Pemikiran Dakwah Habib Husein Ja’far Al Hadar Tentang Ketauhidan Dalam Buku Tuhan Ada Di Hatimu PDF

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Document Details

LuckierWillow

Uploaded by LuckierWillow

Universitas Islam Negeri Walisongo

2022

Yulina Rosyidatul Chusma

Tags

Islam dakwah tauhid religious studies

Summary

This is a research paper discussing the thoughts of Habib Husein Ja'far Al Hadar on monotheism (tauhid). It is a study of his book “Tuhan Ada di Hatimu”, examining his dakwah (Islamic call) in a qualitative manner, using descriptive content analysis and categorizing tauhid aspects within the text. The document presents various aspects of tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, and Asma Wa Shifat as presented in Habib Husein's book. The research explores how Habib Husein emphasizes a spiritual understanding of monotheism through his writings.

Full Transcript

PEMIKIRAN DAKWAH HABIB HUSEIN JA’FAR AL HADAR TENTANG KETAUHIDAN DALAM BUKU TUHAN ADA DI HATIMU SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Komunikasi...

PEMIKIRAN DAKWAH HABIB HUSEIN JA’FAR AL HADAR TENTANG KETAUHIDAN DALAM BUKU TUHAN ADA DI HATIMU SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Konsentrasi Penerbitan Dakwah Oleh : Yulina Rosyidatul Chusma 1701026024 FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2022 ii iii iv KATA PENGANTAR Bismillahirohmanirrohim, Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur tak terhitung peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat yang diberikan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada sang suri tauladan Muhammad SAW, segenap keluarganya, para sahabat. Setelah melalui beberapa proses yang tak sebentar, akhinya skripsi berjudul “Pemikiran Dakwah Habib Husein Ja’far Al-Hadar tentang Ketauhidan dalam Buku Tuhan Ada di Hatimu” telah terselesaikan. Dengan kerendahan hati dan kesadaran penuh, peneliti sampaikan bahwa skripsi ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu. Adapun ucapan terimakasih secara khusus peneliti sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. H. Imam Taufiq, M. Ag selaku Rektor UIN Walisongo Semarang 2. Dr.H. Ilyas Supena, M.Ag selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang. 3. H. M. Alfandi, M.Ag selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) dan Nilnan Ni’mah, M. SI., Sekretaris Jurusan KPI. 4. Dr. Hj. Umul Baroroh, M.Ag, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan kesabaran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Segenap Dewan Penguji, terimakasih telah membimbing dan mengarahkan saya dalam penyususnan skripsi ini. 6. Dr. Hj. Siti Solikhati, M.A, sebagai wali studi yang sudah seperti orang tua sendiri di Universitas selama sembilan semester terakhir ini. v 7. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah mendidik peneliti dalam berbagai aspek keilmuan dan keperluan administrasi. 8. Bapak Dimyadi dan Ibu Siti Kodriyah, selaku orang tua yang selalu serta melimpahkan kasih sayangnya dan melangitkan do’a untuk keberhasilan dan kekuatan anaknya menjalani hidup. Ucapan maaf dari lubuk hati anakmu ini karena tidak bisa tepat waktu menyelesaikan tugas ini. 9. Farhan Ihsanuddin, adik saya yang senantiasa menghibur di rumah sehingga peneliti mendapatkan semangat baru lagi. 10. Segenap keluarga besar, yang sangat suportif menyayangi saya selama ini. Semoga saya lekas memenuhi harapan dan membalas kebaikan Mbah, Pakdhe, Budhe, Om, dan Bulek kepada saya. 11. Segenap keluarga besar rekan-rekan Crew LPM MISSI seluruh angkatan. Wabilkhusus: Mela, Bibin, Wati, Sari, Ichak, Alifia, Ihsan, Khafid, Mawar, Om Sakti, Mas Isbal, Kak Adit, Manusia. Terimakasih telah menjadi support system yang menyenangkan dan tetap menemani saya hingga sekarang. 12. Segenap keluarga besar rekan-rekan KKN MITDR 09 angkatan 2021. Wabilkhusus: Melon, Mas Gondrong, dan Ubed. Terimakasih telah menampung segala keluh kesah, menjadi teman diskusi, menjadikan teman rasa keluarga, dan mau menggandeng untuk berjuang bersama menyelesaikan skripsi hingga saat ini. 13. Segenap keluarga besar teman-teman jurusan KPI Angkatan 2017, terkhusus teman-teman KPIA’17. Yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namanya. Terimakasih telah menjadi garis pertemanan terakhir saya di masa-masa menempuh jenjang pendidikan formal. 14. Segenap keluarga besar rekan-rekan Karang Taruna KOMPAK Wates Ngaliyan Semarang. 15. Segenap keluarga besar RA, MI, MTs Darul Ulum Ngaliyan Semarang 16. Segenap keluarga besar MA Futuhiyyah 2 Mranggen Demak vi 17. Sahabat seperjuangan, Boll, Nila yang masih setia menemani. Terimakasih banyak. Peneliti menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, peneliti sangat terbuka untuk menerima kritik, saran, dan masukan demi kebaikan penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Semarang, 6 Januari 2022 Peneliti Yulina Rosyidatul Chusma vii PERSEMBAHAN Teruntuk: Yang tercinta, Kedua Orang tua, adik, dan keluarga besar Yang terkasih, diri sendiri dan pengalaman Tak lupa, Alam semesta dan rasa yang menyerta. viii MOTTO Lakukan segala sesuatu dari hati (Yulina RC) ix ABSTRAK Permasalahan yang jarang disadari umat Islam yaitu minimnya sikap ketauhidan. Umumnya yang menjadi masalah bukan tentang ketuhanan- nya, melainkan bagaimana ketuhanan dapat dihayati dengan cara yang tidak bertentangan dengan kemanusiaan yang adil dan beradab. Seperti yang sering kita temui, umat muslim berIslam hanya pada simbolik saja, tidak secara substansi. Contohnya akhlak umat Islam di masyarakat yang kurang baik, serta tidak tulus sehingga lebih condong ke pencitraan karena tidak bersumber dari hati. Sedangkan idealnya, sebagai seorang muslim kita dituntut untuk merealisasikan ketauhidan dalam kehidupan sehari-hari. Di sini Habib Husein Jafar Al Hadar hadir dengan sebuah bukunya yang berjudul Tuhan Ada di Hatimu, mencoba menjawab permasalahan tersebut dengan pemikiran dakwahnya. Dari latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pemikiran dakwah Habib Husein Jafar Al-Hadar tentang ketauhidan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu? Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode analisis isi deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui pemikiran dakwah ketauhidan dalam Buku Tuhan Ada di Hatimu, kemudian meninjaunya dari kategori macam-macam tauhid. Terdapat empat tahap dalam metode penelitian ini yaitu penentuan unit analisis, penyusunan kategori, koding data, dan analisis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebanyak 11 kategori yang termasuk dalam pemikiran dakwah ketauhidan. Dengan uraian satu kategori pemikiran dakwah tauhid Rububiyyah. Enam kategori pemikiran dakwah tauhid Uluhiyyah. Dan empat kategori pemikiran dakwah tauhid asma wa shifat. Sehingga jika ditinjau dari sudut pandang pemikiran dakwah ketauhidan menurut kategorisasi tersebut, pemikiran Habib Husein dalam buku Tuhan Ada di Hatimu ini memuat kategori tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma Wa Shifat. Kata kunci : Tauhid, Buku, Habib Husein Jafar Al Hadar x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................... I HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................... ii HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN.................................................................... iv KATA PENGANTAR................................................................................ v PERSEMBAHAN....................................................................................... viii MOTTO....................................................................................................... ix ABSTRAK................................................................................................... x DAFTAR ISI............................................................................................... xi DAFTAR TABEL....................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xiv BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah.................................................................. 6 C. Tujuan Penelitian................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian................................................................. 6 E. Tinjauan Pustaka.................................................................... 7 F. Metodologi Penelitian............................................................ 9 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian...................................... 9 2. Definisi Konseptual.......................................................... 10 3. Sumber Data Penelitian.................................................... 11 4. Teknik Pengumpulan Data............................................... 12 5. Teknik Analisis Data........................................................ 12 BAB II: PEMIKIRAN DAKWAH KETAUHIDAN, DAKWAH BIL QALAM, BUKU SEBAGAI MEDIA DAKWAH A. Pemikiran Dakwah Ketauhidan.............................................. 16 1. Pengertian Pemikiran....................................................... 16 2. Pengertian Dakwah.......................................................... 17 xi 3. Pengertian Tauhid............................................................ 18 4. Macam-Macam Tauhid.................................................... 19 5. Tauhid sebagai materi dakwah......................................... 22 B. Dakwah Bil Qalam................................................................. 23 C. Buku Sebagai Media Dakwah................................................ 25 BAB III: PEMIKIRAN DAKWAH TENTANG KATAUHIDAN DALAM BUKU TUHAN ADA DI HATIMU KARYA HABIB HUSEIN JAFAR AL HADAR A. Profil Habib Husein Jafar Al Hadar....................................... 29 B. Deskripsi Buku Tuhan Ada di Hatimu................................... 32 C. Pemikiran Dakwah Tentang Ketauhidan dalam Buku Tuhan Ada di Hatimu........................................................................ 39 1. Kategori Pemikiran Dakwah Tauhid Rububiyyah........... 41 2. Kategori Pemikiran Dakwah Tauhid Uluhiyyah.............. 41 3. Kategori Pemikiran Dakwah Tauhid Asma Wa Shifat..... 44 BAB V: ANALISIS PEMIKIRAN DAKWAH TENTANG KETAUHIDAN DALAM BUKU TUHAN ADA DI HATIMU KARYA HABIB HUSEIN JAFAR AL HADAR A. Analisis Pemikiran Dakwah Tauhid Rububiyyah................ 47 B. Analisis Pemikiran Dakwah Tauhid Uluhiyyah.................... 49 C. Analisis Pemikiran Dakwah Tauhid Asma Wa Shifat........... 61 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................ 69 B. Saran...................................................................................... 70 C. Penutup................................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP xii DAFTAR TABEL Tabel 1. Unit Analisis............................................................................... 14 Tabel 2. Paparan Data Penelitian – Unit Analisis Penelitian................... 40 Tabel 3. Kategorisasi pemikiran dakwah tauhid Rububiyyah Sub bab 41 dalam Buku Tuhan Ada di Hatimu............................................. Tabel 4. Kategorisasi pemikiran dakwah tauhid Uluhiyyah Sub bab 42 dalam Buku Tuhan Ada di Hatimu............................................. Tabel 5. Kategorisasi pemikiran dakwah tauhid Asma Wa Shifat Sub 44 bab dalam Buku Tuhan Ada di Hatimu...................................... Tabel 6. Koding Data Sub bab Bisakah Agama Dinista dan Tuhan 47 Dibela? Kategori pemikiran dakwah tauhid rububiyyah............ Tabel 7. Koding Data Sub bab Hijrah Itu Masih Koma, Belum Titik! 49 Kategori pemikiran dakwah Tauhid Uluhiyyah I....................... Tabel 8. Koding Data Sub bab Hijrah Itu Masih Koma, Belum Titik! 51 Kategori pemikiran dakwah Tauhid Uluhiyyah II...................... Tabel 9. Koding Data Sub bab Muslim Jangan Sontoloyo, apalagi ala 53 Khawarij! kategori pemikiran dakwah tauhid Uluhiyyah III..... Tabel 10. Koding Data Sub bab Trilogi Kebijaksanaan: Benar Saja Tak 55 Cukup! Kategori pemikiran dakwah tauhid Uluhiyyah IV........ Tabel 11. Koding Data Sub bab Islam Itu Asyik, Kategori pemikiran 57 dakwah tauhid Uluhiyyah V....................................................... Tabel 12. Koding Data Sub bab Ingat HAM, jangan Lupa WAM, HAS, 59 dan HAT. Kategori tauhid Uluhiyyah VI................................... Tabel 13. Koding Data Sub bab Berdakwah ala Nabi, Kategori tauhid 61 Asma Wa Shifat I........................................................................ Tabel 14. Koding Data Sub bab Sampaikanlah Kebenaran walau Lucu. 63 Kategori Tauhid Asma Wa Shifat II........................................... Tabel 15. Koding Data Sub bab Mem-Bilal-kan Speaker Masjid. 65 Kategori pemikiran dakwah Asma Wa Shifat III........................ Tabel 16. Koding Data Sub bab Islam Agama Perang? Nggak lah!, 67 Kategori Tauhid Asma Wa Shifat IV.......................................... xiii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Habib Husein Jafar Al Hadar I................................................... 29 Gambar 2. Habib Jafar Al Hadar I................................................................ 31 Gambar 3. Buku Tuhan Ada di Hatimu........................................................ 33 xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi tauhid atau keimanan dalam diri seseorang memiliki peran dan fungsi yang sangat penting bagi seseorang. Terutama orang yang beragama Islam, meyakini Tuhan atau bertauhid adalah pegangan utama umat muslim. Karena tingkat keimanan seseorang dapat mempengaruhi setiap pola pikir dan perbuatan seseorang, bahkan menjadi sumber gerak gerik dan tindakan seseorang. Sehingga ketika keimanan kita dilandaskan dari hati, maka perbuatan kita adalah cerminannya. Seperti yang dikatakan Agus Khunaifi dalam sebuah bukunya “Ilmu Tauhid”, bahwasanya tauhid merupakan ajaran yang terkait dengan amalan hati. Oleh karena itu, meskipun tauhid adalah amalan hati, akan tetapi tidak boleh dipandang sebelah mata. Karena seluruh amalan lahir, sesungguhnya berasal dari amalan hati. Sehinga baik dan tidaknya amalan lahir sangat terkait dengan amalan hati (Supadie, dkk, 2012: 184). Orang-orang di Indonesia terkesan masih kental beragama, namun yang menjadi masalah bukan tentang ketuhanan-nya, melainkan bagaimana ketuhanan dapat dihayati dengan cara yang tidak bertentangan dengan kemanusiaan yang adil dan beradab (Suseno, 2012: 13). Sebagai contoh, jika dulu di berbagai daerah kita jumpai ada fenomena di mana orang asyik mengharap kepada dukun dengan cara pesugihan, baru-baru ini kita dikejutkan dengan fenomena intoleransi berbasis agama yang terjadi di Bantul Yogyakarta, di mana seorang warga pendatang dilarang menetap di daerah tersebut karena ia merupakan non muslim (www.news.detik.com, 2020). Tindakan intoleransi di atas merupakan salah satu potret gelap kegagalan dalam memahami ketauhidan. Sekalipun demikian, tauhid masih dijadikan sebagai bentuk manifestasi dari sikap percaya kepada tuhan yang dilakukan oleh penganut agama dan tentu cara mengekspresikan ketauhidan mereka akan berbeda-beda. Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk merealisasikan tauhid ketauhidan sehari-hari, karena tauhid merupakan ajaran dasar Islam yang di atasnya dibangun syariat-syariat agama. Semua hal ini, direalisasikan oleh Nabi Muhammad SAW ketauhidan beliau sehari-hari. Dan kita sebagai umatnya diminta untuk meneladani seluruh aspek kehidupan beliau semampu kita. Namun umat Islam sendiri realitanya masih minim kesadaran untuk mengamalkan dan memperkuat iman di dirinya. 1 2 Sehingga, sebagai umat yang sadar sudah selayaknya kita menjadi pengingat. Dan dalam Islam seni mengingatkan ini disebut dengan dakwah. Dakwah pada dasarnya adalah menyampaikan ajaran keagamaan kepada masyarakat luas. Dalam bukunya Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah H.S.M Nasruddin Latif mendefinisikan dakwah sebagai setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah Swt, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta akhlak Islamiyah. Dakwah tidak hanya sekedar menyampaikan materi lalu menggugurkan kewajiban, namun bagaimana dakwah yang disampaikan mampu memberikan efek atau perubahan ke arah yang lebih baik. Untuk itu perlu strategi komunikasi yang pas dalam berdakwah, seperti menyesuaikan kemampuan da’i dan karakter mad’u. Secara umum, dakwah dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, yaitu dakwah bil lisan, dakwah bil hal, dan dakwah bil qalam/kitabah (Romli 2013: 24). Peneliti dalam hal ini akan melakukan penelitian mengenai dakwah bil qalam/kitabah dari pemikiran Habib Husein Ja’far Al-Hadar yang tertulis dalam sebuah bukunya. Dakwah bil qalam/kitabah ini sama halnya dengan dakwah secara face to face. Karena mad’u atau pembaca seolah berkomunikasi langsung dengan da’i atau penulisnya. Dibutuhkan keahlian khusus dalam menggunakan tulisan sebagai media dakwah (Amin, 2012: 127). Keahlian khusus inilah yang tidak banyak dimiliki oleh para da’i. Sebab menjadi da’i yang bisa beretorika dan produktif menghasilkan tulisan-tulisan dakwah bukanlah perkara yang mudah, terlebih berdakwah melalui tulisan. Oleh sebab itu, menjadi satu nilai lebih jika seorang dai mampu menulis dan sukses pula dalam beretorika. Da’i harus berfikir secara runtut dalam menuangkan gagasannya ke dalam tulisan, selain itu aktivitas menulis juga menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan (teks) dan unsur di luar kebahasaan (konteks) yang akan menjadi isi tulisan. Kedua unsur tersebut, baik unsur bahasa maupun unsur isi harus ditata, sehingga tersusun sebuah karangan yang runtut (Faiz, 2012: 127). Memasuki era informasi sekarang ini, mengharuskan dakwah agar selalu berkembang, terlebih peradaban masa kini lazim disebut sebagai “peradaban masyarakat informasi”. Sumber baru kekuasaan sekarang adalah informasi di tangan banyak orang (the new source of power is information in the hand of many) dan siapa 3 yang menguasai media, dialah pengendali atau penguasa dunia (Romli, 2003: 13). Untuk itu, dakwah bil qalam/kitabah sangat efektif sebagai media penyebaran agama Islam, agar masyarakat tidak terjerumus dalam media yang tidak jarang membawa informasi yang menyesatkan. Dakwah melalui tulisan mengimbangi sebuah informasi dan meluasnya media massa ketauhidan masyarakat. Keberadaan media cetak seperti majalah, surat kabar, tabloid, novel, hingga buku dapat digunakan da’i sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan Islami (Ma’arif, 2010: 161). Nilai-nilai yang disampaikan dalam tulisan dapat memperdalam pemahaman mad’u karena dapat dikaji secara seksama. Saat ini, banyak muncul penulis-penulis muslim yang karya-karyanya mengandung muatan dakwah kepada masyarakat. Misalnya Habiburrahman El Shirazy dengan novel Ayat-ayat Cinta, Asma Nadia dengan Novel Assalamu’alaikum Beijing, Tere Liye dengan Novel Hafalan Shalat Delisa. Dalam konteks ini mereka adalah da’i. Dakwah bil qalam/kitabah juga amal jariyah bagi penulisnya, karena mendatangkan manfaat bagi yang mengkajinya dan akan senantiasa dikaji meskipun penulisnya telah wafat (Rachmawati, 2015: 3). Peneliti di sini tertarik untuk meneliti salah satu tokoh yang memanfaatkan media tulisan dalam menyampaikan pesan dakwahnya. Yaitu Habib Husein Ja’far Al Hadar. Beliau dikenal sebagai intelektual muda Islam. Selepas menjadi santri di sebuah pesantren di Bangil, Pasuruan Jawa Timur, Habib Husein pindah ke Jakarta. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengambil Jurusan Akidah dan Filsafat. Setelah lulus S-1, Ia melanjutkan program Magister Jurusan Tafsir Hadits di tempat yang sama. Bertahun-tahun kuliah di UIN, hal penting yang Habib Husein Ja’far dapatkan adalah berfikir dan bersikap terbuka. Keterbukaan menjadi hal penting agar mampu berdialog dengan segala perbedaan untuk menciptakan kerangka kehidupan yang harmoni dan saling melengkapi. Selain itu, Habib Husein Ja’far juga belajar bagaimana cara menuangkan ide dalam sebuah tulisan. Karena tulisan mengajarkan berfikir dan menyampaikan gagasan secara sistematik. Sehingga hampir 100-an lebih artikel yang ia tulis dan dimuat di berbagai media lokal dan nasional. Selain tulisan-tulisan ilmiah dan opini di media nasional. Habib Husein Jafar juga dikenal sebagai penulis buku. Di antaranya berjudul Menyegarkan Islam Kita, Anakku Dibunuh Israel dan Islam “Mazhab” Fadlullah, dan yang paling terkenal adalah Tuhan Ada di Hatimu yang diterbitkan oleh Noura Books (Rendy, 2021). Peneliti di sini tertarik untuk meneliti 4 salah satu bukunya, yang berjudul Tuhan Ada di Hatimu. Dikutip dari goodreads.com, salah satu pembaca memberikan respon baik kepada dakwah Sang Habib dalam buku tersebut. Aril Seraphino mengatakan sepakat jika Habib Husein adalah salah satu da’i yang perlu kita dengar dakwahnya. Karena selain dakwahnya mudah diterima dan dicerna oleh golongan milenial, caranya mengemas dakwahnya sendiri adalah sesuatu yang segar bagi zaman sekarang. Ia juga mengatakan, bahwa kita juga diperlihatkan betapa dakwah yang asyik itu sendiri justru adalah dakwah yang tenang, penuh senyum bahkan canda. Hal tersebut bisa dilihat sendiri melalui channel youtube Habib Husein “Jeda Nulis” bahwa beliau cukup asyik untuk diajak bicara mengenai agama Islam yang semakin banyak tantangannya di zaman sekarang. Habib Husein juga berbicara tentang bagaimana seharusnya Islam dibawa dan diperlihatkan oleh generasi muda saat ini. Seperti yang tertulis di halaman 177 di buku Tuhan Ada di Hatimu ini berisi “Dakwah kita pun bukan modal tahu teks agama, tapi juga konteks masyarakat. Yang mana da’i harus memberi solusi bukan hanya menghukumi. Harus bertahap, bukan melahap. Harus membaru, bukan membentur. Harus memahami, bukan hanya mencekoki. Terdiri dari empat bab tema yang berbeda, yaitu hijrah, Islam yang bijak, akhlak Islam, dan tentang toleransi. Buku ini adalah ikhtiar yang hadir bagaikan oase di tengah gersangnya sikap beragama. Simbol dan agama adalah dua hal yang sulit dipisahkan ketauhidan sosial masyarakat kita. Sebagian masyarakat masih menganggap jika simbol suatu agama digunakan dan tampak kasat mata maka tingkat kesalihan orang tersebut sudah di atas rata-rata. Padahal faktanya penggunaan simbol bukan ukuran mutlak ketaatan orang terhadap Tuhannya. Hal tersebut jelas terlihat dari banyaknya umat Islam yang berIslam hanya secara simbolik saja tapi tidak berIslam secara subtansi. Sehingga banyaknya yang berlomba-lomba dalam kesalehan ritual tapi mengabaikan kesalehan sosial. Hal tersebut menjadi salah satu fakta penyebab terjadinya pemahaman Islam yang salah, berdampak pada perpecahan, permusuhan serta kebencian di antara sebangsa, setanah air dan lebih parahnya lagi terhadap sesama umat Islam. Seperti yang terjadi dewasa ini, terdapat fenomena yang sangat populer di masyarakat muslim Indonesia, yaitu mengenai hijrah. Fenomena ini kebanyakan hanya bersifat hukum saja ataupun sifatnya simbolik yang meliputi aspek-aspek ritual. Seperti hijrah dari yang sebelumnya tidak berkerudung menjadi berkerudung, dari yang tidak 5 rajin sholat menjadi rajin sholat, dari tidak sholat berjamaah di masjid menjadi sholat berjamaah di masjid, hal baik tersebut dilakukan ala kadarnya ataupun lupa bahwa dirinya hidup di lingkungan masyarakat. sehingga mereka menjalaninya menjadi peribadi yang tertutup, terkesan ekslusif, ataupun sampai tidak bersosialisasi. Habib Husein dalam buku ini membahas mengenai fenomena hijrah tersebut. Habib Husein menjelaskan bahwa dalam praktiknya hijrah bukan hanya bersifat simbolik semata, melainkan juga substansif. Istilah lainnya hijrah bukan hanya pada kulitnya saja, melainkan juga masuk dalam inti Islam. Bukan hanya penampilan kita yang berubah menjadi yang kita anggap lebih Islami, tapi aspek dalam bidang lain dan aspek dalam diri kita sendiri juga harus berubah seperti, hati, kelakuan, kepekaan sosial, dan akal kita menjadi Islami. Misalnya dalam aspek sosial, kita menjadi orang yang ramah dan bertegur sapa kepada tetangga, tidak berkata kasar, jorok, hingga mencela orang lain, dan peka untuk membantu orang yang membutuhkan pertolongan. Sehingga Islam rahmatalil-‘alamin benar-benar dirasakan semua manusia. Karena pada dasarnya Islam memang bukan hanya sekedar hukum ataupun simbol, tapi juga tasawuf, dan spiritual. Selain itu, Habib Husein juga membahas mengenai akhlak umat Islam di masyarakat. Karena akhlak adalah simpul keIslaman seseorang. Sehingga orang yang berakhlak berarti ia mengenal Allah dan Nabi. Namun dalam realitanya, seorang yang mengaku muslim tak jarang tidak mempraktikkan akhlak Islam ketauhidannya. Salah satunya seperti, tidak menerapkan akhlak yang baik dan disertai ketulusan. Karena, ketika kita sopan tapi tidak bersumber dari hati maka itu lebih ke pencitraan, bukan akhlak. Oleh karena itu, dalam buku ini Habib menjelaskan mengenai orang yang berakhlak, saat ia lewat di depan orang tua atau guru, misalnya, bukan hanya badannya yang membungkuk sebagai simbol penghormatan dalam beberapa tradisi, tapi hatinya juga “membungkuk”. Setelah melihat beragam fenomena yang terjadi di masyarakat, dalam bukunya Habib Husein menjawab permasalahan tersebut. Isi tulisannya menyadarkan kita kita untuk merenungi kembali makna keberadaan Tuhan dalam diri kita. Supaya ketauhidan sehari-hari diri kita menerapkan nilai-nilai keIslaman sesuai panduan yang diberikan Tuhan di Al-Quran dan Hadits. Kemudian meningkatkan kualitas keimanan dalam diri, dan mengamalkan dalam kontekas sosial. Sebagaimana kita ketahui kejatuhan umat 6 Islam itu tidaklah disebabkan oleh kesalahan agama lain, akan tetapi kesalahannya terletak cara seseorang menjadi Muslim (Ma’arif, 1993: 203). Karena ketika menjalankan suatu kebaikan, dalam ajaran Islam tidak ada yang namanya paksaan. Semuanya harus bersumber dari hati, sehingga hal baik yang kita lakukan sampai ke hati orang tersebut. Jika agama hanya dipahami sebagai hubungan mesra antara seseorang dengan Tuhan-Nya, maka agama hanya membuat manusia “terlena” dengan kenikmatan ritual tanpa peduli dengan realitas di sekelilingnya. Seperti halnya konsep tauhid bukan sekedar bermakna keesaan Tuhan tapi juga bermakna kesatuan manusia. Untuk itu, pemahaman tauhid yang kokoh mestilah diikuti dengan komitmen kemanusiaan yang kokoh pula. Oleh karena latar belakang demikian, peneliti tertarik untuk menganalisis lebih lanjut Pemikiran dakwah Habib Husein Jafar Al Hadar tentang Ketauhidan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pemikiran dakwah Habib Husein Jafar Al-Hadar mengenai ketauhidan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah ditetapkan, adapun yang menjadi tujuan penelitian penulis adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pemikiran dakwah Habib Husein Jafar Al Hadar mengenai ketauhidan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritik Hasil dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah khasanah pengetahuan di bidang ilmu dakwah khususnya mengenai materi dakwah ketauhidan. Selain itu penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya ketika mengkaji sebuah buku yang memuat konten dakwah. 7 2. Secara Praktis Secara praktis, peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain: a) Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi umat muslim agar lebih mengenal agama Islam, terutama untuk mengaplikasikan ketauhidan. b) Sebagai masukan bagi para dai untuk bisa melihat peluang dakwah melewati tulisan, sehingga menjadikan buku sebagai alternatif penyebaran dakwah. E. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka ini diperlukan untuk mengidentifikasi penelitian-penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga penulis dapat melakukan pembedaan antara penelitiannya dengan penelitian terdahulu. Peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan penulis kaji. Adapun penelitian tersebut diantaranya adalah : Pertama, skripsi oleh Rifki Zarkasi, Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Bahasa dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Sultan Agung Semarang pada tahun 2018. Berjudul Konstruksi Pemikiran Hamka Tentang Komunikasi Dalam Novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” (Analisis Naratif Model Tzvetan Todorov). Rifki menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif melalui paradigma kontruktivis untuk mengetahui bangunan teks dan konstruksi pemikiran Hamka. Dalam penelitiannya, Rifki Zarkasi menggunakan metode analisis naratif model Tzvetan Todorov untuk menganalisis teks-teks yang ada dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah”. Peneliti menganalisis sembilan teks yang menggambarkan pemikiran Hamka tentang komunikasi. Dari penelitian terhadap teks ditemukan bahwa konstruksi pemikiran hamka tersaji dalam unsur-unsur komunikasi, komunikasi interpersonal, dan komunikasi intrapersonal. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah sama- sama menganalisis pemikiran tokoh menggunakan metode sebuah buku. Rifki meneliti bagaimana konstruksi pemikiran tokoh hamka mengenai unsur-unsur komunikasi yang tertulis dalam buku bergenre novel. Berbeda dengan penulis, meneliti hasil pemikiran dakwah Habib Husein tentang ketauhidan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu. 8 Kedua, skripsi oleh Kiki Rizkiyah Al-Barikah, Mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahaun 2017, Berjudul Pesan Moral Dalam Film (Analisis Isi Kualitatif Pesan Moral Dalam Film Trash). Jenis penelitian yang digunakan Kiki Rizkiyah Al-Barikah adalah deskriptif kualitatif dengan metode analisis isi. Peneliti mengunakan analisis isi kualitatif untuk menganalisa adegan dalam film yang telah peneliti kategorisasikan menunjukkan pesan moral. Penelitian ini sama-sama menggunakan metode analisis isi kualitatif. Namun bedanya hanya di fokus dan lokus penelitian, yang mana fokus Kiki Rizkiyah Al- Barikah meneliti pesan moral di sebuah film. Sedangkan penulis meneliti pemikiran dakwah mengenai ketauhidan yang tertulis di sebuah buku. Ketiga, skripsi oleh Ahmad Rifki Azizi, Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang pada tahun 2020, Berjudul Materi Toleransi Beragama Dalam Channel Youtube “Jeda Nulis”. Penelitian ini menggunakan metode (content analysis). Penelitian ini memiliki fokus kepada bahasan materi toleransi beragama. Sumber data utamanya yaitu video- video yang terdapat di chanel youtube “Jeda Nulis” yang dikategorikan memiliki materi toleransi beragama sesuai dengan karakteristik aspek-aspek toleransi beragama menurut Forum Komunikasi Umat Beragama Semarang. Penelitian ini sama-sama menggunakan metode analisis isi. Hanya saja perbedaannya terletak pada fokus dan lokusnya. Dalam penelitian Ahmad Rifki Azizi meneliti materi toleransi beragama dalam media sosial seperti Youtube, sedangkan penulis meneliti pemikiran dakwah tentang ketauhidan yang ada dalam media cetak seperti buku. Keempat, skripsi oleh Supriyanto, Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang pada tahun 2018, Berjudul Konstruksi Pemikiran Postmodernisme Dalam Film Fiksi (Analisis Isi Pada Film Pendek “Film Adalah Hidupku” Karya Narindo Aryo). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi. Supriyanto berusaha untuk menganalisa pesan konstruksi pemikiran postmodernisme di dalam film pendek fiksi “Film adalah hidupku”. Yang mana penelitian ini lebih mendeskripsikan data yang diperoleh berupa kata-kata, gambar, dan simbol yang 9 mengandung unsur konstruksi pemikiran postmodernisme pada film yang diteliti. Penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian analisis isi. hanya saja perbedaannya terletak pada fokus dan lokusnya. Yang mana penelitian Supriyanto berfokus pada pemikiran tentang Postmodernisme dalam film, sedangkan penulis meneliti pemikiran dakwah tentang ketauhidan yang ada dalam media cetak seperti buku. Kelima, skripsi oleh Umidah Nur Alfiah, Mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Purwokerto pada tahun 2018. Berjudul Nilai-nilai pendidikan tauhid dalam novel Munajat Cinta karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Penelitian umidah terfokus pada ketauhidan. Mengenai tauhid Rububiyyah, tauhid Uluhiyyah, dan tauhid asma wa shifat. Persamaan penelitian penulis dengan penelitian ini adalah terletak pada lokusnya yaitu sebuah buku. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokusnya, yang mana penelitian Umidah menganalisis nilai pendidikan tauhid dalam karya novel, sedangkan penulis meneliti pemikiran dakwah tentang ketauhidan dalam buku. F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Kualitatif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya, melalui pengumpulan data, dan tidak mengutamakan jumlah populasi atau sampling. Dalam penelitian kualitatif terfokus pada kedalaman data dan bukan banyaknya data yang diperoleh. Permasalahan yang ditemukan dalam rumusan masalah akan dipecahkan dengan menggunakan analisis isi atau Content Analysis. Menurut Holsti dalam buku “Analisis Isi” karya Eriyanto, analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi yang dilakukan secara objektif dan identifikasi sistematis dari karakteristik pesan. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis isi deskriptif, yaitu untuk menggambarkan secara detail suatu pesan, atau suatu teks tertentu (Eriyanto, 2011: 15). 10 Analisis isi memfokuskan risetnya pada isi komunikasi yang tersurat (tampak atau manifest) karena dalam menganalisis data diperlukan suatu analisis isi media dan mampu menghubungkannya dengan konteks sosial atau realitas yang terjadi sewaktu pesan dibuat. Semua pesan teks, simbol, gambar, dan sebagainya adalah produk sosial dan budaya masyarakat. Dalam melakukan pemaknaan tersebut peneliti akan menjelaskannya berdasarkan teori yang cocok dengan hasil perolehan data untuk menjadi dasar argumentasi peneliti. Teori dalam argumentasi peneliti ini sangatlah penting karena untuk mempertahankan argumentasi yang peneliti paparkan ( Kriyantono, 2010: 198). 2. Definisi Konseptual Definisi konseptual merupakan usaha peneliti memperjelas ruang lingkup penelitian dengan menguraikan beberapa batasan yang berkaitan dengan penelitian untuk menghindari kesalahpahaman pemaknaan. Definisi konseptual diperlukan dalam penelitian guna mempertegas penjelasan suatu konsep sehingga terjadi persamaan persepsi antara peneliti dan pembaca. Beberapa definisi konseptual yang perlu diperjelas dan diberikan batasan pada penelitian berjudul “Pemikiran Dakwah Habib Husein Ja’far Al-Hadar Tentang Ketauhidan dalam Buku Tuhan Ada di Hatimu” yaitu: a. Pemikiran Dakwah ketauhidan Pemikiran adalah proses, cara perbuatan memikir, problem yang memerlukan pemecahan. Sedangkan pemikir adalah orang yang cerdik dan pandai yang hasil pemikirannya dapat dimanfaatkan orang lain seperti filosof. Dakwah merupakan bagian terpenting dari ajaran Ialam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Tauhid ditinjau dari sudut bahasa, tauhid berasal dari bahasa Arab, yaitu wahhada-yuwaahhidu-tauhiidan yang memiliki arti mengesakan, mengakui keesaan Allah. Sedangkan secara istilah, tauhid berarti ilmu yang berupaya mengkaji keesaan Allah dengan tujuan agar memperoleh, pengetahuan, pemahaman dan keyakinan mengenal keesaan Allah. Penegasan terhadap keesaan Allah Swt dalam ilmu tauhid difokuskan pada tiga dimensi, yakni: Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma Wa Sifat. Tauhid merupakan salah satu materi dakwah yang wajib di dakwahkan kepada umat. Karena Tauhid sendiri adalah pegangan utama bagi seorang muslim. 11 b. Dakwah Bil Qalam Pengertian dakwah sebagai usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia, yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan, kehidupan berumah tangga (usrah), perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara. Wasilah atau media dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. Yaitu bisa berupa media tulisan atau buku sebagai salah satu media syiar Islam c. Buku sebagai Media Dakwah Buku sebagai media dakwah merupakan penyampaian pesan dakwah menggunakan media tulisan, diantaranya: buku, majalah, surat kabar, risalah, buletin, brosur, dan lainnya. Pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Dalam memanfaatkan media ini, hendaknya ia ditampilkan dalam bahasa yang lancar, mudah dipahami dan menarik terpelajar. 3. Sumber Data Penelitian Pada penelitian kualitatif, data diartikan sebagai material kasar yang dikumpulkan peneliti yang membentuk dasar-dasar analisis. Adapun sumber data utama penelitian ini adalah Buku Tuhan Ada di Hatimu. Sedangkan sumber data primer dalam penelitian ini adalah materi pemikiran dakwah Habib Husein Ja’far Al Hadar mengenai ketauhidan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu. Diantaranya adalah sebagai berikut: Satu kategori tauhid Rububiyyah pada sub bab Bisakah Agama dinista dan Tuhan dibela? Berada di halaman 75. Enam kategori tauhid Uluhiyyah berada di sub bab hijrah itu masih koma, belum titik! berada di halaman 23 dan 27, berada di sub bab Muslim jangan sontoloyo, apalagi ala khawarij di halaman 32, berada di sub bab Trilogi kebijaksanaan: Benar saja tidak cukup di halaman 66, berada di sub bab Islam itu 12 asyik di halaman 169, dan berada di sub bab Ingat HAM, jangan lupa WAM, HAS, dan HAT di halaman 98. Empat kategori tauhid asma wa shifat, berada di sub bab Berdakwah ala Nabi berada di halaman 54, berada di sub bab Sampaikanlah kebenaran walau lucu di halaman 159, berada di sub bab mem-bilal-kan speaker masjid di halaman 114, dan berada di sub bab Islam agama perang? di halaman 85. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi. Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data dengan meneliti bahan dokumen yang ada dan mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian (Sugiyono. 2014: 82). Dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dokumentasi buku berjudul Tuhan Ada di Hatimu karya Habib Husein Jafar Al-Hadar yang kemudian dianalisis isinya sesuai teori yang dipaparkan dalam kerangka teoritik. 5. Teknik Analisis Data Sebagai suatu teknik penelitian, analisis isi mencakup prosedur-prosedur khusus untuk memproses data ilmiah yang bertujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru, menyajikan “fakta” dan panduan praktis pelaksanaanya. (Krippendrof, 1991: 15). Berikut adalah gambaran tentang tahapan dalam riset analisis isi yang dipaparkan Rahma Ida dalam Kriyantono (Kriyantono, 2010: 253), antara lain: a. Identifikasi masalah b. Mengenali dan terlibat dengan proses dan konteks dari sumber informasi. Dalam hal ini adalah buku Tuhan Ada di Hatimu Karya Habib Husein Jafar Al Hadar c. Menyeleksi unit analisis yang disebut juga fokus riset. d. Membuat protokol semacam coding form dan membuat daftar beberapa item atau kategori untuk meng-guide pengumpulan data. e. Melakukan pengujian protokol dengan mengoleksi data dari beberapa dokumen. 13 f. Melakukan revisi terhadap protokol. Hal penting dalam revisi protokol adalah menetapkan benar-benar kategorisasi yang dibuat. g. Penentuan sampel, memilih tema. Penekanan utama analisis isi kualitatif adalah untuk memperoleh pemahaman makna-makna, penonjolan, dan tema- tema dari pesan dan untuk memahami proses bagaimana pesan-pesan direpresantisikan. h. Koleksi data berupa pengumpulan informasi dan banyak contoh-contoh deskriptif. Biarkan data dalam bentuk aslinya, tetapi juga masukkan data ke dalam format computer-text-word processing untuk memudahkan menemukan dan mengkoding teks. i. Melakukan analisis data termasuk penghalusan konsep dan koding data yang sudah dilakukan. Membaca semua catatan yang dibuat selama proses riset dan mengulang data-data yang diperoleh selama proses berlangsung. j. Melakukan komparasi dan kontras hal-hal yang ekstrim dan pemilihan kunci- kunci perbedaaan yang muncul dalam setiap kategori atau item teks. Buatlah catatan tekstual. Tulis rangkuman singkat atau melakukan overview terhadap data yang telah terkumpul untuk setiap kategori. k. Melakukan kombinasi antar sesama data dan contoh-contoh kasus yang ada. l. Mengintergrasikan semua temuan data dengan interpretasi periset dan konsep- konsep kunci dalam draft atau format yang berbeda. Berdasarkan gambaran tahapan analisis isi kualitatif di atas, peneliti merumuskan setidaknya ada empat proses kunci dari analisis isi kualitatif yang akan digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1) Menentukan Unit Analisis Unit analisis secara sederhana dapat digambarkan sebagai bagian dari isi yang diteliti dan dipakai untuk menyimpulkan isi dari suatu objek. Bagian dari isi ini dapat berupa kata, kalimat, foto, scene (potongan adegan), dan paragraf (Eriyanto, 2021: 59). Menentukan unit analisis merupakan langkah awal dalam melakukan analisis isi kualitatif. Secara fungsional, unit analisis diklasifikasikan menjadi tiga di antaranya unit sampel, unit pencatatan, dan unit konteks. Unit sampel adalah bagian dari objek yang dipilih (diseleksi) oleh peneliti untuk didalami, peneliti secara tegas menentukan mana isi (content) yang akan diteliti dan mana yang tidak diteliti. Unit 14 pencatatan adalah bagian atau aspek dari isi yang menjadi dasar dalam pencatatan dan analisis. Isi dari suatu teks mempunyai unsur atau elemen, unsur atau bagian ini yang harus didefinisikan sebagai dasar peneliti dalam melakukan pencatatan. Sementara unit konteks adalah konteks apa yang diberikan oleh peneliti untuk memahami atau memberi arti pada hasil pencatatan. Pada proses menentukan unit analisis, peneliti berangkat daripada tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini (Eriyanto, 2021: 59). Berikut skema unit analisis yang telah disesuaikan dengan penelitian penulis: Tabel 1. Unit Analisis Tujuan Penelitian Mengetahui pemikiran dakwah tentang ketauhidan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu Unit Sampling Tulisan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu di halaman 75, 23, 27, 32, 66, 169, 98, 54, 159, 114, dan 85. Unit Pencatatan Narasi, kalimat atau paragraf dalam tulisan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu yang memuat pemikiran dakwah ketauhidan Unit Konteks Kriteria tauhid rububiyyah, uluhiyyah, dan asma wa shifat. Isi tulisan berupa narasi, kalimat atau paragraf, yang memuat kategori ketauhidan berdasarkan kriteria tersebut. (Sumber: Hasil olah data peneliti) 2) Menentukan Kategori Setelah menentukan unit analisis, langkah selanjutnya adalah membuat kategori. Kategori merupakan tahap penting yang berhubungan dengan bagaimana isi (content) dikategorikan oleh peneliti. Menyusun kategori harus dilakukan secara baik dan berhati-hati. Paling tidak terdapat tiga prinsip penting dalam penyusunan kategori antara lain: terpisah satu sama lain, lengkap sehingga dapat menampung semua kemungkinan yang muncul, dan reliabel atau dipahami secara sama oleh semua orang (Eriyanto, 2021: 203). Kategori dalam penelitian ini adalah pemikiran 15 dakwah Habib Husein tentang ketauhidan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu berdasarkan kriteria tauhid rububiyyah, uluhiyyah dan asma wa shifat sesuai indikator-indikatornya. 3) Koding Dalam penelitian kualitatif, kode adalah aspek-aspek apa saja yang ingin kita lihat dalam analisis isi. Kode bisa berupa makna pernyataan, perilaku, peristiwa, perasaan, tindakan dari informan, dan lain sebagainya tergantung dari segmen data yang dihadapi. Hasil koding lalu dimasukan dalam lembar koding (coding sheet). Lembar koding merupakan alat yang dipakai untuk mengukur aspek tertentu dalam isi media. Aspek tertentu dalam penelitian ini adalah pemikiran dakwah tentang ketauhidan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu. Proses koding unit pencatatan dengan menemukan kata, kalimat, narasi, dialog, dalam buku Tuhan Ada di Hatimu yang menunjukkan aspek pemikiran dakwah tentang ketauhidan. 4) Analisis Analisis dilakukan untuk menjawab pertanyaan dari masalah penelitian yang berkaitan dengan indikator pemikiran dakwah ketauhidan dalam buku Tuhan Ada di Hatimu dengan teknik analisis isi kualitatif. Dalam hal ini pemrosesan informasi telah dibuat kategorisasinya, lalu dimasukkan ke dalam tabel koding dan selanjutnya dianalisis. Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. BAB II PEMIKIRAN DAKWAH KETAUHIDAN, DAKWAH BIL QALAM, DAN BUKU SEBAGAI MEDIA DAKWAH A. Pemikiran Dakwah Ketauhidan a. Pengertian Pemikiran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemikiran berasal dari kata “pikir” yang artinya akal budi, ingatan, angan-angan, ahli. Sedangkan berfikir yaitu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Pemikiran adalah proses, cara perbuatan memikir, problem yang memerlukan pemecahan. Sedangkan pemikir adalah orang yang cerdik dan pandai yang hasil pemikirannya dapat dimanfaatkan orang lain seperti filosof. Sedangkan pemikiran menurut para ahli yaitu kata benda dari aktivitas akal yang ada dalam diri manusia, baik kekuatan akal berupa kalbu, atau roh dengan pengmatan dan pendalaman untuk menemukan makna yang tersembunyi dari persoalan yang dapat diketahui maupun untuk sampai pada hukum atau hubungan antar sesuatu. Ibnu Khaldun dalam hal ini mendefinisikan berfikir atau fikir adalah penjamahan bayang-bayang yang telah ada di indera, ini dibalik perasaan dan aplikasi akal di dalamnya untuk membuat analisis dan sintesis. Dari pemikiran di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa pemikiran adalah hasil dari berfikir. Pemikir adalah orang yang cerdik dan pandai yang hasil pemikirannya dapat bermanfaat bagi orang lain. Kegiatan berfikir diperlukan untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa teknologi, ilmu pengetahuan dalam bentuk tulisan dan ilmu sebagainya. Buku adalah salah satu bentuk karya intelektual yan dihasilkan dari pemikiran orang yang berfikir. Sedangkan kegunaan pemikiran adalah untuk aktualisasi potensi sebagaimana manusia telah dibelaki dengan berbagai potensi berupa indera, akal pikiran dan hati. Potensi yang lain adalah kejahatan dan takwa yang Allah ilhamnkan kepadanya. Ketika dilahirkan ke dunia, manusia dalam keadaan tidak mengetahui apapun, kemudian dengan segala potensinya manusia berusaha mengembangkan diri menjadi orang yang berfikir dan berilmu pengetahuan (Armawati, 2003: 93). 16 17 b. Pengertian Dakwah Kata dakwah menurut bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab ‫دعا – يدعو‬ ‫ – د عو‬yang memiliki arti panggilan, seruan dan ajakan. Memanggil dan mengajak orang untuk taat dan beriman kepada Allah SWT sesuai dengan garis Aqidah, syariat, dan akhlak Islam. Kata dakwah secara harfiyah diterjemahkan menjadi “seruan, ajakan, atau panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do’a)” (Pimay, 2005:13). Dr. M. Quraish Shihab (1992:194) mendefinisikan dakwah merupakan seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. pengertian dakwah tersebut dapat dipahami bahwa pada prinsipnya dakwah merupakan upaya mengajak, menyeru kepada manusia dengan cara bijaksana agar tetap di jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah untuk kemashlahatan dan berpegang teguh pada ajaran Allah guna memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Dakwah merupakan bagian terpenting dari ajaran Ialam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Kewajiban ini tercermin dari konsep amar ma’ruf nahi munkar, yakni perintah untuk mengajak masyarakat melakukan kebenaran sekaligus mengajak untuk meninggalkan atau menjauhkan dari perilaku kejahatan. Pijakan dasar pelaksanaan dakwah ada dalam Al-Quran dan Hadits, sebagaimana ada dalam QS An-Nahl ayat 125 berikut: ‫س ُۗ ُن ا َِّن َربَّكَ ُه َو‬ َ ‫سنَ ِة َو َجاد ِْل ُه ْم بِالَّتِ ْي ه‬ َ ْ‫ِي اَح‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬ َ ‫ع ا ِٰلى‬ َ ‫س ِب ْي ِل َر ِبكَ ِب ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬ ُ ‫ا ُ ْد‬ َ‫سبِ ْي ِل ٖه َو ُه َو ا َ ْع َل ُم ِب ْال ُم ْهت َ ِديْن‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ا َ ْعلَ ُم ِب َم ْن‬ َ ‫ض َّل‬ Artinya : “Serulah (manusia) lkepada jalam Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yan baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui siapa ynag mendapat petunjuk. (Departemen Agama). Dakwah merupakan upaya mengajak atau menyeru ke arah kebaikan dan dalam waktu yang sama merupakan upaya mencegah perbuatan munkar atau biasa disebut amar maruf nahii munkar. Yang mana istilah tersebut adalah istilah yang utuh dan tidak dipisahkan. Kesatuan konsep tersebut sebanyak 9 kali dalam 5 surat di dalam Al-Aqur’an, dakwah dengan cara amar maruf diyakini lebih ringan daripada dakwah nahi munkar (Musyafak, dkk, 2021: 61). 18 c. Pengertian Tauhid Tauhid berasal dari bahasa Arab, yaitu wahhada-yuwaahhidu-tauhiidan yang memiliki arti mengesakan, mengakui keesaan Allah (Mustofa, dkk, 2005: 2). Meyakini bahwa Allah itu Esa dan tidak ada sekutu baginya, kesaksian ini kemudian dirumuskan dalam kalimat syahadah: “La ilaha illa Allah” (Tidak Ada Tuhan selain Allah). Sebagaimana firman-Nya dalam QS Thaha (20) ayat 98: ْ ‫َل ا ِٰلهَ ا ََِّل ُه ُۗ َو َو ِس َع ُك َّل ش‬ ‫َيءٍ ِع ْل ًما‬ ْ ‫اِنَّ َما ٓ ا ِٰل ُه ُك ُم اللّٰهُ الَّذ‬ ٓ َ ‫ِي‬ Artinya : “Sungguh, Tuhanmu hanyalah Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.” (QS. Thaha (20) : 98) (Departemen Agaama) Sedangkan secara istilah, tauhid berarti ilmu yang berupaya mengkaji keesaan Allah dengan tujuan agar memperoleh, pengetahuan, pemahaman dan keyakinan mengenal keesaan Allah. Ilmu tentang keesaan Allah itu mencakup kajian tentang seperti apa konsep keesaan Tuhan dalam Islam, bagaimana cara mengesakan Allah Swt, dan mengapa mengesakan Allah Swt. Aspek pokok dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan eksistensi Allah Yang Maha Sempurna, Maha Kuasa, dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Ada empat tingkatan tauhid. Tauhid dapat dikatakan sebagai samudra luas yang tiada bertepi. Pertama, adalah pengakuan melalui lisannya membentuk kalimah la ilaaha ilallah. Tingkatan kedua, adalah pelafalan kalimat itu dibenarkan oleh hatinya. Hal ini sebagaimana pembenaran yang dilakukan oleh kaum muslimin pada umumnya atau iktikad. Tingkatan ketiga, pengakuan itu disaksikan melalui jalan kasyaf dengan perantaraan nur kebenaran (nur al-haq). Tingkatan ini menjadi maqam bagi orang-orang yang dekat dengan Allah (muqarrabin). Tingkatan keempat ia tidak lagi melihat segala yang wujud ini kecuali hanya Allah yang Tunggal, inilah persaksian orang-orang shiddiqiin (Ghazali, 1992: 24). 19 d. Macam-Macam Tauhid Penegasan terhadap karakteristik keesaan Allah Swt dalam ilmu tauhid difokuskan pada tiga dimensi, berikut macam-macam Tauhid menurut Agus Khunaifi dalam bukunya berjudul Ilmu Tauhid sebuah pengantar menuju muslim moderat, yakni: 1. Tauhid Rububiyyah Rububiyyah adalah kata yang dinisbatkan kepada satu nama Allah Swt, yaitu Rabb. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain al-murabbi (pemeliharaan), an-nasir (penolong), al-malik (pemilik), al-mushlih (yang memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-wali (wali). Dalam terminologi syariat Islam, istilah tauhid Rububiyyah berarti “percaya bahwa hanya Allahlah satu- satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdirnya-Nya ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah- sunnah-Nya”. Tauhid Rububiyyah yaitu bahwasanya Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur alam semesta (Aziz, 1998: 9). Dengan cara mentauhidkan Allah Swt. dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya, mengimani bahwa sesungguhnya Dia adalah sang pencipta seluruh langit dan bumi, pemberi rezeki, pengatur urusan hamba-Nya dan pengurus urusan-urusan hamba baik di dunia dan juga di akhirat (ath-Thawiyah, 2000: 12). Dia adalah dzat yang tidak ada sekutu baginya. Allah berfirman dalam QS Az-Zumar ayat 62 sebagai berikut: َ ‫ع ٰلى ُك ِل‬ ‫ش ْيءٍ َّو ِك ْي ٌل‬ َ ‫اَللّٰهُ خَا ِل ُق ُك ِل‬. َ ‫ش ْيءٍ َّۙو ُه َو‬ Artinya : Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu. (QS Az-Zumar: 62) (Departemen Agama). Keyakinan seperti ini bisa dikatakan tauhid bila telah bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah adalah yang berhak disembah tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu. Segala sesuatu selain Allah itu adalah makhluk (Rahmad. 2009: 87). Kewajiban ini wajib dimiliki oleh setiap orang yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah swt. seseorang yang mengaku beriman, tetapi masih meyakini atau mempercayai sesuatu selain Allah, maka 20 keimanannya akan sia-sia karena mereka telah dicap oleh Allah sebagai orang musyrik dan baginya tidak ada ampunan. 2. Tauhid Uluhiyah Menurut bahasa, kata Uluhiyyah berarti kepercayaan bahwa hanya Allah sesembahan yang benar. Hal ini tercermin dalam kelima syahadat yaitu La ilaaha illallah (tidak ada sembahan yang pantas disembah kecuali Allah). Keyakinan tersebut harus dibuktikan dengan amal yang nyata dalam kehidupan sehari-hari yaitu menyembah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun. Tauhid Uluhiyyah adalah tauhid ibadah yang menghendaki manusia hanya menyembah Allah saja, maka lawan dari tauhid ini adalah syirik. Pengertian syirik adalah menyekutukan Allah dengan melakukan perbuatan atau amalan yang tidak sepatutnya ditujukan kepada Allah, akan tetapi ditujukan kepada yang selain dari-Nya, menjadikan Tuhan selain Allah, menyembahnya, mentaatinya, meminta pertolongan kepadanya, dan mencintainya, atau melakukan perbuatan lain seperti itu yang tidak boleh dilakukan kecuali kepada Allah saja. Yaitu mengesakan Allah SWT dari semua makhluk-Nya dengan penuh penghayatan, dan keikhlasan beribadah kepada-Nya, meninggalkan peribadatan selain kepada-Nya (Fazan 1998: 15). Yaitu mengimani segala sesuatu yang datang dari Al-Qur’an dan As-sunnah yang shahih dari Rasulullah, tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah dan menetapkannya untuk Allah sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Manusia tidak boleh memperbudak manusia. Semua yang ada di langit dan di bumi harus taat kepada Allah sebagai Penguasa Tunggal. Tauhid uluhiyah mengarahkan seorang muslim untuk hanya menyembah kepada Allah saja dan tidak menyembah selain-Nya, atau mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyariatkan seperti doa, nadzar, kurban, raja’, tawakkal, taqwa, ibadah dan inabah (kembali/taubat). Dengan ketentuan seperti ini jika seseorang telah melafadzkan kalimat tauhid la ilaha illallah, maka ia tidak boleh menyekutukan Allah dengan yang lain dalam beribadah, dan hendaklah ia melaksanakan ajaran agama hanya untuk Allah saja (Muhammad, 2020: 27). 21 3. Tauhid Asma Wa Sifat Istilah asma wa sifat terdiri dari tiga kata bahas Arab yaitu, asma, wa, dan shifat. Kata asma adalah bentuk plural dari kata ism yang artinya nama. Sedangkan wa artinya dan. Sedangkan shifat adalah bentut plural dari shifah yang artinya sifat. Walaupun pada akhirnya yang akan dibahas hanya definisi Asma dan shifat, sedangkan wa tidak mendapatkan sentuhan definisi, dikarenakan dalam gramatikal Arab ia disebut dengan harf (huruf) yang tentunya tidak memiliki definisi signifikan. Menurut Ibn ‘Utsaimin, Al-Qaul al-Mufid Al Kitab al-Tauhis, Riyadh: Dar Ibn al-Jauzi, arti dari asma wa shifat adalah nama-nama dan sifat-sifat. Sedangkan secara istilah syar’i maka asma wa sifat pasca digandengkan dengan tauhid adalah mengesakan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Yaitu tentang adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada satu pun yang menyamai- Nya dalam zat, sifat atau perbuatan-perbuatan-Nya serta membenarkan nama- nama-Nya yang Maha Mulia (asma’ul husna), dan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna, dan menafikan sifat kurang dan cela dari-Nya (Musa, 1961: 45). Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Baihaqi disebut asmaul husna berjumlah 99 nama, seperti al-Rahman (Maha Pengasih), dan al-Rahim (Maha Penyayang). Sebagaimana yang dikatakan Al Hakami bahwa tauhid asma wa sifat adalah beriman terhadap apa yang Allah sifatkan untuk diri-Nya di dalam Al- Quran dan apa yang Rasulullah deskripsikan bagi Allah, di antara nama-nama- Nya yang terbaik dan sifat-sifat yang tinggi dan mengaplikasikannya sebagaimana yang telah ditetapkan tanpa intervensi visualisatif (al-Hakami, 1997: 57). Jadi dengan konsep tauhid asma wa sifat bisa mewujudkan pembentukan manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Dan menjadi suatu keniscayaan bagi siapa saja yang ingin melahirkan output-output yang berkualitas baik dari sisi taqwa, iman, dan akhlaknya, untuk menjadikan tauhid asma wa sifat sebagai basis penerapan di kehidupan sehari-hari. Ada tiga pondasi utama dalam kaidah-kaidah global asma wa sifat versi Ahlusunnah, yaitu sebagai berikut: (a) Al tanzih (mensucikan Allah) Secara total penyerupaan sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Pondasi ini diformulasikan berdasarkan ayat-ayat Al- 22 Qur’an, diantaranya adalah surat al-syura ayat 11, surat al al-ikhlas ayat 4. (b) Al-Itsbat (menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah) Yaitu beriman terhadap apa yang telah Allah sifatkan untuk diri- Nya sendiri, karena Allah lebih tahu sifat yang layak untuk diri-Nya. sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 141, yang artinya: “apakah kalian lebih mengetahui ataukah Allah”. Disamping itu, beriman terhadap apa yang Nabi Muhammad sifatkan untuk Allah karena tidak ada di antara hamba Allah yang paling mengetahui Allah melainkan utusan-Nya, yaitu Nabi Muhammad di mana beliau mendapatkan wahyu dari Allah melalui malaikat jibril sehingga apa yang dikatakan oleh beliau adalah kebenaran, termasuk ketika beliau berbicara tentang nama dan sifat Allah. Hal ini telah direkomendaasikan sendiri oleh Allah dalam Al-Quran surat al-Najm ayat 3-4 (al-Hakami, 1997: 57). (c) Qath’ al-tama’ min idrak ak-kaifayah (yaitu mengisolasi secara total keinginan untuk mengetahui hakikat visualisasi nama dan sifat Allah.) Yaitu mengisolasi secara total keinginan untuk mengetahui hakikat visualisasi nama dan sifat Allah karena kemustahilan untuk mengetahui hakikat visualisasi masalah ini sangatlah kuat. Bahkan Allah menyatakannya secara eksplisit dalam surat Thaha ayat 110. Yang artinya “Dia (Allah) mengetahui apa saja yang di hadapan mereka (yang akan terjadi) dan di belakang mereka (yang telah terjadi), sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya”. e. Tauhid Sebagai Materi Dakwah Sejatinya dakwah bukan hanya kewenangan ulama atau tokoh agama, karena dakwah Islam memiliki wilayah yang luas dalam semua aspeek kehidupan. Ia memiliki ragam bentuk, metode, media, pesan, pelaku, dan mitra dakwah. Kita sendiri tidak bisa terlepas dari kegiatan dakwah. Apapun yang berkaitan dengan Islam, kita pastikan ada unsur dakwahnya (Fatoni, 2014). Unsur-unsur dakwah adalah segala aspek yang ada sangkut pautnya dengan proses pelaksanaan dakwah, dan sekaligus menyangkut tentang kelangsungannya (Anshari, 1993: 103). Unsur-unsur tersebut adalah da’i (Pelaku dakwah), mad’u 23 (objek dakwah), materi dakwah/maddah, wasilah (media dakwah), thariqoh (metode), dan atsar (efek dakwah). Di sini peneliti membahas salah satu unsur dakwah tersebut yaitu materi dakwah. Yang mana materi dakwah adalah pesan yang disampaikan oleh da’i kepad ma’u yang mengandung kebenaran dan kebaikan bagi manusia yang bersumber dari AL-Quran dan Hadits. Oleh karena itu membahas materi dakwah adalah membahas ajaran Islam itu sendiri, sebab semua ajaran Islam yang sangat luas, bisa dijadikan sebagai maddah dakwah Islam (Aziz, 2004: 194). Materi dakwah, tidak lain adalah al-Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syariah dan akhlak dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya (Bachtiar, 1997:33). Tauhid dalam hal ini bisa menjadi salah satu materi dakwah. Aspek pokok dalam ilmu tauhid adalah keyakinan dakan eksistensi Allah Yang Maha Sempurna, Maha Kuasa, dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. B. Dakwah Bil Qalam Menurut Muhammad Natsir, dalam tulisannya yang berjudul “Fungsi Dakwah Islam dalam rangka Perjuangan” mendefinisikan dakwah sebagai usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia, yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan, kehidupan berumah tangga (usrah), perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara (Natsir, 7). Cara menyampaikan dakwah ini dapat menggunakan berbagai wasilah atau media, salah satunya yaitu Qalam atau tulisan. Pengertian Qalam secara etimologis, berasal dari bahasa Arab qalam dengan bentuk jamak aqlam yang berarti kalam penulis, pena, penulis (Musa. 1961: 355). Al-Shabuni mengungkapkan bahwa qalam adalah pena untuk menulis, alat untuk mencatat berbagai ilmu dari ilmu yang ada dalam kitab Allah Swt. hingga apa yang menjadi pengalaman manusia dari masa ke masa (Kasman, 2004: 119). Diantaranya meliputi buku, majalah, surat kabar, buletin, brosur, dan lain sebagainya. Mengacu pada arti qalam sebagai tulisan, dakwah bil qalam bisa diidentikkan dengan istilah dakwah bil kitabah. Qalam berarti pena, memiliki konotasi lebih aktif 24 karena sebagai alat. Sedangkan kitabah berarti tulisan, berkonotasi pasif karena tulisan merupakan sebuah produk dari pena (Romli, 2013: 20-21). Maka untuk menghindari kerancuan dalam penggunaan kata kitabah atau qalam, peneliti menggunakan istilah dakwah bil kitabah yang merujuk pada istilah dakwah melalui tulisan. Pengertian dakwah bil qalam atau dakwah melalui tulisan yaitu bagaimana cara mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar seperti yang diperintahkan oleh Allah Swt lewat seni tulisan. Pengertian dakwah bil qalam menurut suf kasman yang mengutip dari Departemen Agama RI menyebutkan definisi dakwah bil Qalam adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar menurut perintah Allah Swt melalui tulisan. (kasman 2004: 120). Dakwah semakin maju karena dikembangkan melalui tulisan. Melalui tulisan yang dapat dikemas dengan populer seperti lewat buku yang tersebar dan diterima banyak kalangan, dalam waktu pengaksesannya tergantung kepada waktu kosong mad’u (objek dakwah). dakwah lewat tulisan jauh lebih efektif karena mampu menjangkau sasaran secara luas dan menyebar hingga ke pelosok dunia. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat Nun ayat 1. Dalam hal ini Al-Qurtubi menyatakan bahwa tulisan adalah suatu penjelasan sebagaimana lidah dan qalam yang dipakai menulis (oleh Allah SWT) baik yang ada dilangit maupun yang ada di bumi. Jadi penjelasan Al-Qurtubi menunjukkan bahwa qalam adalah sebuah alat untuk merangkai tulisan, lalu berkembang menjadi alat cetak mencetak. Al-Shabuni mengungkapkan bahwa Qalam atau tulisan adalah pena untuk menulis, alat untuk mencatat berbagai ilmu dari ilmu yang ada dalam kitab Allah Swt. hingga apa yang menjadi pengalaman manusia dari masa ke masa. 25 C. Buku sebagai Media Dakwah Buku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong. Dalam bahasa Indonesia terdapat kitab yang diserap dari bahasa Arab ‫ كتاب‬yang memiliki arti buku. Kemudian pada penggunaan kata tersebut, kata kitab ditujukan hanya kepada sebuah teks atau tulisan yang dijilid menjadi satu. Buku dianggap berhasil jika dapat menggugah minat dari khalayak sasaran dalam memahami isi dari buku tersebut. Untuk mendukung keberhasilan sebuah buku diperlukan sebuah desain yang dapat mencerminkan maksud dan tujuan tersebut. Sedangkan media berasal dari bahasa latin “Medius” yang berarti perantara, tengah atau pengantar. Dalam bahasa Inggris merupakan bentuk jamak dari medium yang berarti tengah, antara atau rata-rata. Sedangkan dalam bahasa Arab, media sama dengan “wasilah” atau dalam bentuk jamak “wasail” yang berarti alat atau perantara. para ahli komunikasi mengatakan media sebagai alat yang menghubungkan pesan komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan (penerima pesan) (Aziz, 2011: 403). Pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pengertian ini berdasarkan pada lima unsur komunikasi Laswell yang salah satunya adalah pesan, yang memiliki makna seperangkat simbol verbal dan non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi. “Pesan mempunyai tiga komponen: makna, simbol, yang digunakan untuk menyampaikan makna dan bentuk atau organisasi pesan.” Buku sebagai media dakwah merupakan penyampaian pesan dakwah menggunakan media tulisan, diantaranya: buku, majalah, surat kabar, risalah, buletin, brosur, dan lainnya. Dalam memanfaatkan media ini, hendaknya ia ditampilkan dalam bahasa yang lancar, mudah dipahami dan menarik terpelajar. Adapun kelebihan buku sebagai media dakwah dari segi efektivitas dalam menyebarluaskan pengetahuan, opini, dan pikiran secara transnasional yang tidak diragukan lagi (Zaini, 71). Masyarakat beranggapan bahwa buku adalah jendela dunia. Seseorang yang senang membaca buku tidak hanya dikalangan dewasa tetapi remaja dan anak-anak. Saat ini banyak yang membutuhkan buku berbau motivasi ataupun ke Islaman. Diantara 26 media cetak yang ada, Habib Husein memilih untuk menyampaikan dakwah lewat hasil karya pada buku. Pada zaman rasulullah, media dakwah terbatas pada penyampaian lisan secara langsung, kemudian disusun dengan perkembangan media tulisan seiring turunnya Al- Quran dan penyebaran ayat-ayat Al-Qur’an pada sahabat baginda Rasulullah saw. Namun, saat ini media dakwah terus berinovasi mengadopsi jenis-jenis media komunikasi masa modern seperti media cetak, elektronik dan online. Tidak dapat dikesampingkan adanya pengaruh positif yang dapat menjadikan media-media tersebut sebagai media dakwah untuk mendorong suksesnya proses penyampaian dakwah sehingga tercapai tujuan dakwah. 1) Macam-Macam Media Dakwah Media yang dapat digunakan dalam berdakwah, secara garis besar dibagi dalam empat kategori, yaitu media visual, media audio, media audio visual, dan media cetak (Jafar, 2013: 38). Yang akan dibahas lebih lanjut oleh peneliti di sini yaitu mengenai media cetak. Media cetak (printed publications) adalah media untuk menyampaikan informasi melalui tulisan yang bercetak. Media cetak merupakan media yang sudah lama dikenal dan mudah dijumpai di mana-mana. Adapun yang termasuk dalam media cetak antara lain buku, surat kabar online, majalah, brosur, surat dan lain sebagainya. a. Buku Buku merupakan kumpulan tulisan seseorang yang telah disusun sehingga seseorang dapat membacanya secara sistematis apa yang diungkapkan oleh penulisnya. Buku juga dapat didefinisikan sebagai jumlah pesan tertulis yang memungkinkan memuat banyak pesan dan memiliki arti bagi masyarakat luas, direncanakan untuk pengetahuan publik tentang sesuatu serta direkan dalam bahan yang tidak mudah rusak dan mudah dibawa (Zaini, 2014: 69). Tujuan utamanya memberi penerangan, penyajikan dan menjelaskan, serta mengabadikan sesuatu dan memindahkan pengetahuan dan informasi di tengah masyarakat dengan memperhatikan kemudahan dan penampilan. Melalui buku ini informasi-informasi atau pesan-pesan dakwah dapat disebarluaskan secara mudah kepada sasaran dakwah. Media berupa buku ini merupakan salah satu medium komunikasi (penyampaian pesan), bukan hanya 27 bisnis semata, tetapi juga untuk penerangan pendidikan dan untuk menambah pengetahuan dan wawasan. Sebagai contoh buku sebagai media dakwah adalah Imam Al-Ghazali menulis Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam Nabawi menulis Riyadh Ash-Ahalihin, dan lain-lain. Buku memiliki kelebihan dibanding media-media lainnya karena pesan dapat disampaikan secara halus dan menyentuh relung hati tanpa merasa digurui. Allah swt menghendaki agar mengkomunikasikan dengan qaulan sadidan yaitu pesan yang dikomunikasikan dengan tepat, menyentuh dan membekas dalam hati. b. Jurnal Jurnal adalah catatan harian (buku), surat kabar harian, buku yang dipakai sebagai buku perantara antara buku harian dan buku besar atau buku yang dipakai untuk mencatat transaksi berdasarkan urutan waktu. Jurnal dapat difungsikan sebagai media dakwah. Jurnal sebagai media dan sarana dakwah diperlukan oleh manusia yang akan berkembang terus menerus sejalan dengan laju dan perkembangan manusia, karena surat kabar memiliki peran penting dalam penyampaian artikel baik yang umum maupun mengenai keIslaman. c. Majalah Majalah biasanya terbit dalam bentuk buku dan terbit dalam waktu berkala, tergantung waktu terbitnya, ada mingguan, tengah bulanan, bulanan, dan seterusnya. Sekalipun majalah telah mempunyai ciri tersendiri, tetapi majalah dapat difungsikan sebagai media dakwah, yaitu dengan jalan menyelipkan misi dakwah ke dalam misinya, bagi majalah yang bertema umum. Jika majalah tersebut majalah keagamaan dapat dimanfaatkan sebagai majalah dakwah. Karakteristik majalah ialah sesuai dengan namanya, harus mengedepankan misi utamanya sebagai wadah penyampaian pesan dakwah. Jadi yang dimaksud majalah dakwah ialah majalah yang menampilkan isi atau informasi yang bernuansa dakwah. Yaitu bertujuan untuk memperbaiki moral, mendidik para pembacanya dengan didikan dakwah dan pesan-pesan keagamaan sekaligus tidak melupakan nuansa hiburan bagi para pembacanya. 28 d. Poster atau plakat Poster atau plakat adalah karya seni atau desain grafis yang memuat koomposisi gambar dan huruf di atas kertas yang berukuran besar. Dakwah dengan poster berarti dakwah dengan ketertarikan dan ingatan. Pesan dakwah tidak akan dibaca bila pandangan mitra dakwah tidak tertuju padanya, ini berbeda jika pesan ditulis dengan kata-kata yang singkat dan mengena atau dengan kata lain, dakwah dengan bahasa iklan. e. Brosur Brosur, pamflet atau buklet adalah terbitan tidak berkala dapat terdiri dari satu hingga sejumlah kecil halaman, tidak terkait dengan lain, dan selesai dengan sekali terbit. Brosur memuat informasi tentang produk disebut juga sebagai katalog produk atau sering hanya disebut katalog. Keunggulan brosur sebagai media dakwah adalah pengulasan sebuah topik secara singkat. BAB III PEMIKIRAN DAKWAH KETAUHIDAN DALAM BUKU TUHAN ADA DI HATIMU KARYA HABIB HUSEIN JAFAR AL HADAR A. Profil Habib Husein Ja’far Al Hadar Husein ja’far Al Hadar atau yang akrab disapa Habib Husein Ja’far atau Habib Husein atau Habib Ja’far ini lahir di Bondowoso, Jawa Timur pada 21 Juni 1988. Saat ini beliau berusia 33 tahun. Ia lahir dari keluarga keturunan Arab. Gelar “Habib” yang disandangkan kepadanya menandakan bahwa ia adalah seseorang yang memiliki garis keturunan langsung kepada Nabi Muhammad. Sehingga dengan gelar tersebut, ia memiliki tanggung jawab lebih untuk berdakwah dan menyebarkan syiar-syiar Islam (Amelia Sari, mediaindonesia.com, diakses pada 10 Desember 2021). Habib Husein dikenal sebagai intelektual muda Islam. Ia pernah mengenyam pendidikan di sebuah pesantren di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur. Ia kemudian pindah ke Jakarta. Habib Husein melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dengan mengambil Jurusan Akidah dan Filsafat Islam. Setelah lulus S-1, Habib Husein melanjutkan ke program pascasarjana di kampus yang sama pada Jurusan Tafsir Hadis. Beliau juga aktif sebagai Direktur Akademi Kebudayaan Islam Jakarta & Aktivis di Gerakan Islam Cinta (Hidayat, Suara.com, diakses Selasa 28 September 2021). (www.indozone.id) Gambar 1 Habib Husein Jafar Al Hadar 1 29 30 Saat ini, Habib Husein berkarir menjadi seorang penulis, pendakwah dan content creator dakwah Islam. Sebagai seorang penulis, Habib Husein memiliki berbagai macam karya tulisan. Sejak beberapa waktu lalu, hampir 100-an lebih artikel yang ia tulis dan dimuat di berbagai media lokal dan nasional. Beberapa tulisannya juga sudah di bukukan dan diterbitkan. Dua diantaranya berjudul Anakku dibunuh Israel dan “Mazhab” Fadlullah. Buku pertama berkisah tentang biografi politik pejuang Hizbullah Lebanon, Imad Mugniyyah. Sedangkan buku kedua, mengulas biografi tokoh moderat Lebanon, Sayyid Muhammad Husein Fadlullah. Kabar terakhir, pihak penerbit juga tertarik menerbitkan kembali skripsinya yang berjudul “Syaikh Abu Bakar bin Salim: Biografi sufistik tentang sosok, Pemikiran dan Thariqahnya”. Karya ini membincang titik temu antara sufi Falsafi dan Sufi Akhlaqiy. Selepas kuliah di UIN, ia berharap Tuhan memberinya kesempatan melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya. Kalau tidak di Timur Tengah, ia berharap bisa kuliah ke Eropa, Amerika Serikat, atau Australia. Sebagai seorang conten creator, Habib Husein saat ini mengembangkan channel youtube miliknya bernama “Jeda Nulis”. Ia hadir dengan penuh kecintaan, kedamaian, santun, tidak meledak-ledak serta dengan menggunakan bahasa yang santai khas anak muda. Selain youtube, pedekatannya dengan anak muda ia tunjukkan melalui media sosial seperti Instagram, Twiteer. Ia juga berkolaborasi dengan beberapa publik figure yang mewakili sosok anak muda. Habib Husein Jafar Al Hadar sering berkolaborasi dengan komedian Tretan Muslim dan Coki Pardede di Majelis Lucu Indonesia. Mereka kemudian berkolaborasi melalui kultum Pemuda Tersesat yang menjawab pertanyaan-pertanyaan anak muda dari berbagai latar agama, suku, budaya yang disampaikan melalui media sosial. (Liberti, detik.com, diakses pada 10 Desember 2021). Menyandang gelar habib tentu bisa menjadi beban sekaligus sebuah keistimewaan tersendiri. Demikian pula bagi Habib Husein Ja’far. Namun dia akan terus berikhtiar memanfaatkan hal tersebut dengan baik. Yakni, dengan merangkul siapa saja. Bukan hanya orang yang seiman dan seagama dengannya, tetapi juga orang- orang yang berbeda latar belakang. Bagi Habib Husein Jafar, sang ayah Habib Husein Jafar memang menurunkan jiwa nasionalisme dan toleransi. Nilai itu tertanam dan mengakar kuat dalam dirinya. Sejak kecil, keduanya terbiasa berdiskusi. Biasanya, selepas subuh dan maghrib. Mereka berdiskusi tentang apa saja. Namun, sebagian besar 31 seputar agama dan kehidupan (Ginanjar, www.jawapos.com, diakses pada 10 Desember 2021). Gambar 2 Habib Husein Jafar Al Hadar 1 (www.pesantren.id) Habib Husein sudah 16 tahun menekuni jalur dakwah. Ia juga rajin menulis, baik buku maupun artikel di media massa. Dakwah nya pun membawa warna baru. Nilai-nilai kebersamaan dalam kebaikan. Itulah yang ingin terus dikampanyekan. Menurut dia, berbeda itu bukan berarti satu di antaranya buruk ataupun jahat. Namun jadi sama-sama baik. Hanya perspektifnya yang berbeda. Habib Husein Jafar tidak ingin membalut agama dengan nuansa keras, berat, atau sulit dipahami. Sebaliknya, dakwah yang disampaikan dengan candaan-candaan. Metode itu diyakini lebih mampu mentransmisikan pesan. Misalnya, dengan latar belakangnya yang disebut “Madura Swasta”. Dia pun sering membuat konten dakwah berbahasa Madura. Dia menyatakan, model dakwahnya sangat dipengaruhi gaya dakwah Emha Ainun Najib alias Cak Nun. Sampai saat ini, Habib juga mengikuti pengajian ala Jamaah Maiyah yang diasuh Cak Nun tersebut. Membaur, tidak berjarak, dan penuh nuansa kegembiraan (Ginanjar, Jawapos.com, diakses Rabu 29 September 2021). Habib Husein mengatakan bahwa dirinya sudah menulis semenjak 10 tahun yang lalu mengenai tema-tema keIslaman di media massa. Selain dunia kepenulisan, media sosial juga dipilih Habib Husein menjadi salah satu media dakwah, yang mana 32 bukan hanya sekedar untuk menghadirkan oase di tengah-tengah kepungan narasi negatif. Namun Habib Husein menyasar anak-anak muda yang “berkerumun” di media sosial. Menurutnya, para milenial ingin keberagaman yang instan. Mereka ingin masuk dalam Islam secara utuh dengan cara yang instan. Tidak mau nyantri, tidak mau belajar kitab, tidak mau belajar Bahasa Arab, tidak mau belajar ilmu-ilmu Islam. Karena itu anak-anak muda generasi milenial ini juga memerlukan perhatian daripada ulama. Kita harus datang kepada mereka untuk memberi narasi positif. Harus proaktif dan memakai pendekatan yang menarik versi mereka, agar mampu mengajak mereka berIslam secara lebih mendalam. B. Deskripsi Buku Tuhan Ada Di Hatimu Tuhan Ada di Hatimu merupakan sebuah buku milik Habib Husein Jafar Al- Hadar, seorang peminat Studi Agama dan Filsafat, Direktur Culturan Islamic Jakarta, Aktivis di Gerakan Islam Cinta, Penulis, Kontributor tulisan di berbagai media nasional. Judul lengkapnya yaitu “Tak di Ka’bah, di Vatikan, atau di Tembok Ratapan, Tuhan Ada di Hatimu”. Dalam buku tersebut Habib Husein memberikan pandangan berbagai hal dari sudut pandang Islam yang indah. Termasuk dengan kondisi kekinian, yang semuanya dapat dijawab dengan ajaran dalam Islam sebagai agama yang tak pernah lekang oleh waktu (Ferdian, www.darunnun.com, diakses pada 10 Desember 2021). Pada Juli 2020, Habib Husein meluncurkan buku Tuhan ada di Hatimu ini. Berikut nama-nama dibalik suksesnya buku miliknya. Ahmad Najib, sang penyunting naskahnya. LS, sang penyelaras aksara. Elhedotz dan platypo, pembuat desain isi dan sampul. Aminah anifa, sang ilustrator sampul. Dan freepik.com, sang ilustrasi isi. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Noura Books PT Mizan Publika (Anggota IKAPI) yang sekarang telah memasuki cetakan ke 5, pada februari 2021. Dan memiliki nomor ISBN 978-623-242-147-9. 33 Gambar 3 Buku Tuhan Ada Di Hatimu 1 (www.tebuireng.online) Buku ini membedah lontaran pemikiran Habib Husein dalam dakwahnya di media sosial. Salah satunya ia pernah mencuitkan lontaran khasnya seperti “berpikir substantif” atau “Islam lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas”. Buku ini menguraikan lontaran tersebut dalam argumentasi yang lebih kokoh tapi tetap mudah dipahami. Dia mendasarkan argumentasinya dengan menjelajahi khasanah klasik Islam dari mulai fiqih, sejarah, hingga tasawuf. Habib Husein menyajikan penjelajahannya ini tanpa terjebak ke dalam keruwetan istilah teknis yang hanya bisa dipahami oleh pelajar ilmu keIslaman. Bisa dibilang penjelajahannya sederhana tapi mengena. Dari 19 esai terpisah yang ada dalam buku ini, kita bisa menarik benang merah ajaran Islam tidak bisa hanya didekati oleh pemahaman literal atas teks-teks suci, apalagi sekadar bermodalkan terjemahan (Kukukata.id diakses pada 12 Desember 2021). Sebagaimana lazimnya praktik berbahasa manusia, kita selalu memiliki keterbatasan dalam menyampaikan makna. Bahkan, kata kadang juga bisa dipahami dari peristiwa yang melingkupi waktu pengucapannya (konteks). Jika kata belum mampu mengungkapkan sepenuhnya makna yang diinginkan oleh manusia, apalagi firman Allah, Zat yang tak terbatas. Al-Qur’an sendiri mengisyaratkan dirinya memiliki lapisan-lapisan makna, sehingga membutuhkan tafsir. Untuk menguasai ilmu-ilmu keIslaman, seseorang pun harus menguasai ilmu bahasa sebagai alatnya. Habib Husein mengajak pembaca tak melupakan dimensi estoteris ajaran Islam yaitu Tasawuf. Dimensi ini berkaitan dengan pengaktifan hati atau jiwa manusia. Mungkin karenanya, buku ini diberi judul Tuhan Ada di Hatimu. Dalam banyak tradisi spiritual, hati dipandang tempat bersemayam kesadaran ilahiah manusia. Suara hati 34 lebih bisa mendekati kebenaran jika dibandingkan dengan pikiran. kita bisa memalsukan pikiran demi membenarkan tindakan tapi tidak dengan hati. Secanggih apapun argumen untuk membungkus perbuatan zalim, ia tak akan bisa meredam kegelisahan suara hati. Diantara para Habib atau keturunan Nabi Muhammad SAW. yang paling sering muncul di sosial media dan menjadi idola kawula muda adalah sosok bernama Habib Husein bin Ja’far al-Hadar. Sebagai Habib yang masih muda, ia berdakwah menampilkan Islam yang “anti-mainstream”. Karena dari judulnya saja, Habib Husein menerangkan pada pembukaan buku tersebut bahwasanya judul itu ia ambil setelah melihat fenomena ka’bah itu sepi. Sebagaimana ketetapan di negara-negara lain, pemerintah Arab Saudi juga menutup kuota melaksanakan ibadah Haji dikarenakan pandemi. Kemudian, sempat muncul di media foto tukang bersih-bersih yang ditugaskan mengepel pelataran Ka’bah. Dari fenomena tersebut, Habib Husein mencuit di akun twitternya, “Tuhan tak di Ka’bah, tak di Vatikan, tak juga di Tembok Ratapan, Tuhan Ada di Hatimu.” Hasil perenungan tersebut tak semata membaca alam dan sekitarnya saja, tapi juga hasil Habib Husein pernah membaca satu kutipan dari puisi besar Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi, Kitab 4, Bab Kisah Nabi Sulaiman dan Masjid Aqsa: “Aku mencari Tuhan di masjid, gereja dan kuil, tapi aku menemukan-Nya di Hatiku”. Kemudian beliau modifikasi menjadi sebagaimana yang ia tulis di akun twitternya (Haidar, ibtimes.id). Buku ini mengajak pembaca untuk mengenal dakwah Islam yang sarat akan nafas cinta, kasih, dan penuh lemah lembut. Alih-alih disampaikan dengan bahasa yang kaku, buku ini menyampaikan konten dakwah dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti oleh kaum muda. Dimulai dengan prolog “Tuhan ada di hatimu”, Habib Ja’far mengajak kita untuk melihat hal-hal yang berada di sekitar kita sebagai tanda- tanda kehadiran dan kebesaran-Nya. Bumi ini sejatinya adalah masjid, dimanapun kita bersujud dan menyebut nama-Nya di situlah Tuhan berada, tidak terbatas hanya pada bangunan yang kita sebut masjid (www.kompasiana.com). Buku ini menjelaskan tentang berbagai hal, seperti hijrah, akhlak Islam, dan Islam itu sendiri. Menurut Habib Husein Ja’far Al-Hadar, itu semua dibawakan dengan sangat friendly dan mudah dipahami. Buku yang bisa kita semua jadikan refleksi, membuka pikiran kita tentang beberapa hal dari sudut pandang Islam. tidak menggunakan bahasa yang sulit, mengalir saja membaca ini, asyik tanpa jeda, saking bahasanya mudah dimengerti. Selain itu, buku ini memiliki design yang berwarna, ada 35 gambar, dan ada kutipan dihampir setiap halamannya. Buku ini dibagi dengan empat tema yang berbeda, yaitu hijrah, Islam yang bijak, akhlak Islam, dan tentang toleransi. Tema di atas merupakan respon terhadap isu-isu yang kekinian dan anak muda banget. Husein Ja’far atau yang lebih sering dipanggil Habib Huesein mampu menjelaskan penjabaran fenomena ini dengan praktis namun dengan bersumber kepada kitab klasik maupun Al-Quran dan Hadits. (www.shofwhere.com) Pada bagian pertama, Habib Husein menjelaskan kritik kepada golongan yang sedang hijrah. Hijrah itu tidak sekedar berubah dari belum berkerudung menjadi berkerudung, dari tidak berjenggot menjadi berjenggot, tapi lebih ke substansi sebagai seorang muslim. Kita harus lebih murah senyum, bersikap lebih ramah kepada orang lain, lebih maju dalam ilmu pengetahuan, dan memiliki kepekaan sosial. (www.kompasiana.com). Bab pertama adalah mengenalkan tentang hijrah, bagaimana muslim yang seharusnya bisa menyelami sejuknya Islam dengan lebih baik, bukan hanya sebatas penampilan luar namun hingga ke dalam pemikiran. Hijrah jangan hanya berhenti di satu titik, karena menimba ilmu harus terus menerus. Fenomena ini bisa jadi dipengaruhi oleh makin maraknya gelombang “hijrah” yang menyiratkan untuk kembali merujuk pada Al-Quran dan Hadits. Dalam berhijrah, kita juga dapat menyampaikan kebaikan atau dakwah dengan menggunakan bahasa yang halus tanpa menghujat, mengajak tanpa mencela, sehingga dapat diterima dengan baik. Mengajarkan konsep sunnah Rasulullah kepada kaum muda menjadi lebih mudah dipahami. Konsep mengikuti sunnah Rasulullah sendiri bukan konsep yang sekedar membuat kita ke arab-arab an namun kita menjadi mengerti bahwa sunnah merupakan bentuk komitmen dan kecintaan kepada Rasulullah (www.kompasiana.com). Habib juga menggarisbawahi perihal hijrah, bahwa jika kita berhijrah menuju Allah maka sebaiknya juga berbanding lurus dengan hijrahnya sikap kita pada sesama manusia. Tidak dengan mudahnya menjustifikasi seseorang yang kita anggap belum berhijrah sebagai orang yang “sesat”, dan bukan pula semakin mengekslusifkan diri sebagai orang yang paling benar dan hanya mau bergaul dengan yang sepemahaman. Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia mengajarkan kepada penganutnya untuk berhubungan baik dengan siapapun tanpa memandang status keberagamannya. Namun akhir-akhr ini banyak juga ditemui oknum yang mengaku Islam tapi tidak dapat menerima perbedaan bahkan perbedaan dalam mazhab Islam sekalipun. 36 Buku ini juga mengenalkan bagaimana pembaca harus menumbuhkan akhlak yang baik. Akhlak merupakan output dari proses beragama, atau dapat dibilang sebagai outfit dari agama yang kita anut. Dengan berakhlak yang baik, pandangan non-muslim mengenai Islam yang selama ini mereka kenal “keras” akan perlahan membaik dan menjadi agama yang penuh perdamaian, cinta, dan rahmatalil ‘alamin. Beda pendapat antar muslim juga sebenarnya hal yang wajar, ada dasar pada setiap pendapat yang diambil sebagai dasar hukum. Sayangnya, beberapa masih banyak yang menjadikan perbedaan itu sebagai hal yang harus dihilangkan, menganggap A benar sedangkan B, C atau D adalah salah. Buku ini mengajarkan pada pembaca bahwa perbedan itu sebuah keniscayaan, bukan sesuatu yang harus ditakuti atau diperangi. Perbedaan juga menjadi hal yang harus dihargai, bisa jadi A benar sedangkan B, C, D juga benar, sehingga tidak perlu untuk saling menyalahkan dan mengklaim ada yang paling benar dan yang lainnya salah. Begitu pula ketika hendak menasehati, mengajak dengan akhlak yang santun dan bukan paksaan (www.kompasiana.com). Selanjutnya adalah Bab Islam Bijak, bukan Bajak. Habib menyoroti tentang bisakah agama dinista dan Tuhan dibela? Persis seperti kejadian beberapa tahun silam yang cukup menyita perhatian. Kasus yang menurut sebagian orang penistaan agama yang dilakukan kepala daerah. Memang sudah kewajiban kita untuk membela Tuhan, namun pembelaan seperti apa dulu yang dimaksud. Jangan-jangan bukan Tuhan yang dibela, tapi ego kita sendiri. Beliau memaparkan tentang anggapan orang-orang yang sering salah memaknai kata “menolong dan membela Tuhan”. Dalam QS Muhammad (47) ayat 7 yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Departemen Agama). Pernah mendengar pernyataan ini sebelumnya? Benar belum tentu baik, begitu juga sebaliknya. Kita meyakini bahwa nilai-nilai agama yang kita anut membawa kebenaran untuk kita, namun apakah kita sudah menyampaikan nilai-nilai itu pada orang lain dengan cara baik dan juga indah? Bukan semata menakut-nakuti mereka dengan konsep surga-neraka, pahala-dosa. Selanjutnnya adalah bab Akhlak Islam, Habib ingin menekankan bahwa dalam Islam, akhlak adalah suatu yang sangat esensial. Nabi Muhammad SAW diturunkan juga untuk memperbaiki akhlak masyarakat pada masa itu. Akhlak yang santun, menghargai perbedaan, tidak mengganggu atau menyusahkan orang lain dan berlaku 37 adil adalah beberapa sikap Nabi yang harusnya kita tiru. Maka dari itu kalau ada seseorang yang membawa nama Islam akan tetapi jauh dari akhlak nabi, maka dia ikut siapa? Nabi dahulu sibuk mempersatukan yang beda, mengapa sekarang banyak yang mengkafirkan, menyesatkan, membid’ahkan sesama muslim, hal ini tentunya menjadi bahan renungan untuk kita semua. Perkara akhlak, kita juga harus dapat mengolah informasi yang berisi berita hoaks. Kita harus benar-benar menelusuri kabar yang datang kepada kita, entah itu melalui lisan atau smartphone. Harus haqqul yaqin, benar- benar yakin, bukan hoaks-qul yaqin atau yakin pada hoaks hanya karena malas ngecek sumber berita atau lantaran kabar itu menguntungkan kita (www/kompasiana.com). Terakhir, habib menjabarkan tentang toleransi dalam Bab Nada, Canda dan Beda yang be

Use Quizgecko on...
Browser
Browser