Makalah Pengantar Studi Hukum Islam PDF

Document Details

Uploaded by Deleted User

Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

2024

Naina zanzabila putri,Nurpadillah,Vita susanti

Tags

Islamic law ijtihad Islamic jurisprudence Islamic studies

Summary

This is a student research paper on the introduction to Islamic law. It includes discussions on the meaning of ijtihad, the history of its development, the emergence of imams, and the different schools of thought. The authors are students of Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang, Indonesia. The paper was written in 2024.

Full Transcript

MAKALAH PENGANTAR STUDI HUKUM ISLAM Tentang MAKNA IJTIHAD, MUJTAHID, SEJARAH PERKEMBANGAN IJTIHAD, MUNCULNYA IMAM-IMAM DAN MAZHABNYA Dosen pengampu : Rudi Hartono.I, S.HI., MA...

MAKALAH PENGANTAR STUDI HUKUM ISLAM Tentang MAKNA IJTIHAD, MUJTAHID, SEJARAH PERKEMBANGAN IJTIHAD, MUNCULNYA IMAM-IMAM DAN MAZHABNYA Dosen pengampu : Rudi Hartono.I, S.HI., MA Disusun oleh: Naina zanzabila putri : 2414070118 Nurpadillah : 2414070122 Vita susanti : 2414070123 PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI IMAM BONJOL PADANG 2024 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunianya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Shalawat serta salam tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta sahabat beliau, yang selalu kita nanti syafaatnya di hari kiamat nanti. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikiranya. Terutama kepada Dosen pengampu mata perkuliahan Pengantar Studi Hukum Islam yaitu Bapak RUDI HARTONO. I, S.HI, MA. Harapan kami, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Padang, 7 September 2024 Pemakalah DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................................................... 2 DAFTAR ISI..................................................................................................................................... 3 BAB l PENDAHULUAN.................................................................................................................. 4 A. Latar Belakang....................................................................................................................... 4 B. Rumus Masalah..................................................................................................................... 4 C. Tujuan................................................................................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................... 6 A. Pengertian Ijtihad................................................................................................................... 6 B. Ijtihad di zaman Klasik Dan Kontemporer........................................................................... 10 C. Imam Imam Mazhab............................................................................................................ 12 D. Prinsip dan Pesan Imam Imam Mazhab tentang Fiqih........................................................... 16 BAB III PENUTUP......................................................................................................................... 18 A. Kesimpulan.......................................................................................................................... 18 B. Saran................................................................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 19 BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman Rasulullah SAW. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabi’in serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu apa yang kita kenal dengan masa taqlid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi pada masa tertentu tertentu pula (kebangkitan atau pembaharuan), ijtihad mulai dibuka kembali. Karena tidak Bisa dipungkiri, ijtihad adalah suatu keharusan, untuk menanggapi tantangan kehidupan yang problematikanya semakin kompleks. Saat ini, banyak ditemui perbedaan-perbedaan madzab dalam hukum Islam yang itu disebabkan dari ijtihad. Misalnya bisa dipetakan Islam kontemporer seperti Islam liberal, fundamental, ekstrimis, moderat, dan lain sebagainya. Semuanya itu tidak lepas dari hasil ijtihad dan sudah tentu masing-masing mujtahid berusaha untuk menemukan hukum yang terbaik. Justru dengan ijtihad, Islam menjadi luwes, dinamis, fleksibel, cocok dalam segala hallapis waktu, tempat dan kondisi. Dengan ijtihad pula, syariat Islam menjadi “tidak bisu” dalam menghadapi problematika kehidupan yang semakin kompleks. Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur’an dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan yang kuat terhadap sesuatu hukum agama. Oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yang telah menyumbangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalah- masalah yang dihadapi umat Islam dengan baik sudah lama terjadi di zaman Rasullullah maupun yang baru terjadi. B. Rumus Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan Ijtihad? 2. Bagaimana Ijtihad di zaman Klasik dan Kontemporer? 3. Apa saja Imam-Imam mazhab? 4. Bagaimana Prinsip dan Pesan Imam-Imam Mazhab tentang Fikih? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian Ijtihad 2. Untuk mengetahui Ijtihad di zaman Klasik dan Kontemporer 3. Untuk mengetahui Imam-Imam mazhab 4. Untuk mengetahui Prinsip dan Pesan Imam-Imam Mazhab tentang Fikih BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ijtihad Secara umum, ijtihad adalah proses penetapan hukum syariat Islam dengan mencurahkan semua pikiran dan tenaganya secara sungguh-sungguh. Jadi, dapat disimpulkan jika ijtihad adalah penetapan sumber hukum Islam. Istilah ijtihad sendiri berasal dari kata ijtahada yajtahidu ijtihadan yang berarti mengerahkan kemampuan dalam diri dalam menanggung beban. Sedangkan secara terminologis, ijtihad adalah mencurahkan seluruh kemampuan dalam mencari syariat dengan memakai metode tertentu. Ijtihad dianggap sebagai sumber hukum Islam selain Alquran dan hadist shahih. Oleh karena itu, ijtihad memegang peranan penting dalam proses penetapan hukum islam. Adapun orang yang melakukan ijtihad dengan mujtahid, yakni orang ahli tentang Al Quran dan hadits. Ijtihad secara etimologi yakni mencurahkan segala kemampuan dengan mengoptimalkan dan mengerahkan segala kemampuan dalam menyatakan sesuatu dengan susah payah. Definisi yang dikemukakan Khasbullah Artinya ; usaha seorang faqih dengan sungguh-sungguh dalam menggali hukum Syara`dari dalilnya, sehingga dirinya tidak mampu lagi mengupayakan lebih dari itu. Dari definisi-definisi yang diketengahkan oleh para ulama ahli Ushul Fiqih diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ijtihad adalah upaya optimal seorang faqih untuk menyatakan suatu hukum yang bersifat amaliah/praktis dari dalil-dalil Syara`yang terperinci pada masalah-masalah yang belum ada nash-nashnya yang dijelaskan secara eksplisit dalam al-Qur`an dan nash-nash yang bersifat dzanni. 1. Fungsi dan Peran Ijtihad dalam kehidupan Sehari-hari Meski Al-Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al-Quran maupun Al- hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al-Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan ajaran islam dalam kehidupan beragama sehari-hari. Fungsi ijtihad antara lain adalah sebagai sumber hukum Islam dengan tujuan untuk mendapatkan solusi hukum terhadap suatu persoalan yang perlu ditetapkan hukumnya, namun hukum tersebut tidak terdapat dalam Alquran maupun hadist. Oleh sebab itulah, ijtihad mempunyai kedudukan dan legalitas yang tinggi di dalam islam. Meski begitu, ijtihad tidak dapat dilakukan oleh sembarangan orang karena harus memenuhi berbagai syarat khusus:  Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.  Memiliki pemahaman mendalam tentang bahas Arab, ilmu tafsir, usul fiqh, dan tarekh (sejarah).  Mengenal cara meng-istinbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan qiyas.  Memiliki akhlaqul qarimah. 2. Macam-Macam Ijtihad a. Qiyas Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Menurut bahasa adalah mengukur sesuatu dengan lainnya dan mempersamakannya. Menurut istilah adalah menetapkan sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan sesuatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, disebabkan oleh adanya persamaan diantara keduanya. Contoh narkotika di Qiaskan dengan meminum khamar. b. Ijma Menurut bahasa adalah sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat atau kesepakatan semua ahli ijtihad umat setelah wafatnya nabi Saw. Biasanya dilakukan dengan cara berunding, berdiskusi, lalu akhirnya muncul suatu kesepakatan. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat. Contoh: mengangkat Abu bakar as-Siddiq sebagai khalifah pertama, fatwa majelis ulama indonesia, pada 7 maret 1981 mengharamkan mengikuti natal bersama bagi umat islam. c. Itihsan istihsan adalah salah satu macam ijtihad yang dilakukan oleh pemuka agama untuk mencegah terjadinya kemudharatan. ijitihad ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu argume beserta fakta yang mendukung tentang suatu permasalahan dan kemudian iamenetapkan hukum dari permasalahan tersebut. Dalam penetapan hukum ini bisa jadi pada akhirnya akan memunculkan pertentangan dari yang tidak sepaham. Contohnya menurut Qiyas, haid=junub sama dengan haram membaca Al-Qur’an. Sedangkan menurut istihsan, untuk kepentingan wanita, karena haid waktunya lama maka boleh baca al-Qur’an. d. Maslahatul Mursalah Salah satu dari macam ijtihad yang juga dilakukan untuk kepentingan umat adalah maslahatul murshalah. Jenis ijtihad ini dilakukan dengan cara memutuskan permasalahan melalui berbagai pertimbangan yang menyangkut kepentingan umat. Hal yang paling penting adalah menghindari hal negatif dan berbuat baik penuh manfaat. Contoh: menulis al-Qur’an dan membukukannya, Tanah di Irak ketika islam masuk tetap milik penduduk tetapi harus bayar pajak, adanya surat nikah, peringatan maulid nabi, isra’ mi’raj, nuzulul Qur’an, 1 muharam, membangun rumah tahanan. e. Sududz Dzariah Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. f. Urf Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan hadis. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena hargatelah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli. g. Istishab Upaya untuk menyelesaikan suatu masalah yang dilakukan para pemuka agama dengan cara menetapkan hukum dari masalah tersebut. Namun, bila suatu hari nanti ada alasan yang sangat kuat untuk mengubah ketetapan tersebut, maka hukum yang semula ditetapkan bisa diganti, asalkan semuanya masih dalam koridor agama Islam yang benar. Contohnya apabila ada pertanyaan bolehkah seorang perempuan menikah lagi apabila yang bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak jelas kabarnya? maka dalam hal ini yang berlaku adalah keadaan semula bahwa perempuan tersebut statusnya adalah istri orang sehingga tidak boleh menikah(lagi) kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas perceraian keduanya. Contoh lainnya yaitu seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini! ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu. 3. Urgensi Ijtihad Dalam Islam ijtihad merupakan bahasan yang tak henti-hentinya dan menjadi kajian ramai para ulama zaman klasik hingga sekarang, sebut saja misalnya Imam al-Ghazali dalam al-Mustashfa-nya. Demikian juga dengan Imam as-Syaukani dalam bukunya Irsyad al-Fukhul sampai pada ulama-ulama kontemporer semisal Abdul Wahab Khalaf, Yusuf Qaradhawi, Wahbah Zuhaili, dan Ali Jum’ah. Bahkan hampir di setiap buku-buku ushul fikih selalu disisakan ruang pembahasan resmi tentang ijtihad. Adapun sandaran teks-teks keagamaan yang mengatakan bahwa ijtihad masih relevan sampai zaman sekarang diantaranya adalah Firman-nya: Artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. Adanya kalimat “al-rad” dalam ayat tersebut mengindikasikan akan adanya ijtihad yang harus dilakukan oleh manusia. Selain itu, ayat lain menyebutkan “wa amruhum syurâ bainahum”, kata “syura” dalam ayat tersebut mengandung arti pembahasan segala sesuatu untuk menentukan hukum syar’i pada setiap permasalahan dengan merujuk pada dalil yang terdapat pada nash ataupun tidak. Hal ini tidak lain merupakan suatu ijtihad. Begitu juga dengan perkataan Rasul yang menyebutkan bahwa Allah akan mengutus seorang pembaharu agama pada umat Islam dalam setiap seratus tahunnya. Dr. Wahbah Zuhali, ulama kontemporer dari Damaskus Siria berpendapat, bahwa tuntutan perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan di masa ini mengharuskan kita untukmenggunakan ijtihad sebagai instrumen pengambilan hukum. Abdurrahman Zaidi dalam risalah magister-nya yang berkenaan dengan masalah ijtihad, ia menyatakan bahwa ijtihad merupakan perbuatan yang terpuji bahkan dharuri, hal itu didasarkan pada dua alasan utama. Pertama, tidak diperbolehkannya seorang muslim menggunakan hawa nafsunya dalam memutuskan hukum pada setia kejadian dan masalah-masalah baru, maka menjadi wajib bagi kita menggunakan ijtihad. Kedua, sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama akan kebutuhan berijtihad dalam menentukan hukum pada setiap permasalahan yang ada. 4. Hukum Ijtihad dan Pahalanya Seseorang telah mencapai tingkatan mujtahid ia wajib berijtihad sendiri atas masalah yang dihadapinya. Ia dilarang bertaqlid kepada orang lain bila ia telah mencapai hukum peristiwa yang dicarinya itu berdasar zhannya. Oleh karena sempitnya waktu, seorang mujtahid yang belum memperoleh apa yang di ijtihadkan dianggap sah bertaqlid kepada mujtahid lain yang lebih terpercaya, baik mujtahid yang telah tiada maupun yang masih ada. Seorang mujtahid hendaklah mengamalkan hasil ijtihadnya, baik di dalam memutuskan perkara maupun di dalam memberikan fatwa.Sebagai imbalan jerih payah seorang mujtahid dalam berijtihad, sekalipun ijtihadnya tidak tepat, ia akan diberi Tuhan satu pahala, akan tetapi,kalau ijtihadnya tepat dan benar ia akan dapat pahala ganda. B. Ijtihad di zaman Klasik Dan Kontemporer 1. Ijtihad dizaman klasik Ijtihad di zaman klasik merujuk pada proses penafsiran dan penerapan hukum Islam oleh para ulama dalam periode awal perkembangan hukum Islam. Di masa itu, ijtihad dilakukan oleh ulama yang memiliki otoritas dan keahlian dalam memahami teks-teks agama dan kontekstualisasi hukum sesuai dengan kondisi zamannya. Berikut ini adalah beberapa hal yang terjadi pada ijtihad di zaman klasik: a. Pada masa Rasulullah SAW, penetapan hukum selalu berpusat pada Rasulullah SAW yang kemudian dijelaskan melalui Al-Qur’an dan Hadis. b. Pada masa sahabat Rasulullah SAW, ijtihad dilakukan dengan berorientasi pada Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW. c. Ijtihad yang dilakukan oleh para sahabat pada zaman Nabi SAW belum bisa dianggap sebagai alat penggali hukum. Hal ini karena yang dilakukan adalah memilih alternatif, sedangkan penentuan akhir hukum masih berada di tangan Rasulullah SAW. d. Pada periode Tabi’in, ijtihad dilakukan dengan penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang mendekati Al-Qur’an dan Hadis. 2. Ijtihad di zaman kontemporer Meskipun persyaratan untukMelakukan aktivitas berijtihad sangat ketat diatur oleh para ulama. Bukan berarti Ijtihad itu harus berhenti. Apalagi di masa Seperti sekarang, di era modren seperti saat Ini ijtihad menjadi keharusan apalagi sudah Berhadapan dengan berbagai masalah kontemporer yang membutuhkan kepastian Hukum islam. untuk itu, ijtihad itu selalu terbuka dilakukan. Ini dilakukan supaya ummat islam tidak serampangan dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya. Hukum islam itu harus selalu ada dan hadir ditengah-tengah ummat islam. Menurut azhari sebagaimana dikutip dari ridwan. Menurtnya jika dilihat dari berbagai literatur masail fiqhiyah dan Fatwa-fatwa kontemporer ada beberapa aspek kajian islam kontemporer yang cukup relevan dijadikan objek utama dalam kajian hukum islam. dan ini membuthkan Perhatian serius dari ummat islam. Di antara beberapa aspek tersebut adalah: a. Aspek hukum keluarga: mencakup semua yang terkait dengan al-ahwal alsyakhshiyah seperti pembagian harta waris, nikah lewat telepon, wakaf, nikah hamil di luar pernikahan, dan keluarga berencana. b. Aspek Ekonomi: berhubungan dengan interpretasi masalah riba dan pengelolaan zakat modern, termasuk sistem bunga bank, zakat mal dan pajak, kredit dan arisan, zakat profesi, zakat produktif dan konsumtif asuransi dan lain-lain. c. Aspek pidana, biasanya pembahasan tentang aspek pidana sarat dengan isu-isu ham dan humanisme agama. Hukum islam kontemporer mencoba memberikan tafsiran baru terhadap masalah qishash, potong tangan, hukum Islam dalam sistem hukum nasional dan seterusnya. d. Aspek kewanitaan, gaung dari mereka yang menyuarakan gender cukup mendominasi pembahasan hukum Islam kontemporer, di Samping peran serta kalangan wanita dalam aktivitas-aktivitas yang Dahulu dianggap sebagai “wilayah laki”. Terlihat, hukum Islam. e. Aspek medis, perkembangan dalam ilmu kedokteran yang sangat pesat mendapat perhatian besar dalam kajian-kajian hukum islam kontemporer, sejumlah isu medis menghiasi pembahasan masail fiqhiyah, antara lain : pencangkokan organ tubuh, donor darah, bedah mayat, alat-alat kontrasepsi, euthanasia, infertilitas dan fertilitas, operasi ganti kelamin, pemilihan jenis kelamin janin, bayi tabung atau inseminasi buatan. f. Aspek teknologi, perkembangan teknologi yang menciptakan berbagai kemudahan juga tidak luput dari sorotan hukum islam kontemporer, antara lain menyembelih binatang secara mekanis, seruan adzan melalui kaset, makmum kepada radio atau televisi. g. Aspek politik, beberapa kasus menarik adalah perdebatan tentang istilah negara islam, proses pemilihan pemimpin, loyalitas kepada penguasa dan seterusnya. h. Aspek ibadah, tidak kalah menarik adalah wacana yang berkembang di sekitar soal ibadah, seperti; tabungan haji, tayamum dengan selain tanah (debu), ibadah kurban dengan uang, dan lain-lain. C. Imam Imam Mazhab 1. biografi imam abu hanafi Nama lengkap Imam Hanafi ialah Abu Hanifah al-Nu’man ibn Tsabit Ibn Zautha Al- Taimy. Lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah. Ia berasal dari keturunan Parsi, lahir di Kufah tahun 80 H/699 M. Ia menjalani hidup di dua lingkungan hidup sosiopolitik, yakni di masa akhir dinasti Umaiyyah dan masa awal dinasti Abbasiyah. Bapak Imam Hanafi berasal dari Anbar dan ia pernah tinggal di Tarmuz dan Nisa. Dia seorang pedagang beliau satu keturunan dengan bapak saudara Rasulullah Saw. Mana kala neneknya zuta adalah hamba kepada suku Tamim. Ada pula pendapat yang tidak setuju dengan pengabdian, mereka berkata Abu Hanifah dari Persia. Ibu Imam Hanafi tidak terkenal di kalangan Ahli sejarah tetapi walau bagaimanapun juga ia menghormati dan sangat taat kepada ibunya. Ia berpendapat bahwa taat kepada kedua orangtua adalah suatu sebab mendapat petunjuk dan sebaliknya bisa membawa kepada kesesatan. Abu Hanifah adalah pendiri mazhab Hanafi yang terkenal dengan “al-Imam alA’zham” (‫)األعظم اإلمام‬ yang berarti imam terbesar. Tetapi, menurut Yusuf Musa, ia disebut Abu Hanifah, karena ia berteman dengan “tinta” (dawat), dan kata Hanifah (‫( حنیفة‬menurut bahasa Arab berarti “tinta”. Abu Hanifah senantiasa membawa tinta guna menulis dan mencatat ilmu pengetahuan yang diperoleh dari teman-temannya. Abu Hanifah dikenal sangat rajin belajar, taat ibadah dan sungguh- sungguh dalam mengerjakan kewajiban agama. Kata Hanif (‫( حنیف‬dalam bahasa Arab berarti condong atau cenderung kepada yang benar. Imam Nu’man ibn Tsabit Abu Hanifah termasuk orang shaleh dari masa Tabiin, sejarawan Baghdad terkenal, chatib, berkuasa bahwa Abu Hanifah di lahirkan pada tahun 80 H. Ayahnya, Tsabit, pernah menghadap khalifah Ali agar berdoa baginya dan keluarganya. Abu Hanifah merupakan salah seorang Tabi’in, karena dia cukup beruntung dapat menyaksikan masa saat beberapa sahabat masih hidup sampai usia mudanya. Beberapa diantaranya mereka yang patut dicatat adalah Anas ibn Malik (wafat tahun 93 H) pembantu Nabi SAW, Sahal ibn Sa’ad (wafat tahun 91 H), sedangkan Abu Thubail Amir ibn Warsilah (wafat tahun 100 H), ketika Abu Hanifah berusia 20 tahun. Aini, penafsir “al Hidayah” berkata bahwa Abu Hanifah bahkan mendengar dan menerima hadist dari sahabat. Abu Hanifah pertama kali dididik sebagai pedagang seperti nenek moyangnya; namun tak lama kemudian dia mulai berniat mendalami pendidikan. Selama ini, Sejarah Islam tengah tersebar luas oleh para ulama dan imam. Tabiin yang besar seperti Alamzai di Syria, Hammad al-bashrah, Sufyan Al-Tsauri di kuffah, Malik ibn Anas di Madinah, dan laits di Mesir. 2. Biografi Imam Malik ibn Anas Imam malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai dalam islam dari segi umur. Beliau dilahirkan di kota Madinah, suatu daerah di negeri Hijaz Tahun 93 H/ 12 M, dan wafat pada hari Ahad, 10 Rabi’ul Awal 179 H/798 M di Madinah pada masa pemerintahan Abbasiyah di bawah kekuasaan Harun al- Rasyid. Nama lengkapnya ialah Abu Abdillah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abu ‘Amir ibn al-Harits. Beliau adalah keturunan bangsa Arab dusun Dzu Ashbah, sebuah dusun di kota Himyar, Jajahan Negeri Yaman. Ibunya bernama Siti al- ‘Aliyah ibnti Syuraik ibn Abd. Rahman Ibn Syuraik al-Azdiyah. Ada riwayat yang mengatakan bahwa Imam Malik berada dalam kandungan rahim ibunya selama dua tahun; ada pula yang mengatakan sampai tiga tahun. Imam malik berasal dari keluarga bangsawan Arab Hummair dari Yaman yang tinggal di Madinah setelah tersyiarnya islam, karena keluarga Imam Malik memang terkenal dengan kedermawanan dan sifat-sifat baik lainnya sebelum masuk Islam, maka mereka menjadi masyhur setelah memeluk Islam. 3. Biografi Imam Syafi’i Imam Syafi’i dilahirkan di Gaza pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M). menurut Suatu riwayat, pada tahun itu juga wafat Imam Hanafi. Imam Syafi’i wafat di Mesir Pada tahun 204 H (819 M). Nama lengkap Imam Syafi’i adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Idris ibn Abbas ibn Syafi’i ibn Said ibn ‘Ubaid ibn Yazid ibn Hasyim Ibn Abd al-Muththalib ibn Abd al- Manaf ibn Ǫushay al- Ǫuraysi. Abd al-Manaf ibn Ǫushay kekek kesembilan dari Imam Syafi’i adalah Abd al-Manaf ibn Ǫushay kakek keempat dari Nabi Muhammad SAW. Jadi nasab Imam Syafi’i bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW. Pada Abd Manaf. Adapun nasab Imam Syafi’i ibn Fathimah ibnti Abdullah ibn Hasan ibn Husen Ibn Ali ibn Abi Thalib. Dengan demikian, maka ibu Imam Syafi’i adalah cucu dari Sayyidina Ali ibn Abi Thalib, menantu Nabi Muhammad SAW. Dan khalifah keempat yang terkenal. Dalam sejarah ditemukan, bahwa Said ibn Yazid, kakek Imam Syafi’i yang kelima adalah sahabat Nabi Muhammad SAW. Sebagai seorang anak, Syafi’i adalah seorang putra yang cerdas dan cemerlang, selalu giat belajar ilmu-ilmu ke islaman yang azasi. Seperti halnya setiap anak muslim pada masa itu, dia mulai dengan belajar al- Ǫuran dan “ahtam” (tamat) menghapalnya pada usia menjelang tujuh tahun. Dia meningal di mekah menuju Madinah untuk belajar kepada imam Malik ibn Anas, seorang ulama dari Fuqaha termasyhur disana pada waktu itu. Ia melanjutkan pelajaranya itu bersama Imam Malik pada usia 20 Tahun sampai gurunya meningal pada tahun 179 H/796 M. Pada masa wafatnya Imam Malik, Al-syafi’I telah meraih reputasi sebagai seorang fuqaha yang masyhur di Hikaz dan berbagai tempat lain. 4. Biografi Imam Ahmad Ahmad ibn Hambal adalah seorang anak yang cerdas dan bersifat ingin tahu, sangat bersemangat untuk melanjutkan pelajaranya. Dimulai dengan belajar khazanah Hadits pada tahun 179 H; ketika dia baru berusia 16 tahun. Dikatakan bahwa dia menjadi ulama hadist yang besar sedemikian rupa sehingga dia hafal hampir 1juta hadits. Oleh karna itu di mendasarkan pendapat hukumnya atas hadits semata, dan menjadi seorang ulama terkemuka pada masanya dan sampai akhir zaman. Imam Ahmad ibn Hanbal lahir di tengah-tengah keluarga yang terhormat, yang memiliki kebesaran jiwa, kekuatan, kemauan, kesabaran dan ketegaran menghadapi penderitaan. Ayahnya meninggal sebelum dia dilahirkan, oleh sebab itu, Imam Ahmad mengalami keadaan yang sangat sederhana dan tidak tamak. Imam Ahmad ibn Hanbal pernah mendapat mihnah berkenaan dengan kemakhlukan al-Ǫur’an. Atas kesabaran dan ketabahannya dalam menghadapi mihnah Ini, maka semakin kuat kedudukannya sebagai Imam di hati ummat. Diriwayatkan bertalian dengan Mihnah ini, bahwa al-Mu’tashim pernah memanggilnya untuk ditanya tentang apakah al-Ǫur’an itu makhluk atau bukan, ia tidak menjawab bahwa al-Ǫur’an itu makhluk sebagaimana yang dikehendaki oleh al-Mu’tashim. Karena jawabannya tidak seperti yang dikehendaki oleh al- Mu’tashim, maka ia dipukul sampai pingsan dan dengan dipenjara dalam keadaan diikat. Bertahun-tahun lamanya Imam Ahmad ibn Hanbal meringkuk dalam penjara, bahkan selama itu pula ia didera dan dipukul dengan cemeti sampai pingsan dan didorong dengan pedang, kemudian dilemparkan di atas tanah dan diinjak-injak. hukuman tersebut berakhir pada masa pemerintahan al-Wasiq. Kemudian setelah alWasiq wafat, jabatan khalifah diganti oleh al-Mutawakkil Billah. Atas kebijaksanaan Al- Mutawakkil tersebut, Imam Ahmad ibn Hanbal dibebaskan dari penjara. Ketika Ahmad ibn Hanbal keluar dari penjara, usianya sudah lanjut dan keadaan tubuhnya yang sering mendapat siksaan membuat ia sering jatuh sakit. Kesehatannya semakin hari semakin memburuk dan akhirnya ia wafat pada hari jum’at pagi pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 241 H/855 M. Dalam usia 77 tahun. Imam Ahmad ibn Hanbal Dimakamkan di pekuburan Bab Harb di kota Baghdad. D. Prinsip dan Pesan Imam Imam Mazhab tentang Fiqih Dalam fiqih islam, terdapat empat Mazhab utama yang diterima secara luas, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Masing masing mazhab memiliki prinsip dan pesan yang khas mengenai penerapan hukum islam. Berikut adalah prinsip dan pesan dari mazhab-mazhab tersebut: 1. Mazhab Hanafi Pendiri imam Abu Hanifah (699-767M), Prinsip utama: Mazhab Hanafi dikenal dengan fleksibilitasnya dan penggunaan qias (analaogi) dan istihsan (penilaian yang lebih baik dalam menentukan hukum mereka juga memberi perhatian pada maslahat (kebaikan umum) Pesan: imam Abu Hanifah mengajarkan pentingnya menggunakan akal sehat dan pertimbangan dalam berfatwa, serta menekakankan pentingnya keseimbanga teks dan konteks hukum islam. Ini dikutib dari kitab “fiqh al-islami wadillatuhu”oleh Wahbah al-zuhayli. 2. Mazhab Maliki Pendiri imam Malik bin Anas (711-795 M), Prinsip utama: mazhab Maliki sangat menghargai praktik dan kebiasaan masyarakat madinah sebagai sumber hukum yang penting, selain al-quran dan hadis, mereka juga menggunakan qiyas dan ijma' (konsensus) Pesan: imam Maliki mengajarkan bahwa hukum islam harus mencerminkan kehidupan nyata dan kebiasaan komunitas muslim, dan pentingnya menjaga tradisi dan konsensus umat. Ini dikutip dari kitab “Al Muwatta” oleh imam Malik. 3. Mzhab syafi'i Pendiri: imam Muhammad bin idris al syafi'i (767- 820 M) Prinsip utama: Mazhab Syafi'i dikenal dengan sistematika dan metodologinya dalam pengembangan hukum islam. Mereka sanagat menekankan kepatuhan terhadap al-quran dan hadits sebagai sumber utama hukum. Pesan: imam Syafi'i menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam dan sistemati terhadap sumber sumber hukum islam, serta perlunya merujuk kepada al-quran dan hadits secara ketat. Ini dikutip dari kitab “al-umm” oleh imam syafi'i. 4. Imam hanbali Pendiri: imam Ahmad bin hanbal (780-855 M) Prinsip utama: mazhab Hanbali dikenal dengan sikapnya yang konservatif dan ketat dalam mengikuti teks teks al- qur'an dan hadits. Mereka lebih jarang menggunakan qiyas dibandingkan mazhab lain. Pesan: imam Hanbali mengajarkan bahwa hukum islam harus sangat sesuai dengan yang di tetap akan dalam al-qur'an dan hadits, serta memperhatika sunnah rosul dengan ketat. Ini dikutip dari kitab “al-mughni” oleh Ibnu qudamah. Keempat mazhab ini memiliki pendapat yang berbeda dalam menetapkan hukum, namun semuanya berusaha untuk menjaga prinsip prinsip keadilan dan kebenaran dalam menetapkan hukum syariat islam. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atassuatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Ijtihad dibagi menjadi beberapa bagian ( macam- macam) yaitu: Ijma’, Qias, Istihsan, Maslahah mursalah, Urf, Istishab. Para ulama mendefinisikan ijthad sebagai usaha dan upaya sungguh-sungguh seseorang (beberapa orang) ulama yang memiliki syarat- syarat tertentu untuk merumuskan kepastian atau penilaian hukum mengenai sesuatu(atau beberapa) perkara yang tidak terdapat kepastian hukumnya secara eksplisit dan tegas baik dalam al Qur’an maupun dalam al hadits. Dalam ilmu fiqih terdapat empat mazhab yang difatwakan oleh ahli fiqih yaitu mazhab maliki , mazhab hanafi, mazhab syafii’ dan mazhab hanbali. Warisan fiqhiyah yang tersebar luas dalam kitab kitab fiqih yang empat mazhab tersebut tidak berada dalam satu aras yang sama ,pemikiran para imam mazhab menyisakan perdebatan dan perdebatan yang tidak dapat di satukan dalam satu platform yang sama atau dalam satu kalimatun sawa yang mampu mengakomodir seluruh bentuk perbedaan pendapat yang terjadi. Diantara penyebab perbedaan tersebut diantaranya adalah eksistensi nash ( al’quran dan hadist) itu sendiri, akibat penggunaan akidah ushuliyah maupun qaidah fiqhiyah, daya intelektualitas masing masing ulama, metode istinbatiyah dalam mengistinbatkan hukum, dan penguasaan / koleksi Hadist shahih dan fuqaha. B. Saran Penulis tentu menyarankan agar beberapa hal terkait dengan ijtihad sebagai sumber ajaran islamuntuk dapat dipelajari lebih dalam karena dalam pembuatan makalah ini penulis banyak sekalikekurangan baik dalam wawasan pengetahuan maupun dalam bahan materi sebagai sumberrujukan agar dapatberguna di masa mendatang. DAFTAR PUSTAKA Abd al-Salam Thawilah, Abd al-Wahab. Atsaru Al-Lughah Fi Ikhtilaf al-Mujtahidin. Mesir: Dar al-Salam, 1414. Abu Zahrah, Muhammad. Muhadharat Fi Tarikh Al-Mazahib al-Fiqhiyyah. Al- Qahirah: Dar Al-Fikr al-Arabiy, 1962. Ali al-Sayis, Muhammad. Pertumbuhan Dan Perkembangan Hukum Fiqh: Hasil Refleksi Ijtihad. Penerjemah M. Ali Hasan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. Al-Qardhawi, Yusuf, al-Ijtihad al-Mu’ashir baina al-Intibaath wa alInfiraat, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995). Al-Qardhawi, Yusuf, Keluwesan dan Keluasan Syari’at Islam dalam Menghadapi Perubahan Zaman, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1996). Al-Qardhawi, Yusuf, Membumikan Syariat Islam, (Surabaya : Dunia Ilmu Offset 1990). Al-Sayyid, Thayib Khudri, al-Ijtihad fi ma la Nashsha fih, (Kairo : Dar alMa’arif, t.t.). Al-Zuhaili, Wahbah, al-Wasith fiUshul al-Fiqh al-Islami, (Damascus : Dar Al-Kitab, 1978). Amin Nugroho, M. Yusuf. Fiqh Ikhtilaf NU-Muhammadiyah. Wonosobo: E-book, 2012. Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab. Cetakan 1 edisi kedua. Semarang:Pustaka rizki putra, 1997. Asy-Syurbasi, Ahmad. Sejarah Dan Biografi Empat Imam Mazhab, Terj: Sabil Hud & H. A. Ahmadi. Jakarta: Amzah, 2013. Azhar, Muhammad, Fiqh Kontemporer dalam Pandangan Neomodernisme Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996) Harjono, Anwar, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya, (Jakarta : Bulan Bintang, t.t.). Ghazali, Abu Hamid al-. Al-Mustasfa Fi ’Ilm al Usul. Vol. Jilid II. Libanon: Dar al Kutub al-Ilmiyah, 2010. Hadikukusam,Djarnaw. 1985. ijtihad, dalam Amrullah Achmad dkk. (Editor), Persepektif Ketegangan Kreatif dalam Islam, PLP2M Yogyakarta Hasan, Ahmad. Pintu Ijtihad : Sebelum Tertutup / Ahmad Hasan, Ahmad. Pintu Ijtihad : Sebelum Tertutup / Ahmad Hasan ; Penerjemah, Agah Garnadi ; Penyunting, Ammar Haryono. Bandung: Pustaka, 1984. Hasan, M. Ali, Masail Fiqhiyah al-Haditsah, (Jakarta : Rajawali Press, 1996). “Ijtihad dan Fiqh Klasik: Studi Historis dan Kontemporer” oleh H. Abdul Qodir (2022). “Pemikiran Hukum Islam: Ijtihad dan Reinterpretasi di Era Klasik” oleh Zainal (2023). “Perspektif Historis dan Kontemporer Terhadap Ijtihad di Zaman Klasik” oleh Nurhadi (2023). Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka, 1986). Schacht, Joseph, An Introduction to Islamic Law, (London : Oxford Press, 1971). Sirry, Mun’in A., Sejarah Fiqh Islam, (Surabaya : Risalah Gusti 1996). Syafi’i, Imam, Al-Risalah, ed. Ahmad M. Syakir, (Beirut : Dar al-Kutub Ilmiyah, t.t.). “Sejarah dan Metodologi Ijtihad: Dari Zaman Klasik hingga Kontemporer” oleh Ahmad W. Wafiy (2021). Yanggo, Huzaemah Tahido, Pengantar Perbandingan Madzhab. (2020). (Jakarta : Logos, Metode Ijtihad di Zaman Klasik dan Kontemporer” oleh M. Syafi’i Anwar. ———. Tarikh Al-Mazahibal-Islamiyah,. Kairo: Dar al-Fikr al-arabi, 1976.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser