Bab 7 Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah PDF
Document Details
Uploaded by Deleted User
Tags
Summary
This document discusses the financial relationships between the central and regional governments in Indonesia. It covers concepts, components, and the legal framework for these relationships. Topics include taxes, transfers, and spending.
Full Transcript
[g]l11J[IDllD~~ ~llD~~ ~~~~~□~~ ~llD~u [Q)~ [ Q ) ~ ~ Kita Belajar Apa? Halo teman-teman! Pada bab ini kita akan belajar mengenai Hubungan Keuangan Pemerintah...
[g]l11J[IDllD~~ ~llD~~ ~~~~~□~~ ~llD~u [Q)~ [ Q ) ~ ~ Kita Belajar Apa? Halo teman-teman! Pada bab ini kita akan belajar mengenai Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPDJ. Pembahasan pada bab ini akan diawali dengan pemaparan konsep dasar dan ruang lingkup HKPD secara umum. Bagian selanjutnya akan membahas materi terkait komponen ruang lingkup HKPD yang meliputi pajak dan retribusi. Transfer ke Daerah (TKO), belanja daerah. pembiayaan utang daerah. serta sinergi kebijakan fiskal nasional. Secara lebih rinci. teman-teman bisa melihat mind map pada Gambar 7.1 untuk mendapatkan gambaran awal mengenai materi yang akan teman-teman baca pada bab ini. Gambar 7.1 Hind Hap Materi Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah Pembiayaan Utong Daeroh t 1) Konsep Dosor don Ruang Lingkup don Sinergi Pendanoon Hubungan Keuangan Pengelolaan Belonjo Ooeroh $ Pemerintah Pusat dan - Pajak Ooeroh don Redistribusi Daerah Sinergi Kebijoan Fiskol Nasional (, !If Transfer ke Daerah 7.1 Konsep Dasar dan Ruang Lingkup Pemerintahan daerah di Indonesia mencakup pemerintah provinsi. pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota yang berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab daerah dilaksanakan berdasarkan asas otonomi. sedangkan urusan pemerintahan yang bukan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pelaksanaan urusan pemerintahan dari tingkat pusat hingga tingkat daerah merupakan bagian dari kekuasaan pemerintahan yang berada di tangan Presiden sehingga tidak dapat berjalan sendiri-sendiri. Hal ini menuntut adanya sinergi pendanaan dalam rangka pencapaian tujuan bernegara. Pembagian urusan pemerintahan (pusat. provinsi. kabupaten. kota) menimbulkan adanya hubungan wewenang dan hubungan keuangan. Hubungan keuangan. pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya a lam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Terkait dengan hubungan keuangan daerah. regulasinya diatur melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 1Tahun 2022 menggantikan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Keuangan Daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik daerah berhubung dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah adalah suatu sistem penyelenggaraan keuangan yang mengatur hak dan kewajiban keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah yang dilaksanakan secara adil. transparan. akuntabel. dan selaras berdasarkan undang-undang. Hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama. yaitu: a. Mengembangkan sistem pajak yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien. b. Mengembangkan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan TKO dan Pembiayaan Utang Daerah. c. Mendorong peningkatan kualitas belanja daerah. d. Harmonisasi kebijakan fiskal antara pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal. Ruang lingkup hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah merepresentasikan desentralisasi fiskal. dimana Pemerintah Pusat memberikan kewenangan fiskal kepada pemerintah daerah. Adapun ruang lingkup hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah meliputi: a. Pemberian sumber penerimaan daerah berupa pajak dan retribusi; b. Pengelolaan Transfer ke Daerah; c. Pengelolaan Belanja Daerah; d. Pemberian kewenangan untuk melakukan Pembiayaan Daerah; dan e. Pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional. 7.2 Pajak Daerah dan Retribusi Apa perbedaan antara pajak daerah dengan retribusi daerah? Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Sementara itu. retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dalam rangka mengalokasikan sumber daya nasional secara lebih efisien. pemerintah memberikan kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak dan retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis pajak daerah. pemberian sumber-sumber perpajakan daerah yang baru. penyederhanaan jenis retribusi. dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 ten tang Cipta Kerja. Pajak daerah mencakup pajak yang dipungut oleh pemerintah provinsi dan pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah provinsi meliputi: a. Pajak Kendaraan Bermotor [PKB); b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor CBBNKB); c. Pajak Alat Berat [PAB); d. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor [PBBKB); e. Pajak Air Permukaan [PAP); f. Pajak Rokok; dan g. Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan [MBLBJ. Adapun pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota mencakup: a. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan [PBB-P2); b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan CBPHTB); c. Pajak Barang dan Jasa Tertentu [PBJT); d. Pajak Reklame; e. Pajak Air Tanah [PAT); f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan [MBLB); g. Pajak Sarang Burung Walet; h. Opsen PKB; dan 1. Opsen BBNKB Restrukturisasi pajak dilakukan melalui reklasifikasi 5 (lima) jenis pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis pajak, yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). PBJT merupakan pajak yang dibayar oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Tujuan reklasifikasi pajak daerah tersebut antara lain: a. Menyelaraskan objek pajak antara pajak pusat dan pajak daerah sehingga menghindari adanya duplikasi pemungutan pajak. b. Menyederhanakan administrasi perpajakan sehingga manfaat yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pemungutan. c. Memudahkan pemantauan pemungutan pajak terintegrasi oleh pemerintah daerah. d. Mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. e. Mendukung kemudahan berusaha dengan adanya simplifikasi administrasi perpajakan. Selain integrasi pajak-pajak daerah berbasis konsumsi, PBJT mengatur perluasan objek pajak misalnya parkir valet. objek rekreasi, dan persewaan sarana dan prasarana olahraga (objek olahraga permainanl Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan opsen pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Opsen adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Opsen atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Hal tersebut dapat meningkatkan kemandirian daerah tanpa menambah beban wajib pajak, karena penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta memberikan kepastian atas penerimaan pajak dan memberikan keleluasan belanja atas penerimaan tersebut pada tiap-tiap level pemerintahan dibandingkan dengan skema bagi hasil. Sementara itu, penambahan Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) untuk provinsi sebagai sumber penerimaan baru diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di daerah. Hal ini mendukung pengelolaan keuangan daerah yang lebih berkualitas karena perencanaan, penganggaran, dan realisasi APBD akan lebih baik. Opsen Pajak juga mendorong peran daerah untuk melakukan ekstensifikasi perpajakan daerah baik itu bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Terkait retribusi. penyederhanaannya dilakukan melalui rasionalisasi jumlah retribusi. Retribusi diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. Adapun jumlah atas jenis objek retribusi disederhanakan dari 32 jenis menjadi 18 jenis pelayanan. Penyederhanaan atau rasionalisasi jumlah retribusi bertujuan: a. Agar retribusi yang akan dipungut pemerintah daerah adalah retribusi yang dapat dipungut dengan efektif, dengan biaya pemungutan dan biaya kepatuhan yang rendah. b. Untuk mengurangi beban masyarakat dalam mengakses layanan dasar publik yang menjadi kewajiban pemerintah daerah. Hal yang perlu mendapat perhatian, terdapat kendaraan yang tidak dikenakan Pajak Kendaraan Bermotor dan BBN KB, yaitu: a. kereta api; b. kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara; c. kendaraan bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga- lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak; d. kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan; dan e. kendaraan bermotor lainnya yang ditetapkan dengan perda. 7.3 Transfer ke Daerah Transfer ke Daerah (TKO) merupakan dana yang bersumber dari APBN (bagian dari belanja negara) yang dialokasikan dan disalurkan kepada pemerintah daerah guna mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Transfer ke Daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah ditujukan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah (vertikal) dan ketimpangan fiskal antardaerah (horizontal), sekaligus mendorong kinerja daerah dalam mewujudkan pemerataan pelayanan publik. Dana Transfer ke Daerah meliputi: a. Dana Bagi Hasil (DBH), merupakan penerimaan negara yang dibagihasilkan (dialokasikan) kepada daerah penghasil berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu. DBH juga dapat diberikan kepada daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. DBH terdiri atas DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam. DBH Pajak mencakup Pajak Penghasilan. Pajak Bumi dan Bangunan. serta cukai hasil tembakau. Sedangkan, DBH Sumber Daya Alam mencakup kehutanan. mineral dan batu bara. minyak bumi dan gas bumi, panas bumi, serta perikanan. b. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan penerimaan negara yang dialokasikan dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah. c. Dana Alokasi Khusus (OAK) merupakan penerimaan negara yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan. dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik. yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah. d. Dana Otonomi Khusus. merupakan penerimaan negara yang dialokasikan kepada daerah tertentu (Provinsi Aceh dan Wilayah Papua) untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus. e. Dana Keistimewaan Daerah lstimewa Yogyakarta. merupakan penerimaan negara yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah lstimewa Yogyakarta. f. Dana Desa, merupakan bagian dari TKO yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. pelaksanaan pembangunan. pemberdayaan masyarakat. dan kemasyarakatan. Gambar 7.2 Pemkab Klaten menyerahkan BLT DBH CHT kepada buruh tani tembakau Sumber: Pemkab Klaten (2022) Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal dan kesenjangan pelayanan antardaerah, pengelolaan TKO mengedepankan kinerja sehingga dapat memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan di daerah, sekaligus mendorong tanggung jawab pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan yang lebih baik secara efisien dan disiplin. Oleh karena itu, DBH dialokasikan berdasarkan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan satu tahun sebelumnya dalam rangka memberikan kepastian penerimaan bagi pemerintah daerah. Selain itu. pengalokasian DBH memperhitungkan kinerja daerah dalam memperkuat penerimaan negara yang dibagihasilkan ataupun perbaikan lingkungan yang terdampak akibat aktivitas eksploitasi. Reformulasi pengalokasian DAU dilakukan melalui penghitungan kebutuhan fiskal berdasarkan pada unit cost dan target layanan, serta penghitungan kapasitas fiskal sesuai dengan potensi pendapatan daerah sehingga lebih mencerminkan kebutuhan dan kapasitas fiskal secara riil. Selain pada aspek pengalokasian, reformulasi DAU dilakukan pada aspek penggunaan yang ditujukan untuk mendorong kinerja pencapaian pelayanan dasar masyarakat. Sementara itu, OAK lebih difokuskan pada upaya mendukung pemerintah daerah dalam pencapaian prioritas nasional dengan berdasarkan pada target kinerja, sekaligus menjaga pemerataan serta keseimbangan tingkat layanan antardaerah. TKO juga memasukkan dana transfer yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya, yaitu Dana Otonomi Khusus Aceh, Papua, dan Papua Barat, Dana Keistimewaan Provinsi Oaerah lstimewa Yogyakarta, dan Dana Oesa. Hal ini dimaksudkan untuk menggabungkan dana-dana tersebut dalam taksonomi TKO secara utuh, sekaligus melakukan penguatan dalam rangka mendorong proses alokasi yang lebih tepat, transparan, dan akuntabel, serta mendorong perbaikan kinerja layanan masyarakat melalui penerapan target kinerja. Pemerintah pusat juga dapat memberikan insentif fiskal tertentu kepada pemerintah daerah tertentu, sebagai bentuk penghargaan dan sekaligus merangsang kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, pelayanan pemerintahan umum, pelayanan dasar publik, dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berikut ini disajikan Tabel 7.1 yang menggambarkan struktur Transfer ke Oaerah. Tabel 7.1 Transfer Ke Daerah Uraian 2023 Outlook 2024RAPBN 1. Dana Bagi Hasil 161,0 143,1 2. Dana Alokasi Umum 388,0 427,7 3. Dana Alokasi Khusus 180,0 188,1 a. Dana Alokasi Khusus Fisik 48,1 53,8 b. Dana Alokasi Khusus Non-Fisik 128.7 133,8 C. Hibah Ke Daerah 3.2 0,5 4. Dana 0tonomi Khusus 17,2 18,3 a. Dana Otsus Provinsi-provinsi di Wilayah Papua 8.9 9.6 b. Dana Otsus Provinsi Aceh 4,0 4,3 C. Dana Tambahan lnfrastruktur Provinsi-provinsi di Wilayah Papua 4.4 4.4 5. Dana Keistimewaan Yogyakarta 1,4 1,4 6. Dana Desa 69,9 71,0 7. lnsentif Fiskal 7,8 8,0 TOTAL 825,4 857,6 Sumber: Nota Keuangan dan R-APBN 2024 7.4 Pembiayaan Utang dan Sinergi Pendanaan Kemampuan Keuangan Oaerah masih relatif terbatas dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana publik. Oalam rangka mendukung pemerintah daerah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah daerah dapat mengakses sumber-sumber Pembiayaan Utang Oaerah, baik yang mempunyai skema konvensional maupun syariah, meliputi Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah, dan Sukuk Daerah. Skema Pinjaman Oaerah didasarkan pada penggunaannya dan bukan pada periodisasi jangka waktu pinjaman, meliputi pinjaman untuk pengelolaan kas, pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah, pengelolaan portofolio utang daerah, dan penerusan pinjaman dan/atau penyertaan modal BUM □. Selain itu, jenis Pinjaman Daerah diperluas, yaitu pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan. Pinjaman Oaerah dapat bersumber dari Pemerintah Pusat, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, dan atau lembaga keuangan bukan bank. Namun demikian, Pemerintah Pusat tidak memberikan jaminan atas Pembiayaan Utang Oaerah dan pemerintah daerah dilarang melakukan pembiayaan/pinjaman langsung dari pihak luar negeri. Pemerintah daerah juga diberi pilihan untuk mengakses pembiayaan kreatif berupa Obligasi Oaerah dan Sukuk Oaerah. Perluasan akses Pembiayaan bagi pemerintah daerah juga diikuti dengan penyederhanaan proses pelaksanaan pembiayaan, antara lain melalui pengintegrasian persetujuan □ PRO atas Pembiayaan Utang Oaerah dalam proses pembahasan rancangan APB□. Selain itu, Pemerintah Pusat mendorong adanya sinergi pendanaan antar-sumber pendapatan dan/atau Pembiayaan Utang Oaerah, baik dari PAO, TKO, Pembiayaan Utang Oaerah, kerja sama antardaerah. dan kerja sama antara pemerintah daerah dengan badan usaha dalam rangka penguatan sumber pendanaan program/kegiatan agar memberikan manfaat yang lebih signifikan. 7.5 Pengelolaan Belanja Daerah Belanja Oaerah disusun dengan menggunakan pendekatan: Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Daerah, Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja. Belanja pemerintah daerah saat ini masih didominasi oleh belanja aparatur dan belanja operasional rutin dan dikelola dengan kurang efisien, serta tidak didukung dengan sumber daya manusia pengelola keuangan daerah yang memadai. Belanja Daerah masih dianggarkan relatif minimal dalam mendukung belanja yang berorientasi pada layanan infrastruktur publik sehingga tidak dapat secara optimal mendukung pencapaian outcome pembangunan daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, Belanja Oaerah sering kali masih berjalan sendiri-sendiri dengan program dan kegiatan kecil-kecil yang tidak fokus sehingga pada akhirnya outputdan/atau outcome tidak memberikan dampak perbaikan yang signifikan bagi masyarakat, serta tidak terhubung dengan prioritas nasional dan arah kebijakan fiskal nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan pengaturan dan penguatan disiplin Belanja Oaerah dalam APB □. Perbaikan pengaturan tersebut dilakukan mulai dari penganggaran Belanja Oaerah, penyederhanaan dan sinkronisasi program prioritas daerah dengan prioritas nasional, serta penyusunan Belanja Oaerah yang didasarkan pada standar harga dan analisis standar belanja. Selain itu. penguatan disiplin Belanja Oaerah dilakukan dengan pengaturan alokasi Belanja Oaerah, misalnya kewajiban untuk memenuhi porsi tertentu atas jenis belanja tertentu dan optimalisasi penggunaan SiLPA berbasis kinerja. Oaerah dapat membentuk Dana Abadi Oaerah yang dikelola oleh bendahara umum daerah atau badan layanan umum daerah, dengan mempertimbangkan antara lain kapasitas fiskal daerah dan pemenuhan kebutuhan Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik. Hasil pengelolaan Dana Abadi Oaerah ditujukan untuk: a. memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan atau manfaat lainnya yang ditetapkan sebelumnya; b. memberikan sumbangan kepada penerimaan daerah; dan c. menyelenggarakan kemanfaatan umum lintas generasi. 7.6 Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional Kebijakan fiskal terdiri atas fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi sehingga pelaksanaan kebijakan fiskal di daerah harus sinergi dengan kebijakan fiskal di pemerintah pusat guna mengoptimalkan seluruh instrumen kebijakan fiskal. Sinergi kebijakan fiskal dilakukan antara lain melalui: a. penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah; b. penetapan batas maksimal defisit APB □ dan Pembiayaan Utang Daerah; c. pengendalian dalam kondisi darurat; dan d. sinergi bagan akun standar. Pemerintah daerah menyinergikan kebijakan pembangunan dan kebijakan fiskal daerah dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional. Rencana Kerja Pemerintah, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok- Pokok Kebijakan Fiskal. arahan Presiden, dan peraturan perundang-undangan. Penyelarasan dengan RPJM Nasional dan Rencana Kerja Pemerintah dilakukan melalui penyelarasan target kinerja makro daerah dan target kinerja program daerah dengan prioritas nasional. Penetapan batas maksimal defisit APB □ dan Pembiayaan Utang Daerah dilakukan dengan ketentuan: a. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif defisit APBD untuk tahun anggaran berikutnya, paling lama bulan Agustus tahun anggaran berjalan, dengan memperhatikan keadaan dan perkembangan perekonomian nasional; b. Jumlah kumulatif defisit APBD dan defisit APBN tidak melebihi 3% dari perkiraan Produk Domestik Bruto tahun anggaran berkenaan; dan c. Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pembiayaan Utang Daerah tidak melebihi 60% dari perkiraan Produk Domestik Bruto tahun anggaran berkenaan. P Tahukah Kamu? ifransfer. ke daerah bertujuan untuk memastikan kesejahteraan yang merata dan adil bagi seluruh masyarakat Indonesia, sembari terus meningkatlfan kualitas tata kelola dan kinerja P.engelolaan transfer; tersebut. Dalam pidatonya saat menyampaikan Keterangan P.emerintan atas Rancangan Undang-Undang ten tang Anggaran PendaP.atan dan Belanja ifa nun 2024 beserta Nota Keuangannya P.ada Rabu (16/08) di Sidang P.ariP.urna DP.R RI, Presiden Joko Widodo menegasl