah, Pejabat Eksekutif, dan pegawai Bank harus menghindari segala bentuk benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas pengelolaan dan pengawasan Bank. (2) Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota komite - 32 - Bank, anggota dewan pengawas syariah, Pejabat Eksekutif dan pegawai Bank wajib mengungkapkan benturan kepentingan dalam setiap keputusan yang memenuhi kondisi adanya benturan kepentingan. (3) Selain mengungkapkan benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota komite Bank, anggota dewan pengawas syariah, Pejabat Eksekutif, dan pegawai Bank dilarang mengambil tindakan yang berpotensi merugikan Bank atau mengurangi keuntungan Bank. (4) Bank wajib memiliki kebijakan benturan kepentingan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mengurangi, dan mengelola adanya potensi benturan kepentingan yang mungkin timbul dalam Bank akibat dari pelaksanaan kegiatan usaha Bank, yang dituangkan dalam aturan. Pasal 81 (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2), ayat (3) dan/atau ayat (4), dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis. (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2), ayat (3) dan/atau ayat (4), Bank dikenai sanksi administratif berupa: a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru; b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu; c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha; d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam penilaian tingkat kesehatan Bank. (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan. (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. BAB VII FUNGSI KEPATUHAN Pasal 82 (1) Bank wajib memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. - 33 - (2) Untuk memastikan kepatuhan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank wajib memiliki direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan dan membentuk satuan kerja kepatuhan. (3) Pelaksanaan tugas direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan dan satuan kerja kepatuhan, serta pelaksanaan fungsi kepatuhan Bank terkait lainnya dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan bank umum. (4) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan bank umum. (5) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. BAB VIII FUNGSI AUDIT INTERN Pasal 83 (1) Bank wajib memiliki fungsi audit intern. (2) Fungsi audit intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh satuan kerja audit intern yang bertindak secara independen dan objektif. (3) Penerapan fungsi audit intern termasuk struktur, wewenang, dan tugas pokok satuan kerja audit intern serta aspek lain dalam penerapan fungsi audit intern dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan fungsi audit intern pada bank umum. (4) Dalam pelaksanaan fungsi audit intern, Bank wajib melakukan komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (5) Bank wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan tentang pelaksanaan fungsi audit intern, yang terdiri atas: a. laporan pengangkatan atau pemberhentian kepala satuan kerja audit internal; b. laporan khusus mengenai setiap temuan audit intern yang diperkirakan dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank; c. laporan hasil kaji ulang pihak ekstern yang independen; d. laporan pelaksanaan dan pokok-pokok hasil audit intern; dan e. laporan lain atas permintaan Otoritas Jasa Keuangan. - 34 - (6) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4) dan/atau ayat (5), dikenai sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan fungsi audit intern pada bank umum. (7) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. BAB IX FUNGSI AUDIT EKSTERN Pasal 84 (1) Dalam menyediakan informasi keuangan yang transparan dan berkualitas, Bank menggunakan penyelenggaraan fungsi audit ekstern oleh akuntan publik dan/atau kantor akuntan publik. (2) Penggunaan dan penunjukan akuntan publik dan/atau kantor akuntan publik pada Bank sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penggunaan jasa akuntan publik dan kantor akuntan publik dalam kegiatan jasa keuangan. (3) Pelanggaran ketentuan penyelenggaraan fungsi audit ekstern oleh akuntan publik dan/atau kantor akuntan publik dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penggunaan jasa akuntan publik dan kantor akuntan publik dalam kegiatan jasa keuangan. (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. BAB X PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Pasal 85 (1) Bank wajib: a. menerapkan manajemen risiko dan sistem pengendalian intern yang tepat dan efektif; b. memiliki sistem peringatan dini atas risiko; dan c. melakukan evaluasi penerapan manajemen risiko secara berkala, yang disesuaikan dengan kompleksitas dan skala usaha Bank dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan - 35 - mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. (2) Bank menerapkan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan secara terintegrasi dengan didukung: a. digitalisasi; b. inovasi teknologi; dan c. sistem dan prosedur yang diperlukan. (3) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank dapat dikenai sanksi administratif berupa larangan untuk menerbitkan produk Bank baru. (5) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. Pasal 86 (1) Bank wajib menerapkan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal dalam melaksanakan kegiatan usaha, sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal di sektor jasa keuangan. (2) Penerapan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup pencegahan dan penanganan agar kegiatan usaha Bank tidak dimanfaatkan dalam aktivitas yang terkait dengan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. (3) Bank yang melanggar ketentuan pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal di sektor jasa keuangan. (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima - 36 - puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. Pasal 87 (1) Dewan Komisaris dan Direksi wajib memastikan penerapan manajemen risiko telah mencakup country risk dan transfer risk sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. (2) Dalam penerapan manajemen risiko terkait country risk dan transfer risk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi wajib paling sedikit: a. menyusun dan menetapkan strategi dalam mengelola country risk dan transfer risk sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas bank; b. menetapkan limit risiko dan memantau kepatuhan terhadap limit eksposur country risk dan transfer risk; c. menyusun, menetapkan, dan memastikan penerapan kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang terkait dengan country risk dan transfer risk dalam kegiatan usaha bank; d. melakukan pemantauan terhadap perkembangan country risk dan transfer risk, dan menerapkan tindak lanjut yang memadai; e. melakukan pengendalian risiko kredit terhadap eksposur country risk dan transfer risk untuk masing-masing negara, yang mencakup eksposur intragrup, eksposur berdasarkan regional tertentu, eksposur berdasarkan individu, dan eksposur berdasarkan pihak lawan transaksi; f. memiliki dan mengembangkan sistem informasi manajemen untuk country risk dan transfer risk yang mampu menyediakan data secara akurat, lengkap, informatif, tepat waktu, dan dapat diandalkan sehingga dapat menyediakan laporan yang memadai; g. melakukan evaluasi dan pengujian (stress testing) secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau berdasarkan kondisi tertentu yang akan berpengaruh signifikan kepada Bank; dan h. memastikan pengendalian internal dan kaji ulang yang memadai atas country risk dan transfer risk. (3) Dalam penerapan manajemen risiko terkait country risk dan transfer risk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Komisaris wajib melakukan paling sedikit: a. evaluasi strategi dan kebijakan terkait country risk dan transfer risk yang ditetapkan oleh Direksi; dan b. evaluasi pertanggungjawaban Direksi dan memberikan arahan perbaikan atas penerapan kebijakan terkait country risk dan transfer risk secara berkala. - 37 - Pasal 88 (1) Direksi wajib menyusun dan menyampaikan hasil identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian country risk dan transfer risk dalam laporan profil risiko. (2) Dewan Komisaris melalui Komite Pemantau Risiko wajib melakukan pengawasan terhadap penerapan manajemen risiko terkait country risk dan transfer risk yang dilakukan Bank termasuk pelaksanaan evaluasi dan pengujian (stress testing). Pasal 89 (1) Direksi wajib paling sedikit: a. menyusun kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi dan mengelola aset bermasalah, klasifikasi aset, perhitungan terkait penyisihan dan pencadangan, dan hapus buku aset; b. melakukan reviu secara berkala atas pengklasifikasian aset dan pencadangan untuk kredit dan/atau pembiayaan bermasalah, serta mengidentifikasi dan mengelola aset bermasalah secara memadai, termasuk pencadangan yang sejalan dengan risiko yang terjadi; dan c. melakukan reviu secara berkala terhadap pencadangan yang dibentuk agar sesuai dengan kondisi terkini, sesuai standar dan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Dewan Komisaris wajib secara aktif melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan aset bermasalah, penyisihan, dan pencadangan yang dilakukan Bank dalam pengelolaan risiko kredit. Pasal 90 Bank yang melakukan kemitraan dalam kegiatan usaha wajib melaksanakan kemitraan sesuai prinsip kehati-hatian, manajemen risiko, dan pengelolaan Bank yang sehat. Pasal 91 (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, dan/atau Pasal 90, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis. (2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tetap melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, dan/atau Pasal 90, Bank dikenai sanksi administratif berupa: a. larangan untuk menerbitkan produk Bank baru; b. pembekuan kegiatan usaha Bank tertentu; c. larangan melakukan ekspansi kegiatan usaha; d. larangan melakukan kegiatan usaha baru; dan/atau e. penurunan penilaian faktor tata kelola dalam penilaian tingkat kesehatan Bank. - 38 - (3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan. (4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. BAB XI PEMBERIAN REMUNERASI Pasal 92 (1) Bank wajib menerapkan tata kelola dalam pemberian remunerasi. (2) Bank wajib memiliki kebijakan remunerasi secara tertulis bagi Direksi, Dewan Komisaris, dewan pengawas syariah, dan pegawai Bank. (3) Bank dapat menunda pembayaran remunerasi yang bersifat variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali remunerasi yang bersifat variabel yang sudah dibayarkan (clawback) dalam kondisi tertentu yang ditetapkan oleh Bank. (4) Dalam kondisi tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk: a. melakukan kaji ulang terhadap besaran remunerasi yang bersifat variabel bagi Direksi, Dewan Komisaris, dewan pengawas syariah, dan/atau pegawai Bank; b. melakukan evaluasi terhadap pembayaran remunerasi yang bersifat variabel yang tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan keadilan; dan/atau c. memerintahkan Bank untuk melakukan penyesuaian kebijakan remunerasi yang bersifat variabel. (5) Ketentuan penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. (6) Bank yang melanggar ketentuan pada ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. - 39 - (7) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6): a. pihak utama Bank dapat dikenai sanksi administratif berupa larangan sebagai pihak utama sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan; dan b. Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. BAB XII PENYEDIAAN DANA KEPADA PIHAK TERKAIT DAN PENYEDIAAN DANA BESAR Pasal 93 (1) Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyediaan dana paling sedikit dengan menerapkan penyebaran atau diversifikasi portofolio penyediaan dana yang diberikan. (2) Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai penyediaan dana kepada pihak terkait dan/atau penyediaan dana besar serta pengenaan sanksi administratif, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai batas maksimum pemberian kredit dan penyediaan dana besar bagi bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai batas maksimum penyaluran dana dan penyaluran dana besar bagi bank umum syariah. (3) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank dan/atau pemegang saham pengendali dapat dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. BAB XIII INTEGRITAS PELAPORAN DAN SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI Pasal 94 (1) Bank wajib melaksanakan transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan kepada Pemangku Kepentingan, dengan paling sedikit: a. menyusun dan menyajikan laporan dengan tata cara, jenis, dan cakupan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai transparansi dan publikasi laporan bank; dan b. memiliki saluran penyebaran informasi yang dapat diandalkan oleh Pemangku Kepentingan. - 40 - (2) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrat

Use Quizgecko on...
Browser
Browser