Hukum Agraria PDF
Document Details
Uploaded by ExcitedMemphis
Universitas Pelita Harapan
Tags
Related
Summary
This document provides an overview of Indonesian Agrarian Law, including its historical development, foundational principles, and scope. It discusses key aspects such as the history of agrarian law during the colonial era and various laws related to land use and ownership in Indonesia. It is likely aimed at students or researchers studying Indonesian legal frameworks.
Full Transcript
HUKUM AGRARIA Celestial D. S 01051240003 Claudia R.W 01051240025 Rafael L. M. A 01051240048 Yehezkiel D. M. G 01051240046 Meysandria M. S 01051240044 Chlara A. C. K 01051240056 Pengertian Menurut Soedikno Mertokusumo, hukum agraria adalah hukum y...
HUKUM AGRARIA Celestial D. S 01051240003 Claudia R.W 01051240025 Rafael L. M. A 01051240048 Yehezkiel D. M. G 01051240046 Meysandria M. S 01051240044 Chlara A. C. K 01051240056 Pengertian Menurut Soedikno Mertokusumo, hukum agraria adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang dan tanah dengan orang lain. Secara spesifik, hukum ini memberikan perlindungan kepentingan orang terhadap orang lain mengenai tanah, membuatnya menjadi hukum yang memberikan proteksi dan regulasi atas penguasaan dan penggunaan tanah dalam masyarakat Sejarah Hukum Agraria Era Hukum Agraria pertama kali dibuat sebagai respon terhadap pertumbuhan bisnis Kolonial perdagangan dan pertanian Indonesia pada zaman Belanda. Meski ada pengetahuan dan Belanda wawasan tentang pertanahan, hukum agraria masih cukup kuno dan tidak resmi hingga era Hindia Belanda. Sejarah Hukum Agraria Tahun 1870 merupakan tahun yang penting dalam hukum agraria Indonesia karena adanya Agrarische Agrarische Wet, yaitu seperangkat peraturan yang dimaksudkan untuk memperkuat modal asing di setiap wilayah Wet negara, termasuk peraturan yang berkaitan dengan tanah hak, tanah pelepasan, dan peraturan campuran. Prinsip utama dari Agrarische Wet adalah bahwa semua tanah yang tidak dapat diproduksi oleh pemiliknya adalah tanah milik negara. Sejarah Hukum Agraria Menurut Domein Verklaring, semua tanah yang Domein tidak dapat diproduksi oleh pemiliknya adalah tanah milik nasional, yang sangat penting untuk Verklaring pengembangan hukum pertanian kolonial. Namun, hal ini tidak sepenuhnya menjelaskan hak-hak rakyat terhadap tanah yang berasal dari hukum adat. Sejarah Hukum Agraria Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945, hukum agraria yang dinyatakan dalam Undang- Setelah Undang Pokok Agraria 1960 tidak berlaku. Undang-Undang Pokok Agraria No.5/1960 mulai Kemerdekaan berlaku pada tanggal 24 September 1960, dan merupakan satu-satunya undang-undang yang mengatur pertanian di Indonesia, mencapai stabilitas hukum dan unifikasi hukum agraria untuk semua warga negara Indonesia Dasar Hukum Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 (3) “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 Beberapa pasal utama: Pasal 1, Pasal 2, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 19, Pasal 53, Pasal 54 RUANG LINGKUP Pengaturan MELIPUTI Hukum Agraria mengatur hak-hak atas tanah, air, udara, dan ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung BEBERAPA HUKUM ASPEK di dalamnya. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 menetapkan bahwa penguasaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional harus dilakukan berdasarkan asas keadilan dan kemakmuran bagi pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Hukum Agraria memiliki kaitan erat dengan hukum adat Hak Menguasai Negara (Pasal 1 UUPA) Pengaturan Dasar Hak Sosial Atas Tanah (Pasal 6 UUPA) MELIPUTI Hukum Adat (Pasal 5 UUPA) BEBERAPA Nasionalitas/Kebangsaan (Pasal 9 UUPA) HUKUM Pembatasan Kepemilikan Tanah (Pasal 7 juncto ASPEK Pasal 17 UUPA) Aktif Menggarap Tanah Sendiri (Pasal 10 UUPA) Perlindungan Lingkungan dan Hak Ulayat (Dasar tambahan dalam Hukum Agraria Modern) Asas-Asas Hukum Agraria Asas Kebangsaan/Kenasionalan: Asas Hanya WNI yang Mempunyai Hak Milik Atas Tanah: Hanya WNI yang mempunyai hak milik atas tanah. Bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang Asas Persamaan Bagi Setiap WNI: terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan yang Maha Setiap WNI, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai Esa dan merupakan kekayaan Nasional Indonesia. kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah Asas Tingkat Tertinggi: serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam yang maupun keluarganya. Terkandung di Dalamnya Dikuasai oleh Negara Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan Asas Mengutamakan Kepentingan Nasional: Secara Arif oleh Pemiliknya Sendiri dan Mencegah Cara- Prioritas kepentingan nasional dan negara daripada Cara Bersifat Pemerasan: Tanah digunakan sebagaimana mestinya dapat digunakan untuk kepentingan perseorangan atau golongan. hal-hal yang bermanfaat. Asas Semua Hak Atas Tanah Memiliki Fungsi Sosial: Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Hak atas tanah apapun milik seseorang tidak dapat Berencana: dibenarkan bila digunakan (atau tidak dipergunakan) untuk Perlu adanya suatu rencana mengenai peruntukan, penggunaan dan kepentingan pribadinya, terutama jika hal tersebut merugikan persediaan bumi, air, dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan masyarakat hidup rakyat dan Negara. Tujuan UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA (UUPA) 1. 2. 3. Pembagian Tanah Perlindungan Kesejahteraan Perlindungan terhadap Menentukan siapa Memberikan keadilan lingkungan untuk yang berhak atas pada masyarakat memastikan kepemilikan tanah akan tanah dan SDA penggunaan tanah dan dan bagaimana sumber daya alam tidak untuk memenuhi tanah tersebut merugikan lingkungan kebutuhan hidup digunakan mereka Para Pihak ATAU SUBYEK HUKUM NEGARA ORANG PERSEORANGAN Negara memiliki wewenang Orang perseorangan, baik warga negara menguasai tanah dan menyediakan Indonesia maupun badan hukum yang hak-hak atas tanah kepada ditetapkan oleh peraturan perundang- masyarakat. undangan, dapat memiliki hak atas tanah. Hak negara atas tanah disebut Hak Contoh: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Atas Tanah (HAT) Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Para Pihak ATAU SUBYEK HUKUM BADAN HUKUM INTANSI PEMERINTAH Bank Lembaga Pertanahan Bank-bank yang didirikan oleh negara Lembaga Pertanahan Nasional Republik dapat memiliki hak milik atas tanah Indonesia bertanggung jawab dalam Badan Keagamaan dan Sosial menyelenggarakan urusan pemerintahan di Badan keagamaan dan sosial juga bidang pertanahan, termasuk pengadaan tanah dapat memiliki hak milik atas tanah dan penilaian nilai tanah Undang-undang Pokok Agraria (UUPA): Menjadi dasar pokok bagi penyusunan hukum agraria nasional, membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani. Peraturan Dasar dan Ketentuan Penguasaan: Meliputi aturan dasar dan ketentuan penguasaan, pemilikan, PELAKSANAAN penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional DAN REGULASI di Indonesia. Dengan demikian, pengaturan hukum dalam hukum agraria di Indonesia dirancang untuk memastikan distributive justice, proteksi lingkungan, dan kesejahteraan sosial masyarakat, serta membangun struktur hukum yang kuat dan pasti dalam manajemen sumber daya alam. Akibat LAHIRNYA HUKUM AGRARIA Perubahan Struktur Agraria Konflik Agraria Jaminan Kepastian Hukum Isu Nasional Program Reforma Agraria Wacana Revisi UUPA HAK MILIK HAK GUNA BANGUNAN HAK SEWA Merupakan hak yang kuat dan Hak untuk mendirikan bangunan Hak yang memberikan wewenang lengkap untuk menggunakan pada tanah milik orang lain atau untuk menggunakan tanah milik dan memanfaatkan tanah negara dengan jangka waktu orang lain dengan membayar maksimal 30 tahun dan dapat kepada pemiliknya sejumlah uang HAK MEMBUKA TANAH diperpanjang sebanyak 20 tahun sebagai sewanya DAN HAK MEMUNGUT HASIL HUTAN HAK PAKAI HAK GUNA USAHA Hak untuk memanfaatkan Hak untuk menggunakan dan/atau Hak untuk mengusahakan langsung sumber daya dalam hutan tanpa memungut hasil dari tanah yang tanah yang dikuasai oleh Negara hutan tersebut dimiliki oleh si dikuasai langsung oleh Negara atau untuk usaha pertanian, perikanan, penerima hak milik orang lain atau peternakan. Kewajiban DALAM HUKUM AGRARIA AKTIVITAS PERTANIAN KONVERSI HAK TRADISIONAL Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai Konversi hak-hak gogolan, pekulen, atau sanggan hak atas tanah pertanian diwajibkan mengerjakan yang bersifat tetap menjadi hak milik ditetapkan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan oleh Kepala Inspeksi Agraria setelah memeriksa mencegah cara-cara pemerasan syarat-syaratnya. PENDAFTARAN TANAH AKUSISI HAK ATAS TANAH Obyek pendaftaran tanah meliputi bidang-bidang tanah Proses akuisisi hak atas tanah dilakukan dengan yang dipunyai dengan hak milik, guna usaha, guna surat-surat bukti yang sah dan pemberian pengakuan bangunan, pakai, pengelolaan, wakaf, hak tanggungan, hak oleh lembaga agraria setelah pemeriksaaan dan tanah negara. Tujuan utama adalah adanya jaminan Panitia Pemeriksaan Tanah kepastian hukum bagi hak atas tanah tersebut. Jenis-Jenis HAK ATAS TANAH Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 menyebutkan jenis-jenis hak atas tanah, antara lain: Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Sewa Hak Membuka Tanah Hak Memungut Hasil Hutan Dan hak-hak lainnya LAHIRNYA HAK ATAS TANAH HAK ATAS TANAH DAPAT LAHIR MELALUI BEBERAPA CARA, YANG DIATUR DALAM PASAL 16 UUPA. BEBERAPA BENTUK HAK YANG DIAKUI MELIPUTI: Hak Milik: Hak terkuat dan terpenuh atas tanah yang dapat dimiliki secara individu. Hak Guna Usaha: Hak untuk mengusahakan tanah negara untuk tujuan pertanian dan perkebunan. Hak Guna Bangunan: Hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya. Hak Pakai: Hak untuk menggunakan tanah milik orang lain dengan izin pemiliknya. Lahirnya hak-hak ini harus memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, dan dapat terjadi melalui peralihan atau penetapan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. PENGHAPUSAN HAK ATAS TANAH Penghapusan hak atas tanah juga diatur dengan ketat dalam UUPA, terutama dalam konteks kepentingan umum. Beberapa alasan penghapusan hak meliputi: Pencabutan Hak untuk Kepentingan Umum: Berdasarkan Pasal 18 UUPA, hak atas tanah dapat dicabut oleh negara jika diperlukan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur. Dalam hal ini, pemilik tanah berhak mendapatkan ganti rugi yang layak.. Penyerahan Sukarela: Pemilik dapat dengan sukarela melepaskan haknya atas tanah, yang kemudian akan menjadi tanah negara. Tanah Musnah: Jika tanah secara fisik tidak dapat digunakan (misalnya, hilang karena erosi), maka hak atas tanah tersebut juga akan hapus. Ketidakpatuhan terhadap Syarat Subyek: Jika pemegang hak tidak memenuhi syarat sebagai subyek hukum (misalnya, akibat perkawinan campur), maka hak tersebut akan hapus dan tanahnya jatuh kepada negara 1. HAK MILIK Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah Turun-Temurun: Hak milik dapat diwarisi oleh ahli waris jika pemegang hak meninggal Terkuat: Hak milik tidak mudah dihapus dan relatif stabil terhadap gangguan dari pihak lain. Terpenuh: Memberikan wewenang yang paling luas dibandingkan dengan hak-hak lain, seperti hak untuk menyewakan tanah atau membuat hak-hak tambahan seperti hak pakai atau hak guna bangunan. SUBYEK HAK MILIK Warga Negara Indonesia Orang Asing atau Individu dengan kewarganegaraan ganda namun melalui pewarisan tanpa wasiat atau perkawinan, dan harus melepaskannya dalam waktu satu tahun setelah memperolehnya. Jika tidak dilepaskan, maka hak milik dihapus dan tanahnya jatuh pada negara TERJADINYA HAK MILIK Hak milik dapat timbul karena: Hukum adat, seperti melalui pembukaan tanah. Penetapan pemerintah, melalui permohonan yang diajukan kepada instansi terkait. Pewarisan tanpa wasiat atau perkawinan. PERALIHAN HAK MILIK Hak milik dapat dialihkan melalui cara-cara seperti: Jual-beli. Hibah. Tukar-menukar. Wasiat. *Peralihan hak milik tidak boleh dilakukan kepada orang asing atau badan hukum, karena mereka tidak dapat menjadi subyek hak milik. Oleh karena itu, peralihan semacam itu menjadi batal demi hukum, dan tanahnya jatuh kepada negara. SIFAT-SIFAT HAK MILIK Meskipun hak milik disebut “terkuat” dan “terpenuh,” artinya tidak berarti bahwa hak milik bersifat mutlak dan tak terganggu-gugat. Hak milik tetap harus diatur oleh undang-undang dan dapat diganggu-gugat dalam situasi-situasi tertentu, seperti pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA DASAR HUKUM UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 2. HAK GUNA USAHA (HGU) HGU merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara, dan dapat diberikan untuk jangka waktu maksimal 25 tahun, dengan kemungkinan perpanjangan hingga 35 tahun untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama. Setelah masa berlakunya habis, HGU dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 25 tahun DASAR HUKUM UUPA No. 5 Tahun 1960: Menyatakan bahwa HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah negara. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996: Mengatur tentang HGU dan hak-hak lain atas tanah. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021: Memperbarui ketentuan mengenai pengelolaan hak atas tanah. KRITERIA PEMBERIAN 1. Subjek Pemegang: HGU hanya dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia 2. Luas Tanah: Minimum luas tanah yang dapat diberikan HGU adalah 5 hektar, dengan ketentuan tambahan jika luasnya lebih dari 25 hektar 3. Tujuan Usaha: Diperuntukkan bagi kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, energi, dan pertambangan PROSES PEMBERIAN Pemohon harus mengajukan permohonan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jika semua syarat terpenuhi, BPN akan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH), yang kemudian harus didaftarkan untuk mendapatkan sertifikat sebagai bukti hak HAK PEMEGANG HGU 1. Menguasai dan menggunakan tanah untuk keperluan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Memindahkan atau mengalihkan hak kepada pihak lain dengan syarat tertentu. 3. Menggunakan HGU sebagai jaminan pinjaman KEWAJIBAN PEMEGANG HGU Mengusahakan tanah sesuai dengan kelayakan usaha yang ditetapkan. Melestarikan lingkungan hidup dan menjaga kesuburan tanah. Mematuhi segala peraturan yang berlaku terkait penggunaan lahan 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB) Hak Guna Bangunan (HGB) adalah sebuah hak yang diberikan kepada subjek hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan milik mereka sendiri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam membangun infrastruktur seperti rumah dan gedung, terutama di tengah kesempitan lahan yang ada. BATASAN DAN JANGKA WAKTU Definisi: Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Perpanjangan: Jangka waktu ini dapat diperpanjang atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunan, hingga maksimal 20 tahun tambahan DASAR HUKUM: UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 35-36 SPESIFIKASI JENIS TANAH Tanah Negara dan Hak Pengelolaan: Di atas tanah negara dan tanah hak pengelolaan, HGB diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun, bisa diperpanjang hingga 20 tahun tambahan, dan bisa diperbarui hingga 30 tahun lagi. Setelah masa pemberian, perpanjangan, dan pembaruan habis, tanah kembali menjadi milik negara atau tanah hak pengelolaan Tanah Milik: Di atas tanah milik, HGB diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan bisa diperbarui dengan akta pemberian HGB atas hak milik. Setelah masa habis, tanah tetap milik pemilik aslinya SUBYEK HUKUM Warga Negara Indonesia: Siapa saja warga negara Indonesia dapat memiliki HGB. Badan Hukum: Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia juga dapat memiliki HGB PROSES PEMBERIAN HGB di atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri yang bersangkutan. Di atas tanah hak pengelolaan, diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri yang bersangkutan berdasarkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan. Di atas tanah milik, terjadi melalui pemberian hak oleh pemegang hak milik dengan akta yang dihuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. REGISTRASI HGB yang diberikan atas tanah-tanah tersebut harus didaftarkan oleh Kantor Pertanahan. SIFAT-SIFAT HGB Beralih dan Dialihkan: Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain dengan izin dari instansi yang berwenang. Jaminan Utang: Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan 4. HAK PAKAI Hak pakai adalah salah satu hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). yaitu pada pasal 41-42. Hak ini memberikan warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, serta badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, wewenang untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau milik orang lain KARAKTERISTIK HAK PAKAI Penggunaan: Hak pakai memberi wewenang kepada pemegang hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang diberikan, tetapi tidak boleh melebihi batasan yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya atau perjanjian dengan pemilik tanah Kewajiban: Pemegang hak pakai bertanggung jawab untuk memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam keputusan pemberiannya atau perjanjian dengan pemilik tanah, serta tidak boleh melakukan aktivitas yang bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA JANGKA WAKTU Hak Pakai dengan Jangka Waktu: Diberikan untuk jangka waktu tertentu, maksimal 30 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu tambahan 20 tahun, serta bisa diperpanjang lagi hingga maksimal 30 tahun Hak Pakai Selama Dipergunakan: Tidak memiliki batasan jangka waktu, selama tanah tersebut dipergunakan dan dimanfaatkan PERALIHAN Tanah Negara: Hak pakai atas tanah negara hanya dapat dialihkan dengan izin pejabat yang berwenang Tanah Milik Orang Lain: Hak pakai atas tanah milik orang lain dapat dialihkan jika dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan SUBYEK Warga Negara Indonesia (WNI): Termasuk subjek yang dapat memilikinya Orang Asing Berkedudukan di Indonesia: Orang asing yang berkedudukan di Indonesia juga dapat memilikinya Badan Hukum Indonesia dan Asing: Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, maupun badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, dapat memilikinya 5. HAK SEWA Hak sewa tanah adalah sebuah hak yang memungkinkan seseorang atau badan hukum untuk menggunakan tanah milik orang lain untuk tujuan bangunan, seperti mendirikan rumah, gudang, atau fasilitas lainnya, dengan membayar sewa kepada pemilik tanah SYARAT SAH PERJANJIAN SEWA TANAH Sepakat Para Pihak: Para pihak harus sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian. Kecakapan: Para pihak harus memiliki kecakapan untuk membuat perjanjian. Pokok Persoalan: Ada pokok persoalan tertentu yang ingin diselesaikan melalui perjanjian. Suatu Sebab yang Tidak Terlarang: Suatu sebab yang tidak terlarang harus ada guna membentuk suatu perjanjian DASAR HUKUM: UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 44-45, Perjanjian Sewa HAK &KEWAJIBAN PEMILIK DAN PENYEWA Pemilik Tanah: Harus menyerahkan tanah dalam keadaan kosong kepada penyewa untuk tujuan bangunan. Bangunan yang didirikan oleh penyewa menjadi milik penyewa tanpa adanya perjanjian lain, kecuali jika disepakati lainnya. Penyewa: Harus membayar sewa kepada pemilik tanah sesuai dengan ketentuan yang disepakati. Wajib memenuhi syarat-syarat yang tidak mengandung unsur-unsur pemerasan dalam perjanjian sewa tanah KONSEKUENSI PENGGUNAAN HAK SEWA Jika hak sewa tanah digunakan dengan sah dan sesuai dengan ketentuan hukum, maka konsekuensinya adalah: Perpanjangan Hak: Hak sewa dapat diperpanjang jika kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan perjanjian. Terhapusnya Hak: Hak sewa dapat terhapus jika terjadinya wanprestasi, jangka waktu perjanjian habis, penyewa melepaskan haknya sebelum jangka waktu perjanjian berakhir, hak milik atas tanah ditarik untuk kepentingan umum, atau lenyapnya tanah yang terkait terhadap perjanjian. 6. HAK MEMBUKA TANAH Hak membuka tanah adalah hak dalam hukum adat yang mengizinkan seseorang untuk menggunakan atau mengusahakan tanah untuk tujuan tertentu, seperti pengembangan desa atau usaha tanah. Hak ini sering kali berkaitan dengan penggunaan lahan untuk keperluan pertanian, perkebunan, atau kegiatan lain yang dapat mengembangkan kawasan tersebut DASAR HUKUM: UUPA No. 5 Tahun 1960 Pasal 16, Hukum Adat CIRI HAK MEMBUKA TANAH 1. Pengakuan Masyarakat: Hak ini biasanya diakui oleh masyarakat setempat berdasarkan adat istiadat dan tradisi yang berlaku di wilayah tersebut. Pengakuan ini penting untuk memastikan bahwa hak ini dihormati oleh semua anggota komunitas. 2. Pengelolaan Lahan: Individu atau kelompok yang memperoleh hak membuka tanah biasanya bertanggung jawab untuk mengelola lahan tersebut dengan cara yang produktif dan berkelanjutan. Ini termasuk menanam tanaman, merawat tanah, dan menjaga keseimbangan ekologis. 3. Pewarisan Hak: Hak membuka tanah sering kali dapat diwariskan kepada keturunan atau ahli waris dari individu atau kelompok yang pertama kali membuka lahan. Hal ini memastikan bahwa lahan tersebut tetap bermanfaat bagi generasi mendatang. 4. Konflik dan Penyelesaian Sengketa: Dalam beberapa kasus, hak membuka tanah dapat menjadi sumber konflik antara berbagai kelompok atau individu. Penyelesaian sengketa biasanya dilakukan melalui mekanisme adat, seperti musyawarah atau mediasi, yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang adil dan damai. 5. Integrasi dengan Hukum Nasional: Meskipun hak membuka tanah terutama diakui berdasarkan hukum adat, integrasinya dengan hukum nasional juga penting. Dalam beberapa kasus, pemerintah mungkin memberikan pengakuan resmi terhadap hak ini melalui sertifikasi atau pengaturan lain yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. KETENTUAN DAN PROSEDUR Kepemilikan: Hanya warga negara Indonesia yang dapat memiliki hak ini. Regulasi: Diatur dalam peraturan pemerintah, yang mencakup prosedur dan syarat untuk membuka tanah. Tujuan: Memfasilitasi pemanfaatan lahan yang tidak terpakai untuk pertanian atau kegiatan produktif lainnya 7. HAK MEMUNGUT HASIL HUTAN Hak memungut hasil hutan adalah hak yang dimiliki oleh warga negara Indonesia untuk mengambil hasil dari hutan, baik itu hasil kayu maupun non-kayu. Meskipun hak ini memberikan akses untuk memanfaatkan sumber daya hutan, hak ini tidak berarti pemiliknya memiliki tanah tersebut DASAR HUKUM UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan PP No. 6 Tahun 2007 Tentang Kelanjutan Hak Pemungutan Hasil Hutan kepada WNI, Koperasi atau Badan Hukum Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Pasal 4 ayat (1) UUPA Mengenai Hak Atas Tanah KETENTUAN DAN PROSEDUR Kepemilikan: Hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia. Izin: Pemungutan hasil hutan memerlukan izin dari pihak berwenang, seperti kepala desa atau kepala adat, tergantung pada luas area yang akan dipergunakan. Batasan Luas Tanah: Untuk pemungutan hasil hutan di lahan tidak lebih dari 2 hektar, izin dari kepala persekutuan hukum diperlukan. Jika lebih dari 5 hektar, izin dari bupati setempat diperlukan TUJUAN DAN MANFAAT Kesejahteraan Masyarakat: Hak ini merupakan kontribusi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan akses kepada mereka untuk memanfaatkan sumber daya alam. Pengelolaan Berkelanjutan: Diharapkan pemegang hak dapat menjaga kelestarian hutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan, mengingat adanya ancaman pembalakan liar yang merusak ekosistem CONTOH KASUS Kasus yang terjadi di Desa Pakel, Banyuwangi, Jawa Timur, melibatkan penangkapan seorang petani bernama Muhriyono pada 9 Juni 2024. Penangkapannya terjadi di tengah konflik agraria yang berkepanjangan antara warga desa dan perusahaan perkebunan PT Bumisari Maju Sukses. Konflik ini berakar dari klaim tanah yang disengketakan, di mana warga mengklaim hak atas lahan yang dulunya dikelola oleh perkebunan tetapi kini telah ditanami kembali oleh mereka setelah ditinggalkan. Muhriyono dituduh terlibat dalam pengeroyokan terhadap petugas keamanan perusahaan saat warga berusaha mempertahankan tanaman mereka dari penebangan. Walhi, organisasi lingkungan hidup, menyebut penangkapan ini sebagai contoh "kriminalisasi" terhadap warga yang memperjuangkan hak atas tanah mereka. Mereka mencatat bahwa lebih dari 2.400 orang telah mengalami kriminalisasi dalam dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo CONTOH KASUS Polisi Banyuwangi membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa kasus ini adalah masalah pidana umum, bukan terkait dengan konflik agraria. Namun, berbagai pihak, termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menilai bahwa prosedur penangkapan Muhriyono cacat hukum karena ia ditangkap sebelum surat perintah resmi diterbitkan. Warga desa telah berulang kali mengajukan tuntutan kepada pemerintah untuk menyelesaikan konflik ini, namun belum ada respons yang memadai. Mereka merasa frustrasi dengan situasi yang terus berlanjut tanpa penyelesaian yang jelas. Terima Kasih QnA Session PERTANYAAN Cherish: Jika tujuan sebuah perjanjian untuk melakukan penebangan hutan secara ilegal, apakah perjanjian tersebut sah? JAWABAN Meysandria : Perjanjian sewa tanah yang bertujuan untuk melakukan penebangan hutan secara ilegal tidak dapat dianggap sah. Dalam hukum Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, semua tindakan penebangan yang tidak memiliki izin resmi adalah melawan hukum. Oleh karena itu, meskipun ada kesepakatan antara pihak-pihak tertentu, perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelakunya. Kemudian, mengingat syarat-syarat sahnya perjanjian salah satunya adalah kausa yang halal, sedangkan penebangan hutan ilegal, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan demi hukum karena tidak memenuhi syarat obyektif perjanjian kemudian. Selain itu, perjanjian dengan tujuan penebangan hutan secara ilegal juga dapat dibatalkan karena sesuai pasal 1365 KUHP yaitu perbuatan yang melawan hukum dapat dianggap tidak sah dan dapat dibatalkan. PERTANYAAN Alisya : Misalnya Alisya menandatangani perjanjian tanah milik Bu Veren dengan perjanjian sewa tahunan, namun setelah itu Bu Veren tidak dapat dihubungi selama bertahun-tahun dan Bu Veren tidak kunjung datang untuk menagih uang sewa tanah, apakah hal tersebut dapat menghapus hak kepemilikan Bu Veren? JAWABAN Chlara : Dalam kasus ini, meskipun Bu Veren tidak dapat dihubungi selama bertahun-tahun, hak milik atas tanah Bu Veren tidak otomatis dihapus. Kemudian melihat dari sifat hak milik yang tidak terbatas waktu selama tanah tersebut masih digunakan atau dirawat, maka hak kepemilikan tanah tersebut masih milik Bu Veren, KECUALI tanah tersebut tidak lagi digunakan oleh Alisya dan menjadi tanah terlantar hingga 20 tahun, maka tanah tersebut menjadi milik negara bukan lagi milik Bu Veren dan bukan menjadi milik Alisya PERTANYAAN Nicky : Di hukum agraria ada hak menguasai negara (HMN), lalu di Indonesia ada SDA seperti mineral, air, dan hutan. Bagaimana HMN dapat diterapkan di SDA Indonesia? JAWABAN Celestial : Hak menguasai negara berarti negara boleh menggunakan SDA sebagai isinya, seperti tanah, air, dan lain-lain. Namun, hal tersebut ada pengaturannya di Pasal 1 UUPA untuk diawasi dan dikontrol supaya penggunaan dari sumber daya alam yang ada benar benar untuk menyejahterakan rakyat. Sebelum penggunaan sumber daya alam, harus ada izin dari pihak yg berwenang. Contohnya seperti ketersediaan air yang harus menjangkau semua orang, pengendalian dan penggunaan hutan yang wajar, redistribusi lahan, dan lain-lain. PERTANYAAN Kenneth: Mengapa hanya jenis-jenis hak tertentu yang dapat didaftarkan? JAWABAN Claudia : Setiap hak harus ada pendaftaran sebagai bukti menggunakan hak tersebut. BPN akan mengukur tanah tersebut secara rinci. Setelah itu, BPN baru memberikan sertifikat hak milik.