Materi LCTP 2024 Putaran I PDF
Document Details
Uploaded by PermissibleCubism
SMK Citra Medika Sragen
2024
Tags
Related
- Materi Lomba Cepat Tepat Perpajakan SMA/SMK/MA 2024 PDF
- Materi Lomba Cepat Tepat Perpajakan SMA/SMK/MA 2024 Jakarta Timur PDF
- Pengantar Akuntansi Perpajakan PDF
- Pert 2 Bea Materai (Ganjil 2024/2025) untuk Mahasiswa PDF
- Reformasi Administrasi Perpajakan PDF
- Soal Mojakoe Pajak 1 UAS Genap 2023-2024 PDF
Summary
This document is a study material (`Materi LCTP`) for the 2024 academic year, focusing on the concept of taxes. It covers the definition, role as a form of collaboration, and benefits within the context of national development.
Full Transcript
MATERI LCTP 2024 PUTARAN I A. Konsep Pajak Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan istilah pajak. Pajak merupakan hak dan kewajiban yang melekat pada setiap warga n...
MATERI LCTP 2024 PUTARAN I A. Konsep Pajak Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan istilah pajak. Pajak merupakan hak dan kewajiban yang melekat pada setiap warga negara. Oleh karena itu, pajak sangat dekat dengan kehidupan kita. Lalu, apakah yang dimaksud dengan pajak? Sebelum kita membahasnya secara mendalam, perlu pemahaman awal mengenai pajak itu sendiri. 1. Pengertian Pajak Dalam kehidupan sehari-hari, istilah pajak seringkali kita dengar. Lalu, apa sebenarnya pengertian dari pajak? Berikut ini beberapa pendapat ahli mengenai pengertian pajak. a. Menurut Rochmat Soemitro (1979) pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegenprestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (publieke uitgaven), dan yang digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan. Kemudian, pengertian tersebut disempurnakan menjadi pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. b. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (Santoso Brotodihardjo,1979) pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang- barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Setiawan (2008) menyatakan bahwa berdasarkan kedua pengertian di atas terdapat ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu sebagai berikut. a. Pajak merupakan kewajiban rakyat kepada negara untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan dengan cara membayar pajak yang telah diatur dalam undang-undang sehingga dapat dipaksakan. b. Pembayar pajak tidak mendapatkan jasa timbal balik yang dapat ditunjukkan secara langsung. c. Pajak yang dipungut pemerintah dari rakyat diharapkan dapat digunakan seefisien mungkin dalam membiayai pengeluaran negara baik rutin maupun pembangunan. d. Pajak mempunyai fungsi budgeter, yaitu sebagai pengisi kas/anggaran negara. Selain itu, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Dengan adanya MATERI LCTP 2024 PUTARAN I public investment diharapkan roda pembangunan nasional menuju Indonesia sejahtera akan dapat terwujud. 2. Membayar Pajak sebagai Bentuk Gotong Royong Gotong royong merupakan nilai asli bangsa Indonesia. Gotong royong mengajarkan agar setiap warga negara memikul beban secara bersama-sama. Kerja sama merupakan bentuk kehidupan bermasyarakat untuk mengelola kehidupan menjadi lebih baik dan sejahtera. Untuk mewujudkan hal ini, perlu ditumbuhkan kesadaran dan kepedulian sukarela dari wajib pajak. Membayar pajak bukan semata-mata perbuatan sukarela atau karena kesadaran melainkan memberikan pengertian bahwa masyarakat dituntut untuk melaksanakan kewajiban kenegaraan dengan membayar pajak secara sukarela dan penuh kesadaran sebagai aktualisasi semangat gotong royong atau solidaritas nasional untuk membangun perekonomian nasional. (Ibrahim & Arum, 2018) POLISI Gambar 2.1 Pajak memberi manfaat untuk kepentingan umum. Sumber: freepik.com/pch.vector Nilai gotong royong sesuai dengan Pancasila, yaitu sebagai usaha yang dilakukan secara bersama, tanpa diberi imbalan yang ditujukan untuk kepentingan umum atau bersama, seperti membuat jalan umum, keamanan daerah, dan sebagainya. Di dalam gotong royong terdapat nilai tolong-menolong yang juga merupakan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu secara sukarela dan ikhlas melakukan sesuatu untuk orang lain yang sifatnya individual tanpa mengharapkan suatu imbalan MATERI LCTP 2024 PUTARAN I dari yang dibantu. Kaitannya dengan membayar pajak, nilai Pancasila ini dapat dibenarkan karena uang yang dikeluarkan oleh wajib pajak akan kembali lagi dalam bentuk manfaat yang berbeda di lingkungan tempat tinggalnya. Berikut perkembangan teori hukum dewasa ini (suatu contoh di bidang hukum pajak). a. Theory of Reasoned Action dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Yogatama (2014) menyatakan bahwa niat menentukan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Relevansinya dengan penelitian ini adalah bahwa seseorang dalam menentukan perilaku patuh atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi rasionalitas dalam mempertimbangkan manfaat dari pajak dan juga pengaruh orang lain yang memengaruhi keputusan dalam patuh pajak. b. Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Theory of Planned of Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut. c. Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial) mengatakan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung (Jatmiko, 2006). Menurut Bandura (1977) dalam Jatmiko (2006), proses dalam pembelajaran sosial meliputi proses perhatian (attentional), proses penahanan (retention), dan proses reproduksi motorik. Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika melalui pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak tersebut telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Menurut Rakhmat (1996) dalam Saraswati (2012), pengertian sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut (Berkowitz, 1972 dalam Saraswati, 2012). Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Seseorang yang mendukung atas suatu objek sikap akan memiliki kecenderungan bertindak untuk melakukan tindakan terhadap objek sikap. Seorang wajib pajak yang mendukung (bersikap positif) terhadap tindakan kepatuhan pajak akan memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan kepatuhan pajak. Demikian pula sebaliknya, seorang wajib pajak yang tidak mendukung (bersikap negatif) terhadap tindakan kepatuhan MATERI LCTP 2024 PUTARAN I pajak akan memiliki kecenderungan untuk tidak melakukan tindakan kepatuhan pajak. Saraswati (2012) membuktikan bahwa sikap wajib pajak terhadap kepatuhan pajak berpengaruh positif terhadap perilaku kepatuhan pajak. (Febriani, Y., 2015) 3. Manfaat dan Fungsi Pajak Salah satu kewajiban warga negara yang diatur dalam UUD Tahun 1945, yaitu kewajiban warga negara untuk membayar pajak. Pajak merupakan pendapatan andalan negara untuk melakukan pembangunan nasional berupa infrastruktur dan fasilitas publik. Untuk dapat mewujudkan pembangunan nasional, kepercayaan warga negara perlu dijaga dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah. Dengan demikian, pemerintah akan mengelola pajak sesuai dengan ketentuan perundang- undangan. Pajak digunakan negara untuk pembiayaan berbagai proyek pembangunan infras- truktur, biaya pendidikan, biaya kesehatan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), gaji pegawai negeri, dan pembangunan fasil- itas publik. Pembangunan yang dibiayai dari pajak di antaran- ya sarana umum, seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/ puskesmas, dan kantor polisi. Semakin banyak pajak yang di- pungut, semakin banyak pula fasilitas dan infrastruktur yang dibangun. Hal ini menunjukkan bahwa pajak merupakan ujung tombak pembangunan sebuah negara. Oleh karena itu, sudah Gambar 2.2 Manfaat pajak di antaranya untuk sepantasnya sebagai warga membiayai infrastuktur, pendidikan, dan kesehatan. negara yang baik untuk taat Sumber:Arief Kuswanadji membayar pajak dan memelihara hasil-hasil pembangunan. Berikut manfaat pajak menurut Suparmoko (2013). a. Membiayai pengeluaran-pengeluaran negara seperti pengeluaran yang bersifat self liquiditing. Contohnya, pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I b. Membiayai pengeluaran reproduktif, yaitu pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian. c. Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif. Contohnya, pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi. d. Membiayai pengeluaran yang tidak produktif. Contohnya, pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang, seperti pengeluaran untuk anak yatim piatu. (Aliyah, S. 2014) Selain manfaat pajak di atas, menurut IAI (2012) pajak juga berfungsi sebagai sumber dana (budgetair), mengatur atau melaksanakan kebijakan tertentu (reguleren), fungsi redistribusi serta fungsi demokrasi. Berikut uraian fungsi- fungsi pajak tersebut. a. Fungsi penerimaan (budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Dalam APBN, pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri. b. Fungsi mengatur (reguleren) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi, misalnya PPn BM untuk minuman keras dan barang-barang mewah lainnya. c. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. d. Fungsi demokrasi Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak. (Kusuma, A. I., 2016) Selain memiliki fungsi dan manfaat seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pajak juga digunakan untuk memelihara hasil-hasil pembangunan. Saat ini, pemerintah sedang gencar membangun berbagai sarana dan prasarana bagi masyarakat seperti, jalan, halte bus, jalur kereta, penambahan angkutan umum, taman, dan fasilitas olahraga. Akan tetapi, tidak sedikit terjadi kerusakan pada berbagai hasil pembangunan tersebut. Contohnya, taman yang tidak terawat, rumput yang rusak karena tidak MATERI LCTP 2024 PUTARAN I mematuhi aturan untuk tidak menginjak rumput, toilet umum yang dicoret-coret dan tidak terjaga kebersihann- ya, toilet umum yang terbengkalai dan bahkan dirusak masyarakat, serta banyak lagi jenis kerusakan yang terja- di pada hasil pemban- gunan. Salah satu upaya untuk meminimali- sir kerusakan, penge- Gambar 2.3 Pajak digunakan untuk membiayai perbaikan jalan lola menetapkan atur- umum. Sumber: freepik.com/aleksandarlittlewolf an penggunaan hasil pembangunan, seperti antre dan tertib, tidak gaduh, dan tidak melakukan yang dilarang. Hasil pembangunan perlu dipelihara untuk memudahkan kepentingan masyarakat dan meminimalisir berbagai perbaikan. Dengan demikian akan lebih banyak orang yang dapat menikmatinya. Selain itu, fasilitas umum yang baik akan menimbulkan kenyamanan bagi setiap masyarakat. Oleh karena hasil pembangunan merupakan kebutuhan bersama maka menjaga dan memeliharanya pun menjadi kewajiban bersama setiap warga. Untuk menjaga hasil pembangunan setiap warga harus memiliki rasa tanggung jawab atas kepemilikan bersama setiap hasil pembangunan yang ada. Untuk menjaga hasil pembangunan dapat dilakukan dengan cara berikut. a. Menjaga kebersihan toilet umum. b. Tidak membuang sampah sembarangan dan membuang sampah pada tempatnya. c. Tidak mencoret-coret dinding bangunan fasilitas umum. d. Tidak memetik bunga sembarangan dan menginjak rumput yang sudah dipelihara dengan baik. e. Menjaga kebersihan angkutan umum yang telah disediakan pemerintah. f. Menaati setiap peraturan yang berlaku. g. Menggunakan fasilitas umum yang sesuai, misalnya fasilitas umum yang hanya diperuntukan bagi disabilitas dan kebutuhan khusus tidak boleh digunakan oleh masyarakat normal. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Gambar 2.4 Menjaga kebersihan fasilitas umum merupakan kewajiban setiap warga masyarakat. Sumber: freepik.com/schantalao h. Mulai peduli pada lingkungan sekitar, karena negara merupakan cerminan dari masyarakatnya. Jika ingin terlihat tertata, indah, dan bersih maka masyarakat pun sebaiknya bekerja sama dan bertanggung jawab untuk itu. i. Membuat program yang melibatkan lebih banyak masyarakat sehingga tumbuh rasa memiliki pada fasilitas umum tersebut. B. Jenis, Objek, dan Subjek Pajak Pajak sebagai sumber utama pendapatan negara tidak akan terkumpul jika tidak memiliki unsur-unsur pajak. Sebagai wajib pajak, sebaiknya mengetahui unsur-unsur pajak yang meliputi subjek pajak, objek pajak, wajib pajak, dan tarif pajak. Dengan demikian, wajib pajak dapat mengetahui berapa besarnya pajak yang harus dibayarkan. Secara sederhana, objek pajak merupakan sumber pendapatan yang dikenakan pajak. Adapun subjek pajak merupakan perorangan atau badan yang ditetapkan menjadi subjek pajak. Setiap subjek pajak pasti mempunyai objek pajak. Sementara, orang atau badan yang punya kewajiban pajak disebut sebagai wajib pajak. Setiap jenis pajak sudah tentu memiliki subjek dan objek pajaknya sendiri. 1. Jenis Pajak Berdasarkan pengelolaannya pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I a. Pajak pusat Pajak pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat. Jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan, Perkebunan, dan Perhutanan (PBB Sektor P3), serta bea materai. b. Pajak daerah Pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah. Jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah meliputi Gambar 2.5 Materai tempel merupakan contoh pajak hiburan, pajak restoran, jenis pajak yang dikelola pemerintah pusat. pajak reklame, pajak hotel, pajak Sumber: instagram Ditjenpajak RI pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C, dan lain- lain. Selanjutnya, pajak-pajak tersebut dibagi pengadministrasiannya dikelola oleh provinsi dan kabupaten/ kota. Dengan demikian, berdasarkan pengelolaannya pajak daerah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1) Pajak provinsi yang meliputi: a) Pajak kendaraan bermotor, yaitu pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan motor. b) Bea balik nama kendaraan bermotor, yaitu pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak, atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, yaitu pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. d) Pajak air permukaan, yaitu pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. e) Pajak rokok, yaitu pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Gambar 2.6 Kedai kopi merupakan salah satu contoh usaha yang dikenai pajak daerah. Sumber: freepik.com/stories 2) Pajak kabupaten/kota yang meliputi: a) Pajak hotel, yaitu pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. b) Pajak restoran, yaitu pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. c) Pajak hiburan, yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan. d) Pajak reklame, yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame. e) Pajak penerangan jalan, yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. f) Pajak parkir, yaitu pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. g) Pajak air tanah, yaitu pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. h) Pajak mineral bukan logam dan batuan, yaitu pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. i) Pajak sarang burung walet, yaitu pajak atas kegiatan pengambilan dan/ atau pengusahaan sarang burung wallet. j) Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, yaitu pajak atas k) bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I l) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, yaitu pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pajak Pajak Hiburan Hotel Pajak Pajak Restoran Sarang Burung Walet Pajak Pajak Parkir Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Penerangan Jalan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pajak Pajak Reklame yang dipungut Pajak Kabupaten/Kota Air Tanah Gambar 2.7 Pajak yang dipungut kabupaten/kota. Sumber: freepik.com/macrovector Setelah mengetahui istilah dan jenis-jenis pajak, selanjutnya mari kita kenal juga istilah retribusi. Contoh sederhana dari retribusi, yaitu iuran sampah atau bayar parkir. Retribusi diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Retribusi. Berdasarkan peraturan tersebut, retribusi adalah pungutan atas jasa maupun izin yang diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi maupun badan. Retribusi dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah. Melalui retribusi, masyarakat akan mendapatkan timbal balik secara langsung atas pungutan atau kewajiban yang sudah dituntaskan. Retribusi terbagi menjadi tiga, yakni: a. Retribusi jasa umum yang meliputi retribusi pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan. b. Retribusi jasa usaha yang meliputi retribusi jasa usaha, seperti tempat parkir hingga tempat-tempat perdagangan. c. Retribusi perizinan yang berkaitan dengan kepentingan perizinan, misalnya pendirian pembangunan. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Selain pajak dan retribusi, istilah yang mungkin sering kita dengar yaitu, sumbangan. Berbeda dengan dua istilah sebelumnya, sumbangan sifatnya tidak wajib atau tidak memaksa. Penerima sumbangan juga lebih beragam, bisa pemerintah, tapi bisa juga dari yayasan, lembaga kemanusiaan dan semacamnya. Contohnya, sebuah lembaga pendidikan berencana meningkatkan mutu layanan pendidikan sekolah dengan melakukan penggalangan dana. Penggalangan dana ini diselenggarakan dalam bentuk sumbangan, bukan pungutan. Artinya, sifatnya tidak memaksa atau sukarela. Berdasarkan uraian di atas, ternyata terdapat perbedaan antara pajak, retribusi, dan sumbangan. Perbedaan ketiganya ada pada manfaat, fungsi, serta dasar hukumnya. Berikut perbedaan pajak, retribusi, dan sumbangan. a. Pajak bersifat wajib dan ada sanksi hukum jika seorang wajib pajak tidak menyetor dan melapor pajak. Dalam pajak, timbal balik tidak akan dirasakan secara langsung karena dampak dari ketaatan wajib pajak terhadap pajak dilihat dari bagaimana berjalannya pembangunan di Indonesia. Jadi, dampaknya tidak hanya wajib pajak sendiri yang merasakan, tapi masyarakat secara umum juga dapat merasakan manfaat dari pembayaran pajak. b. Retribusi juga bersifat wajib dan ada sanksi hukumnya jika tidak menyetorkan. Biasanya, retribusi dipungut oleh lembaga pemerintah maupun perseorangan yang dinaungi oleh pemerintah. Berbeda dengan pajak, begitu seseorang menyetorkan retribusi maka saat itu pula orang tersebut akan merasakan manfaat atau timbal baliknya. Misalnya, orang yang membayar retribusi untuk pemungutan sampah maka sampah yang sudah tertimbun di rumah orang tersebut akan dibawa oleh petugas pemungut sampah. c. Berbeda dengan pajak dan retribusi, sumbangan bersifat sukarela dan tidak memaksa. Tidak ada sanksi dalam bentuk apapun jika seseorang tidak memberikan sumbangan. Namun, jika orang tersebut berkontribusi memberikan sumbangan, sudah pasti akan membawa dampak baik bagi orang tersebut maupun bagi orang lain yang memang jauh lebih membutuhkan. 2. Objek dan Subjek Pajak Setiap jenis pajak memiliki objek dan subjek pajak. Secara sederhana, objek pajak merupakan sumber pendapatan yang dikenakan pajak. Adapun subjek pajak merupakan perorangan atau badan yang ditetapkan menjadi subjek pajak. Setiap subjek pajak pasti mempunyai objek pajak. Sementara, orang atau badan yang punya kewajiban pajak disebut sebagai wajib pajak. Berikut ini penjelasan subjek dan objek pajak dari setiap jenis pajak pusat. a. Subjek dan objek Pajak Penghasilan (PPh) Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan MATERI LCTP 2024 PUTARAN I keempat atas UU Nomor 73 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), subjek pajak PPh terdiri atas orang pribadi, warisan, badan, dan bentuk usaha tetap. Subjek pajak tersebut juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Gambar 2.8 Subjek pajak pribadi dapat menghitung secara mandiri yang dikenakan pada dirinya. Sumber: freepik.com/rawpixel.com Berikut ini yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia. Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Adapun yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri, yaitu sebagai berikut. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat di Indonesia, yang memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Objek PPh merupakan setiap penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Penghasilan tersebut diperoleh wajib pajak dari dalam maupun luar negeri, seperti: Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. Laba usaha. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta seperti keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Royalti. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. Premi asuransi. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. Penghasilan dari usaha berbasis syariah. Surplus Bank Indonesia. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai KUP. Objek pajak yang dikenakan PPh final atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan. Adapun yang tidak termasuk dalam objek Pajak PPh, yaitu sebagai berikut. Bantuan atau sumbangan dan harta hibah. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyetaraan modal. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan pajak dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang berikan oleh yang bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit). Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, asuransi beasiswa. Dividen atau bagian laba yang diperoleh/diterima oleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal dari usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat sebagai berikut. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I ◊ Dividen bagian dari cadangan laba yang ditahan. ◊ Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang mendapat dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor. ◊ Iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, baik yang bayar oleh pemberi kerja atau pegawai. ◊ Penghasilan yang ditanamkan oleh dana pensiun, pada bidang-bidang tertentu yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan. ◊ Bagian laba yang diterima dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, perkumpulan, persekutuan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyetaraan kontrak investasi kolektif. ◊ Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di lndonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan sektor-sektor usaha yang diatur berdasarkan Permenkeu dan sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. ◊ Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu dan ketentuannya berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan. ◊ Sisa lebih yang diterima oleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian, atau pengembangan yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan lagi dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan, pengembangan dan penelitian, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut yang ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan. ◊ Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. b. Subjek dan objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Subjek PPN adalah pengusaha kena pajak (PKP) atau pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN. Namun, untuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan masih belum termasuk, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih dikukuhkan sebagai PKP. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Gambar 2.9 Alat teknologi potensi mengandung pajak. Sumber: freepik.com/pikisuperstar Berikut yang termasuk subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan barang kena pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga barang kena pajak tersebut. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan jasa kena pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian atas jasa kena pajak tersebut. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Adapun objek pajak yang dikenakan PPN diatur dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1984 tentang PPN dan perubahannya yakni Undang-undang 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2010. Dalam pasal tersebut, pungutan PPN dikenakan atas: Penyerahan barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha. Impor BKP. Penyerahan jasa kena pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Ekspor BKP berwujud oleh PKP. Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP. Ekspor JKP oleh PKP. c. Subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata memiliki status atas bumi dan bangunan serta memperoleh manfaat atas bangunan. Tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak. Subjek PPB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi wajib pajak. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud sebelumnya dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Ditjen Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak yang dimaksud. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud sebelumnya disetujui maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan–alasannya. PBB termasuk jenis pajak objektif di mana pengenaan pajaknya lebih ditekankan pada objek pajaknya. Hal ini dapat dilihat melalui susunan pasal tentang objek PBB berikut ini. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam/dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan, seperti hotel, pabrik, emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Gambar 2.10 Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan pada setiap bangunan dengan beberapa pengecualian Sumber: www.freepik.com/geargodz Jalan tol. Kolam renang. Tempat olahraga. Galangan kapal, dermaga. Taman mewah. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak. Fasilitas lain yang memberikan manfaat. d. Subjek dan objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas suatu tanah dan bangunan. Subjek yang berkewajiban untuk membayar pajak disebut wajib pajak BPHTB. Pihak yang memiliki kewajiban untuk melunasi bea perolehan tersebut adalah orang pribadi atau badan hukum. Namun, ada juga pihak yang dikecualikan dari kewajiban tersebut, di antaranya: Perwakilan diplomatik dan konsulat dengan asas timbal balik. Negara untuk melaksanakan kepentingan umum. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri untuk menjalankan fungsinya. Orang pribadi atau badan, karena konversi hak atas tanah dan bangunan dengan tidak ada perubahan nama. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Orang pribadi atau badan yang diperoleh dari wakaf. Orang pribadi atau badan yang diperuntukkan bagi kepentingan ibadah. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dengan demikian yang termasuk dalam objek pajak BPHTB, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah termasuk hak pengelolaan beserta bangunan di atasnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dapat terjadi karena adanya pemindahan hak dan pemberian hak. Pemindahan hak dapat disebabkan karena adanya hal-hal berikut. Jual beli. Tukar-menukar. Hibah. Hibah waris. Waris. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya. Perpisahan hak yang mengakibatkan peralihan. Penunjukkan pembeli dalam lelang. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Penggabungan usaha. Peleburan usaha. Pemekaran usaha. Hadiah. Adapun pemberian hak baru dapat disebabkan karena hal-hal berikut. Pelanjutan pelepasan hak. Di luar pelepasan hak. Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I e. Subjek dan objek bea meterai Bea meterai diatur dalam UU No. 13 Tahun 1985. Dokumen-dokumen yang dikenakan bea meterai hanya dokumen yang disebutkan dalam undang- undang tersebut. Pihak pengguna dokumen yang disebutkan dalam undang- undang menjadi subjek dari bea meterai. Artinya, mereka yang wajib melunasi sejumlah bea meterai yang telah ditentukan. Adapun objek bea meterai dibagi berdasarkan tarif bea meterai yang digunakan, yaitu sebagai berikut. 1) Objek yang dikenakan tarif bea meterai Rp6.000,00 di antaranya: Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. Akta-akta notaris termasuk salinannya. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-rangkapnya. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp1.000.000,00. Menyebutkan penerimaan uang. Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank. Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank. Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp1.000.000,00. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp1.000.000,00. Dokumen lain yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan untuk orang lain, lain dari maksud semula untuk orang lain, lain dari maksud semula. 2) Objek yang dikenakan tarif bea meterai Rp3.000,00 di antaranya: Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp1.000.000,00. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp1.000.000,00. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari dari Rp250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp1.000.000,00. Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapa pun. Gambar 2.11 Penetapan bea materai baru menghapus dua materai sebelumnya. Sumber: indonesiabaik.id Selain terdapat subjek dan objek pajak pusat, ada juga subjek dan objek pajak daerah. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa pajak daerah terbagi menjadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pajak daerah juga memiliki subjek dan objek pajaknya masing-masing. Salah satu contohnya pajak reklame di mana objek pajaknya merupakan penyelenggara atau pembuat reklame itu sendiri. Pengertian Pajak Daerah Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan MATERI LCTP 2024 PUTARAN I tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian tersebut termuat di dalam Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009. Pajak atau kontribusi wajib yang diberikan oleh penduduk suatu daerah kepada pemerintah daerah ini akan digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan kepentingan umum suatu daerah. Contohnya seperti pembangunan jalan, jembatan, pembukaan lapangan kerja baru, dan kepentingan pembangunan serta pemerintahan lainnya. Selain untuk pembangunan suatu daerah, penerimaan pajak daerah merupakan salah satu sumber Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) yang digunakan pemerintah untuk menjalankan program-program kerjanya. Ciri-Ciri Pajak Daerah Berikut ini ciri-ciri pajak daerah yang membedakannya dengan pajak pusat: 1. Pajak daerah bisa berasal dari pajak asli daerah atau pajak pusat yang diserahkan ke daerah sebagai pajak daerah. 2. Pajak daerah hanya dipungut di wilayah administrasi yang dikuasainya. 3. Pajak daerah digunakan untuk membiayai urusan/pengeluaran untuk pembangunan dan pemerintahan daerah. 4. Pajak daerah dipungut berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) dan Undang- undang sehingga pajaknya dapat dipaksakan kepada subjek pajaknya. Unsur-unsur yang ada dalam pajak daerah pada dasarnya sama seperti unsur pajak lainnya yakni subjek pajak daerah, objek pajak daerah, dan tarif pajak daerah. ROTI KETAWA BUAH DAN SAYUR SUEGARRR Gambar 2.12 Toko merupakan salah satu objek pajak daerah Sumber: www. freepik.com/Freepik MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Jenis-jenis dan Tarif Pajak Daerah Sama seperti pajak pusat, pajak daerah pun banyak jenisnya. Pajak daerah dibedakan menjadi dua bagian yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Masing-masing bagian tersebut memiliki jenisnya masing-masing. Berikut ini jenis- jenis pajak daerah beserta penjelasannya yang perlu Anda ketahui. Pajak Provinsi 1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air Pajak Kendaraan Bermotor merupakan pajak terhadap seluruh kendaraan beroda yang digunakan di semua jenis jalan baik darat maupun air. Pajak ini dibayar di muka dan dikenakan kembali untuk masa 12 bulan atau 1 tahun. Tarif yang yang dikenakan untuk kendaraan bermotor beragam, berikut ini rinciannya: Bagi kepemilikan kendaraan motor pertama sebesar 2%, kemudian untuk kendaraan bermotor kedua sebesar 2,5% dan akan meningkat untuk kepemilikan setiap kendaraan bermotor seterusnya sebesar 0,5%. Bagi kepemilikan kendaraan bermotor oleh badan, tarif pajaknya sebesar 2%. Bagi kepemilikan kendaraan bermotor oleh pemerintah pusat dan daerah sebesar 0,50%. Bagi kepemilikan kendaraan bermotor alat berat sebesar 0,20%. 2. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau pembuatan sepihak atau keadaan terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Tarif BBNKB, berikut ini rinciannya: Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan masing-masing sebagai berikut: a. Penyerahan pertama sebesar 10%. b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%. Khusus kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum, tarif pajak ditetapkan masing-masing sebagai berikut: a. Penyerahan pertama sebesar 0,75%. b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) Bahan bakar kendaraan bermotor yang dimaksud adalah semua jenis bahan bakar baik yang cair maupun gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor. Pajak PBB-KB ini dipungut atas bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap berguna untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan yang beroperasi di atas air. Pajak PBB-KB diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Tarif PBB-KB: Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor titetapkan sebesar 5% Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebagaimana yang dimaksud pada poin sebelumnya, dapat diubah oleh Pemerintah dengan Peraturan Presiden, dalam hal: a. Terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% dari asumsi harga minyak dunia yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun berjalan. b. Diperlukan stabilitas harga bahan bakar minyak untuk jangka waktu paling lama 3 tahun sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. c. Dalam hal harga minyak dunia sebagaimana dimaksud pada poin kedua huruf a sudah kembali normal, Peraturan Presiden dicabut dalam jangka waktu paling lama 2 bulan. 4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah merupakan setiap kegiatan pengambilan dan pemanfaatan air tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran atau dengan membuat bangunan untuk dimanfaatkan airnya dan/atau tujuan lainnya. Pajak Air Tanah didapat dengan melakukan pencatatan terhadap alat pencatatan debit untuk mengetahui volume air yang diambil dalam rangka pengendalian air tanah dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah. Tarif Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah: Dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan air tanah Nilai perolehan air tanah dinyatakan dalam satuan rupiah yang dihitung berdasarkan faktor-faktor berikut: a. Jenis sumber air. b. Lokasi/zona pengambilan sumber air. c. Tujuan pengambilan atau pemanfaatan air. d. Volume air yang diambil atau dimanfaatkan. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I e. Kualitas air. f. Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan atau pemanfaatan air. Penghitungan Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dengan cara mengalikan volume air yang diambil dengan harga dasar air. Penghitungan Harga Dasar Air sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) dengan cara mengalikan faktor nilai air dengan Harga Air Baku. Nilai Perolehan Air Tanah dan Harga Air Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)ditetapkan dengan Peraturan Walikota Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20%. Besaran pokok Pajak Air Tanah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. 5. Pajak Rokok Pajak Rokok merupakan pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat. Objek pajak dari Pajak Rokok adalah jenis rokok yang meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun. Konsumen rokok telah otomatis membayar pajak rokok karena WP membayar Pajak Rokok bersamaan dengan pembelian pita cukai. Wajib pajak yang bertanggung jawab membayar pajak adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha kena Cukai. Subjek pajak dari Pajak Rokok ini adalah konsumen rokok. Tarif pajak rokok sebesar 10% dari cukai rokok dipungut oleh instansi pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Pajak Kabupaten/Kota 1. Pajak Hotel Pajak Hotel merupakan dana/iuran yang dipungut atas penyedia jasa penginapan yang disediakan sebuah badan usaha tertentu yang jumlah ruang/ kamarnya lebih dari 10. Pajak tersebut dikenakan atas fasilitas yang disediakan oleh hotel tersebut. Tarif pajak hotel dikenakan sebesar 10% dari jumlah yang harus dibayarkan kepada hotel dan masa pajak hotel adalah 1 bulan. 2. Pajak Restoran Pajak Restoran merupakan pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Tarif pajak restoran sebesar 10% dari biaya pelayanan yang ada diberikan sebuah restoran. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I 3. Pajak Hiburan Pajak Hiburan adalah pajak yang kenakan atas jasa pelayanan hiburan yang memiliki biaya atau ada pemungutan biaya di dalamnya. Objek pajak hiburan adalah yang menyelenggarakan hiburan tersebut, sedangkan subjeknya adalah mereka yang menikmati hiburan tersebut. Kisaran tarif untuk pajak hiburan ini adalah 0%-35% tergantung dari jenis hiburan yang dinikmati. 4. Pajak Reklame Pajak Reklame merupakan pajak yang diambil/dipungut atas benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan coraknya dirancang untuk tujuan komersial agar menarik perhatian umum. Biasanya reklame ini meliputi papan, bilboard, reklame kain, dan lain sebagainya. Namun, ada pengecualian pemungutan pajak untuk reklame seperti reklame dari pemerintah, reklame melalui internet, televisi, koran, dan lain sebagainya. Tarif untuk pajak reklame ini adalah 25% dari nilai sewa reklame yang bersangkutan. 5. Pajak Penerangan Jalan Pajak Penerangan Jalan merupakan pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun dari sumber lain. Tarif pajak penerangan ini berbeda-beda, tergantung dari penggunaannya. Berikut ini tarif Pajak Penerangan Jalan terbagi menjadi 3, yakni: a. Tarif Pajak Penerangan Jalan yang disediakan oleh PLN atau bukan PLN yang digunakan atau dikonsumsi oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, sebesar 3%. b. Tarif Pajak Penerangan Jalan yang bersumber dari PLN atau bukan PLN yang digunakan atau dikonsumsi selain yang dimaksud pada poin pertama sebesar 2,4%. c. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 1,5%. 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan merupakan pajak yang dikenakan atas pengambilan mineral yang bukan logam seperti asbes, batu kapur, batu apung, granit, dan lain sebagainya. Namun, pajak tidak akan berlaku jika dilakukan secara komersial. Berikut ini tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan: a. Tarif untuk mineral bukan logam sebesar 25%, b. Tarif untuk batuan sebesar 20%. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I 7. Pajak Parkir Pajak Parkir merupakan pajak yang dipungut atas pembuatan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang berkaitan dengan pokok usaha atau sebagai sebuah usaha/penitipan kendaraan. Lahan parkir yang dikenakan pajak adalah lahan yang kapasitasnya bisa menampung lebih dari 10 kendaraan roda 4 atau lebih dari 20 kendaraan roda 2. Tarif pajak yang dikenakan sebesar 20%. 8. Pajak Air Tanah Pajak Air Tanah adalah pajak yang dikenakan atas penggunaan air tanah untuk tujuan komersil. Besar tarif Pajak Air tanah adalah 20%. 9. Pajak Sarang Burung Walet Pajak Sarang Burung Walet merupakan pajak yang dikenakan atas pengambilan sarang burung walet. Tarif pajak sarang burung walet sebesar 10%. 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan merupakan pajak yang dikenakan atas bumi atau bangunan yang dimiliki, dikuasi, atau dimanfaatkan. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan: a. Pajak untuk pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang bernilai kurang dari 1 miliar sebesar 0,1%. b. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang bernilai lebih dari 1 miliar sebesar 0,2%. c. Sedangkan tarif untuk pemanfaatan yang menimbulkan gangguan terhadap lingkungan, dikenakan tarif sebesar 50%. 11. Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan tertentu, misalnya melalui transaksi jual-beli, tukar-menukar, hibah, waris, dll. Tarif dari pajak ini sebesar 5% dari nilai bangunan atau tanah yang diperoleh orang pribadi atau suatu badan tertentu (Maulida,2018) C. Hak dan Kewajiban Perpajakan Sebagai warga negara sudah pasti memiliki hak dan kewajiban, salah satunya sebagai wajib pajak. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Jadi, siapapun, baik yang sudah memiliki NPWP atau belum, jika sudah termasuk ke dalam wajib pajak maka sudah mempunyai hak dan kewajiban perpajakan. Lalu, apa saja hak dan kewajiban seorang wajib pajak? MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Hak Wajib Pajak 1. Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak 2. Hak dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan 3. Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali 4. Hak-Hak Wajib Pajak Lainnya 5. Hak kerahasiaan 6. Hak untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran 7. Hak untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan 8. Hak untuk Pengurangan PPh Pasal 25 9. Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 10. Hak untuk Pembebasan Pajak 11. Hak untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah 12. Hak untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan Kewajiban Wajib Pajak 1. Kewajiban Mendaftarkan Diri 2. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak HAK DAN KEWAJIBAN 3. Kewajiban dalam Hal Diperiksa 4. Kewajiban Memberi Data WAJIB PAJAK Gambar 2.13 Hak dan kewajiban wajib pajak dilindungi oleh pemerintah dengan berbagai peraturan yang telah diberlakukan Sumber: freepik.com/atemangostar 1. Hak Wajib Pajak Hak wajib pajak disebutkan secara jelas dalam undang-undang. Perhatikan Gambar 2.13 di atas yang menunjukkan hak-hak wajib pajak. Adapun penjelasannya sebagai berikut. a. Hak atas kelebihan pembayaran pajak Ketika besaran pajak terutang yang dibayar atau dipotong atau dipungut ternyata lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan tersebut. Dengan kalimat sederhana, wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan bayar ketika membayar pajak lebih banyak daripada jumlah yang sebenarnya. Wajib pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan bayar pajak dengan mengirimkan surat permohonan pada Kepala KPP (Kantor Pajak Pratama) atau melalui SPT (Surat Pemberitahuan). Setelah menerima surat permohonan, Ditjen Pajak akan mengembalikan kelebihan bayar pajak dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Jika wajib pajak termasuk dalam kriteria wajib pajak patuh, pengembalian ini dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Jika Ditjen Pajak terlambat mengembalikan kelebihan bayar pajak, wajib pajak berhak menerima bunga sebesar 2% per bulan dengan maksimum 24 bulan. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I b. Hak dalam hal wajib pajak dilakukan pemeriksaan Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib pajak, wajib pajak berhak untuk: Meminta surat perintah pemeriksaan. Melihat tanda pengenal pemeriksa. Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan. Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT. Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan. Berdasarkan ruang lingkupnya, jenis pemeriksaan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: Pemeriksaan kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan, terhitung dari tanggal wajib pajak memenuhi surat panggilan untuk melakukan pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan. Pemeriksaan lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan, terhitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan. c. Hak untuk mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu surat ketetapan pajak yang menunjukkan kalau wajib pajak kurang bayar, lebih bayar, atau nihil perpajakannya. Jika wajib pajak tidak sependapat dengan surat tersebut, wajib pajak dapat mengajukan keberatan. Dan jika wajib pajak belum puas dengan keputusan keberatan, selanjutnya wajib pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir dalam sengketa pajak, wajib pajak dapat mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. d. Hak kerahasiaan Wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas semua informasi yang disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam melaksanakan kegiatan perpajakan. Di sisi lain, pihak yang bertugas di bidang perpajakan dilarang untuk mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak. Kerahasiaan wajib pajak yang dilindungi meliputi: Surat pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan wajib pajak. Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Dokumen atau rahasia wajib pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun, keterangan atau bukti tertulis tentang wajib pajak dapat ditunjukkan kepada pihak tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, atau dalam rangka kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya. e. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran Wajib pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak dalam kondisi tertentu. f. Hak untuk penundaan pelaporan SPT tahunan Wajib pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT tahunan PPh orang pribadi maupun PPh badan dengan alasan tertentu. g. Hak untuk pengurangan PPh Pasal 25 PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 dengan alasan tertentu. h. Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Karena kondisi atau sebab tertentu, seperti rusaknya bumi dan bangunan yang terkena bencana alam, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang PBB. Wajib pajak yang merupakan anggota veteran pejuang dan pembela kemerdekaan juga dapat mengajukan pengurangan PBB. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan pengurangan PBB dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan Kota/Kabupaten setempat. i. Hak untuk pembebasan pajak Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan pemotongan/ pemungutan Pajak Penghasilan dengan alasan tertentu. j. Hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak Wajib pajak yang termasuk ke dalam wajib pajak patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh terhitung sejak tanggal permohonan. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I k. Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah Untuk pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PPh terutang atas penghasilan yang diterima kontraktor, konsultan, dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah. l. Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan Dalam lingkup PPN, barang kena pajak (BKP) atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN. BKP yang memperoleh pembebasan PPN tersebut di antaranya kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku-buku, perlengkapan TNI/ Polri yang diimpor maupun yang diserahkan di area pabean oleh wajib pajak tertentu. Fasilitas PPN tidak dipungut ini turut diberikan pada perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu, seperti kawasan berikat, di antaranya atas impor dan perolehan bahan baku. 2. Kewajiban Wajib Pajak Selain hak, ada kewajiban yang harus dipatuhi oleh wajib pajak. Perhatikan kembali Gambar 2.13 di bawah ini untuk mengetahui beberapa kewajiban wajib pajak. Berikut penjelasan beberapa kewajiban wajib pajak. a. Kewajiban mendaftarkan diri Wajib pajak harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan nomor pokok wajib pajak (NPWP) di kantor pajak pratama (KPP) atau kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP). Saat ini, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui online. Wajib pajak yang merupakan pengusaha, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP setelah memenuhi persyaratan tertentu, di antaranya pengusaha orang pribadi atau badan melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah omzet melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam setahun. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, tetap dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Setelah dikukuhkan sebagai PKP, pengusaha wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari setiap pembeli/pengguna jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. Kemudian, PPN tersebut dilaporkan dalam SPT Masa. Jika ada yang harus disetorkan, wajib pajak perlu menyetorkan PPN tersebut ke KPP tempat mendaftar, atau bisa secara dalam jaringan. b. Kewajiban pembayaran, pemotongan/pemungutan, dan pelaporan pajak Sesuai dengan sistem self assessment, wajib pajak harus melakukan penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutangnya sendiri. Dalam MATERI LCTP 2024 PUTARAN I melaksanakan kewajiban ini, wajib pajak dapat melakukannya secara mudah dan cepat melalui aplikasi Online Pajak. Aplikasi Online Pajak memudahkan wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melapor pajak. Semua pelaksanaan kewajiban pajak ini cukup dilakukan dalam satu aplikasi. c. Kewajiban dalam hal diperiksa Ditjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan pada wajib pajak untuk menguji kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kewajiban yang diperiksa di antaranya sebagai berikut. Memenuhi panggilan untuk menghadiri pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan, khususnya jenis pemeriksaan kantor. Menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang menjadi dasar serta berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. Untuk jenis pemeriksaan lapangan, wajib pajak harus memberikan akses untuk melihat dan menyimpan data. Memberikan izin untuk memasuki tempat atau ruang yang dianggap perlu serta memberi bantuan untuk memperlancar proses pemeriksaan. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat pemberitahuan hasil pemeriksaan. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik, khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan. d. Kewajiban memberi data Data yang dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen Pajak. Kewajiban ini tidak hanya dipatuhi oleh wajib pajak, tetapi juga oleh setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. Jika sengaja tidak memenuhi kewajiban ini, wajib pajak akan terkena pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I D. Sejarah Perpajakan Pajak merupakan salah satu komponen penting dalam perjalanan suatu bangsa. Hampir semua negara yang ada di dunia menerapkan suatu aturan maupun skema tentang pengenaan pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tak terkecuali di Indonesia ini. Sejarah panjang tentang pengenaan pajak di Indonesia telah berlangsung sejak zaman kerajaan, kolonial sampai dengan sekarang. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia sendiri sudah tidak asing dengan kata “pajak”. Namun, oleh karena pengenaan tiap-tiap zaman berbeda dan di era sebelumnya cenderung merugikan masyarakat, akhirnya menimbulkan sifat resistensi terhadap pajak itu sendiri. Seperti apa pengenaan pajak dari masa ke masa di Indonesia? Berikut ulasan singkatnya. 1. Masa Kerajaan Pajak telah dikenal sejak wilayah nusantara dikuasai berbagai kerajaan dan kesultanan yang timbul dan tenggelam dalam rentang sejarah yang panjang. Raja- raja nusantara yang berkuasa pada saat itu telah memungut pajak atau upeti dari masyarakat. Upeti merupakan pungutan sejenis pajak yang bersifat memaksa. Upeti diberikan kepada raja sebagai persembahan. Karena pada masa itu, raja dianggap sebagai wakil Tuhan dan apa yang terjadi di masyarakat dianggap dipengaruhi oleh raja. Dengan memberikan upeti, masyarakat mendapat imbalan berupa jaminan keamanan dan ketertiban dari raja. Perlu diketahui, bahwa pada masa itu beberapa kerajaan, seperti Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram mengenal sistem pembebasan pajak. Terutama, pajak atas kepemilikan tanah yang biasa disebut tanah perdikan. Biasanya, pembebasan tersebut diatur dalam beleid yang dituangkan baik dalam prasasti ataupun dicatat dalam kitab kesusastraan. Pada zaman kerajaan, penguasa (raja-raja yang merasa lebih kuat) menggunakan sebagai instrumen untuk menunjukkan, menegaskan, dan mempertahankan kekuasaan atas raja-raja yang lebih lemah. Pembayaran upeti dilakukan secara bertingkat mengikuti hierarki pemerintah. Pejabat-pejabat lokal memungut upeti dari warga dan membayarkannya ke penguasa lokal. Kemudian, penguasa lokal akan membayarkannya ke raja yang menaungi wilayah tersebut. Kerajaan-kerajaan kecil membayar upeti ke kerajaan lebih kuat yang telah berhasil menaklukkan kerajaan lainnya. Upeti tidak seperti pajak pada era modern ini. Pajak pada era modern didesain untuk membiayai kepentingan dan kesejahteraan bersama. Namun, upeti dibayarkan lebih untuk kepentingan penguasa dan agar warga membayar memperoleh jaminan keamanan. Kerajaan tidak memiliki kewajiban untuk memerhatikan kesejahteraan rakyatnya. Jangankan nasib rakyat kerajaan taklukan, kesejahteraan rakyat di kerajaan inti sendiri belum tentu menjadi agenda. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I 2. Masa Kolonial (1600 – 1800) Pada tanggal 20 Maret 1602, Belanda membentuk kongsi dagang VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau perusahaan dagang Hindia Belanda) yang dianjurkan oleh Johan van Olden Barnevelt. Kongsi dagang tersebut mendapat izin dan hak istimewa dari raja Belanda. Alasan pendirian VOC, yaitu adanya persaingan di antara pedagang Belanda sendiri; adanya ancaman dari komisi dagang lain, seperti (EIC) Inggris; dan dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Untuk mendapatkan keleluasaan usaha di Indonesia, VOC memiliki hak oktroi, yaitu hak istimewa yang diberikan pemerintah Belanda kepada pada VOC. VOC juga mendapat hak memungut pajak yang meliputi: a. Verplichte leverantie, yaitu kewajiban bagi raja pribumi untuk membayar pajak hasil bumi kepada Belanda; b. Contingenten, yaitu pajak sewa tanah yang harus dibayar rakyat dengan hasil bumi. Dalam bukunya yang berjudul Orang Cina, Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa, Peter Carey (2015) menggambarkan bagaimana kondisi masyarakat di pesisir Jawa dan Kasultanan Yogyakarta hingga akhirnya menyulut meletusnya Perang Jawa (1825-1830). Perang yang digambarkan sebagai perang terhebat di nusantara ini dipicu akumulasi berbagai faktor. Faktor tersebut di antaranya kesalahan praktik pajak gerbang tol (gerbang/pos penarikan pajak di perjalanan) yang akhirnya menimbulkan gejolak sosial dan membuat kesengsaraan bertahun-tahun. Ternyata, pajak gerbang tol pertama yang diterapkan Raja Keraton Kasultanan Yogyakarta terinspirasi dari VOC. Sebelumnya, VOC berhasil menerapkan sistem pemungutan pajak di Pantai Utara Jawa secara efektif. Usai perjanjian Giyanti bulan Februari 1755, Hamengkubuwono I menandatangani kontrak penyewaan pemungut pajak pertama untuk gerbang-gerbang tol di area kekuasaannya (1755- 1764). Dengan menunjuk seorang kapitan Cina daerah Mataram yang bernama To In sebagai kaki tangannya untuk menarik pajak gerbang tol tersebut. Berapa puluh tahun kemudian, cukai atas gerbang tol dan pasar telah mencapai 40 persen dari pendapatan kerajaan. Di sisi lain, sang kaki tangan (kelompok Tianghoa) yang bertindak sebagai penyewa utama gerbang tol mampu mengantongi keuntungan sampai seperempat dari pemungutan pajak kepada sultan. Tak bisa dipungkiri bahwa golongan ini dimanfaatkan sebagai perantara sekaligus mesin pencetak uang baik oleh raja maupun penguasa kolonial sejak dulu. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Gambar 2.14 Pajak di zaman penjajahan. sumber : freepik.com/macrovector Saat Thomas Raffles berkuasa (1811-1816), semua gerbang tol dan pasar harus diserahkan pada pemerintah Eropa dan langsung disewakan kepada kelompok Tionghoa. Pengambilalihan pengelolaan pajak ini merupakan dampak keberhasilan militer Inggris terhadap Yogyakarta. Ini menjadi bibit timbulnya pemungutan pajak yang semakin eksploitatif terhadap rakyat dengan menggunakan cara-cara yang semakin parah dan kejam. Masa Raffles berakhir pada tahun 1816. Belanda pun berkuasa kembali dan meneruskan kebijakan sebelumnya untuk mengisi kekosongan dana mereka. Lalu lintas dan aktivitas niaga terganggu karena Belanda menerapkan cukai pada semua aktivitas pengangkutan hasil bumi, baik di darat ataupun di sungai. Kehidupan rakyat semakin susah sebab cukai dikenakan pada semua kebutuhan pokok sehari- hari. Beban cukai jalan yang berat tersebut harus dipikul dengan beban yang lain juga. Sistem pajak ini bukan hanya memberatkan, namun juga menimbulkan penindasan. Pada saat itu, hak memungut cukai jalan bisa digadaikan dan orang yang menerima gadai tersebut lagi-lagi kelompok Tionghoa. Silau akan hasil besar yang diperoleh dari cukai gerbang ini, Belanda menambah jumlah cukai gerbang dalam bentuk pos gerbang yang lebih kecil dan disebut rangkah. Jika di tahun 1812 ada 34 gerbang cukai yang didirikan maka pada tahun 1821 terdapat 187 pasar kecil di Yogyakarta. Kelak pengurusan gerbang tol oleh Belanda menyulut keresahan sosial di pedesaan dan semakin memanas. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Tahun 1823, pemerintah Belanda mengeluarkan regulasi tentang kewajiban pencatatan cukai gerbang tol dan standarisasi atas pembayarannya. Namun, anjuran ini tak bergigi, karena cukai yang dikenakan kepada para pedagang seringkali lebih tinggi dibandingkan harga barang dagangan mereka. Ironisnya, di sebuah gerbang tol kerap terjadi petani harus merelakan barang dagangannya diambil paksa karena tak sanggup membayar cukai. Menjelang meletusnya perang Jawa, gerbang tol ditemukan hampir di setiap jalan masuk ke kampung dan dusun kecil di Jawa. Harga komoditi yang tinggi pada tahun 1821 - 1825 menyulap Yogyakarta menjadi wilayah meletusnya gejolak sosial. Pada tahun 1830, kondisi keuangan nusantara maupun di negeri Belanda sendiri sama buruknya. Hutang pemerintah semakin besar dikarenakan terjadinya perang Diponegoro dan perang Belgia. Oleh karena itu, Van Den Bosch menerapkan sistem cultuurstelsel atau tanam paksa. Sistem ini dimaksudkan untuk memacu hasil produksi perkebunan yang dilakukan oleh rakyat. Pada prakteknya, peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktek cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. (Christine, 2014) Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian. Kelebihan hasil panen dianggap sebagai pajak dan harus dijual kepada pemerintah dengan harga yang juga sudah ditentukan. Hindia Belanda sebagai negara tempat produksi hanya menikmati kurang dari sepertiga dari hasil ekspor yang diperoleh. Hal tersebut yang akan menimbulkan masalah di kemudian hari. (Christine, 2014). Pada tahun 1870, sistem tanam paksa melalui perundangan dinyatakan berakhir. Sistem ini dianggap kaum penganutekonomi liberal yangmenyatakanmembawa semangat humanisme Aufklarung Eropa ke Hindia Belanda menguntungkan Belanda meraup surplus, tetapi telah menimbulkan kesengsaraan berupa standar hidup yang rendah penduduk pribumi. Hal ini terjadi dikarenakan pajak langsung dan tidak langsung yang terlalu tinggi. Antara tahun 1850 sampai 1880 diambil langkah untuk mengatasi keluhan- keluhan tersebut. Salah satu langkah yang diambil, yaitu sistem hak milik perorangan terhadap tanah. Namun, langkah tersebut banyak ditolak karena sistem lama mengenai tanah sudah berakar. Selain itu, pajak tanah yang tetap tinggi karena pemerintah kolonial tetap menerapkan sistem sewa tanah antara negara dengan rakyat. Pemerintah kolonial juga membebani rakyat dengan rupa- rupa pajak terhadap barang-barang dari luar yang diperlukan rakyat. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I 3. Masa Pendudukan Jepang (1942 – 1945) Gambar 2.15: Sistem tanam paksa pada masa kolonial. Sumber: www.berpendidikan.com Kendati masa pendudukan Jepang relatif pendek, bukan berarti tidak melanjutkan pola atau tatanan ekonomi yang sudah dibentuk sebelumnya. Pada periode sebelumnya, tanah menjadi sumber pajak utama bagi penguasa. Pada era Jepang, tanah lebih ditujukan untuk melipatgandakan hasil bumi yang penting bagi Jepang. Masuknya Jepang ke Indonesia mengubah nuansa feodal yang diterapkan kolonial Belanda. Jepang meneruskan land rent yang dikenakan Inggris dan kolonial Belanda terhadap semua jenis tanah produktif dan diwajibkan pajaknya kepada desa, bukan perseorangan. Pada masa pemerintahan Jepang, nama land rent atau landrente diubah menjadi land tax. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 1945, nama land tax atau pajak tanah disebut dengan Pajak Bumi. Pemerintah pendudukan Jepang juga menetapkan sistem wajib serah padi. Selain itu juga ditetapkan pembayaran pajak untuk penggunaan fasilitas tertentu, seperti jembatan, jalan raya, dan fasilitas umum lainnya. Masyarakat juga diwajibkan untuk membayar pajak sepeda bagi siapa saja yang memilikinya. 4. Masa Republik Indonesia dalam Revolusi Kemerdekaan (1945 – 1950) Tanggal 14 Juli 1945 atau 73 tahun yang lalu merupakan tonggak sejarah lahirnya pajak. Pada saat itu, kata pajak pertama kalinya disebut oleh ketua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Radjiman Wediodiningrat dalam sebuah sidang panitia kecil soal ‘keuangan”. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Kala itu, BPUPKI masih dalam masa reses setelah pidato terkenal Soekarno dibacakan pada 1 Juni 1945 yang dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Selama masa reses antara tanggal 2 Juni sampai dengan 9 Juli 1945 itulah BPUPKI mencetuskan usulan-usulan anggotanya yang meliputi Indonesia merdeka selekas-lekasnya, dasar negara, bentuk negara uni atau federal, daerah negara Indonesia, Badan Perwakilan Rakyat, Badan Penasihat, bentuk negara dan kepala negara, soal pembelaan, dan soal keuangan. Dalam soal keuangan tersebut, Rajiman dari lima usulannya pada butir keempat menyebut, “Pemungutan pajak harus diatur hukum.” Legalisasi pajak sendiri kemudian dituangkan dalam Rancangan UUD Kedua yang disampaikan pada 14 Juli 1945. Pada bab VII Hal Keuangan-Pasal 23 butir kedua menyebutkan, “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang.” Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, para pendiri Republik menuangkan masalah pajak ke dalam Undang-undang Dasar 1945 Hal Keuangan. Di dalam Pasal 23 memuat lima butir ketentuan, di mana butir kedua menyatakan bahwa “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang- Undang”. Dengan demikian, pajak sebagai “nyawa” negara telah secara resmi diatur oleh Undang-undang Dasar 1945. Dua hari kemudian tepatnya pada 19 Agustus 1945, organisasi Kementerian Keuangan langsung dibentuk dan di dalamnya antara lain terdapat Pejabatan Pajak. Susunan organisasi tersebut disusun dalam keadaan mendesak. Dikarenakan tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Belanda datang kembali dan ingin berkuasa di Indonesia dengan membentuk Netherlands Indie Civil Administration (NICA). Pada tahun 1946 ketika Belanda melancarkan Agresi Militer pertama, Kementerian Keuangan termasuk di dalamnya Pejabatan Pajak harus mengikuti Presiden Soekarno dan seluruh jajaran Kabinet hijrah ke Yogyakarta dan sekitarnya. Pejabatan Pajak pun berkantor pusat di Magelang. 5. Masa Pemerintahan Presiden Soekarno (1950 – 1966) Pemungutan dan pengelolaan pajak diatur dalam Pasal 23 A UUD 1945 yang berbunyi, “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang.” Namun pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pascarevolusi kemerdekaan, situasi negara belum stabil. Undang-undang belum dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk mengelola pendapatan negara dari pajak, pemerintah masih kesulitan. Oleh karena itu, aturan warisan kolonial masih digunakan pemerintah pada masa itu. Perlahan, pemerintah membenahi berbagai aturan, di antaranya pada tahun 1957 mengganti Pajak Peralihan dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Jawatan Pajak Hasil Bumi pada Direktorat Jenderal Moneter yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah, pada tahun 1963 diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi. Dua tahun kemudian, Direktorat Pajak Hasil Bumi berubah lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah atau Ipeda. MATERI LCTP 2024 PUTARAN I Pada masa ini, pemerintah menerapkan sistem official assesment dalam pengenaan pajak kepada masyarakat, yaitu sistem pemungutan pajak dengan cara penetapan oleh fiskus. Masyarakat sebagai wajib pajak (WP) bersifat pasif dan utang pajak akan timbul ketika surat ketetapan pajak dikeluarkan yang kemudian dirasa belum bisa mengakomodasi pemungutan pajak di Indonesia karena negara masih dalam kondisi miskin. Kondisi ini semakin diperparah ketika Presiden Soekarno mengubah haluan politiknya lebih ke arah paham sosialisme Karl Max versi Indonesia yang melakukan kampanye politik luar negeri secara ekspansif. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran negara menjadi lebih besar tidak berbanding lurus dengan penerimaan negara yang dihasilkan dari pajak yang cenderung jalan di tempat. 6. Masa pemerintahan Presiden Soeharto (1967 – 1998) Pemerintah pada saat itu membuat terobosan baru di bidang fiscal, yaitu desentralisasi pajak atas Pajak Hasil Bumi kepada pemerintah daerah yang kemudian mengubah namanya menjadi Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah) dengan pembagian wewenang antara pajak yang dikelola pusat dan daerah. Terbitnya Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 8 Tahun 1967 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan Tahun 1944, Pajak Kekayaan 1932, dan Pajak Perseroan 1925 dan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 11 Tahun 1967 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 8 Tahun 1967, Perubahan mengenai Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan Tahun 1944, Pajak Kekayaan 1932, dan Pajak Perseroan 1925 menjadi cikal bakal pemungutan pajak dengan menggunakan sistem self assessment, yakni sistem pemungutan pajak baru yang dikenal dengan MPS (Menghitung Pajak Sendiri) dan MPO (Menghitung Pajak Orang Lain). Sistem ini muncul setelah evaluasi pemerintah terhadap kegagalan sistem pemungutan pajak yang lama, di mana peran penghitungan pajak dilakukan sepihak oleh fiskus. Adapun pada sistem baru ini, sebagian besar penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak yang diberi kewenangan untuk menghitung pendapatan dan kekayaannya sendiri serta diberikan kewenangan untuk menghitung pajaknya sendiri. Sistem ini telah diterapkan di Amerika serta beberapa negara Eropa lainnya yang terbukti efektif dalam melakukan pemungutan pajak. Seiring berjalannya waktu, beberapa perubahan dan penyempurnaan undang- undang mengenai pajak dilakukan oleh pemerintah sebagaimana dikeluarkannya Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak Perseroan. Setelah itu, dikeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia No. 12 Tahun 1976 tentang Perubahan 5 Lampiran Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 45 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen yang menetapkan Direktorat Ipeda diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak. Hal mana MATERI LCTP 2024 PUTARAN I peralihan ini mengubah mekanisme birokrasi pajak yang semula bidang moneter ke dalam bidang perpajakan. Sekitar tahun 1983, Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak Perseroan dihapuskan karena adanya reformasi pajak atau tax reform. Setelah itu, pemerintah melaksanakan reformasi pajak melalui Pembaharuan Sistem Perpajakan Nasional (PSPN) dengan mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang tentang perpajakan yang terdiri atas: a. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP); b. Pajak Penghasilan (PPh); c. Pajak Pertambangan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM); d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); dan e. Bea Meterai (BM). 7. Masa reformasi 1998 hingga sekarang Seiring dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat, pemerintah Indonesia kembali mengubah undang-undang tentang perpajakan dengan membentuk sebuah Pengadilan Pajak. Adapun pada masa ini, perubahan undang-undang perpajakan terus dilakukan termasuk penghasilan tidak kena pajak (PTKP), hal mana sistem self assessment ditekankan untuk peningkatan pendapatan yang kemudian target penerimaan negara dari perpajakan mengalami peningkatan. Sebuah pengadilan pajak dibentuk dua tahun kemudian, tepatnya tahun 2000. Sekitar tahun 2003, Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan 45 kebijakan pengurangan pajak penghasilan dan barang mewah. Dan sekitar tahun 2005, Direktorat Jenderal Pajak menyiapkan empat fasilitas untuk memberi insentif kepada dunia usaha. Reformasi pajak yang dilakukan pemerintah Indonesia mendapat dukungan negara-negara dunia sebagaimana dalam pertemuan Indonesia dengan negara-negara donor dan IMF pada tanggal 19 April 2006 yang meminta bantuan jangka panjang dalam rangka reformasi pajak di Indonesia dikabulkan oleh IMF dan sejumlah negara donor. Pada masa itu, pemerintah juga mewajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan yang tegas sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 28 Undang- Undang (UU) Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Adapun yang memiliki kewajiban melakukan pencatatan adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Kemudian, insentif pajak juga diterapkan yang mencakup tentang: MATERI LCTP 2024 PUTARAN I a. Pajak Penghasilan (PPh); b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN); c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); d. Intensifikasi perpajakan yang lebih sistematis dan terstandar; dan e. Penegakan hukum. Gebrakan pemerintah pada periode ini dengan memberikan fasilitas sunset policy yang kemudian dimanfaatkan oleh jutaan wajib pajak. Fasilitas tersebut diberikan untuk merestrukturisasi pajak dan memberikan kesempatan kepada masyarakat selaku wajib Pajak baru untuk memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Seiring beriringnya waktu, kebijakan sunset policy terus dilanjutkan dengan adanya wacana pengampunan pajak atau tax amnesty. Kebijakan tersebut mendapatkan pro kontra antara petugas pajak dan kalangan pengusaha. Setelah itu, tax amnesty jilid dua dimunculkan pemerintah dan ternyata menarik minat masyarakat luas untuk mengikuti kebijakan tersebut. Kemudian di tahun 2013, pemerintah merilis kebijakan tentang penyederhanaan penghitungan dan penyetoran pajak dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Pada peraturan pemerintah tersebut, wajib pajak baik orang pribadi maupun badan dengan omzet atau pendapatan kotor setahun tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dikenakan tarif pajak penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen). Dengan adanya tarif yang ringan dan sederhana dalam penyetoran dan pelaporannya, pemerintah berharap dapat meningkatkan jumlah partisipasi wajib pajak dalam membayar pajak. Sehingga dengan semakin tingginya tax collection maka semakin banyak pula masyarakat yang turut serta dalam mengawasi jalannya pembangunan di negeri ini yang didapatkan dari pajak.