Makalah Budaya Organisasi PDF 2024/2025
Document Details
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
2025
Tags
Related
- Muchinsky Chapter 8 OT OCD PDF
- Organizational Behaviour: Psychology of Workplace Dynamics PDF
- Chapter 13 Outline - Industrial and Organizational Psychology
- Organizational Behavior, Culture & Diversity PDF
- Concepts on Organizational Behavior, Culture, and Diversity PDF
- Lesson 1 Concepts on Organizational Behavior PDF
Summary
This is a research paper on organizational culture. The paper is focused on the Psychology of Education topic, and is from student's assignment at Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2024.
Full Transcript
MAKALAH BUDAYA ORGANISASI Dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan Dosen Pengampu : Rahmad Purnama, M, Si. Disusun Oleh : Kelompok 5 Luthfi Balqis 2331060036...
MAKALAH BUDAYA ORGANISASI Dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan Dosen Pengampu : Rahmad Purnama, M, Si. Disusun Oleh : Kelompok 5 Luthfi Balqis 2331060036 Mut Mainnah 2331060156 Refaldo 2331060183 Widelia Salsabilla 2331060212 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2024/2025 I KATA PENGANTAR ﺍﻟﺮ ِﺣﻴْﻢ ﺍﻟﺮﺣْ َﻤ ِﻦ ﱠ " ﱠ ِ ّ ــــــــــــــــــﻢ ِ ﺴْ ِﺑ Tiada kata yang bisa mewakili perasaan kami kecuali rasa syukur. Kami ucapkan terima kasih atas kehadirat Allah SWT. beserta segala rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “ Organisasi Budaya” dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mencurahkan baik pikiran maupun materi untuk membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami merasa bahwa makalah ini masih banyak sekali kekurangan dalam penyusunan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, dengan rendah hati kami memohon untuk para pembaca memberikan kritik dan saran yang dapat memperbaiki serta membangun makalah ini agar sempurna. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan serta bermanfaat bagi para pembaca. Bandar Lampung, 16 Oktober 2024 Kelompok 5 II DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................................. II DAFTAR ISI.......................................................................................................................... III BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................ 2 1.3 Tujuan............................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3 2.1 Definisi Budaya Organisasi.............................................................................................. 3 2.2 Sumber – Sumber Budaya Organisasi......................................................................... 4 2.3 Dimensi Budaya Organisasi........................................................................................ 7 2.4 Indikator Budaya Organisasi............................................................................................ 8 2.4 Jenis – Jenis Budaya Organisasi.................................................................................. 9 2.5 Manfaat Budaya Organisasi........................................................................................... 11 2.6 Manifestasi Budaya Dan Tipe Kepribadian................................................................... 12 2.7 Budaya Pembelajaran Dan Sikap Terhadap Perubahan Budaya............................... 15 2.8 Menuju Kinerja Organisasi Yang Optimal: Memahami Kinerja Individu Dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya........................................................................................... 16 BAB III PENUTUP................................................................................................................ 19 3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 20 III BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Budaya organisasi adalah salah satu elemen krusial yang menentukan keberhasilan serta kelangsungan suatu organisasi. Di tengah perkembangan zaman yang semakin kompleks dan dinamis, organisasi tidak hanya memerlukan sistem dan struktur yang solid, tetapi juga budaya yang kokoh untuk menunjang pencapaian visi, misi, dan tujuan strategis. Budaya organisasi menggambarkan nilai-nilai, norma, keyakinan, serta asumsi yang diyakini bersama oleh anggota organisasi, yang kemudian menjadi pedoman dalam bertindak dan mengambil keputusan. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai studi menunjukkan bahwa budaya organisasi yang kuat dan positif dapat memperbaiki kinerja organisasi secara keseluruhan. Organisasi dengan budaya yang baik lebih mampu beradaptasi dengan perubahan, mempertahankan tenaga kerja yang berkualitas, serta lebih efisien dalam mencapai tujuan. Sebaliknya, budaya organisasi yang buruk dapat menghambat perkembangan dan inovasi, bahkan menimbulkan konflik internal yang menurunkan produktivitas. Budaya organisasi juga memainkan peran penting dalam proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai dalam organisasi. Proses ini tidak hanya memengaruhi perilaku anggota organisasi, tetapi juga cara mereka menghadapi tantangan, baik di dalam maupun di luar organisasi. Karena itu, pemahaman tentang budaya organisasi dan kemampuan mengelola dinamika yang ada menjadi hal yang sangat penting bagi para pemimpin dan manajer di berbagai bidang. Mengakui pentingnya peran budaya dalam membentuk perilaku organisasi, kajian tentang budaya organisasi menjadi semakin relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi, kemajuan teknologi, serta perubahan dalam lingkungan kerja. Makalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai konsep budaya organisasi, dampaknya terhadap kinerja organisasi, serta strategi untuk mengembangkan dan menjaga budaya organisasi agar sejalan dengan tujuan perusahaan. 1 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Budaya Organisasi Didefinisikan ? 2. Apa Saja Sumber-Sumber Pembentuk Budaya Organisasi ? 3. Apa Saja Dimensi Yang Membentuk Budaya Organisasi ? 4. Apa Saja Indikator Yang Dapat Digunakan Untuk Mengukur Budaya Organisasi ? 5. Apa Saja Jenis - Jenis Budaya Organisasi Yang Dikenal ? 6. Apa Manfaat Yang Dapat Diperoleh Oleh Perusahaan Dari Penerapan Budaya Organisasi Yang Kuat? 7. Bagaimana Budaya Organisasi Memanifestasikan Dirinya Dalam Tindakan Dan Keputusan Karyawan? 8. Bagaimana Tipe-Tipe Kepribadian Individu Dapat Berinteraksi Dengan Budaya Organisasi Dan Memengaruhi Performa Kerja? 9. Bagaimana Budaya Organisasi Dapat Mendorong Pembelajaran Berkelanjutan Di Kalangan Anggotanya ? 10. Bagaimana Sikap Yang Diambil Saat Terjadi Perubahan Budaya Organisasi ? 11. BAgaimana Hubungan Antara Budaya Organisasi Dan Kinerja Individu? 1.3 TUJUAN 1. Memahami Dan Menjelaskan Definisi Serta Konsep Dasar Budaya Organisasi 2. Mengidentifikasi Dan Menganalisis Sumber-Sumber Yang Membentuk Dan Mempengaruhi Budaya Organisasi 3. Menggali Dan Menjelaskan Berbagai Dimensi Yang Membentuk Budaya Organisasi 4. Menentukan Indikator-Indikator Yang Dapat Digunakan Untuk Mengukur Keberhasilan Dan Kekuatan Budaya Organisasi 5. Mengidentifikasi Dan Mengklasifikasikan Berbagai Tipe Budaya Organisasi 6. Menjelaskan Manfaat Yang Diperoleh Organisasi 7. Mengkaji Bagaimana Budaya Organisasi Termanifestasi Dalam Tindakan Dan Perilaku Karyawan 8. Memahami Tipe Kepribadian Individu Dapat Mempengaruhi Performa Kerja Mereka 9. Menilai Peran Budaya Organisasi Dalam Mendorong Pembelajaran Berkelanjutan Di Kalangan Anggota Organisasi 10. Menyelidiki Bagaimana Sikap Terhadap Perubahan Budaya 11. Mengkaji Hubungan Antara Budaya Organisasi Dan Kinerja Individu 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI BUDAYA ORGANISASI Budaya telah menjadi konsep fundamental dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia selama bertahun-tahun. Dalam konteks antropologi dan sejarah, budaya menjadi esensi dari kelompok-kelompok dan masyarakat yang berbeda, memengaruhi cara pandang dan interaksi anggotanya dengan pihak luar serta dalam menyelesaikan berbagai masalah (Rivai, 2003). Secara definisi, pemahaman tentang budaya bisa jadi rumit karena sifatnya yang tidak terlihat, tersirat, dan sering kali dianggap sebagai hal yang alami. Budaya diartikan sebagai pola asumsi dasar yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang muncul ketika kelompok tersebut menghadapi tantangan adaptasi eksternal dan integrasi internal. Pola ini dianggap cukup efektif, sehingga dianggap sah dan seharusnya diajarkan kepada anggota baru sebagai panduan untuk merespons, berpikir, dan merasakan permasalahan yang dihadapi (Rivai, 2003). Istilah budaya organisasi mengacu pada budaya yang ada dalam perusahaan, yang pada dasarnya adalah sebuah organisasi, yaitu kerjasama antara sekumpulan orang yang membentuk satuan kerja tertentu. Fokus penelitian ini adalah pada budaya organisasi yang diterapkan di perusahaan. Dalam pembahasan berikut, istilah budaya organisasi akan digunakan secara bergantian dengan istilah budaya perusahaan. Ketika menggunakan istilah budaya perusahaan, ini juga merujuk pada budaya yang terdapat dalam organisasi yang menjalankan aktivitas perusahaan. Dengan demikian, dalam studi ini, istilah budaya organisasi dan budaya perusahaan dianggap sinonim dan saling menggantikan. Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai seperangkat nilai, keyakinan, asumsi, atau norma yang telah lama diterima, disepakati, dan diikuti oleh anggota organisasi sebagai pedoman dalam berperilaku dan menyelesaikan masalah di dalam organisasi. Budaya organisasi atau budaya perusahaan ini mencakup nilai-nilai atau norma-norma yang telah ada dan diakui bersama oleh anggota organisasi (karyawan) sebagai panduan perilaku untuk menghadapi tantangan organisasi. Di dalam budaya organisasi, terdapat proses sosialisasi nilai-nilai yang kemudian diinternalisasi oleh anggota, sehingga memengaruhi setiap individu 3 dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu, budaya organisasi dianggap sebagai inti dari organisasi serta jiwa bagi para anggotanya (Kilmann dan kawan-kawan, 1988). Budaya organisasi berfungsi sebagai kekuatan sosial yang tak terlihat, yang dapat memotivasi individu dalam organisasi untuk melaksanakan tugas-tugas mereka.1 2.2 SUMBER – SUMBER BUDAYA ORGANISASI Budaya kerja secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kebiasaan positif yang dilakukan secara konsisten oleh seluruh anggota perusahaan, yang kemudian mencerminkan karakter dari organisasi tersebut. Menurut Sulaksono (2015:7-8), terdapat tujuh karakteristik budaya kerja yang penting, yaitu: 1. Inovasi Budaya kerja yang sehat memberikan ruang bagi setiap individu untuk berpikir kreatif dan mencari solusi yang inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan. Ketika individu didorong untuk berpikir di luar batas-batas konvensional, mereka lebih mungkin menemukan cara-cara baru dan lebih efisien dalam menjalankan tugas mereka. Inovasi dalam budaya kerja tidak hanya mendorong pemecahan masalah yang efektif, tetapi juga menciptakan suasana kerja yang dinamis dan progresif. Karyawan yang beroperasi dalam lingkungan yang mendukung inovasi lebih mudah beradaptasi dengan perubahan dan cenderung selalu berusaha meningkatkan keterampilan mereka. Dengan demikian, budaya kerja inovatif menumbuhkan dorongan untuk terus menghasilkan ide-ide baru yang berpotensi meningkatkan efisiensi dan kinerja organisasi secara keseluruhan. 2. Keterperincian Budaya kerja yang baik sangat memperhatikan setiap detail dari proses kerja, tanpa terkecuali. Hal ini memastikan bahwa setiap tugas, sekecil apapun, dilaksanakan dengan teliti dan akurat. Karyawan yang terbiasa dengan budaya kerja yang berorientasi pada keterperincian akan mengembangkan kebiasaan bekerja dengan cermat, memperhatikan setiap aspek dari pekerjaan mereka, baik yang berskala besar maupun kecil. Sesuai dengan penjelasan dari Utaminingsih (2014), budaya organisasi memainkan peran penting dalam membentuk perilaku karyawan tidak hanya dalam pekerjaan utama, tetapi juga dalam hal memperhatikan faktor-faktor kecil yang mungkin terlewatkan. Budaya ini mendorong 1 Bambang Nurakhim, dkk, “BUKU BUDAYA ORGANISASI”, 2023, Cendikiawan Muslim, Koto Baru 4 karyawan untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang dapat memengaruhi pekerjaan mereka, sehingga kesalahan dapat diminimalkan dan efisiensi kerja ditingkatkan. 3. Orientasi Hasil Budaya kerja yang berorientasi pada hasil membentuk karakter karyawan yang gigih dan berfokus pada pencapaian. Nilai-nilai budaya dalam organisasi ini menekankan pentingnya memberikan performa terbaik dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target yang ditetapkan. Karyawan didorong untuk bekerja dengan dedikasi tinggi dan loyalitas penuh terhadap perusahaan. Dalam budaya ini, pencapaian hasil yang optimal menjadi tujuan utama, dan hal ini membentuk pola pikir karyawan untuk senantiasa menomorsatukan kepentingan perusahaan. Dengan adanya budaya orientasi hasil, karyawan secara tidak langsung terlibat dalam upaya untuk meningkatkan kinerja mereka secara terus-menerus, berusaha memberikan kontribusi yang berarti terhadap kesuksesan perusahaan. 4. Orientasi pada Sumber Daya Manusia Budaya kerja yang mengedepankan kesejahteraan sumber daya manusia merupakan wujud nyata dari pendekatan humanis dalam manajemen organisasi. Nilai-nilai yang diterapkan dalam budaya ini memastikan bahwa karyawan dihargai tidak hanya sebagai pekerja, tetapi sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan aspirasi pribadi. Perusahaan yang menerapkan orientasi pada sumber daya manusia akan lebih peka terhadap kesejahteraan karyawan dan berusaha menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pengembangan pribadi dan profesional mereka. Dengan demikian, hubungan yang harmonis antara perusahaan dan karyawan dapat tercipta, di mana keduanya saling mendukung dalam mencapai tujuan bersama. Pendekatan ini mengutamakan etika, nilai-nilai, dan norma dalam setiap keputusan, memastikan bahwa karyawan merasa dihargai dan diperlakukan secara adil. 5. Orientasi Tim Budaya kerja yang berfokus pada kerja tim menekankan pentingnya kolaborasi dan saling mendukung antar individu di dalam organisasi. Nilai-nilai dalam budaya ini menciptakan lingkungan yang harmonis, di mana setiap karyawan merasa saling peduli dan berempati satu sama lain. Hal ini tidak hanya memengaruhi hasil pekerjaan, tetapi juga menciptakan hubungan yang lebih kuat dan kompak antar tim. Budaya kerja yang mendorong kerjasama tim memastikan bahwa setiap anggota organisasi memahami perannya dan bagaimana kontribusi mereka mendukung kesuksesan tim secara keseluruhan. Dengan adanya orientasi 5 tim, karyawan tidak hanya berfokus pada pencapaian pribadi, tetapi juga pada keberhasilan bersama, yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja organisasi. 6. Kompetitif Budaya kerja yang kompetitif menciptakan lingkungan yang penuh tantangan dan dorongan bagi karyawan untuk memberikan performa terbaik mereka. Di dalam lingkungan ini, setiap individu termotivasi untuk terus berkembang dan bersaing secara sehat, baik dengan rekan sejawat maupun dengan diri mereka sendiri. Nilai-nilai budaya yang diterapkan dalam budaya kerja yang kompetitif mendorong karyawan untuk tetap patuh pada aturan, namun tetap berupaya memaksimalkan potensi diri mereka. Hal ini menciptakan suasana kerja yang dinamis, di mana setiap orang berusaha untuk memberikan yang terbaik. Meskipun terdapat elemen kompetisi, budaya kerja ini tetap menjaga keseimbangan antara persaingan dan solidaritas, sehingga setiap karyawan dapat berkontribusi secara optimal tanpa harus mengorbankan etika kerja atau kebersamaan. 7. Stabilitas Budaya kerja yang menekankan stabilitas sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara berbagai elemen dalam organisasi, seperti hak, kewajiban, dan peran setiap individu. Stabilitas ini memberikan dasar yang kuat bagi organisasi untuk terus berkembang dan bertahan dalam jangka panjang. Dengan adanya stabilitas, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang konsisten dan teratur, di mana karyawan merasa aman dan memiliki kejelasan dalam tugas-tugas mereka. Stabilitas juga membantu menciptakan budaya kerja yang berkelanjutan, di mana setiap perubahan yang terjadi dapat diatasi dengan baik, tanpa menimbulkan gangguan yang signifikan terhadap produktivitas. Secara keseluruhan, ketujuh karakteristik tersebut memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana budaya kerja dapat menciptakan lingkungan yang inovatif, kompetitif, dan stabil, sekaligus menjaga kesejahteraan karyawan dan memperkuat hubungan antar individu di dalam organisasi. Budaya kerja yang kuat tidak hanya membantu perusahaan mencapai tujuan bisnis, tetapi juga memastikan bahwa setiap karyawan merasa dihargai, diberdayakan, dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik..2 2 Sudarsono Sudarsono, Budaya Organisasi : Sudut Pandang Teoritis Dalam Membangun Nilai Nilai Kerja, Widya Balina, vol. 4, 2019. 6 2.3 DIMENSI BUDAYA ORGANISASI Menurut Robbins dan Coulter (2012:52), budaya organisasi dapat diukur melalui tujuh dimensi utama: 1. Inovasi dan Keberanian Mengambil Risiko: Dimensi ini mengukur sejauh mana organisasi mendorong karyawannya untuk berinovasi serta berani mengambil risiko. Organisasi juga mengevaluasi bagaimana mereka menghargai tindakan yang berisiko dan mendukung ide-ide baru yang diajukan oleh karyawan. 2. Perhatian pada Detail: Dimensi ini menunjukkan ekspektasi organisasi terhadap karyawan untuk bekerja dengan teliti, melakukan analisis secara mendalam, dan fokus pada detail- detail kecil dalam pekerjaan mereka. 3. Orientasi pada Hasil: Dimensi ini mengevaluasi seberapa besar manajemen memusatkan perhatian pada hasil akhir atau output pekerjaan dibandingkan dengan hanya memperhatikan proses atau metode yang digunakan untuk mencapainya. 4. Orientasi pada Manusia: Dimensi ini menilai sejauh mana keputusan manajemen mempertimbangkan dampaknya terhadap individu dalam organisasi. Ini mencerminkan perhatian terhadap kesejahteraan karyawan dan pengaruh keputusan terhadap mereka. 5. Orientasi Tim: Dimensi ini melihat sejauh mana pekerjaan diatur dan dilaksanakan melalui kelompok atau tim, dibandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan secara individu. 6. Agresivitas: Dimensi ini menggambarkan tingkat dorongan dalam organisasi untuk bersikap agresif dan kompetitif. Ini menunjukkan apakah budaya organisasi mendorong karyawan untuk bertindak cepat, kompetitif, dan menghindari sikap santai dalam pekerjaan. 7. Stabilitas: Dimensi terakhir ini mengukur sejauh mana organisasi lebih berfokus pada menjaga kondisi yang ada (status quo) daripada mengejar pertumbuhan, perubahan, atau inovasi yang lebih cepat. 7 Secara keseluruhan, ketujuh dimensi ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai bagaimana sebuah organisasi menekankan inovasi, kerja tim, hasil, stabilitas, serta keseimbangan antara dorongan agresif dan perhatian pada kesejahteraan karyawan.3 2.4 INDIKATOR BUDAYA ORGANISASI Menurut Sulaksono Hari (2015: 14), terdapat beberapa indikator budaya organisasi, yaitu: 1. Inovasi yang disertai keberanian mengambil risiko, yang mencakup dua aspek utama: menciptakan ide-ide baru demi keberhasilan perusahaan dan berani menghadapi risiko dalam pengembangan inovasi tersebut. 2. Fokus pada hasil, yaitu menetapkan tujuan yang ingin dicapai perusahaan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai dari setiap pekerjaan yang dilakukan. 3. Kepedulian terhadap seluruh karyawan, termasuk memenuhi kebutuhan karyawan untuk melaksanakan tugas serta mendorong mereka mencapai prestasi yang optimal. 4. Perhatian pada detail tugas, yang melibatkan ketelitian dalam menjalankan tugas serta memastikan keakuratan hasil pekerjaan. Sementara itu, menurut Busro (2020), indikator-indikator budaya organisasi meliputi: 1. Kepercayaan diri. 2. Ketegasan sikap. 3. Kemampuan mengelola emosi. 4. Keterampilan dalam mengambil inisiatif. 5. Kemampuan dalam mengawasi atau mengendalikan pekerjaan. Robbins, seperti dikutip oleh Eni Purwaningsih dan kawan-kawan (2020: 108), menjelaskan beberapa indikator yang memengaruhi budaya organisasi: 1. Inovasi dan Pengambilan Risiko: Karyawan didorong untuk bersikap kreatif serta berani mengambil risiko dalam menjalankan pekerjaan mereka. 3 Young, “No Title ﻁﺮﻕ ﺗﺪﺭﻳﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ,” Экономика Региона, no. 2008 (2012): 32. 8 2. Perhatian pada Detail: Karyawan diharapkan menunjukkan ketelitian, kemampuan analisis, dan fokus terhadap rincian kecil. 3. Orientasi pada Hasil: Manajemen lebih berfokus pada pencapaian hasil akhir atau manfaat dibandingkan hanya memperhatikan proses atau metode yang digunakan. 4. Orientasi pada Karyawan: Keputusan manajemen mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan anggota organisasi. 5. Orientasi pada Tim: Tingkat di mana pekerjaan disusun dan dilaksanakan dalam tim, bukan secara individu. 6. Agresivitas: Tingkat dorongan yang diberikan oleh organisasi kepada karyawan untuk menyelesaikan tugas dengan cepat, menghindari sikap yang terlalu santai. Indikator-indikator dari berbagai sumber ini menggambarkan keragaman fokus dalam budaya organisasi, mulai dari inovasi, perhatian terhadap karyawan, hingga dorongan untuk mencapai hasil secara cepat dan akurat.4 2.5 JENIS – JENIS BUDAYA ORGANISASI Kets de Vries dan Miller mengidentifikasi lima tipe budaya organisasi yang dihubungkan dengan lima tipe kepribadian neurotik. Setiap tipe budaya neurotik memiliki pasangan yang sehat sebagai perbandingan: 1. Budaya Karismatik vs Mandiri Dalam budaya organisasi yang karismatik, terdapat penekanan yang berlebihan pada individualisme, terutama di tingkat atas. Eksekutif memiliki kebutuhan besar untuk diakui oleh pihak eksternal dan sering kali memanfaatkan orang lain. Kekuasaan terpusat pada pimpinan puncak, yang mengendalikan organisasi secara ketat sekaligus tetap menjadi pusat perhatian. Bawahan di organisasi ini cenderung sangat bergantung dan mengabaikan kekurangan pimpinan, percaya bahwa para pemimpin mereka tidak bisa berbuat salah. Sebaliknya, dalam budaya yang mandiri, penekanan diberikan pada kebebasan, inisiatif individu, dan pencapaian. Anggota organisasi percaya bahwa keberhasilan perusahaan berhubungan erat dengan keberhasilan individu di dalamnya. 4 B A B Ii, “Bab Ii Kajian Pustaka 2.1.,” 2019, 8–30. 9 2. Budaya Paranoid vs Saling Percaya Budaya paranoid ditandai oleh tingkat ketidakpercayaan dan kecurigaan yang tinggi. Di sisi lain, dalam budaya yang mengedepankan kepercayaan (trusting), ketakutan irasional tidak muncul, menciptakan lingkungan kerja yang lebih terbuka dan nyaman. 3. Budaya Menghindar vs Pencapaian Organisasi dengan budaya menghindar cenderung menghindari perubahan, bersifat pasif, dan tidak memiliki tujuan jelas. Mereka menentang perubahan karena dianggap dapat mengancam nilai-nilai dan struktur kekuasaan yang ada. Sebaliknya, dalam budaya pencapaian, para eksekutif puncak menghargai analisis logis dan proses rasional. Mereka menyadari pentingnya perubahan dan yakin bahwa perubahan bisa dilakukan dengan baik. 4. Budaya Dipolitisasi vs Terfokus Dalam budaya yang dipolitisasi, tidak ada arah yang jelas karena pimpinan puncak tidak tegas. Akibatnya, manajer tingkat bawah berusaha mempengaruhi arah perusahaan. Sering terjadi persaingan antara individu atau koalisi untuk mendapatkan kekuasaan karena kurangnya kepemimpinan yang jelas. Sebaliknya, dalam budaya yang terfokus, seluruh anggota berbagi pandangan yang sama mengenai arah organisasi, didorong oleh arahan yang jelas dari pimpinan puncak. Terdapat komitmen dan antusiasme dari anggota terhadap tujuan bersama. 5. Budaya Birokratis vs Kreatif Budaya birokratis muncul dari kepribadian kompulsif, di mana orang-orang memiliki kebutuhan kuat untuk mengendalikan lingkungan mereka. Mereka sangat teliti dan fokus pada detail-detail kecil yang sering kali tidak penting. Dalam budaya ini, lebih ditekankan pada penampilan ketimbang efektivitas. Manajer lebih memperhatikan aturan dibanding tujuan aturan itu sendiri, dengan sistem kontrol yang memantau perilaku anggota. Sebaliknya, dalam budaya kreatif, anggota lebih berdisiplin diri dan mampu bekerja sama dalam tim tanpa bergantung pada banyak aturan. Mereka memahami pekerjaan anggota lain dan tugas- tugas yang saling bergantung. Koordinasi terjadi secara intuitif berkat pengalaman bekerja sama dan keberhasilan sebelumnya. Anggota sadar bahwa kerja sama adalah kunci keberhasilan. Dalam budaya organisasi, terdapat beberapa contoh penting, seperti: 10 a) Kerapian administratif : Hal ini mencakup pengelolaan surat-menyurat, keuangan, penggajian karyawan, dan keluar-masuk barang yang harus diatur dengan baik; b) Distribusi wewenang yang jelas : Pembagian otoritas yang tepat penting agar anggota atau karyawan tidak bingung dalam menjalankan tugas; c) Disiplin, baik individu maupun kelompok, yang menjadi ciri orang-orang sukses; dan d) Inovasi : Di mana budaya organisasi yang baik mendorong ide-ide kreatif dan inovatif yang bertujuan memajukan organisasi.5 2.5 MANFAAT BUDAYA ORGANISASI Perkembangan dan kelangsungan hidup sebuah perusahaan sangat bergantung pada budaya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Menurut Susanto (1997), budaya perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai alat strategis untuk menciptakan keunggulan kompetitif, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan di lingkungan bisnis. Selain itu, budaya organisasi juga berperan sebagai perekat yang menyatukan persepsi dan pandangan anggota organisasi terhadap masalah-masalah yang dihadapi, sehingga mereka dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Robbins (1993) menjelaskan bahwa budaya organisasi memiliki beberapa manfaat penting, yaitu: 1. Membedakan peran organisasi: Setiap organisasi memiliki karakteristik dan peran unik, dan budaya yang kokoh membantu memperkuat sistem serta aktivitas yang ada di dalam organisasi. 2. Menumbuhkan rasa identitas bagi anggota: Budaya organisasi yang kuat menciptakan rasa identitas yang khas bagi anggota, yang membedakan organisasi mereka dari yang lain. 3. Mengutamakan tujuan kolektif: Budaya organisasi menekankan pada pentingnya mencapai tujuan bersama, di mana kepentingan kolektif lebih diutamakan dibandingkan kepentingan pribadi. 5 Universitas Islam, Negeri Sultan, and Maulana Hasanuddin Banten, “Budaya Organisasi Habudin,” Jurnal Literasi Pendidikan Nusantara 1, no. 1 (2020): 23–32, http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/jlpn. 11 4. Menjaga stabilitas organisasi: Kesamaan pemahaman dan penerapan budaya organisasi di antara anggota organisasi menciptakan stabilitas yang diperlukan untuk menjalankan operasi dengan lancar. Keempat fungsi budaya ini menunjukkan bahwa budaya organisasi berperan penting dalam membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Oleh karena itu, sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai budaya ini sejak awal kepada setiap anggota organisasi, agar mereka dapat bekerja secara efektif dan sejalan dengan tujuan organisasi.6 2.6 MANIFESTASI BUDAYA DAN TIPE KEPRIBADIAN 1. Manifestasi Budaya Budaya organisasi dibentuk oleh kebiasaan dan tradisi yang diwariskan di dalam sebuah organisasi. Melalui proses sosialisasi, pelatihan, serta pengelolaan oleh manajemen, kebiasaan ini berkembang menjadi norma yang dipegang dan diterapkan oleh seluruh anggota organisasi dalam jangka waktu yang panjang. Proses ini membantu membentuk cara berpikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi agar sejalan dengan tujuan bersama yang ingin dicapai. Budaya organisasi memiliki peran krusial dalam menyatukan anggota serta mengarahkan perilaku mereka agar selaras dengan visi dan misi organisasi (Tubagus, 2015). Selain itu, budaya organisasi menciptakan suatu sistem yang unik dan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keseluruhan organisasi. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) adalah organisasi mahasiswa yang berfungsi sebagai lembaga eksekutif di tingkat perguruan tinggi. BEM memainkan peran penting dalam menjalankan program-program yang dirancang untuk memenuhi aspirasi mahasiswa, serta menjadi motor penggerak bagi perubahan yang positif di lingkungan kampus. Di Universitas Jember, terdapat dua tingkatan dalam struktur BEM, yaitu BEM Universitas (BEM U) yang berada di level universitas, serta BEM Fakultas (BEM F) yang beroperasi di tingkat fakultas. Setiap BEM ini memiliki departemen-departemen yang bertanggung jawab menjalankan program sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan tujuan organisasi.7 6 Agoes Kamaroellah, “PENGANTAR BUDAYA ORGANISASI”, 2014, Surabaya, Penerbit Buku Pustaka Radja 7 Zulfa Richa Rahmawati, Debby Andrean Mahardika, and Ady Poernomo, “Implementasi Budaya Organisasi :,” Journal of Business Studies 04, no. 1 (2019): 99–111. 12 2. Tipe Kepribadian Mengenal 16 tipe kepribadian: panduan menjelajahi diri dan karier Berdasarkan penelitian Carpraro (2002), terdapat 16 tipe kepribadian yang dibagi berdasarkan 4 kecenderungan sifat dasar manusia. Setiap tipe memiliki ciri khas, preferensi, dan pekerjaan yang sesuai. Mari kita telusuri satu per satu: 1. erikut adalah penjelasan panjang mengenai tipe kepribadian dan pekerjaan yang sesuai menurut beberapa karakteristik: 2. ENFJ (The Givers & Teacher): Mereka hangat, empatik, dan pendengar yang baik. ENFJ bertanggung jawab dan memiliki kemampuan untuk melihat potensi dalam diri orang lain, serta ingin membantu orang tersebut untuk berkembang. Pekerjaan yang cocok bagi mereka antara lain: konsultan, psikolog, konselor, pengajar, marketing, HRD, koordinator acara, entertainer, penulis, serta motivator. 3. ENFP (The Inspirers & Champion): Mereka memiliki kepribadian yang hangat, antusias, dan imajinatif. ENFP melihat kehidupan penuh dengan peluang dan kemungkinan. Pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian ini meliputi: konselor, psikolog, entertainer, pengajar, motivator, presenter, reporter, MC, seniman, dan bidang hospitality. 4. ENTJ (The Executives & Fieldmarshal): ENTJ dikenal sebagai orang yang tegas, penuh inisiatif, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Mereka menikmati hal-hal abstrak dan memiliki jaringan sosial yang luas. Pekerjaan yang cocok untuk ENTJ meliputi: entrepreneur, pengacara, hakim, konsultan, pemimpin organisasi, analis bisnis, serta profesi dalam bidang keuangan. 5. ENTP (The Visionaries & Inventor): ENTP cepat, berbakat, dan blak-blakan. Mereka unggul dalam memecahkan masalah yang kompleks dan memiliki jaringan sosial yang luas. Pekerjaan yang cocok untuk ENTP antara lain: pengacara, psikolog, konsultan, ilmuwan, aktor, marketing, programmer, serta fotografer. 6. ESFJ (The Caregivers & Provider): ESFJ adalah orang yang bersahabat, serius, dan mampu bekerja sama dengan baik. Mereka cenderung menyukai hal-hal yang konkret dan menggunakan perasaan pribadi dalam pengambilan keputusan. Pekerjaan yang sesuai dengan ESFJ meliputi: perencana keuangan, perawat, guru, konselor, profesi di bidang anak-anak, administratif, dan bidang hospitality. 7. ESFP (The Performers & Performer): ESFP mencintai kehidupan, orang-orang di sekitarnya, dan kenyamanan materi. Mereka lebih suka hal-hal yang konkret dan 13 menyukai kesepakatan bersama. Pekerjaan yang cocok bagi ESFP meliputi: entertainer, seniman, marketing, konselor, desainer, pemandu wisata, profesi di bidang anak-anak, serta bidang hospitality. 8. ESTJ (The Scientists & Mastermind): ESTJ memiliki kemampuan untuk dengan cepat melihat pola dalam suatu kejadian dan dapat menyusun perspektif jangka panjang. Pekerjaan yang cocok bagi ESTJ meliputi: peneliti, ilmuwan, insinyur, teknisi, pengajar, profesor, dokter, R&D (Research & Development), analis bisnis, analis sistem, pengacara, hakim, programmer, dan posisi strategis dalam organisasi. 9. ESTJ (The Guardian): ESTJ dikenal memiliki jaringan sosial yang luas, menyukai hal- hal yang konkret, berpikir objektif, dan merencanakan segala sesuatu dengan baik sebelumnya. Pekerjaan yang cocok untuk mereka meliputi: polisi, pimpinan militer, petugas keuangan, dan detektif. 10. INFJ (The Protectors & Counselor): INFJ adalah pencari makna yang menghargai hubungan emosional. Mereka lebih suka hal-hal yang abstrak dan sering menggunakan perasaan pribadi dalam mengambil keputusan. Pekerjaan yang sesuai bagi INFJ meliputi: pengajar, psikolog, dokter, konselor, pekerja sosial, fotografer, seniman, desainer, dan perawat anak. 11. INTJ (The Scientists & Mastermind): INTJ memiliki pemikiran orisinal dan dorongan kuat untuk mewujudkan ide-ide mereka. Pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian ini meliputi: peneliti, ilmuwan, insinyur, teknisi, pengajar, profesor, dokter, serta dalam bidang R&D. 12. INFP (The Idealist & Healer): INFP adalah individu yang idealis, setia pada prinsip mereka, dan menginginkan kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai tersebut. (Informasi tentang pekerjaan yang cocok tidak lengkap). 13. INTP (The Thinkers & Architect): INTP berusaha memahami dan membangun penjelasan logis untuk segala sesuatu yang menarik minat mereka. Pekerjaan yang sesuai dengan INTP meliputi: ilmuwan, fotografer, programmer, ahli komputer, analis sistem, penulis buku teknis, ahli forensik, jaksa, pengacara, dan teknisi. 14. ISFJ (The Nurturers & Protector): ISFJ dikenal tenang, ramah, bertanggung jawab, dan teliti. Mereka berkomitmen tinggi dalam menjalankan tugasnya. Pekerjaan yang cocok untuk ISFJ meliputi: arsitek, desainer interior, perawat, administratif, desainer, perawat anak, konselor, manajer back office, dan profesi di dunia perhotelan. 15. ISFP (The Artist & Composer): ISFP adalah individu yang tenang, ramah, sensitif, dan baik hati. Mereka menikmati momen saat ini dan lingkungan di sekitar mereka. Pekerjaan 14 yang sesuai dengan ISFP meliputi: seniman, desainer, pekerja sosial, konselor, psikolog, guru, aktor, dan profesi dalam bidang hospitality. 16. ISTJ (The Duty Fulfillers & Inspector): ISTJ adalah individu yang tenang, serius, dan sangat andal. Mereka mencapai kesuksesan melalui ketelitian dan tanggung jawab dalam bekerja. Pekerjaan yang cocok bagi ISTJ meliputi: manajemen, polisi, intelijen, hakim, pengacara, dokter, akuntan, programmer, analis sistem, serta pemimpin militer. 17. ISTP (The Mechanics & Crafter): ISTP memiliki sifat yang toleran dan fleksibel. Mereka pengamat yang tenang hingga masalah muncul, kemudian mereka bertindak cepat untuk menemukan solusi terbaik. Pekerjaan yang cocok untuk ISTP meliputi: polisi, ahli forensik, programmer, ahli komputer, analis sistem, teknisi, insinyur, mekanik, pilot, atlet, dan entrepreneur. Secara keseluruhan, tipe-tipe kepribadian ini mencerminkan berbagai macam karakteristik individu yang mempengaruhi bagaimana mereka bekerja dan peran apa yang paling sesuai dengan bakat dan preferensi mereka.8 2.7 BUDAYA PEMBELAJARAN DAN SIKAP TERHADAP PERUBAHAN BUDAYA Teori-teori kebudayaan, dengan segala kerumitan dan kedalamannya, memberikan perspektif baru yang lebih mendalam untuk memahami fenomena "Globalisasi dan Perubahan Budaya," yang sering dibahas di Indonesia. Teori-teori ini memungkinkan kita untuk melihat proses tersebut secara lebih terperinci, melampaui pandangan yang dangkal atau sederhana. Salah satu hal penting yang diungkapkan oleh teori-teori ini adalah bahwa globalisasi bukanlah fenomena baru yang hanya muncul bersamaan dengan perkembangan teknologi komunikasi. Sebaliknya, proses interaksi dan keterhubungan antara masyarakat di berbagai belahan dunia sudah berlangsung sejak lama. Sahlins (1994) menyatakan bahwa setiap masyarakat di dunia, pada dasarnya, telah menjadi bagian dari "masyarakat global" sejak jauh sebelum era modern. Lebih jauh, teori-teori kebudayaan juga mengungkapkan bahwa keberagaman budaya tidak muncul karena isolasi antar kelompok sosial. Justru, keberagaman tersebut lahir dari interaksi dan kontak terus-menerus antara kelompok-kelompok tersebut (Lévi-Strauss, 8 Andreas Wijaya, Novita Novita, and Henilia Yulita, “MBTI PERSONALITY TYPES for CAREER DEVELOPMENT (SMK Santo Lukas - Jakarta),” Jurnal Pengabdian Dan Kewirausahaan 3, no. 2 (2019), https://doi.org/10.30813/jpk.v3i2.1864. 15 dikutip dalam Sahlins, 1994). Pertemuan antar budaya, baik secara langsung maupun tidak langsung, menghasilkan pertukaran ide, nilai, dan praktik yang kemudian memperkaya budaya sebuah masyarakat. Dengan pemahaman ini, kita dapat memandang "Globalisasi dan Perubahan Budaya" sebagai sesuatu yang tidak perlu dihadapi dengan sikap defensif atau tertutup. Sikap ekstrem semacam itu justru dapat menghambat perkembangan budaya kita sendiri. Sebaliknya, dengan memahami bagaimana budaya terbentuk melalui wacana dan praktik, globalisasi dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk memperkaya keanekaragaman budaya di Indonesia. Globalisasi bisa menjadi sarana untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia, sekaligus menyerap nilai-nilai positif dari budaya lain. Melalui proses belajar dan mengambil inspirasi dari budaya lain, kita dapat mengadaptasi elemen-elemen tersebut ke dalam konteks budaya Indonesia. Proses ini bukan hanya memperkuat identitas budaya kita, tetapi juga meningkatkan kreativitas dan inovasi. Dengan demikian, melihat globalisasi dan perubahan budaya melalui lensa teori-teori kebudayaan memberikan sudut pandang yang lebih luas dan bijak. Proses globalisasi dapat dilihat sebagai kesempatan untuk memperkaya budaya, bukan ancaman yang perlu ditakuti. Dengan sikap yang terbuka dan kritis, kita bisa memanfaatkan globalisasi untuk membangun masyarakat yang lebih toleran, inklusif, dan kaya budaya.9 2.8 MENUJU KINERJA ORGANISASI YANG OPTIMAL: MEMAHAMI KINERJA INDIVIDU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Perjalanan menuju kinerja organisasi yang optimal dimulai dari pemahaman mendalam tentang kinerja individu. Miner (1990) mendefinisikan kinerja sebagai bagaimana seseorang menjalankan tugas dan berperilaku sesuai dengan harapan organisasi. Setiap peran dalam organisasi memiliki harapan perilaku yang spesifik, yang pada akhirnya membentuk kinerja organisasi secara keseluruhan. Organisasi, baik pemerintah maupun swasta, mencapai tujuannya melalui kinerja para anggotanya (Prawirosentono, 1999). Kinerja individu dan organisasi saling terkait erat. Kinerja karyawan yang baik akan berdampak positif pada kinerja perusahaan atau organisasi. 9 I Gusti Ngurah and Mayun Susandhika, “Globalisasi Dan Perubahan Budaya : Perspektif Teori Kebudayaan Modern” 01, no. 02 (2018): 1–6. 16 Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja karyawan meliputi keahlian, motivasi untuk bekerja keras, dan gaji yang adil (Irianto, 2001). Karyawan yang memiliki harapan masa depan yang baik cenderung memiliki kinerja yang lebih tinggi. Untuk menilai kinerja secara objektif, setiap unit kerja dalam organisasi harus dinilai kinerjanya. Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan membagi karyawan menjadi tiga kelompok berdasarkan fungsinya: strategis, administrasi, dan operasional. Contohnya, kinerja manajer akuntansi dinilai berdasarkan ketepatan dan kecepatan dalam menyajikan informasi keuangan. Kinerja juga dapat dinilai berdasarkan aspek-aspek seperti kuantitas, kualitas, waktu kerja, dan kerja sama (Cormick & Tiffin, 1980). Kualitas meliputi jumlah kesalahan, waktu, dan ketepatan dalam melakukan tugas. Kuantitas mengacu pada jumlah produk atau jasa yang dihasilkan. Waktu kerja mencakup jumlah absen, keterlambatan, dan masa kerja. Kerja sama menunjukkan bagaimana individu membantu atau menghambat rekan kerja. Penting untuk diingat bahwa semua pekerjaan dalam suatu sistem saling berhubungan (Swanson dan Graudous, dalam Faules, 2000). Kinerja satu pekerjaan memengaruhi kinerja lainnya. Kinerja sistem bergantung pada kecermatan dan efisiensi perilaku kerja. Kinerja pada dasarnya adalah hasil dari waktu dan peluang (Gilbert, 1978). Tanpa waktu, peluang tidak bernilai, dan tanpa peluang, waktu juga tidak bernilai. Perilaku individu dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis yang merupakan hasil kombinasi kondisi fisik, biologis, dan sosial (Hamalik, 1993). Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu. Sikap memengaruhi perilaku seseorang dalam organisasi. Organisasi dengan SDM yang bertanggung jawab, bermoral tinggi, dan andal dalam hukum cenderung memiliki kinerja yang baik. Manusia adalah unsur penting dalam menjalankan organisasi dan mencapai tujuannya. Organisasi harus mengelola SDM secara efektif untuk mencapai tujuan dengan efisiensi tinggi. Organisasi harus menciptakan kondisi kerja yang mendukung, sistem balas jasa yang adil, dan hukuman yang konsisten untuk mencapai tujuan. Sikap dan perilaku manusia dalam organisasi sangat beragam, sehingga memengaruhi kinerja organisasi. Kesimpulannya, kinerja organisasi merupakan hasil dari kinerja individu dan kelompok. Untuk mencapai kinerja organisasi yang optimal, diperlukan manajemen sumber 17 daya manusia yang efektif, menciptakan kondisi kerja yang kondusif, dan memahami faktor- faktor psikologis yang memengaruhi perilaku manusia dalam organisasi.10 10 Bambang Nurakhim, dkk 18 BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Budaya organisasi adalah elemen mendasar yang mempengaruhi perilaku, nilai, dan sikap para anggotanya dalam suatu organisasi. Melalui proses sosialisasi, nilai-nilai, norma, dan keyakinan yang diakui bersama dalam organisasi membentuk pola perilaku yang membantu anggota dalam menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal. Budaya ini berfungsi sebagai perekat yang mengikat anggota organisasi serta menjadi pedoman dalam cara mereka bekerja, berkomunikasi, dan memecahkan masalah. Di dalam perusahaan, budaya organisasi dapat dijadikan alat strategis untuk menciptakan keunggulan kompetitif dan menjaga stabilitas di tengah perubahan serta tantangan. Budaya yang kokoh mampu menumbuhkan rasa identitas dan komitmen di kalangan anggota, mendorong kolaborasi demi mencapai tujuan bersama, serta memberikan panduan yang jelas dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil. Dengan demikian, setiap organisasi perlu secara proaktif membentuk, merawat, dan memperkuat budaya yang selaras dengan pencapaian tujuan organisasi. Budaya organisasi, pada akhirnya, tidak hanya mencerminkan karakter organisasi tetapi juga menjadi motor penggerak yang berkelanjutan untuk kesuksesan jangka panjang. 19 DAFTAR PUSTAKA Bambang Nurakhim, Sigit Priyono, Harris Madiistgriyanto. 2023. BUDAYA ORGANISASI. Koto Baru: CENDIKIAWAN MUSLIM. Ii, B A B. “Bab Ii Kajian Pustaka 2.1.,” 2019, 8–30. Islam, Universitas, Negeri Sultan, and Maulana Hasanuddin Banten. “Budaya Organisasi Habudin.” Jurnal Literasi Pendidikan Nusantara 1, no. 1 (2020): 23–32. http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/jlpn. Kamaroellah, Agoes. 2014. PENGANTAR BUDAYA ORGANISASI. Surabaya: Buku Pustaka Radja. Ngurah, I Gusti, and Mayun Susandhika. “Globalisasi Dan Perubahan Budaya : Perspektif Teori Kebudayaan Modern” 01, no. 02 (2018): 1–6. Rahmawati, Zulfa Richa, Debby Andrean Mahardika, and Ady Poernomo. “Implementasi Budaya Organisasi :” Journal of Business Studies 04, no. 1 (2019): 99–111. Sudarsono, Sudarsono. Budaya Organisasi : Sudut Pandang Teoritis Dalam Membangun Nilai Nilai Kerja. Widya Balina. Vol. 4, 2019. Wijaya, Andreas, Novita Novita, and Henilia Yulita. “MBTI PERSONALITY TYPES for CAREER DEVELOPMENT (SMK Santo Lukas - Jakarta).” Jurnal Pengabdian Dan Kewirausahaan 3, no. 2 (2019). https://doi.org/10.30813/jpk.v3i2.1864. Young. “No Title ﻁﺮﻕ ﺗﺪﺭﻳﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ.” Экономика Региона, no. 2008 (2012): 32. 20