Pengakuan Dalam Hukum Internasional PDF

Summary

Dokument ini membahas tentang pengakuan dalam hukum internasional, meliputi definisi, manfaat, dan berbagai teori terkait pengakuan negara dan pemerintahan baru. Studi kasus Palestina juga dibahas.

Full Transcript

Pengakuan Dalam Hukum Internasional ILMU HUKUM-B Anggota Tim Andi Abhar. H (10400123045) Sachsyabillah Dwi Maharani (10400123056) Hafiez As'ad (10400123059) Abdullah Dimas Izzulhaq (10400123060) Muh. Ihsan. S (10400123065) Fasya Islami (10400123070) A. Is...

Pengakuan Dalam Hukum Internasional ILMU HUKUM-B Anggota Tim Andi Abhar. H (10400123045) Sachsyabillah Dwi Maharani (10400123056) Hafiez As'ad (10400123059) Abdullah Dimas Izzulhaq (10400123060) Muh. Ihsan. S (10400123065) Fasya Islami (10400123070) A. Istilah, Definisi Serta Manfaat Pengakuan Kehidupan politik dunia tidak pernah statis. Runtuhnya negara raksasa Uni Soviet yang kemudian terbentuk 15 negara baru, pecahnya Socialist Federal Republic of Yugoslavia (SFRY) menjadi 5 negara. Untuk diterima dalam masyarakat internasional, entitas baru baik itu negara, pemerintah baru, kelompok pemberontak, atau perolehan wilayah memerlukan pengakuan dari pihak lain. Lanjutan 1 2 Pengakuan dapat dibedakan Dari segi metode, pengakuan berdasarkan bentuknya menjadi: dibedakan menjadi dua kategori: Pengakuan terhadap negara baru 1 Pengakuan tegas (express 1. Pengakuan terhadap pemerintah recognition): Dilakukan melalui baru pernyataan resmi, nota 2. Pengakuan terhadap belligerency diplomatik, atau perjanjian (perlawanan) 3. Pengakuan terhadap organisasi bilateral. perwakilan 2 Pengakuan diam-diam (implied 4. Pengakuan terhadap perolehan recognition): Lebih umum terjadi tambahan teritorial dalam praktik internasional. B. Pengakuan Negara Baru Pengakuan negara baru adalah pernyataan atau sikap dari suatu pihak yang mengakui keberadaan entitas politik sebagai negara baru. Pengakuan ini meliputi hak dan kewajiban internasional, serta kesediaan pihak yang mengakui untuk membangun hubungan dengan negara yang diakui. Ketidakjelasan mengenai kemampuan untuk menjalankan hubungan internasional sering menjadi kendala dalam pengakuan suatu negara baru. Teori pengakuan negara Teori deklaratif 1 Teori ini menyatakan bahwa keberadaan suatu negara itu sudah ada terlepas dari adanya pengakuan negara lain. Pengakuan negara lain hanyalah sekadar pengakuan atas fakta yang sudah ada. Menurut teori ini, Lahirnya negara itu fakta. Artinya, negara itu sudah ada terlepas dari pengakuan negara lain. Teori pengakuan negara 2 Teori konstitusif Berpendapat bahwa suatu negara baru dianggap ada hanya jika diakui oleh negara lain, menjadikannya subjek hukum internasional. Tokoh seperti Lauterpacht dan Kelsen berpendapat bahwa pengakuan adalah elemen konstitutif untuk penciptaan negara baru. Namun teori ini memiliki kelemahan, seperti ketidakjelasan tentang jumlah minimum negara yang harus memberi pengakuan agar suatu entitas menjadi negara, serta penilaian yang subjektif. Selain itu, teori konstitutif kurang relevan untuk negara-negara yang lahir dari dekolonisasi,yangumumnyatetapditerimadalamkomunitasinternasionaltanpapengakuan universal. Teori pengakuan negara 3 Teori pengakuan kolektif Menyatakan bahwa pengakuan suatu entitas politik sebagai negara sebaiknya tidak dilakukan secara sepihak, tetapi secarakolektifolehkelompoknegaratertentuataumelaluilembagainternasional.PendekataninididukungolehJessup, yang mengusulkan bahwa pengakuan hendaknya diberikan oleh lembaga formal dalam hukum internasional yang memilikiwewenanguntukmenetapkanstandaratauparameterpengakuan. Jessup menyebut dua lembaga internasional yang idealnya diberi wewenang untuk melakukan pengakuan kolektif ini, yaitu International Court of Justice (ICJ) dan Majelis Umum PBB. Menurutnya, dengan pengakuan yang ditentukan secarakolektif,lahirnyanegarabarudapatdipastikansesuaidenganhukuminternasional,mengurangirisikopengakuan yang didasarkan pada kepentingan politik sepihak tanpa standar hukum yang jelas. Pandangan bertujuan untuk mencegah negara-negara bertindak sendiri-sendiri dalam memberikan atau menolak pengakuan, yang dapat menyebabkanketidakpastiandanketidakteraturandalamhubunganinternasional. STATUS HUKUM PALESTINA Akhir November 2012 Majelis Umum PBB menggelar sidang permohonan status sebagai negara peninjau yang diajukan Presiden Mahmoud Abbas. Pada 29 November 2012, 138 dari 193 negara anggota PBB mendukung peningkatan status Palestina dari entitas peninjau menjadi negara peninjau. Meskipun demikian, Palestina masih menghadapi banyak tantangan untuk diakui sebagai negara penuh oleh PBB, termasuk masalah politik dan hukum internasional. Sejarah perjuangan Palestina untuk kemerdekaan juga disebutkan, pada 15 november 1988 Dewan Nasional PLO di bawah Yasser arafat memproklamirkan Kemerdekaan Palestina dalam pengasingan. Namun tidak berarti perjalanan Palestina memperoleh pengakuan sebagai negara dari PBB menjadi mudah. Dari sudut pandang hukum internasional merujuk pada pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 ada tiga hal yang membuat Palestina selama ini sulit memperoleh pengakuan sebagai negara yaitu: 1. Wilayah atau teritorial yang tidak jelas akibat pencaplokan yang dilakukan oleh Israel. 2. Penduduk yang tidak menggambarkan warga negara yang utuh dan permanen. 3. Tidak adanya sistem pemerintahan yang lejitimit karena konflik internal antara kelompok Fatah dan Hamas, dan kekuatan organisasi lainnya. PENGAKUAN TERHADAP PEMERINTAHAN BARU Pengakuan terhadap pemerintah baru berarti suatu sikap pernyataan atau kebijakan untuk menerima suatu pemerintah sebagai wakil yang sah dari suatu negara, dan pihak yang mengakui siap melakukan hubungan internasional dengannya. Negara yang mengklaim dirinya sebagai negara baru maka harus memiliki pengakuan terhadap pemerintahnya karena pemerintah merupakan salah satu unsur utama atau syarat adanya negara. Teori pengakuan pemerintahan baru Untuk mengetahui apakah pengakuan merupakan syarat mutlak yang harus diperoleh oleh pemerintahan baru maka terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskannya: 1. Teori legitimasi (Oppenheim-lauterpacht) Menurut teori ini pengakuan adalah suatu formalitas atau kesopanan dalam hubungan internasional yang tidak memiliki kekuatan konstitutif. Maka dari itu teori ini hanya diterapkan dalam kasus pergantian pemerintahan yang konstitusional. 2. Teori defactoism (Thomas Jefferson) Thomas Jefferson Memberikan penilaian yang objektif sebagai kriteria pemerintah yang lahir secara inkonstitusional untuk layak diakui antara lain -Menguasai secara efektif organ-organ pemerintahan yang ada -Mendapat dukungan dari rakyat. Teori pengakuan pemerintahan baru 3. Teori legitimasi konstitusif (Tobar) Menurut tobar ketika terjadi pergantian pemerintah secara inkonstitusional maka pengakuan diberikan setelah pemerintah baru mendapatkan legitimasi konstitusional menurut hukum nasional negara setempat. 4. Teori stimson Menurut simson pengakuan tidak perlu diberikan terhadap pemerintah baru yang lahir dari kudeta. 5. Teori esterda (Non recognition doctrine) Menurut esterda keberadaan lembaga pengakuan lebih banyak mendatangkan mudarat daripada manfaat. Esterda juga mengatakan bahwa mengakui atau menolak mengakui pemerintah baru suatu negara sama dengan intervensi terhadap urusan dalam negeri negara yang bersangkutan. Akibat penolakan pengakuan pemerintahan baru Akibat hukum pemerintah yang tidak memperoleh pengakuan. Penolakan pengakuan terhadap kehadiran suatu pemerintah baru dalam praktik negara dapat menimbulkan akibat hukum antara lain 1. Tidak dapat mengajukan tuntutan di wilayah negara yang tidak mengakuinya 2. Tidak dapat menuntut pencairan aset-aset negaranya yang ada di wilayah negara yang tidak mengakui 3. Perjanjian yang dibuat pemerintah lama dengan negara yang tidak mau mengakui tidak dapat dilaksanakan.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser