Perencanaan Perkerasan Jalan Raya (PDF)

Summary

Presentasi ini membahas perencanaan perkerasan jalan raya, meliputi perhitungan beban lalu lintas rencana (LER) dan daya dukung tanah dasar (DDT). Materi ini ideal untuk mahasiswa teknik sipil.

Full Transcript

PERKERASAN JALAN RAYA KRISANTUS SATRIO WIBOWO PEDO, S.T., M.T. 3 PRODI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR METODE ANALISA KOMPONEN PART-1 A. BEBAN LALU LINTAS (LER)  Pengenalan beban lalu lintas yang sudah dibahas di pertemuan sebelumnya menjadi acu...

PERKERASAN JALAN RAYA KRISANTUS SATRIO WIBOWO PEDO, S.T., M.T. 3 PRODI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR METODE ANALISA KOMPONEN PART-1 A. BEBAN LALU LINTAS (LER)  Pengenalan beban lalu lintas yang sudah dibahas di pertemuan sebelumnya menjadi acuan dalam materi ini  Beban lalu lintas berdasarkan metode analisa komponen dinyatakan dalam Lintas Ekivalen Rencana (LER)  LER dapat diperhitungnkan dengan mengikuti langkah – langkah berikut Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Perhitungan LER (langkah 1)  Langkah pertama adalah dengan menghitung angka ekivalen dari setiap kendaraan yakni angka ekivalen masing – masing sumbu. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan angka ekivalen sumbu dapat dilihat dibawah ini. 𝒃𝒆𝒃𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 𝒌𝒈 𝟒 𝑬𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 = ( ) 𝟖𝟏𝟔𝟎 𝒃𝒆𝒃𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 (𝒌𝒈) 𝟒 𝑬𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒈𝒂𝒏𝒅𝒂 = 𝟎, 𝟎𝟖𝟔( ) 𝟖𝟏𝟔𝟎 Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Perhitungan LER (langkah 1) Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraaan  Metode analisa komponen ini tidak membendakan antara angka ekivalen sumbu tunggal dan sumbu ganda. E setiap jenis kendaraan merupakan jumlah dari nilai E untuk setiap sumbu yang dimilikinya. E kendaraan dihitung dengan mempertimbangkan fluktuasi beban kendaraan. Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Perhitungan LER (langkah 2)  Menghitung LHR diawal umur rencana untuk masing – masing kelompok jenis kendaraan, dengan menggunakan persamaan: LHR awal umur rencana = (1+a)n x LHRs Dimana:  LHRs = LHR hasil pengumpulan data  a = factor pertumbuhan lalu lintas dari saat pengumpulan data sampai awal umur rencana (persen/tahun)  n = lama waktu saat pengumpulan data sampai awal umur rencana (tahun) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Perhitungan LER (langkah 3)  Menentukan factor distribusi kendaraan pada lajur rencana yang didasarkan pada jumlah jalur perkerasaan jalan. Acuan data mengenai lebar lajur dapat menggunakan tabel 5.2. jika data lapangan tidak dapat dipergunakan.  Factor dsitribusi kendaraan lajur dapat diperoleh dari analisis survey data lalu lintas, namun jika tidak memiliki data lalu lintas dari hasil pengumpulan data, maka dapat menggunakan data pada Tabel 5.2. sebagai acuan. Namun Tabel 5.2 tidak dapat digunakan untuk jalan tol, oleh karena itu untuk konsisi jalan tol maka data volume lalu lintas menggunakan data dari survei dijalan tol sejenis. Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Perhitungan LER (langkah 3) Tabel 5.2. Jumlah Lajur Bersarkan Lebar Jalur (Sumber: SNI-1732-1989)  Menentukan factor distribusi kendaraan pada lajur rencana Lebar jalur (L), m Jumlah Lajur yang didasarkan pada jumlah jalur perkerasaan jalan. Acuan data L < 5,5 m 1 lajur mengenai lebar lajur dapat menggunakan tabel 5.2. jika data 5,5m < L < 8,25 m 2 lajur lapangan tidak dapat 8,25m < L < 11,25 m 3 lajur dipergunakan. 11,25m < L < 15,00 m 4 lajur 15,00m < L < 18,75 m 5 lajur 18,75m < L < 22,00 m 6 lajur Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Perhitungan LER (langkah 3) Tabel 5.3. Koefisien Distribusi ke Lajur Rencana (C)  Factor dsitribusi kendaraan lajur (Sumber: SNI-1732-1989) dapat diperoleh dari analisis survey data lalu lintas, namun jika tidak memiliki data lalu lintas dari hasil pengumpulan data, maka dapat menggunakan data pada Tabel 5.2. sebagai acuan. Namun Tabel 5.2 tidak dapat digunakan untuk jalan tol, oleh karena itu untuk konsisi jalan tol maka data volume lalu lintas menggunakan data dari survei dijalan tol sejenis. Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Perhitungan LER (langkah 4)  Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) Lintas ekivalen permulaan merupakan perhitungan ekivalen kendaraan pada awal umur rencana. Persamaan yang digunakan dalam LEP ini adalah sebagai berikut: 𝒊−𝒏 𝑳𝑬𝑷 = ෍ 𝑳𝑯𝑹𝒊 𝒙 𝑬𝒊 𝒙 𝑪𝒊 𝒊=𝟏 atau 𝒊−𝒏 𝑳𝑬𝑷 = ෍ 𝑳𝑯𝑹𝑻𝒊 𝒙 𝑬𝒊 𝒙 𝑪𝒊 𝒊=𝟏 Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Perhitungan LER (langkah 4) dengan:  LEP = Lintas ekivalen di awal umur rencana, lss/hari/lajur rencana  LHRi = LHR jenis kendaraan i di awal umur rencana ditentukan dengan menggunakan rumus LHR awal umur rencana di langkah 2  LHRTi = LHRT jenis kendaraan i di awal umur rencana  Ei = angka ekivalen untuk jenis kendaraan i  Ci = koefisien distribusi jenis kendaraan i Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Perhitungan LER (langkah 5)  Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Perhitungan LEA merupakan perhitungan lintas ekivalen kendaraan pada akhir masa umur rencana dengan menggunakan hasil perhitungan UR dan LEP pada poin b dan d diatas. Persamaan LEP adalah sebagai berikut: 𝑳𝑬𝑨 = 𝑳𝑬𝑷 (𝟏 + 𝒊)𝑼𝑹 dengan:  LEA = Lintas ekivalen di akhir umur rencana, lss/hari/lajur rencana  LEP = Lintas Ekivalen di awal umur rencana  i = faktor pertumbuhan lalu lintas, %/tahun  UR = umur rencana, tahun Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Perhitungan LER (langkah 6)  Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER) Setelah mendapatkan hasil perhitungan LEP dan LEP, langkah selanjutnya dalah menghitung LER, dimana LER merupakan perhtiungan lintas ekivalen kendaraan rencana untuk digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan. Persamaan LER dapat dilihat pada dirumus di bawah ini. 𝑳𝑬𝑷 + 𝑳𝑬𝑨 𝑳𝑬𝑹 = ( ) 𝒙 𝑭𝑷 𝟐 dengan:  LER = Lintas Ekivalen Rencana  FP = Faktor Penyesuaian Untuk Umur Rencana = UR/10 Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T.  UR = Umur Rencana, tahun B. Daya Dukung Tanah Dasar  Daya dukung dasar tanah atau selanjutnya akan dinyatakan dalam DDT yang meupakan korelasi dari nilai CBR. Besaran nilai CBR yang mewakili dan dipergunakan dalam menentukan DDT merupakan nilai wakil untuk satu segmen jalan. Penentuan DDT dapat menggunakan persamaan dan Gambar dibawah ini. DDT = 4,3 log CBR + 1,7 dengan:  DDT = Daya Dukung Tanah Dasar  CBR = CBR segmen Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. B. Daya Dukung Tanah Dasar  Korelasi antara CBR dan DDT Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. C. Faktor Kondisi Lingkungan  Parameter dalam penentuan kondisi lingkungan adalah FR (Faktor Regional), dimana satuan FR ini mewakili kondisi lingkungan yang akan dijadikan acuan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan, seperti curah hujan, iklim tropis, elevasi, kelandaian muak jalan, fasilitas drainase dan banyaknya kendaraan berat. Nilai FR dapat dilihat pada Tabel 5.5. di bawah ini. Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. C. Faktor Kondisi Lingkungan Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. D. Indeks Permukaan Jalan (IP)  Kualitas dari perkerasan jalan bergantung pada kinerja struktur perkerasan jalan yang telah dirancang dan pada saat awal digunakan, saat digunakan selama masa pelayanan / umur rencana serta pada akhir umur rencana.  Kinerja struktur perkerasan jalan dinyatakan dalam Indeks Permukaan (IP).  Pada awal umur rencana indeks permukaan disebut IP0 serta oenggunaan jenis perkerasan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. D. Indeks Permukaan Jalan (IP)  Pada akhir umur rencana Indeks Permukaan dinyatakan dalam IPt , yang di dapat berdasarkan hasil dari LER yang sudah diperhitungkan sebelumnya. Indeks Permukaan Akhir (IPt) dapat dilihat pada Tabel 5.7 dan digambarkan dalam kinerja struktur pada Tabel 5.8. Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. D. Indeks Permukaan Jalan (IP) Tabel IP0 Untuk Awal Umur Rencana Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. D. Indeks Permukaan Jalan (IP) Tabel Indeks Permukaan Akhir (IPt) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. D. Indeks Permukaan Jalan (IP) Tabel Kinerja Struktur Perkerasan Jalan Di Akhir Umur Rencana Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. E. Rumus Dasar Metode Anlisa Komponen  Metode analisan komponen yang mengacu pada metode SNI 1732-1989-F menggunakan persamaan yang sudah dimodifikasi untuk Indonesia, yang diambil dari rumus dari AASHTO’72. Hasil akhir rumus tersebut dapat dilihat pada persamaan di bawah. log 𝐿𝐸𝑅𝑥3650 𝐼𝑇𝑃 𝐺𝑡 1 = 9,36 log + 1 − 0,20 + + log + 0,372 𝐷𝐷𝑇 − 3,0 2,54 1094 𝐹𝑅 0,40 + 5,19 𝐼𝑇𝑃 +1 2,54 Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. E. Rumus Dasar Metode Anlisa Komponen dengan:  LER = Lintas Ekivalen Rencana, dinyatakan dalam lss/hari/lajur rencana  3650 = jumlah hari dalam 10 tahun (karena nomogram disediakan untuk umur rencana 10 tahun)  𝐼𝑇𝑃 = Indeks Tebal Perkerasan untuk keadaan lingkungan dan daya dukung sesuai lokasi jalan dan Indeks Permukaan di akhir umur rencana (nama ITP berasal dari thickness index versi AASHTO’72)  DDT = Daya Dukung Tanah Dasar  FR = Faktor Regional 𝐼𝑃0 −𝐼𝑃𝑡  𝐺𝑡 = log 4,2−1,5 Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. E. Rumus Dasar Metode Anlisa Komponen  Apabila persamaan di atas diwakilkan secara grafis maka hasil grafis tersebut digambarkan dalam bentuk nomogram. Di Indonesia nilai IPo dan IPt bervariasi, maka nomogram yang dihasilkan menjadi 9 buah. Gambar nomogram tersebut dapat dilihat pada Gambar diabwah ini Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Nomogram 1 (IPt = 2,5 dan IP0 = ≥ 4) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Nomogram 2 (IPt = 2,5 dan IP0 = 3,9-3,5) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Nomogram 3 (IPt = 2,0 dan IP0 ≥ 4) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Nomogram 4 (IPt = 2,0 dan IP0 = 3,9-3,5) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Nomogram 5 (IPt = 1,5 dan IP0 = 3,9-3,5) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Nomogram 6 (IPt = 1,5 dan IP0 = 3,4-3,0) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Nomogram 7 (IPt = 1,5 dan IP0 = 2,9-2,5) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Nomogram 8 (IPt = 1,0 dan IP0 = 2,9-2,5) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. Nomogram 9 (IPt = 1,0 dan IP0 ≥ 2,4) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. F. Indeks Tebal Perkerasan (𝐼𝑇𝑃)  Dengan menggunakan nomogram pada Tabel di atas, nilai 𝐼𝑇𝑃 dapat diperoleh. 𝐼𝑇𝑃 sendiri merupakan angka yang menunjukan nilai structural perkerasan jalan yang terdiri dari bebrapa lapisan perkerasan dengan kualitas mutu yang berbeda, sehingga dalam penentuan 𝐼𝑇𝑃 perlu ditambahkan koefisien relative. Persamaan 𝐼𝑇𝑃 dapat dilihat pada rumus di bawah ini. 𝑰𝑻𝑷 = 𝒂𝟏 𝑫𝟏 + 𝒂𝟐 𝑫𝟐 + 𝒂𝟑 𝑫𝟑 Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. F. Indeks Tebal Perkerasan (𝐼𝑇𝑃) dengan:  ITP = Indeks Tebal Perkerasan  a1 = koefisien kekuatan relatif lapis permukaan  a2 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi  a3 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bawah  D1 = tebal lapis permukaan  D2 = tebal lapis pondasi  D3 = tebal lapis pondasi bawah Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. F. Indeks Tebal Perkerasan (𝐼𝑇𝑃)  Penentuan besaran koefisen relative didasarkan pada fungsi dan mutu perkerasan yang ditentukan melalui nilai stabilitas Marshall (MS), kuat tekan (Kt) atau CBR. Koefisien relative untuk CBT (Cement Treated Base) dapat digunakan dalam perhitungan tebal lapis pondasi walaupun tidak ada pada Tabel dari SNI-1732-1989-F. a. CTB dengan kuat tekan > 45 kg/cm2, a2 = 0,23 b. CTB dengan kuat tekan 28 - 45 kg/cm2, a2 = 0,20 c. CTB dengan kuat tekan < 28 kg/cm2, a2 = 0,15 Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. F. Indeks Tebal Perkerasan (𝐼𝑇𝑃) Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T. G. Tebal Minimum Lapis Perkerasan Bahan Ajar-PJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo, S.T., M.T.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser