BIDANG FILSAFAT SAINS DAN TEKNOLOGI PDF
Document Details
Uploaded by SnappyComposite
UIN Sumatera Utara Medan
Tags
Summary
This document discusses the interplay of philosophy, science, and technology throughout history, highlighting key historical events, figures, and concepts. It explores the development of rationalism, the relationship between faith and reason, and the challenges faced by both science and religion. The concepts of science and philosophy are presented in a historical context.
Full Transcript
BIDANG FILSAFAT SAINS DAN TEKNOLOGI KAITAN MANUSIA, PENGETAHUAN, ILMU, FILSAFAT, SAINS TEKNOLOGI, DAN AGAMA Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami (mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral hakikat yang ada: (a) Hakekat Tuh...
BIDANG FILSAFAT SAINS DAN TEKNOLOGI KAITAN MANUSIA, PENGETAHUAN, ILMU, FILSAFAT, SAINS TEKNOLOGI, DAN AGAMA Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami (mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral hakikat yang ada: (a) Hakekat Tuhan; (b) hakikat alam semesta; (c) hakikat manusia; serta sikap manusia termasuk sebagai konsekuensi daripada paham (pemahamannya) tersebut. Sejak revolusi Industri di Inggris abad ke-16 dan Revolusi Perancis (1789), Barat bergerak maju bagaikan anak panah yang meleset lepas dari busurnya, setelah abad-abad pertengahan tertinggal dalam zaman kegelapan (the Dark Middle Ages). Sejarah mencatat terjadi perubahan yang besar pada abad ke-20 ini. Semua perubahan tersebut berkembang dari filsafat yang dianut oleh masyarakat hampir di seluruh dunia di masa sebelumnya. Filsafat Rasionalisme pada masa sebelum abad ke-20 telah mempengaruhi jiwa manusia menjadi pendewa rasio. Antara hati dan akal manusia yang tidak bertemu pada waktu itu telah menciptakan krisis multidimensional. Pada abad ini tercatat krisis yang luar biasa akibat dari sains dan teknologi yang dikembangkan manusia pendewa rasio, diantaranya bencana nuklir, perang dunia, kelaparan, penyebaran penyakit dan sebagainya. Manusia dipacu oleh situasi mekanistik yang diciptakannya sendiri sehingga kehilangan waktu merenungkan hidupnya dan alam semesta. Ada dua kekuatan yang mempengaruhi peradaban dunia, yaitu Agama dan filsafat. Dua kekuatan besar ini bersaing untuk mempengaruhi manusia dengan janji-janji keselamatan dan kemajuan. Filsafat telah melahirkan berbagai ilmu, mulai dari ilmu-ilmu sosial-humaniora (Social Sciences) sampai ilmu-ilmu alam (Natural Sciences). Namun, dalam sejarahnya, di antara keduanya (Agama dan Filsafat) sering terjadi problematika sehingga membuat keduanya tidak bersatu (integrasi) untuk memecahkan masalah kemanusiaan yang kompleks. Problematika agama dan sains, dalam sejarahnya, dapat dirunut mulai abad pertengahan, yaitu mulai abad ke-2 M. Jika dihitung mulai lahirnya Plotinus (204 M). Pada awal abad pertengahan terjadi persaingan antara sains (yang merupakan warisan Filsafat Yunani) dengan agama (Kristen) yang berusaha membentuk formulasi teologis. Tiap agama dan sains merasa memiliki kebenaran yang lebih tinggi, sehingga agama Kristen merasa perlu merumuskan formulasi teologinya, sementara itu, sains (sebagai warisan Filsafat Yunani) sudah dirumuskan jauh sebelumnya, yaitu diperkirakan sejak abad ke-6 SM. Pada abad pertengahan Gereja (Agama Kristen) mulai mendominasi kebenaran ilmu pengetahuan, semua ilmu yang berkembang pada saat itu seperti filsafat, ilmu-ilmu alam, sejarah, politik, harus tunduk pada wahyu sebab semuanya dianggap sudah final lantaran berasal dari Tuhan. Menurut Agustinus (354-430 M), 9 terdapat doktrin Gereja bahwa setiap aktivitas ilmu pengetahuan merupakan kegiatan menyimpang dan tidak lebih dari sekedar kegiatan pemborosan. Semua kegiatan Empiris diperlukan apabila mendukung kebenaran wahyu Tuhan. Dogmatis Gereja atas ilmu pengetahuan semakin berlanjut pada penggunaan kekerasan terhadap ilmuwan yang tidak sepaham, sebagaimana yang terjadi pada seorang ilmuwan wanita bernama Hypatia, dibunuh secara brutal oleh kaum fanatik Kristen pada Tahun 415 M. Tidak lama setelah pembunuhan tersebut, perpustakaan Iskandaria yang terkenal dengan kehebatannya dibakar habis beserta seluruh isinya. Anehnya lagi, uskup agung Iskandaria Cyril, yang memerintahkan semua itu dianggap sebagai orang yang suci dengan diberi gelar Santo.Tidak hanya berhenti sampai di situ, pada tahun 529 M, kaisar Justinianus mengeluarkan perintah yang melarang serta penutupan sekolah-sekolah ilmu pengetahuan, termasuk Akademia Plato yang sudah berdiri sejak tahun 387 SM. Tentu semua hal tersebut bertujuan untuk melindungi agama Kristen dari paham-paham yang dianggap bertentangan dengannya. Sejak itulah agama di Abad pertengahan benar-benar telah menghentikan segala kegiatan ilmiah dan eksperimen ilmu pengetahuan, sebagaimana telah pernah menghiasi perpustakaan Iskandaria. Bahkan, agama di Abad pertengahan telah memenangkan konflik dengan sains. Sains tidak lebih hanya sebagai sebuah abdi agama (Ancilla Theologia). Pada akhir Abad ke-13 terjadi gerakan-gerakan Renaisans yang dimulai di Italia dan berusaha mendobrak kejumudan Abad Pertengahan yang kemudian melahirkan Abad Modern, sains semakin menguat dan sebaliknya doktrin agama semakin melemah. Lebih jauh pada Abad Modern ini muncul keyakinan-keyakinan, bahwa akal (ilmu pengetahuan) dapat melakukan segalanya dan lebih penting dari iman (Agama). Dari sini selanjutnya muncul dorongan Sekularisasi yaitu pemisahan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama, lantaran agama dianggap hanya sebagai penghalang kemajuan umat manusia. Dobrakan yang cukup jelas terhadap agama mulai muncul melalui temuan-temuan ilmiah ilmu pengetahuan, Nicolas Copernicus (1473-1543) merevolusi keyakinan astronomi tradisional yang didominasi teori Aristoteles yang mengandaikan bahwa Bumi adalah pusat alam semesta (Geosentris) yang dipercayai Gereja kurang lebih seribu tahun. Lewat penelitian yang dilakukan Copernicus, ia menemukan bahwa Mataharilah yang menjadi pusat alam semesta serta Bumi mengelilingi Matahari (Heliosentris). Selanjutnya astronom jenius Galileo-Galilei (1564-1642) lewat Teleskop temuannya pada tahun 1610 M telah dapat membuktikan kebenaran teori Copernicus.19 Arus perkembangan kegiatan-kegiatan ilmiah tidak dapat dibendung oleh kekuatan doktrin Gereja, bersamaan dengan Galileo muncul ilmuwan bernama Kepler (1571-1630) yang mendukung teori-teori Copernicus. Kemudian dilanjutkan oleh Isaac Newton (1642-1727), melalui sumbangsih pemikirannya telah terjadi revolusi ilmu pengetahuan yang menjadikan sains sebagai bagian dari kebudayaan Barat benar-benar terlaksana. Laju perkembangan sains tidaklah berhenti sampai disitu, sains di abad ke-20 semakin pesat perkembangannya. Tahun 1896, terdapat sekitar 50.000 orang yang melaksanakan tradisi sains dan tidak lebih dari 15.000 orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan pengetahuan dalam bidang sains. Enam puluh enam tahun kemudian yaitu di abad ke-20 setidaknya ada satu juta orang yang bekerja sebagai peneliti sains. Jumlah total seluruhnya termasuk yang bekerja di bidang industri, pemerintahan, dan pendidikan tidak dapat ditentukan secara akurat tetapi lebih dari dua juta orang yang terlibat dalam penelitian sains. Desakralisasi sains sebagai dampak dari Renaisans di Barat telah melahirkan paradigma Materialistik, membawa dampak dekadensi nilai dalam ilmu pengetahuan dan krisis spiritual dalam kehidupan sosial. Sains Barat modern telah melepaskan tanggung jawab moral manusia terhadap alam. Masyarakat memiliki naluri sekuler untuk mendominasi alam yang muncul sebagai konsekuensi cara pandang manusia terhadap alam ini. Bahkan, di era Postmodernisme sekarang, segala sesuatu harus terukur pada kebenaran logis empiris, sehingga kebenaran diukur melalui verifikasi. Aktivitas ilmiah kemudian melepas unsur Ilahiyah pada alam, baik bernuansa materialisme maupun Naturalisme. Sejak terjadinya revolusi keilmuan (Scientific Revolution) di Barat seyogyanya telah memisahkan antara aspek-aspek teologis dan sains tentang masalah-masalah yang melibatkan Sang Pencipta. Studi agama pun didekati dan dikaji dengan pendekatan sekuler, sehingga begitu nyata dalam ilmu pengetahuan modern di Barat terpisahnya antara pengetahuan dan iman, agama dan sains, serta teologi dengan segala aspek kehidupan manusia. Sebagai pemilik kebenaran hakiki, agama menjadi alternatif terakhir dalam pemutakhiran suatu persoalan dalam ilmu dan filsafat. Namun, tidak dapat dipungkiri pula bahwa agama juga tidak akan terlepas dari filsafat dan ilmu. Jadi, hubungan antara agama, ilmu, dan filsafat memiliki sisi saling keterkaitan, saling mendukung dan saling menguatkan satu sama lain. Bahkan, ilmu dan filsafat yang tanpa didasari agama, hanya akan memberikan kontribusi palsu dalam kehidupan. Karena pada dasarnya, pemahaman seseorang terhadap agama pada tingkatan tertentu tidak akan terlepas dari fungsi akalnya terhadap sumber wahyu. Tanpa akal seseorang tidak akan dapat menerima kebenaran agama, meskipun dalam tingkatan “rasional” yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kebenaran rasio dan agama tidak akan pernah bertentangan, yang bisa bertentangan adalah pemahaman manusia terhadap isi kandungan yang dibawa oleh wahyu. Hal demikian mengindikasikan, bahwa pada dasarnya yang berbeda adalah proses dan hasil rasionalisasi tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibuat tolak ukur yang bisa mengatasi masing-masing pembenaran tersebut yang disepakati sebagai ukuran tertinggi dalam proses rasionalisasi. MANUSIA MAKHLUK YANG BERPIKIR Kelebihan manusia dibanding makhluk lain dengan adanya akal, sifat ingin tahu dan berpikir. Di dalam diri manusia terkandung potensi-potensi kejiwaan (pikiran, perasaan, dan kemauan) yang sangat menentukan bagi esensi (diri) dan eksistensi (keberadaan) manusia itu sendiri. Pikiran manusia mempunyai kecenderungan terhadap: 1. Nilai kebenaran, yaitu memberikan pedoman dalam hal ketetapan tingkah laku. 2. Nilai keindahan, yaitu memberikan suasana ketenangan dalam perbuatan. 3. Nilai kebaikan, yaitu Memberikan pedoman untuk mengukur apakah suatu tindakan itu berguna atau tidak. Latar belakang lahirnya filsafat adalah menurut 2 faktor: 1. Faktor internal yaitu kecenderungan atau dorongan dari dalam diri manusia, yaitu rasa ingin tahu. 2. Faktor eksternal yaitu adanya hal atau sesuatu yang menggejala dihadapan manusia, sehingga menimbulkan rasa heran atau kagum. Hakikat Manusia dan Sifat Keingintahuannya Dibanding dengan makhluk lain, jasmani manusia adalah yang terlemah, sedangkan rohaninya atau akal budi dan kemauannya sangat kuat. Kelebihan manusia dari penghuni bumi lainnya: 1. Manusia sebagai makhluk yang berpikir (homo sapiens). 2. Manusia sebagai pembuat alat (homo fiber). 3. Manusia dapat berbicara(homo languens). 4. Manusia dapat hidup bermasyarakat (homo socius). 5. Manusia dapat mengadakan usaha (homo economicus). 6. Manusia mempunyai kepercayaan dan beragama(homo religious). Sifat Keingintahuan Manusia Dengan rasa ingin tahunya yang besar, manusia selalu berusaha mencari keterangan tentang fenomena alam yang teramati. Untuk bisa menjawab pertanyaan dari rasa ingin tahunya, manusia sering mereka-reka sendiri jawabannya. Meski jawaban seperti ini kadang tidak logis, namun sering diterima masyarakat awam sebagai suatu kebenaran. Pengetahuan semacam ini disebut pseudo science, yaitu pengetahuan mirip sains tapi bukan sains. Cara memperoleh pengetahuan dengan pendekatan pseudo science (sains semu) ini antara lain sebagai berikut: 1. Mitos 2. Wahyu 3. Otoritas dan Tradisi 4. Prasangka 5. Intuisi 6. Penemuan Kebetulan, Penemuan kebetulan yaitu pengetahuan yang awalnya ditemukan secara kebetulan dan beberapa di antaranya adalah sangat berguna. 7. Cara Coba-Ralat (Trial and Error), Trial and error adalah pengetahuan yang diperoleh melalui cara coba-salah-coba-salah, tanpa dilandasi dengan teori yang relevan. Pada zaman Yunani (600-200 SM) pola pikir manusia menjadi lebih maju daripada pola pikir mitos. Pada masa ini terjadi penggabungan antara pengamatan, pengalaman, dan akal sehat atau logika. Aliran ini disebut “rasionalisme”, yaitu pertanyaan akan dijawab dengan logika atau hal-hal yang masuk akal. Selanjutnya juga dikenal metode deduksi. Beberapa waktu setelahnya juga dikenal metode induksi. ILMU DAN FILSAFAT Filsafat adalah ilmu yang mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala- gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Ilmu Sebagai Objek Kajian Filsafat Pada dasarnya ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang mencangkup ada yang tampak dan tidak tampak. Yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan yang tidak tampak adalah alam metafisika. Objek material filsafat dibagi atas 3 bagian, yaitu yang ada di dalam alam empiris, yang ada di dalam alam pikiran, dan yang ada di dalam alam kemungkinan. Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada. Pengertian Filsafat Ilmu Filsafat Ilmu ialah filsafat yang menyelidiki segala sesuatu yang mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia yang dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu. Dikatakan sebagai filsafat ilmu karena di dalam pengertian filsafat mengandung 4 pertanyaan ilmiah, yaitu bagaimana, mengapa, kemana, dan apa. Tujuan Filsafat Ilmu 1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh. 2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang. 3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan. 4. Mendorong para calon ilmuan dan ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya. 5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU Periode Yunani Kuno Yunani kuno adalah tempat bersejarah di mana sebuah bangsa memiliki peradaban. Oleh karenanya Yunani kuno sangat identik dengan filsafat yang merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Perkembangan filsafat Yunani merupakan entry point untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Zaman ini berlangsung dari abad 6 SM sampai dengan sekitar abad 6 M. Zaman ini menggunakan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis), dan tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja). Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur. Yunani mencapai puncak kejayaannya atau zaman keemasannya. Pada zaman ini banyak bermunculan ilmuwan yang terkemuka. Di antaranya adalah: 1. Thales (624-545 SM). 2. Pythagoras (580 SM–500 SM) 3. Socrates (469 SM-399 SM) 4. Plato (427 SM-347 SM) Ia adalah murid Socrates dan guru dari Aristoteles. 5. Aristoteles (384 SM- 322 SM) Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander yang Agung. Ia memberikan kontribusi di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, dan Ilmu Alam. Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Ia mengembangkan teori mengenai atom sebagai dasar materi, sehingga ia dikenal sebagai “Bapak Atom Pertama”. Pada zaman ini filsafat sering dikenal dengan sebagai Anchilla Theologiae (Pengabdi Agama). Selain itu, yang menjadi ciri khas pada masa ini adalah dipakainya karya-karya Aristoteles dan Kitab Suci sebagai pegangan. Periode Islam Gairah intelektualitas di dunia Islam ini berkembang pada saat Eropa dan Barat mengalami titik kegelapan. Di saat Eropa pada zaman Pertengahan lebih berkutat pada isu-isu keagamaan, maka peradaban dunia Islam melakukan penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof Yunani, dan berbagai temuan di lapangan ilmiah lainnya. Dalam lapangan kedokteran muncul nama- nama terkenal seperti: 1. Al-Hāwī karya al-Rāzī (850-923), sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. 2. Rhazes mengarang suatu Encyclopedia ilmu kedokteran dengan judul Continents. 3. Ibnu Sina (980-1037) menulis buku-buku kedokteran (al-Qanun) yang menjadi standar dalam ilmu kedokteran di Eropa. 4. Al-Khawarizmi (Algorismus atau Alghoarismus) menyusun buku Aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad di Eropa. Ia juga menulis perhitungan biasa (Arithmetics), yang menjadi pembuka jalan penggunaan cara desimal di Eropa untuk menggantikan tulisan Romawi. 5. Ibnu Rusyd (1126-1198) seorang filsuf yang menterjemahkan dan mengomentari karya-karya Aristoteles. Al Idris (1100-1166) telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenal pada masa itu untuk disampaikan kepada Raja Boger II dari kerajaan Sicilia. 6. Dalam bidang kimia ada Jābir ibn H}ayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362442 H/973-1050 M). Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Fārābī (w. 950 M), Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazālī (w. 1111 M), Ibn Bājah atau Avempace (w. 1138 M), Ibn Tufayl atau Abubacer (w. 1185 M), dan Ibn Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau renaisans. Masa Renaisans dan Modern Michelet, sejarawan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah renaisans. Para sejarawan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme. Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin. Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M. Periode Kontemporer Zaman ini bermula dari abad 20 M dan masih berlangsung hingga saat ini. Zaman ini ditandai dengan adanya teknologi-teknologi canggih, dan spesialisasi ilmu-ilmu yang semakin tajam dan mendalam. Pada zaman ini bidang fisika menempati kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf. Sebagian besar aplikasi ilmu dan teknologi di abad 21 merupakan hasil penemuan mutakhir di abad 20. Pengetahuan dan kebenaran adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Pengetahuan merupakan hasil dari pencarian sebuah kebenaran. Kebenaran adalah hasil dari rasa ingin tahu. Jadi antara pengetahuan dan kebenaran selalu bersama-sama. Pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat yaitu: 1. Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan yang diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. 2. Pengetahuan ilmu (science), yaitu ilmu yang diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan obyektif. 3. Pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Filsafat membahas segala hal dengan kritis sehingga dapat diketahui secara mendalam tentang apa yang sedang dikaji. 4. Pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang bersumber dari Tuhan sehingga pengetahuan ini bersifat mutlak tentang apa-apa yang sudah ditetapkan. Misalnya tentang hal yang baik dan buruk. Hakikat dan Sumber Pengetahuan Ada dua teori untuk dapat mengetahui hakikat dari sebuah pengetahuan, yaitu: 1. Teori Realisme, Teori realisme mengatakan bahwa pengetahuan adalah kebenaran yang sesuai dengan fakta. Apa yang ada dalam fakta itu dapat dikatakan benar.Dengan teori ini dapat diketahui bahwa kebenaran obyektif juga dibutuhkan bukan hanya mengakui kebenaran subyektif. 2. Teori idealisme memiliki perbedaan pendapat dengan idealisme. Pada teori ini dijelaskan bahwa pengetahuan itu bersifat subyaktif. Oleh karena itu pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran, yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui. Selain itu pengetahuan diperoleh pula dari sumber yang lebih dari satu, yaitu sumber: 1. Empirisme, Teori empirisme menyatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan dengan pengalaman yang dialaminya. Teori ini bersifat indrawi jadi antara satu dengan yang lain memiliki perbedaan. Akal dalam teori ini hanyalah mengelola konsep gagasan inderawi saja dan tidak dikedepankan. Pengalaman didapat dari indera yang awalnya sederhana menjadi sangat komplek jadi sekomplek apapun pengetahuan akan dapat kembali pada sumbernya yaitu indera. Jadi pengetahuan yang tidak dapat di indera bukan pengetahuan yang benar karena indera adalah sumber pengetahuan. Teori ini menjadi lemah karena indera manusia memiliki keterbatasan. 2. Teori rasionalisme menjelaskan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diukur dan diperoleh dari akal. Teori ini membenarkan pemakaian indera untuk memperoleh pengetahuan akan tetapi harus diolah dengan akal. Jadi sumber kebenarannya adalah akal. Namun teori ini memiliki kelemahan karena data-data tidak selalu sempurna sehingga akal tidak dapat menemukan pengetahuan yang benar-benar sempurna. 3. Teori intuisi menerangkan bahwa pengetahuan diperoleh dari pemikiran tingkat tinggi. Kegiatan intuisi dan analisis bisa saling membantu untuk menemukan kebenaran. Sehingga teori ini menggunakan metode perenungan yang mendalam untuk mencari kebenaran. 4. Teori yang terakhir adalah wahyu yang menjelaskan bahwa pengetahuan diperoleh langsung dari Tuhan melalui perantara nabi. Pengetahuan yang seperti ini tidak memerlukan waktu untuk berfikir ataupun merenung. Pengetahuan didapatkan kemudian dikaji lebih lanjut sehingga dapat meningkatkan keyakinan tentang kebenarannya. Tingkatan dan Kriteria Kebenaran Tingkatan kebenaran dari yang terendah ke pemahaman yang tertinggi adalah sebagai berikut: 1. Pertama, adalah kebenaran inderawi. Sesuatu dikatakan benar jika dapat dilihat dengan indera tanpa berfikir lebih lanjut. 2. Kedua, adalah kebenaran ilmiah (sains). Kebenaran dapat diakui jika dapat dirasio dan dilihat atau dirasakan dengan indera. 3. Ketiga, adalah kebenaran filsafat. Kebenaran pada tingkatan ini diperoleh dari rasio dan pemikiran lebih mendalam (perenungan) tentang suatu hal. Sehingga dapat diketahui kebenaran yang lebih mendalam. 4. Yang terakhir kebenaran religius. Kebenaran ini bisa juga dikatakan kebenaran yang mistis karena tidak dapat dilihat dengan indera dan di rasio. Kebenaran ini bersifat mutlak karena kebenaran ini bersumber dari tuhan. DASAR-DASAR ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI Ontologi Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan yaitu asumsi pertama adalah suatu objek bisa dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau komparasi dan kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian relatif artinya ilmu tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu (dalam waktu singkat). Asumsi ketiga yaitu determinasi artinya ilmu menganut pola tertentu atau tidak terjadi secara kebetulan. Epistemologi Yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini. Aksiologi Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Metafisika Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan- pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta? Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati termasuk didalamnya pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam ini. Asumsi Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran. Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain: 1. Aksioma: pernyataan yang diterima sebagai kebenaran dan bersifat umum, tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri. 2. Postulat: pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa memerlukan pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya. 3. Premis: pangkal pendapat dalam suatu entimen. Gejala alam tunduk pada tiga karakteristik: 1. Determinisme: hukum alam yang bersifat universal. William Hamilton (1788-1856) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. 2. Pilihan bebas: setiap gejala merupakan akibat dari suatu pilihan bebas. 3. Probabilistik: Pada sifat probabilistik gejala yang terjadi merupakan suatu peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan suatu peluang tertentu. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan, dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%. 4. Peluang: Probabilitas merupakan salah satu konsep yang sering kita gunakan untuk mendeskripsikan realitas di dalam kehidupan sehari-hari. Carl Hempel, salah satu filsuf sains utama pada abad 20, dalam karyanya “Philosophy of Natural Science” mengakui adanya dua jenis wujud hukum yang berperan di dalam eksplanasi ilmiah, yaitu hukum yang universal (laws of universal form) dan hukum yang probabilistik (laws of probabilistic form). Beberapa Asumsi Dalam Ilmu/Sains Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan Ilmu pengetahuan akan selalu menyimpan asumsi di dalamnya. Setiap ilmu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Asumsi ini perlu, Sebab pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Semua teori mempunyai asumsi- asumsi ini, baik yang dinyatakan secara tersurat maupun yang tercakup secara tersirat, dengan demikian asumsi dapat dikatakan sebagai latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran. Batas-Batas Penjelajahan Ilmu/Sains Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Pembatasan ini disebabkan fungsi ilmu itu sendiri adalah sebagai alat bantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah dalam kehidupan manusia sehari-hari. Temuan-temuan itu dianggap benar sepanjang masih ditopang oleh data atau informasi serta bisa dijelaskan melalui kekuatan nalarnya. Ilmu tidak akan dapat berdiri sendiri, karena keterbatasan dari ruang lingkup kajian ilmu itu sendiri. Oleh karena itu, ilmu tidak bisa terlepas dari aspek moral estetika dan agama, begitu juga dengan aspek-aspek lainnya. Cabang-cabang ilmu berkembang dari 2 cabang utama yakni filsafat alam yang kemudian berkembang menjadi rumpun ilmu alam dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial. Pada fase permulaan hanya terdapat ilmu-ilmu alam (natural philosophy) dan ilmu-ilmu sosial (moral philosophy), maka dewasa ini terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan. EPISTEMOLOGI PENGETAHUAN, METODE DAN STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH Epistemologi Pengetahuan Epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Berikut adalah aliran-aliran dalam epistemologis, yaitu: Rasionalisme, Empirisme, Realisme, Kritisisme, Positivisme, Skeptisisme, Pragmatisme. Pengetahuan merupakan Hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman. Dasar-dasar pengetahuan meliputi: pengalaman, kesaksian, memori, rasa ingin tahu, logika, bahasa, kebutuhan hidup. Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan, diantaranya: Empirisme, Rasionalisme, Intuisi, Wahyu. Namun, tidak semua pengetahuan dinamakan ilmu. Pengetahuan yang diangkat sebagai ilmu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: Rasional, Objektif, Akumulatif, Empiris, Andal dan Dirancang, Kebenaran Pengetahuan. Metode Ilmiah Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.. Metode ilmiah merupakan ekspresi tentang cara bekerja pikiran yang diharapkan mempunyai karakteristik tertentu berupa sifat rasional dan teruji sehingga ilmu yang dihasilkan bisa diandalkan. Metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam membangun pengetahuan. Pendekatan rasional yang digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah menuju dan dapat menghasilkan pengetahuan inilah yang disebut metode ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah berikut: 1. Perumusan masalah: Pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batasannya dan faktor yang terkait dapat diidentifikasi. 2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis: Argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi permasalahan, yang disusun secara rasional berdasarkan premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya. 3. Perumusan hipotesis: Jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan. 4. Pengujian hipotesis: Pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan adanya fakta pendukung hipotesis. 5. Penarikan kesimpulan: Penilaian diterima atau tidaknya sebuah hipotesis. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah karena telah memenuhi persyaratan keilmuan, yaitu mempunyai kerangka kejelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya dan telah teruji kebenarannya. Struktur Pengetahuan Ilmiah Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan hasil penyesuaian terhadap kenyataan yang diperoleh dengan metode ilmiah dan memenuhi syarat-syarat keilmuan. Ginzburg berpendapat bahwa ilmu dalam pengertiannya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistem pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis. Sedangkan Nagel menyatakan ilmu adalah suatu sistem penjelasan mengenai saling hubungan diantara peristiwa yang terjadi. Dengan demikian, ilmu sebagai kumpulan pengetahuan sistematis terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan atau dikoordinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis atau memberi penjelasan yang dimaksud. Saling keterkaitan antara segenap komponen itu merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah. AKSIOLOGI ILMU/SAINS DAN MORAL Aksiologi Ilmu/Sains Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan aspeknya sendiri-sendiri. Moral Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai (takaran, harga, angka kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral itu. METODE KONSEP SAINS, EKSPLANASI SAINS DAN SAINS Metode Konsep Sains Metode sains adalah cara untuk mendapatkan atau menemukan pengetahuan yang benar dan bersifat ilmiah. Adapun langkah-langkah metode sains secara garis besar adalah: (1) menemukan masalah dan merumuskan masalah (2) mengumpulkan keterangan untuk memecahkan masalah (3) menyusun dugaan atau hipotesa (4) menguji dugaan dengan melakukan percobaan atau eksperimen (5) menarik kesimpulan (6) menguji kesimpulan dengan mengulang percobaan. Eksplanasi Sains Eksplanasi ilmiah dari sebuah fakta adalah deduksi dari sebuah pernyataan (disebut explanandum), yang menggambarkan fakta yang ingin kita jelaskan; premis-premis (disebut explanans), yaitu hukum-hukum ilmiah; dan kondisi-kondisi awal yang cocok. Agar eksplanasi bisa diterima, explanans itu harus benar. Penjabaran lainnya adalah bahwa sebuah eksplanasi mensyaratkan adanya hukum-hukum ilmiah; fakta-fakta dijelaskan ketika mereka digolongkan di dalam hukum-hukum. Maka, pertanyaan pun muncul tentang hakikat suatu hukum ilmiah. Sains Sains merupakan suatu metode berpikir secara objektif. Tujuannya menggambarkan dan memberi makana pada dunia yang faktual. Sains adalah gambaran yang lengkap dan konsisten tentang berbagai fakta pengalaman dalam suatu hubungan yang mungkin paling sederhana (simple possible terms). Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena–fenomena yang terjadi di alam. SARANA BERPIKIR ILMIAH: BAHASA, MATEMATIKA DAN STATISTIKA Sarana Berpikir Ilmiah Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Dalam proses berpikir sejatinya melibatkan unsur-unsur, yakni: (i) otak yang sehat; (ii) pancaindra; (iii) informasi atau pengetahuan sebelumnya; dan (iv) fakta. Menurut Plato, Aristoteles, berpikir adalah bicara dengan dirinya sendiri di dalam batin untuk mempertimbangkan, merenungkan, menganalisa, membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan- alasan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari berbagai hal yang berhubungan satu sama lain, mengapa atau untuk apa sesuatu terjadi, serta membahas suatu realitas.Ilmiah artinya keilmuan, bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan. Bahasa Bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi. Tingkat pemahaman seseorang mempengaruhi cepat lambatnya menangkap maksud pembicaraan dalam berkomunikasi. Semakin tinggi tingkat pemahaman seseorang, semakin mudah dia berkomunikasi dengan orang lain. Matematika Matematika sebagai alat komunikasi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan bahasa. Diantaranya adalah tidak bermakna ganda dan apa adanya. Beberapa sifat yang penting memungkinkan matematika memegang peranan yang sangat penting dalam proses kegiatan keilmuan. Sifat-sifat itu adalah sebagai berikut: 1. Matematika berhubungan dengan pernyataan yang berupa dalil dan konsekuensinya di mana pengujian kebenaran serta matematis akan dapat diterima oleh tiap orang yang rasional. 2. Matematika tidak tergantung kepada perubahan ruang dan waktu. 3. Matematika adalah logika deduktif, yang mengubah pengalaman indera menjadi bentuk- bentuk yang diskriminatif, kemudian bentuk ini diubah menjadi abstraksi, dan abstraksi kemudian diubah menjadi generalisasi. 4. Matematika bersifat eksak dalam semua yang dikerjakannya meskipun dia mempergunakan data yang tidak eksak (merupakan perkiraan). Statistika Dalam suatu research, seseorang penyelidik dapat menggunakan dua jenis analisis, yaitu analisis statistik (statistical analysis) dan analisis non statistik (non statistical analysis). Statistik merupakan deskripsi dalam bentuk angka-angka dari aspek kuantitatif suatu benda yang berbentuk hitungan atau pengukuran. Statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu. Bidang keilmuan statistika merupakan sekumpulan metode untuk memperoleh dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut.