Peraturan Perundangan Bidang Kesehatan Reproduksi PDF

Document Details

QualifiedNirvana

Uploaded by QualifiedNirvana

PSKM FKIK ULM

2024

Andini Octaviana Putri, SKM., M.Kes

Tags

kesehatan reproduksi peraturan perundangan kesehatan ibu reproduksi

Summary

Dokumen ini membahas peraturan perundangan di bidang kesehatan reproduksi, mencakup hak reproduksi, pelayanan kesehatan ibu dan remaja, pengaturan kehamilan, kontrasepsi, kesehatan seksual, dan reproduksi dengan bantuan. Tujuan dari dokumen ini adalah agar mahasiswa memahami aspek hukum kesehatan reproduksi. Disertai penjelasan terkait Undang-Undang No 36 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2014.

Full Transcript

PERATURAN PERUNDANGAN BIDANG KESEHATAN REPRODUKSI Oleh: Andini Octaviana Putri, SKM., M.Kes PSKM FKIK ULM | 2024 2 TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa dapat memahami dan menguraikan terkait aspek hukum kesehatan reproduksi UNDANG-UNDANG NO...

PERATURAN PERUNDANGAN BIDANG KESEHATAN REPRODUKSI Oleh: Andini Octaviana Putri, SKM., M.Kes PSKM FKIK ULM | 2024 2 TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa dapat memahami dan menguraikan terkait aspek hukum kesehatan reproduksi UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI 4 Sebelum Hamil, Hamil, Melahirkan dan Sesudah Kesehatan Reproduksi melahirkan Kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang Kesehatan berhubungan dengan sistem, Reproduksi Pengaturan fungsi serta proses kehamilan, Kesehatan alat reproduksi; dan bukan hanya sistem kontrasepsi, reproduksi kesehatan kondisi yang bebas dari seksual penyakit dan kecacatan. UU No 36 Th. 2009 PASAL 71 HAK-HAK REPRODUKSI 5 1. Menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah. 2. Menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan 3. Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama. 4. Memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. UU No 36 Th. 2009 PASAL 72 PP NO 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PP N0.61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI 7 (Pelayanan Kesehatan Ibu) Pasangan yang sah mempunyai peran untuk meningkatkan kesehatan ibu secara optimal, melalui peran berikut: 1. Mendukung ibu dalam merencanakan keluarga; 2. Aktif dalam penggunaan kontrasepsi; 3. Memperhatikan kesehatan ibu hamil; 4. Memastikan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan; 5. Membantu setelah bayi lahir; 6. Mengasuh dan mendidik anak secara aktif; 7. Tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga; 8. Mencegah infeksi menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS PP N0.61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI 8 (Pelayanan Kespro Remaja) Ketahanan Pendidikan dan mental melalui Keterampilan Pelayanan Kesehatan keterampilan hidup sehat sosial Reproduksi yang Dilaksanakan: Sistem, fungsi, Perilaku seksual dan proses 1. Komunikasi, Informasi, sehat dan aman reproduksi Edukasi 2. Konseling Perilaku seksual 3. Pelayanan medis berisiko dan Keluarga perilaku berisiko berencana lain PP N0.61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI 9 (Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Hamil, Persalinan dan pasca melahirkan) Pasca Sebelum Hamil Hamil Persalinan Melahirkan Pemeriksaan Pelayanan Pertolongan Pelayanan Fisik Antenatal sesuai standar Nifas Imunisasi Inisiasi Pelayanan Konsultasi menyusu dini mendukung Kesehatan Pemantauan pemberian ASI dan deteksi Pelayanan pola dini adanya FR asuh anak dan penyulit dibawah 2 Rujukan kasus tahun PP N0.61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI 10 (Pelayanan Pengaturan Kehamilan, Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual) Berupa KIE dan konseling Pengaturan Kehamilan Memabantu pasangan dalam mengambil Keputusan tentang usia ideal melahirkan, jumlah ideal anak dan jarak kelahiran ideal Pemberian KIE dan konseling Pelayanan kontrasepsi  tiap pasangan berhak memilih metode kontrasepsi untuk dirinya tanpa paksaan  penggunaan sesuai Kontrasepsi/Keluarga dengan syarat dan ketetntuan yang berlaku Berencana Pelayanan kontrasepsi darurat diberikan pada ibu yang tidak terlindungi kontraspsi atau korban perkosaan untuk mencegah kehamilan PP N0.61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI 11 (Pelayanan Pengaturan Kehamilan, Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual) Korban kekerasan seksual harus ditangani secara multidisiplin Perlindungan Pemeriksaan dan fisik, mental dan penyelamatan penunjang korban Terapi psikiatri dan psikoterapi Pengobatan serta luka/cedera rehabilitasi Aspek psikososial Aspek hukum, kesehatan keamanan fisik, mental dan dan seksual keselamatan Identifikasi Forensik untuk pelaku pembuktian Pencegahan/pen anganan Pencegahan/pe kehamilan nanganan PMS PP N0.61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI (indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian larangan aborsi) 12 Tindakan aborsi hanya boleh dilakukan jika: 1.Indikasi kedaruratan medis 2.Kehamilan akibat perkosaan 3.Aborsi pada kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir PP N0.61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI (indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian larangan aborsi) 13 Kedaruratan Medis Akibat Perkosaan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya Kehamilan mengancam nyawa dan kesehatan ibu persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.aja Kehamilan mengancam nyawa dan kesehatan janin (termasuk bagi penderita penyakut genetic berat atau Kehamilan akibat perkosaan dibuktikan dengan: 1) usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang dinyatakan cacat bawaan) surat keterangan dokter dan atau keterangan penyidik/psikolog/ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan PP N0.61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI (indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian larangan aborsi) 14 Dilakukan dokter sesuai standar di fasyankes Atas Praktik ini permintaan dilaporkan dan persetujuan Praktik aborsi ybs aman, bernutu dan bertanggung jawab Tidak Dengan izin diskriminatif semua; kecuali dan bagi kroban materialistis perkosaan PP N0.61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI (REPRODUKSI DENGAN BANTUAN/KEHAMILAN DI LUAR ALAMIAH) 15 1) Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah hanya dapat dilakukan pada pasangan suami isteri yang terikat perkawinan yang sah dan mengalami ketidaksuburan atau infertilitas untuk memperoleh keturunan. 2) Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah dilaksanakan dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal. 3) Dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak bertentangan dengan norma agama. 4) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi dan kewenangan. PP NOMOR 28 TAHUN 2024 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2023 17 UPDATE !! Upaya Kesehatan sistem reproduksi “Penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk dilaksanakan sesuai siklus hidup yang semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi meliputi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap 1. Kesehatan sistem reproduksi bayi karena masalah ekonomi atau kesehatan,” (menghapus prakitik sunat Perempuan), balita, dan anak prasekolah (edukasi Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai pengenalan organ reproduksi); aturan turunan dari PP tersebut. 2. Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja; Aturan turunan tersebut juga akan memperjelas 3. Kesehatan sistem reproduksi dewasa; mengenai pemberian edukasi tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja yang 4. Kesehatan sistem reproduksi calon akan disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan pengantin; dan usia anak 5. Kesehatan sistem reproduksi lanjut usia TERIMA KASIH ASPEK HUKUM PELAYANAN KESEHATAN POLA HUBUNGAN DOKTER/NAKES DENGAN PASIEN Hubungan paternalistik dengan prinsip father knows best Kedudukan pasien tdk sederajat dengan dokter/nakes Kedudukan dokter/nakes dianggap lebih tinggi oleh pasien, peranannya lebih penting dalam upaya penyembuhan Pasien nasib sepenuhnya kepada dokter/nakes Horisontal kontraktual Dokter dan pasien sama-sama subjek hukum mempunyai kedudukan yang sama Didasarkan pada sikap saling percaya Mempunyai hak dan kewajiban yang menimbulkan tanggung jawab baik perdata atau pidana TINJAUAN PP NO.28 TAHUN 2024 TENTANG Mengatur pelaksanaan UU Kesehatan no 17 tahun 2023 ttg kesehatan, mengatur perlindungan hukum tenaga medis dan non medis. JENIS TENAGA KESEHATAN 1. Tenaga Medis  Dokter dan Dokter gigi 2. Tenaga Keperawatan  Perawat dan Bidan 3. Tenaga Kefarmasian  Apoteker, Analis Farmasi, Asisten Apoteker 4. Tenaga Kes Masyarakat  Epidemiolog, Entomolog Kes, Mikrobiolog Kes, Penyuluh Kes, Administrator Kes, Sanitarian 5. Tenaga Gizi  Nutrisionis dan Dietisien 6. Tenaga Keterapian Fisik  Fisioterapis, Okupasiterapis, Terapis Wicara 7. Tenaga Keteknisian Medis  - Radiografer - Radioterapis - Teknisi gigi - Teknisi Elektro- medis - Analis Kesehatan - Refraksionis optisien - Otorik prostetik - Teknisi tranfusi - Perekam medis PROFESI -Penerapan Disiplin ilmu -Standar Profesi Disiplin Etika Hukum -Norma Prilaku -Aturan Hukum HUBUNGAN HUKUM Pelayanan (PERJANJIAN Terapeutik) Pemberi Pelayanan Penerima Pelayanan Proses (dokter) (Pasien) Produsen Jasa (Subjek Hukum) Saling Konsumen Jasa Berkomunikasi (Subjek Hukum) Hak dan Hak dan Kewajiban Kewajiban Objek (Upaya Kesehatan) Harus cermat dan Hati2 Perdata Pidana Tanggung jawab: -Inform concent - Rekam Medik Administrasi - SP, SPO, Etika - Hukum Kewenangan Teg.Kesehatan -Peraturan - SP - SPO - Etika -Sumber Daya Kes -Preventif -Kuratif Upaya Kesehatan/Pelayanan Kesehatan -Promotif -Rehabilitatif REGISTRASI TENAGA KESEHATAN (PerMenkes Nomor 161/2010) 1. Dokter  SIP 2. Bidan  SIB 3. Perawat  SIP 4. Fisioterapis  SIF 5. Perawat Gigi  SIPG 6. Refraksionis Optisien  SIRO 7. Terapis Wicara  SITW 8. Radiografer  SIR 9. Okupasi Terapis  SIOT Uji Kompetensi Nakes lulus STR (Sertifikat Komptensi) HAK DAN KEWAJIBAN (tinjauan UU No.36/2009 tentang Kesehatan dan UU No.44/2009 tentang Rumah Sakit) dan edukasi Nakes 2. Yankes aman dan bermutu 1. Imbalan 3. Memilih yankes/laboratorium 2. Perlindungan hukum 4. Memperoleh akses 3. Tolak ungkap rahasia 5. Kerahasian pasien 6. Informed concent terkecuali apabila pasien 7. Menolak tindakan menuntut dan memberi 8. Menggugat dan menuntut informasi kpd media 9. Memperoleh Rekam medik/lab cetak dianggap telah PASIEN HAK melepaskan haknya (psl 1. Memperoleh informasi 44 RS) Pengaduan atas Yankes 5.Menggugat dan menuntut 2. Menolak bimbingan rohani 6. Perlindungan hukum (RS) 3. Keluhan yankes melalui media cetak dan elektronik (RS) Menerima Informasi benar dan jujur PASIEN NAKES 1. Memberikan 1. Memiliki SIP/SIK informasi yg benar, 2. Mengikuti SP,SPO, lengkap dan jujur etika 2. Mematuhi aturan KEWAJIBAN 3. Menghormati hak sarana pelayanan kes pasien 3. Memberikan imbalan 4. Mengutamakan keselamatan pasien TANGGUNG JAWAB HUKUM PERDATA Tenaga kesehatan dan sarana kesehatan (sebagai subjek hukum), memiliki tanggungjawab hukum atas semua tindakannya dalam upaya melaksanakan tugas profesinya, yang tidak luput dari kesalahan profesi. TANGGUNG JAWAB HUKUM yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi, masih dapat dibedakan terhadap ketentuan-ketentuan profesional (kode etik), dan tanggung jawab terhadap ketentuan hukum yang meliputi hukum perdata, hukum pidana dan administratif. HUBUNGAN ADANYA KESEPAKATAN Dalam pelayanan kesehatan berawal dari hubungan 1 kepercayaan antara 2 orang atau lebih yang merupakan subjek hukum. Keputusan pasien/keluarga untuk mengunjungi 2 dokter/nakes guna meminta pertolongan, secara yuridis diartikan bahwa pasien melakukan penawaran. Dokter/Nakes melakukan wawancara/komunikasi dengan 3 pasien atau keluarga. Berdasarkan informasi yg diterima oleh dokter/nakes dari 4 pasien tentang penyakitnya, maka si dokter akan menyusun anamnesa. Pada saat dokter/nakes bersedia dgn penyusunan 5 anamnesa, hal ini berarti dokter menerima atas penawaran dari pasien tsb. Dengan adanya penawaran dari pasien dan penerimaan dari dokter/nakes, maka terjadilah kesepakatan yang merupakan 6 salah satu persyaratan terjadinya perjanjian. (pasal 1320 KUHPerdt)  - Sepakat - Cakap - Hal tertentu - Sebab yang halal Dengan demikian dalam setiap pelayanan kesehatan terjadi 7 suatu perjanjian (tidak tertulis) antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan, yang dinamakan perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik (Inspanningverbintenis) TRANSAKSI TERAPEUTIK Transaksi Traupeutik merupakan hubungan antara 2 orang atau lebih subjek hukum, yg saling mengikatkan diri didasarkan pada sikap saling percaya. Saling percaya akan tumbuh jika terjalin komunikasi secara terbuka dan jujur antara dokter/nakes dan pasien, karena masing2 dapat saling memberikan informasi yg diperlukan bagi terlaksananya kerjasama yg baik dan tercapainya tujuan pelayanan kesehatan. Pasal 1234 KUHPer: “Tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” Hakekat Pelayanan Kesehatan adalah : 1. Memberi pertolongan atau, 2. Memberi bantuan kepada pasien Prinsip Etik  Memberi pertolongan, berbuat baik dan tidak merugikan. Pasal 1354 KUHPerdata : “Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut hingga orang yang mewakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu” (zaakwaarneming) Menolong orang harus sampai tuntas Pasal 1356 KUHPer : “Ia (pemberi bantuan) wajib dalam melakukan pengurusan tersebut memenuhi kewajiban sebagai seorang bapak rumah yang baik” Pengobatan/Perawatan (Nakes) Pelayanan Kesehatan Sarana Pelayanan RS/Klinik Pasal 1365 KUHPer : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut” Pasal 1366 KUHPer : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hati” Pasal 1371 KUHPer : “Penyebab luka atau cacat anggota badan Atau kurang hati2” Kelalaian/culpa Kerugian orang lain Kesengajaan/dolus PERSYARATAN PASIEN MENGAJUKAN GUGATAN : 1. Pasien harus mengalami kerugian 2. Adanya kesalahan 3. Adanya hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian 4. Perbuatan itu melawan hukum TANGGUNG JAWAB Pasal 1367 (1) KUHPer : “Seseorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang ada dibawah pengawasannya” (hubungan atasan dgn bawahan/vicarios liability) 1. Personalia RS/Klinik/Saryankes 2. Sarana dan Prasarana 3. Kewajiban memberikan pelayanan terbaik Tanggung Jawab Hukum RS (UU No.44/2009 Pasal 46) : “RS bertanggung jawab secara hukum atas semua kerugian yang timbul akibat kelalaian yg dilakukan Nakes di RS” TANGGUNG JAWAB HUKUM PIDANA Hukum pidana  mengatur hubungan antara manusia/masyarakat dengan negara “Azas nullum delictumnulla poena sine praevia lege poenali” seseorang hanya dapat dihukum apabila telah ada ketentuan hukum yang mengatur perbuatan itu terlebih dahulu. Ketentuan hukum pidana dapat diberlakukan dengan keharusan memenuhi 2 persyaratan : 1. Adanya suatu perbuatan/tindakan yang dilakukan oleh seseorang dan yang melanggar ketentuan hukum pidana, sehingga memenuhi rumusan delik sebagaimana yang diatur dalam hukum pidana yang berlaku 2. Pelanggar hukum pidana mampu mempertang- gung jawabkan perbuatannya SUMBER HUKUM PIDANA 1. KUHP 2. Diluar KUHP (UU Tipikor, UU Terorisme dll) 3. UU Non Pidana (UU Kesehatan, UU Rumah Sakit) Yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatan pidana : 1. Telah berumur 16 tahun 2. Sehat akalnya (pasal 44, 45, 46 KUHP) BEBERAPA DELIK YANG DAPAT DIANCAM KEPADA TENAGA KESEHATAN : Pasal 242 KUHPidana : “Keterangan palsu/keterangan tidak sesuai dengan fakta, dipidana 7 tahun” Pasal 304 KUHPidana : “Meninggalkan orang yang perlu ditolong dipidana 2 tahun 8 bulan” Pasal 322 KUHPidana : “Membuka rahasia pasien dipidana 9 bulan” Pasal 333 KUHPidana : “Menahan seorang secara melawan hukum, pidana 8 tahun/RS menahan pasien belum bayar” Pasal 338 KUHPidana : “Sengaja merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun” Pasal 344 KHUPidana (euthanasia): “Merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, pidana penjara paling lama 12 tahun” Pasal 359 KUHPidana : “Karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahunn” Pasal 360 KUHPidana : (1)Karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, 5 tahun” (2)Karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan pidana penjara 9 bulan. Pasal 361 KUHPidana : “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian maka pidana ditambah 1/3 dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan” Pasal 347 KUHP : (1). Sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, pidana penjara 12 tahun (2).Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, pidana penjara 15 tahun Pasal 348 KUHP : (1). Sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, pidana penjara 5 tahun (2). Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, pidana 7 tahun Pasal 349 KUHP : “Apabila tindakan pengguguran kandungan sesuai pasal 346. 347 dan 348 dilakukan oleh dokter, bidan atau juru obat maka pidananya diperberat dengan ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak profesinya” Pasal 299 KUHP : (1). Sengaja mengobati seorang perempuan atau mengerjakan sesuatu perbuatan terhadap seorang perempuan dengan memberitahukan atau menimbulkan pengharapan, bahwa oleh karena itu dapt gugur kandungannya dihukum penjara selama- lamanya 4 (empat) tahun. (2). Kalau Sitersalah melakukan pekerjaan itu karena mengharapkan keuntungan dan menjadi kebiasaan dan dilakukan oleh tabib, bidan atau tukang pembuat obat maka hukumannya dpt ditambah 1/3nya. ABORSI  UU No.36/2009 TENTANG KESEHATAN Pengeculian : 1. Berdasarkan Indikasi medis 2. Akibat perkosaan Pasal 86 - 92 (Pelayanan Darah) : 1. Pelayanan darah tidak untuk dikomersilkan / diperjualbelikan 2. Sengaja memperjualbelikan pidana penjara 5 tahun, denda 500 juta. SYARAT YG HARUS DIPENUHI ADANYA PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Pasien menggugat Nakes dan/atau RS/Sarana Pelayanan Kes lainnya) : 1. Pasien harus mengalami kerugian 2. Ada kesalahan atau kelalaian pada dokter dan/atau Saryankes 3. Ada hubungan kausul antara kerugian dan kesalahan 4. Perbuatan tersebut harus melanggar hukum. TANGGUNG JAWAB HUKUM ADMINISTRASI Pasal 188 ayat (3) UU No.Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan sbb : “Tenaga Kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan yg diatur dalam UU dapat diambil tindakan administratif berupa: a. Peringatan secara tertulis; b. Pencabutan izin sementara atau izin tetap. Pasal 33 ayat (2) UU No 32 Tahun 1996 Tindakan disiplin dapat berupa a. Teguran (lisan atau tertulis) b. Pencabutran izin untuk melakukan upaya kesehatan Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan TINJAUAN UU NO.36/2009 TENTANG KESEHATAN UU NO.44/2009 TENTANG RUMAH SAKIT PP NO.32/1996 TENTANG NAKES 1. Nakes berhak mendapatkan perlindungan hukum (pasal 27) 2. Nakes yang diduga melakukan kelalaian, maka terlebih dahulu harus diselesaikan melalui mediasi (pasal 29). 3. Memiliki Izin 4. Melaksanakan tugas sesuai SP,SPO, Etika 5. Menghormati hak pasien 6. Menjaga kerahasiaan identitas dan kesehatan pasien 7. Memberikan informasi dan tindakan yg akan dilakukan 8. Meminta persetujuan thdp tindakan yg akan dilakukan 9. Membuat dan memelihara rekam medis PERLINDUNGAN HUKUM RUMAH SAKIT: 1. Menolak mengungkapkan informasi rahasia kedok 2. Pasien yg menuntut RS dan menginformasikan melalui media masa, dianggap melepaskan hak atas rahasia kedokterannya. 3. RS tidak bertanggungjawab secara hukum apabila pasien menolak atau menghentikan pengobatannya yg berakibat kematian setelah dieberi penjelasan 4. RS tidak dapat dituntut dalam upaya menyelamatkan nyawa manusia PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN 1. Menerima dan menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yg akan diberikan kepadanya setelah menerima penjelasan 2. Hak menerima dan menolak tidak berlaku : - Penderita penyakit menular - Tidak sadarkan diri - Gangguan mental berat KEWAJIBAN RUMAH SAKIT 1. Memberikan informasi yg benar 2. Yankes aman, bermutu tdk diskriminasi 3. Yankes gawat darurat 4. Menyediakan sarana yankes untuk org miskin, ambulan grts 5. Melaksanakan Standar Mutu pelayanan 6. Rekam Medis 7. Sistem rujukan 8. Menyediakan sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk org cacat, ruang ibu menyusui 9. Informasi 10.Menghormati dan melindungi hak2 pasien 11.Hospital bay laws 12.Memberi bantuan hukum bagi semua petugas 13.Kawasan tampa asap rokok HARAPAN PASIEN : 1. Reliability (kehandalan)  - layanan yang dijanjikan dgn segera dan memuaskan - Jadwal pelayanan tepat waktu - Prosedur pelayanan tidak berbelit 2. Responsiveness (daya tanggap)  - Membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap (tidak membedakan unsur SARA) - Petugas cepat tanggap atas keluhan pasien - Memberikan informasi yang jelas 3. Assurance (jaminan)  - Jaminan keamanan, keselamatan, kenyamanan - Pengetahuan dan Keterampilan petugas/Nakes tidak diragukan 4. Emphaty  - Komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pasien - Menanggapi keluhan dan perhatian kpd pasien ASPEK HUKUM MALPRAKTEK MEDIS (MEDICAL MALPRACTICE) Dr. dr Hj Endah Labati S MHKes LATAR BELAKANG Malpraktik Medis menjadi pembicaraan :  berubahnya paradigma hubungan dokter – pasien (HDP) dari paradigma tradisional kearah kontemporer,  kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,  demoktratisasi dalam kehidupan social, ekonomi dan pendidikan.  meningkatnya kesadaran hukum masyarakat. LATAR BELAKANG HDP Tradisional  Dibangunan sejak jaman Hippocrates (460 –377 Sm)  HDP tidak seimbang  Paternalistic dan Dominant (tenaga medis – dokter - ,dipandang mengetahui yang terbaik bagi pasien)  Pertanggungjawaban dokter lebih merupakan pertanggungjawaban moral dan etika profesional  Minim atau tidak ada peraturan dari pemerintah LATAR BELAKANG HDP Kontemporer  Hak Asasi Manusia  The right to self determination  Kemajuan teknologi medis  Akses informasi yang terbuka  Tingkat pendidikan semakin maju  HDP semakin kompleks  HDP : hubungan kepentingan, hubungan kepercayaan, hubungan profesi dan hubungan hukum  Campur tangan hukum dan pemerintah DILEMA DAN KESULITAN Diatur secara keras dan kurang hati-hati, dokter terganggu (tidak nyaman) menjalankan profesi, akhirnya masyarakat dirugikan Kurang pengaturan yang tegas, masyarakat dirugikan ---- kurang terlindungi secara hukum DILEMA DAN KESULITAN Sejumlah persoalan Kendala substansi hukum Ilmu kedokteran tidak murni ilmu pasti, lebih merupakan experience scient Kendala pembuktian Inspanningsverbintenis Tingginya ekspektasi masyarakat Profesi kedokteran adalah profesi kedokteran DOKTER TIDAK KEBAL HUKUM  Hubungan dokter dan pasien tidak semata- mata hubungan kebutuhan (pasien lebih butuh).  Hubungan dokter dan pasien meliputi hubungan hukum  Pertanggungjawaban dokter tidak sekedar pertanggungjawaban moral dan profesional ethic  Juga meliputi pertanggungjawaban hukum (perdata, pidana dan administrasi) KEWAJIBAN DOKTER  KODEKI  UU Praktik Kedokteran (administratif dan substantif – terkait tindakan/perlakuan medis) perijinan praktek (SIP dan STR) wajib simpan rahasia kedokteran informed consent merujuk ke dokter yang lebih ahli pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan menambah pengetahuan dan mengikuti perkembangan Pelanggaran kewajiban pintu masuk terjadinya malpraktik medis baik secara perdata, pidana dan administrasi. PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS  Tidak ada pengertian hukum berdasarkan perundang-undangan  Pasal 55 ayat (1) UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan : “setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan”.  Medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient (World Medical Association 1992) PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS  Hasil yang buruk atau tidak sesuai harapan pasien (tidak sembuh) tidak serta merta merupakan tindakan malpraktek medik  Tindakan malpraktek medik tidak semata-mata dilihat dari hasil  Dilihat dari proses tenaga medis (dokter) dalam melakukan tindakan medik  Ukurannya standar dan etika, profesi, standar operasional prosedur, perundang-undangan PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS Unsur-unsur penting Sikap bathin (sengaja atau lalai) tidak terpenuhinya syarat dalam tindakan/ perlakuan medis syarat mengenai akibat tindakan/perlakuan medis. PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS Unsur-unsur penting 1. Sikap Bathin  Sengaja (secara sadar) dan kelalaian  Sangat jarang terjadi, tenaga medis (dokter) sengaja mencelakakan pasiennya  Contoh : aborsi illegal, euthanasia PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS Unsur-unsur penting Kelalaian (medical negligence)  Salah satu bentuk perbuatan malpraktek medis.  Tetapi tidak semua bentuk kelalaian medis dapat dikategorikan sebagai kejahatan.  de minimis non curat lex” (the law does not concern itself with trifles), hukum tidak mencampuri hal-hal yang sepele.  apabila kelalaian tersebut sudah mencapai suatu tingkatan tertentu yang tidak memperdulikan jiwa orang lain, maka sifat kelalaian itu berubah menjadi serius, dan bersifat kriminal.  Jika kelalaian itu sampai merugikan atau mencelakakan orang lain, maka secara hukum dapat dikualifisir sebagai kelalaian berat (culpa lata, gross negligence) PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS Unsur-unsur penting Praktek Anglo Saxon tentang Ukuran Kelalaian (1). Duty ; (2).Dereliction of that duty ; (3). Direct causation ; (4). Damage PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS Unsur-unsur penting Karakteristik Khusus dalam praktek kedokteran  Risiko tindakan medik (Risk of Treatment)  Kecelakaan  Non Negligent clinical error of judgement  Allergic Reactions. Bukan merupakan kesalahan, sepanjang dokter sudah memenuhi kewajibannya dalam perlakuan medik sesuai standar dan etika profesi PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS Unsur-unsur penting 2. Tidak terpenuhinya syarat dalam tindakan/perlakuan medis  Melawan hukum  Bertentangan dengan kewajiban dokter untuk berbuat sesuatu dengan sebaik-baiknya, secermat- cermatnya, penuh kehati-hatian, tidak berbuat ceroboh, berbuat yang seharusnya diperbuat, dan tidak berbuat yang seharusnya tidak diperbuat.  mengacu kepada hukum, etika profesi, standar profesi atau standar prosedur medik. PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS Unsur-unsur penting  Bila dijabarkan lebih lanjut, maka melawan hukumnya suatu perbuatan/perlakuan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter), adalah apabila perbuatan tersebut melanggar : a. standar profesi kedokteran b. standar prosedur operasional c. ketentuan informed consent d. rahasia kedokteran e. kewajiban-kewajiban dokter f. prinsip-prinsip profesional kedokteran atau kebiasaan yang wajar di bidang kedokteran g. tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien h. dilanggarnya hak-hak pasien PENGERTIAN MALPRAKTEK MEDIS Unsur-unsur penting 3. Syarat mengenai akibat tindakan/perlakuan medis  Syarat mengenai akibat tindakan/perlakuan medis adalah timbulnya akibat yang merugikan kesehatan dan nyawa pasien.  Dengan demikian, tindakan maplraktek medis semata-mata tidak dinilai dari akibat yang ditimbulkannya, tetapi juga lebih kepada sifat melawan hukumnya dari perbuatan/ perlakuan medis tersebut dengan mengacu pada hukum, etika profesi, standar profesi atau standar prosedur medik. TANGGUNGJAWAB o Perdata (wanprestasi dan perbuatan melawan hukum o Pidana o Administrasi TANGGUNGJAWAB Wanprestasi Pasal 39 UU Praktik Kedokteran Melanggar Kontrak Teraupetik Karakteristik inspanningsverbintenis Tidak melakukan prestasi sesuai dengan yang diperjanjian (mengarah pada tindakan medik yang dilakukan telah memenuhi atau tidak standar-standar perlakuan medik Memberikan prestasi lain dari yang diperjanjikan Kerugian TANGGUNGJAWAB Perbuatan Melawan Hukum Pasal 1365 KUH Perdata Melawan hukum (perbuatan dapat dipidana, telah membahayakan kesehatan dan jiwa, seperti menyebabkan luka-luka atau kematian) Adanya kesalahan (sengaja atau lalai) Causalitas verban antara kerugian dan perbuatan TANGGUNGJAWAB Beban Pembuktian  Secara umum dibebankan kepada pasien (sebagai kreditur dalam wanprestasi dan sebagai pihak yang dirugikan dalam PMH)  Kesulitan pasien sebagai orang awan TANGGUNGJAWAB Beban Pembuktian  Di Negeri Belanda, sejak 1 April 1988 dalam hukum pembuktian yang baru, bertalian dengan beban pembuktian didasarkan atas dua ketentuan, yaitu : 1. Didasarkan pada ajaran hukum objektif  Pihak yang menuntut berdasarkan fakta atau hukum memikul beban pembuktian dari fakta hukum tersebut (Pasal 177 RV Belanda). Dengan kata lain : pada pokoknya siapapun menuntut, harus membuktikan. Seorang pasien yang menuntut dokter atas dasar wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, menurut ketentuan ini harus membuktikan bahwa oleh dokter tersebut dan mungkin oleh orang untuk siapa ia bertanggungjawab telah dibuat kesalahan. 2. Didasarkan pada teori keadilan (billijkheidstheorie)  Pada teori ini yang didasarkan pada akal yang sehat (redelijkheid) dan keadilan (billijkheid) hakim untuk setiap peristiwa/kejadian secara terpisah harus membagi beban pembuktian berdasarkan keadilan TANGGUNGJAWAB Pidana Sengaja (secara sadar), Melawan hukum, telah membahayakan kesehatan dan jiwa, seperti menyebabkan luka-luka atau kematian) Perbuatan bertentangan dengan hukum, standar dan etika profesi, standar prosedur Tidak termasuk karakteristik khusus (risiko tindakan medis, reaksi alergi, kecelakaan, Non Negligent clinical error of judgement Beberpa contoh : aborsi illegal, euthanasia, kelalaian menyebabkan kematian, dll. TANGGUNGJAWAB Pidana Beberapa pelanggaran administrasi dapat dipidana berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 Pasal 75, 76, 77, 78 dan 79 UU No. 29 Tahun 2009 TANGGUNGJAWAB Administrasi  Tidak memiliki persyaratan administratif seperti surat tanda registrasi (STR) dokter yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran (Pasal 29).  dokter lulusan luar negeri yang lulus di Indonesia tidak dilengkapi dengan syarat lulus evaluasi. Bagi dokter asing selain lulus evaluasi juga harus memiliki ijin kerja (Pasal 30).  tidak memiliki surat ijin praktek (SIP) yang dikeluarkan pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik (Pasal 36 jo. Pasal 37).  Tidak memenuhi kewajiban pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional dan kebutuhan medis pasien.  tidak merujuk pasien kedokter lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik.  melanggar kewajiban merahasiakan segala sesuatu mengenai pasien (Pasal 14 Kodeki dan PP 26 Tahun 1960)  tidak melakukan kewajiban melakukan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan  tidak menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran  tidak mengindahkan informed consent (penjelasan kepada pasien sebelum melakukan tindakan), Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004. TANGGUNGJAWAB Administrasi Pencabutan ijin praktek Beberapa pelanggaran administrasi dapat dipidana berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 Pasal 75, 76, 77, 78 dan 79 UU No. 29 Tahun 2009 PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PP NOMOR NOMOR 2 TAHUN 2023 66 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN LATAR BELAKANG Target pemerintah ustainab! Development Goals (SDGs) goal 6.1 yaitu mencapai 100% akses Air Minum aman Menangani pencemaran udara juga telah tercantum dalam Sustainable Development Goal (SDGs), yaitu pada Goal 3 Good Health and Well-Being dan Goal 11 Sustainable Cities and Communities. Tidak hanya pada air dan udara, namun juga pada media Tanah. Pencemaran Tanah di Indonesia antara lain terjadi karena adanya tumpahan minyak buml [seperti dJ Karawang, (2019), tercemar oleh Llmbah B3 (Mojokerto, 2018). Tercemar Pb karena aktlvttas peleburan aki bekas (seperti di desa Cinangka. 20] ). tercemar merkuri limbah/tailing di tambang ernas (sepertl di desa cisungsang, 007), tercemar bahan pestisida karena kegtatan pertanian yang intensif menggunakan pestlsida (seperti di Brebes, 2.016; tercemar limbah bahan radioaktif, karena aktivitas pembuangan limbah radioaktlf tidak terkontrol (seperti di Tangerang Selatan, 2020) dan pencernaran Tanah karena bahan kimia berbahaya lainnya. Di samping cemaran bahan kimia terdapat juga kasus penoemaran Tanah karena bakteri patogen yaitu antraks (seperti dl Yogya 2020) dan di berbagai tempat terdapat kasus pencemaran Tanah oleh telur cacing (seperti di Kabupaten Donggala). Indonesia adalah negara tropls berbentuk kepulauan merupakan wilayah yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. TUJUAN A. Membertkan acuan SBMKL B. Memberikan acuan Persyaratan Kesehatan media Iingkungan C. Membertkan acuan dalam pembtnaan dan pengawasan kualitas media ltngkungan SASARAN 1. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsl dan Pemertntah Daerah Kabupaten/Kota; 2. Puskesmas: 3. Penyelenggara, pengelola, dan penanggung jawab lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi serta tempat dan fasllltas umum; 4. Penyelenggara Laboratorium: dan 5. Pemangkukepentingan lain. STRUKTUR 11 bab 52 pasal BAB I. PENDAHULUAN Pasal 1: Berisi tentang definisi-definisi operasional dari istilah yg digunakan dalam peraturan ini Pasal 2 : Materi tentang Standar Baku Mutu Kesling (SBMKL) dan persyaratan Kesehatan media air, tanah, udara, pangan, sarana dan bangunan, serta vector dan binatang pembawa penyakit; upaya penyehatan; upaya perlindungan; persyaratan teknis; pengendalian vector dan binatang pembawa penyakit; tata cara dan upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam kondisi matra dan ancaman global perubahan iklim serta; tata cara pembinaan dan pengawasan. BAB II. STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERSYARATAN KESEHATAN MEDIA AIR, UDARA, TANAH, PANGAN, SARANA DAN BANGUNAN, DAN VEKTOR DAN BINATANG PEMBAWA PENYAKIT Pasal 3 : SBMKL Pemukiman (a. rumah dan perumahan; b. lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara; c. kawasan militer; d. panti dan rumah singgah; dan e. tempat Permukiman lainnya) SBMKL Tempat Kerja (a. perkantoran; b. pergudangan; c. industri; dan d. tempat kerja lainnya berupa ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, serta bergerak atau tetap) SBMKL Tempat Rekreasi (a. tempat bermain anak; b. bioskop; c. lokasi wisata; dan d. Tempat Rekreasi lainnya) SBMKL Tempat dan Fasilitas Umum (a. fasilitas kesehatan; b. fasilitas pendidikan; c. tempat ibadah; d. hotel; e. rumah makan dan usaha lain yang sejenis; f. sarana olahraga; g. sarana transportasi darat, laut, udara, dan kereta api; h. stasiun dan terminal; i. pasar dan pusat perbelanjaan; j. pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara; dan k. Tempat dan Fasilitas Umum lainnya) Pasal 4 : setiap penghuni dan/atau keluarga, pengelola, penyelenggara, dan penanggung jawab lingkungan, produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum atau Pangan Olahan Siap Saji, produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum atau Pangan Olahan Siap Saji wajib memenuhi SBMKL Pasal 5 : SBMKL dan Persyaratan Kesehatan media air terdiri dari unsur fisik, kimia, biologi dan radioaktif pada: a. Air Minum; b. Air untuk Keperluan Higiene dan Sanitasi; dan c. Air untuk Kolam Renang, Air SPA, dan Air untuk Pemandian Umum. Pasal 6 : SBMKL dan Persyaratan Kesehatan media udara terdiri atas unsur fisik, kimia dan kontaminan biologi yang ditetapkan untuk: Udara dalam Ruang, dan Udara Ambien. terdiri dari Pasal 7: SBMKL media Tanah terdiri atas unsur fisik, kimia, biologi dan radioaktif alam dengan persyaratan tanah bukan ex lokasi TPA, pertambangan, tidak terletak pd lokasi rawan bencana, bebas dari tinja dan kontaminan B3 Pasal 8 : SBMKL dan Persyaratan Kesehatan media Pangan ditetapkan pada Pangan Olahan Siap Saji pada unsur biologi, kimia dan fisik yang dilakuan pada a. tempat; b. peralatan; c. penjamah Pangan; dan d. Pangan. Pasal 9 : SBMKL media Sarana dan Bangunan berupa kadar maksimum yang diperbolehkan paling sedikit bagi parameter: a. debu total; b. asbes bebas; dan c. timah hitam (Pb) untuk bahan bangunan Pasal 10 : SBMKL untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit terdiri atas: a. jenis; b. kepadatan; dan c. habitat perkembangbiakan. Pasal 11 : Pemerintah Daerah dapat menetapkan SBMKL untuk media lingkungan dengan parameter yang lebih banyak atau nilai baku mutu yang lebih ketat dari SBMKL yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 12 : Ketentuan lebih lanjut mengenai SBMKL terdapat pada lampiran permen ini BAB III. UPAYA PENYEHATAN Pasal 13 : Upaya Penyehatan dilakukan terhadap media air, udara, Tanah, Pangan, serta Sarana dan Bangunan dilaksanakan utk memenuhi SBMKL dan persyarakat Kesehatan Pasal 14 : Upaya Penyehatan air meliputi pengawasan, pelindungan, dan peningkatan kualitas air. Pengawasan tdd: ayat (1) dilakukan melalui: a. surveilans; b. uji laboratorium; c. analisis risiko; dan/atau d. rekomendasi tindak lanjut. Perlindungan tdd: a. komunikasi, informasi, dan edukasi; b. pengembangan teknologi tepat guna; dan/atau c. rekayasa lingkungan. Peningkatan tdd: memanfaatkan teknologi pengolahan filtrasi, sedimentasi, aerasi, dekontaminasi, disinfeksi, dan/atau teknologi lain yang dapat mewujudkan kualitas air memenuhi SBMKL. Pasal 15 : Upaya Penyehatan udara meliputi pemantauan dan pencegahan penurunan kualitas udara Pemantauan tdd: a. surveilans; b. uji laboratorium; c. analisis risiko; d. rekomendasi tindak lanjut; dan/atau e. pemetaan kualitas udara pada daerah berisiko Pencegahan tdd: a. pengembangan teknologi tepat guna; b. rekayasa lingkungan; dan/atau c. komunikasi, informasi, dan edukasi. Pasal 16 : Upaya Penyehatan Tanah meliputi pemantauan dan pencegahan penurunan kualitas tanah. Pasal 17 : Upaya Penyehatan Pangan meliputi pengawasan, pelindungan, dan peningkatan kualitas higiene dan sanitasi yang dikhususkan pada Pangan Olahan Siap Saji Pasal 18 : Upaya Penyehatan Sarana dan Bangunan meliputi pengawasan, pelindungan, dan peningkatan kualitas sanitasi Sarana dan Bangunan. Pasal 19 : Surveilans dalam rangka upaya Penyehatan dilakukan oleh tenaga sanitasi lingkungan dengan menggunakan instrumen inspeksi kesehatan lingkungan. Uji laboratorium dalam rangka upaya Penyehatan dilakukan pada: a. laboratorium yang terakreditasi; atau b. laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah Uji cepat oleh tenaga sanitasi dapat menggunakan peralatan pemeriksaan lapangan yang terkalibrasi Pasal 20 : Pengawasan atau pemantauan kualitas media lingkungan dalam rangka upaya Penyehatan dilakukan secara internal dan eksternal. Pasal 21 : Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya penyehatan tercantum dalam lampiran PASAL IV: UPAYA PERLINDUNGAN KESEHATAN MASYARAKAT Pasal 22 : Upaya pelindungan kesehatan masyarakat dilakukan untuk mewujudkan lingkungan sehat yang bebas dari unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan berupa: a. sampah yang tidak dikelola sesuai dengan persyaratan; b. zat kimia yang berbahaya; c. gangguan fisika udara; d. radiasi pengion dan non pengion; dan e. pestisida. Upaya pelindungan kesehatan masyarakat dari unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. komunikasi, informasi, dan edukasi; b. pemberdayaan masyarakat; c. peningkatan kapasitas; d. analisis risiko; e. rekayasa lingkungan; f. pengembangan teknologi tepat guna; dan/atau g. kemitraan antara pemerintah dengan swasta. Pasal 23 : Ketentuan mengenai teknis upaya pelindungan kesehatan masyarakat tercantum dalam lampiran BAB V. PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH DAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH YANG BERASAL DARI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN Bagian I. persyaratan teknis Pengelolaan Limbah yang Berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan tdd; limbah medis dan limbah nonmedis atau domestic, pengolahan limbah padat, cair, dan gas. Pasal 25 : Kegiatan pengelolaan limbah medis berupa limbah padat dari fasyankes tdd: a. pengurangan; b. pemilahan; c. pewadahan; d. penyimpanan; e. pengangkutan; dan f. pengolahan. Kegiatan pengelolaan limbah nonmedis atau domestik yang dihasilkan dari kegiatan fasyankes tdd: a. pengurangan; b. pemilahan; c. pengumpulan; d. pengangkutan; e. pengolahan; dan/atau f. pemrosesan akhir. Pasal 26 : Kegiatan pengelolaan limbah cair medis dilakukan melalui: a. penyaluran; b. pengolahan; dan c. pemeriksaan. Pasal 27 : Kegiatan pengelolaan limbah medis (gas) dilakukamn melalui tahapan: a. pemilihan; b. pemeliharaan; c. perbaikan; dan d. Pemeriksaan Pasal 28 : Proses pengelolaan Limbah nonB3 dari kegiatan fasyankes tdd a. pengurangan; b. penyimpanan; c. pengangkutan; d. pemanfaatan; dan e. penimbunan Pengurangan dilakukan dgn cara : a. penggilingan (grinding); b. pencacahan (shredding); c. pemadatan (compacting); d. sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 29 : Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis pengelolaan limbah medis dari fasyankes tercantum dalam lampiran Bagian kedua: Pengawasan terhadap Limbah yang Berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pasal 30 : pengawasan terhadap limbah padat, cair, dan gas dari fasyankes dialkukan sesuai dengan ketentuan perUU dan paling sedikit melalui surveilans, uji laboratorium, analisis risiko, komunikasi, informasi, dan edukasi, dan/atau rekomendasi tindak lanjut. Dilakukan pengawasan secara internal dan eksternal dan internal. Pasal 32: pengawasan limbah dilakukan oleh tenaga sanitasi lingkungan atau nakes yg diberi wewenang BAB IV: PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PEMBAWA PENYAKIT Pasal 33 : Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dilakukan untuk: menurunkan populasi Vektor dan memenuhi SBMKL dan Persyaratan Kesehatan. Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit melalui kegiatan: a. pengamatan dan penyelidikan bioekologi, penentuan status kevektoran, status resistensi, dan efikasi bahan pengendali, serta pemeriksaan sampel; b. intervensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metode fisik, biologi, kimia, dan terpadu; dan c. pemantauan kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. Pasal 34 : Pemantauan kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dilakukan secara internal dan eksternal Pasal 35 : Pelaksanaan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit harus didukung dengan: a. pemeriksaan dan pengujian laboratorium; dan b. manajemen resistensi (thd pestisida). Serta dilakukan oleh tenaga entomology Kesehatan atan nakes terlatih di bidang entomologi Kesehatan Pasal 36 : Setiap pengelola, penyelenggara, dan penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja, Tempat Rekreasi, serta Tempat dan Fasilitas Umum melakukan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota atau instansi kekarantinaan kesehatan di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara dan dapat bekerja sama dengan jasa pihak lain (berbentuk badan usaha, memiliki izin penyenggaraan pengendalian vector dan bintang pembawa penyakit sesuai dengan peraturan per UU) Pasal 37 : Bahan dan peralatan yang digunakan dalam Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit meliputi: a. bahan dan peralatan pengamatan dan penyelidikan bioekologi, penentuan status kevektoran, status resistensi, dan efikasi bahan pengendali (pestisida), serta pemeriksaan sampel; b. bahan dan peralatan intervensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metode fisik, biologi, kimia, dan terpadu. Pasal 38 : Tenaga Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit meliputi entomolog kesehatan atau tenaga kesehatan lingkungan lainnya yang terlatih di bidang entomologi Kesehatan (melalui diklat sesuai ketentuan perUU). Pasal 39 : Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit tercantum dalam lampiran. BAB VII. UPAYA PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM KONDISI MATRA DAN ANCAMAN GLOBAL PERUBAHAN IKLIM Pasal 40 : Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya melakukan penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dalam keadaan tertentu yaitu Kondisi Matra, dan Ancaman Global Perubahan Iklim Kondisi Matra adalah: perubahan pada seluruh aspek lingkungan, wahana, atau media yang berpengaruh secara bermakna terhadap kelangsungan hidup dan kegiatan manusia. Ancaman global perubahan iklim merupakan: a. aktivitas manusia langsung atau tidak langsung yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global; dan b. perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Pasal 41 : Penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam kondisi matra dilakukan pada ruang lingkup kesehatan lapangan yang menimbulkan adanya pengungsi, migrasi, dan/atau relokasi pada kondisi bencana (alam, non alam, sosial) atau peristiwa yang bersifat massal (penyelenggaraan olahraga nasional atau internasional, arus mudik, jamboree, acara keagamaan dan kegiatan lain yang berpotensi mengumpulkan banyak orang). Pasal 42 : Penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam kondisi matra dilakukan pada saat: a. prakejadian kondisi matra; b. kejadian kondisi matra; dan c. pascakejadian kondisi matra. Prakejadian (identifikasi dan pengendalian faktor risiko penyakit yang berasal dari media lingkungan) Saat kejadian (penilaian cepat bidang kesehatan lingkungan, intervensi kesehatan lingkungan, dan pemeriksaan sampel media lingkungan) Pasca kejadian (inspeksi kesehatan lingkungan, intervensi kesehatan lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan pemeliharaan kondisi kesehatan lingkungan). Pasal 43 : Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dalam ancaman global perubahan iklim adalah melalui Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Mitigasi contohnya : mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan serapan karbon dan/atau penyimpanan cadangan karbon sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim. Upaya adaptasi perubahan iklim, yaitu : meningkatkan kemampuan menyesuaikan dengan mengurangi potensi dampak negatif dan memanfaatkan dampak positif perubahan iklim untuk melindungi kesehatan masyarakat. Pasal 44 : Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dilakukan dalam rangka pencapaian target kontribusi sektor kesehatan dalam mewujudkan kontribusi yang ditetapkan secara nasional Pasal 45: Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dalam kondisi matra dan ancaman global perubahan iklim tercantum dalam lampiran BAB VIII. PENDEKATAN ONE HEALTH DALAM PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN Pasal 46 : Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan Kesehatan Lingkungan menggunakan pendekatan one health. Pendekatan one health adalah: upaya yang dilaksanakan secara terpadu dengan lintas sektor dan lintas program dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit dan faktor risiko penyakit yang ada pada manusia, hewan, dan lingkungan yang menjadi ancaman nasional dan global. Pendekatan one health diterapkan pada: a. upaya Penyehatan air, udara, Tanah, dan Pangan; b. Pengamanan; dan c. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit BAB IX. TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 47 : Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan SBMKL dan Persyaratan Kesehatan, persyaratan teknis, dan penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Pembinaan dan pengawasan melibatkan organisasi profesi, perguruan tinggi, asosiasi, lembaga swadaya masyarakat, swasta, dan masyarakat. Pasal 48 : pembinaan antara lain; a. advokasi dan sosialisasi; b. peningkatan jejaring kerja atau kemitraan; c. pendidikan dan pelatihan teknis; d. bimbingan teknis; e. pemberian penghargaan; dan/atau f. pembiayaan program. Pasal 49 : Pengawasan dilakukan terhadap masyarakat dan setiap pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab. Dilakukan secara berkala dan sewaktu- waktu BAB X. KETENTUAN PERALIHAN Pasal 50 : Setiap produsen/penyedia/penyelenggara Air Minum dan Pangan Olahan Siap Saji harus menyesuaikan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan. BAB XI. KETENTUAN PENUTUP Pasal 51 : daftar permenkes mengenai Kesehatan lingkungan ada (perumahan, pemukiman, tempat-empat umum, fasyankes, makanan minuman dll, sarpras, dll) sebanyak 17 item regulasi dinyatakan sudah tidak berlaku Pasal 52 : Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (4 jan 2023) TERIMA KASIH Oleh Endah Labati Silapurna * ** KASUS SCHLOENDORFF Dr disalahkan mengangkat rahim sedangkan IC yg diberikan oleh pasien hanyalah tindakan diagnostik dg ether utk memastikan kalau-kalau tumor ganas. KASUS MOHR Dr beralih mengoperasi telinga kanan krn ternyata (setelah pasien dibius) ia melihat telinga kanan jauh lebih parah dari telinga yang telah mendapatkan IC. KASUS GERTI Dr dipersalahkan di pengadilan tingkat pertama sebab ia memotong kaki Gerti (10 th) yg tidak disetujui orangtuanya, tetapi MA membebaskan Dr atas dasar nyawa anak jauh lebih utama daripada keberatan orangtuanya (pertimbangan filosofis). KASUS FORIENTINO Dr dipersalahkan karena ia tidak memberikan informasi bahwa tindakan ECT memiliki risiko, yaitu dapat mengakibatkan rahang pasien patah atau lidah terpotong, meski pasien telah memberikan izin ECT. Jadi informed consent diberikan tanpa didahului informasi yang cukup (termasuk risikonya) sehingga Informed consent yang telah diberikan dianggap tidak sah demi hukum. LATAR BELAKANG PERLUNYA IC 1. Tindakan medik penuh uncertainty. 2. Hasilnya tdk bisa diperhitungkan sec. matematik. 3. Hampir semua tindakan medik memiliki risiko. 4. Tindakan medik tertentu bahkan disertai akibat ikutan yg tidak menyenangkan (kasus Schloendorff). 5. Semua potential risks (jika benar-benar terjadi) atau semua akibat ikutan (yang pasti terjadi) akan dirasakan sendiri oleh pasien, bukan orang lain. 6. Risiko dan akibat ikutan tersebut biasanya sulit atau bahkan mustahil untuk dipulihkan kembali. 7. Semakin kuatnya pola hidup konsumerisme yang prinsipnya “He who pays the piper calls the tune”. LANDASAN FILOSOFIS Informed consent diperlukan karena: 1. Tuntutan dari patient’s autonomy. 2. Melindungi status pasien sebagai human being. 3. Mencegah pemaksaan dan tipu daya. 4. Mendorong self-criticism dokter. 5. Membantu proses rasional dalam pembuatan keputusan (process rational decision-making). 6. Mengedukasi masyarakat. Informed consent akan menjadi sangat penting: 1. Manakala tindakan medis mengalami kegagalan. 2. Merupakan penghormatan terhadap hak asasi manusia (dignity and rights of each human being). LANDASAN ETIKA Etika menghendaki agar setiap Dr dalam menjalankan profesinya senantiasa memperhatikan empat prinsip dasar moral, yakni: 1. Beneficence (to do good). 2. Non-maleficence (to do no harm). 3. Justice (as a fairness or as distributive justice). 4. Autonomy (the right to make decisions about one’s health care). Jadi informed consent bukan sekedar isu hukum, ttp juga isu moral dan etika sebab berkaitan erat dengan prinsip autonomy (hak pasien membuat keputusan). LANDASAN HUKUM Berbeda dari negara common law, informed consent disini diatur dalam Statute Law: 1. UU No. 36 Th. 2009 ttg Kesehatan: 2. UU No. 29 Th. 2004 ttg Praktik Kedokteran. 3. UU No. 44 Th. 2009 ttg Rumah Sakit 4. PP ttg Tenaga Kesehatan. 5. Permenkes Persetujuan Tindakan Medik. 6. Permenkes No. 1419 / Menkes / PER / 2005 ttg Penyelenggaraan Praktik Dr & Drg. KEBIJAKAN UUPK 1. Bersifat non-selective (semua tindakan medik). 2. Harus didahului penjelasan yang cukup sebagai landasan bagi pasien dlm mengambil keputusan. 3. Dapat diberikan tertulis atau lisan (ucapan atau anggukan kepala?). anggukan itu body language! 4. Untuk tindakan medik berisiko tinggi, persetujuan harus diberikan secara tertulis. 5. Dalam keadaan emergensi tidak perlu informed consent, sesudah sadar wajib diberitahu dan diminta persetujuannya??? ini lucu kan???. 6. Ditandatangani oleh yang berhak. KONSEKUENSI HUKUM Bila tindakan medik tidak disertai informed consent, konsekuensi hukumnya: 1. Merupakan bukti adanya unsur pidana, yaitu perbuatan tercela (actus reus) dan sikap batin yg salah (mens rea). 2. Merupakan bukti adanya unsur tindakan melawan hukum sehingga Dr bisa digugat. 3. Merupakan bukti adanya tindakan Dr yang tidak patuh pada Hukum Disiplin ---- sehingga Dr dapat diadili oleh MKDKI. TINDAKAN MEDIK YANG MEMERLUKAN IC (1) 1. Operasi invasive, baik mayor atau minor. 2. Semua bentuk tindakan medik yang punya risiko lebih besar. 3. Semua bentuk terapi radiologi. 4. Terapi kejang listrik (ECT). 5. Semua tindakan medik eksperimental. 6. Semua tindakan medik yang menurut peraturan perundang-undangan diharuskan disertai inform- ed consent. (Roach, Chernoff dan Esley, 2000) TINDAKAN MEDIK YANG MEMERLUKAN IC (2) 1. Operasi invasive, major dan minor, baik melalui incisi atau melalui liang-liang tubuh (natural body opening). 2. Semua tindakan medik yang memakai anesthesia. 3. Tindakan medik non-operatif yg punya risiko lebih besar atau yang berisiko merubah struktur tubuh. 4. Tindakan medik yang menggunakan cobalt & x-ray. 5. Terapi kejang listrik (ECT). 6. Terapi yang masih bersifat eksperimental. 7. Semua bentuk tindakan medik yang memerlukan penjelasan spesifik. (Mancini M.R, Gale A.T) INFORMED CONSENT PENELITIAN Pada penelitian dengan perlakuan (eksperimental), informed consent sangat diperlukan sebab: 1. Keamanannya bagi subjek belum dapat dijamin sepenuhnya; 2. Kemamfaatannya terhadap subjek juga belum dapat diandalkan; dan 3. Risiko-risikonya belum dapat dikenali seluruhnya. Jadi dalam setiap penelitian, asas yang lebih dulu dipertimbangkan adalah asas nonmaleficence, baru kemudian asas beneficence. BAGAIMANA Jika pasien dalam keadaan EMERGENSI? APAKAH Informed consent tetap perlu mengingat pelaksanaan informed consent memerlukan komunikasi sehingga dibutuhkan: a. waktu yang relatif lama; dan b. tingkat kesadaran compos mentis ??? PADAHAL Tindakan emergency perlu dilakukan dengan cepat untuk mencegah kematian/ kecacatan! DEFINISI EMERGENSI 1. DIANGGAP EMERGENCY: setiap kondisi yang menurut pendapat pasien, keluarga atau orang-orang yg membawa pasien ke RS -------- bahwa pasien --------- memerlukan penanganan segera. (versi pihak pasien) 2. TRUE EMERGENCY: setiap kondisi yang setelah diperiksa secara klinis, memang memerlukan penanganan segera (immediate medical attention), guna mencegah pasien dari kematian/kecacatan. (versi Dr) (American Hospital Association) EMTALA (EMERGENCY MEDICAL TREATMENT AND ACTIVE LABOR ACT) (A). Suatu kondisi yang ditandai oleh adanya gejala berat dan akut (meliputi rasa sakit luar biasa), yang kalau tidak ditangani segera akan dapat mengakibatkan: (i) kesehatan pasien akan mengalami bahaya serius (termasuk wanita hamil atau bayi yg dikandungnya); (ii) kerusakan organ atau tubuh yang serius; atau (iii) kegagalan organ atau bagian tubuh yang serius; atau (B). Suatu kondisi wanita hamil yg telah mengalami kontraksi, tetapi: (i) tidak memiliki waktu yang cukup untuk membawanya sampai ke rumah sakit; atau (ii) transportasi wanita itu ke RS dapat membahayakan diri wanita itu atau bayinya. TANGGUNGJAWAB DOKTER TERHADAP PENDERITA EMERGENSI Dokter diwajibkan oleh UU utk menolong seseorang yang berada dalam kondisi emergensi jika : a. bentuk pertolongannya masih berada dlm kontek profesinya. b. pasien berada dalam jarak dekat dengan dokter. c. dokter mengetahui bahwa ada kebutuhan akan bantuan emergensi atau ada pasien dgn kondisi serius. d. dokter dinilai layak memberikan bantuan serta memiliki peralatan yang diperlukan. (Gorton, 2000) BENTUK KEWAJIBAN 1. Diluar RS: - melakukan Good Samaritan (sukarela); yaitu stabilisasi dan transfer ke RS. 2. Di Puskesmas: - stabilisasi. - transfer ke RS (jika sudah transferable). 3. Di RS dg Initial Emergency Care: - stabilisasi. - transfer ke RS (jika sudah transferable). 4. Di RS dg Definitive Emergency Care: - emergency treatment paripurna. INFORMED CONSENT PADA PASIEN EMERGENSI 1. Jika keadaan pasien masih memungkinkan maka informed consent tetap penting, tetapi bukan prioritas. 2. Meski penting, namun pelaksanaannya tidak boleh menjadi penghambat atau penghalang dilakukannya tindakan pertolongan penyelamatan (emergency care). 3. Permenkes, UUPK dan UURS menyatakan bahwa dalam kondisi emergensi tidak diperlukan informed consent. 4. Berbagai yurisprudensi di negara maju menunjukkan hal yang sama, bahwa tindakan emergency care dapat dilakukan tanpa informed consent. 5. Kasus Mohidin (Sukabumi), hakim membenarkan dokter mencopot mata pasien untuk menyelamatkan mata yang masih sehat tanpa informed consent (karena cacat dalam prosedur) atas dasar teori sympatico optalmia. EMERGENCY CARE PADA ANAK TANPA IC ORANG TUA Jika orangtua tak setuju, tindakan medik pada anak dapat dilakukan dgn syarat: 1. Tindakan tsb merupakan tindakan terapetik, bukan tindakan eksperimental. 2. Tanpa tindakan tsb anak akan mati. 3. Tindakan medik tsb memberikan harapan atau peluang pada anak yang bersangkutan untuk hidup normal, sehat dan bermanfaat. (Goldstein, Freud dan Solnit) PENOLAKAN MEMBERIKAN INFORMED CONSENT Jika pasien sudah dewasa dan sehat akal: o Pasien bertanggungjawab sendiri atas kejadian buruk yang akan terjadi kelak. Jika penolakan oleh orangtua dari pasien yang tidak berkompeten maka keputusan penolakan tsb dapat dipersoalkan dari sisi, apakah: o Keputusan tsb merupakan keputusan yang bertanggungjawab? o Telah menggunakan standar yang benar? o Berhak orangtua mewakili kepentingan anaknya dalam hal nyawa? MATERI INFORMASI YANG WAJIB DISAMPAIKAN 1. Alasan perlunya tindakan medik. 2. Sifat tindakan medik tsb (eksperimen atau non-eksperimen). 3. Tujuan tindakan medik, yaitu diagnostik atau terapetik. 4. Risiko dari tindakan medik. 5. Akibat ikutan yang tidak menyenangkan. 6. Ada tidaknya tindakan medik alternatif. 7. Akibat yg mungkin terjadi di kemudian hari jika pasien menolak tindakan medik. PEMBERIAN INFORMASI  Cukup lisan agar ada komunikasi dua arah.  Boleh ditambah dengan information sheets sebagai pelengkap.  Jika informasi tdk cukup atau tdk diberikan samasekali maka persetujuan yang telah diberikan tidak syah demi hukum.  Pada pasien dengan “Don’t tell me, doctor” syndrome maka pasien dianggap setuju jika pasien menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan dokter. KEWAJIBAN MEMBERIKAN INFORMASI 1. Berada di tangan Dr yang hendak melakukan tindakan medik sebab ia yang tahu persis kondisi pasien dan hal-hal yang berkaitan dengan tindakan medik yang akan dilakukannya. 2. Kewajiban tsb amat riskan apabila didelegasikan kepada Dr lain, perawat atau bidan; tetapi bila hal itu dilakukan dan terjadi kesalahan pemberian informasi maka tanggungjawabnya tetap pada Dr yang melakukan tindakan medik. 3. Di negara maju, tanggungjawab memberikan informasi merupakan tanggungjawab yang tidak boleh didelegasikan (non-delegable duty). HAK MEMBERIKAN CONSENT 1. Pasien dewasa & sehat akal pasien ybs. 2. Pasien anak-anak keluarga / walinya. 3. Pasien tak sehat akal keluarga / wali / kurator. 4. Pasien nikah pasien yang bersangkutan, kecuali utk tindakan medik ttt (mis: sterilisasi KB). Tindakan yang perlu persetujuan pasangan: 1. Tindakan medik yang punya pengaruh kepada pasien beserta pasangannya sbg satu kesatuan. 2. Tindakan medik tsb non terapetik, bukan terapetik. 3. Pengaruh dari tindakan medik tsb irreversible. Sterilisasi KB, harus ada persetujuan suami. Sterilisasi terapetik (Ca Cervix), hanya oleh pasien!!! CARA MEMBERIKAN IC 1. Secara terucap (oral consent). 2. Secara tertulis (written consent). 3. Secara tersirat (implied consent). Yang paling aman adalah written consent, sebab ada bukti dokumen yang tidak dapat dipungkiri. Jika diberikan terucap / tersirat sebenarnya tetap sah, hanya saja, demi keamanannya perlu: 1. Dibatasi hanya pada tindakan yg risikonya kecil. 2. Perlu ada saksi (mis: perawat) utk jaga-jaga bila kelak dipungkiri. 3. Dicatat dlm rekam medis, bahwa pasien mem- berikan persetujuan terucap/tersirat dg saksi..... SYARAT PERNYATAAN 1. Subjek hukum: kompeten. 2. Kualitas pernyataan: a. voluntary: sukarela tanpa disertai unsur 3 F (force, fraud dan fear). b. unequivocal: disampaikan secara jelas, tegas dan tanpa keraguan. c. conscious: dalam kondisi psikologisyang penuh kesadaran (compos mentis). d. naturally: sesuai kewajaran sehingga tdk perlu ditambah kata-kata “tidak akan menuntut jika terjadi sesuatu yg buruk”. HAKEKAT INFORMED CONSENT 1. Bagi pasien, merupakan media menentukan sikap atas tindakan Dr yang mengandung risiko / akibat ikutan. 2. Bagi Dr, merupakan sarana memperoleh legitimasi atas tindakannya yang bersifat offensive touching. 3. Dari sisi hukum merupakan transfer of liability dari Dr kpd pasien atas terjadinya risiko / akibat ikutan. 4. Bukan merupakan sarana yg dapat membebaskan Dr dari tanggungjawab malpraktek. Masalah malpraktek merupakan masalah lain yg sangat erat kaitannya dgn tindakan medik dibawah standar. MASALAH Informed consent tidak didahului informasi atau didahului informasi tetapi tidak adequat maka informed consent tsb dianggap tidak pernah ada (tidak sah demi hukum). Informasi diberikan sejelas-jelasnya,namun jika akhirnya pasien menolak memberikan informed consent berarti Dr telah gagal dalam melakukan komunikasi. Jadi, keberhasilan memperoleh informed consent dari pasien sangat ditentukan oleh kemampuan DR dalam ber-KOMUNIKASI KESULITAN Proses untuk mendapatkan informed consent memerlukan penjelasan detail dan waktu yang cukup. Communication skill Dr sangat beragam. Kesediaan & kemampuan pasien dalam menyerap informasi & membuat keputu- tusan berbeda-beda. Faktor kultur juga menambah kesulitan. GUIDELINE Informasi harus diberikan dalam bentuk dan cara yang dapat membantu pasien untuk memahami masalah kesehatannya dan memahami alternatif- alternatif terapi yang mungkin dapat diberikan. Dr harus mengambil posisi sebagai pemberi advis. Tidak boleh ada paksaan-paksaan. Pasien harus diberi kebebasan untuk menyetujui atau tidak menyetujui tindakan medik yg dianjurkan oleh Dr. Pasien perlu didorong untuk membuat keputusan. Dr dan pasien harus bersikap jujur & beriktikat baik. PERLU DIPERHATIKAN Dr harus meluangkan waktu untuk menemui pasien guna memberikan penjelasan. Dr tidak boleh tergesa-gesa dan harus memberikan waktu cukup kepada pasien utk membuat decision. Dr harus memberikan kesempatan kepada pasien utk bertanya, berkonsultasi kepada keluarga, teman atau penasehatnya. Dr wajib membantu pasien mencari second opinion jika dikehendaki walau pendapatnya dpt menyulitkan. Dalam keadaan tertentu perlu diskusi, dan ditutup dg pertanyaan “Masih ada yang perlu ditanyakan?”. REDAKSI INFORMED CONSENT TERTULIS Bebas sepanjang memenuhi persyaratannya, yaitu berisi: 1. PENGAKUAN, bahwa pasien atau orang yang berhak mewakili telah diberi penjelasan tentang: a. alasan perlunya tindakan medik; b. sifat tindakan medik (eksperimen/non eksperimen); c. tujuan tindakan medik; d. risiko tindakan medik; e. akibat ikutan yang tidak menyenangkan; f. ada tidaknya tindakan medik alternatif; dan g. akibat yang akan dialami jika menolak tindakan medik. 2. PENGAKUAN, bahwa ia telah memahami informasi tsb. 3. PERNYATAAN, bahwa ia MENYETUJUI tindakan medik. REDAKSI INFORMED CONSENT TERTULIS (2) Guna mengantisipasi hal-hal tak terduga maka bisa ditambah pernyataan bahwa pasien menyetujui: a. tindakan perluasan, jika dipandang perlu; b. pengambilan organ atau jaringan yg sudah tidak dapat dipertahankan lagi (mis: memotong usus); c. diambil gambarnya dengan photo atau video camera dgn syarat identitasnya tidak diungkap; d. dimanfaatkannya sisa jaringan atau organ untuk kepentingan pendidikan dan atau penelitian. DOKUMEN PEMBERIAN INFORMASI (MANUAL KKI) Dokter Pelaksana Tindakan Pemberi informasi Penerima Informasi JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI (v) 1 Diagnosis (WD & DD) 2 Dasar Diagnosis 3 Tindakan Kedokteran 4 Indikasi Tindakan 5 Tata Cara 6 Tujuan 7 Risiko 8 Komplikasi 9 Prognosis 10 Alternatif & Risiko Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal-hal di atas secara benar dan jujur dan memberikan kesempatan untuk untuk bertanya dan/ atau berdiskusi Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagaimana di atas yang saya beri tanda/paraf di kololm kanan, dan telah memahaminya PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (MANUAL KKI) PEMBERIAN INFORMASI Dokter Pelaksana Tindakan Pemberi informasi Penerima Informasi/Pemberi Persetujuan JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI (v) 1 Diagnosis (WD & DD) 2 Dasar Diagnosis 3 Tindakan Kedokteran 4 Indikasi Tindakan 5 Tata Cara 6 Tujuan 7 Risiko 8 Komplikasi 9 Prognosis 10 Alternatif & Risiko Lain-lain Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan tanda-tangan hal-hal di atas secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan tanda-tangan hal-hal di atas secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi tanda-tangan sebagaimana di atas yang saya beri tanda/paraf di kolom kanannya, dan telah memahaminya * Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka penerima informasi adalah wali atau keluarga terdekat PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN Yang bertandatangan di bawah ini, saya , nama______________________ , umur ______tahun, laki-laki/ perempuan*, alamat _____________________ ______________________________________________________________ , dengan ini menyatakan persetujuan untuk dilakukannya tindakan _______ ____________________ terhadap saya / ________________ saya* bernama _________________________, umur _______ tahun, laki-laki / perempuan*, alamat _________________________________________________________ ______________________________________________________________. Lanjutan................................................. lihat halaman selanjutnya !!! Saya memahami perlunya dan manfaat tindakan tersebut sebagaimana telah dijelaskan seperti diatas kepada saya, termasuk risiko dan komplikasi yang mungkin timbul. Saya juga menyadari bahwa oleh karena ilmu kedokteran bukanlah ilmu pasti, maka keberhasilan tindakan kedokteran bukanlah keniscayaan, melainkan sangat bergantung kepada izin Tuhan Yang Maha Esa. ______________, tanggal _____________ pukul ________ Yang menyatakan * Saksi: ( _____________________ ) ( _________________ ) ( ________________ ) PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN (MANUAL KKI) PEMBERIAN INFORMASI Dokter Pelaksana Tindakan Pemberi informasi Penerima Informasi/Pemberi Penolakan JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI (v) 1 Diagnosis (WD & DD) 2 Dasar Diagnosis 3 Tindakan Kedokteran 4 Indikasi Tindakan 5 Tata Cara 6 Tujuan 7 Risiko 8 Komplikasi 9 Prognosis 10 Alternatif & Risiko Lain-lain Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan tanda-tangan hal-hal di atas secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi tanda-tangan sebagaimana di atas yang saya beri tanda/paraf di kolom kanannya, dan telah memahaminya * Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka penerima informasi adalah wali atau keluarga terdekat PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN Yang bertandatangan di bawah ini, saya , nama______________________ , umur ______tahun, laki-laki/ perempuan*, alamat _____________________ ______________________________________________________________ , dengan ini menyatakan penolakan untuk dilakukannya tindakan _______ ____________________ terhadap saya / ________________ saya* bernama _________________________, umur _______ tahun, laki-laki / perempuan*, alamat _________________________________________________________ ______________________________________________________________. Saya memahami perlunya dan manfaat tindakan tersebut sebagaimana telah dijelaskan seperti diatas kepada saya, termasuk risiko dan kompli-kasi yang mungkin timbul apabila tindakan tersebut tidak dilakukan. Saya bertanggungjawab secara penuh atas segala akibat yang mungkin timbul sebagai akibat tidak dilakukannya tindakan kedokteran tersebut. ______________, tanggal _____________ pukul _____ Yang menyatakan * Saksi: ( _____________________ ) ( ______________ ) ( _______________ ) TERIMA KASIH Peraturan Perundangan-Undangan di Bidang Gizi dan Pangan Di balik makanan yang kita konsumsi sehari-hari, terdapat peraturan dan regulasi yang mengatur standar keamanan dan kualitas gizi. Pemerintah melalui berbagai peraturan perundang-undangan di bidang gizi dan pangan berperan penting untuk melindungi kesehatan masyarakat. by Siti Aisyah Solechah TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami UU terkait gizi dan pangan Memahami peraturan lainnya terkait gizi dan pangan UU TENTANG GIZI DAN PANGAN UU Penjelasan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan ▪ Hak atas gizi yang baik: Setiap orang berhak mendapatkan gizi yang seimbang sebagai bagian dari hak atas kesehatan. ▪ Penanggulangan Masalah Gizi: Pemerintah wajib menyelenggarakan upaya penanggulangan masalah kekurangan gizi, seperti kekurangan energi kronik (KEK), gizi buruk, stunting, dan anemia. ▪ Kesehatan Ibu dan Anak: Fokus pada kesehatan ibu dan anak melalui pemberian gizi yang cukup dan pelayanan kesehatan yang memadai, termasuk ASI eksklusif bagi bayi. ▪ Fortifikasi Pangan: Pemerintah harus mendorong fortifikasi (penambahan zat gizi pada makanan) untuk mencegah masalah gizi mikro seperti anemia atau kekurangan yodium. UU TENTANG GIZI DAN PANGAN UU Penjelasan UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Ketentuan Umum: ▪ Pasal 1: Definisi Pangan – Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, laut, dan budidaya air tawar ▪ Pasal 13: Kewajiban Pemerintah dalam mengelola stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok, mengelola cadangan pangan pokok pemerintah, dan distribusi pangan pokok untuk mewujudkan kecukupan pangan pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat ▪ Pasal 14: Sumber penyediaan Pangan – dari produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional. Jika tidak cukup, dapat dilakukan impor pangan sesuai kebutuhan ▪ Pasal 15: mengutamakan produksi pangan dalam negeri untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan. UU TENTANG GIZI DAN PANGAN UU Penjelasan UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Kewajiban Pemerintah: ▪ Pasal 16: pengembangan potensi produksi pangan menggunakan SDM,SDA, sumber pendanaan, iptek sarana dan prasarana pangan, serta kelembagaan pangan ▪ Pasal 17: melindungi dan memberdayakan petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan sebagai produsen pangan ▪ Pasal 18: Mengatur, mengembangkan, dan mengalokasikan lahan pertanian dan sumber daya air; memberikan penyuluhan dan pendampingan; menghilangkan berbagai kebijakan yang berdampak pada penurunan daya saing; serta melakukan pengalokasian anggaran UU TENTANG GIZI DAN PANGAN UU Penjelasan UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Tanggung Jawab: ▪ Pasal 37: terhadap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah indonesia, pemerintah dapat menetapkan persyaratan bahwa pangan tersebut telah diuji dan atau diperiksa serta dinyatakan lulus dari segi keamanan, mutu, dan atau gizi oleh instansi yang berwenang di negara asal ▪ Pasal 38: Setiap orang yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan bertanggung jawab atas keamanan, mutu, dan gizi pangan ▪ Pasal 39: Pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar pangan yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia untuk diedarkan terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa dari segi keamanan, mutu, persyaratan label, dan atau gizi pangan UU TENTANG GIZI DAN PANGAN UU Penjelasan UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Hak dan Kewajiban Masyarakat: ▪ Pasal 29: setiap orang berhak mendapatkan pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang ▪ Pasal 30: Setiap orang wajib menjaga dan melestarikan lingkungan hidup demi kelangsungan hidup generasi masa depan Sanksi: ▪ Pasal 39 (Ayat 3): Badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha wajib mengganti segala kerugian yang secara nyata timbul karena pangan olahan yang diedarkan dan dikonsumsi mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang UU TENTANG GIZI DAN PANGAN UU Penjelasan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk ▪ Keamanan Pangan Halal: Setiap produk Halal pangan yang beredar di Indonesia, terutama yang dikonsumsi oleh umat Islam, harus memenuhi standar halal sesuai dengan peraturan. ▪ Sertifikasi Halal: Menetapkan prosedur dan regulasi sertifikasi halal pada produk makanan dan minuman agar sesuai dengan ketentuan agama Islam. ▪ Label Halal: Pengusaha wajib mencantumkan label halal yang jelas dan sesuai pada produk pangan yang telah memenuhi syarat kehalalan. PP TENTANG GIZI DAN PANGAN PP Penjelasan PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label Definisi pangan dan Iklan Pangan Label Pangan ▪ Definisi label pangan: setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. ▪ Isi informasi label: label pangan minimal harus mencantumkan nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke Indonesia, serta tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa. ▪ Keabsahan informasi: Semua keterangan dan pernyataan tentang pangan dalam Label harus benar dan tidak menyesatkan ▪ Penyertaan manfaat kesehatan: Penyertaan pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan hanya boleh dilakukan jika didukung oleh ketentuan-ketentuan yang lebih lanjut dan persyaratan yang spesifik PP TENTANG GIZI DAN PANGAN PP Penjelasan PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label ▪ Larangan Penggunaan Identitas Analisis: Tidak boleh dan Iklan Pangan mencantumkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis tentang produk pangan tersebut pada Label ▪ Tanggung Jawab Produksi dan Distribusi: Produsen atau distributor yang memasukkan pangan ke Indonesia untuk diperdagangkan harus bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label Iklan Pangan ▪ Kebenaran Informasi: Setiap iklan tentang pangan harus menyajikan informasi yang benar dan tidak menyesatkan, serta tidak bertentangan dengan norma kesusilaan. ▪ Tanggung Jawab Pihak Penyebar Iklan: Penerbit, pencetak, dan pemegang izin siaran bertanggung jawab atas kebenaran isi iklan PP TENTANG GIZI DAN PANGAN PP Penjelasan PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label Iklan Pangan dan Iklan Pangan ▪ Larangan dalam Iklan: Dilarang membuat iklan yang mendiskreditkan produk pangan lain atau menampilkan anak- anak di bawah lima tahun kecuali untuk produk yang memang ditujukan bagi mereka. Iklan untuk bayi di bawah satu tahun juga dilarang kecuali dalam media kesehatan tertentu. ▪ Kepatuhan Terhadap Agama atau Kepercayaan: Setiap iklan yang menyatakan bahwa produk sesuai dengan persyaratan agama tertentu harus dapat mempertanggungjawabkan kebenarannya Sanksi atas Pelanggaran Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk larangan edar atau pencabutan izin usaha bagi pelanggar PP TENTANG GIZI DAN PANGAN UU Penjelasan PP No. 28 Tahun 20024 tentang Tujuan Utama: Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan ▪ Keamanan Pangan: Melindungi masyarakat dari pangan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kesehatan. ▪ Mutu Pangan: Memastikan kualitas pangan agar selaras dengan standar nasional. ▪ Gizi Pangan: Meningkatkan nilai gizinya guna mendukung pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat Dasar Hukum ▪ Undang-Undang Dasar 1945: Sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945. ▪ UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan Persyaratan Mutu Pangan ▪ Standar Nasional Indonesia (SNI): Setiap orang yang memproduksi atau mengedar jenis pangan wajib memenuhi SNI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku PP TENTANG GIZI DAN PANGAN UU Penjelasan PP No. 28 Tahun 20024 tentang Sertifikasi Mutu Pangan: Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan ▪ Dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku ▪ Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, atau kepala badan menetapkan persyaratan dan tata cara sertifikasi mutu pangan yang mempunyai tingkat risiko keamanan pangan yang tinggi Pencegahan Kontaminasi Pangan ▪ Pedoman cara produksi pangan segar yang baik: Mengatur tentang cara pencegahan kontaminasi pangan segar dari udara, tanah, air, pakan, pupuk, pestisida, obat hewan, serta pengendalian kesehatan hewan dan tanaman Pelaporan Keracunan Pangan ▪ Setiap orang yang mengetahui adanya keracunan pangan akibat suatu aktivitas harus melaporkan kepada dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Standar Status Gizi Masyarakat: ▪ Angka Kecukupan Gizi: ditentukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, untuk memperkirakan kebutuhan zat gizi masyarakat Indonesia dan memperhitungkan kebutuhan jumlah pangan terutama bahan pangan pokok PP TENTANG GIZI DAN PANGAN PP Penjelasan PP No. 17 Tahun 2015 Definisi Ketahanan Pangan tentang Ketahanan Pangan Kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan dan Gizi perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Cadangan Pangan Bentuk Cadangan: jenis pangan pokok ditetapkan oleh Presiden, sedangkan jumlahnya ditetapkan oleh kepala lembaga pemerintah setelah rapat koordinasi tingkat menteri/kepala lembaga Persyaratan Penetapan: Penetapan jumlah cadangan harus dipertimbangkan berbagai faktor, termasuk produksi pangan nasional, penanggulangan keadaan darurat, kontrol harga pasar, implementasi perjanjian internasional, dan standar gizi yang direkomendasikan Waktu Penetapan: Penetapan jumlah cadangan minimal satu kali dalam setahun PP TENTANG GIZI DAN PANGAN PP Penjelasan PP No. 17 Tahun 2015 tentang Cadangan Pangan Ketahanan Pangan dan Gizi Metode Pengadaan: Prioritas pengadaan cadangan melalui pembelian produk domestik dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah Manfaat dan Penyaluran: Cadangan digunakan untuk menanggulangi kekurangan pangan, gejolak harga, bencana sosial, dan keadaan darurat. Selain itu, bisa digunakan untuk kerjasama internasional dan bantuan pangan luar negeri Penganekaragaman Pangan Tujuan: Meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam dan berbasis potensi sumber daya lokal untuk memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman Pelaksana: pemerintah pusat, pemerintah daerah, institusi pendidikan, dan pelaku usaha pangan lokal Prinsip: Dilakukan berdasarkan prinsip gizi seimbang, berbasis sumber daya dan kearifan lokal, ramah lingkungan, dan aman PP TENTANG GIZI DAN PANGAN PP Penjelasan PP No. 17 Tahun 2015 tentang Partisipasi Masyarakat Ketahanan Pangan dan Gizi Masyarakat memiliki kesempatan luas untuk berpartisipasi dalam program cadangan pangan pemerintah daerah Partisipasi dapat dilakukan melalui produksi sendiri, penyediaan cadangan di rumah tangga, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan mandiri, serta memberikan data dan informasi yang akurat Pengawasan dan Pelaporan Pemerintah daerah berwenang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan cadangan pangan pemerintah daerah Pengawasan dilakukan oleh perangkat daerah yang membidangi pengawasan dan laporannya disampaikan secara berkala kepada Bupati PERATURAN LAINNYA DI BIDANG GIZI DAN PANGAN Jenis Peraturan Penjelasan Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang Tujuan Peraturan Kebijakan Percepatan ▪ Meningkatkan Diver

Use Quizgecko on...
Browser
Browser