Buku Psikologi Industri dan Organisasi PDF

Document Details

HighSpiritedCalcite

Uploaded by HighSpiritedCalcite

Umi

Tags

psikologi industri dan organisasi motivasi kerja resistensi terhadap perubahan manajemen

Summary

Buku ini membahas konsep dasar motivasi kerja dan resistensi terhadap perubahan dalam organisasi. Ia mengulas beragam teori dan pendekatan yang relevan, memberikan gambaran menyeluruh mengenai topik tersebut.

Full Transcript

dan konsep Barang Manusia Primer (PHG). Desain/metodologi/pendekatan-Penelitian konseptual ini menggunakan literatur kontemporer tentang resistensi terhadap perubahan organisasi untuk membuat kasus bahwa paradigma yang ada adalah salah satu dari negatifitas dan...

dan konsep Barang Manusia Primer (PHG). Desain/metodologi/pendekatan-Penelitian konseptual ini menggunakan literatur kontemporer tentang resistensi terhadap perubahan organisasi untuk membuat kasus bahwa paradigma yang ada adalah salah satu dari negatifitas dan kekurangan. Para penulis mendefinisikan resistensi, seperti yang dirumuskan saat ini, kemudian menawarkan perspektif baru melalui GLM. Dasar- dasar etiologis model disediakan dan konsep PHG didefinisikan untuk menggambarkan relevansi dalam mengevaluasi kembali resistensi terhadap perubahan. Temuan Penelitian ini menggambarkan bahwa perilaku resistensi bukan masalah individu karyawan, yang harus diatasi untuk perubahan yang berhasil. Sebaliknya, perilaku resistensi adalah manifestasi dari gangguan terhadap pencapaian PHG. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa pengejaran PHG merupakan aktivitas manusia yang positif, yang harus dipertimbangkan dalam mengubah strategi. Pendekatan Pengembangan Organisasi Dialogik juga terintegrasi sebagai sarana untuk mengungkap barang-barang prioritas dan gangguan yang mungkin berdampak pada mereka. Orisinalitas / nilai - Penelitian ini menyediakan evaluasi ulang baru terhadap resistensi terhadap perubahan melalui aplikasi interdisipliner dari GLM dan PHG. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan model untuk mengintegrasikan beberapa teori dasar motivasi manusia ke dalam satu kerangka kerja yang kohesif dan konsisten. 15 BAB II MOTIVASI KERJA A. Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu: arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan), dan kekuatan perilaku (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja). Selain itu motivasi dapat pula diartikan sebagai dorongan individu untuk melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya (Rivai dan Sagala, 2011). Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau pendorong semangat kerja (Ardana, Mujiati & Utama, 2012). Robbins (2003; Triatna, 2015) mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu memenuhi beberapa kebutuhan individual. Sementara itu, motivasi menurut Heller (1998; Wibowo, 2013) adalah keinginan untuk bertindak. Setiap orang dapat termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda. Dalam bekerja individu perlu diarahkan agar dapat menyelaraskan motivasinya dengan tujuan organisasi. Pendapat lain dari Ivanko (2012) menerangkan bahwa motivasi sebagai keinginan dan energi seseorang yang diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan. Sementara Gray (1984; Winardi, 2011) mendefinisikan motivasi sebagai hasil sejumlah proses yang bersifat internal ataupun eksternal bagi individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistence dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Motivasi kerja merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan (Mangkunegara, 2010). 16 Dalam dunia kerja, motivasi kerja dapat diartikan sebagai hasil dari kumpulan kekuatan internal dan eksternal yang menyebabkan pekerja memilih jalan bertindak yang sesuai dan menggunakan perilaku tertentu (Newstrom, 2011). Sementara menurut Robbins dan Judge (2011) mengatakan bahwa motivasi pada umumnya berkaitan dengan setiap tujuan, sedangkan tujuan organisasional memfokus pada perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. Hal senada juga disampaiakan oleh McShane dan Von Glinow (2010) yang mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan dalam diri orang yang memengaruhi arah (direction), intensitas (intensity), dan ketekunan (persistence) perilaku sukarela. Pekerja yang termotivasi berkeinginan menggunakan tingkat usaha tertentu (intensity), untuk sejumlah waktu tertentu (persistence), terhadap tujuan tertentu (direction). Kreitner dan Kinicki, (2010) juga menyatakan bahwa motivasi merupakan proses psikologis yang membangkitkan (arousal), mengarahkan (direction) dan ketekunan (persistence) dalam melakukan tindakan secara sukarela yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Pengertian lainnya dari motivasi diungkapkan oleh Colquitt, LePine, Wesson (2011) yang mengatakan motivasi sebagai sekumpulan kekuatan energetik yang dimulai baik dari dalam maupun diluar pekerja, dimulai dari usaha yang berkaitan dengan pekerjaan, dan mempertimbangkan arah, intensitas, dan ketekunannya. Adapun Geherman (1983; Kadarisman, 2017) mengungkapkan bahwa motivasi merupakan pendorong seseorang untuk berbuat, bertindak, dan berperilaku. Selain itu, Gibson (1989; Kadarisman, 2017) menyatakan motivasi adalah teori yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri karyawan yang memulai serta mengarahkan perilaku. Dari pemahaman terhadap pengertian-pengertian motivasi yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang dapat mengarahkan dan memberi kekuatan bagi individu dalam bertindak untuk mencapai tujuannya. Terdapat dua tipe motivasi yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Dalam dunia kerja, motivasi instrinsik meliputi kecocokan pada pekerjaan, pekerjaan maupun target sesuai yang diharapkan, rasa tanggung jawab karena merasa dipandang penting, 17 kesempatan berkembang, dan kesempatan karir. Sementara motivasi ekstrinsik meliputi gaji, bonus, promosi jabatan, dan penghargaan atau reward dalam bentuk selain uang (Suhariadi, 2013). Selain definisi dan tipe, motivasi juga terdiri atas motif-motif tertentu yang diindikasikan dalam tiga motif yakni motif primer, motif umum, dan motif sekunder. Berikut adalah keterangan dari masing-masing motif menurut Suhariadi (2013); 1) Motif Primer, merupakan dorongan atau hasrat diri individu untuk mencapai tujuan dikarenakan sifat alami dan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupannya. Bentuk motif primer adalah dibawa sejak lahir dan bukan hasil proses belajar, faali atau psikologis, serta kebutuhan untuk makan dan minum. 2) Motif Umum, merupakan dorongan atau hasrat diri individu untuk mencapai tujuan hidup dikarenakan sifat-sifat alami individu dan bukan merupakan proses pembelajaran dan cenderung sebagai kebutuhan umat manusia secara umumnya. Bentuk motif umum adalah dibawa sejak lahir dan bukan hasil proses belajar, tidak berhubungan dengan proses faali tubuh manusia, dan kebutuhan kasih sayang, rasa ingin tahu dan diperhatikan. 3) Motif sekunder, merupakan dorongan atau hasrat diri individu untuk mencapai tujuan hidup dikarenakan sebagai proses pembelajaran dan cenderung tidak berhubungan dengan sifat alami manusia. Bentuk motif sekunder adalah tumbuh sebagai hasil proses belajar, tidak berhubungan dengan proses faali, serta kebutuhan berprestasi dan berkuasa. B. Teori-Teori Motivasi Ada beberapa teori-teori yang menjelaskan tentang proses munculnya motivasi pada diri individu. Teori-teori motivasi tersebut meliputi dua kategori yakni, teori dini (hingga tahun 1950-an) dan teori kontemporer. 18 1) Teori Dini (1950-an) a. Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Harold Maslow adalah seorang ilmuwan sosial yang dikenal sebagai ahli psikologi perkembangan di New York, AS. Dalam teorinya ia menjelaskan bahwa motivasi yang tumbuh dalam diri seseorang tergantung pada keberadaan seseorang dalam hierarki tersebut. Semakin tinggi keberadaan seseorang dalam hierarki tersebut, semakin tinggi pula motivasinya untuk melakukan sesuatu yang besar demi mencapai sebuah prestasi yang dapat membanggakan dirinya dan atau organisasinya. Abraham Maslow mengemukakan bahwa hirarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut; 1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang seperti makan, minum, udara perumahan dan lainnya. Di dalam organisasi kebutuhan-kebutuhan itu dapat berupa uang, hiburan, program pensiun, lingkungan kerja yang nyaman. 2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security needs) yaitu kebutuhan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan, dalam organisasi kebutuhan ini dapat berupa keamanan kerja, senioritas, program pemberhentian kerja, uang pesangon. 3. Kebutuhan rasa memiliki (social needs) yaitu kebutuhan akan teman, cinta dan memiliki, social needs di dalam organisasi dapat berupa kelompok kerja (team work) baik secara formal maupun informal. 4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs or status needs) yaitu kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungan. Di dalam organisasi dapat berupa reputasi diri, gelar dan lain sebagainya. 5. Kebutuhan akan perwujudan diri (self-actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri seutuhnya. Untuk melakukan itu, orang mencari pertumbuhan, prestasi dan kemajuan. Di dalam setting organisasi kebutuhan itu meliputi ppengembangan keterampilan, kesempatan untuk kreatif, prestasi dan promosi, dan kemampuan memiliki kendali sepenuhnya (Veithzal, 2004: 458; Lussier, 2002:194 dalam Kaswan, 2017) 19 Pada tahun 1999 Maslow mengembangkan teori hierarki kebutuhan menjadi delapan tahap, yaitu dengan menambahkan kebutuhan untuk mengetahui dan memahami, kebutuhan estetika/keindahan, dan kebutuhan transendensi diri (Triatna, 2015). b. Teori X dan Y Teori X dan Y adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Douglas McGregor. Menurut McGregor, karakteristik manusia itu dapat diklasifikasi pada dua kategori yaitu tipe X dan tipe Y. teori X menunjukkan bahwa karyawan tidak senang bekerja, tidak senang bila diberi tanggung jawab, dan harus dipaksa agar dapat meraih prestasi. Teori Y menunjukkan bahwa karyawan menyukai pekerjaannya, kreatif, berupaya bertanggung jawab, dan dapat melaksanakan pengarahan diri (Triatna, 2015). Untuk lebih memahami sepenuhnya, maka perlu juga memahami sepeti pada teori hierarki Maslow. Teori Y menyatakan bahwa urutan kebutuhan yang lebih tinggi akan mendominasi para individu. McGregor sendiri meyakini bahwa asumsi Teori Y lebih valid darpada Teori X. Maka dari itu, dia mengusulkan gagasan tersebut sebagai pengambilan keputusan yang partisipatif, bertanggung jawab dan pekerjaan yang lebih menantang, serta keterkaitan kelompok yang baik dengan memaksimalkan motivasi seorang pekerja (Robbins & Judge, 2015). c. Teori Motivasi-Higiene Teori motivasi-Higiene dikemukakan oleh Frederick hezberg. Menurutnya, faktor-faktor intrinsik dihubungkan dengan kepuasan kerja, sementara faktor-faktor ekstrinsik dikaitkan dengan ketidakpuasan. Artinya, dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu itu muncul karena ada faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik yang berkaitan dengan pemenuhan kepuasan diri (Triatna, 2015). Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivational antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain 20 status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku (Kaswan, 2017). 2) Teori Kontemporer a. Teori ERG Teori ERG dikemukakan oleh Clayton Alderfer. Kata ERG merupakan sebuah kepanjangan dari existence, relatedness, dan growth. a) Existence (eksistensi): kebutuhan faali dan keamanan dalam klasifikasi Maslow. b) Relatedness (hubungan): kebutuhan sosial dan komponen eksternal penghargaan dalam klasifikasi Maslow. c) Growth (pertumbuhan): hasrat intrinsic untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsic dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri (Triatna, 2015). Teori ERG ini merupakan penyesuaian dari teori Maslow yang menyatakan bahwa ada tiga proses yang diumpamakan dapat terlihat dalam usaha mencapai kebutuhan tersebut, yaitu: a) proses pemuasan-progresif (fulfillment-progression), b) kekecewaan-pengunduran (frustration-regression), dan c) kepuasan-kekuatan (satisfaction-strengthening) (Alderfer, 1969; Wijono, 2010). b. Teori Kebutuhan McClelland McClelland menganalisis tentang tiga kebutuhan manusia yang sangat penting di dalam organisasi. Fokus teori ini mengacu pada tiga hal yaitu: a) Kebutuhan meraih prestasi (Need for achievement); kemampuan untuk mencapai standar yang telah ditentukan perusahaan dengan menunjukkan daya juang karyawan untuk menuju keberhasilan. b) Kebutuhan meraih kekuasaan atau otoritas kerja (Need for power); kebutuhan untuk membuat individu berperilaku 21 dalam keadaan yang wajar dan bijaksana dalam melaksanakan tugas. c) Kebutuhan berafiliasi (Need for affiliation); kebutuhan untuk menjalin hubungan interpersonal dan mengenal lebih dekat teman kerja dalam lingkup pekerjaannya (Kaswan, 2017). c. Teori Evaluasi Kognitif Teori ini menyatakan bahwa membagi penghargaan- penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya secara intrinsik telah diberi hadiah, cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Artinya, bila penghargaan ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu tugas yang menarik, pemberian penghargaan itu akan menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas tersebut akan menurun (Triatna, 2015). d. Teori Penetapan Tujuan Teori penetapan tujuan dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun 1960-an. Teori ini menunjukkan bahwa tujuan yang spesifik dan sulit, dengan umpan balik, akan mengarahkan pada kinerja yang lebih tinggi (Robbins & Judge, 2015). e. Teori Penguatan Teori penguatan menunjukkan bahwa munculnya perilaku diakibatkan lingkungan. Oleh karena itu, para ahli dalam teori ini menyatakan bahwa penguatanlah yang menyebabkan perilaku manusia, bukan hanya dirinya. Teori ini didasarkan pada aliran behavioristik yang menganggap perilaku itu muncul karena ada peran stimulus dari lingkungan (Triatna, 2015). f. Teori Keadilan Teori keadilan menyatakan bahwa individu akan melakukan perbandingan antara masukan dan keluaran pekerjaannya sendiri dengan masukan atau keluaran orang lain yang selanjutnya akan merespon untuk menghapus setiap ketidakadilan (Triatna, 2015). 22 g. Teori Content Content Theory ini berkaitan dengan beberapa nama seperti Maslow, McGregor, Herzberg, Atkinson, dan McClelland. Teori ini menitikberatkan makna pentingnya pemahaman faktor-faktor yang ada dalam individu yang mengakibatkan mereka bertingkah laku tertentu. Sulitnya penerapan teori ini dalam praktiknya terutama disebabkan oleh hal-hal berikut (Rivai dan Sagala, 2011): a) Kebutuhan sangat bervariasi pada setiap individu manusia. b) Perwujudan kebutuhan dalam tindakan juga sangat bervariasi antara satu orang dengan orang yang lain. c) Para individu tidak selalu konsisten dengan tindakan mereka karena dorongan suatu kebutuhan. h. Teori Proses Teori ini menitik beratkan pada cara-cara dan tujuan setiap individu agar dapat dimotivasi untuk dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Pada teori ini, kebutuhan hanyalah salah satu bagian dalam suatu proses tentang bagaimana para individu bertingkah laku. Dasar dari teori proses tentang motivasi ini adalah adanya harapan, yaitu apa yang dipercayai oleh individu akan mereka peroleh dari tingkah laku mereka. Faktor tambahan dari teori ini adalah kekuatan dari preferensi individu terhadap hasil yang diharapkan (Rivai dan Sagala, 2011). i. Teori Harapan Saat ini salah satu teori yang dapat dietrima secara luas tentang motivasi adalah teori yang dikemukakan oleh Victor Vroom`s, expectancy theory. Teori ini mengemukakan bahwa tindakan seseorang cenderung untuk dilakukan karena harapan hasil yang akan didapatkan. Misalnya harapan jenjang karir, insentif, tambahan fasilitas dan penghargaan. Teori ini memfokuskan pada: a) Effort-performance relationship, kemungkinan yang akan diterima oleh individu dengan menampilkan kemampuannya untuk mencapai prestasi kerja yang baik. 23 b) Performance-reward relationship, tingkatan kepercayaan individu atas prestasi kerja tertentu akan menyebabkan harapan yang ingin dicapai. c) Reward-personal goal relationship, penghargaan organisasi atas seseorang menyebabkan kepuasan individu di dalam bekerja. Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation” mengetengahkan suatu teori yang di sebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. C. Pendekatan Motivasi Bangun (2012) mengemukakan bahwa motivasi dalam perkembangannya, dapat dibedakan menjadi 4 pendekatan yaitu: a. Pendekatan Tradisional Pendekatan tradisional pertama kali ditemukan oleh Fredrick W. Taylor yang mendalami manajemen ilmiah. Dalam model ini yang menjadi titik beratnya adalah pengawasan dan pengarahan. Untuk memotivasi karyawan, manager memiliki cara yang efisien dalam memotivasi karyawannya yaitu dengan memakai sistem insentif upah. Semakin banyak yang diproduksi, maka semakin besar pula penghasilan yang mereka dapatkan. Dalam pandangan ini, umumnya pekerja dianggap malas dan tidak memiliki tanggung jawab dalam pekerjaannya. Sebaliknya, jika mereka diberikan penghargaan berupa uang maka mereka akan termotivasi kembali dalam pekerjaannya. b. Pendekatan hubungan manusia Elen Mayo memberikan pendapat mengenai hubungan manusia yang dimana kebosanan dan pengulangan berbagai tugas merupakan faktor yang dapat menurunkan motivasi. Sementara 24 kontak sosial membantu dalam menciptakan dan mempertahankan motivasi. Oleh karena itu, manager harus memotivasi karyawannya dengan membuat kontak sosial dengan mereka sehingga mereka merasa dianggap dan dihargai. c. Pendekatan sumber daya manusia Di dalam pendekatan ini berbeda dengan kedua pendekatan diatas sebelumnya yang disebutkan bahwa untuk memotivasi kinerja karyawan harus diberikan penghargaan terlebih dahulu dan harus membuat kontak sosial dengan mereka. Pendekatan sumber daya manusia lebih memusatkan aspek-aspek mengenai sumber daya manusia yang berhak untuk mengerjakan atau memenuhi kriteria dari berbagai pekerjaan. Pendekatan ini lebih memotivasi karyawan untuk meningkatkan kepuasan dan kinerjanya dengan melihat terlebih dahulu SDM nya tersebut. d. Pendekatan kontemporer Pendekatan kontemporer didominasi oleh 3 tipe motivasi yaitu teori isi, teori proses, teori penguatan. Teori isi berisi tentang teori yang harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia. Seperti manager harus memenuhi kebutuhan tim kerjanya guna meningkatkan tanggung jawab dan loyalitas atas pekerjaan dan organisasinya. Selanjutnya pada teori proses terdiri dari dua teori motivasi yang menekankan pada cara-cara para anggota organisasi mencari penghargaan dalam keadaan bekerja. Selain itu juga teori penguatan yang memusatkan pada cara-cara karyawan dapat mempelajari perilaku kerja yang diinginkan sesuai dengan pekerjaannya. D. Penelitian Relevan 1. Judul Penelitian : Relationship between Employee Motivation and Job Performance: A Study at Universiti Teknologi MARA (Terengganu). Penulis : Nur Shafini Mohd Said*, Amaleena Syamimie Ezzaty Ahmad Zaidee, Ahmad 25 Suffian Mohd Zahari, Siti Rapidah Omar Ali, Suzila Mat Salleh Abstrak : Motivasi dianggap sebagai prediktor kinerja. Dengan kata lain, penentu kinerja pekerjaan karyawan adalah motivasi, bakat dan keterampilan. Dengan demikian, karyawan yang termotivasi dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dianggap sebagai elemen penting bagi organisasi. Dalam penelitian ini, upaya untuk mengukur pengaruh motivasi karyawan terhadap kinerja pekerjaan di antara staf non-akademik di Universiti Teknologi MARA Terengganu (UiTMT). Sebanyak 169 responden dipilih dari staf departemen non-akademik di UiTMT. Tiga prediktor seperti kebutuhan individu, preferensi pribadi dan lingkungan kerja ditemukan memiliki korelasi sedang hingga kuat dengan variabel dependen yaitu kinerja pekerjaan. Analisis menunjukkan bahwa kebutuhan individu, preferensi pribadi dan lingkungan kerja secara positif dan signifikan terkait dengan kinerja pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UiTMT perlu fokus pada aspek motivasi mereka, di mana hal itu dapat meningkatkan tingkat kinerja pekerjaan mereka. Akhirnya, penelitian dan implikasi praktis dari penelitian ini dibahas. 2. Judul Penelitian : Work Motivation Among Occupational Therapy Graduates in Malaysia. Penulis : Siaw Chui Chai, Rui Fen Teoh, Nor Afifi Razaob, Masne Kadar Abstrak : Terapi okupasi yang berfokus pada melayani klien menuntut pekerja yang termotivasi untuk pemberian layanan berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat motivasi kerja di antara lulusan terapi okupasi di Malaysia dan (b) untuk menentukan apakah ada perbedaan dalam motivasi kerja di antara para lulusan ini berdasarkan sektor pekerjaan, posisi kerja, panjang pengalaman kerja, dan gender. Metode: Penelitian cross-sectional ini merekrut lulusan sarjana terapi okupasi dengan menggunakan survei online. Skala Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik Kerja (WEIMS) digunakan untuk 26 mengukur tingkat motivasi kerja. Hasil: Tanggapan dari 82 (60,3%) lulusan (pria: 26,8%; perempuan: 73,2%) dianalisis. Enam puluh dua (75,6%) lulusan bekerja secara lokal dan 20 (24,4%) bekerja di luar negeri. Itu Rata-rata Indeks Penentuan Nasib Kerja (W-SDI) skor untuk WEIMS adalah +11,38 dengan 78 (95,1%) lulusan menunjukkan profil motivasi yang ditentukan sendiri dan 4 (4,9%) menunjukkan profil yang ditentukan sendiri. Lulusan di sektor swasta (13,10 6,47) menunjukkan skor W-SDI yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang berada di sektor publik (9,40 6,06), p Z 0,01. Skor W-SDI tampak lebih tinggi di antara klinisi (11,67 6,40), manajer kasus (13,33), dan lainnya (14,90 8,23); dan mereka yang memiliki pengalaman kerja 5e6 tahun (13,11 6,90) dan kurang dari satu tahun (12,65 7,12). Lulusan laki-laki (10,29 6,86) dan perempuan (11,79 6,39) memiliki skor yang sama tinggi. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor W-SDI berdasarkan posisi kerja, lama pengalaman kerja, dan jenis kelamin. Kesimpulan: Lulusan terapi okupasi memiliki motivasi kerja yang tinggi yang dibuktikan dengan profil yang ditentukan sendiri. Hanya sektor pekerjaan yang memaksakan perbedaan motivasi kerja di antara para lulusan ini. Hak Cipta ª 2017, Asosiasi Terapi Kerja Hong Kong. Diterbitkan oleh Elsevier (Singapore) Pte Ltd. Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-NC-ND 27

Use Quizgecko on...
Browser
Browser