Summary

Dokumen ini berisi materi tentang konseling Gestalt, termasuk pendiri, karakteristik, konsep-konsep kunci, dan teori kepribadian. Materi ini ditujukan untuk tingkat mahasiswa.

Full Transcript

**KONSELING GESTALT** 1. **Pendiri Pendekatan Konseling Gestalt** B. **Hakikat Manusia** C. **Karakteristik Pendekatan Konseling Gestalt** 1. b. c. d. e. f. g. D. **Konsep - Konsep Kunci** 1. 2. Pengaturan Diri (self-regulation) 3. Kesadaran (awareness) 4. 5....

**KONSELING GESTALT** 1. **Pendiri Pendekatan Konseling Gestalt** B. **Hakikat Manusia** C. **Karakteristik Pendekatan Konseling Gestalt** 1. b. c. d. e. f. g. D. **Konsep - Konsep Kunci** 1. 2. Pengaturan Diri (self-regulation) 3. Kesadaran (awareness) 4. 5. 6. 7. 8. **TEORI KEPRIBADIAN** **BAB II** **PEMBAHASAN** 2.1 Struktur Teori Kepribadian Menurut Rogers cara mengubah dan perhatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting daripada karakteristik kepribadian itu sendiri. Rogres memiliki pandangan-pandangan khusus mengenai kepribadian, yang sekaligus menjadi dasar dalam menerapkan asumsi-asumsi terhadap proses konseling. Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga struktur yang menjadi dasar penting dalam teorinya, antara lain: 1. Organismen: 2. 3. Self adalah konsep menyeluruh yang ajeg dan terorganisir tersusun dari persepsi ciri-ciri mengenai *\"\'I\"* atau *\"me\"* (aku sebagai subyek atau aku sebagai obyek) dan persepsi hubungan *\"I\"* atau *\"me\"* dengan orang lain dan berbagai aspek kehidupan, berikut dengan nilai-nilai yang terlibat pada persepsi itu. *Self concept* menggambarkan konsepsi orang mengenai dirinya sendiri ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Misalnya, orang mungkin memandang dirinya sebagai; "saya cerdas, menyenangkan, jujur, baik hati, dan menarik." *Self concept* juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal. Jadi *self concept* itu mungkin kumpulan dan perangkat-perangkat persepsi yang menggambarkan berbagai peran. *Self* cenderung mengintegrasikan beberapa nilai orang lain dan selalu berupaya untuk memelihara gamabaran diri. Peristiwa yang sesuai dengan konsep diri akan diintegrasikan menjadi bagian dari dirinya, namun jika peristiwa yang dialami tidak konsisten akan di pandang sebagai ancaman oleh dirinya. 2.2 Pokok - Pokok Pikiran Teori Kepribadian Berdasarkan sifat-sifat dari ketiga struktur kepribadian yang saling berhubungan sebelumnya, Carl Rogers merumuskan 19 pokok-pokok pikiran tentang kepribadian, meliputi: 1. Tiap individu berada dalam dunia pengalaman yang terus-menerus berubah (fenomena) serta individu sebagai pusatnya. Dunia pengalaman individu hanya dapat diketahui dan di pahami oleh individu itu sendiri. Maka dari itu, agar konseli dapat memceritakan dirinya dengan tepat dan bebas, konselor hendaknya mendengarkan konseli dengan penuh penerimaan tanpa adanya syarat terhadap apa yang disampaikan oleh konseli. 2. Organisme menanggapi medan seperti yang dialami dan diamati, hal ini disebut realita. Seseorang akan mereaksi rangsang sesuai persepsi/hasil pengamatan mereka. Apabila seseorang mempunyai pandangan jika sesuatu itu benar maupun salah, hal ini merupakan realita subyektif yang akan menentukan bagaimana ia berperilaku. 3. Organisme bereaksi sebagai suatu kebulatan yang terorganisasi terhadap dunia fenomena. Istilah kebulatan ini diartikan sebagai suatu kesatuan sistem yang berarti bahwa, jika ada ada perubahan pada suatu kompenen, hal itu akan mempengaruhi perubahan pada komponen lainnya. 4. Organisme mempunyai suatu tendensi dasar yang selalu diperjuangkan, yaitu mengaktualisasi, memelihara dan meningkatkan. Organisme merupakan suatu sistem yang sifatnya monistis-dinamis yang dimana hal ini dapat menggerakkam semua tingkah laku manusia. Akutualisasi organisme mengikuti garis-garis yang ditentukan oleh hereditas, namun lama-kelamaan akan mengalami diferensiasi dan semakin meluas yang dapat berakibat menjadi otonom dan lebih sosial yang di mana hal inilah yang disebut dewasa. 5. Perilaku merupakan usaha organisme yang berarah dan mempunyai tujuan memuaskan kebutuhan sebagaimana yang dialami dan diamati. Dalam pokok pikiran ini, hal demikian tidak bertentangan dengan kebutuhan dasar manusia. 6. Emosi yang menyertai tingkah laku dapat memudahkan untuk memuaskan kebutuhannya dalam membina, memelihara dan mengembangkan diri 7. Cara yang paling baik untuk memahami tingkah laku individu yaitu dengan kerangka acuan internal (*internal frame of reference*). Dengan cara ini Rogers sangat percaya terhadap teknik laporan diri dari konseli. Untuk itu Rogers tidak menggunakan bahan tes dan obervasi dalam mengamati individu. Namun, Rogers menyadari bahwa data dalam laporan diri itu tidak akan memberikan gambaran diri yang lengkap. Maka dari itu, Rogers lebih suka memahami individu melalui kerangka acuan sebagaimana terungkap dalam situasi yang kondusif. 8. Sebagian dari keseluruhan medan persepsi berangsur terdeferensiasi menjadi diri. Self merupakan kesadaran individu akan keberadaan dirinya serta fungsi mereka yang terdiri dari pengalaman yang bersangkutan dengan "aku" atau "kamu"  (*"I"* atau *"Me"*) 9. Sebagai suatu hasil interaksi dengan lingkungannya, terutama sebagai hasil interaksi evaluatif dengan orang lain, maka struktur self itu terbentuk sebagai pola pengamatan yang sifatnya teratur, lentur tetapi selaras dengan ciri-ciri pola konsep hubungan *\"I\"* atau *\"me\"*, bersama-sama dengan nilai- nilai yang menetapkan konsep tersebut. Diantara berbagai pengalaman yang berbeda-beda memunginkan anak-anak belajar jika dirinya merupakan objek yang berbeda dari lingkungannya. Setelah ia mempelajari perbedaan ini, kemudian ia mengamati bahwa beberapa hal ada yang termasuk ke dalam dirinya dan ada hal-hal yang termasuk ke dalam limgkungannya. Pengalaman-pengalaman ini, ada yang positif dan ada pula yang negatif. Kemudian struktur *self* ini semakin lama semakin tersusun dan semakin tegas hubungannya dengan lingkungannya. Nilai-nilai yang kita alami seringkali tidak sesuai dengan gambaran-diri, tetapi ada juga yang sesuai dengan gambaran-diri kita. Dan nilai-nilai itu ada yang kita alami secara langsung tetapi ada juga yang diambil dari orang-orang lain. 10. Nilai-nilai yang melekat pada pengalaman serta nilai yang menjadi bagian dari struktur *self*. Dalam beberapa hal, ini akan di nilai secara langsung dan beberapa hal diperoleh dari nilai-nilai yang didapatkan. Dalam memecahkan konflik ini mugkin dapat melakukan perubahan gambaran serta nilai di dalam dirinya. Jika nilai yang sebenarnya itu semakin banyak, maka *self* orang tersebut akan terpecah dan orang tersebut akan merasa tegang juga tidak tenang. 11. Pengalaman-pengalaman yang didapatkan dalam perjalanan hidup individu, akan di proses sebagai:   1. 2. 3. 4. Berdasarkan pokok pikiran ini, pengamatan itu sifatanya selektif dan kriteria utama dalam pengalaman adalahapakah pengalaman itu konsisten atau tidak. Jadi bisa disimpulkan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh *self*-nya 12\. Cara-cara berperilaku seseorang kebanyakan sesuai dengan gambaran diri (*self-concept*) 13\. Tingkah laku dapat juga ditimbulkan oleh pengalaman dan kebutuhan organisme yang tidak dapat dilambangkan yang biasanya hal ini tidak konsisten dengan struktur *self*. 14\. Malasuai psikologis *(psychological maladjustment)* akan timbul jika organisme menolak untuk menyadari pengalaman sensoris yang tidak dilambangkan di struktur selfnya. Jika itu terjadi, maka ketegangan psikologis dapat terjadi. 15\. Penyesuaian psikologis *(psychological adjustment)* akan terjadi jika gambaran diri dapat mengorganisasikan semua pengalaman sensoris  dan fisiologis organisme, sehingga terjadi salinan yang konsisten dengan gambaran dirinya 16\. Setiap pengalaman yang tidak konnsisten dengan struktur *self*, akan diamati sebagai ancaman. Jika keadaan tersebut terjadi secara terus menerus, maka akan mengakibatkan struktur *self* menjadi kaku dan jika ini terjadi, *self* akan membentuk pertahanan untuk segala macam pengalaman yang sekirannya mengancam. Akibatnya *self* akan kehilangan kontak dengan pengalaman nyata organisme yang akan menimbulkan ketegangan dan pada akhirnya individu menjadi lebih malasuai. 17\. Dalam situasi tertentu terutama bebas ancaman dari struktur *self*, pengalaman tersebut akan dikaji kembali jika hal itu tidak konsisten dengan struktur *self* dan struktur *self* direvisi agar dapat membaur dengan pengalaman tersebut. Dalam pendekatan konseling berpusat pibadi, konseling akan menemukan dirinya sendiri dalam keadaan bebas ancaman, hal itu dikarenakan konselor sepenuhnya menerima segala sesuatu yang disampaikan ielh konseli tanpa penilaian. 18\. Jika individu mengamati dan menerima semua pengalaman sensorisnya menjadi bagian dari sistem *self*-nya, maka ia akan dapat memahami orang lain sebagai individu yang berbeda. Seseoranng yang difensif biasanya cenderung merasa iri dan benci kepada orang lain.  19\. Jika individu lebih banyak mengamati berbagai pengalaman organisme-nya ke dalam struktur *self*-nya, maka ia akan mengetahui bahwa dirinya mengganti nilai-nilai serta sikap umumnya pada introyeksi pengalaman yang pada awalnya dilambangkan dalam bentuk distorsi. Hal ini dapat terjadi jika berlangsung secara terus-menerus. Untuk itu, melakukan evaluasi terhadap pengalaman itu perlu, karena individu bisa menilai apakah ia perlu atau tidak untuk melakukan perubahan terhadap struktur dirinya. Rogers yakin bahwa kekacauan sosial itu tidak akan terjadi karena pada dasarnya semua individu mempunyai kebutuhan yang sama termasuk diterima dan diakui oleh orang lain. 2.3 Perkembangan Kepribadian Sehat Setiap individu memiliki kecenderungan alami untuk mencapai aktualisasi diri. Mereka juga mampu dan cenderung menggambarkan pengalaman mereka dengan tepat dalam kesadaran. Individu membutuhkan penghargaan positif dari orang lain serta penghargaan diri yang baik. Kebutuhan ini sangat penting untuk menciptakan kondisi yang mendukung perkembangan pribadi yang sehat. Penilaian positif yang konsisten dan tanpa syarat dari orang-orang terdekat dapat membantu individu berkembang menjadi pribadi yang sehat. Dalam konteks ini, individu akan terus merasakan penilaian positif dari orang lain, meskipun sebagian perilakunya mungkin tidak diterima.  Jika seorang anak merasa dicintai meskipun ada perilaku yang tidak disetujui, maka nilai-nilai mereka tidak akan terpengaruh. Dalam hal ini, anak tersebut menerima penghargaan positif tanpa syarat, yang berkontribusi pada penghargaan diri yang positif. Kondisi ini mendukung perkembangan kepribadian yang sehat. Jika kondisi nilai tidak berkembang, proses penilaian diri dan kebutuhan akan penghargaan diri serta penghargaan positif akan sejalan. Oleh karena itu, orang akan menilai perilaku berdasarkan dampak positif dan negatif yang mungkin terjadi. Menurut pandangan Rogers, perilaku yang menghasilkan hasil positif tidak hanya memuaskan individu, tetapi juga akan diterima dan dinilai baik oleh masyarakat. Dengan demikian, individu yang tumbuh dalam kondisi tersebut akan mampu beradaptasi dengan baik di masyarakat. 2.4 Perkembangan Kepribadian Malasuai Setiap individu dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan memiliki kebutuhan dasar untuk mengaktualisasikan diri. Namun, seringkali kita menemukan individu dengan perilaku maladaptif, termasuk mungkin diri kita sendiri. Dalam perkembangan yang sehat, setiap individu memiliki kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan diri. Kebutuhan ini dipengaruhi oleh persepsi pribadi terhadap penghargaan yang diberikan oleh orang lain, yang menyebabkan individu menafsirkan pengalaman mereka secara selektif berdasarkan nilai-nilai yang telah diinternalisasi. Nilai-nilai ini terbentuk melalui reaksi orang lain yang tidak selalu sejalan dengan penilaian organik individu. Oleh karena itu, individu hanya akan merespons dan mencerminkan pengalaman yang sesuai dengan nilai-nilai tersebut dalam kesadarannya, sementara pengalaman yang tidak cocok akan diabaikan atau ditolak. Selama proses ini, individu seringkali mengubah persepsi mereka tentang peristiwa untuk memenuhi tuntutan nilai-nilai tersebut. Pengalaman yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ini tidak dapat dimasukkan dengan baik ke dalam struktur diri mereka. Ketika nilai-nilai ini mulai terbentuk dan pengalaman ditafsirkan berdasarkan nilai-nilai tersebut, ketidakselarasan antara diri dan pengalaman dapat muncul. Ketidakharmonisan ini menyebabkan kerentanan dan maladaptasi psikologis, sehingga individu tidak dapat bertindak sebagai kesatuan yang utuh. Terkadang, perilaku mereka dipandu oleh penilaian organik, tetapi di lain waktu dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diambil dari orang lain. **HAKIKAT KONSELING, KONDISI, DAN MEKANISME PERUBAHAN KONSELING GESTALT** 1. **Hakikat Konseling Gestalt** B. **Kondisi Pengubahan** 1. Tujuan Konseling Gestalt 2. Sikap, Peran dan Tugas Konselor 3. Peran dan Tugas Konseli 4. Situasi Hubungan Konselor dan Konseli C. **Mekanisme Pengubahan** 1. Tahap-tahap Konseling Gestalt - - 1. 2. - - 2. Teknik-Teknik Konseling Gestalt - - - - - - - - - - - - - - - **KONSELING KELOMPOK: PENGERTIAN, TUJUAN, TAHAP-TAHAP,** **TEKNIK-TEKNIK; KELEMAHAN DAN KELEBIHAN, SERTA HASIL-HASIL PENELITIAN KONSELING GESTALT** 1. Menurut (Gazda, 1984 dalam Adhiputra, (2014), konseling kelompok merupakan suatu sistem layanan yang baik untuk membantu pengembangan kemampuan pribadi, pencegahan, serta menangani konflik-konflik antar pribadi atau memecahkan masalah. Dalam konseling kelompok, interaksi antar anggota kelompok memungkinkan pertukaran pandangan, dukungan, dan pemahaman yang dapat memperkaya proses konseling. Layanan ini juga membantu individu dalam menghadapi tantangan pribadi dengan cara yang lebih konstruktif melalui pengalaman bersama dan masukan dari orang lain yang mungkin memiliki masalah serupa. Konseling kelompok adalah suatu bentuk layanan atau bantuan yang diberikan oleh seorang konselor kepada sekelompok individu yang menghadapi masalah tertentu.  Layanan ini dilaksanakan dalam situasi kelompok, di mana anggota kelompok saling berinteraksi, berbagi pengalaman, dan belajar satu sama lain. Dalam prosesnya, konselor menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana setiap anggota dapat saling mempercayai, saling memahami, serta menerima perbedaan masing-masing tanpa ada penilaian. B. Tujuan-tujuan yang dicapai dalam konseling kelompok yaitu ada tujuan umum dan tujuan khusus. - Konseling kelompok bertujuan untuk memberikan pengalaman yang bernilai bagi setiap anggota secara individu (Gibson & Mitchell, 2011), serta meningkatkan kepekaan dan kemampuan mereka dalam mendengarkan masalah satu sama lain. Secara umum, tujuan utama dari layanan konseling kelompok adalah untuk membantu peserta, seperti siswa, mengembangkan kemampuan sosialisasi, khususnya keterampilan komunikasi. Melalui interaksi dalam kelompok, peserta dapat belajar lebih banyak tentang diri sendiri, memahami perspektif orang lain, serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dalam lingkungan sosial. - Erle M. Ohlsen (1977) Don C Dinkmeyer dan James Muro (1979), serta Gerald Corey(1981) mengemukakan tujuan khusus konseling kelompok sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. C. 1. Dalam konseling kelompok, diperlukannya pemimpin yang telah terlatih dan memiliki kewenangan untuk bisa menyelenggarakan praktik konseling profesional. Di setiap pembentukan kelompok dapat terdiri dari 8-10 orang dengan tujuan bisa terpenuhinya syarat-syarat kelompok secara efektif dan dapat memberikan bantuan dan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi oleh setiap anggota kelompok. Adapun sikap yang harus dimiliki pemimpin kelompok dalam konseling kelompok, yaitu :  1. 2. 3. 4. 1. Pemimpin kelompok dapat memberikan bantuan, dorongan, dan pengarahan secara langsung dalam kegiatan kelompok berupa pembahasan masalah yang dibicarakan dan juga mengenai proses kegiatan kelompok itu sendiri. 2. Berperan penting dalam menciptakan suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok yang dipegang, baik perasaan anggota kelompok tertentu maupun keseluruhan kelompok untuk bisa saling merasa nyaman dan keterbukaan sehingga bisa tercapainya tujuan bersama dari konseling kelompok tersebut. 3. Memberikan tanggapan atau umpan balik mengenai berbagai hal yang terjadi dalam kelompok seperti bagaimana perasaan setiap anggota kelompok, keaktifan dalam kegiatan, dan memberikan masukan dan dorongan untuk menguatkan serta memotivasi seluruh anggota kelompok. 4. Pemimpin kelompok juga berperan penting dalam mengatur "lalu lintas" kegiatan kelompok, yaitu sebagai pemegang aturan, pendamai, penengah, pendorong kerjasama, menumbuhkan suasana kebersamaan, dan bertindak sebagai penjaga supaya kegiatan kelompok tidak terjadi kerusakan ataupun menyakiti anggota kelompok lainnya. 5. Terbinanya kemandirian dalam setiap anggota kelompok untuk bisa mengutarakan dan membicarakan pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam hidupnya. 1. Membuat dan mempertahankan kelompok 2. Membentuk budaya yang multikultural 3. Membentuk norma-norma dalam forum konseling kelompok Dalam konseling kelompok memerlukan beberapa anggota di dalamnya yang memiliki permasalahan yang sama hingga terwujudnya tujuan bersama yang ingin dicapai dari proses konseling kelompok tersebut. Anggota kelompok pun memiliki sikap, peran, dan tugas dalam mengikuti kegiatan konseling kelompok. Berikut ini akan dijabarkan satu persatu untuk lebih rinci dan mendalam mengenai keanggotaan kelompok. Sikap anggota kelompok yang perlu dimiliki yaitu diantaranya seperti :  1. Dapat membangkitkan partisipasi dalam diskusi 2. Menghargai anggota kelompok lainnya 3. Saling percaya dan menghormati 4. Memiliki rasa senasib seperjuangan 5. Dapat menaati peraturan dan norma-norma dalam kelompok Selain sikap, anggota kelompok juga memiliki peran dalam kegiatan kelompok, yaitu sebagai berikut :  1. Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok 2. Dapat mencurahkan semua perasaan dan permasalahannya dalam kegiatan kelompok 3. Berusaha agar tindakan yang dilakukan dapat membantu tercapainya tujuan bersama 4. Berusaha secara aktif dalam keikutsertaan dalam kelompok 5. Mampu berkomunikasi secara terbuka 6. Berusaha membantu anggota lain 7. Memberi kesempatan kepada anggota lain untuk dapat menjalankan perannya dan mengutarakan perasaan serta pendapatnya 8. Dapat menyadari pentingnya kegiatan kelompok bagi dirinya sendiri 1. Menjaga kerahasiaan setiap informasi dari anggota kelompok lain 2. Mendengarkan, memahami, dan merespon berupa empati dan simpati dalam kegiatan konseling 3. Dapat mengendalikan atau mengontrol emosi dari dalam dirinya 4. Jujur dan terbuka 5. Memberikan dukungan emosional 6. Menghindari dominasi dan menerima umpan balik 7. Disiplin dan komitmen D. Situasi hubungan dalam konseling kelompok merujuk pada dinamika dan interaksi antar anggota kelompok serta antara anggota dengan fasilitator (konselor). Beberapa situasi hubungan yang mungkin muncul dalam konseling kelompok meliputi: 1. Setiap anggota kelompok memiliki latar belakang, kepribadian, dan masalah yang berbeda-beda, sehingga dinamika interaksi mereka akan sangat bervariasi. Terkadang, ada anggota yang mendominasi pembicaraan, atau sebaliknya, ada yang enggan berbicara. 2. Dalam proses konseling kelompok, penting bagi anggota untuk merasa aman dan nyaman untuk berbagi masalah pribadi. Hubungan antar anggota yang didasari oleh kepercayaan akan memperkuat rasa kebersamaan dan membantu proses penyembuhan. 3. Konflik Antar Anggota: Konflik bisa terjadi karena perbedaan pendapat, sikap, atau persepsi di antara anggota kelompok. Konselor harus terampil dalam menangani konflik agar tidak mengganggu proses konseling. 4. Saling Dukungan: Satu aspek penting dalam konseling kelompok adalah adanya dukungan emosional dari sesama anggota. Anggota kelompok dapat saling memberikan dukungan, empati, dan perspektif baru yang bermanfaat. 5. Penerimaan dan Validasi: Setiap anggota kelompok dapat merasa diterima dan divalidasi oleh anggota lainnya, sehingga mereka merasa masalah atau pengalaman mereka dihargai. Ini menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan pribadi. 6. Kepemimpinan Konselor: Konselor memiliki peran penting dalam membentuk dinamika kelompok yang sehat, memastikan partisipasi semua anggota, menjaga agar diskusi tetap fokus, dan membantu memfasilitasi proses pemecahan masalah. 7. Pengungkapan Diri:  Pengungkapan diri dari anggota dapat menginspirasi anggota lainnya untuk membuka diri dan membahas isu mereka. Namun, pengungkapan ini harus dilakukan dengan bijak dan dalam suasana yang mendukung. E. 1. Tujuan: Mengenal satu sama lain dan membangun rasa kebersamaan. Pada tahap ini, konselor mengenalkan aturan dasar, menetapkan tujuan, dan         menjelaskan cara kerja kelompok. Anggota kelompok biasanya masih cenderung berhati-hati dan menjaga jarak dalam mengungkapkan diri. Konselor berperan penting dalam menciptakan rasa aman dan membangun kepercayaan di antara anggota kelompok. 2. Setelah merasa lebih nyaman, anggota mulai mengungkapkan perasaan dan pendapat yang mungkin berpotensi menimbulkan ketegangan atau konflik. Perbedaan pendapat atau sikap muncul, dan konflik internal bisa terjadi. Konselor harus mampu menangani konflik dengan bijaksana dan memfasilitasi diskusi agar dinamika tetap sehat. 3. Setelah melalui konflik, kelompok mulai menetapkan norma dan aturan yang disepakati bersama untuk mengelola dinamika interaksi. Anggota kelompok mulai lebih saling mendukung, dan peran masing-masing dalam kelompok menjadi lebih jelas. Konselor memantau dan memastikan bahwa norma yang terbentuk mendukung tujuan kelompok. 4. Tahap Pelaksanaan (Performing) Pada tahap ini, kelompok sudah matang, dengan interaksi yang terbuka, dukungan emosional, dan saling pengertian. Anggota secara aktif berpartisipasi dalam diskusi dan proses konseling, berbagi pengalaman, dan memberikan umpan balik satu sama lain. Konselor berfungsi lebih sebagai fasilitator, membimbing proses konseling tanpa terlalu mendominasi. 5. Tahap Pengakhiran (Adjourning) Pada tahap ini, kelompok akan mengevaluasi apa yang telah dicapai, belajar dari pengalaman, dan menyimpulkan sesi. Proses pengakhiran juga dapat melibatkan perasaan kehilangan atau perpisahan, karena kelompok telah berfungsi sebagai sumber dukungan. Konselor membantu anggota kelompok merumuskan apa yang telah dipelajari dan bagaimana mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka di luar kelompok. 6. Tahap Tindak Lanjut (Follow-up) Meskipun bukan bagian dari semua model, beberapa kelompok melakukan tindak lanjut untuk mengecek kemajuan masing-masing anggota. Konselor dapat mengadakan sesi tindak lanjut untuk menilai apakah tujuan yang disepakati telah tercapai dan bagaimana kelompok atau individu melanjutkan proses perubahan mereka. Setiap tahap memiliki tantangan tersendiri, dan keberhasilan kelompok dalam menjalani proses ini sangat bergantung pada kemampuan konselor dalam mengelola dinamika kelompok serta partisipasi aktif dari para anggotanya. F. 1. Metode untuk merangsang spontanitas dan interaksi antara anggota kelompok dengan membuat pernyataan menyenangkan, mengatasi kecemasan saat memulai konseling pada kelompok baru.  2. Teknik Summary (Meringkas):  Meringkas dua atau lebih tema masalah yang dibicarakan konseli, membantu menyimpulkan pembicaraan dalam proses konseling.  3. Teknik Pick-Up: Mengutip apa yang telah disampaikan anggota untuk digunakan sebagai pernyataan pendahuluan untuk pernyataan baru.  4. Ability Potential Response:  Menampilkan potensi konseli pada saat itu untuk dapat memasuki aktivitas tertentu, memberikan support verbal untuk mengakui kapabilitas konseli.  5. Teknik Probing:  Menyajikan pertanyaan pengarah untuk merangsang minat anggota terhadap materi yang ingin disampaikan konselor.  6. Refleksi perasaan:  Memperjelas perasaan konseli melalui pernyataan konselor, disertai dengan ekspresi verbal atau non verbal untuk membantu konseli lebih mengungkapkan perasaannya.  7. Teknik Diskusi:  Melakukan konseling dengan diskusi kelompok untuk mendapatkan informasi yang penting, bukan hanya untuk diskusi tetapi untuk memberikan penjelasan.  8. Teknik Interpretasi:  Menyampaikan ide kepada kelompok, mendorong diskusi lebih lanjut, dan memperkuat kemampuan individual untuk bisa tidak sepakat dengan konselor.  9. Teknik Konfrontasi:  Mendeskripsikan penyimpangan atau ketidakcocokan dalam pernyataan atau tingkah laku konseli agar anggota kelompok menyadari pertentangan yang muncul.  10. Klarifikasi:  Meminta penjelasan lebih lanjut atau menyamakan persepsi antara konselor dan konseli.  11. Bermain Peran (Role Playing):  Menggunakan imajinasi dan penghayatan anggota kelompok untuk memainkan peran sebagai tokoh hidup atau benda mati, sering dilakukan dalam kelompok sesuai dengan tema yang diperankan. G. Dari ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 1995), Kelebihan dan Kelemahan dari Konseling Gestalt, di antaranya: - 1. 2. 3. 4. 5. - 1. 2. 3. 4. 5. H. Konseling Gestalt adalah pendekatan psikoterapi yang berfokus pada kesadaran individu dan pengalaman saat ini. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan efektivitas teknik-teknik dalam konseling Gestalt, terutama dalam konteks pendidikan, 1. Sebuah penelitian oleh Susanti Dyastuti menunjukkan bahwa teknik kursi kosong dalam konseling Gestalt efektif dalam mengatasi perilaku agresif pelaku bullying. Dengan menggunakan teknik ini, klien dapat berpikir secara utuh mengenai masalah yang dihadapi, sehingga mereka dapat berempati dan memahami korban, serta mengendalikan perilaku agresif mereka. Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Falaah dan melibatkan observasi serta wawancara dengan santri yang terlibat, menunjukkan peningkatan kemampuan regulasi diri di antara peserta. 2. Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Penelitian oleh Arif Khalilu Rahman mengungkapkan bahwa konseling kelompok menggunakan pendekatan Gestalt dengan teknik empty chair dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VIII di MTs NU Ungaran. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan rata-rata kepercayaan diri sebesar 33,3% setelah perlakuan konseling, dengan analisis statistik yang menunjukkan signifikansi (p ≤ 0.043). Teknik ini membantu siswa untuk mengatasi rasa malu dan ketidaknyamanan dalam interaksi sosial. 3. Terapi Gestalt untuk Korban Bullying Satu lagi penelitian menyoroti penggunaan terapi Gestalt dengan teknik kursi kosong untuk santri korban bullying. Penelitian ini menekankan pentingnya membantu klien menyelesaikan \"urusan yang tak selesai\" yang mengganggu kesejahteraan mental mereka. Melalui pendekatan ini, klien dapat mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka secara lebih terbuka, membantu mereka mengatasi dampak negatif dari bullying. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan konseling Gestalt, melalui berbagai teknik seperti kursi kosong dan pengakuan tanggung jawab, efektif dalam meningkatkan kesadaran diri, kepercayaan diri, serta membantu individu mengatasi perilaku agresif. Pendekatan ini sangat relevan.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser