Konsep Dasar Perkembangan Manusia PDF

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Document Details

State University of Jakarta

2019

Ika Lestari

Tags

human development developmental psychology education psychology psychology

Summary

This book discusses fundamental concepts of human development, focusing on various developmental theories. It serves as a study guide for students, particularly those pursuing education-related fields, and offers insights into child development. It also delves into the stages of fetal development and factors that influence pregnancy.

Full Transcript

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/335326261 KONSEP DASAR PERKEMBANGAN MANUSIA Book · August 2019 CITATION READS 1...

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/335326261 KONSEP DASAR PERKEMBANGAN MANUSIA Book · August 2019 CITATION READS 1 15,308 1 author: Ika Lestari Jakarta State University 46 PUBLICATIONS 582 CITATIONS SEE PROFILE All content following this page was uploaded by Ika Lestari on 22 August 2019. The user has requested enhancement of the downloaded file. Konsep Dasar Perkembangan Manusia Buku ini dibuat dengan tujuan mengingatkan kembali mahasiswa tentang konsep perkembangan manusia yang pernah diajarkan di mata kuliah Psikologi Pendidikan. Penting bagi mahasiswa calon guru untuk mengetahui konsep dasar perkembangan manusia agar dapat menganalisis peserta didik dilihat dari teori perkembangannya. Buku teks ini hanya sebagai panduan atau pengantar singkat dari mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Dr. Ika Lestari, S.Pd., M.Si ISBN 978-602-6976-39-0 KONSEP DASAR PERKEMBANGAN MANUSIA Penyusun : Dr. Ika Lestari, S.Pd., M.Si Editor : Dayin Fauzi Desain Sampul : Tim Erzatama Penata Letak : Tim Erzatama ISBN : 978-602-6976-39-0 Cetakan I, Oktober 2018 Diterbitkan oleh: ERZATAMA KARYA ABADI Anggota IKAPI Grand Kahuripan Cluster Patuha V Blok EG No. 16 Klapanunggal Bogor 16871 Jawa Barat Email: [email protected] www.erzatamapress.com Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit. KATA PENGANTAR Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Esa penyusunan Buku Konsep Dasar Perkembangan Manusia bisa selesai disusun tepat pada waktunya. Penulisan buku teks ini bermula dari keperluan sumber belajar yang dapat memfasilitasi mahasiswa untuk mempelajari mata kuliah Perkembangan Peserta Didik dengan materi sesuai silabus perkuliahan. Penekanan buku ini memang lebih kepada konsep dasar perkembangan manusia sebagai pengetahuan awal yang harus dimiliki oleh mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan Perkembangan Peserta Didik. Buku ini dibuat dengan tujuan mengingatkan kembali mahasiswa tentang konsep perkembangan manusia yang pernah dibelajarkan di mata kuliah Psikologi Pendidikan. Penting bagi mahasiswa calon guru untuk mengetahui konsep dasar perkembangan manusia agar dapat menganalisis peserta didik dilihat dari teori perkembangannya. Buku teks ini hanya sebagai panduan atau pengantar singkat dari mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Penyusun iii iv DAFTAR ISI Kata Pengantar............................................................................. iii Daftar Isi....................................................................................... v BAB 1 PENDAHULUAN..................................................... 1 A. Latar Belakang..................................................................... 1 B. Tujuan................................................................................... 2 C. Ruang Lingkup.................................................................... 2 D. Manfaat................................................................................. 3 E. Sistematika Buku................................................................. 3 BAB 2 KONSEP DASAR PERTUMBUHAN SERTA PERKEMBANGAN MANUSIA.......................................... 5 A. Pengertian tentang Pertumbuhan serta Perkembangan. 5 B. Lingkup dan Proses Perkembangan................................. 7 C. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perkembangan 8 D. Prinsip-prinsip dan Arah Perkembangan........................ 12 Rangkuman................................................................................. 18 BAB 3 TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA.................. 19 A. Teori Psikoanalisis Sigmund Freud.................................. 19 B. Teori Psikoanalisis Erikson................................................ 25 C. Evaluasi Teori-teori Psikoanalisis..................................... 30 D. Teori Behavioristik Skinner............................................... 31 E. Teori Belajar Sosial Albert Bandura................................ 43 F. Teori Humanistik................................................................ 46 v G. Teori Humanistik Carl Ransom Rogers........................... 49 H. Kritik pada Teori Humanistik........................................... 52 I. Teori Belajar Kognitif......................................................... 53 J. Echological Theory............................................................. 59 K. Ethological Theories........................................................... 62 Rangkuman................................................................................. 67 BAB 4 PERKEMBANGAN MANUSIA DALAM KANDUNGAN.................................................................... 71 A. Tahapan Perkembangan Janin dalam Kandungan......... 72 B. Kondisi Ibu Hamil............................................................... 90 Rangkuman.................................................................................. 104 Daftar Pustaka............................................................................. 106 vi Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan buku teks ini bermula dari diperlukannya sebuah sumber belajar yang dapat memfasilitasi mahasiswa untuk mempelajari mata kuliah Perkembangan Peserta Didik dengan materi sesuai silabus perkuliahan. Penekanan buku ini memang lebih kepada konsep dasar perkembangan manusia sebagai pengetahuan awal yang harus dimiliki oleh mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan Perkembangan Peserta Didik. Buku ini dibuat dengan tujuan mengingatkan kembali mahasiswa tentang konsep perkembangan manusia yang pernah dibelajarkan di mata kuliah Psikologi Pendidikan. Penting bagi mahasiswa calon guru untuk mengetahui konsep dasar perkembangan manusia agar dapat menganalisis peserta didik dilihat dari teori perkembangannya. Oleh karena itu, pembahasan di dalam buku lebih mendominasi tentang teori-teori perkembangan. 1 Bermula dari itulah, maka penulis membuat sebuah buku teks yang berisi tentang materi-materi yang dapat dijadikan referensi ketika ingin mengenal lebih dalam lagi Konsep Dasar Perkembangan Manusia. Namun, kehadiran buku teks ini tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar bagi mahasiswa karena dengan semakin banyaknya referensi sumber, wawasan dosen maupun mahasiswa akan semakin luas dan kaya pengetahuan. Buku teks ini hanya sebagai panduan atau pengantar singkat dari mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. B. Tujuan Target pembaca buku teks ini adalah mahasiswa, calon guru, dan guru SD yang ingin mengenal lebih dalam tentang konsep dasar Perkembangan Manusia. Buku teks ini juga dapat dijadikan sebuah referensi bagi guru, orang tua, maupun mahasiswa dari jurusan maupun universitas di luar lingkup PGSD FIP UNJ. Tujuan dari ditulisnya buku ini yaitu memberikan wawasan secara menyeluruh kepada pembaca untuk mengenal perkembangan manusia dari sudut teori perkembangan. C. Ruang Lingkup Buku Konsep Dasar Perkembangan Manusia sesuai dengan namanya membahas tentang konsep perkembangan secara umum dan teori perkembangan manusia yang melandasinya. 2 D. Manfaat Manfaat dari buku ini yaitu 1. Dapat membantu mahasiswa untuk menemukan referensi yang sesuai dengan materi perkuliahan. 2. Menjadi pegangan bagi guru SD untuk mengenai teori perkembangan manusia. 3. Membuat mahasiswa dan guru lebih mengenal peserta didik dari berbagai teori perkembangan. E. Sistematika Buku Isi buku ini memuat empat bab yang ke semuanya berkaitan dengan konsep dasar perkembangan manusia. Bab pertama tentang pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dibuatnya buku, tujuan penulisan, ruang lingkup, manfaat buku, dan sistematika buku sehingga pembaca mengetahui arah dan tujuan penulisan buku. Bab kedua membahas tentang konsep dasar pertumbuhan serta perkembangan manusia yang diawali dengan pengertian pertumbuhan serta perkembangan manusia karena seringkali makna pertumbuhan serta perkembangan mengalami tumpang tindih sehingga dalam buku ini akan lebih dipertegas. Bab ketiga menjelaskan tentang teori perkembangan seperti psikoanalisis, behavioristik, humanistik, kognitif, ekologi, dan etologi yang memiliki pemahaman tahap perkembangan manusia secara berbeda-beda. 3 Bab keempat membahas tentang perkembangan manusia dalam kandungan yang berisi tentang tahapan perkembangan janin dalam kandungan, kondisi ibu hamil untuk menghindari obat-obatan, makanan, dan lainnya yang dapat membahayakan kandungan. Penulis sangat mengharapkan dengan adanya buku ini, bisa memberikan tambahan wawasan maupun masukan bagi pihak- pihak yang memiliki ketertarikan maupun berkiprah dalam dunia Psikologi Perkembangan. Penulis berharap masih akan terus ada sumbangan-sumbangan pemikiran dari berbagai pihak tidak terkecuali pembaca. Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih dan selamat membaca!!! 4 Bab 2 KONSEP DASAR PERTUMBUHAN SERTA PERKEMBANGAN MANUSIA Istilah-istilah pertumbuhan serta perkembangan seringkali digunakan orang secara silih berganti dengan maksud yang sama. Dalam bab 1 ini dibahas tentang pertumbuhan serta perkembangan manusia. A. Pengertian tentang Pertumbuhan serta Perkembangan Pertumbuhan serta perkembangan memiliki konsep yang berbeda. Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu tumbuh dan berkembang sejak balita sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan orang dewasa. Anak bukan dewasa kecil sehingga memiliki keunikan tersendiri dari orang dewasa baik segi pertumbuhan maupun perkembangannya yang berjalan sesuai dengan tahap maupun periode yang ada dan disesuaikan dengan usianya. 5 Tumbuh berbeda dengan berkembang. Pribadi yang bertumbuh berbeda dengan pribadi yang berkembang. Pertumbuhan bersifat kuantitatif artinya bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular di dalam tubuh manusia yang menandakan bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, yang dapat ditandai dengan satuan panjang dan berat. Sedangkan, perkembangan lebih bersifat kualitatif yaitu bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks mengarah pada kematangan dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pengertian tersebut menyiratkan bahwa pertumbuhan (growth) lebih bersifat kuantitatif sedangkan perkembangan bersifat kualitatif. Namun, untuk mendefinisikan perkembangan tidak hanya sesederhana itu, masih ada konsep yang lebih luas untuk menjelaskan konsep perkembangan. Menurut Santrock (1995), perkembangan yaitu proses pergerakan atau perubahan yang progresif dimulai dari proses pembuahan dan terus berlanjut sepanjang waktu hingga akhir kehidupan. Tidak jauh berbeda yang dikemukakan Santrock, Slavin (2008) memaparkan perkembangan merujuk pada bagaimana orang tumbuh, menyesuaikan diri, dan berubah sepanjang perjalanan hidup mereka, melalui perkembangan fisik, kepribadian, sosioemosional, kognitif, dan bahasa. Sedangkan, Hurlock (1980) menjelaskan perkembangan sebagai serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan 6 pengalaman. Pengertian-pengertian ini membawa kepada sebuah pemahaman bahwa perkembangan menunjuk pada sebuah proses yang tidak bisa diputar lagi dan mengarah pada kematangan dari struktur dan fungsi tubuh. B. Lingkup dan Proses Perkembangan Perkembangan manusia meliputi perubahan biologis (fisik), kognitif, dan sosio-emosi sepanjang kehidupannya. Menurut Supena (2010: 8) perkembangan sebagai proses biologis merupakan perubahan pada aspek fisik, motorik, sistem syaraf, otak, hormon, dan lain-lain. Perkembangan sebagai proses kognitif merupakan perubahan pada proses pengolahan informasi, pemikiran, inteligensi, bahasa dan lain-lain. Sedangkan perkembangan sebagai proses sosioemosional merupakan perubahan pada aspek emosi, kepribadian, dan hubungan dengan orang lain. Kesemua proses ini saling berhubungan dan memiliki keterkaitan satu sama lain karena proses pertumbuhan serta perkembangan merupakan integrasi antara proses biologis, kognitif, maupun sosioemosional. Jika dikaitkan dengan perkembangan seorang siswa SD dilihat dari aspek biologis, kognitif, maupun sosioemosional akan diperoleh setiap anak yang memiliki perkembangan yang berbeda- beda meskipun secara umum, memiliki pola perkembangan yang sama. Misal, untuk perkembangan proses kognitif, meskipun sama-sama berada pada tahap berpikir operasional konkret, faktor kecerdasan masing-masing anak berbeda dan sangat mempengaruhi kemampuan kognitifnya misal sama-sama berusia 7 7 tahun belum tentu menandakan kemampuan kognitif yang sama, banyak faktor yang mempengaruhi kecerdasan seseorang misal pengaruh lingkungan keluarga dan faktor pembawaan seperti gen. Hal ini menandakan bahwa setiap anak merupakan pribadi unik yang memiliki sikap, minat, kemampuan intelektual, watak, perilaku, dan hasil belajar berbeda-beda antara anak yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, sebagai individu yang unik, masing-masing anak berkembang dengan cara-cara tertentu sesuai dengan karakteristiknya dan dapat dibedakan dengan orang dewasa dalam segala aspek bukan hanya aspek fisik saja melainkan keseluruhan aspek dalam dirinya sehingga anak bukan miniaturnya orang dewasa dan tugas pendidikan bagi anak-anak adalah memanusiakan manusia muda. Dengan demikian, perkembangan merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh, tidak hanya terjadi dalam aspek tertentu saja, melainkan melibatkan keseluruhan aspek yang saling terjalin, yaitu proses biologis, kognitif, bahasa, dan sosioemosional. C. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perkembangan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan yaitu genetik (keturunan), lingkungan, dan keluarga. 8 1. Faktor keturunan bagi perkembangan Kekuatan genetis (keturunan) sangat bergantung pada kualitas gen yang dimiliki orangtua. Ada beberapa asas tentang keturunan. Di antaranya adalah sebagai berikut. a. Asas reproduksi Asas ini menjelaskan jika kecakapan (achievement) yang ada di dalam diri orang tua tidak dapat langsung diturunkan kepada anak-anaknya. Misal kecakapan yang diperoleh melalui hasil belajar atau hasil interaksi orangtua dengan lingkungan tidak dapat langsung diturunkan kepada anak. Hal yang dapat diturunkan lebih bersifat reproduksi misal bentuk wajah, tinggi badan, watak, dan lain-lain. b. Asas Variasi Asas ini menunjukkan penurunan sifat pembawaan dari orang tua kepada anak akan berbeda baik secara kuantitas maupun kualitas sehingga meskipun anak-anak berasal dari orang tua yang sama belum tentu memiliki sifat dan perilaku yang sama. c. Asas Regresi Filial Asas ini menjelaskan anak memiliki sifat pembawaan yang berasal dari sebagian kecil sifat ayah dan sebagian kecil sifat ibu d. Asas Jenis Menyilang Asas ini memaparkan jika terjadi penyilangan sifat pembawaan. Anak perempuan akan memiliki lebih banyak 9 sifat ayah sedangkan anak laki-laki akan memiliki sifat dan tingkah laku ibu yang terbanyak. e. Asas Konformitas Asas ini berbeda dengan asas-asas sebelumnya, asas ini lebih melihat pada sifat dan tingkah laku yang dimiliki anak kebanyakan berasal dari kelompok atau suku bangsanya. Sebagai contoh anak yang berasal dari orang tua di Indonesia tentu berbeda dengan Singapura dari sifat dan tingkah lakunya (Mahmud, 2010: 361). 2. Faktor keluarga bagi perkembangan Keluarga merupakan lingkungan yang pertama bagi perkembangan individu karena setiap individu di awal kehidupannya lahir dalam lingkungan keluarga. Orangtua adalah pihak pertama yang memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan serta perkembangan anak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada empat pola dasar relasi orangtua- anak yang berpengaruh pada perkembangan anak: a. Tolerance-intolerance Pola dasar relasi ini menjelaskan semakin toleransi sikap orangtua kepada anak maka semakin anak memiliki ego yang kuat. b. Permissiveness-strictness (Permisif – Sikap Ketat) Orang tua yang permisif cenderung membiarkan anak untuk berperilaku menurut kehendaknya sendiri. Orang tua tidak pernah memberikan aturan maupun pengarahan 10 kepada anak tentang perilaku maupun keptusan yang diambil sehingga tidak ada yang memberitahukan tindakan yang benar atau salah. Sebaliknya, anak yang impulsif selalu bertindak tanpa memikirkan akibat yang bisa saja timbul dari tindakannya tersebut. Anak yang impulsif cenderung tidak sabar untuk menunda keinginannya. Relasi orangtua- anak yang permissive dapat menunjang proses pembentukan kontrol intelektual anak. Sebaliknya, kekerasan berdampak pada pembentukan pribadi anak yang impulsif. c. Involvement-detachment Pola pengasuhan orang tua yang menunjukkan kepedulian pada anak dan mau terlibat dalam kegiatan anak sehingga membuat anak berkembang menjadi seseorang yang ekstrovert. Sebaliknya, sikap orangtua yang terlalu membiarkan membuat anak menjadi seseorang yang introvert. d. Warmth-coldness Pola pengasuhan orang tua menciptakan suasana kehangatan di lingkungan keluarga sehingga membuat anak memiliki kemampuan dalam melibatkan diri dengan lingkungan sosialnya. Sebaliknya, pola relasi orangtua kepada anak dalam suasana dingin menyebabkan anak menarik diri dari lingkungan sosialnya (Mahmud, 2010: 362). 11 3. Faktor Lingkungan Bagi Perkembangan Lingkungan merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosiopsikologis. Lingkungan dapat membentuk makhluk sosial sehingga menuntut untuk bergaul satu dengan yang lainnya. Terputusnya hubungan antarmanusia di awal mula perkembangan dapat mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebagai manusia (Mahmud, 2010: 363). Contoh: kehidupan Tarzan yang terpisah dari kehidupan manusia meskipun terpenuhi makanan dan minumannya tidak membuat Tarzan mampu berbicara dan bertindak layaknya manusia. D. Prinsip-prinsip dan Arah Perkembangan Perkembangan manusia memiliki enam prinsip yang perlu diperhatikan (Hurlock, 1980). Prinsip-prinsip ini tentunya sudah pasti dilalui dan dialami oleh manusia. 1. Adanya perubahan. Manusia sepanjang hidupnya dimulai dari janin sampai kematian tentunya mengalami perubahan. Pola perubahan yang dialami manusia berada pada posisi menanjak dan jika sudah sampai pada titik puncak maka mengalami kemunduran. Selama proses perkembangan seorang manusia ada beberapa ciri perubahan yang terjadi, yaitu; a. Perubahan ukuran berkaitan dengan perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik seperti tinggi, berat, dan organ 12 dalam tubuh sedangkan perubahan mental seperti memori, penalaran, persepsi, dan imajinasi. b. Perubahan proporsi seperti perubahan perbandingan antara kepala dan tubuh pada janin dalam kandungan. c. Hilangnya ciri lama. Misalnya ciri impulsif pada anak < 8 tahun yang hilang dengan sendirinya berganti dengan sikap lebih sadar dan peduli terhadap kondisi sekitar. d. Mendapatkan ciri baru. Manusia di dalam berperilaku menjadi lebih dewasa dan menanggalkan sifat-sifat kekanakan. 2. Perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan selanjutnya. Lingkungan di mana anak tinggal dan menghabiskan masa kecilnya akan sangat berpengaruh kuat terhadap kemampuan bawaan mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan: a. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh hasil belajar dan pengalaman. b. Pola kebiasaan yang ada dalam lingkungan anak tinggal berpengaruh sepanjang hidup dalam penyesuaian sosial dan pribadi anak. c. Pola kebiasaan yang terjadi di tempat tinggal anak sangat sulit diubah pada anak meskipun hal tersebut salah. d. Semakin dini sebuah perubahan dilakukan maka semakin mudah bagi seorang anak untuk mengadakan perubahan bagi dirinya. 13 3. Perkembangan dapat berasal dari hasil proses kematangan dan belajar Perkembangan seorang anak akan sangat dipengaruhi warisan genetik yang sudah ada pada diri anak berupa karakteristik diri sebagai hasil kematangan individu. Sebagai contoh perilaku merangkak, duduk lalu berjalan merupakan karakteristik individu yang sudah dimiliki oleh anak sebagai warisan genetik. Perkembangan yang berasal dari belajar merupakan hasil latihan dan usaha seperti berhitung, membaca, dan lainnya. Hubungan antara kematangan dan hasil belajar pada saat terjadinya masa peka seorang anak. Pembelajaran yang diberikan pada saat masa peka membuat anak lebih cepat menguasai hasil dari pembelajaran tersebut. 4. Pola perkembangan dapat diramalkan Pola perkembangan ini lebih mengarah pada perkembangan motorik manusia yaitu hukum chepalocaudal dan proxmodistal. Hukum chepalocaudal adalah perkembangan yang terjadi secara menyebar ke seluruh tubuh dari kepala ke kaki. Hukum yang kedua yaitu proxmodistal, perkembangan dari yang dekat ke yang jauh. Kemampuan jari-jemari seorang anak akan didahului oleh keterampilan lengan terlebih dahulu. 14 5. Pola perkembangan memiliki karakteristik yang dapat diramalkan Pola perkembangan ini berlaku untuk perkembangan fisik dan mental. Sebagai contoh: bayi dapat berdiri ataupun merangkak sebelum dapat berjalan. Anak belajar mencoret sebelum menulis. Pola perkembangan ini tidak akan berubah sekalipun setiap anak memiliki kecepatan perkembangan yang berbeda-beda. Anak yang pandai, sedang, dan tidak pandai tentunya memiliki tahap perkembangan yang sama meskipun anak yang pandai dapat lebih cepat di dalam perkembangannya. Perkembangan bergerak dari hal yang umum ke lebih khusus sebagai contoh anak senang melempar atau merusak mainan sebelum mampu bermain dengan mainannya. Perkembangan yang berlangsung secara berkesinambungan dimulai dari pembuahan sampai dapat terjadi dengan berbagai kecepatan, kadang lambat tetapi kadang cepat. Perbedaan kecepatan perkembangan tidak hanya pada satu aspek perkembangan saja tetapi dapat juga terjadi pada setiap bidang perkembangan dan akan mencapai puncaknya pada usia tertentu. Sebagai contoh tingkat perkembangan intelektualitas dapat berada pada masa puncaknya di usia 18 tahun. Perkembangan memiliki sifat berkesinambungan yang berarti setiap periode perkembangan akan berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya. 15 6. Terdapat perbedaan individu dalam perkembangan Walaupun setiap anak memiliki pola perkembangan yang sama, tetapi anak cenderung mengikutinya dengan cara dan kecepatanya sendiri. Beberapa anak berkembang dengan lancar dan baik-baik saja, bertahap langkah demi langkah, belum tentu untuk anak lain yang bergerak dengan kecepatan yang melonjak, dan pada anak lain terjadi penyimpangan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak berkembang dengan caranya masing- masing. Salah satunya dikarenakan unsur biologis dan genetik yang berbeda serta faktor lingkungan sebagai contoh anak yang pandai dapat pandai karena dipengaruhi kemampuan bawaan yang didapatkan dari orangtua, suasana emosional, serta kondisi di sekeliling anak memungkinkan untuk dirinya melakukan kegiatan intelektual dan kesempatan untuk belajar. Pola perkembangan terjadi secara konsisten yang menandakan jika anak memiliki kecerdasan yang sedang maka di tahap perkembangannya berikutnya pun berlangsung dengan kecerdasan yang sedang. Perbedaan perkembangan pada tiap individu membuat guru, orang tua, atau pengasuh untuk menyadari perbedaan yang ada pada diri anak sehingga kemampuan yang diharapkan dari tiap anak seharusnya juga berbeda sehingga pendidikan yang diberikan mementingkan perbedaan dan keunikan individu serta bersifat perseorangan. 16 7. Setiap tahap perkembangan memiliki bahaya yang potensial Tidak selamanya pola perkembangan berlangsung dengan lancar dan normal ada beberapa anak berjalan mulus, lainnya tidak normal bahkan ada yang datar. Untuk itu, bagi orangtua, guru, dan orang lainnya perlu mengetahui arah atau pola perkembangan yang terjadi pada anak. Arah atau pola perkembangan anak adalah: a. Cephalocaudal & proximal-distal (perkembangan manusia dimulai dari kepala ke kaki dan dari tengah (jantung, paru, dan sebagainya) ke samping (tangan). b. Struktur mendahului fungsi artinya setelah matang struktur tubuh maka anggota tubuh barulah dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Seorang anak dapat ebrjalan ketika kakinya sudah siap untuk menopang tubuhnya. c. Diferensiasi ke integrasi adalah perkembangan yang berlangsung dari umum ke khusus sebagai contoh bayi dimulai dari meraban sebelum nantinya mampu mengucapkan kata- kata dengan jelas. d. Dari kemampuan berpikir konkret ke abstrak. Sebagai contoh anak SD ketika belajar tentang berhitung lebih baik menggunakan media pembelajaran seperti biji-bijian dibandingkan hanya dibayangkan. e. Dari egosentris ke perspektivisme. Ketika anak menginjak remaja lambat laun sikap egosentris berkurang dan digantikan dengan memiliki simpati terhadap teman maupun orang lain. f. Dari outer control ke inner control. Tingkat ketergantungan individu mulai berkurang seiring bertambahnya pengalaman 17 dari lingkungan. Sebagai contoh anak terbiasa disuapi, diarahkan oleh orang tua lambat laun mampu melayani dan mengontrol dirinya sendiri (Mahmud, 2010: 348). RANGKUMAN Secara sempit, pertumbuhan (growth) lebih bersifat kuantitatif sedangkan perkembangan bersifat kualitatif. Perkembangan manusia meliputi perubahan biologis (fisik), kognitif, dan sosio- emosi sepanjang kehidupannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan yaitu genetik, lingkungan, dan keluarga. Adapun enam prinsip perkembangan yaitu adanya perubahan, lingkungan tempat anak tinggal mempengaruhi kemampuan bawaan, warisan genetik dan belajar turut berpengaruh terhadap perkembangan, perkembangan bergerak dari hal yang umum ke lebih khusus, kecepatan perkembangan anak berbeda-beda, serta tidak selamanya perkembangan berlangsung lancar ada juga yang statis. 18 Bab 3 TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA Psikologi perkembangan merupakan salah satu cabang dari Ilmu Psikologi. Di dalam bidang Psikologi Perkembangan terdapat tiga teori yang banyak mempengaruhi pemikiran modern yaitu teori psikoanalisis, behavioristik, dan humanistik yang ketiganya memiliki ciri maupun tahapan perkembangan yang berbeda-beda. A. Teori Psikoanalisis Sigmund Freud Penekanan pada teori ini yaitu perilaku manusia yang tampak hanyalah karakteristik permukaan manusia itu sesungguhnya. Proses perkembangan berlangsung secara tidak disadari atau unconscious (di luar kesadaran) dan diwarnai oleh emosi. Pemahaman sepenuhnya mengenai perkembangan hanya dapat dicapai melalui analisis terhadap makna-makna simbolis dari perilaku serta menelaah pikiran yang lebih dalam. Ahli teori psikoanalisis juga menekankan bahwa pengalaman di masa awal dengan orang tua memiliki pengaruh yang luas terhadap 19 perkembangan selanjutnya. Tokoh utama dari teori ini yaitu Sigmund Freud. Freud (1856-1939) mengembangkan teori psikoanalisisnya berdasarkan pengalamannya dalam menangani kehidupan mental pasien-pasiennya. Sebagai seorang dokter yang mengambil spesialis di bidang neurologi, Freud meluangkan sebagian besar masa hidupnya di Wina. Menjelang akhir karirnya, Freud pindah ke London untuk melarikan diri dari rezim Nazi yang anti-Yahudi. Freud menjelaskan mengenai struktur kepribadian manusia yang terdiri atas tiga struktur yaitu id, ego, dan superego. 1. Struktur kepribadian Menurut Freud, id terdiri dari insting, yang merupakan persendian energi psikis individu, tidak disadari, serta tidak memiliki kontak dengan realitas sedangkan ego menuntut realitas sehingga ego disebut juga “cabang eksekutif ” dari kepribadian karena membuat keputusan rasional. Id dan ego tidak mempertimbangkan moralitas, keduanya tidak mempertimbangkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Selain id dan ego juga terdapat superego yang sering dijuluki sebagai “hati nurani”. Freud berpendapat jika kepribadian dapat diumpamakan sebagai sebuah gunung es. Sebagian besar kepribadian terletak di bawah tingkat kesadaran, seperti halnya sebagian besar dari sebuah gunung es itu terletak di bawah permukaan air. 20 2. Mekanisme Pertahanan Ego Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam Teori Psikoanalisis menurut Sigmund Freud. Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait dengan kecemasan individu. Adapun definisi kecemasan ialah perasaan terjepit atau terancam, ketika terjadi konflik yang menguasai ego. Kecemasan-kecemasan ini ditimbulkan oleh ketegangan yang datang dari luar. Freud sendiri mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan- dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan dapat dikurangi atau diredakan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang digunakan oleh individu bergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya. Lebih lanjut lagi, semua mekanisme pertahanan ego memiliki dua ciri umum, yakni (1) mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan, dan (2) mereka bekerja secara tidak sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang terjadi. Freud menganggap bahwa alam bawah sadar manusia rumit dan kompleks sedangkan kalangan behavioristik, humanis, dan eksistensialis menganggap alam bawah sadar ternyata tidak serumit dan sekompleks yang dibayangkan Freud. Sebagian psikolog masa 21 kini mengartikan alam bawah sadar dengan apa pun yang tidak perlu atau tidak ingin kita lihat. Bahkan ada teoretikus yang tidak menggunakan konsep alam bawah sadar ini sama sekali. 3. Tahap-tahap Perkembangan Freud membedakan tahap perkembangan manusia sampai usia 6 tahun. Berbeda dengan tahap perkembangan teori lainnya. Hal ini dikarenakan Freud menganggap jika masalah-masalah yang terjadi pada manusia bersumber dari pengalaman-pengalaman di masa awal kehidupan. Manusia akan melalui lima tahap perkembangan psikoseksual dan di setiap tahap perkembangan individu memperoleh kenikmatan di suatu bagian tubuh tertentu. a. Tahap oral (oral stage). Tahap oral adalah tahap perkembangan Freudian yang pertama, yang berlangsung selama 18 bulan pertama atau 0-1 tahun dari kehidupan, dimana kenikmatan bayi dipusatkan di daerah mulut. Mengunyah, mengisap, dan menggigit menjadi sumber kepuasan yang utama. Aksi-aksi ini dapat meredakan ketegangan pada bayi. b. Tahap anal (anal stage). Tahap anal adalah tahap perkembangan Freudian yang kedua, yang berlangsung antara usia 1 setengah tahun hingga 3 tahun, di mana kenikmatan terbesar diperoleh anak di daerah anus atau di fungsi pengeluaran yang terhubung dengan anus. Menurut Freud, latihan otot anal dapat meredakan ketenangan. Rangsangan pada daerah lubang anus ini berkaitan erat dengan kegiatan buang air besar. 22 c. Tahap falik (Phallic stage). Tahap falik adalah tahap perkembangan Freudian yang ketiga, yang berlangsung antara usia 3 tahun hingga 6 tahun; nama tersebut berasal dari kata Latin Phallus, yang berarti “penis.” Selama tahap falik, kenikmatan dipusatkan di daerah genital, di mana ini terjadi ketika anak menemukan bahwa manipulasi diri itu menyenangkan. Menurut Freud, secara khusus tahap falik adalah tahap perkembangan kepribadian karena di periode inilah muncul kompleks Oedipus. Nama ini berasal dari mitologi Yunani, di mana Oedipus, anak laki-laki dari Raja Thebes, tanpa disengaja membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Meurut teori Freud, Kompleks Oedipus (Oedipus complex) adalah hasrat yang kuat dari seorang anak kecil untuk menggantikan kedudukan orang tua yang berjenis kelamin sama dan menikmati afeksi yang diperoleh dari orang tua yang berjenis kelamin berbeda. Konsep Freud mengenai Kompleks Oedipus ini dikritik oleh sejumlah psikoanalisis. Bagaimana kompleks Oedipus ini diselesaikan? Sekitar usia 5 hingga 6 tahun, anak-anak mengetahui bahwa orang tua mereka yang berjenis kelamin sama itu menghukumnya karena memiliki harapan inses. Untuk meredakan konflik antara ketakutan dan hasrat, anak beridentifikasi dengan orang tua yang berjenis kelamin sama dan berjuang agar dapat menyerupainya. Menurut Freud, apabila konflik ini tidak terselesaikan, individu akan terfiksasi pada tahap falik. 23 d. Tahap laten (latency stage). Tahap laten adalah tahap perkembangan Freudian keempat, yang berlangsung antara usia 6 tahun hingga pubertas; anak menekan semua minat dalam hal seksualitas serta mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual. Aktivitas ini dapat menyalurkan sebagian besar energi anak ke dalam bidang-bidang kehidupan emosional yang aman dan dapat membantu anak untuk melupakan konflik yang sangat mengganggu di tahap falik. e. Tahap genital (genital stage). Tahap genital adalah tahap perkembangan Freudian yang kelima dan terkahir, yang berlangsung sejak masa remaja hingga ke masa selanjutnya. Tahap genital adalah masa dari kebangkitan seksual; kini sumber kenikmatan seksual terletak di luar keluarga. Menurut Freud, konflik-konflik dengan orang tua yang tidak terselesaikan akan muncul kembali di masa remaja. Apabila konflik-konflik ini terselesaikan, individu akan mampu mengembangkan relasi cinta yang matang dan berfungsi secara mandiri sebagai seorang dewasa. 4. Revisi terhadap Teori Freud Teori Freud telah mengalami revisi yang penting dari sejumlah ahli teori psikoanalisis. Dibandingkan dengan Freud, sebagian besar ahli teori psikoanalisis kontemporer kurang menekankan peranan insting seksual namun lebih menekankan pada pengalaman budaya sebagai determina-determinan dari 24 perkembangan. Meskipun pikiran-pikiran yang tidak disadari masih merupakan suatu tema yang sentral, sebagian besar psikoanalisis kontenporer menyatakan bahwa pikiran yang disadari memainkan peranan yang lebih besar dibandingkan yang digambarkan oleh Freud. Kaum feminis juga mengajukan kritik terhadap teori Freud. Selanjutnya, kita akan menguraikan gagasan –gagasan dari tokoh yang merevisi gagasan-gagasan Freud yaitu Erik Erikson. B. Teori Psikoanalisis Erikson Erik Erikson mengakui kontribusi Freud tetapi percaya bahwa Freud salah menilai beberapa dimensi penting dari perkembangan manusia. Erikson mengatakan bahwa manusia berkembang dalam tahap psikososial, daripada dalam tahap psikoseksual. Bagi Freud, motivasi utama perilaku manusia bersifat seksual secara alami, bagi Erikson motivasi utama manusia bersifat sosial dan mencerminkan suatu keinginan untuk berhubungan dengan orang lain. Erikson menekankan perubahan perkembangan sepanjang kehidupan manusia, sedangkan Freud menyatakan bahwa kepribadian dasar manusia terbentuk pada lima tahun pertama kehidupan. Dalam teori Erikson, delapan tahap perkembangan berkembang sepanjang kehidupan. Tiap tahap terdiri dari tugas perkembangan yang unik dan menghadapkan seseorang pada suatu krisis yang harus dipecahkan. Menurut Erikson, krisis ini bukanlah musibah melainkan titik balik meningkatnya kelemahan 25 dan kemampuan. Semakin berhasil seseorang menyelesaikan krisis yang dihadapi, akan semakin sehat perkembangannya. 1. Tahapan Perkembangan Erikson Erikson membagi tahap perkembangan manusia menjadi delapan tahap. Berikut delapan tahap perkembangan menurut Erikson: a. Trust versus mistrust adalah tahap psikososial Erikson yang pertama, yang dialami pada tahun pertama kehidupan. Rasa percaya melibatkan rasa nyaman secara fisik dan tidak ada rasa takut atau kecemasan akan masa depan. Rasa percaa yang dirasakan bayi akan menjadi fondasi kepercayaan sepanjang hidup bahwa dunia kan menjadi tempat yang baik dan menyenangkan untuk ditinggali. b. Autonomy versus doubt and shame adalah tahap perkembangan Erikson yang kedua. Tahap ini terjadi pada masa bayi dan masa kanak-kanak awal (1-3 tahun). Setelah mendapatkan rasa percaya pengasuh, bayi mulai mengetahui bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan kemandirian mereka, atau disebut otonomi. Mereka menyadari keinginan mereka. Jika anak terlalu dibatasi atau dihukum dengan keras, mereka mungkin akan memunculkan rasa malu atau ragu-ragu. c. Initiative versus guilt. Tahap perkembangan Erikson yang ketiga, terjadi selama tahun prasekolah. Begitu anak prasekolah memasuki dunia sosial yang lebih luas, mereka 26 menghadapi lebih banyak tantangan daripada ketika mereka bayi. Perilaku aktif dan bertujuan diperlukan untuk menghadapi tantangan ini. Anak diminta untuk memikirkan tanggung jawab terhadap tubuh, perilaku, mainan, dan hewan peliharaan mereka. Mengembangkan rasa tanggung jawab meningkatkan inisiatif. Meskipun demikian, rasa bersalah yang tidak nyaman dapat muncul, jika anak tidak bertanggung jawab dan dibuat merasa sangat cemas. Erikson memiliki pandangan positif terhadap tahap ini. Ia percaya bahwa sebagian besar rasa bersalah dengan cepat digantikan oleh rasa ingin berprestasi. d. Kerja keras versus rasa inferior (industry versus inferiority) adalah tahap perkembangan Erikson yang keempat, terjadi disekitar tahun sekolah dasar. Inisiatif anak membawa mereka berhubungan dengan banyak pengalaman baru. Saat mereka berpindah ke masa kanak-kanak tengah dan akhir, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Di waktu yang sama pula anak menjadi lebih antusias mengenai belajar dibandingkan dengan akhir periode kanak-kanak awal yang penuh imajinasi. Kemungkinana lain dalam tahun sekolah dasar adalah bahwa anak dapat memunculkan rasa inferior merasa tidak kompeten dan tidak produktif. Erikson percaya bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan keaktifan anak. Guru harus “dengan lembut tetapi tegas mengajak anak ke dalam petualangan menemukan 27 bahwa seseorang dapat belajar mencapai sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya” e. Identitas versus kebingungan identitas (identity versus identity confusion) adalah tahap perkembangan Erikson yang kelima, yang dialami seseorang selama masa remaja. Pada masa ini, individu dihadapkan pada penemuan diri, tentang siapa diri mereka sebenarnya, dan kemana mereka akan melangakah dalam hidup ini. Remaja dihadapkan terhadap banyak peran baru dan status kedewasaan, pekerjaan dan cinta, misalnya. Orang tua perlu mengizinkan remaja untuk menjelajahi peran-peran tersebut dan jalan yang berbeda di setiap peran. Jika remaja menjelajahi peran tersebut dengan cara yang baik, dan sampai pada jalan positif akan tercapai. Jika suatu identitas dipaksakan pada remaja oleh orang tua, jika remaja tidak cukup menjelajahi banyak peran, dan jika masa depan yang positif belum jelas, maka terjadilah kebingungan identitas atau yang bisa disebut dengan krisis identitas. Bila krisis ini tidak segeradiatasi, maka anak akan mengalami kebingungan peran atau kekacauan identitas, yang dapat menyebabkan anak merasa terisolasi, cemas, hampa dan bimbang. f. Keintiman versus isolasi (intimacy versus isolation) merupakan tahap perkembangan Erikson yang keenam, yang dialami seseorang selama masa dewasa awal. Pada masa ini, individu menghadapi tugas perkembangan yaitu membentuk hubungan akrab dengan orang lain. Erikson menggambarkan 28 keintiman sebagai menemukan diri dan sekaligus kehilangan diri dalam diri orang lain. Jika para dewasa muda membentuk persahabatan yang sehat dan hubungan akrab dengan orang lain, keintiman akan tercapai; jika tidak, akibatnya adalah isolasi diri. g. Generativitas versus stagnasi merupakan tahap perkembangan Erikson yang ketujuh, yang dialami seseorang pada masa dewasa tengah. Pada tahap ini, kepedulian utama adalah membantu generasi yang lebih muda dalam mengembangkan dan mengarahkan kehidupan menjadi berguna, ini yang disebut Erikson sebagai generativitas. Apabila generativitas ini lemah atau tidak diungkapkan, maka kepribadain akan mundur, mengalami pemiskinan dan stagnasi. h. Integritas versus keputusasaan (integrity versusu despair) merupakan tahap perkembanagan delapan dan terakhir dai Erikson, yang dialami seseorang pada masa dewasa akhir. Dalam tahap ini, seseorang bercermin pada masa lalu dan menyimpulkan bahwa ia telah menjalani hidup dengan baik. Dengan banyak cara, orang berusia lanjut dapat mengembangkan pandangan positif pada tahap-tahap perkembangan sebelumnya. Jadi, kilasan retrospektif akan memunculkan gambar kehidupan yang dimanfaatkan dengan baik, dan orang tersebut akan merasakan kepuasan, integritas dapat dicapai. Jika orang yang berusia lanjut membentuk setiap tahap perkembangan sebelumnya secara negatif, 29 kilasan retrospektifnya akan memunculkan keraguan atau kegelapan, keputusasaan yang dimaksudkan oleh Erikson. C. Evaluasi Teori-teori Psikoanalisis Teori-teori psikoanalisis berfokus pada proses sosial-emosi dari perkembangan; teori tersebut memiliki sedikit informasi untuk diceritakan mengenai proses biologis atau kognitif. Kontribusi teori psikoanalisis yaitu menggarisbawahi peran pengalaman awal dalam perkembangan; hubungan keluarga diteliti sebagai aspek pusat perkembangan; menggunakan pendekatan perkembangan pada kepribadian dan memberikan kerangka kerja perkembangan untuk memahaminya. Teori Freud mendukung ide bahwa pikiran tidak seluruhnya sadar dan mengarahkan perhatian pada aspek tidak sadar dari pikiran sedangkan Erikson menunjukkan bahwa perubahan terjadi di masa dewasa seperti juga di masa kanak- kanak. Kritik bagi teori psikoanalisis yaitu teori sulit diuji secara ilmiah, banyak data yang digunakan untuk mendukung teori psikoanalisis berasal dari rekonstruksi individu terhadap masa lalunya, kadang masa lalu yang telah lama sekali lewat, dan ketepatannya tidak diketahui; dasar seksual bagi perkembangan dimaknai secara berlebihan (terutama dalam teori Freud); pikiran tidak sadar memiliki status yang berlebihan dalam mempengaruhi perkembangan; teori psikoanalisis (terutama teori Freud) memberikan citra negatif pada manusia; serta mengandung bias jender dan budaya. Sebagai contoh, penekanan seksual mencirikan 30 masyarakat Wina pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 (di mana Freud tinggal) dan hal ini mungkin memberi kontribusi terhadap penekanan berlebihan pada motivasi seksual dalam teorinya. Kritikus feminis menekankan bahwa Freud meremehkan pentingnya hubungan dan emosi positif dalam perkembangan wanita. D. Teori Behavioristik Skinner Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) adalah seorang psikolog Amerika Serikat yang terkenal dari aliran behaviorisme. Inti pemikiran Skinner adalah setiap manusia bergerak karena mendapat rangsangan dari lingkungannya. Setiap makhluk hidup selalu berada dalam proses interaksi dengan lingkungannya. Di dalam proses itu, makhluk hidup menerima rangsangan atau stimulan tertentu yang membuatnya bertindak sesuatu. Rangsangan itu disebut stimulan yang menimbulkan respon. Stimulan tertentu menyebabkan manusia melakukan tindakan- tindakan tertentu dengan perubahan-perubahan tertentu. Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930- an, pada waktu keluarnya teori S-R, model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada pelaksanaan penelitian. Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex yang menyatakan bahwa stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner banyak tingkah laku menghasilkan perubahan pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap 31 organisme. Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi. Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang berhubungan dengan munculnya respons atau tingkah laku operan. Menurut Skinner, hampir semua perilaku manusia diidentifikasi ke dalam dua kategori yaitu perilaku responden dan perilaku operan. Perilaku responden adalah perilaku tanpa sengaja (refleks). Agar perilaku responden terjadi, diperlukan stimulus yang terjadi pada organisme. Contohnya stimulus dari binatang kecil yang mengganggu mata akan menyebabkan mata berkedip, suatu peristiwa memalukan dapat menyebabkan muka memerah, dan flash cahaya terang akan mengakibatkan mata berkedip. Sedangkan perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan yang berbeda dengan perilaku responden dalam pengkondisian yang muncul karena adanya stimulus tertentu. Dilihat dari pengertian “operan” sendiri, menjelaskan bahwa seluruh perilaku yang beroperasi pada lingkungan untuk menghasilkan peristiwa atau tanggapan dalam lingkungan. Jika kejadian atau tanggapan yang memuaskan maka kemungkinan perilaku operan akan diulang secara terus menerus bahkan akan ditingkatkan. Contoh perilaku operan yang mengalami penguatan 32 adalah: anak kecil yang tersenyum mendapat permen oleh orang dewasa yang gemas melihatnya, maka anak tersebut cenderung mengulangi perbuatannya yang semula tidak disengaja atau tanpa maksud tertentu. Tersenyum adalah perilaku operan dan permen adalah penguat positifnya. Sebagian besar perilaku manusia adalah perilaku operan yang dapat diprediksi dan mudah diidentifikasi oleh rangsangan. Menurut Skinner, perilaku tertentu hanya terjadi jika disebabkan oleh tertentu tetapi sulit untuk mengidentifikasi ransangan karena ransangan ini tidak penting untuk mempelajari perilaku. Manajemen kelas menurut Skinner adalah usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification) antara lain dengan penguatan (reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan pada perilaku yang tidak tepat. Pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku, sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk- bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dan lain-lain), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan 33 (nilai A, Juara 1 dan sebagainya). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa, dan lain- lain). Dalam teori belajarnya Skinner mendefinisikan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan perilaku yang telah dicapai dari hasil belajar melalui beberapa penguatan-penguatan perilaku baru, yang disebut dengan kondisioning operan (operan conditioning). 1. Percobaan Skinner Diawali di tahun 1930-an, Skinner menghabiskan waktu beberapa dasawarsa mempelajari perilaku kebanyakan tikus atau merpati di dalam ruangan kecil yang kemudian disebut kotak Skinner. Seperti kotak teka-teki Thorndike, kotak Skinner berupa ruangan kosong tempat hewan dapat memperoleh makanan dengan melakukan respons sederhana, seperti menekan atau memutar tuas. Sebuah alat yang diletakkan di dalam kotak merekam semua yang dilakukan hewan tersebut. Kotak Skinner berbeda dengan kotak teka-teki Thorndike dalam tiga hal: (1) dalam mengerjakan respons yang diinginkan, hewan tersebut menerima makanan namun tidak keluar dari kotak; (2) persediaan makanan di dalam kotak hanya cukup untuk setiap respons, sehingga penguat hanya diberikan untuk satu sesi tes; dan (3) operan respons (respons yang disadari) membutuhkan upaya yang ringan, sehingga seekor hewan dapat melakukan 34 respons ratusan bahkan ribuan kali per jamnya. Karena tiga perbedaan ini, Skinner dapat mengumpulkan lebih banyak data, dan ia dapat mengamati bagaimana perubahan pola pemberian makanan mempengaruhi kecepatan dan pola perilaku hewan. Selama lebih 60 tahun dari karirnya, Skinner mengidentifikasi sejumlah prinsip mendasar dari operant conditioning yang menjelaskan bagaimana seseorang belajar perilaku baru atau mengubah perilaku yang telah ada. Prinsip-prinsip utamanya adalah reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman), dan shaping (pembentukan). a. Penguatan Reinforcement (penguatan) berarti proses yang memperkuat perilaku—yaitu, memperbesar kesempatan supaya perilaku tersebut terjadi lagi. Ada dua kategori umum reinforcement, yaitu positif dan negatif. Eksperimen Thorndike dan Skinner menggambarkan reinforcement positif, suatu metode memperkuat perilaku dengan menyertakan stimulus yang menyenangkan. Reinforcement positif merupakan metode yang efektif dalam mengendalikan perilaku baik hewan maupun manusia. Untuk manusia, penguat positif meliputi item-item mendasar seperti makanan, minuman, seks, dan kenyamanan yang bersifat fisikal. Penguat positif lain meliputi kepemilikan materi, uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan sukses karir seseorang. Bergantung pada situasi dan kondisi, penguatan positif dapat memperkuat perilaku baik yang diinginkan maupun yang tidak 35 diinginkan. Anak-anak kemungkinan mau bekerja keras di rumah maupun di sekolah karena penghargaan yang mereka terima dari orang tua maupun gurunya karena unjuk kerjanya yang bagus. Namun demikian, mereka mungkin juga mengganggu kelas, mencoba melakukan hal-hal yang berbahaya, atau mulai merokok karena perilaku-perilaku tersebut mengarahkan perhatian dan penerimaan dari kelompok sebayanya. Salah satu penguat yang paling umum untuk perilaku manusia adalah uang. Banyak orang dewasa menghabiskan waktunya selama berjam-jam untuk pekerjaan mereka karena imbalan upah. Untuk individu tertentu, uang dapat juga menjadi penguat untuk perilaku yang tidak diinginkan, seperti perampokan, penjualan obat bius, dan penggelapan pajak. Reinforcement negatif merupakan suatu cara untuk memperkuat suatu perilaku melalui cara menyertainya dengan menghilangkan atau meniadakan stimulus yang tidak menyenangkan. Ada dua tipe reinforcement negatif: mengatasi dan menghindari. Di dalam tipe pertama (mengatasi), seseorang melakukan perilaku khusus mengarah pada menghilangkan stimulus yang tidak mengenakkan. Sebagai contoh, jika seseorang dengan sakit kepala mencoba obat jenis baru pengurang rasa sakit dan sakit kepalanya dengan cepat hilang, orang ini kemungkinan akan menggunakan obat itu lagi ketika terjadi lagi sakit kepala. Dalam tipe kedua (menghindari), seseorang melakukan suatu perilaku menghindari akibat yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh, pengemudi kemungkinan mengambil jalur tepi jalan raya 36 untuk menghindari tabrakan beruntun, pengusaha membayar pajak untuk menghindari denda dan hukuman, dan siswa mengerjakan pekerjaan rumahnya untuk menghindari nilai buruk. b. Hukuman Apabila reinforcement memperkuat perilaku, hukuman memperlemah, mengurangi peluangnya terjadi lagi di masa depan. Sama halnya dengan reinforcement, ada dua macam hukuman: positif dan negatif. Hukuman yang positif meliputi mengurangi perilaku dengan memberikan stimulus yang tidak menyenangkan jika perilaku itu terjadi. Orang tua menggunakan hukuman positif ketika memukul, memarahi, atau meneriaki anak karena perilaku yang buruk. Masyarakat menggunakan hukuman positif ketika mereka menahan atau memenjarakan seseorang yang melanggar hukum. Hukuman negatif atau disebut juga peniadaan, meliputi mengurangi perilaku dengan menghilangkan stimulus yang menyenangkan jika perilaku terjadi. Taktik orang tua yang membatasi gerakan anaknya atau mencabut beberapa hak istimewanya karena perbuatan anaknya yang buruk merupakan contoh hukuman negatif. Kontroversi yang besar terjadi manakala membicarakan apakah hukuman merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau meniadakan perilaku yang tidak diinginkan. Eksperimen dalam laboratorium yang sangat hati-hati membuktikan bahwa, ketika hukuman digunakan dengan bijaksana, ternyata menjadi 37 metode yang efektif dalam mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Namun demikian, hukuman memiliki beberapa kelemahan. Ketika seseorang dihukum sehingga sangat menderita, ia menjadi marah, agresif, atau reaksi emosional negatif lainnya. Mereka mungkin menyembunyikan bukti-bukti perilaku salah mereka atau melarikan diri dari situasi buruknya, seperti halnya ketika seorang anak lari dari rumahnya. Lagi pula, hukuman mungkin mengeliminasi perilaku yang dikehendaki bersamaan dengan hilangnya perilaku yang tidak dikehendaki. Sebagai contoh, seorang anak yang dipukul karena membuat kesalahan di depan kelas kemungkinan tidak berani lagi tunjuk jari. Karena alasan ini dan beberapa alasan lainnya, banyak pakar psikologi yang merekomendasikan bahwa hukuman hanya boleh dilakukan untuk mengontrol perilaku ketika tidak ada alternatif lain yang lebih realistis. Berikut ini disajikan contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman. Contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (Satrock, 2007). Tabel 1. Penguatan Positif, Negatif, dan Hukuman Penguatan Positif Penguatan Negatif Hukuman Perilaku Siswa mengajukan Siswa menyerahkan Siswa menyela guru pertanyaan yang PR tepat waktu bagus Konsekuensi Siswa menguji Guru berhenti Guru mengajar murid menegur guru langsung murid 38 Perilaku Siswa mengajukan Siswa semakin sering Siswa berhenti kedepan lebih banyak menyerahkan PR menyela pertanyaan c. Pembentukan Pembentukan merupakan teknik penguatan yang digunakan untuk mengajar perilaku hewan atau manusia yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Dalam cara ini, guru memulainya dengan penguatan kembali suatu respons yang dapat dilakukan oleh pembelajar dengan mudah, dan secara berangsur-angsur ditambah tingkat kesulitan respons yang dibutuhkan. Sebagai contoh, mengajar seekor tikus menekan tuas yang terletak di atas kepalanya, pelatihnya dapat pertama-tama memberikan hadiah pada gerakan kepala apapun, ke arah atas, kemudian gerakan ke arah atas 2,5 cm, dan seterusnya, sampai gerakan tersebut mampu menekan tuas. Pakar psikologi telah menggunakan shaping (pembentukan) ini untuk mengajarkan kemampuan berbicara pada anak-anak dengan keterbelakangan mental yang parah dengan pertama- tama memberikan hadiah pada suara apa pun yang mereka keluarkan, dan kemudian secara berangsur menuntut suara yang semakin menyerupai kata-kata dari gurunya. Pelatih binatang di dalam sirkus dan kebun binatang menggunakan shaping ini untuk mengajar gajah berdiri dengan hanya bertumpu pada kaki belakangnya saja, harimau berjalan di atas bola, anjing berjalan di dalam roda yang berputar ke arah belakang, dan paus pembunuh dan lumba-lumba melompat melalui lingkaran. 39 Adapun prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner: 1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat. 2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. 3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul. 4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri. 5. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman. 6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. 7. Dalam pembelajaran, digunakan shaping Penggunaan teori Skinner ini diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas sebagai berikut: 1. Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis. 2. Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat. 3. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. 4. Materi pelajaran digunakan sistem modul. 5. Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostik. 6. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri. 7. Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman. 40 8. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum. 9. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah. 10. Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu) 11. Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan. 12. Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping. 13. Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan. 14. Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine. 15. Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks. Kelebihan dari Teori Skinner ini adalah pada teori ini, seorang pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. Hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan. Adapun beberapa kekurangan/kelemahan dari teori Skinner ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G., 1994) adalah teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap, analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis serta keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks 41 sebagai ukuran peluang kejadian. Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. Hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat. Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner, hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa. Selain itu, kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan seperti penggunaan ranking juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa misalnya penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau olahraga. 42 E. Teori Belajar Sosial Albert Bandura Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura. Asal mulanya teori ini disebut learning, yaitu belajar dengan mengamati perilaku orang lain. Dasar pemikirannya adalah belajar dengan cara mengamati perilaku individu dan sebagian perilaku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh orang lain yang disajikan sebagai model. Menurut teori belajar sosial, yang terpenting ialah kemampuan seseorang untuk mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain, mengambil keputusan mengenai perilaku mana yang akan ditiru dan kemudian melakukan perilaku-perilaku yang dipilih. Menurut teori belajar sosial, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara rinci dasar kognisi dalam proses belajar dapat diringkas dalam empat tahap yaitu atensi/perhatian, retensi/mengingat, reproduksi gerak, dan motivasi. 1. Atensi / Perhatian Model tidak dapat ditiru apabila tidak diadakan pengamatan sehingga dapat dipersepsikan secara tepat 2. Retensi Jadi seorang pengamat menyimpan tingkah laku model yang telah diamati di dalam ingatannya karena tingkah laku tersebut harus bisa diingat kembali. 3. Reproduksi Gerak Pengamat mencoba untuk mengungkapkan ulang tingkah laku model yang diamatinya. 43 4. Penguatan dan Motivasi Tingkah laku dicontoh sebagai tindakan-tindakan terpuji yang mempunyai motivasi untuk menirukan. 1. Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Sosial a. Kelemahan Teori Belajar Sosial Albert Bandura Teori belajar sosial Albert Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan perilaku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat individu yang menngunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku akan meniru tingkah laku yang negatif, termasuk perlakuan yang tidak diterima masyarakat. b. Kelebihan Teori Belajar Sosial Albert Bandura Teori belajar sosial Albert Bandura lebih lengkap dari teori sebelumnya, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan erilaku seseorang dihubungkan melalui sistem kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata reflex atas stimulus, melainkan juga atas reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri. 44 Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu, pendekatan belajar sosial menekankan pentingnya perhatian empiris dalam mempelajari perkembangan anak-anak. Penelitian ini berfokus pada perkembangan anak-anak faktor social dan kognitif. 2. Aplikasi Teori Belajar Sosial Terhadap Pembelajaran Bandura percaya bahwa segala sesuatu yang dapat dipelajari melalui pengalaman langsung juga bisa dipelajari secara tidak langsung melalui observasi. Bandura juga percaya bahwa model akan sangat efektif apabila dilihat sebagai seseorang yang memiliki kehormatan, kompetensi, status tinggi atau kekuasaan. Dalam hal ini, sebagian besar guru memiliki kriteria tersebut sehingga dapat menjadi model yang berpengaruh besar. Guru dapat menjadi model untuk suatu keahlian, strategi pemecahan masalah, dan kreativitas. Guru juga dapat menjadi model tindakan, yang akan diinternalisasi siswa dan karenanya menjadi standar evaluasi diri. Dalam proses pembelajaran menurut teori sosial Albert Bandura, seorang guru harus dapat menghadirkan model yang baik. Model yang baik harus dapat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar sehingga dapat memberi perhatian kepada si pembelajar. Model disini tidak harus dari guru, namun tergantung apa yang akan diajarkan. Teori sosial belajar ini cocok untuk mengajarkan materi yang berupa aspek psikomotorik 45 dan afektif, karena pembelajar langsung dapat memperhatikan, mengingat dan meniru dari model yang dihadirkan. F. Teori Humanistik 1. Teori Abraham Maslow Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat pada tahun 1970 dalam usia 62 tahun. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang Hukum tetapi kemudian tidak dilanjutkannya. Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di University of Wisconsin, dimana ia memperoleh gelar Bachelor tahun 1930, Master tahun 1931, dan Ph.D pada tahun 1934. Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/ fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki 5 macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan fisiologis), safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih 46 sayang dan rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan akan harga diri), dan, self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri). Berikut penjelasannya a. Kebutuhan Fisiologis Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka tubuh akan menjadi rentan terhadap penyakit, terasa lemah, tidak fit, sehingga proses untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya dapat terhambat. Hal ini juga berlaku pada setiap jenis kebutuhan lainnya, yaitu jika terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi, maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. b. Kebutuhan akan Rasa Aman Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya. c. Kebutuhan akan Rasa Kasih Sayang Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha 47 seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul. d. Kebutuhan akan Harga Diri Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior. e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri. 48 Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow G. Teori Humanistik Carl Ransom Rogers Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapis) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapis hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapis bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien. Hasil karya Rogers yang paling terkenal dan masih menjadi literatur sampai hari ini adalah metode konseling yang disebut Client-Centered Therapy. Dua buah bukunya yang juga sangat terkenal adalah Client-Centered Therapy (1951) dan On Becoming a Person (1961). Naisaban (2004) menyebutkan bahwa Rogers dianggap penting tidak hanya sebagai teoretisi tapi juga sebagai praktisi 49 psikoterapi. Konsep mengenai kepribadian dan terapi berkisar pada gagasan dan kepercayaan bahwa predominasi (keunggulan) mendasar diri yang subjektif dan bahwa manusia hidup dalam dunia pribadi dan subjektif. Rogers mengatakan bahwa individu mempunyai seperangkat persepsi yang terorganisir dari dirinya serta hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak berkeping- keping tetapi suatu “gestalt” dengan suatu pole koheren dan terpadu. Sebagai tambahan pada konsep diri, individu mempunyai Ideal Self, yaitu apa yang diinginkan, cita-cita atau dianggap seharusnya demikian. Rogers memakai ketidaksesuaian antar konsep diri dengan Ideal Self sebagai ukuran ketidakmampuan menyesuaikan diri. Rogers berpendapat bahwa sering ada ketidaksesuaian antara konsep diri seseorang dengan kenyataan. Orang- orang muda terkena rasa cemas bila konsep dirinya tidak sesuai dengan kenyataan. Bila pengalaman tidak mendukung pandangan seseorang atas dirinya sendiri, maka ia mungkin akan mengerahkan berbagai mekanisme pertahanan diri. Rogers yakin bahwa ada penyesuaian psikologis bila konsep diri ada dalam posisi sedemikian rupa sehingga semua pengalaman organisme membaur ke dalam hubungan yang konsisten dengan konsep diri. Roges terkenal dengan teori non-directive therapy yang berpusat pada klien (Naisaban, 2004). Teori terapi ini berpusat pada klien atau terapi non-directive, yang dikembangkan selama bertahun-tahun sesudah masa perang, di Universitas Chicago. Teknik ini pada prinsipnya memberikan kesempatan pada individu 50 yang tidak mampu menyesuaikan diri agar mau berbicara kepada seorang konselor, yang mirip dengan cara klien bercakap-cakap dengan pengacaranya, yaitu duduk dan bertatap muka. Terapis berperan seminimal mungkin selama percakapan klinis itu, dan terapis sendiri berusaha mengembangkan satu iklim penerimaan yang hangat dan memungkinkan, sehingga klien merasa bebas untuk berbicara. Dengan bebas berbicara dan mengungkapkan diri, klien akan sampai pada suatu pemahaman diri sendiri Kadang terapis berusaha untuk menjelaskan ungkapan-ungkapan pasien dengan mengulanginya sambil memberi tekanan atau mengubahnya untuk mengemukakan hal-hal yang penting dan berarti, tetapi penafsiran diberikan seminimal mungkin. Dengan berbicara dan mengungkapkan diri, klien itu menyembuhkan diri sendiri. Asumsi bahwa individu dapat sampai pada tahap mengenal diri sendiri ini tumbuh dalam keyakinan Rogers. Ia berkeyakinan juga bahwa penyebab ketidakyakinan klien menyesuaikan diri, karena peran di atas diputarbalikkan, terapis lebih banyak berperan daripada klien. Rogers sangat percaya dan optimis terhadap sifat alami manusia. Dia yakin bahwa dorongan paling dasar adalah aktualisasi, yaitu memelihara, menegakkan, mempertahankan diri, dan meningkatkan diri sendiri. Dia percaya bahwa dengan memberikan satu kesempatan, individu akan berkembang dalam gerak maju dan punya car-cara untuk menyesuaikan diri. Namun, banyak nilai dan sikap bukan merupakan buah dari pengalaman langsung diri sendiri, akan tetapi merupakan introyeksi dari orang 51 tua, guru, dan teman, dan menyebabkan terjadinya simbolisasi yang menyimpang atau yang diputarbalikkan yang menyebabkan terjadinya intergrasi yang salah atau tidak wajar dalam jati dirinya. Sebagai akibatnya, banyak individu terbelah, tidak bahagia, dan tidak mampu merealisasikan secara penuh potensi-potensinya. Oleh karena itu, proses penyuluhan non-direktif memungkinkan individu bisa menemukan perasaannya yang sejati mengenai kehormatan dirinya yang positif serta kondisi-kondisi harga dirinya. H. Kritik pada Teori Humanistik Teori humanistik mempunyai pengaruh yang signifikan pada ilmu psikologi dan budaya popular. Psikolog humanistik yang terfokus pada manusia sehat daripada manusia yang bermasalah, juga telah menjadi suatu kontribusi yang bermanfaat. Meskipun demikian, kritik dari teori humanistik tetap mempunyai beberapa argumentasi: 1. Teori humanistik terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan pendekatan pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia 2. Teori humanistik, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan mudah 3. Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif. Beberapa kritisi menyangkal 52 bahwa konsep ini bisa saja mencerminkan nilai dan idealisme Maslow sendiri. 4. Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis I. Teori Belajar Kognitif Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah. Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan kognitif peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak didiknya. Teori ekologis (lingkungan) memberikan tekanan pada sistem lingkungan, dan berinteraksi dengan lingkungan. Dengan adanya interaksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Etologis menekankan landasan biologis, dan evolusioner perkembangan. Penamaan (imprinting) dan periode penting (critical period) merupakan konsep kunci. Teori belajar kognitif merupakan salah satu teori belajar yang menyatakan bahwa “Belajar merupakan suatu peristiwa mental yang berhubungan dengan berfikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah dan kesadaran” (Dahar: 1988). Teori ini mendasari pemikiran bahwa sesungguhnya proses belajar tidak 53 cukup diterapkan pada hubungan stimulus dan respon (S-R) serta pemberian penguatan atau reinforcement seperti yang diuraikan teori pembelajaran perilaku atau Behavioral Theories of Learning, namun juga berkaitan dengan hubungan logis dan rasional yang melibatkan proses perolehan atau perubahan dari dalam (insight), pandangan (outlook), harapan-harapan atau pola pikir (Gestalt- field, dalam Ratna Wilis Dahar, 1988: 24). Perilaku belajar kognitif lebih memberikan perhatian pada proses-proses mental, yaitu pengorganisasian persepsi untuk memperoleh pemahaman, memberikan pemecahan masalah melalui aktifitas intelektual menafsirkan hal-hal yang konkret menuju pemahaman yang abstrak. Jadi, orientasi penerapan teori ini ditunjukkan untuk membantu siswa menemukan pemahaman atas suatu masalah secara signifikan. Beberapa tokoh pemikir berperan dalam pengembangan teori belajar kognitif adalah: 1. Jerome Bruner dengan model belajar penemuan/Discovery Learning. 2. David Ausubel dengan model belajar belajar bermakna/ Meaningfull Learning. 3. Robert M. Gagne dengan model pemrosesan informasi/ Condition of Learning. 4. Jean Piaget dengan model perkembangan intelektual/ Constructivism Theory of Learning. 54 1. Teori Kognitif Menurut Jean Piaget Piaget lebih menitikberatkan pembahasannya pada struktur kognitif. Ia meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai1980. Berbeda denga ahli psikologi sebelumnya, ia menyatakan bahwa cara berfikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tapi juga berbeda dengan kualitatif. Menurut penelitiannya juga melalui tahap-tahap perkembangan intelektual individu serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan individu mengamati ilmu pengetahuan. (Laura A. King: 152). Piaget mengemukakan penjelasan struktur kognitif tentang bagaimana anak mengembangkan konsep dunia di sekitar mereka (Loward S. Friedman and Mariam). Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor, yang memberi kerangka bagi interaksi awal anak dengan lingkungannya. Pengalaman awal anak akan ditentukan oleh skemata sensorik ini. Dengan kata lain hanya kejadian yang dapat diasimilasikan di skemata itulah yang dapat direspon oleh anak, dan karenanya kejadian itu akan menentukan batasan pengalaman anak. Tetapi melalui pengalaman, skemata awal ini dimodifikasi. Setiap pengalaman mengandung elemen unik yang harus diakomodasi oleh struktur kognitif anak. Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur kognitif akan berubah dan memungkinkan perkembangan pengalaman terus-menerus. Menurut Piaget, perkembangan intelektual dibedakan atas tiga hal yaitu struktur, isi, dan fungsi. 55 a. Struktur Untuk sampai pada pengertian struktur, diperlukan suatu pengertian yang erat hubungannya dengan struktur yaitu pengertian operasi. Piaget berpendapat bahwa ada hubungan funsional antara tindakan fisik dan tidakan mental serta perkembangan berfikir logis anak. Tindakan (action) menuju pada perkembangan operasi dan operasi selanjutnya menuju pada perkembangan struktur (Ratna Wilis Dahar, 2011:34). Operasi-operasi ini mempunyai 4 ciri, yaitu: 1) Operasi merupakan tindakan yang terinternalisasi 2) Operasi itu reversible 3) Tidak ada operasi yang berdiri sendiri 4) Struktur juga disebut skemata b. Isi Isi adalah pola perilaku anak yang khas, yang tercermin pada respon yang diberikan terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya c. Fungsi Fungsi ialah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan yang intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada 2 fungsi, yaitu organisme dan adaptasi (Ratna Wilis Dahar, 2011:135) 1) Fungsi organisme untuk mensistematikan proses fisik 2) Fungsi adaptasi sebagai penyesuaian skema dalam merespon lingkungan melalui proses yang tidak dipisahkan yaitu asimilasi dan akomodasi. 56 Tahap perkembangan intelektual, menurut Piaget perkembangan yang berlangsung melalui 4 tahap, yaitu: 1) Tahap sensori-motor : 0 – 1,5 tahun 2) Tahap pra-operasional : 1,5 – 6 tahun 3) Tahap operasional konkret : 6 – 12 tahun 4) Tahap operasional formal : 12 tahun keatas 2. Teori Kognitif Menurut Vygotsky Tiga konsep yang dikembangkan dalam teori Vygotsky (Tappan, 1998): a. Keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila di analisis dan dapat diinterpretasikan secara developmental. b. Kemampuan kognitif yang dimediasi dengan kata, bahasa dan bentuk diskursus yang berfungsi sebabagi alat psikologis untuk membantu dan mentransformasi aktivitas mental. c. Kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural Vygotsky berpendapat bahwa pada masa kanak-kanak awal (early childhood), bahasa mulai digunakan sebagai alat yang membantu anak untuk merancang aktivitas dan memecahkan masalah. Vigotsky percaya bahwa kemampuan kognitif berasal dari hubungan sosial dan kebudayaan, oleh karena itu perkembangan anak tidak bisa dipisahkan dari hubungan sosial dan kebudayaan. Dia percaya bahwa perkembangan memori, perhatian dan nalar, melibatkan pembelajaran untuk menggunakan alat yang ada dalam masyarakat. Teori Vygotsky mengandung pandangan 57 bahwa pengetahuan itu dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif, artinya pengetahuan didistribusikan di antara orang dan lingkungan Vygotsky mengemukakan beberapa ide tentang zone of proximal development (ZPD). Zone of proximal development adalah serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian, tapi dapat dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau anak yang lebih mampu. Untuk memahami batasan ZPD anak, terdapat batasan atas yaitu tingkat tanggung jawab atau tugas tambahan yang dapat dikerjakan anak dengan bantuan instruktur yang mampu, diharapkan pasca bantuan ini anak tatkala melakukan tugas sudah mampu tanpa bantuan orang lain, dan batas bawah yang dimaksud adalah tingkat problem yang dapat dipecahkan oleh anak seorang diri Pandangan Vygotsky menentang gagasan Piaget tentang bahasa dan pemikiran. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa bahkan dari bentuknya yang paling awal sekalipun, berbasis sosial, sedangkan Piaget lebih menganggap pembicaraan anak sebagai nonsosial dan egosentris. Menurut Vygotsky, ketika anak kecil bicara dengan dirinya sendiri, mereka menggunakan bahasa untuk mengatur perilaku mereka sendiri. Sedangkan Piaget percaya bahwa berbicara epada dirinya sendiri mencerminkan ketidakdewasaan. Teori pembelajaran kognitif memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah: 58 a. Pengetahuan yang diperoleh lebih bertahan lama atau lebih mudah diingat karena perolehan terjadi melalui proses kesadaran. b. Hasil belajarnya memiliki efek transfer yang lebih baik, karena diperolah melalui pengalaman bermakna bukan sekedar hafalan. c. Menciptakan kematangan intelektual untuk memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain dan menumbuhkan motivasi untuk bekerja terus mencari jawaban. d. Meningkatkan penalaran. J. Echological Theory Teori Ekologi dikemukakan oleh Urie Bronfenbrenner (1917). Bronfenbrenner mengajukan suatu pandangan lingkungan yang kuat tentang perkembangan yang sedang menerima perhatian yang meningkat. Teori Ekologi (ecological theory) ialah pandangan sosiokultural Brofenbrenner tentang perkembangan, yang terdiri dari lima sistem lingkungan mulai dari masukan interaksi langsung dengan agen-agen sosial (social agents) yang berkembang baik hingga masukan kebudayaan yang berbasis luas. Kelima sistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner ialah mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem. Model ekologis Bronfenbrenner diperlihatkan saat ia (dengan cucu laki-lakinya) mengembangkan teori ekologis, suatu perspektif yang sedang menerima perhatian yang meningkat. Teorinya 59 menekankan pentingnya dimensi mikro dan makro lingkungan di mana anak hidup. 1. Lima Sistem dalam Teori Ekologi Bronfenbrenner Berikut ini lima sistem dalam teori Ekologi Bronfenbrenner a. Mikrosistem (microsystem) dalam teori ekologi Bronfenbrenner ialah setting dimana individu hidup. Konteks ini meliputi keluarga individu, teman-teman sebaya, sekolah dan lingkungan. Dalam mikrosistem inilah interaksi yang paling langsung dengan agen-agen sosial berlangsung, misalnya dengan orang tua, teman-teman sebaya, dan guru. Individu tidak dipandang sebagai penerima pengalaman yang pasif dalam setting ini, tetapi sebagai seseorang yang menolong membangun setting. b. Mesosistem (mesosystem) dalam teori ekologi Bronfenbrenner meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem atau hubungan antara beberapa konteks. Contohnya : hubungan antara pengalaman keluarga dan pengalaman sekolah, pengalaman sekolah dan pengalaman keagamaan, dan pengalaman keluarga dengan pengalaman teman sebaya. Misalnya, anak-anak yang orang tuanya menolak mereka dapat mengalami kesulitan mengembangkan hubungan positif dengan guru. Para ahli perkembangan mengamati perilaku dalam setting majemuk seperti keluarga, teman sebaya, dan konteks sekolah untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang perkembangan individu. 60 c. Eksosistem (exosystem) dalam teori ekologi Bronfenbrenner dilibatkan pengalaman-pengalaman dalam setting sosial lain, di mana individu tidak memiliki peran yang aktif mempengaruhi apa yang individu alami dalam konteks yang dekat. Misalnya pemerintah kota, yang bertanggung jawab bagi kualitas taman, pusat-pusat rekreasi, dan fasilitas perpustakaan bagi anak-anak dan para remaja. Contoh lain ialah pemerintah pusat melalui perannya dalam kualitas perawatan kesehatan dan sistem bantuan bagi manusia usia lanjut. d. Makrosistem (macrosystem) dalam teori ekologi Bronfenbrenner meliputi kebudayaan dimana individu hidup. Kebudayaan mengacu pada pola perilaku, keyakinan, dan semua produk lain dari sekelompok manusia yang diteruskan dari generasi ke generasi. Studi lintas budaya, perbandingan antara satu kebudayaan dengan satu atau lebih kebudayaan lain memberi informasi tentang generalitas perkembangan. e. Kronosistem (chronosystem) dalam teori ekologi Bronfenbrenner meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa lingkungan dan transisi sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan-keadaan sosiohistoris. Misalnya, dalam mempelajari dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan bahwa dampak negatif sering memuncak pada tahun pertama setelah perceraian dan bahwa dampaknya lebih negatif bagi anak laki-laki daripada anak perempuan. Dua tahun setelah perceraian, interaksi keluarga tidak begitu 61 kacau lagi dan lebih stabil. Dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan sosiohistoris, dewasa ini, kaum perempuan tampaknya sangat didorong untuk meniti karir dibandingkan pada 20 arau 30 tahun lalu. Dengan cara seperti ini, kronosistem memiliki dampak yang kuat bagi perkembangan kita. Teori ekologi ini mempelajari interelasi antarmanusia dan lingkungannya. Ada empat struktur dasar dalam konsep tersebut, yaitu sistem mikro, meso, exo dan makro (Bronfenbrenner dalam Berns, 1997). Sistem mikro adalah keluarga dan hubungan antara anggota keluarga. Apabila anak menjadi lebih besar dan bersekolah maka ia berada dalam sistem meso. Sistem exo adalah setting di mana anak tidak berpartisipasi aktif tetapi terkena pengaruh berbagai sistem seperti pekerjaan orang tua, teman dan tempat kerja orang tua serta berbagai lingkungan masyarakat lain. Sistem makro berbicara tentang budaya, gaya hidup dan masyarakat tempat anak berada. Semua sistem tersebut saling pengaruh mempengaruhi dan berdampak terhadap berbagai perubahan dalam perkembangan anak. K. Ethological Theories Etologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti kebiasaan dan logos yang berarti ilmu atau pengetahuan. Ethos bisa juga diartikan sebagai etis atau etika dapat juga berarti karakter. Jadi secara etimologi, etologi berarti ilmu yang mempelajari 62 tentang kebiasaan dan karakter. Namun etologi lebih dulu dikenal sebagai ilmu tentang perilaku hewan. Ethologi adalah suatu cabang ilmu zoology yang mepelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme serta faktor yang mempengaruhinya. Ilmu yang mempelajari perilaku atau karakter hewan tersebut digunakan di dalam pendekatan ilmu psikologi perkembangan. Teori ini mencoba menjelaskan perilaku manusia. Sehingga di dalam ilmu psikologi, etologi berarti ilmu yang mempelajari perilaku manusia di dalam pengaturan yang alami. Semua perilaku manusia adalah bentuk reaksi dari apa yang terjadi di lingkungan alaminya. Teori etologi memahami bahwa perilaku manusia mempunyai relevansi dengan perilaku binatang. Sifat-sifat yang menonjol dari setiap binatang diantaranya adalah mempertahankan wilayahnya, bertindak agresif dan perasaan ingin menguasai sesuatu. Sifat-sifat ini ditemukan pula pada diri manusia, karena hal tersebut merupakan sifat dasar hewan dan aspek penting dalam perilaku manusia. Teori ekologi menekankan bahwa kepekaan kita terhadap jenis pengalaman yang beragam berubah sepanjang rentan kehidupan. Dengan kata lain, ada periode kritis atau sensitif bagi beberapa pengalaman, jika kita gagal mendapat pengalaman dalam rentan waktu kritis tersebut, maka perkembangan kita tidak akan optimal. Penamaan (imprinting) dan periode penting (critical period) merupakan konsep kunci. Teori ini ditegakkan berdasarkan penelitian yang cermat terhadap perilaku hewan dalam keadaan nyata. 63 1. Eksperimen Konrad Lowrenz Etologi muncul sebagai kontributor penting terhadap teori pekembangan manusia. Karena ahli ilmu hewan Eropa terutama Konrad Lowrenz (1903-1989) lebih sering bekerja dengan angsa Eurasia, Lowrenz mempelajari pola perilaku yang pada awalnya dianggap telah terprogram dalam gen burung. Pengamatannya mengenai seekor anak angsa yang baru lahir sepertinya dilahirkan dengan insting untuk mengikuti ibunya. Pengamatan menunjukkan bahwa anak angsa tersebut langsung mengikuti induknya setelah menetas. Apakah perilaku ini di program ke dalam anak angsa tersebut? Dari pertanyaan inilah kemudian Lowrenz melakukan eksperimen mengagumkan. Lowrenz membuktikan bahwa kesenjangan yang diwariskan ini merupakan penjelasan yang terlalu sederhana bagi perilaku anak angsa. Lowrenz memisahkan telur-telur yang ditetaskan oleh seekor angsa ke dalam dua kelompok. Salah satu kelompok ia kembalikan pada induknya dan kelompok yang lain ia ditetaskan di dalam inkubator. Anak angsa dalam kelompok pertama mengikuti induknya segera setelah menetas, sedangkan kelompok kedua yang langsung melihat Lowrenz setelah menetas langsung mengikutinya kemanapun Lowrenz pergi. Lowrenz menandai anak angsa tersebut dan menempatkan kedua kelompok ke dalam sebuah kotak. Induk angsa dan Lowrenz berdiri berdampingan. Saat kotak tersebut diangkat, tiap kelompok anak angsa tersebut langsung melihat keinduk angsa. Lowrenz menyebutkan proses ini Imprinting (pembelajaran cepat dan alami periode kritis terbatas 64 yang menghasilkan kelekatan pada benda bergerak pertama yang terlihat). 2. Fase Kelekatan Pada Bayi Secara genetis, bayi sudah terprogram untuk mengikat ibunya dan memotivasi ibunya untuk memberikan perhatian yang memadai, contohnya: dengan cara menangis dan merangkak. Dan selain itu juga ada teori kelekatan. Menurut teori etologi (Berndt, 1992) tingkah laku lekat pada anak manusia diprogram secara evolusioner dan instingtif. Sebetulnya tingkah laku lekat tidak hanya pada anak, namun juga pada ibu. Pada bayi, teori etologi ini menerangkan bahwa ada beberapa fase kelekatan yang akan dialami oleh bayi, fase tersebut adalah: a. Merespon tak terpilah kepada manusia. Fase ini akan terjadi pada bayi lahir sampai berusia 3 bulan. b. Fokus hanya ada orang yang dikenalinya saja. Fase ini terjadi pada usia 3-6 bulan, hal ini terjadi karena adanya intensitas aktivitas antara bayi dengan orang-orang yang sering berinteraksi dengannya sehingga bayi mulai membedakan orang yang dikenal dan tidak dikenalnya. c. Kelekatan yang intens dan pencarian kedekatan yang aktif terhadap orang-orang sekitarnya. Fase ini saat bayi berusia 6 bulan -3 tahun d. Melakukan tingkah laku persahabatan. Pada fase ini anak mulai menunjukkan sikap kelekatan dan ketertarikan terhadap teman sebayanya dan orang-orang yang baru 65 ditemuinya. Fase ini terjadi pada usia 3 tahun sampai akhir masa kanak-kanak. Etologi menekankan bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh biologi, terkait dengan evolusi dan ditandai oleh periode penting atau peka. Konsep periode penting (critical period) adalah suatu periode tertentu yang sangat dini dalam perkembangan yang memunculkan perilaku tertentu secara optimal. Para etolog adalah pada pengamat perilaku yang teliti dan mereka yakin bahwa laboratorium bukanlah setting yang baik untuk mengamati perilaku. Mereka mengamati perilku secara teliti di dalam lingkungan alamiahnya, seperti: di rumah, tetangga, sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 3. Perkembangan Teori Etologi Lorenz, Tinbergen dan Von Frisch merupakan peraih Nobel melalui karya-karya mereka dalam etologi perkembangan. Berkat karya yang dihasilkan Lowrenz dan tinbergen, etologi berkembang secara kuat di benua Eropa di tahun sebelum pecahnya PD II. Konsep ini dikenal dengan teori etologi modern. Setelah perang, konsep etologi menjadi lebih kuat di Britania Raya, hal ini dimulai dengan kepindahan Tinbergen ke Universitas Oxford dan ditambah dengan pengaruh dari William Thorpe, Robert Hinde dan Patrick Bateson. Pada masa yang sama teori etologi juga mulai dikembangkan secara kuat di Amerika. Pada tahun 1970, etolog Inggris John H. Crook menerbitkan naskah penting dimana ia membedakan etologi komparatif dengan 66 etologi sosial, dan mengemukakan bahwa banyak dari etolog yang telah ada sampai kini sesungguhnya merupakan etologi komparatif, memandang hewan sebagai individu, sedangkan di masa depan, para etolog akan memerlukan konsentrasi pada perilaku kelompok sosial dari hewan dan struktur sosial di dalamnya. Rangkuman Perkembangan psikologi setiap anak berbeda-beda, salah satu faktornya adalah umurnya yang belum cukup memberikannya pengalaman. Oleh karena itu maka ada beberapa teori perkembangan psikologi yang dapat menjadi tolak ukur atau parameter untuk mengetahui tahapan perkembangan anak tersebut, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa selanjutnya manula (manusia lanjut usia). Di dalam bidang Psikologi Perkembangan terdapat tiga teori yang banyak mempengaruhi pemikiran modern yaitu teori psikoanalisis, behavioristik, dan humanistik yang ketiganya memiliki ciri maupun tahapan perkembangan yang berbeda- beda. Teori Psikoanalisis dari Freud memiliki penekanan pada perilaku manusia yang tampak hanyalah karakteristik permukaan manusia itu sesungguhnya. Freud menjelaskan mengenai struktur kepribadian manusia yang terdiri atas tiga struktur yaitu id, ego, dan superego. Selain Freud, adapula teori Psikoanalisis dari Erikson yang mengatakan bahwa manusia berkembang dalam tahap psikososial, daripada dalam tahap psikoseksual. Bagi Erikson, motivasi utama 67 manusia bersifat sosial dan mencerminkan suatu keinginan untuk berhubungan dengan orang lain. Kritik bagi teori psikoanalisis yaitu teori sulit diuji secara ilmiah, banyak data yang digunakan untuk mendukung teori psikoanalisis berasal dari rekonstruksi individu terhadap masa lalunya, kadang masa lalu yang telah lama sekali lewat, dan ketepatannya tidak diketahui. Teori berikutnya yaitu Behavioristik dari Skinner. Inti pemikiran Skinner adalah setiap manusia bergerak karena mendapat rangsangan dari lingkungannya. Menurut Skinner, hampir semua perilaku manusia diidentifikasi ke dalam dua kategori yaitu perilaku responden dan perilaku operan. Berikutnya, teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Asal mulanya teori ini disebut learning, yaitu belajar dengan mengamati perilaku orang lain. Dasar pemikirannya adalah belajar dengan cara mengamati perilaku individu dan sebagian perilaku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh orang lain yang disajikan sebagai model. Kemudian, teori Kognitif. Teori yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu peristiwa mental yang berhubungan dengan berpikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah dan kesadaran. Teori Kognitif juga menyebutkan empat tahap perkembangan yaitu: 68 1. Tahap sensori-motor : 0 – 1,5 tahun 2. Tahap pra-operasional : 1,5 – 6 tahun 3. Tahap operasional konkret : 6 – 12 tahun 4. Tahap operasional formal : 12 tahun

Use Quizgecko on...
Browser
Browser