Skripsi Kapasitas PBPH di Kalimantan Tengah dalam Memenuhi Standar S-PHL PDF
Document Details
![LikeChalcedony2342](https://quizgecko.com/images/avatars/avatar-11.webp)
Uploaded by LikeChalcedony2342
Universitas Palangka Raya
2025
Misericordias Dominie
Tags
Summary
This skripsi examines the capacity of forest utilization business license (PBPH) holders in Central Kalimantan to meet sustainable forest management certification (S-PHL) standards. The study analyzes performance, identifies challenges, and assesses the capacity of PBPH holders. The research covers human resources, financial, technological, managerial, and social capacities.
Full Transcript
SKRIPSI KAPASITAS PEMEGANG PERIZINAN BERUSAHA PEMANFAATAN HUTAN (PBPH) DI KALIMANTAN TENGAH DALAM MEMENUHI STANDAR SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI (S-PHL) MISERICORDIAS DOMINIE 203030404113 FAKULTAS PERTANIAN...
SKRIPSI KAPASITAS PEMEGANG PERIZINAN BERUSAHA PEMANFAATAN HUTAN (PBPH) DI KALIMANTAN TENGAH DALAM MEMENUHI STANDAR SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI (S-PHL) MISERICORDIAS DOMINIE 203030404113 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PALANGKARAYA 2025 1 KAPASITAS PEMEGANG PERIZINAN BERUSAHA PEMANFAATAN HUTAN (PBPH) DI KALIMANTAN TENGAH DALAM MEMENUHI STANDAR SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI (S-PHL) MISERICORDIAS DOMINIE 203030404113 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PALANGKARAYA 2025 RINGKASAN MISERICORDIAS DOMINIE, 203030404113. Kapasitas Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Kalimantan Tengah dalam Memenuhi Standar Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL). Di bawah bimbingan AGUNG WIBOWO dan AJUN JUNAEDI. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL) berperan dalam mendorong praktik pengelolaan hutan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekologis, sosial, dan ekonomi. Akan tetapi, pada penerapannya masih menghadapi berbagai kendala. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kinerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dalam implementasi S-PHL di Kalimantan Tengah serta menganalisis kapasitas pemegang PBPH dalam memenuhi standar sertifikasi PHL. Penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed methods) dengan populasi sebanyak 94 unit PBPH di Kalimantan Tengah. Sampel sebanyak 30 unit dipilih secara acak menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan 15%. Data dikumpulkan dalam dua tahap. Pertama, melalui analisis dokumen hasil penilaian Sertifikasi PHPL dari website SILK. kedua, melalui kuesioner kepada pengelola PBPH untuk mengidentifikasi faktor penghambat sertifikasi. Kapasitas PBPH diukur berdasarkan lima aspek, yaitu sumber daya manusia, finansial, teknologi, manajerial, dan sosial, menggunakan skala Likert. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kinerja PBPH berada dalam kategori Sedang pada keempat kriteria sertifikasi (Prasyarat, Produksi, Ekologi, dan Sosial). Kapasitas sumber daya manusia, manajerial, dan sosial berada dalam kategori Baik. Sementara, kapasitas finansial dan teknologi masih dalam kategori Sedang. Secara keseluruhan, kriteria Ekologi mendapatkan nilai terendah dibandingkan kriteria lainnya, menunjukkan bahwa aspek ini masih kurang diperhatikan dalam pengelolaan hutan. i ABSTRACT CAPACITY OF FOREST UTILIZATION BUSINESS LICENSE (PBPH) HOLDERS IN CENTRAL KALIMANTAN TO MEET THE STANDARDS OF SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT CERTIFICATION (S-PHL) Misericordias Dominie Sustainable forest management is crucial for maintaining ecological and economic balance. However, forest management practices in Indonesia still face challenges such as deforestation, ecosystem degradation, and land use conflicts. The Sustainable Production Forest Management Certification (S-PHL) serves as a tool to ensure that forest management practices are carried out responsibly. Nevertheless, the implementation of this certification encounters various obstacles. This study aims to analyze the performance assessment of the Forest Utilization Business License (PBPH) in the implementation of S-PHL in Central Kalimantan, as well as to evaluate the capacity of PBPH holders in meeting certification standards to enhance sustainable forest management. This research employs a mixed-methods approach, combining both quantitative and qualitative methods. The study population consists of 94 PBPH units in Central Kalimantan, with 30 units randomly selected using Slovin's formula with a 15% margin of error. Secondary data in the form of PHPL certification assessment reports were identified to evaluate the performance indicators across the prerequisites, production, ecological, and social criteria. Primary data were collected through questionnaires distributed to PBPH holders to identify challenges in implementing certification standards. The capacity of PBPH holders was measured based on five aspects: human resources, financial, technological, managerial, and social capacity. The results indicate that the average performance of PBPH falls within the moderate category for all PHPL certification criteria. Human resource, managerial, and social capacities are rated as good, while financial and technological capacities are rated as moderate. The ecological criterion received the lowest score compared to other criteria in PHPL certification, highlighting the need for greater attention to balance between ecological, economic, and social aspects. This study concludes that enhancing financial and technological capacities is essential to support sustainable forest management in Central Kalimantan. ii ABSTRAK KAPASITAS PEMEGANG PERIZINAN BERUSAHA PEMANFAATAN HUTAN (PBPH) DI KALIMANTAN TENGAH DALAM MEMENUHI STANDAR SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI (S-PHL) Misericordias Dominie Pengelolaan hutan berkelanjutan sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, praktik pengelolaan hutan di Indonesia masih menghadapi tantangan seperti deforestasi, degradasi ekosistem, dan konflik pemanfaatan lahan. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHL) menjadi alat untuk memastikan praktik pengelolaan hutan dilakukan secara bertanggung jawab. Akan tetapi penerapan sertifikasi ini masih menghadapi berbagai kendala. Penelitian ini bertujuan menganalisis Penilaian kinerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dalam implementasi S-PHL di Kalimantan Tengah serta menganalisis kapasitas pemegang PBPH dalam memenuhi standar sertifikasi guna meningkatkan keberlanjutan pengelolaan hutan. Penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed methods) dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Populasi penelitian terdiri dari 94 unit PBPH di Kalimantan Tengah, dengan 30 unit dipilih secara acak menggunakan rumus Slovin dengan error 15%. Data sekunder berupa laporan penilaian sertifikasi PHPL diidentifikasi untuk mengetahui kinerja indikator pada kriteria Prasyarat, Produksi, Ekologi, dan Sosial. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner kepada pemegang PBPH untuk mengidentifikasi kendala dalam penerapan standar sertifikasi. Kapasitas pemegang PBPH diukur berdasarkan lima aspek, yaitu kapasitas sumber daya manusia, finansial, teknologi, manajerial, dan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kinerja PBPH berada pada kategori sedang untuk semua kriteria sertifikasi PHPL. Kapasitas sumber daya manusia, manajerial, dan sosial berada pada kategori baik, sementara kapasitas finansial dan teknologi berada pada kategori sedang. Kriteria Ekologi mendapatkan nilai terendah dibandingkan kriteria lainnya dalam sertifikasi PHPL, menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap keseimbangan antara aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Penelitian ini menyimpulkan bahwa peningkatan kapasitas finansial dan teknologi diperlukan untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan hutan di Kalimantan Tengah. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan rekomendasi strategis untuk meningkatkan efektivitas penerapan S-PHL di tingkat regional. iii LEMBAR PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa skripsi yang saya susun, sebagai syarat memperoleh gelar sarjana merupakan hasil karya tulis saya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah. Saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya peroleh dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, apabila dikemudian hari ditemukan adanya plagiat dalam skripsi ini. Palangka Raya, Februari 2025 Materai Rp. 10.000,- ttd Misericordias Dominie 203030404113 iv LEMBAR PENGESAHAN KAPASITAS PEMEGANG PERIZINAN BERUSAHA PEMANFAATAN HUTAN (PBPH) DI KALIMANTAN TENGAH DALAM MEMENUHI STANDAR SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI (S-PHL) MISERICORDIAS DOMINIE 203030404113 Program Studi Kehutanan Jurusan Kehutanan Disetujui Oleh: Pembimbing I Pembimbing II Agung Wibowo, S.Hut., M.Si., Ph.D Ajun Junaedi, S.Hut., M.Si. Tanggal: Tanggal: Mengetahui: Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Dekan, Ketua, Dr. Ir. Wilson, M.Si. Dr. Hendra Toni, S.Hut.,M.P. NIP. 19651108 199302 1 001 NIP. 19790614 200501 1 003 v LEMBAR PERSETUJUAN TIM PENGUJI KAPASITAS PEMEGANG PERIZINAN BERUSAHA PEMANFAATAN HUTAN (PBPH) DI KALIMANTAN TENGAH DALAM MEMENUHI STANDAR SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI (S-PHL) Oleh: MISERICORDIAS DOMINIE 203030404113 Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Jurusan/Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya Hari/Tanggal : Waktu : Tempat : DEWAN PENGUJI 1. Agung Wibowo, S.Hut., M.Si., Ph.D. Ketua (…………………..) 2. Ajun Junaedi, S.Hut., M.Si. Sekretaris (…………………..) 3. Afentina, S.Hut., MP., Ph.D. Anggota (…………………..) 4. Robby Octavianus, S.Hut., M.Sc. Anggota (…………………..) vi RIWAYAT HIDUP MISERICORDIAS DOMINIE, lahir di Desa Tumbang Langkai, Kecamatan Suling Tambun Kabupaten Seruyan pada Pas Foto 3x4 tanggal 22 Juli 2001, merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Arpanus, S.Pd., dan Ibu Acie. Pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri 1 Tumbang Langkai pada tahun 2008 hingga 2014. Setelah itu, penulis melanjutkan ke SMP Negeri 2 Seruyan Hulu pada tahun 2014 hingga 2017, dan menyelesaikan jenjang pendidikan menengah atas di SMK Negeri 1 Palangkaraya pada tahun 2017 hingga 2020. Pada tahun 2020, penulis melanjutkan pendidikan tinggi ke Universitas Palangka Raya melalui jalur Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) dan diterima di Fakultas Pertanian, Program Studi Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di Universitas Palangka Raya, penulis telah mengikuti berbagai kegiatan akademik antara lain: 1. Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) di Desa Dahian Tambuk, Kecamatan Mihing Raya, Kabupaten Gunung Mas, pada tanggal 26 Juni hingga 19 Agustus 2023. 2. Praktik Hutan Tanaman (PHT) yang dilaksanakan pada tanggal 8 hingga 12 Januari 2024 di Perhutani Forestry Institute (PeFI), Kota Madiun, Provinsi Jawa Timur. 3. Praktik Kerja Lapangan (PKL/Magang) di PT. Korintiga Hutani, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, pada tanggal 21 September hingga 19 Oktober 2023. Penulis melaksanakan penelitian skripsi dengan judul "Analisis Kapasitas Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Kalimantan Tengah dalam Memenuhi Standar Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL)". Penelitian ini berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember 2024 di bawah bimbingan Bapak Agung Wibowo, S.Hut., M.Si., Ph.D., dan Bapak Ajun Junaedi, S.Hut., M.Si. vii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Kapasitas Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Kalimantan Tengah dalam Memenuhi Standar Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL)". Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Agung Wibowo, S.Hut., M.Si., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Pertama, atas bimbingan, saran, dan dukungan yang tidak pernah putus dalam proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Ajun Junaedi, S.Hut., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Kedua, yang dengan sabar memberikan arahan dan masukan berharga bagi penulis. 3. Ibu Afentina, S.Hut., MP., Ph.D., dan Bapak Robby Octavianus, S.Hut., M.Sc., selaku Dosen Pembahas, atas kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya ini. 4. Bapak Dr. Ir. Wilson, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya, atas dukungan dan fasilitas yang diberikan. 5. Bapak Dr. Hendra Toni, S.Hut., MP., selaku Ketua Jurusan Kehutanan, yang telah memberikan arahan selama penulis menjalani pendidikan. 6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta staf tata usaha Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya yang selalu membantu dengan baik selama proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. 7. Kedua orang tua tercinta, Bapak Arpanus, S.Pd., dan Ibu Acie, atas doa, motivasi, kasih sayang, serta dukungan moril dan materi yang tiada henti mengiringi langkah penulis. viii 8. Rizkia Donny Ahasyaweroz, Ingritia Alvionika, dan Demitrius Marchio Angelo, saudara-saudara penulis yang selalu memberikan doa dan semangat. 9. Alessandro Sebastian Dami, Graniel Arthamirando Sitorus, dan Hari Paskah Saputra, teman-teman yang telah banyak membantu, berbagi ilmu, dan memberikan dukungan penuh selama proses penyusunan skripsi ini. 10. Seluruh rekan kerja di CV. Alberta Grup, yang memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis. 11. Semua pihak lainnya yang telah membantu penulis, baik secara moril maupun materi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis maupun pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkontribusi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan balasan atas segala kebaikan yang telah diberikan. Palangka Raya, Februari 2025 Penulis ix DAFTAR ISI RINGKASAN......................................................................................................... i ABSTRACT........................................................................................................... ii ABSTRAK............................................................................................................ iii LEMBAR PERNYATAAN................................................................................. iv LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. v LEMBAR PERSETUJUAN TIM PENGUJI.................................................... vi RIWAYAT HIDUP............................................................................................. vii KATA PENGANTAR........................................................................................ viii DAFTAR ISI.......................................................................................................... x DAFTAR TABEL............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xiv I. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian..................................................................................... 3 1.3 Manfaat Penelitian................................................................................... 3 1.3.1 Manfaat Teoretis................................................................................ 3 1.3.2 Manfaat Praktis.................................................................................. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 5 2.1 Kapasitas.................................................................................................... 5 2.1.1 Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).......................................... 5 2.1.2 Kapasitas Finansial............................................................................. 5 2.1.3 Kapasitas Teknologi........................................................................... 6 2.1.4 Kapasitas Manajerial.......................................................................... 6 2.1.5 Kapasitas Sosial.................................................................................. 6 2.2 Pengelolaan Hutan Berkelanjutan.............................................................. 7 2.2.1 Pengertian dan Konsep Dasar............................................................ 7 2.2.2 Prinsip-Prinsip Pengelolaan Hutan Berkelanjutan............................. 7 2.3 Kebijakan Pengelolaan Hutan di Indonesia............................................... 8 2.4 Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL)......................................... 8 2.4.1 Definisi dan konsep dasar.................................................................. 8 2.4.2 Kerangka Regulasi dan Kebijakan..................................................... 9 2.4.3 Standar Kriteria dan Indikator.......................................................... 10 x 2.4.4 Tahapan Proses Sertifikasi PHPL.................................................... 11 2.5 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH)..................................... 16 2.5.1 Definisi PBPH.................................................................................. 16 2.5.2 Regulasi dan Kebijakan Terkait PBPH............................................ 16 2.5.3 Ruang Lingkup Kegiatan PBPH...................................................... 17 III. METODE PENELITIAN............................................................................ 18 3.1 Waktu Dan Tempat.................................................................................. 18 3.2 Objek dan Peralatan Penelitian................................................................ 18 3.3 Jenis Data................................................................................................. 19 3.4. Populasi dan Sampel............................................................................... 19 3.5 Teknik Pengumpulan Data....................................................................... 20 3.6 Teknik Analisis Data................................................................................ 21 3.6.1 Analisis Data Sekunder.................................................................... 21 3.6.2 Analisis Data Primer........................................................................ 22 IV. KEADAAN UMUM LOKASI.................................................................... 26 4.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Tengah...................................... 26 4.1.1 Geografi............................................................................................ 26 4.1.2 Iklim................................................................................................. 26 4.1.3 Jenis Tanah....................................................................................... 27 4.1.5 Wilayah Administrasi....................................................................... 27 4.1.6 Kawasan Hutan................................................................................ 28 4.2 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Kalimantan Tengah 29 V. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 32 5.1 Hasil......................................................................................................... 32 5.1.1 Standar Penilaian PHPL................................................................... 32 5.1.2 Hasil Penilaian PHPL....................................................................... 34 5.1.3 Kapasitas Pemegang PBPH dalam Memenuhi Standar S-PHL....... 40 5.2 Pembahasan............................................................................................. 46 5.2.1 Perbandingan Standar Penilaian Sertifikasi..................................... 46 5.2.2 Kriteria dengan Nilai Terendah....................................................... 49 5.2.3 Kapasitas Perusahaan dan Capaian Pemenuhan Sertifikasi PHL.... 50 VI. PENUTUP..................................................................................................... 53 6.1 Kesimpulan........................................................................................... 53 6.2 Saran..................................................................................................... 54 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 55 LAMPIRAN......................................................................................................... 58 xi DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Tabel 2.1 Pihak-pihak terkait dalam proses sertifikasi PHPL.......................... 11 2. Tabel 2.2 Masa Berlaku Sertifikat dan Masa Penilikan.................................... 15 3. Tabel 3.1 Jadwal Penelitian.............................................................................. 18 4. Tabel 3.2 Skor Skala Likert.............................................................................. 22 5. Tabel 3.3 Perhitungan Analisis Kapasitas PBPH.............................................. 23 6. Tabel 3.4. Rentang Skala Penilaian.................................................................. 24 7. Tabel 4.1 Daftar PBPH pada Wilayah Kalimantan Tengah Tahun 2023......... 29 8. Tabel 5.1 Perbandingan Standar Penilaian SK 2020 dengan SK 2022............. 32 9. Tabel 5.2 Hasil Penilaian Standar SK 2020 dan SK 2020 Berdasarkan Kriteria........................................................................................................................ 35 10. Tabel 5.3. Perhitungan Rata-rata Skor Kapasitas SDM.................................. 41 11. Tabel 5.4 Perhitungan Rata-rata Skor Kapasitas Finansial............................. 42 12. Tabel 5.5. Perhitungan Rata-rata Skor Teknologi........................................... 43 13. Tabel 5.6. Perhitungan Rata-rata Skor Kapasitas Manajerial......................... 44 14. Tabel 5.7. Perhitungan Rata-rata Skor Kapasitas Sosial................................. 45 15. Tabel. 5.8 Skor Rata-rata dan Kategori PBPH Berdasarkan Jenis Kapasitas. 46 xii DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Gambar 2.1 Alur Proses Sertifikasi PHPL..................................................... 13 2. Gambar 4.1. Jenis Tanah Berdasarkan Luas.................................................. 27 3. Gambar 4.2 Luas Peruntukan Kawasan Hutan Sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah Tahun 2015-2035........... 28 4. Gambar 4.3 Diagram Status PBPH di Kalimantan Tengah Tahun 2023....... 30 5. Gambar 4.4 Grafik Sebaran dan Luas PBPH di Kalteng Tahun 2023........... 30 6. Gambar 5.1 Hasil Penilaian Sertifikasi pada Kriteria Prasyarat.................... 36 7. Gambar 5.2 Hasil Penilaian Sertifikasi pada Kriteria Produksi..................... 37 8. Gambar 5.3 Hasil Penilaian Sertifikasi pada Kriteria Ekologi...................... 38 9. Gambar 5.4 Hasil Penilaian Sertifikasi pada Kriteria Sosial......................... 39 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Perizinan PBPH-HA/HT di Wilayah Provinsi Kalteng Tahun 2023............................................................................................... 59 Lampiran 2. Kuisioner Penelitian...................................................................... 62 Lampiran 3. Standar Penilaian Sertifikasi PHPL SK 2020................................ 64 Lampiran 4. Standar Penilaian Sertifikasi PHPL SK 2022................................ 86 Lampiran 5. Daftar PBPH Sampel Penelitian.................................................. 109 Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kinerja PBPH yang Menggunakan Standar SK 2020.......................................................................... 111 Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kinerja PBPH yang Menggunakan Standar SK 2022.......................................................................... 116 xiv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan hutan secara berkelanjutan sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekologi, mendukung pemenuhan kebutuhan ekonomi, serta melindungi komunitas yang tinggal di sekitar dan di dalam kawasan hutan (Ishlaha & Subekti, 2023). Salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai apakah praktik pengelolaan hutan dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan prinsip keberlanjutan adalah sertifikasi pengelolaan hutan lestari (Purwanto et al., 2020). Di Indonesia, beberapa standar sertifikasi pengelolaan hutan yang berlaku antara lain Forest Stewardship Council (FSC), Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC), Programme for the Endorsement of Forest Certification Schemes (PEFC), Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), dan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL) (Wibowo et al., 2019). Sejak tahun 2009, S-PHL bersifat wajib (mandatory) bagi pemegang ijin pengelolaan hutan, sementara standar lainnya bersifat sukarela (voluntary). Pemerintah terus melakukan evaluasi dan perbaikan untuk memastikan bahwa pengelolaan hutan lestari dapat terlaksana dengan baik. Salah satu langkah yang diambil adalah penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.30/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu, yang mengatur Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL). Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan yang mengatur Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua kegiatan usaha di sektor kehutanan dilakukan dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan. Meski penerapan sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) bersifat wajib, namun implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan serius. KLHK menyebutkan bahwa deforestasi, degradasi ekosistem, dan konflik pemanfaatan 1 lahan yang kerap merugikan masyarakat serta lingkungan masih menjadi permasalahan kehutanan di Indonesia (KLHK, 2020). Implementasi sertifikasi pengelolaan hutan lestari (S-PHL) juga dihadapkan pada sejumlah hambatan, antara lain masalah administratif dan operasional yang mengganggu efektivitas sertifikasi, lemahnya koordinasi antar instansi, serta terbatasnya jumlah tenaga sumber daya manusia yang terlatih (Arshanti et al., 2017; Hernita, 2023). Permasalahan terkait pelaksanaan sertifikasi PHL yang terjadi di tingkat nasional juga kemungkinan besar terjadi di Kalimantan Tengah. Provinsi Kalimantan Tengah memainkan peran penting dalam mendukung keberhasilan program Sertifikasi PHL, terutama mengingat luasnya kawasan hutan yang dimiliki (Arimjaya & Wibowo, 2021). Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 529/Menhut-II/2012 tanggal 25 September 2012, areal hutan di provinsi ini seluas sekitar 15.300.000 hektar, di mana sekitar 65,54% merupakan hutan tetap, 16,47% adalah hutan produksi yang dapat dikonversi, dan 18,71% termasuk dalam kategori non-kawasan hutan. Pada tahun 2023, data mengenai perizinan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) menunjukkan variasi unit yang aktif dan tidak aktif. Untuk kategori PBPH Hutan Alam (PBPH-HA), terdapat 57 unit terdaftar dengan total luas 3.992.100,64 hektar, semuanya dalam status aktif. Dalam kategori PBPH Hutan Tanaman (PBPH-HT), tercatat 37 unit, di mana 35 unit aktif dan 2 unit tidak aktif, dengan total luas 856.689,12 hektar. Selain itu, kategori PBPH Rehabilitasi Ekosistem (PBPH-RE) mencatat 5 unit yang semuanya aktif, dengan luas 254.163,14 hektar. Terakhir, untuk program penyerapan karbon, terdapat 1 unit yang tidak aktif dengan luas 25.800,00 hektar. Secara keseluruhan, total luas PBPH yang terdaftar mencapai 5.128.752,90 hektar. Berdasarkan penelitian Susilawati & Kanowski (2022), salah satu faktor yang paling penting dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari adalah kapasitas pemegang izin PBPH. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil penilaian kinerja pemegang izin PBPH yang memperoleh Sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL) di Kalimantan Tengah, serta untuk mengidentifikasi kapasitas mereka dalam memenuhi standar S-PHL. Dengan 2 menganalisis kapasitas ini, diharapkan dapat ditemukan faktor-faktor penghambat yang memengaruhi efektivitas penerapan sertifikasi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kapasitas PBPH dalam pemanfaatan hutan secara berkelanjutan di Kalimantan Tengah, serta mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan yang lestari dan bertanggung jawab. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menganalisis hasil penilaian kinerja pemegang izin PBPH di Kalimantan Tengah yang memperoleh Sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL). 2. Menganalisis kapasitas pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dalam memenuhui standar Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S- PHL). 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang dalam berbagai aspek, baik secara teoretis maupun praktis, sebagai berikut: 1.3.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini akan memberikan sumbangan penting dalam pengembangan literatur terkait Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dan sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL). Dengan menganalisis kapasitas PBPH di Kalimantan Tengah dalam memenuhi standar S-PHL, penelitian ini akan memperkaya pemahaman tentang kendala dan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas sertifikasi dalam konteks pengelolaan hutan yang berkelanjutan. 1.3.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pemegang izin PBPH, dan lembaga sertifikasi, dalam mengidentifikasi serta mengatasi hambatan dalam penerapan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL). Dengan memahami kendala yang ada, pemangku kepentingan dapat merumuskan kebijakan yang lebih efektif guna 3 meningkatkan kinerja pengelolaan hutan serta mendukung tercapainya tujuan keberlanjutan. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapasitas Kapasitas (capacity) dapat diartikan sebagai suatu kemampuan atau potensi. Milen (2004) menjelaskan bahwa kapasitas merupakan kemampuan individu, organisasi, atau sistem untuk melaksanakan fungsi dengan cara yang efektif, efisien, dan berkelanjutan. Sementara itu, Morgan dalam Haryanto (2014) mendefinisikan kapasitas sebagai kumpulan kemampuan, keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan, perilaku, motivasi, sumber daya, dan kondisi yang memungkinkan individu, organisasi, jaringan kerja/sektor, serta sistem yang lebih besar untuk menjalankan fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditentukan seiring waktu. 2.1.1 Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Kapasitas Sumber Daya Manusia dapat dedefinisikan sebagai kemampuan sumber daya manusia untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam sebuah organisasi dengan bekal pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang memadai (Badrianto & Gusramlan, 2023). Kemampuan sumber daya manusia merujuk pada kemampuan individu, organisasi, atau sistem untuk menjalankan tugas-tugasnya dengan efektif dan efisien guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Kapasitas ini penting dalam mencapai kinerja yang optimal dan menghasilkan output dan hasil yang diinginkan (Rizki et al., 2024). 2.1.2 Kapasitas Finansial Kapasitas finansial merujuk pada kemampuan individu, perusahaan, atau institusi untuk memenuhi kewajiban keuangan dan mengelola sumber daya keuangan secara efektif, hal ini mencakup kemampuan untuk menghasilkan pendapatan, mengelola pengeluaran, serta mengakses sumber pembiayaan (Setyowati & Sari Nanda, 2019). Kapasitas finansial perusahaan diartikan sebagai kemampuan untuk mengelola, memanfaatkan, dan mengalokasikan sumber daya keuangan yang dimiliki, guna mencapai tujuan bisnis dan memenuhi kewajiban finansial yang telah ditetapkan. 5 2.1.3 Kapasitas Teknologi Kapasitas teknologi merujuk pada kemampuan suatu organisasi atau individu untuk memanfaatkan, mengembangkan, dan menerapkan teknologi dalam proses operasional, pengambilan keputusan, dan inovasi (Kirana et al., 2023). Kapasitas ini mencakup infrastruktur teknologi, keterampilan tenaga kerja, serta kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi. Selain itu, kapasitas teknologi dinilai mempengaruhi efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk kemampuan perusahaan dalam memantau dan mematuhi regulasi lingkungan. Pemanfaatan teknologi terkini tidak hanya berdampak positif pada operasional, tetapi juga berpengaruh baik terhadap pandangan organisasi dan interaksi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi (Saputri Dewi et al., 2024). 2.1.4 Kapasitas Manajerial Kapasitas manajerial adalah kemampuan dan potensi individu atau organisasi dalam mengatur sumber daya, mewujudkan visi, dan mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Hal ini melibatkan kemampuan manajer untuk melihat organisasi secara menyeluruh, mengambil keputusan, memberikan wewenang, dan meminta dukungan dari timnya (Gumilar & Fitria, 2019). Secara umum, kapasitas manajerial menggambarkan kemampuan manajer dalam melaksanakan fungsi- fungsi manajemen guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.1.5 Kapasitas Sosial Kapasitas sosial adalah istilah yang mengacu pada kemampuan individu atau kelompok dalam berkolaborasi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, serta dalam mengatur sumber daya sosial yang tersedia. Kapasitas sosial mencakup segala bentuk hubungan, jaringan, dan interaksi sosial yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung dan memperkuat tindakan kolektif. Hal ini melibatkan kemampuan untuk berkomunikasi, membangun kepercayaan, dan memfasilitasi kerjasama antara individu dan kelompok (Mangkuprawira, 2016). 6 2.2 Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 2.2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Pengelolaan hutan berkelanjutan (PHB) adalah konsep yang menekankan pentingnya pengelolaan hutan dan lahan berhutan secara berkelanjutan dengan cara yang mempertahankan keanekaragaman hayati, produktivitas, kemampuan regeneratif, vitalitas, serta potensi hutan untuk memenuhi fungsi ekologis, ekonomi, dan sosial yang relevan (Possumah et al., 2014). PHB melibatkan pengelolaan dan penggunaan hutan dengan cara yang memastikan keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem, sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat sekitar hutan (Adiba et al., 2017). Dengan demikian, PHB tidak hanya berfokus pada perlindungan lingkungan, tetapi juga pada pembangunan berkelanjutan yang mempertimbangkan kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakat (Djafar et al., 2023). Hal ini mencakup upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber daya hutan, memperkuat kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan, dan memastikan bahwa pengelolaan hutan berkelanjutan memberikan manfaat yang seimbang bagi lingkungan dan masyarakat (Sanjaya, 2020). 2.2.2 Prinsip-Prinsip Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan menekankan perlunya menjaga fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial hutan. Prinsip Ekologi menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati, termasuk melindungi habitat dan spesies yang terancam punah. Prinsip Sosial menekankan perlunya memperhatikan kebutuhan dan hak- hak masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan serta memastikan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan hutan. Prinsip Ekonomi menegaskan bahwa pengelolaan hutan harus mendukung perekonomian masyarakat lokal dan nasional secara berkelanjutan dengan optimalisasi sumber daya hutan yang berkelanjutan. Prinsip Kepatuhan Hukum dan Tata Kelola menyoroti pentingnya implementasi yang sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku serta menerapkan tata kelola yang transparan dan akuntabel. Prinsip Kemitraan dan Kerjasama menekankan perlunya kerjasama antara 7 pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Terakhir, Prinsip Kebijakan dan Perencanaan menekankan perlunya kebijakan yang terintegrasi dan perencanaan jangka panjang untuk mendukung pengelolaan hutan yang efektif dan berkelanjutan di Indonesia. 2.3 Kebijakan Pengelolaan Hutan di Indonesia Kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia didasarkan pada berbagai regulasi untuk memastikan pemanfaatan sumber daya hutan secara berkelanjutan dan adil. Beberapa regulasi yang menjadi dasar hukum tersebut meliputi: a. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, yang menetapkan kerangka kerja pengelolaan hutan termasuk perizinan, pemanfaatan, dan pelestarian. b. Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021, mengatur tata cara pelepasan dan perubahan peruntukan kawasan hutan, memastikan transparansi dan keberlanjutan lingkungan. c. Permen LHK Nomor 8 Tahun 2021 mengarahkan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan serta pemanfaatan hutan sesuai prinsip keberlanjutan, penting untuk menjaga ekosistem, mengurangi degradasi, dan meningkatkan nilai ekonomi dan sosial hutan. d. Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial mengatur tentang pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui skema-skema perhutanan sosial seperti hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan adat. Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal serta menjaga kelestarian hutan. 2.4 Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL) 2.4.1 Definisi dan konsep dasar Sertifikasi hutan bertujuan untuk meningkatkan standar pengelolaan hutan agar produk hutan dapat dikenali oleh pasar sebagai hasil dari keberlanjutan ekologi, hasil yang berkelanjutan, dan manfaat sosial yang lebih baik daripada pengelolaan hutan tradisional (Gullison, 2003). 8 Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) merupakan implementasi dari konsep pembangunan hutan berkelanjutan yang menjamin keberlanjutan fungsi produksi, ekologi, dan sosial hutan. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari berfungsi sebagai instrumen yang digunakan oleh pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk mengevaluasi tingkat kepatuhan dan kinerja dalam pengelolaan serta pemanfaatan hutan dan hasil hutan. Penilaian ini dilakukan secara objektif oleh lembaga penilai independen yang bersifat non-diskriminatif dan transparan, dengan menggunakan kriteria dan indikator yang didasarkan pada prinsip legalitas dan keberlanjutan dalam pengelolaan hutan (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2022). Skema Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) bertujuan untuk memastikan bahwa sistem tata kelola hutan dapat berjalan secara efektif, dan PHL dapat berfungsi sebagai standar bagi unit manajemen dalam memanfaatkan hasil hutan, sambil tetap menjamin keberlanjutan fungsi ekologi, sosial, dan produksi hutan. Ruang lingkup sertifikasi PHL berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.9895/MenLHK-PHL/BPPHH/HPL.3/12/2022 Tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian, mencakup: a. Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan Dalam Hutan Alam (PBPH-HA) Pada Hutan Produksi b. Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan Dalam Hutan Tanaman (PBPH-HT) Pada Hutan Produksi c. Pemegang Hak Pengelolaan (HP). 2.4.2 Kerangka Regulasi dan Kebijakan Dasar hukum pelaksanaan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) di Indonesia terdiri dari berbagai peraturan sebagai landasan operasional dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan. Beberapa regulasi penting yang menjadi dasar hukum tersebut meliputi: 9 a. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) No. 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Di Hutan Lindung Dan Hutan Produksi. b. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor SK.9895/MenLHK-PHL/BPPHH/HPL.3/12/2022 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian c. Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor SK.62/PHPL/SET.5/KUM.1/12 tentang Pedoman, Standar, dan/atau Tata Cara Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Verifikasi Legalitas Kayu, Uji Kelayakan, dan Penerbitan Deklarasi Kesesuaian Pemasok, serta Penerbitan Dokumen V-Legal/Lisensi FLEGT. d. SNI ISO/IEC 17065:2012 tentang Penilaian Kesesuaian – Persyaratan untuk Lembaga Sertifikasi Produk, Proses dan Jasa. 2.4.3 Standar Kriteria dan Indikator Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.9895/MenLHK-PHL/BPPHH/HPL.3/12/2022, standar ini mencakup kriteria dan indikator yang harus dipenuhi oleh pemegang izin untuk memperoleh sertifikasi pengelolaan hutan lestari. Kriteria yang ditetapkan mencakup aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi yang wajib dipatuhi oleh pemegang izin untuk memastikan keberlanjutan hutan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor SK.62/PHPL/SET.5/KUM.1/12/2020, kriteria adalah ukuran yang digunakan sebagai dasar penilaian. Indikator didefinisikan sebagai atribut kuantitatif, kualitatif, atau deskriptif dalam standar penilaian kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), yang apabila diukur atau dipantau secara berkala, dapat menunjukkan arah perubahan yang terjadi. Sementara itu, verifier adalah perangkat yang berfungsi untuk mengukur atau mengevaluasi status indikator pada standar penilaian kinerja PHPL. Bobot verifier disusun berdasarkan acuan standar SNI ISO 19011:2018 dan standar penilaian kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL). Penentuan 10 bobot ini bertujuan untuk mengukur tingkat kematangan atau kemajuan dalam pencapaian kinerja indikator. Skala penilaian nilai kematangan atau bobot indikator dikategorikan ke dalam tiga tingkatan sebagai berikut: a. Nilai kematangan/bobot 3 (tiga) diberikan untuk pencapaian kinerja indikator yang memenuhi kategori Baik, mencerminkan tingkat kematangan yang tinggi dalam pemenuhan standar yang ditetapkan. b. Nilai kematangan/bobot 2 (dua) diberikan untuk pencapaian kinerja indikator yang tergolong Sedang, menunjukkan kematangan yang sedang atau memadai dalam memenuhi standar. c. Nilai kematangan/bobot 1 (satu) diberikan untuk pencapaian kinerja indikator yang tergolong Buruk, mengindikasikan adanya kelemahan atau kekurangan dalam pencapaian standar yang diharapkan. 2.4.4 Tahapan Proses Sertifikasi PHPL Proses sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) melibatkan berbagai pihak. Pihak yang terlibat termasuk pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH), lembaga sertifikasi independen, serta otoritas pengelolaan hutan di tingkat nasional atau daerah. Tabel 2.1 merangkum pihak- pihak yang terlibat dalam proses sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor SK.9895/MenLHK-PHL/BPPHH/HPL.3/12/2022: Tabel 2.1 Pihak-pihak terkait dalam proses sertifikasi PHPL No. Pihak Terkait Tugas dan Fungsi 1 Pemohon Sertifikasi Mengajukan permohonan sertifikasi PHL, (PBPH/Auditee) mempersiapkan dokumen dan data yang dibutuhkan, serta melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk kelancaran proses sertifikasi. 2 Lembaga Penilai dan Melakukan penilaian dan verifikasi terhadap Verifikasi Independen pemohon sertifikasi berdasarkan standar yang (LPVI) ditetapkan, menyusun laporan hasil penilaian, dan memberikan rekomendasi sertifikasi. 11 No. Pihak Terkait Tugas dan Fungsi 3 Direktorat Jenderal Melakukan pengawasan dan pembinaan Pengelolaan Hutan terhadap pelaksanaan sertifikasi PHL, serta Produksi Lestari (Ditjen Memberikan persetujuan akhir terhadap hasil PHPL) penilaian LPVI. 4 Komite Akreditasi Melakukan akreditasi terhadap LPVI, Nasional (KAN) memastikan kompetensi dan integritas LPVI dalam melakukan penilaian dan verifikasi sertifikasi PHL. 5 Kementerian Menetapkan kebijakan, peraturan, dan standar Lingkungan Hidup dan terkait sertifikasi PHL, serta melakukan Kehutanan (KLHK) monitoring dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan dan standar tersebut. 6 Pemangku Kepentingan Melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan (Stakeholders) dalam proses sertifikasi, seperti masyarakat lokal, organisasi non-pemerintah (NGO), dan akademisi, untuk memberikan masukan dan feedback. Sumber: Kepmenlhk SK.9895, Tahun 2022 Tahapan proses sertifikasi PHL berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor SK.9895/MenLHK-PHL/BPPHH/HPL.3/12/2022 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian, terdiri dari 5 tahapan, yaitu dimulai dari tahap permohonan, audit tahap I, audit tahap II, keputusan sertifikasi dan pemeliharaan. Alur proses sertifikasi PHL disajikan pada Gambar 2.1. 12 Sumber: https://ptise.co.id/sertifikasi-pphpl-desaign/ Gambar 2.1 Alur Proses Sertifikasi PHPL Tahapan proses sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dimulai dengan pengajuan permohonan oleh auditee kepada Lembaga Penilai (LP) PHPL. Permohonan ini ditembuskan ke Direktur, Dinas Kehutanan, dan Kepala Balai untuk memastikan bahwa semua pihak terkait mengetahui proses yang akan berlangsung. Sebagai bagian dari permohonan, auditee juga harus menandatangani Pakta Integritas, yang menunjukkan komitmen mereka untuk mematuhi standar dan aturan yang berlaku. Setelah permohonan diajukan, LP PHPL akan melakukan tinjauan untuk menentukan kelayakan permohonan tersebut. Jika permohonan dianggap layak, proses dilanjutkan dengan pembuatan Surat Perjanjian Kerjasama atau Kontrak antara auditee dan LP PHPL. Surat perjanjian ini merupakan kesepakatan resmi yang mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak selama proses sertifikasi berlangsung. Tahap berikutnya adalah penetapan jadwal dan tim audit. LP PHPL akan menetapkan jadwal audit serta membentuk tim audit yang akan bertugas melakukan 13 penilaian. Dalam Audit Tahap I, tim audit melakukan verifikasi terhadap dokumen wajib dan mempelajari kondisi lapangan auditee. Diskusi juga dilakukan dengan auditee untuk menentukan kesiapan mereka menghadapi Audit Tahap II. Informasi terkait sertifikasi PHPL dikumpulkan, metodologi penilaian ditentukan, dan alokasi sumber daya untuk pelaksanaan audit Tahap II dikaji. Tim audit juga melakukan analisis risiko terhadap keberhasilan audit Tahap II. Setelah Audit Tahap I selesai, tim audit menyusun laporan hasil audit yang mencakup temuan-temuan dan rekomendasi. Berdasarkan laporan ini, rencana kerja untuk Audit Tahap II dibuat. Persiapan pelaksanaan audit meliputi surat penguasa, perangkat audit seperti checklist, peralatan uji dan alat ukur, peralatan K3, kebutuhan akomodasi dan transportasi, pengaturan konsultasi publik, dan hal-hal lain yang sesuai. Sebelum Audit Tahap II dilaksanakan, rencana audit diumumkan melalui website LPPHPL, website MenLHK, dan pengumuman di tempat-tempat yang relevan. Audit Tahap II melibatkan koordinasi dengan Dinas Kehutanan, BPHP/UPT BPKH jika diperlukan, konsultasi publik, dan serangkaian pertemuan seperti opening meeting dan closing meeting. Proses ini mencakup verifikasi dokumen, pemeriksaan lapangan, dan penyampaian data serta dokumen yang belum lengkap dalam waktu tujuh hari setelah closing meeting. Setelah Audit Tahap II, tim audit menyusun laporan yang memastikan LKS terpenuhi maksimal 14 hari setelah closing meeting. Laporan ini ditinjau dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Keputusan kemudian disampaikan kepada auditee. Jika laporan audit menunjukkan kepatuhan, hasil audit diumumkan secara resmi, dan sertifikat PHPL diterbitkan. Publikasi hasil sertifikasi dilakukan di website LPPHPL dan MenLHK. Jika ada banding terhadap hasil audit, verifikasi banding dilakukan, dan penyelesaian banding harus diselesaikan dalam waktu 20 hari sejak diterimanya banding. Sertifikasi ulang atau re-sertifikasi dilakukan secara periodik untuk memastikan keberlanjutan kepatuhan terhadap standar PHPL. 14 Pemeliharaan Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHL) dilakukan melalui kegiatan penilikan yang dilaksanakan selama masa berlaku S- PHL, dengan frekuensi minimal setiap 24 bulan atau 18 bulan sekali. Hasil dari penilikan ini dapat berupa kelanjutan, pembekuan, atau pencabutan S-PHL. Audit khusus dilakukan untuk verifikasi ulang jika terdapat: 1. Rekomendasi dari Tim Ad Hoc Penyelesaian Keluhan atau Banding terkait keluhan dari Pemantau Independen (PI) mengenai kinerja auditee. 2. Data dan informasi dari pemerintah atau pemerintah daerah yang menunjukkan bahwa auditee tidak lagi memenuhi persyaratan PHPL sesuai standar yang berlaku. 3. Keperluan untuk mengaktifkan kembali sertifikat yang dibekukan. Masa berlaku sertifikat dan masa penilikan sertifikasi PHPL disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Masa Berlaku Sertifikat dan Masa Penilikan Masa Berlaku Periode Jenis Jenis Auditee Kategori/kriteria Sertifikat Penilikan Sertifikasi (Tahun) (Bulan) Predikat Baik 6 24 PBPH Predikat Sedang 6 18 S-PHL Hak Predikat Baik 6 24 Pengelolaan Predikat Sedang 6 18 Sumber: Kepmenlhk SK.9895, Tahun 2022 Tabel 2.2 menunjukan masa berlaku sertifikat dan periode penilikan untuk sertifikasi PHPL berdasarkan jenis auditee dan kategori/kriteria penilaian. Jenis sertifikasi yang dibahas adalah S-PHL, dengan dua jenis auditee yang berbeda, yaitu Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dan Hak Pengelolaan. Setiap jenis auditee dibagi lagi menjadi dua kategori berdasarkan kriteria penilaian, yaitu predikat baik dan predikat sedang. Tabel tersebut menunjukkan bahwa masa berlaku sertifikat untuk kedua predikat tersebut adalah sama, yakni 6 tahun. Namun, terdapat perbedaan dalam periode penilikan untuk setiap predikat. Bagi auditee 15 dengan predikat baik, penilikan dilakukan setiap 24 bulan, sedangkan untuk auditee dengan predikat sedang, penilikan dilakukan lebih sering, yaitu setiap 18 bulan. Periode penilikan yang lebih singkat untuk predikat sedang menunjukkan adanya upaya untuk memastikan bahwa auditee dengan kinerja yang kurang optimal dapat terus dipantau dan ditingkatkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 2.5 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) 2.5.1 Definisi PBPH Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) merujuk pada proses pemberian izin resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan aktivitas pemanfaatan sumber daya hutan. Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) merupakan izin yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan pemanfaatan hutan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2021 mengenai Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, pemanfaatan hutan pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi harus dilakukan dengan PBPH melalui multi usaha kehutanan (Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2022). 2.5.2 Regulasi dan Kebijakan Terkait PBPH Regulasi dan kebijakan terkait Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Indonesia didasarkan pada serangkaian kebijakan yang mengatur berbagai aspek teknis dan prosedural dalam pengelolaan sumber daya hutan secara berkelanjutan. Berikut dasar hukum pelaksanaan BPBH: a. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan b. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja c. PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko 16 d. PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan e. Peraturan Menteri LHK Nomor 3 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Pada Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan f. Peraturan Menteri LHK Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi. 2.5.3 Ruang Lingkup Kegiatan PBPH Berdasarkan buku panduan PBPH 2022, kegiatan yang dapat dilakukan PBPH meliputi: 1. Kegiatan PBPH pada Hutan Lindung dilakukan dengan Multiusaha Kehutanan meliputi: a) Usaha Pemanfaatan Kawasan; b) Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan; dan/atau c) Pemungutan HHBK. 2. Kegiatan PBPH pada Hutan Produksi dilakukan dengan Multiusaha Kehutanan meliputi: a) Usaha Pemanfaatan Kawasan; b) Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan; c) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu; d) Usaha Pemanfaatan HHBK; e) Pemungutan Hasil Hutan Kayu; dan/atau f) Pemungutan HHBK. 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian dilakukan di kota Palangka Raya dengan fokus pada PBPH di wilayah Kalimantan Tengah. Rencana penelitian berlangsung selama sekitar 4 bulan, dimulai dari bulan Oktober 2024 hingga Januari 2025, mulai dari tahap penyusunan proposal hingga pelaporan. Rincian jadwal penelitian disajikan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Tahun 2024 Tahun No Rincian Kegiatan 2025 Oktober November Desember Januari 1 Penyusunan Proposal 2 Persiapan 3 Pelaksanaan Penelitian 4 Pengolahan data dan penyajian data 5 Analisis Data 6 Pelaporan 3.2 Objek dan Peralatan Penelitian Objek penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki izin PBPH di Kalimantan Tengah. Penelitian ini menggunakan beberapa alat dan bahan untuk pengumpulan dan analisis data, antara lain: 1. Komputer dan perangkat lunak pengolah data: Digunakan untuk analisis data kuantitatif dan kualitatif. 2. Kuesioner: Sebagai instrumen untuk pengumpulan data primer dari PBPH. 3. Dokumen hasil penilaian PHPL: Sebagai sumber data sekunder yang dianalisis dalam penelitian ini. 18 3.3 Jenis Data Jenis Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder dan data primer: 1. Data Sekunder: yaitu dokumen hasil penilaian sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) yang tersedia hingga Oktober 2024 melalui situs Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) pada tautan https://silk.menlhk.go.id/index.php/info/phpl. Dokumen ini berisi informasi mengenai nilai Indikator/verifier setiap PBPH terkait penerapan sertifikasi PHL. 2. Data Primer: yaitu hasil kuesioner yang diberikan kepada pihak terkait (PBPH) yang termasuk dalam sampel penelitian. 3.4. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PBPH di Kalimantan Tengah yang terdiri dari 94 unit usaha, yang terbagi atas dua kategori, yaitu PBPH-Hutan Alam (HA) sebanyak 57 unit, dan PBPH-Hutan Tanaman (HT) sebanyak 37 unit. Daftar PBPH di Kalimantan Tengah berdasarkan data dinas Kehutanan Tahun 2023 disajikan pada Lampiran 1. Untuk menentukan jumlah sampel yang representatif, penelitian ini menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan (e) sebesar 15%. Adapun perhitungan sampel menggunakan rumus Slovin adalah sebagai berikut: 𝑁 𝑛 = 1+𝑁×𝑒 2 Di mana: N = Total populasi (94 PBPH) e = Margin of error (15%) Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh jumlah sampel sebagai berikut: 94 𝑛= = 30 PBPH 1+94×0,152 Selanjutnya sampel dipilih secara random sebanyak 30 unit PBPH. 19 3.5 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama untuk mengetahui nilai kinerja indikator pada masing-masing kriteria sertifikasi PHPL. Untuk mencapai tujuan ini, data sekunder berupa dokumen hasil penilaian Sertifikasi PHPL diunduh dari website SILK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dokumen tersebut berisi laporan lengkap mengenai kinerja masing-masing PBPH dalam penerapan sertifikasi PHPL, termasuk penilaian terhadap setiap indikator/verifier. Dari dokumen-dokumen ini, akan dilakukan analisis terhadap nilai yang diberikan pada setiap verifier. Cara kerja mengetahui nilai indikator/verifier dalam penerapan sertifikasi PHL dalam praktik PBPH di Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi nama-nama PBPH-HA dan PBPH-HT di Kalimantan Tengah berdasarkan data dari dinas Kehutanan Tahun 2023 b. Memilih PBPH sebanyak 30 unit secara random c. Mengunduh laporan kinerja PHLP Perusahaan tersebut di website SILK d. Memasukan nilai kinerja verifier masing-maisng PBPH pada formulir penilaian yang dibuat. e. Menghitung nilai kinerja PBPH pada setiap verifier f. Menghitung nilai rata-rata per indikator Penelitian tahap kedua dilakukan dengan mengumpulkan data primer melalui kuesioner yang diberikan kepada pihak manajemen atau pengelola PBPH yang terlibat dalam penelitian. Metode penelitian ini menggunakan panduan pertanyaan umum untuk mengevaluasi berbagai aspek pengelolaan hutan dan praktik berkelanjutan. Pertanyaan akan mengukur pemahaman responden mengenai standar sertifikasi yang berlaku di perusahaan serta kebijakan yang ada terkait praktik berkelanjutan. Selanjutnya, penelitian akan mencakup pertanyaan tentang praktik pengelolaan yang diterapkan di lapangan, kendala yang dihadapi, serta keterlibatan pemangku kepentingan, terutama masyarakat lokal. 20 Terakhir, penelitian ini akan mengidentifikasi ketersediaan Sumber Daya Manusia, Finansial, Teknologi, Manajerial dan Sosial yang mendukung praktik berkelanjutan, serta tantangan infrastruktur yang ada. Melalui panduan pertanyaan ini, diharapkan dapat diperoleh wawasan yang mendalam untuk merumuskan langkah perbaikan dalam pengelolaan hutan sesuai dengan standar sertifikasi. Cara kerja dalam menganalisis kapasitas pemegang PBPH adalah sebagai berikut: a. Mengirimkan kuesioner kepada pemegang PBPH untuk menilai kapasitas mereka dalam memenuhi standar sertifikasi PHPL. b. Kapasitas diukur menggunakan persepsi Skala Likert dengan 5 pilihan. Kapasitas PBPH yang akan diukur adalah: 1. Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) 2. Kapasitas Finansial 3. Kapasitas Teknologi 4. Kapasitas Manajerial 5. Kapasitas Sosial 3.6 Teknik Analisis Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran (mixed methods), yang mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Tahap pertama menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengumpulkan data hasil penilaian dalam bentuk numerik, yang bertujuan untuk memberikan gambaran awal mengenai kinerja pemegang PBPH dalam penerapan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL). Data ini akan membantu mengidentifikasi indikator-indikator mana yang menunjukkan hasil Baik dan mana yang perlu diperbaiki. Tahap kedua menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis kapasitas pemegang izin PBPH dalam memenuhi standar S-PHL. 3.6.1 Analisis Data Sekunder Data sekunder berupa laporan hasil penilaian Sertifikasi PHPL yang diunduh dari website SILK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut: 21 a. Identifikasi Nilai Verifier: Setiap verifier pada PBPH dianalisis berdasarkan skor yang diberikan dalam laporan penilaian. b. Tabulasi Data: Nilai-nilai tersebut ditabulasi untuk mendapatkan skor rata-rata pada masing-masing verifier dan indikator. c. Deskripsi Hasil: Data deskriptif seperti rata-rata, dan persentase digunakan untuk menggambarkan distribusi skor pada setiap verifier dan indikator. d. Visualisasi: Hasil analisis divisualisasikan dalam bentuk grafik batang, diagram pie, atau tabel untuk mempermudah interpretasi dan pemahaman. 3.6.2 Analisis Data Primer Jawaban kuesioner dianalisis menggunakan skala Likert dengan lima tingkat pilihan, dari Sangat Tidak Setuju (1) hingga Sangat Setuju (5). Menurut Sugiyono (2012), skala Likert digunakan untuk mengukur pendapat, sikap, atau tanggapan individu maupun kelompok terhadap fenomena sosial. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap dan persepsi responden terhadap faktor-faktor yang memengaruhi nilai rendah pada verifier/indicator penilaian. Setiap butir instrumen yang menggunakan skala Likert memiliki gradien yang beralih dari positif ke negative. Skor skala Likert seperti pada tabel 3.1 berikut: Tabel 3.2 Skor Skala Likert Pernyataan Penilaian Sangat Setuju (SS) 5 Setuju (S) 4 Netral (N) 3 Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 22 Teknik analisis yang digunakan dalam tahap ini mencakup: a. Skor Likert Perhitungan skor dilakukan dengan rumus berikut: Tabel 3.3 Perhitungan Analisis Kapasitas PBPH Jenis Kapasistas Skor Jawaban Rata-rata Kategori Kapasitas Sumber Daya Manusia …. …. …. Kapasitas Finansial …. …. …. Kapasitas Teknologi …. …. …. Kapasitas Sosial …. …. …. Perhitungan Skor Jawaban: Total skor dihitung dengan mengalikan jumlah responden yang memilih setiap opsi dengan nilai skornya. Total Skor = T x Pn Keterangan: T= Jumlah Responden Pn = Pilihan Angka Skor Likert b. Pengelompokan Kategorisasi Kapasitas Setelah menghitung rata-rata atau total skor, data tersebut dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori (Baik, Sedang, Rendah, dan Sangat Rendah) untuk mempermudah proses interpretasi. Berikut adalah cara perhitungan rentang skala untuk menentukan kategori dari setiap indikator (Umar, 2001): 1. Untuk menghitung skor berdasarkan kategori, lakukan pengalian antara indikator dan jumlah responden yang memberikan pilihan. 2. Rentang skor terendah dan tertinggi ditentukan dengan mengalikan jumlah responden (n) dengan bobot terendah dan tertinggi. − Nilai skor terendah = 11 x 1 = 11 − Nilai skor tertinggi = 11 x 5 = 55 23 3. Skala penilaian setiap kategori Untuk menentukan rentang skor terendah dan tertinggi, kalikan jumlah responden (n) dengan selisih antara bobot tertinggi dan bobot terendah, lalu bagi hasilnya dengan jumlah kategori jawaban untuk setiap item. Rumus: n (nilai terbesar – nilai terkecil) RS = m Keterangan: RS = Rentang Skala n = Jumlah Responden m = Jumlah Kategori Skala Penilaian Tiap Kategori: 11 (5−1) RS = 4 44 = 4 = 11 Dengan demikian jarak antar jenjang untuk masing-masing kategori adalah 14,67 sehingga kategorinya adalah sebagai berikut: Tabel 3.4. Rentang Skala Penilaian Kategori Skor rata Baik 44 - 55 Sedang 33 - 43,9 Rendah 22 - 32,9 Sangat Rendah 11 - 21,9 − Kategori Baik: Menunjukkan bahwa PBPH memiliki kapasitas yang sangat baik. − Kategori Sedang: Menunjukkan kapasitas cukup baik, namun masih ada ruang untuk perbaikan. − Rendah: Kapasitas PBPH tergolong rendah dalam memenuhi standar sertifikasi PHL, dengan banyak aspek yang belum optimal. 24 − Sangat Rendah: Kapasitas PBPH sangat rendah dalam memenuhi standar sertifikasi PHL, memerlukan perbaikan mendesak untuk mencapai kepatuhan. c. Interpretasi Hasil Data kuantitatif yang telah dikumpulkan akan diinterpretasikan untuk mengidentifikasi nilai-nilai pada masing-masing indikator S-PHL. Hasil ini akan divisualisasikan dalam bentuk grafik batang atau tabel, yang akan memudahkan perbandingan antar indikator dan memberikan gambaran mengenai kinerja PBPH. Sementara itu, data kualitatif akan disajikan dalam bentuk naratif atau tabel untuk memperkaya pemahaman mengenai kapasitas pemegang PBPH dalam memenuhi standar S-PHL. 25 IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Tengah 4.1.1 Geografi Provinsi Kalimantan Tengah, dengan pusat pemerintahan di Kota Palangka Raya, secara astronomis terletak antara 0°45’ Lintang Utara hingga 3°30’ Lintang Selatan dan 111° hingga 116° Bujur Timur. Provinsi ini merupakan wilayah kedua terluas di Indonesia setelah Provinsi Papua, dengan luas wilayah mencapai 153.443,9 km² (BPS Provinsi Kalimantan Tengah, 2024). Ciri khas geografis Kalimantan Tengah adalah keberadaan 11 sungai besar dan lebih dari 33 sungai kecil atau anak sungai. Salah satu sungai utamanya adalah Sungai Barito, yang memiliki panjang sekitar 900 km dan kedalaman hingga 8 meter. Sungai ini dapat dilayari sejauh 700 km, menjadikannya sungai terpanjang di provinsi tersebut. Pada bagian utara, Kalimantan Tengah dibatasi oleh Pegunungan Muller Schwanner, yang terdiri atas 52 bukit dengan ketinggian berkisar antara 343 meter hingga 2.278 meter. Bukit Batu Tatau, dengan ketinggian 1.652 meter, menandai perbatasan antara Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Titik tertinggi di wilayah ini adalah Gunung Batu Sambang, yang mencapai ketinggian 1.660 meter di atas permukaan laut. 4.1.2 Iklim Provinsi Kalimantan Tengah memiliki iklim tropis dengan rata-rata penyinaran matahari sebesar 59,52% per tahun. Suhu udara rata-rata mencapai 34,9°C, sedangkan curah hujan tahunan cukup tinggi, yaitu sekitar 2.808,86 mm. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmid dan Ferguson, wilayah Provinsi Kalimantan Tengah termasuk tipe iklim A, hal ini ditandai dengan adanya jumlah bulan basah lebih banyak dari bulan kering dan pola penyebaran curah hujan hampir merata pada semua wilayah. 26 4.1.3 Jenis Tanah Sebagian besar wilayah daratan Kalimantan Tengah terdiri dari jenis tanah podsolik merah kuning. Pada dasarnya jenis tanah di Kalimantan Tengah terdiri dari organosol, laterit, regosol, alluvial, podsol, lithosol dan latosal (Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah). Luas (Ha) 1.040.452 413.793 Podsolik Merah Kuning 1.423.803 Organosol 1.452.305 6.033.693 Laterit 2.118.460 Regosol 2.534.766 Alluvial Podsol Lithosol Gambar 4.1. Jenis Tanah Berdasarkan Luas 4.1.5 Wilayah Administrasi Secara administratif, Provinsi Kalimantan Tengah berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur di utara, Laut Jawa di selatan, Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan di timur, serta Provinsi Kalimantan Barat di barat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002, Provinsi Kalimantan Tengah yang semula terdiri dari lima kabupaten dan satu kota, saat ini telah berkembang menjadi 13 kabupaten dan satu kota. Wilayah administrasi ini mencakup Kota Palangka Raya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Barito Timur, dan Kabupaten Murung Raya. Secara keseluruhan, wilayah ini terdiri atas 136 kecamatan dan 1.576 desa/kelurahan. Kabupaten dengan jumlah kecamatan terbanyak adalah Kabupaten Kotawaringin Timur dan 27 Kabupaten Kapuas, yang masing-masing memiliki 17 kecamatan. Sementara itu, Kabupaten Kapuas memiliki jumlah desa/kelurahan terbanyak, yaitu sebanyak 233 unit (BPS Provinsi Kalimantan Tengah 2024). 4.1.6 Kawasan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.529/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor 759/KTPS/UM/10/1982 tentang Penunjukan Areal Hutan Di Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah Seluas yaitu 15.300.000 Ha (Lima Belas Juta Tiga Ratus Ribu Hektar) sebagai Kawasan Hutan. Alokasi dan peruntukan kawasan hutan tersebut telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah tahun 2015-2035, yang mengatur penggunaan lahan secara terperinci untuk berbagai fungsi. Gambar 4.2 menampilkan distribusi luas (hektar) peruntukan kawasan hutan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah untuk periode 2015-2035. 1.604.957 1.391.604 2.629.779 2.258.274 3.335.571 3.896.706 KSA/KPA Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi Konversi Areal Penggunaan Lain (APL) Gambar 4.2 Luas Peruntukan Kawasan Hutan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah Tahun 2015-2035. 28 4.2 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Kalimantan Tengah Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2023, daftar Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah meliputi berbagai jenis izin, yaitu Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (PBPH-HA), Hutan Tanaman (PBPH-HT), Restorasi Ekosistem (PBPH-RE), serta izin Penyerapan Karbon. Rincian jumlah unit, luas areal, dan status keaktifan perizinan PBPH disajikan pada tabel berikut: Tabel 4.1 Daftar PBPH pada Wilayah Kalimantan Tengah Tahun 2023 No. Jenis PBPH unit Luas Areal (Ha) Keterangan 1 PBPH-HA 57 3.992.100,64 Aktif =57 Unit 2 PBPH-HT 37 856.689,12 Aktif = 35 Unit, Tidak Aktif = 2 Unit 3 PBPH-RE 5 254.163,14 Aktif = 5 Unit 4 Penyerapan Karbon 1 25.800,00 Tidak Aktif = 1 Unit JUMLAH 100 5.128.752,90 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2023 Secara geografis, PBPH tersebar di berbagai wilayah kabupaten/kota di Kalimantan Tengah. Sebaran PBPH meliputi Kabupaten Barito Selatan (5 unit), Kabupaten Barito Timur (4 unit), Kabupaten Gunung Mas (11 unit), Kabupaten Barito Utara (9 unit), Kabupaten Kapuas (12 unit), Kabupaten Katingan (14 unit), Kabupaten Kotawaringin Barat (7 unit), Kabupaten Kotawaringin Timur (9 unit), Kabupaten Lamandau (5 unit), Kabupaten Murung Raya (17 unit), Kota Palangka Raya (1 unit), Kabupaten Pulang Pisau (1 unit), dan Kabupaten Seruyan (5 unit). Sebaran ini menunjukkan kontribusi PBPH terhadap pengelolaan hutan yang merata di wilayah Kalimantan Tengah, dengan jenis izin yang mencerminkan beragam fungsi hutan, seperti produksi, restorasi ekosistem, dan mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan karbon. Gambar 4.3 menyajikan data mengenai status Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Kalimantan Tengah pada tahun 2023. 29 Tidak Aktif 3% Aktif 97% Aktif Tidak Aktif Gambar 4.3 Status PBPH di Kalimantan Tengah Tahun 2023 Gambar 4.3 menunjukkan status Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Kalimantan Tengah. Dari total 100 PBPH, 97% atau 97 unit tercatat aktif, sementara 3% atau 3 unit berstatus tidak aktif. Data ini mencerminkan bahwa mayoritas PBPH di Kalimantan Tengah masih beroperasi secara aktif, dengan hanya sebagian kecil yang tidak aktif. 18 1200 Total Luas per Kabupaten/ Kota Jumlah PBPH per kabupaten 16 1000 14 12 800 10 600 8 6 400 4 200 2 0 0 Kabupaten/Kota Sebaran Luas (ha) Gambar 4.4 Grafik Sebaran dan Luas PBPH di Kalimantan Tengah Tahun 2023 30 Gambar 4.4 menunjukkan sebaran, jumlah dan total luas PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) di setiap kabupaten/kota di Kalimantan Tengah. Secara umum, terdapat variasi jumlah PBPH dan luas lahan antar wilayah. Kabupaten dengan jumlah PBPH tertinggi adalah Kotawaringin Barat, sementara luas lahan terbesar terdapat di Kabupaten Seruyan, meskipun jumlah PBPH di sana relatif sedikit. Sebaliknya, kota seperti Palangka Raya memiliki jumlah PBPH yang kecil dengan luas lahan yang juga terbatas. Grafik ini mengindikasikan bahwa distribusi PBPH tidak selalu berkorelasi dengan luas lahan yang dikelola, karena ada wilayah dengan jumlah PBPH rendah namun memiliki luas lahan yang signifikan, dan sebaliknya. Hal ini mencerminkan perbedaan dalam intensitas pemanfaatan hutan di tiap wilayah. 31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Standar Penilaian PHPL Terdapat dua standar yang berkaitan dengan sertifikasi pengelolaan hutan pada periode studi ini, yaitu Standar tahun 2020 dan Standar tahun 2022. Standar tahun 2020 didasarkan kepada Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor SK.62/PHPL/SET.5/KUM.1/12/2020 tentang Pedoman, Standar, dan Tata Cara Penilaian Kinerja PHPL. Sementara itu standar tahun 2022 didasarkan kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.9895/MenLHK-PHL/BPPHH/HPL.3/12/2022 Tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian. Dari total 30 perusahaan yang menjadi objek pada studi ini, sebanyak 11 perusahaan menggunakan standar tahun 2020 dan 19 perusahaan lainnya menggunakan Standar tahun 2022. Daftar nama perusahaan pemegang PBPH yang menggunakan kedua standar penilaian tersebut beserta link dokumen hasil penilaian PHPL disajikan pada Lampiran 5. Secara lengkap standar penilaian SK 2020 disajikan pada Lampiran 3 dan Standar tahun 2022 disajikan lampiran 4. Perbandingan standar penilaian SK 2020 dan SK 2022 disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Perbandingan Standar Penilaian SK 2020 dengan SK 2022 Standar Penilaian SK 2020 Standar Penilaian SK 2022 Kriteria Jumlah Jumlah Indikator Indikator Verifier Verifier 1.1 Kepastian Kawasan 1.1 Kepastian Kawasan 6 4 (Legalitas) (Legalitas) 1.2 Komitmen Pemegang 1.2 Komitmen Pemegang 2 2 PBPH PBPH 1.3 Tenaga Profesional 1.3 Pemanfaatan tenaga 3 4 Bidang Kehutanan profesional Prasyarat 1.4 Kapasitas dan Mekanisme 1.4 Kapasitas dan Mekanisme Perencanaan hingga 5 4 Pengelolaan Evaluasi 1.5 Persetujuan Atas Dasar 1.5 Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa 3 Informasi Awal Tanpa 2 Paksaan (PADIATAPA) Paksaan (PADIATAPA) Jumlah 19 16 32 Standar Penilaian SK 2020 Standar Penilaian SK 2022 Kriteria Jumlah Jumlah Indikator Indikator Verifier Verifier 2.1 Penataan Areal Kerja 2.1 Penataan Areal Kerja 3 3 Jangka Panjang Jangka Panjang 2.2 Tingkat Pemanenan 2.2 Pemanfaatan Hutan 2 2 Lestari Lestari 2.3 Pelaksanaan Sistem 2.3 Tahapan Kegiatan 5 3 Silvikultur Pemanfaatan Hutan Produksi 2.4 Teknologi Ramah 2.4 Teknologi Ramah 4 3 Lingkungan Lingkungan 2.5 Realisasi Penebangan 2.5 Realisasi Produksi Sesuai 4 4 Sesuai Rencana Perencanaan 2.6 Kesehatan Finansial dan 2.6 Kemampuan Finansial 6 5 Investasi Pemegang PBPH Jumlah 24 20 3.1 Keberadaan Kawasan 3.1 Keberadaan Kawasan 5 6 Dilindungi Lindung dan ABKT 3.2 Perlindungan dan 3.2 Perlindungan dan 4 4 Pengamanan Hutan Pengamanan Hutan 3.3 Pengelolaan Dampak pada 3.3 Pengelolaan Dampak 6 3 Ekologi Tanah dan Air Fisik dan Kimia 3.4 Identifikasi Spesies Flora 3.4 Identifikasi Spesies Flora 2 3 dan Fauna dan Fauna 3.5 Pengelolaan Flora dan 3.5 Pengelolaan Flora 3 3 Fauna 3.6 Pengelolaan Fauna 3 - - Jumlah 23 19 4.1 Kejelasan Batas Areal 4.1 Kejelasan Deliniasi 5 Kerja dengan wilayah 3 Kawasan hukum masyarakat 4.2 Tanggung Jawab Sosial 5 4.2 Sistem Resolusi Konflik 5 Perusahaan 4.3 Distribusi Manfaat yang 4.3 Distribusi Manfaat yang Sosial 5 4 Adil Adil 4.4 Mekanisme Resolusi 4.4 Tanggung Jawab Sosial 4 5 Konflik Perusahaan 4.5 Perlindungan dan 4.5 Kesejahteraan Tenaga Kesejahteraan Tenaga 4 4 Kerja Kerja Jumlah 23 21 Total 89 76 Sumber: Data Peneliti, 2024 Tabel 5.1 menunjukkan perbandingan antara Standar Penilaian SK tahun 2020 dan SK tahun 2022 berdasarkan beberapa kriteria yang terdiri dari Prasyarat, Produksi, Ekologi, dan Sosial. Secara umum, kedua SK tersebut memiliki kesamaan dalam banyak aspek, tetapi juga terdapat beberapa perbedaan spesifik terkait dengan jumlah verifier yang digunakan. 33 Pada Kriteria prasyarat, baik tahun 2020 maupun 2022 mencantumkan indikator yang mirip, seperti kepastian kawasan (legalitas), komitmen pemegang PBPH, dan Persetujuan atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA), meskipun terdapat perbedaan dalam jumlah verifier. Misalnya, pada indikator kepastian kawasan (legalitas), jumlah verifier pada tahun 2020 adalah 6, sedangkan pada 2022 hanya 4. Selain itu, pada tahun 2022 terdapat penyesuaian pada beberapa indikator seperti pemanfaatan tenaga profesional dan kapasitas dan mekanisme pengelolaan yang mengalami perubahan jumlah verifier. Dalam kriteria produksi, terdapat fokus pada penataan areal kerja jangka panjang, pemanfaatan hutan lestari, dan pelaksanaan sistem silvikultur yang tetap menjadi indikator utama. Namun, penurunan jumlah verifier bisa terlihat pada beberapa indikator, seperti pada teknologi ramah lingkungan yang menurun dari 4 menjadi 3, dan kemampuan finansial pemegang PBPH yang berkurang menjadi 5 dari 6. Pada kriteria Ekologi, secara umum tidak terdapat perbedaan jumlah indikator. Namun, pada SK 2022 terjadi penggabungan poin indikator yang sebelumnya terpisah dalam SK 2020, yaitu indikator pengelolaan flora dan fauna. Selain itu, pengelolaan dampak fisik dan kimia pada 2022 hanya memiliki 3 verifier, sedangkan pengelolaan dampak tanah dan air pada 2020 memiliki 6 verifier. Pada kriteria Sosial, terdapat penyesuaian pada indikator yang berhubungan dengan kejelasan batas wilayah, tanggung jawab sosial perusahaan, dan distribusi manfaat yang adil. Beberapa indikator pada tahun 2022 mengalami pengurangan jumlah verifier, seperti pada kejelasan batas areal kerja yang hanya memiliki 3 verifier, serta distribusi manfaat yang adil yang berkurang menjadi 4. 5.1.2 Hasil Penilaian PHPL Berdasarkan dokumen hasil penilaian Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (S-PHL) yang terdapat dalam Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK), diperoleh data tentang pencapaian masing-masing kriteria, indikator dan verifier pada 34 pemegang PBPH di Kalimantan Tengah. Hasil Penilaian PBPH yang menggunakan standar SK 2020 disajikan pada Lampiran 6, sedangkan PBPH yang menggunakan standar SK 2022 disajikan pada Lampiran 7. Hasil penilaian rata-rata empat kriteria kelestarian berdasarkan standar SK 2020 dan 2022 pada PBPH di Kalimantan Tengah disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Penilaian Standar SK 2020 dan SK 2020 Berdasarkan Kriteria Rata-rata Penilaian Kriteria SK 2020 Kategori SK 2022 Kategori Prasyarat 2,40 Sedang 2,52 Baik Produksi 2,40 Sedang 2,38 Sedang Ekologi 2,22 Sedang 2,33 Sedang Sosial 2,49 Sedang 2,40 Sedang Sumber: Data Peneliti, 2024 Berdasarkan Tabel 5.2, rata-rata penilaian untuk keempat kriteria (Prasyarat, Produksi, Ekologi, dan Sosial) menunjukkan bahwa kinerja secara umum berada pada kategori Sedang dalam Standar SK 2020 maupun SK 2022. Secara spesifik, kriteria Prasyarat mengalami peningkatan dari rata-rata 2,40 (Sedang) pada SK 2020 menjadi 2,52 (Baik) pada SK 2022, menunjukkan perbaikan dalam kriteria tersebut. Sementara itu, kriteria Produksi, Ekologi, dan Sosial tetap berada dalam kategori Sedang, meskipun terdapat sedikit peningkatan pada kriteria Ekologi dari 2,22 menjadi 2,33. Namun, kriteria Produksi mengalami sedikit penurunan dari 2,40 menjadi 2,38, dan kriteria Sosial juga turun dari 2,49 menjadi 2,40. Secara keseluruhan, sebagian besar indikator berada pada kategori kinerja Sedang (2), dengan hanya beberapa yang mencapai kategori Baik (3). Ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya perbaikan, kinerja keseluruhan masih belum optimal dan memerlukan peningkatan di berbagai aspek. Berikut adalah hasil penilaian indikator pada seriap kriteria dalam sertifikasi PHPL. a. Penilaian Indikator pada Kriteria Prasyarat Kriteria Prasyarat mencakup aspek dasar yang harus dipenuhi oleh pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) sebelum melanjutkan pengelolaan hutan. Aspek ini meliputi kepastian status hukum kawasan, komitmen terhadap 35 pengelolaan hutan, pemanfaatan tenaga profesional yang kompeten, serta kapasitas dan mekanisme pengelolaan yang memadai. Selain itu, persetujuan berdasarkan informasi yang jelas dan tanpa paksaan (PADIATAPA) juga termasuk dalam kriteria ini. Gambar 5.1 menyajikan hasil penilaian pada kriteria Prasyarat berdasarkan standar yang digunakan. 2,70 2,61 2,61 2,60 2,56 2,52 2,50 2,45 2,45 2,40 2,38 2,40 2,32 2,30 Rata-rata 2,30 2,20 2,10 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Indikator SK 2020 SK 2022 Keterangan Kategori: Buruk : Nilai rata-rata < 1,50 dibulatkan ke 1. Sedang : Nilai rata-rata dari 1,50 hingga < 2,50 dibulatkan ke 2. Baik : Nilai rata-rata ≥ 2,50 dibulatkan ke 3. Gambar 5.1 Hasil Penilaian Sertifikasi pada Kriteria Prasyarat Berdasarkan standar SK 2020 untuk kriteria Prasyarat, sebagian besar indikator memperoleh nilai rata-rata yang berada dalam kategori Sedang, dengan nilai antara 2.30 hingga 2.45. Indikator-indikator tersebut meliputi indikator Legalitas (2.40), Komitmen pemegang PBPH (2.32), Tenaga profesional bidang kehutanan (2.30), dan kapasitas dan mekanisme perencanaan hingga evaluasi (2.45). Hanya indikator Persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (PADIATAPA) yang memperoleh nilai lebih tinggi, yaitu 2.52, yang dibulatkan menjadi 3 dan dikategorikan Baik. Sementara itu, berdasarkan Standar SK 2022, penilaian kinerja untuk kriteria prasyarat menunjukkan beberapa perbaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tiga indikator, yaitu kepastian kawasan (Legalitas), pemanfaatan tenaga profesional, dan persetujuan atas dasar Informasi awal tanpa paksaan (PADIATAPA), memperoleh nilai rata-rata di atas 2.50, dibulatkan menjadi 3, yang 36 menunjukkan kategori Baik. Namun, indikator komitmen pemegang PBPH dan kapasitas dan mekanisme pengelolaan masih berada pada kategori Sedang dengan nilai rata-rata 2.45 dan 2.38. Secara keseluruhan, penilaian menunjukkan adanya peningkatan pada kinerja beberapa indikator, dengan rata-rata keseluruhan yang lebih tinggi dibandingkan standar tahun sebelumnya. b. Penilaian Indikator pada Kriteria Produksi Kriteria Produksi mencakup aspek penting dalam pengelolaan hasil hutan, mulai dari penataan areal kerja hingga penerapan teknologi ramah lingkungan. Penilaian ini memberikan gambaran kekuatan dan kelemahan pengelolaan produksi hutan, termasuk aspek teknis, finansial, dan keberlanjutan. Gambar 5.2 menyajikan hasil penilaian pada kriteria Produksi berdasarkan standar yang digunakan. 3,00 2,58 2,61 2,48 2,46 2,57 2,46 2,32 2,37 2,37 2,28 2,50 2,08 2,08 2,00 Rata-rata 1,50 1,00 0,50 0,00 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 Indikator SK 2020 SK 2022 Keterangan Kategori: Buruk : Nilai rata-rata < 1,50 dibulatkan ke 1. Sedang : Nilai rata-rata dari 1,50 hingga < 2,50 dibulatkan ke 2. Baik : Nilai rata-rata ≥ 2,50 dibulatkan ke 3. Gambar 5.2 Hasil Penilaian Sertifikasi pada Kriteria Produksi Penilaian kinerja berdasarkan standar SK 2020 dan SK 2022 pada kriteria produksi umumnya berada dalam kategori Sedang hingga Baik. Secara spesifik, pada SK 2020, indikator penataan areal kerja jangka panjang dan indikator realisasi penebangan sesuai rencana memperoleh nilai kategori Baik, dengan rata-rata nilai masing-masing 2.58 dan 2.57. Sementara itu, indikator lainnya seperti tingkat pemanenan lestari dan kesehatan finansial berada dalam kategori Sedang. Pada SK 2022, terdapat kemajuan kecil pada indikator penataan areal kerja jangka panjang 37 yang kembali dinilai Baik dengan nilai rata-rata 2.61. Namun, sebagian besar indikator lainnya tetap berada pada kategori Sedang, seperti pemanfaatan hutan lestari dan kemampuan finansial pemegang PBPH, yang masing-masing memiliki nilai rata-rata 2.37 dan 2.08. c. Penilaian Indikator pada Kriteria Ekologi Kriteria Ekologi mencakup aspek perlindungan lingkungan hidup, termasuk keberadaan kawasan lindung dan pengelolaan flora serta fauna. Selain itu, kriteria ini mempertimbangkan dampak aktivitas manusia terhadap tanah dan air serta upaya perlindungan hutan. Gambar 5.3 menyajikan hasil penilaian pada kriteria Ekologi berdasarkan standar yang digunakan. 2,50 2,44 2,40 2,40 2,35 2