Berakhirnya Kekuasaan Belanda di Indonesia PDF

Summary

Dokumen ini membahas berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia pada tahun 1942, dengan penekanan pada peran Jepang. Ia menjelaskan pembaharuan di Jepang dan pendudukan Jepang di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ia juga memaparkan faktor-faktor runtuhnya pemerintahan Belanda.

Full Transcript

**Berakhirnya Kekuasaan Belanda di Indonesia** Kisah ini bermula dari Jepang yang mengalami pembaharuan besar-besaran pada masa pemerintahan Tenno Meiji. Pembaruan ini disebut dengan Restorasi Meiji yang mengubah Jepang menjadi negara industri modern sekaligus negara imperialis. Status negara yang...

**Berakhirnya Kekuasaan Belanda di Indonesia** Kisah ini bermula dari Jepang yang mengalami pembaharuan besar-besaran pada masa pemerintahan Tenno Meiji. Pembaruan ini disebut dengan Restorasi Meiji yang mengubah Jepang menjadi negara industri modern sekaligus negara imperialis. Status negara yang sudah berubah menjadi negara industri ini membuat Jepang berencana untuk membangun imperium di Asia. Imperium Jepang di Asia bertujuan untuk membendung imperialisme Barat di Asia. Usahanya tersebut justru memicu pecahnya Perang Pasifik. Hal inilah yang menjadi sejarah awal pendudukan Jepang di Indonesia. Pada 8 Desember 1941, Jepang menyerang pangkalan angkatan laut Amerika di Pearl Harbour, Hawaii yang dimaksudkan untuk melumpuhkan kekuatan Amerika Serikat di Pasifik. Dengan demikian, penyerangan Jepang ke negara-negara Asia Tenggara dapat berjalan lancar. Alasan Jepang sangat berambisi untuk menguasai Asia Tenggara, salah satunya Indonesia, adalah untuk menarik sumber bahan mentah guna membiayai perang Jepang. Jepang berhasil menghancurkan kekuatan Sekutu (Inggris, Amerika. Belanda, Australia) di wilayah Asia. Tidak terkecuali tanah jajahan para negara Sekutu, termasuk Indonesia di dalamnya. Pada saat itu, Jepang berusaha merebut wilayah Nusantara dengan cara menyerbu daerah-daerah yang kaya akan sumber kekayaan alam seperti, Pulau Tarakan pada 11 Januari 1942. Pulau Tarakan di Kalimantan Utara dinilai sebagai daerah penting karena merupakan salah satu daerah penghasil minyak bumi terbesar. Setelah Tarakan, selanjutnya Jepang mulai menduduki daerah-daerah lain dengan rincian sebagai berikut. - Menguasai Balikpapan pada 24.Januari 1942; - Menguasai Pontianak pada 29 Januari 1942; - Menguasai Samarinda pada 3 Februari 1942; - Menguasai Kotabangun pada 5 Februari 1942 Kemudian, Jepang memulai penyerbuannya ke Pulau Jawa. Pendudukannya ini dilakukan melalui tiga arah di antaranya, dari utara (Kalimantan), arah barat (Sumatera), dan timur (Sulawesi dan Bali). Cara tersebut berhasil membuat pasukan Jepang yang dipimpin Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat di Teluk Banten dan Kranggan, Jawa Tengah, pada 1 Maret 1942. Dari sinilah pasukan Jepang mulai menyerbu daerah penting hingga pusat pemerintahan Belanda di Pulau Jawa. Sehingga pasukan Jepang berhasil menguasai Kota Batavia atau yang sekarang disebut dengan Jakarta pada tanggal 5 Maret 1942. Pasukan Jepang berhasil menguasai Batavia. Serangan Jepang tersebut pada akhirnya berakhir pada peristiwa penyerahan kekuasaan Hindia Belanda atau Belanda kepada Jepang di Kalijati, Subang, pada tanggal 8 Maret 1942. Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten atas nama seluruh angkatan perang Sekutu menyerah kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura atas nama angkatan perang Jepang untuk Indonesia. ONGHOKHAM berargumen bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya Hindia Belanda. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) pemerintahan Hindia Belanda yang represif sejak tahun 1930, (2) Jepang yang menjadi kekuatan baru di Asia, (3) kesalahan antisipasi Hindia Belanda terhadap Perang Dunia II, dan (4) pergerakan nasional. Keempat faktor tersebut jalin-menjalin dan saling berhubungan sebagai penyebab runtuhnya Hindia Belanda. **1. Pemerintahan Hindia Belanda yang represif sejak tahun 1930** Sejak de Jonge menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda, dia melakukan pemerintahan yang represif. Janji November 1918, yaitu janji dari Jenderal Linburg Stirum untuk memberikan kemerdekaan secara bertahap kepada Indonesia diingkari. Alih-alih memberikan ruang kepada anak negeri untuk mengisi posisi di pemerintahan, de Jonge malah mendatangkan banyak pegawai negeri (binnelandsch bertuur) dari Belanda. Untuk mencegak pemberontakan yang terorganisir, de Jonge mengembalikan pemerintahan di daerah kepada kaum adat. Namun demikian dalam praktik pemerintahan oleh para bupati, de Jonge mengirimkan residen dan wakil residen yang adalah orang Belanda. Bupati dijepit oleh dua kekuasaan. Dalam pengambilan keputusan, residen lebih berkuasa daripada bupati. Sementara dalam implementasi kebijakan, asisten residen lebih dominan. Gubernur Jenderal de Jonge juga mendirikan dinas intelejen (Politieke Inlichtingen Dienst -- PID) yang ditugaskan untuk menjaga keamanan PID pada praktiknya melakukan pengamatan kepada semua pergerakan dan perorangan yang dianggap berbahaya. Kebijakan yang diambil de Jonge ini membuat rakyat menjadi muak dan tidak berpihak kepada Belanda. **2. Jepang yang menjadi kekuatan baru di Asia** Faktor kedua yang menjadi penyebab runtuhnya Hindia Belanda adalah Jepang sebagai kekuatan baru di Asia. Setelah restorasi Meiji dan tentara, khususnya angkatan laut mengambil alih kekuasaan, Jepang mulai menjadi kekuatan baru. Mula-mula Jepang menyerang China pada tahun 1895 dan sepuluh tahun kemudian berperang dengan Rusia. Kebangkitan ekonomi dan militer Jepang mulai diperhitungkan sebagai kekuatan yang mengkhawatirkan di Asia. Sifat Jepang yang ekspansif tidak bisa dikontrol dengan baik oleh Amerika dan Eropa, karena pada saat yang sama mereka sedang sibuk dengan resesi ekonomi dan perang (hal. 14). Amerika mengalami krisis ekonomi di tahun 1930 dan menyebabkan mereka mengisolasi diri untuk fokus mengatasi masalah ekonomi dalam negeri. Sementara di Eropa terjadi perang antara Jerman dengan Inggris yang bersekutu dengan Perancis. Setelah menguasai Indocina dan Filipina, Jepang akhirnya mengincar Hindia Belanda. Jepang melakukan negosiasi perdagangan yang penuh tekanan kepada Hindia Belanda. Tekanan dilakukan lebih kuat setelah pemerintahan Netherland melarikan diri ke London karena serangan Jerman. Jika awalnya Jepang hanya ingin menjamin pasokan bahan baku dari Hindia Belanda, di akhir perundingan Jepang menginginkan eksploitasi bersama terhadap kekayaan alam NusantaraMelihat kekuatan Jepang dan kebencian terhadap Belanda, beberapa tokoh pergerakan mulai mendekat kepada Jepang. Sam Ratulangi, Subardjo adalah contoh dua tokoh pergerakan yang mulai tertarik kepada Jepang ). Tokoh lain yang mendekat kepada Jepang Badalah Muhammad Husni Thamrin. Namun demikian ada juga tokoh pergerakan yang kritis dan berani. S. K. Trimurti banyak menulis tentang bahayanya Jepang bagi Indonesia. S. K. Trimurti mengingatkan bahwa selama ini Indonesia sudah menderita karena ekploitasi. Kedatangan Jepang yang akan mengekploitasi bersama justru akan meningkatkan penderitaan (hal. 37). Meski ada beberapa tokoh pergerakan yang anti Jepang, namun lebih banyak tokoh-tokoh pergerakan yang melihat Jepang sebagai pihak yang bisa diajak bekerjasama mencapai kemerdekaan. Menyadari bahwa banyak tokoh pergerakan memalingkan hati ke Jepang, Belanda mencoba menarik perhatian tokoh-tokoh pergerakan dengan menempatkan beberapa dari mereka dalam pemerintahan. Amir Sjarifuddin misalnya, diangkat menjadi orang penting di Departemen Ekonomi ). Sedangkan P. A. A. Soejono sebagai menteri tanpa portofolio. **3. Kesalahan antisipasi Hindia Belanda terhadap Perang Dunia II** Pemerintah Hindia Belanda merasa memiliki kekuatan untuk mengatasi Jepang. Saat pemerintah Belanda sudah jatuh ke tangan Jerman, dan Ratu sudah mengungsi ke London, Pemerintah Hindia Belanda masih bernegosiasi dagang dengan Jepang. Namun saat Pemerintah Amerika menyatakan perang kepada Jepang, Hindia Belanda serta merta mendukungnya dan ikut menyatakan perang kepada Jepang. Padahal saat itu sekutu Amerika belum ada yang menyatakan perang kepada Jepang. Sikap terlalu percaya diri bahwa Hindia Belanda memiliki kekuatan yang cukup untuk melawan Jepang, ternyata salah. Perekrutan milisi dari masyarakat tidak berjalan baik. Belanda hanya mengandalkan tentara dari kerajaan-kerajaan, seperti Mangkunegaran Pakualaman dan Keraton Surakarta dan Jogjakarta. Sementara kekuatan Sekutu yang diharapkan ternyata tidak terlalu terorganisir (hal. 200). **4. Pergerakan Nasional** Faktor penting yang tak bisa diabaikan adalah pergerakan nasional. Sejak tahun 1918, pergerakan nasional mulai tumbuh. Jika sebelumnya gerakan perlawanan kepada Belanda bersifat kedaerahan, sejak tahun 1918, gerakan untuk merdeka sudah mengkristal. Dinamika pergerakan ini sangat dinamis. ONGHOKHAM membagi gerakan nasional menjadi empat fase, yaitu: (1) fase 1920-1930, (2) fase 1930-1940, (3) fase 1940-1941 dan (4) 1941-1942. Fase 1920-1930 adalah fase awal yang menggebu-gebu. Hal ini disebabkan karena ada janji dari Pemerintah Hindia Belanda yang akan memberikan kemerdekaan secara bertahap. Namun fase ini juga ditandai sifat pergerakan yang non kooperatif. Sementara fase kedua, yaitu pergerakan dari tahun 1930-1940 ditandai dengan sikap yang lebih kooperatif dan bergaya barat.. Pergerakan menggunakan alat-alat barat, seperti parlemen dan mass media untuk mencapai tujuannya. Gerakan teosofi, yaitu gerakan keagamaan bergaya barat mendapat tempat yang tinggi. Fase 1940-1941 adalah gerakan yang kembali tidak kooperatif dan ditandai dengan bangkitnya gerakan golongan Islam. Tokoh-tokoh pergerakan pada umumnya adalah golongan muda yang lebih terorganisir. Mereka ini memiliki disiplin dan kemampuan organisasi yang lebih baik. Sebab mereka rata-rata adalah pemuda yang memiliki latar belakang sekolah dan organisasi kepanduan. Pada fase ini Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dan Madjlisul a'laa Indonesia (MAIA) menjadi dua organisasi yang menyatukan para aktifis pergerakan. Kedua kelompok ini, meski ada perbedaan di antara keduanya dan diantara anggotanya, memiliki cita-cita yang sama, yaitu "Indonesia Merdeka". Sedangkan fase 1941-1942 ditandai dengan semakin dekatnya tokoh pergerakan kepada Jepang dan penangkapan-penangkapan serta pengasingan tokoh-tokoh pergerakan. Sikap kecewa tokoh pergerakan karena diingkarinya janji November adalah menjadi pemicu utama mengkristalnya pergerakan Indonesia yang anti Belanda dan memperjuangkan kemerdekaan dengan cara yang tidak kooperatif. Faktor ini menjadi sumber gagalnya gerakan semesta untuk mempertahankan Hindia Belanda dari serangan Jepang. Strategi Jepang untuk menghancurkan angkatan laut Amerika di Perl Harbor adalah strategi yang jitu. Dengan hancurnya kekuatan angkatan laut Amerika maka penyerangan terhadap kekuatan Jepang menjadi lambat. Sementara Eropa masih sibuk dengan perang. Akibatnya Jepang dengan cepat bisa menguasai Asia Tenggara, termasuk Hindia Belanda. Sehingga pada tanggal 8 Maret 1942 Hindia Belanda secara resmi mengumumkan menyerah kepada Jepang.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser